You are on page 1of 12

JEKK Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas

3 (2), 2018, 68 - 79

Faktor Somatogenik, Psikogenik, Sosiogenik yang Merupakan Faktor


Risiko Kejadian Skizofrenia Usia < 25 Tahun
(Studi di Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo)
* ** ***
Dhian Ika Prihananto , Suharyo Hadisaputro , Mateus Sakundarno Adi
* ** ***
Universitas Nusantara PGRI Kediri, Politeknik Kesehatan Semarang, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Undip

ABSTRACT

Background : Schizophrenia is a clinical syndrom of several disturbing psichological condition,


involving process of thinking, emotion, perception, and attitude. Risks factors contributing to the
appearance of schizophrenia <25 years old are factors of somatogenic, psychogenic, and
sociogenic. The aim of the reaearch was to povide evidence that factors of somatogenic,
psychogenic, and sociogenic are contributing factors to schizophrenia <25 years old.
Methods : This research is a research of mix method, design of case-control study reinforced by
indepht interview. The population of study was people with schizophrenia <25 years old in Kepil
Subdistrict, Wonosobo Regency. The sample consisted of 55 cases and 55 controls based on
consecutive samplung. The research instrument was guided interview. Data were then analyzed
using chi square (univariate, bivariate) and logistic regression (multivariate).
Result : Contributing factors to risk factors of schizophrenia observed on people <25 years old
are family with schizophrenia (OR=8,016 95%CI=2,342-27,433 p=0,001), bad temper
(OR=3,223 95%CI=1,159-8,961 p=0,025), early deprivation (OR=5,356 95%CI=1,180-24,309
p=0,030), experiencing stress (OR=5,451 95%CI=1,739-17,083 p=0,004), low social
development (OR=3,363 95%CI=1,072-10,552 p=0,038), low economic condition (OR=5,294
95%CI=1,696-16,524 p=0,004).
Conclusion : Somatogenic factor that proved to be a risk factor for schizophrenia <25 years old is
having a family history of schizophrenia, has a bad temper. Psychogenic factors are experiencing
early deprivation, experiencing stress. Sociogenic factor is bad social development, low
economic level.

Keywords : Schizophrenia; risk factors; factors of somatogenic psychogenic sociogenic;


age <25 years old

*Penulis korespondensi : dhianre2@yahoo.com

©2018, JEKK, All Right Reserved


Prihananto et al., J.E.K.K 3 (2), 2018 70

(7)
Pendahuluan kematian penduduk pada umumnya.
Berdasarkan data riskesdas tahun 2007
Skizofrenia adalah suatu penyakit memperlihatkan bahwa prevalensi gangguan
yang mempengaruhi otak dan menyebabkan jiwa berat di Indonesia adalah sebesar 4,6 per
timbulnya pikiran, presepsi, emosi, gerakan, mil. Prevalensi tertinggi terdapat di provinsi
1
dan perilaku yang aneh dan terganggu. DKI Jakarta sebesar 20,3 per mil yang
Skizofrenia terkait dengan stres, gangguan kemudian secara berturut-turut diikuti oleh
neurobiologis yang ditandai dengan provinsi Nanggroe Aceh Darusalam sebesar
2
gangguan pikiran. Penyakit skizofrenia 18,5 per mil, Sumatera Barat sebesar 16,7 per
memang masih kurang populer di kalangan mil, Nusa Tenggara Barat sebesar 9,9 per mil,
masyarakat awam. Namun gangguan jiwa ini Sumatera Selatan sebesar 9,2 per mil. 8
sudah mulai mencemaskan karena sampai Berdasarkan data riskesdas tahun 2013
sekarang penanganannya masih belum memperlihatkan prevalensi gangguan jiwa
memuaskan. Di masa lalu banyak orang berat nasional sebesar 1,7 per mil. Prevalensi
menganggap skizofrenia merupakan tertinggi terdapat di provinsi Aceh dan DI
penyakit yang tidak dapat diobati. Seiring Yogyakarta sebesar 2,7 per mil, kemudian
dengan kemajuan dibidang ilmu kedokteran secara berturut-turut diikuti oleh provinsi
jiwa maka kini anggapan itu mulai hilang Sulawesi Selatan sebesar 2,6 per mil,
dan diakui skizofrenia sebenarnya termasuk provinsi Jawa Tengah dan Bali sebesar 2,3
9
gangguan kesehatan dan termasuk dalam Per mil.
ilmu kedokteran jiwa (psikiatri) yang Berdasarkan data BPS pada tahun 2015
penanganannya sesuai dengan terapi kabupaten Wonosobo merupakan kabupaten
kedokteran sebagaimana halnya penyakit termiskin di provinsi Jawa Tengah dengan
fisik lainnya.3 presentasi penduduk miskin sebesar
Seringkali pasien skizofrenia 22.02%.10 Kabupaten Wonosobo memiliki
digambarkan sebagai individu yang berbagai masalah kesehatan dan masalah
bodoh, aneh, dan berbahaya.4 Sebagai sosial, salah satu masalah kesehatan dan
konsekuensi kepercayaan tersebut, banyak sosial yang dihadapi adalah masalah
pasien skizofrenia tidak dibawa berobat kesehatan jiwa. Berdasarkan data riskesdas
ke dokter (psikiater) melainkan provinsi Jawa Tengah tahun 2007 prevalensi
disembunyikan, kalaupun akan dibawa skizofrenia di kabupaten Wonosobo sebesar
berobat, mereka tidak dibawa ke dokter 4,0 per mil.(11) Berdasarkan data riskesdas
melainkan dibawa ke “orang pintar”.3 provinsi Jawa Tengah tahun 2013 prevalensi
Kesehatan jiwa masih menjadi salah skizofrenia di kabupaten Wonosobo sebesar
12
satu permasalahan kesehatan yang signifikan 1,5 per mil.
di dunia, termasuk indonesia. Menurut WHO Kecamatan Kepil merupakan salah
pada tahun 2016 terdapat sekitar 35 juta satu kecamatan di kabupaten Wonosobo
orang menderita depresi,60 juta orang yang memiliki penderita skizofrenia yang
menderita bipolar, 21 juta menderita cukup banyak yaitu pada tahun 2013 sampai
skizofrenia, serta 47,5 juta menderita 2016 sebesar 87 penderita skizofrenia.
dimensia.5 Menurut WHO bahwa 5-15% dari Kecamatan Kepil terdiri dari 2 Puskesmas
anak-anak antara 3-15 tahun mengalami yaitu Puskesmas Kepil 1 dan Puskesmas
gangguan jiwa yang persistent dan Kepil 2. Jumlah penderita skizofrenia di
6
mengganggu hubungan sosial. Berdasarkan kecamatan Kepil yaitu data dari Puskesmas
data yang diperoleh di negara Amerika Kepil 1 jumlah penderita skizofrenia pada
Serikat setiap tahun, terdapat 300.000 pasien tahun 2013 sampai 2016 sebanyak 64
skizofrenia mengalami episode akut, hampir penderita, yang meninggal 2 orang, sembuh 1
20%-50% pasien skizofrenia melakukan orang, pergi 1orang, dimana ada 39 penderita
percobaan bunuh diri, dan 10% di antaranya skizofrenia mulai mengidapnya pada usia <
13
berhasil (mati bunuh diri), dapat 25 tahun. Data dari Puskesmas Kepil 2
disimpulkan angka kematian pasien jumlah penderita skizofrenia pada tahun
skizofrenia 8 kali lebih tinggi dari angka 2016 sebanyak 23 penderita, dimana ada 16

