You are on page 1of 18

JES-MAT, Vol. 3 No.

2 September 2017

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ADVANCED


MATHEMATICAL THINKING DAN HABITS OF MIND
MAHASISWA MELALUI PENDEKATAN
KETERAMPILAN METAKOGNITIF

Masta Hutajulu1), Eva Dwi Minarti2)


1)2)
STKIP Siliwangi, Bandung,
masthahutajulu@stkipsiliwangi.ac.id, masthahutajulu@yahoo.com 1)
kireina.arti@gmail.com 2)

ABSTRACT
This research is conducted as a preliminary study that aims to determine the
achievement and improvement of advanced mathematical thinking skills of
students. In college, mathematics is generally more difficult and complex than
ever. This is because the material given is more abstract. Therefore, mathematics
and mathematics education students are expected to construct mathematical
definitions/concepts independently, to prove logically, and to further develop their
mathematical abilities. In fact, the learning process in the classroom does not
improve the ability of mathematical thinking and even tends not to awaken the
habits of the mind of the student, hence to overcome the problem, this research is
studied a learning approach, the metacognitive skill approach. This research is an
experimental research with research instrument that used is test of advanced
mathematical thinking ability of student and student habits of mind scale. This
research was conducted on final year students who contracted real analysis courses
at STKIP Siliwangi Bandung. Based on the results of the research, it is known that
the achievement and improvement of advanced mathematical thinking skills of
students who gain learning with metacognitive skills approach is better than those
who get regular learning. In general, students who gain learning with a
metacognitive skills approach habits of mind better on ordinary learning..
Keywords: Advanced Mathematical Thinking, Habits of Mind, Metacognitive
Skill Approach.

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan sebagai studi pendahuluan yang bertujuan untuk
mengetahui pencapaian dan peningkatan kemampuan advanced mathematical
thinking mahasiswa. Di perguruan tinggi, materi matematika umumnya lebih susah
dan kompleks daripada di tingkat sebelumnya. Hal ini dikarenakan materi yang
diberikan lebih bersifat abstrak. Oleh karena itu, mahasiswa program studi
pendidikan matematika dan matematika diharapkan dapat mengkontruksi dan
menemukan definisi/konsep matematika secara mandiri, membuktikan secara
logis, serta dapat mengembangkan kemampuan matematiknya lebih jauh. Pada

JES-MAT ISSN 2460-8904 177


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

kenyataannnya proses pembelajaran di kelas kurang meningkatkan kemampuan


berpikir matematika dan bahkan cenderung tidak membangkitkan habits of mind
mahasiswa, maka untuk mengatasi masalah tersebut, pada penelitian ini dikaji
suatu pendekatan pembelajaran, yaitu pendekatan keterampilan metakognitif.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan instrumen penelitian yang
digunakan adalah tes kemampuan advanced mathematical thinking mahasisiswa
dan skala habits of mind mahasiswa. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa
tingkat akhir yang mengontrak mata kuliah analisis real di STKIP Siliwangi
Bandung. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pencapaian dan
peningkatan kemampuan advanced mathematical thinking mahasiswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan keterampilan metakognitif lebih
baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Secara
umum, mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
keterampilan metakognitif habits of mind lebih baik terhadap pembelajaran biasa.
Kata kunci : Kemampuan Advanced Mathematical Thinking, habits of mind,
pendekatan keterampilan metakognitif

PENDAHULUAN meningkatkan daya saing dalam


Matematika diajarkan secara menghadapi era globlalisasi di segala
formal mulai dari tingkat sekolah bidang (Kemendikbud, 2012).
dasar sampai perguruan tinggi. Hal Di perguruan tinggi, materi
tersebut merupakan indikator bahwa matematika umumnya lebih susah dan
Matematika itu sangat penting. Pada kompleks daripada di tingkat
level perguruan tinggi, pendidikan sebelumnya. Hal ini dikarenakan
matematika merupakan salah satu unit materi yang diberikan lebih bersifat
pendidikan yang memiliki peranan abstrak. Oleh karena itu, mahasiswa
penting terhadap kualitas mutu program studi pendidikan matematika
pendidikan. Melalui setiap mata kuliah dan matematika diharapkan dapat
yang ada dalam kurikulum pendidikan mengkontruksi dan menemukan
matematika, harapannya kemampuan definisi/konsep matematika secara
mahasiswa dari berbagai ranah mandiri, membuktikan secara logis,
(kognitif, afektif dan psikomotorik) serta dapat mengembangkan
dapat ditingkatkan. kemampuan matematiknya lebih jauh.
Hal itu senada dengan fungsi Ini menjadi masalah yang penting bagi
pendidikan tinggi dalam UU N0. 12 mahasiswa mengingat mereka harus
Tahun 2012, yaitu sebagai pusat menyelesaikan tugas-tugas
pengembangan IPTEK serta sarana perkuliahan matematika tingkat
untuk menghasilkan intelektual, mahasiswa, khususnya mata kuliah
ilmuwan, dan professional yang matematika lanjut (Sumarmo, 2011).
kreatif dan berbudaya untuk mencapai Untuk merealisasikan harapan tersebut.
satu target pokok bangsa yaitu Kemampuan berpikir matematik