©2018, JEKK, All Right Reserved


Prihananto et al., J.E.K.K 3 (2), 2018 71

penderita skizofrenia mulai mengidapnya Hasil


14
pada usia < 25 tahun.
Gangguan jiwa skizofrenia tidak Berdasarkan hasil analisis bivariat
terjadi dengan sendirinya begitu saja, tetapi dengan uji chi-square diketahui bahwa
banyak faktor yang menyebabkan terjadinya variabel yang terbukti sebagai faktor risiko
skizofrenia. Faktor-faktor yang skizofrenia usia < 25 tahun yaitu keturunan,
menyebabkan terjadinya skizofrenia yaitu temperamen, deprivasi dini, pola keluarga,
7
faktor somatogenik, psikogenik, sosiogenik. stress, perkembangan sosial, cita-cita,
Faktor somatogenik yaitu keturunan, cacat tingkat ekonomi, perpindahan kesatuan
kongenital, kelainan otak, temperamen, keluarga.
penyakit dan cedera tubuh. Faktor
psikogenik yaitu perkembangan psikologi, Tabel 1. Hasil analisis bivariat variabel bebas
deprivasi dini, pola keluarga, stress, terhadap kejadian skizofrenia usia < 25
penyalahgunaan obat-obatan. Sedangkan tahun.
yang termasuk faktor sosiogenik yaitu No. Variabel OR 95%CI P
perkembangan sosial, cita-cita, tingkat 1. Mempunyai riwayat keluarga 3,234 1,355- 0,013
7,15
ekonomi, perpindahan kesatuan keluarga. skizofrenia 7,719
Banyaknya penderita skizofrenia 2. Mengalami cacat kongenital 1,000 0,061- 1,000

terutama usia < 25 tahun dan belum adanya 3. Ada kelainan otak
16,401
1,000
2,038 0,179-
penelitian tentang faktor risiko skizofrenia 23,151
dikabupaten Wonosobo terutama di 4. Mempunyai temperamen 3,783 1,687- 0,002
kecamatan Kepil maka penulis tertarik buruk 8,482
melakukan penelitian dengan judul faktor 5. Menderita penyakit dan cedera 1,000 0,061- 1,000
tubuh 16,401
somatogenik, psikogenik, sosiogenik yang
6. Perkembangan psikologi tidak 2,650 0,492- 0,438
merupakan faktor risiko kejadian skizofrenia sesuai 14,286
usia < 25 tahun di kecamatan Kepil 7. Mengalami deprivasi dini 5,365 1,434- 0,015
kabupaten Wonosobo. 20,076
8. Pola keluarga tidak sesuai 3,877 1,711- 0,002
Metode 8,783
9. Mengalami stress 4,317 1,930- 0,001
9,657
Penelitian ini merupakan penelitian 10. Menyalahgunakan obat-obatan 1,359 0,290- 1,000
mix method, desain studi case- control yang 6,379
diperkuat dengan indepht interview. 11. Perkembangan sosial buruk 3,586 1,538- 0,005
Populasi studi yaitu penderita skizofrenia 8,362
12. Cita-cita tidak tercapai 3,656 1,654- 0,002
usia < 25 tahun di kecamatan Kepil
8,084
kabupaten Wonosobo. Sampel terdiri dari 55 13. Tingkat ekonomi rendah 3,857 1,655- 0,003
kasus dan 55 kontrol yang diambil secara 8,990
consecutive sampling. Variabel terikat dalam 14. Mengalami perpindahan 3,415 1,135- 0,044
penelitian ini adalah penderita skizofrenia kesatuan keluarga 10,273
15. Tingkat pendidikan rendah 2,636 1,218- 0,022
usia < 25 tahun sedangkan Variabel bebas
5,705
dalam penelitian ini yaitu faktor
somatogenik (keturunan, cacat kongenital, Berdasarkan hasil analisis multivariat
kelainan otak, temperamen, penyakit dan logistik terdapat tujuh variabel bebas yang
cedera tubuh), faktor psikogenik terbukti berpengaruh terhadap kejadian
(perkembangan psikologik, deprivasi dini, skizofrenia usia < 25 tahun yaitu keturunan,
pola keluarga, stress, penyalahgunaan obat- temperamen, deprivasi dini, stress,
faktor sosiogenik (perkembangan sosial, perkembangan sosial, tingkat ekonomi
cita-cita, tingkat ekonomi,obatan), rendah dan tingkat pendidikan rendah.
perpindahan kesatuan keluarga). Instrument Variabel yang bisa diperbaiki yaitu
penelitian adalah kuesioner wawancara. temperamen, deprivasi dini, stress,
Analisis data secara univariat, bivariat (chi- perkembangan sosial, tingkat ekonomi
square), dan multivariat (regresi logistik). rendah dan tingkat pendidikan rendah.

©2018, JEKK, All Right Reserved


Prihananto et al., J.E.K.K 3 (2), 2018 72

Berdasarkan analisis multivariat dengan = 0,842-6,822).


variabel keturunan menunjukan bahwa
kejadian skizofrenia usia < 25 tahun 8 kali Tabel 2. Hasil analisis multivariat yang
lebih sering terjadi pada orang yang berusia < bermakna secara statistik
25 tahun yang mempunyai riwayat keluarga Variabel B Wald Exp (B) 95%CI P
skizofrenia dibandingkan dengan yang tidak Mempunyai riwayat 2,081 10,996 8,016 2,342- 0,001
mempunyai riwayat keluarga skizofrenia keluarga skizofrenia 27,433
(OR = 8,016 95%CI = 2,342-27,433). Mempunyai 1,170 5,032 3,223 1,159- 0,025
temperamen buruk 8,961
Berdasarkan analisis multivariat dengan Mengalami 1,678 4,730 5,356 1,180- 0,030
variabel temperamen menunjukkan bahwa deprivasi dini 24,309
kejadian skizofrenia usia < 25 tahun 3 kali Mengalami 1,696 8,466 5,451 1,739- 0,004
lebih sering terjadi pada orang yang berusia < stress 17,083
25 tahun yang mempunyai temperamen Perkembangan 1,213 4,321 3,363 1,072- 0,038
sosial buruk 10,552
buruk dibandingkan dengan yang Tingkat ekonomi 1,667 8,236 5,294 1,696- 0,004
mempunyai temperamen baik (OR = 3,223 rendah 16,524
95%CI = 1,159-8,961). Berdasarkan analisis Tingkat pendidikan 0,874 2,680 2,396 0,842- 0,102
multivariat dengan variabel deprivasi dini rendah 6,822
menunjukan bahwa kejadian skizofrenia usia Constant -3,765 22,118 0,023 0,000
< 25 tahun 5,4 kali lebih sering terjadi pada
orang yang berusia < 25 tahun yang Model persamaan regresi logistik
mengalami deprivasi dini dibandingkan untuk memprediksi atau memperkirakan
dengan yang tidak mengalami deprivasi dini peluang untuk terjadinya skizofrenia usia <
(OR = 5,356 95%CI = 1,180- 25 tahun dari ke tuju variabel (keturunan,
24,309).Berdasarkan analisis multivariat temperamen, deprivasi dini, stress,
dengan variabel stress menunjukan bahwa perkembangan sosial, tingkat ekonomi,
kejadian skizofrenia usia < 25 tahun 5,5 kali tingkat pendidikan) tersebut bila dihitung
lebih sering terjadi pada orang yang berusia < berdasarkan rumus probability event adalah
25 tahun yang mengalami stress sebagai berikut:
dibandingkan dengan yang tidak mengalami
stress (OR = 5,451 95%CI = 1,739-17,083).
Berdasarkan analisis multivariat dengan
variabel perkembangan sosial menunjukan
bahwa kejadian skizofrenia usia < 25 tahun
3,4 kali lebih sering terjadi pada orang yang
berusia < 25 tahun yang perkembangan
Persamaan regresi logistik
sosial buruk dibandingkan dengan yang
menunjukkan bahwa mempunyai riwayat
perkembangan sosial baik (OR = 3,363
keluarga skizofrenia, mempunyai
95%CI = 1,072-10,552).Berdasarkan
temperamen buruk, mengalami deprivasi
analisis multivariat dengan variabel tingkat
dini, mengalami stress, perkembangan sosial
ekonomi menunjukan bahwa kejadian
buruk, tingkat ekonomi rendah, dan tingkat
skizofrenia usia < 25 tahun 5,3 kali lebih
pendidikan rendah memiliki probabilitas
sering terjadi pada orang yang tingkat
untuk menderita skizofrenia usia < 25 tahun
ekonomi rendah dibandingkan dengan
sebesar 99,87%.
tingkat ekonomi tinggi (OR = 5,294 95%CI
=1,696-16,524). Berdasarkan analisis
Pembahasan
multivariat dengan variabel tingkat
pendidikan menunjukan bahwa kejadian
Faktor yang terbukti sebagai faktor risiko
skizofrenia usia < 25 tahun 2,4 kali lebih
kejadian skizofrenia usia < 25 tahun
sering terjadi pada orang yang berusia < 25
1. Keturunan
tahun yang tingkat pendidikan rendah
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
dibandingkan dengan yang tingkat
mempunyai riwayat keluarga skizofrenia
pendidikan tinggi (OR = 2,396 95%CI
sebagai faktor risiko kejadian skizofrenia