JES-MAT ISSN 2460-8904 178


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

mahasiswa harus dikembangkan dan berbagai bentuk (Goldin, 2002 dan


dikaitkan dengan berpikir Hudiono, 2005). Namun, kemampuan
matimatikawan agar terbentuk tersebut ternyata belum optimal di
kemampuan berpikir matematis kalangan mahasiswa (NCTM, 2000).
tingkat lanjut (Advanced Hal ini dikarenakan mahasiswa
Mathematical Thinking) yang lebih cenderung menggunakan representasi
berfokus pada definisi formal, deduksi simbolik, tanpa memperhatikan
logis, dan berpikir kreatif (Tall, 2002). representasi bentuk lain.senada dengan
Advanced Mathematical hasil studi Gordah dan Fadillah (2014)
Thinking ternyata harus terwujud yang menyimpulkan bahwa sebagian
dalam capaiian pembelajaran besar mahasiswa masih mengalami
berdasarkan KKNI (Kerangka kesulitan dalam menggunakan
Kualifikasi Nasional Indonesia) yang berbagai representasi matematis untuk
tercantum pada deskripsi kualifikasi menjelaskan ide-ide matematis dan
level 6 (Perguruan tinggi untuk memecahkan masalah matematis.
program Sarjana semua jurusan). Abstraksi merupakan proses
Adapun beberapa capaian dasar dalam bentuk matematika.
pembelajaran untuk program sarjana Menurut Dreyfus (Tall, 2002),
dalam KKNI adalah dibutuhkan abstraksi dan representasi merupakan
kemampuan dalam menyelesaikan dua proses yang saling melengkapi.
masalah dengan mengaplikasikan Konsep matematika seringkali
bidang keahlihannya; menguasai diabstraksikan dari beberapa bentuk
konsep secara mendalam dan mampu representasinya. Begitu pun
memformulasikan penyelesaian sebaliknya, bentuk representasi
masalah; serta mampu memilih seringkali diungkapkan pula dari
alternatif solusi penyelesaian beberapa konsep matematika yang
(Kemendikbud, 2012). Semua hal lebih abstrak. Meskipun demikian,
tersebut ada di dalam kemampuan abstraksi ternyata dapat menjadi salah
Advanced Mathematical Thinking. satu penyebab mahasiswa gagal dalam
Kemampuan Advanced proses pembelajaran matematika
Mathematical Thinking terdiri atas (Ferrari, 2003). Hal ini dikarenakan
beberapa komponen. Adapun mahasiswa cenderung kesulitan dalam
komponen Advanced Mathematical memperoleh intisari dari konsep
Thinking menurut Sumarmo (2011) matematika yang bersifat abstrak
meliputi representasi, abstraksi, (Proclus, 2006). Senada juga dengan
menghubungkan representasi dan Suryana (2016) mengatakan
abstraksi, berpikir kreatif, serta mahasiswa umumnya masih
pembuktian matematis. mengalami kesulitan dalam
Representasi dapat membantu mengkontruksi bentuk umum yang
mahasiswa dalam memahami, diharapkan.
mengkomunikasikan, serta Selain representasi dan
mengaitkan konsep matematika dalam abstraksi, mahasiswa juga dituntut