©2018, JEKK, All Right Reserved


Prihananto et al., J.E.K.K 3 (2), 2018 73

usia < 25 tahun di kecamatan Kepil keluarga memilki riwayat skizofrenia,


kabupaten Wonosobo. Presentase responden sehingga stresor psikososial yang
pada kelompok kasus yang mepunyai mempengaruhi terjadinya skizofrenia akibat
riwayat keluarga skizofrenia yaitu sebesar faktor keturunan dapat diminimalisir.
41,8%, lebih banyak dibandingkan pada Dengan menghindari perkawinan sesama
kelompok kontrol sebesar 18,2%. penderita skizofrenia atau keluarga yang
Mempunyai riwayat keluarga skizofrenia mempunyai riwayat skizofrenia akan
mempunyai faktor risiko sebesar 8 kali (nilai meminimalisir faktor keturunan.
p = 0,001 OR = 8,016 95%CI = 2,342-
27,433) lebih besar terkena skizofrenia usia < 2. Temperamen
25 tahun dibandingkan dengan yang tidak Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
mempunyai riwayat keluarga skizofrenia. mempunyai temperamen buruk sebagai
Hasil penelitian ini sejalan dengan faktor risiko kejadian skizofrenia usia < 25
penelitian Handayani yang menyebutkan tahun di kecamatan Kepil kabupaten
bahwa ada hubungan antara faktor keturunan Wonosobo. Presentase responden pada
dengan kejadian skizofrenia. Nilai p = 0,048, kelompok kasus yang mempunyai
nilai RP 1,195 dengan CI 95% 1,004-1,423, temperamen buruk yaitu sebesar 56,4%,
artinya orang yang memiliki faktor ketrunan lebih banyak dibandingkan pada kelompok
berisiko 1,195 kali lebih besar terkena kontrol sebesar 25,5%. Mempunyai
skizofrenia dibandingkan dengan orang yang temperamen buruk mempunyai faktor risiko
16
tidak memiliki faktor keturunan. Penelitian sebesar 3,2 kali (nilai p = 0,025 OR = 3,223
Amirudin, yang menyatakan bahwa riwayat 95%CI = 1,159-8,961) lebih besar terkena
keturunan (faktor keturunan) memiliki skizofrenia usia < 25 tahun dibandingkan
hubungan dengan kejadian skizofrenia dengan yang mempunyai temperamen baik.
17
dengan nilai p value 0,00 (p<0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan
Penelitian Setiyowati menyatakan bahwa penelitian Fadli yang menyebutkan bahwa
ada hubungan antara riwayat keluarga ada hubungan signifikan antara faktor tipe
18
dengan kejadian skizofrenia (p = 0,000). kepribadian dengan kejadian gangguan jiwa
Menurut Arif, berbagai penelitian dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05). Tipe
menunjukan bahwa gen yang diwariskan kepribadian introvert memiliki 6,7 kali lebih
seseorang sangat kuat mempengaruhi resiko besar untuk mengalami gangguan jiwa (OR =
21
seseorang mengalami skizofrenia. Studi 6,667). Individu yang memiliki kepribadian
pada keluarga telah menunjukkan bahwa skizoid dengan ciri-ciri pemalu, pendiam,
semakin dekat relasi seseorang dengan suka menyendiri, perasa, emosi dan
pasien skizofrenia, semakin besar risikonya temperamen dingin, menghindar dari
19
untuk menderita penyakit skizofrenia. hubungan hubungan jangka panjang dengan
Berdasarkan teori Blum (1974) dalam orang lain. Individu ini menunjukan respon
Notoatmojo bahwa derajat kesehatan yang terbatas terhadap isyarat atau
masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor rangsangan sosial, jadi individu ini
yaitu genetik, pelayanan kesehatan, perilaku, cenderung lebih mudah mengalami
dan lingkungan yang saling mempengaruhi gangguan jiwa.6 Sesorang yang memilki tipe
satu sama lain. Faktor keturunan memiliki kepribadian pendiam atau introvert lebih
resiko lebih besar terkena skizofrenia apabila rentan terjadinya gangguan jiwa.22 Orang
dipengaruhi oleh stresor psikososial baik yang terlalu peka atau sensitif biasanya
berasal dari diri sendiri maupun mempunyai masalah kejiwaan dan
lingkungan.20 ketegangan yang memilki kecenderungan
7
Data dilapangan menunjukan mengalami gangguan jiwa.
perbandingan penderita skizofrenia usia < 25
tahun dengan keturunan lebih banyak terjadi 3. Deprivasi dini
pada kelompok kasus daripada kelompok Hasil penelitian ini menunjukan
kontrol. Dengan melakukan konsultasi ke bahwa mengalami deprivasi dini sebagai
pelayanan kesehatan jiwa apabila salah satu faktor risiko kejadian skizofrenia usia < 25

©2018, JEKK, All Right Reserved


Prihananto et al., J.E.K.K 3 (2), 2018 74

6
tahun di kecamatan Kepil kabupaten sosial yang norma.
Wonosobo. Presentase responden pada Perpecahan dalam keluarga,
kelompok kasus yang mengalami deprivasi perceraian orang tua, adopsi, kematian orang
dini yaitu sebesar 23,6%, lebih banyak tua merupakan satu dari faktor risiko untuk
dibandingkan pada kelompok kontrol perkembangan anak, jelasnya tidak hanya
sebesar 5,5%. Mengalami deprivasi dini perpisahan itu sendiri tetapi periode yang
mempunyai faktor risiko sebesar 5,4 kali panjang dari perselisihan dan banyaknya
(nilai p = 0,030 OR = 5,356 95%CI = 1,180- ketidakharmonisan yang akhirnya
24,309) lebih besar terkena skizofrenia usia < menimbulkan gangguan pada anak. Perlunya
25 tahun dibandingkan dengan yang tidak hubungan kekerabatan pada masyarakat
mengalami deprivasi dini. sehingga seorang anak masih mendapatkan
Hasil penelitian ini tidak sejalan kasih sayang dari keluarga lain.
dengan penelitian Erlina yang menunjukan
tidak terdapat perbedaan yang bermakna 4. Stress
antara timbulnnya skizofrenia dan non Hasil penelitian ini menunjukan
skizofrenia berdasar perpisahan orang tua.23 bahwa mengalami stress sebagai faktor risiko
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan kejadian skizofrenia usia < 25 tahun di
penelitian Mallet et al. yang melakukan kecamatan Kepil kabupaten Wonosobo.
penelitian pada etnik asia yang menyatakan Presentase responden pada kelompok kasus
tidak terdapat hubungan yang antara terpisah yang mengalami stress yaitu sebesar 72,7%,
dengan orang tua terhadap timbulnya lebih banyak dibandingkan pada kelompok
skizofrenia (p=0,34). Hasil penelitian ini kontrol sebesar 38,2%. Mengalami stress
sesuai dengan penelitian Mallet et al yang mempunyai faktor risiko sebesar 5,5 kali
melakukan penelitian pada etnik Afrika- (nilai p = 0,004 OR = 5,451 95%CI = 1,739-
karibbia yang menyatakan bahwa ada 17,083) lebih besar terkena skizofrenia usia <
hubungan yang bermakna antara terpisah 25 tahun dibandingkan dengan yang tidak
dengan orang tua terhadap timbulnya mengalami stress.
skizofrenia (OR = 5,00 95%CI : 1,09-22,82 Hasil penelitian ini sejalan dengan
p= 0,038).(24) penelitian Hidayat (2013) yang menyatakan
Makin lama makin nyata bahwa bahwa ada hubungan yang signifikan antara
deprivasi (ketidakperolehan) biologis atau masalah psikosoial dengan kejadian
psikologis pada waktu bayi dapat skizofrenia dengan nilai p = 0,005 (p < 0,05)
mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat dan OR = 13,750 artinya responden yang
diperbaiki lagi. Deprivasi maternal atau memiliki masalah psikososial berpeluang
kehilangan asuhan ibu dirumah sendiri, 13,7 kali beresiko mengalami gangguan
terpisah dengan ibu atau tinggal diasrama, skizofrenia dibandingkan dengan responden
25
dapat menimbulkan perkembangan yang yang tidak memiliki masalah psikososial.
abnormal. Deprivasi rangsangan umum dari Hasil penelitian ini sejalan dengan
lingkungan, bila sangat berat ternyata penelitian Setiyowati tahun 2012 yang me-
berhubungan dengan retardasi mental. nunjukan bahwa ada hubungan antara
Deprivasi atau frustrasi dini dapat stressor psikososial dengan kejadian
menimbulkan titik-titik-titik lemah pada skizofrenia faktor dominan yang berperan
jiwa, juga dapat mengakibatkan terhadap kejadian skizofrenia yaitu masalah
hubungan interpersonal. Purnama tahun
18
perkembangan yang salah atau pun
perkembangan yang berhenti. Untuk 2016 yang menunjukan bahwa sebagian
perkembangan psikologis rupanya ada besar jumlah penderita gangguan jiwa
masa-masa gawat. Dalam masa ini disebabkan karena stress sebanyak 140
rangsangan dan pengalaman belajar yang responden (90,3%), sedangkan yang
berhubungan dengan perkembangan disebabka bukan karena stress sebanyak
26
psikologis serta pemuasan berbagai (3,9%).
kebutuhan sangat perlu bagi urutan-urutan Keadaan tegang ini secara
perkembangan intelektual, emosional dan biopsikososial yang dialami biasanya

©2018, JEKK, All Right Reserved


Prihananto et al., J.E.K.K 3 (2), 2018 75

bersumber dari setiap keadaan atau peristiwa yang menyatakan bahwa faktor sosiokultural
yang menyebabkan perubahan dalam dan lingkungan yang memicu terjadinya
hidupnya sehingga ia terpaksa mengadakan skizofrenia adalah diintimidasi di
29
adaptasi untuk penanggulangan stressor lingkungan sosial. Rinawati (2016) yang
kejadian pada kehidupan penderita seperti menyatakan bahwa penyebab gangguan jiwa
masalah perkawinan, problem orang tua, pada aspek sosial terbanyak adalah konflik
hubungan interpersonal, masalah pekerjaan, dengan keluarga atau teman.30
lingkungan hidup, masalah keuangan, Perbedaan sistem nilai moral dan etika
keterlibatan hukum, perkembangan fisik, antara kebudayaan yang satu dengan yang
penyakit fisik, faktor keluarga, dan lain-lain. lain, antara masa lalu dengan sekarang sering
Semuanya merupakan faktor psikososial menimbulkan masalah-masalah kejiwaan.
yang dilaporkan berperan pada gangguan Begitu pula perbedaan moral yang diajarkan
7
skizofrenia. dirumah/sekolah dengan yang dipraktikan
Peristiwa individu yang dialami oleh dimasyarakat sehar-hari. Faktor budaya
pasien baik dilingkungan keluarga, bukan merupakan penyebab langsung
masyarakat dan tempat kerja terkadang timbulnya gangguan jiwa, biasanya terbatas
menimbulkan tekanan yang pada tingkat menentukan warna gejala-gejala. Disamping
tertentu akan mempengaruhi kesehatan mempengaruhi pertumbuhan dan
mentalnya. Jika stresor tersebut berlangsung perkembangan kepribadian seseorang
terus menerus dalam jangka waktu panjang, misalnya melalui aturan-aturan kebiasaan
7
individu tersebut dapat kehabisan daya tahan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut.
dalam menerima stresor, mengalami Berdasarkan data dilapangan bahwa
kelelahan mental dan pada akhirnya akan masih ada kebudayaan masyarakat di
memasuki kondisi depresi dan jika berlarut- kecamatan kepil yang melakukan pernikahan
(27)
larut dapat menimbulkan skizofrenia. dini dan perjodohan sebesar 37 responden
atau 33,6%. Pernikahan dini dan perjodohan
5. Perkembangan sosial akan berdampak negatif terhadap mental dan
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa psikologi anak. Anak akan menjadi pendiam,
perkembangan sosial buruk sebagai faktor trauma, tersisih dan takut yang pada akhirnya
risiko kejadian skizofrenia usia < 25 tahun di akan menyebabkan gangguan jiwa.
kecamatan Kepil kabupaten Wonosobo.
Presentase responden pada kelompok kasus 6. Tingkat Ekonomi
yang perkembangan sosial buruk yaitu Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
sebesar 47,3%, lebih banyak dibandingkan tingkat ekonomi rendah sebagai faktor risiko
pada kelompok kontrol sebesar 20%. kejadian skizofrenia usia < 25 tahun di
perkembangan sosial buruk mempunyai kecamatan Kepil kabupaten Wonosobo.
faktor risiko sebesar 3,4 kali (nilai p = 0,038 Presentase responden pada kelompok kasus
OR = 3,363 95%CI = 1,072-10,552) lebih yang tingkat ekonomi rendah yaitu sebesar
besar terkena skizofrenia usia < 25 tahun 49,1%, lebih banyak dibandingkan pada
dibandingkan dengan yang perkembangan kelompok kontrol sebesar 20%. Tingkat
sosialnya baik. ekonomi rendah mempunyai faktor risiko
Hasil penelitian ini sejalan dengan sebesar 5,3 kali (nilai p = 0,004 OR = 5,294
penelitian yang dilakukan Tanjung Laksono 95%CI = 1,696-16,524) lebih besar terkena
Utomo yang menyebutkan bahwa ada skizofrenia usia < 25 tahun dibandingkan
hubungan antara faktor sosiokultural dengan dengan yang tingkat ekonomi tinggi.
kejadian skizofrenia dengan nilai p = 0,040 Hasil penelitian ini sejalan dengan
(p= < 0,05) OR = 3,454 artinya bahwa penelitian yang dilakukan Erlina et al. (2010)
responden yang mempunyai masalah yang menunjukan ada perbedaan yang
sosiokultural berisiko 3 kali lebih besar bermakna antara skizofrenia dan non
dibandingkan yang tidak mempunyai skizofrenia berdasar adanya status ekonomi
28
masalah sosiokultural. Penelitian ini sejalan (OR = 6,00: 95% CI : 2,52-14,60, p = 0,000).
dengan penelitan yang dilakukan oleh Sari Status ekonomi rendah mempunyai risiko

©2018, JEKK, All Right Reserved


Prihananto et al., J.E.K.K 3 (2), 2018 76

6,00 kali untuk mengalami gangguan jiwa Faktor yang tidak terbukti sebagai faktor
skizofrenia dibandingkan status ekonomi risiko kejadian skizofrenia usia < 25 tahun
tinggi.23 Hal ini didukung pendapat Jean dan 1. Cacat Kongenital
Caton (2005) yaitu ada beberapa faktor Hasil analisis multivariat menunjukan
psikososial yang mempengaruhi gangguan bahwa variabel cacat kongenital tidak
jiwa skizofrenia, yaitu sosial ekonomi terbukti sebagai faktor risiko kejadian
rendah dan stres lingkungan.31 Mallet et al skizofrenia usia < 25 tahun di kecamatan
(2002) menyatakan bahwa ada hubungan Kepil kabupaten Wonosobo. Presentase
yang bermakna antara status pekerjaan responden pada kelompok kasus yang
dengan timbulnya skizofrenia (OR = 5,5 mengalami cacat kongenital yaitu sebesar
24
95% CI : 2,59-11,68 p = 0,000). 1,8% sama dengan pada kelompok kontrol
Kemiskinan ditandai dengan sebesar 1,8%. Hasil penelitian ini sejalan
sedikitnya dukungan, keselamatan, tidak dengan penelitian yang dilakukan oleh
adanya ruang sehingga terlalu sesak, tidak Utomo (2013) yang menyatakan bahwa cacat
adanya kebebasan pribadi, ketidakpastian tubuh sejak lahir tidak banyak berperan
dalam masalah ekonomi yang akhirnya terhadap kejadian skizofrenia.28
mungkin menimbulkan risiko kesehatan bagi
keluarga.23 2. Kelainan otak
Dalam masyarakat modern kebutuhan Hasil analisis multivariat menunjukan
makin meningkat dan persaingan makin bahwa variabel kelainan otak tidak terbukti
meningkat dan makin ketat untuk sebagai faktor risiko kejadian skizofrenia
meningkatkan ekonomi hasil-hasil teknologi usia < 25 tahun di kecamatan Kepil
modern. Memacu orang untuk bekerja lebih kabupaten Wonosobo. Presentase responden
keras agar dapat memilikinya. Jumlah orang pada kelompok kasus yang ada kelainan otak
yang ingin bekerja lebih besar dari yaitu sebesar 3,6% lebih banyak
kebutuhan sehingga pengangguran dibandingkan pada kelompok kontrol
meningkat, demikian pula urbanisasi sebesar 1,8%. Hasil penelitian ini sejalan
meningkat, mengakibatkan upah menjadi dengan penelitian yang dilakukan oleh
rendah. Faktor-faktor gaji yang rendah, Utomo (2013) yang menyatakan bahwa
perumahan yang buruk, waktu istirahat dan kerusakan neurotransmitter atau kerusakan
berkumpul dengan keluarga sangat terbatas otak tidak banyak berperan terhadap
28
dan sebagainya merupakan sebagian hal kejadian skizofrenia.
yang mengakibatkan perkembangan
7
kepribadian yang abnormal. 3. Penyakit dan cedera tubuh
Data dilapangan menunjukan Hasil analisis multivariat menunjukan
perbandingan penderita skizofrenia usia < 25 bahwa variabel penyakit dan cedera tubuh
tahun dengan ekonomi rendah lebih banyak tidak terbukti sebagai faktor risiko kejadian
terjadi pada kelompok kasus daripada skizofrenia usia < 25 tahun di kecamatan
kelompok kontrol. Untuk meningkatkan Kepil kabupaten Wonosobo. Presentase
ekonomi masyarakat perlu diciptakan responden pada kelompok kasus yang
lapangan kerja yang mampu menyerap menderita penyakit dan cedera tubuh yaitu
tenaga kerja sehingga pengangguran sebesar 1,8% sama dengan pada kelompok
penyebab kemiskinan bisa berkurang, kontrol sebesar 1,8%.
melakukan pelatihan kerja bagi orang yang Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
kurang mampu sehingga memiliki bekal penelitian yang dilakukan oleh Besral (2013)
yang cukup untuk maju didunia usaha, yang menyatakan bahwa ada hubungan
memberikan subsidi bagi orang yang kurang penyakit kronis dengan kejadian gangguan
mampu seperti pengobatan gratis, bantuan metal emosional, semakin banyak jumlah
langsung tunai, menarik minat penyakit kronis yang diderita oleh responden
pengangguran dengan menaikkan upah akan semakin besar risikonya untuk
minimum sehingga mereka berhasrat untuk menderita gangguan mental emosional.
bekerja. Responden yang menderita 1 penyakit kronis

©2018, JEKK, All Right Reserved


Prihananto et al., J.E.K.K 3 (2), 2018 77

mempunyai risiko 11 kali lebih besar.32 kontrol sebesar 23,6%.


Variabel penyakit dan cedera tubuh Hasil penelitian ini sejalan dengan
tidak terbukti sebagai faktor risiko kejadian penelitian yang dilakukan Erlina et al.
skizofrenia dibawah usia 25 tahun di (2010) yang menunjukan tidak ada
kecamatan Kepil kabupaten Wonosobo. Hal perbedaan yang bermakna antara skizofrenia
ini karena hanya sebagian kecil penderita dan non skizofrenia berdasar adanya pola
skizofrenia yang mengalami penyakit kronis asuh keluarga (OR = 0,605 95%CI : 0,249-
dan koping individunya baik dan sudah 1,467 P = 0,266).23
mendapatkan pengobatan dari dokter. Dalam keadaan krisis timbul
bermacam-macam perasaan yang tidak enak,
4. Perkembangan psikologi seperti cemas, takut, rasa salah atau malu,
Hasil analisis multivariat menunjukan tergantung pada keadaan. Pengaruh keluarga
bahwa variabel perkembangan psikologi sangat menolong individu dalam mengatasi
tidak terbukti sebagai faktor risiko kejadian krisis sesuai dengan adat istiadat,
skizofrenia usia < 25 tahun di kecamatan kebudayaan atau pengalaman keluarga itu.
Kepil kabupaten Wonosobo. Presentase Keluarga harus menolong individu agar ia
responden pada kelompok kasus yang secara aktif menemukan cara penyelesaian
mengalami perkembangan psikologi tidak masalahnya dan bukan agar ia menghindar
sesuai yaitu sebesar 9,1% lebih banyak tantangan atau memakai mekanisme
dibandingkan pada kelompok kontrol pembelaan yang sekedar untuk
33
sebesar 3,6%. menghilangkan ketegangan.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hasmila Sari 6. Penyalahgunaan obat-obatan
yang menyatakan bahwa gangguan jiwa Hasil analisis multivariat menunjukan
yang disebabkan oleh trauma sebesar 71,6%, bahwa variabel penyalahgunaan obat-obatan
dimana berada pada presentase tinggi.29 tidak terbukti sebagai faktor risiko kejadian
Variabel gangguan perkembangan skizofrenia usia < 25 tahun di kecamatan
yang salah tidak terbukti sebagai faktor Kepil kabupaten Wonosobo. Presentase
risiko kejadian skizofrenia dibawah usia 25 responden pada kelompok kasus yang
tahun di kecamatan Kepil kabupaten menyalahgunakan obat-obatan terlarang
Wonosobo. Hal ini karena hanya sebagian yaitu sebesar 7,3% lebih banyak
kecil kelompok kasus dan kelompok kontrol dibandingkan pada kelompok kontrol
yang mengalami gangguan perkembangan sebesar 5,5%.
atau traumatik pada masa anak-anak. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian
Gangguan perkembangan hanya terjadi pada Besral (2013), bahwa ada hubungan antara
masa balita saja dan mereka yang mengalami mengkonsumsi alkohol dengan kejadian
trauma masa anak-anak memiliki koping gangguan mental emosional. Responden
individu yang baik. Perkembangan psikologi yang mengkonsumsi alkohol mempunyai
yang salah dalam penelitian ini yaitu risiko 1,7 kali lebih besar untuk menderita
gangguan perkembangan yang tidaksesuai gangguan mental emosional (OR : 1,66
dengan usia dan adanya traumatik pada masa 95%CI : 1,60-1,71 p = <0,001).32
anak-anak. Variabel penyalahgunaan obat-obatan
tidak terbukti sebagai faktor risiko kejadian
5. Pola keluarga skizofrenia usia < 25 tahun di kecamatan
Hasil analisis multivariat menunjukan Kepil kabupaten Wonosobo. Hal ini karena
bahwa variabel pola keluarga tidak terbukti hanya sebagian kecil responden yang
sebagai faktor risiko kejadian skizofrenia mempunyai riwayat mengkonsumsi obat-
usia < 25 tahun di kecamatan Kepil obatan terlarang atau alkohol. Responden
kabupaten Wonosobo. Presentase responden yang mengkonsumsi obat-obatan terlarang
pada kelompok kasus yang mengalami pola atau alkohol kemungkinan hanya
keluarga tidak sesuai yaitu sebesar 54,5 % mengkonsumsi dalam dosis kecil dan dalam
lebih banyak dibandingkan pada kelompok jangka waktu yang tidak lama.

©2018, JEKK, All Right Reserved


Prihananto et al., J.E.K.K 3 (2), 2018 78

7. Cita-cita usia < 25 tahun yaitu perkembangan sosial


Hasil analisis multivariat menunjukan buruk, tingkat ekonomi rendah. Probabilitas
bahwa variabel cita-cita tidak terbukti kejadian skizofrenia usia < 25 tahun adalah
sebagai faktor risiko kejadian skizofrenia sebesar 99,87% apabila orang yang berusia <
usia < 25 tahun di kecamatan Kepil 25 tahun tersebut mempunyai riwayat
kabupaten Wonosobo. Presentase responden keluarga skizofrenia, temperamen buruk,
pada kelompok kasus yang cita-cita tidak deprivasi dini, stress, perkembangan sosial
tercapai yaitu sebesar 60% lebih banyak buruk, tingkat ekonomi rendah dan tingkat
dibandingkan pada kelompok kontrol pendidikan rendah.
sebesar 29,1%. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Erlina (2010) yang Ucapan Terimakasih
menunjukan tidak terdapat perbedaan yang Terimakasih kepada Puskesmas Kepil
bermakna antara timbulnya skizofrenia dan I dan Puskesmas Kepil II yang telah memberi
non skizofrenia berdasar gagal mencapai izin dan arahan selama proses penelitian
23
cita-cita. berlangsung.

8. Perpindahan kesatuan keluarga Daftar Pustaka


Hasil analisis multivariat menunjukan 1. Sheila L. Videbeck. 2008. Psychiatric
bahwa variabel perpindahan kesatuan Mental Health Nursing. Des Moines
keluaraga tidak terbukti sebagai faktor risiko Area Community College Ankeny,
kejadian skizofrenia usia < 25 tahun di Lowa.pp.347-377.
kecamatan Kepil kabupaten Wonosobo. 2. Fadli. 2010. Pengetahuan dan Ekspresi
Presentase responden pada kelompok kasus Emosi Keluarga serta Frekuensi
yang mengalami perpindahan kesatuan Kekambuhan Penderita Skizofrenia.
keluarga yaitu sebesar 25,5% lebih banyak Jurnal Kesehatan Nasional;7.pp.10.
dibandingkan pada kelompok kontrol 3. Hawari. 2010. Pendekatan Holistik
sebesar 9,1%. Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia . Ja-
Hasil penelitian ini tidak sesuai karta:FKUI.
dengan penelitian Sundquist (2004), bahwa 4. Irmansyah. 2006. Pencegahan dan In-
ada hubungan antara tingkat urbanisasi dan tervensi Dini Skizofrenia.Diunduh dari
timbulnya pertama kali psikosis34 Khusus http//scizofrenia.web.id.
untuk anak yang sedang berkembang 5. Kementerian Kesehatan Republik
keprbadiannya, perubahan-perubahan Indonesia. 2016. Peran Keluarga Du-
lingkungan (kebudayaan dan pergaulan), kung Kesehatan Jiwa Masyarakat.
cukup mengganggu.7 Meskipun demikian 6. Marasmis , W. F. 2009. Catatan Ilmu
walaupun mereka mengalami perpindahan Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
kesatuan keluarga tetapi mereka mampu University Press.pp.157-282.
menyesuaikan diri dengan lingkungan 7. Yosep, I. Keperawatan Jiwa. Bandung:
disekitarnya (kebudayaan dan pergaulan) Refika Aditama.pp.63-80.
sehingga tidak mengganggu kejiwaannya. 8. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. 2007. Riset Kesehatan
Kesimpulan Dasar (RISKESDAS) Jakarta : Ke m en-
t e r i a n K e s e h a t an.
Faktor somatogenik yang terbukti 9. Badan Penelitian dan Pengembangan
sebagai faktor risiko kejadian skizofrenia Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan
usia < 25 tahun yaitu ada riwayat keluarga Dasar (RISKESDAS ). Jakarta: Ke-
skizofrenia dan temperamen buruk. Faktor menterian Kesehatan Republik
psikogenik yang terbukti sebagai faktor Indonesia;
risiko kejadian skizofrenia usia < 25 tahun .10. BPS Propinsi Jawa Tengah. 2015.
yaitu mengalami deprivasi dini, mengalami Daftar Kabupaten/Kota Miskin di
stress. Faktor sosiogenik yang terbukti Jawa Tengah
sebagai faktor risiko kejadian skizofrenia

©2018, JEKK, All Right Reserved


Prihananto et al., J.E.K.K 3 (2), 2018 79

11. Badan Penelitian dan Pengembangan nia pada Pasien Rawat Jalan di Rumah
Kesehatan. 2007. Riset Kesehatan Sakit Jiwa Prof.HB Saanin Padang Su-
Dasar (RISKESDAS) Propinsi Jawa matera Barat : Berita Kedoteran Masya-
Tengah. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa rakat;26.pp. 2.
Tengah. Semarang 23. Mallet, R.,Leff, J.,Bhugra, D.,Pang, D.,
12. Badan Penelitian dan Pengembangan Zhao Jing, H. 2002. Social Environ-
kesehatan. Riset Kesehatan Dasar ment, Ethnicity and Schizophrenia.
(RISKESDAS)Propinsi Jawa Tengah. Social P s y c h i a t r y S e c t i o n . I n s t i t
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. u t e o f Psychiatry. De Crepigny Park.
Semarang. London, SES 8AF, UK.
13. Sumber Data Puskesmas Kepil 24. Cepi Hidayat, Reini Astuti, Wulan
1.2016. J u m l a h P e n d e r i t a S k i z o f Novika Ambarsari. 2013. Hubungan
rena di Puskesmas Kepil 1. Masalah Psikososial dengan Kejadian
14. Sumber Data Puskesmas Kepil 2. Skizofrenia. Jurnal Kesehatan Budi
2016. J u mlah P en d er ita Sk izo f r en Luhur Cimahi;8(3).
ia di Puskesmas Kepil 2. 25. Gilang purnama, Desy Indra Yani, Titin
15. Jeste, D.V. & Mueser, K.T. 2008. Sutini. 2016. Gambaran Stigma Ma-
Clinical Handbook of Schizophrenia. syarakat Terhadap Klien Gangguan
New York: Guilford Press. Jiwa. Jurnal Pendidikan Keperawatan
16. Handayani, L, Febriani Rahmadani.A., Indonesia;2(1.).
Saufi.A. 2015. Faktor Risiko Kejadian 26. Sumarmi DW, Maulina. 2006. Peng-
Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Gr- aruh Stressor Psikososial Terhadap
hasia Daerah Istimewa Yogyakarta. Depresi dan Gangguan Kesehatan Re-
Jurnal Humanitas;3:(2). produksi Guru Perempuan di Sek-
17. A m i r u d i n . 2010. Analisis Faktor olah Dasar Negeri. Jurnal kesehatan.
yang Berhubungan dengan Ke jadian Yogyakarta: Berita Kedokteran Ma-
Gangguan Jiwa Skizofrenia di Rumah syarakat;22(3).
Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara. 27. Utomo.T.L. 2013. Hubungan Antara
Makassar: Program Pascasarjana Uni- Faktor Somatik, Psikososial, dan Sosio
Kultur d e n g a n K e j a d i a n S k i z o f r e
versitas Hasanudin.
18. nia di Instalasi Rawat Jalan RSJD Su-
rakarta. Surakarta: Universitas Mu-
hammadiyah Surakarta.
Setiyow ati. Y. 2012. Hubungan F ak Hasmila Sari, Wildan Sirna. 2015.
to r Riwaya t Keluarga dan St resor Psi- 28.
Faktor Predisposisi Penderita Skizofre-
kososial Dengan Kej adi an Skizofrenia nia. Idea Nursing Journa . l:VI(2).
19.
di Kabupaten Kebumen. Yogyakarta: 29. Fajar Rinawati, Moh Alimansur.
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah 2016. Analisis Faktor-Faktor
Mada. Penyebab Gangguan Jiwa Meng-
20. Arif, I.S. 2006. Skizofrenia Mema- gunaan Pendekatan Model Adaptasi
hami Dinamika Keluarga Pasien. Stress Stuart. Jurnal Ilmu Kesehatan;
Bandung : Refika aditama. 5(1).
21. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kese- 30. Jean, PS., dan Canto, E. 2005. Social
hatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Defeat: Risk Factor of Schizophrenia.
Rineka Cipta. British Journal of Psychiatry; 187.
Muhammad Fadli. 2015. Hubungan pp.101-102.
22. Tipe Kepribadian Dengan Kejadian Ga- 31. Giri Widakdo, Besral. 2013. Efek
ngguan Jiwa pada Keluarga. Yogyakar- Penyakit Kronis Terhadap Gangguan
ta : Stikes Aisyiah. Mental Emosional . Jurnal Kesehatan
Erlina, Soewadi, Pramono.D. 2010. De- Masyarakat Nasional;7(7).
terminan Terhadap Timbulnya Skizofre-

©2018, JEKK, All Right Reserved


Prihananto et al., J.E.K.K 3 (2), 2018 80

32. Read J, Van Os J, Morrison AP, Ross 33. Sundquist K, F.G. 2004. Urbanisa-
CA. 2005. Childhood Trauma, Psycho- tion and Incidence of Psychosis and
sis And Schizophrenia: A Literature Depression: Follow-up Study of 4.4
Review Wi t h Theoretical and Clinical million Women and Men in Sweden.
Implications. Acta Psychiatry Scandi- Br J Psychiatry;184.pp.293-298.
navica;112:pp.330-350.

©2018, JEKK, All Right Reserved

You might also like