JES-MAT ISSN 2460-8904 179


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

untuk berpikir kreatif. Berpikir kreatif mengetahui teknik mengawali proses


terlihat ketika seseorang memiliki pembuktian matematis (Moore dalam
kemampuan dalam menilai sesuatu Suryana 2016).
dari sudut pandang yang berbeda Berbagai studi menunjukkan
(Evans, 1991). Namun, kemampuan bahwa Advanced Mathematical
berpikir kreatif mahasiswa masih Thinking mahasiswa masih tergolong
tergolong rendah. Hal ini didukung rendah (Davis dalam Tall, 2002;
oleh hasil temuan Herlina (2015) dan Arnawa, et al., 2007; Kusnandi, 2008;
Suryana (2016) pada mahasiswa Isnarto, et al., 2014; Samparadja, et al.,
program studi pendidikan matematika 2014; dan Herlina, 2015). Hasil studi
di salah satu universitas di Kalimantan yang dilakukan oleh Davis (Tall, 2002)
dan Jakarta yang masih mengalami menyimpulkan bahwa mahasiswa
kesulitan jika diberikan bentuk soal tidak mampu menyelesaikan soal yang
yang bersifat divergen dan non-rutin. membutuhkan ide-ide kreatif.
Kemampuan berikutnya dalam Sementara itu, Arnawa, et al., (2006);
Advanced Mathematical Thinking Kusnandi (2008); Isnarto, et al.,
adalah pembuktian. Pembelajaran (2014); dan Samparadja, et al., (2014)
matematika memerlukan pembuktian dalam studinya menyatakan bahwa
dikarenakan matematika merupakan mahasiswa kesulitan dalam
ilmu yang menggunakan penalaran mengkontruksi bukti matematis,
deduktif aksiomatis sehingga bukti terutama dalam mengawali proses
mempunyai kedudukan yang sangat pembuktian dan mengaitkan antara
penting dalam matematika. Namun, konsep yang dimiliki dengan unsur
pembuktian merupakan proses dari konklusi yang hendak dibuktikan.
matematika yang dianggap sulit oleh Selain itu, rendahnya Advanced
mahasiswa (Suryadi, 2007 dan Mathematical Thinking mahasiswa
Suryana, 2016). Kesulitan mahasiswa juga diungkapkan oleh Herlina (2015)
mahasiswa dalam mengkontruksi dalam studi pendahuluannya, yaitu
bukti disebabkan oleh: (1) mahasiswa mahasiswa mengalami kesulitan
kurang memahami definisi, (2) dalam memahami konsep dalam
mahasiswa mempunyai keterbatasan bentuk notasi matematika,
intuisi terkait dengan konsep, (3) membuktikan, mengaitkan antar
konsep matematika yang dimiliki konsep, serta menghasilkan ide-ide
mahasiswa tidak cukup untuk kreatif dalam menyelesaikan
mengkontruksi bukti, (4) mahasiswa permasalahan matematika. Berkaitan
tidak mampu dalam mengkontruksi dengan rendahnya Advanced
suatu contoh sendiriuntuk Mathematical Thinking, Tall (2002)
memperjelas pembuktian, (5) mengatakan bahwa salah satu
mahasiswa tidak mengetahui penyebabnya adalah dosen masih
bagaimana memanfaatkan definisi terbiasa mengajar secara procedural
untuk mengkontruksi bukti secara dan akan membenarkan jawaban
lengkap, dan (7) mahasiswa tidak

JES-MAT ISSN 2460-8904 180


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

mahasiswa jika mengikuti procedural dirancang untuk meningkatkan


tersebut. kejelasan dan kemantapan materi
Selain dituntut untuk memiliki pembelajaran yang baru sehingga
kemampuan Advanced Mathematical gagasan-gagasan yang hilang tidak
Thinking, mahasiswa dituntur pula terlalu banyak hanya karena
untuk melakukan perbaikan terhadap disebabkan ketidakjelasan satu sama
kinerjanya (habits of mind) dalam lain. mahasiswa seharusnya
belajar dalam setiap mata kuliah. membedah materi tersebut saat mereka
Apabila kebiasaan berpikir dan sikap menerimanya dengan menghubungkan
positif berlangsung kontinu, maka materi pembelajaran baru dengan
secara akumulatif akan timbul pengalaman personal, struktur kognitif
disposisi terhadap mata kuliahnya dan sikap kritis pada pengetahuan.
yaitu keinginan, kecenderungan dan Pembelajaran melalui
dedikasi yang kuat pada diri pendekatan ketrampilan metakognitif
mahasiswa untuk berpikir dan berbuat inilah yang diusulkan untuk diteliti
dengan cara positif. sebagai alternatif dalam upaya untuk
Salah satu alternatif meningkatkan kemampuan Advanced
pendekatan pembelajaran yang Mathematical Thinking mahasiswa
mendukung untuk meningkatkan
berbagai kemampuan Advanced LANDASAN/KAJIAN TEORI
Mathematical Thinking adalah Kemampuan Advanced
pendekatan ketrampilan metakognitif. Mathematical Thinking
Hal tersebut dikarenakan Definisi Advanced
pembelajaran dengan pendekatan mathematical thinking (AMT)
ketrampilan metakognitif kadangkala tertukar dengan istilah
membimbing mahasiswa dalam berpikir matematik tingkat tinggi
menyadari dan mengontrol proses (higher order mathematical thinking).
interaksi dalam berpikir tersebut. Menurut Sumarmo (2011),
Secara internal mahasiswa perbedaannya dapat ditinjau dari segi
akan membangun pengetahuan dengan proses yang berlangsung, yaitu proses
menginteraksikan ide-ide dalam berpikir matematis tingkat tinggi
pikirannya berdasarkan pengetahuan ditemukan pada proses Advanced
awal (prior knowledge) yang telah mathematical thinking dalam beberapa
dimiliki dan secara eksternal siswa kondisi, misalnya keduanya memuat
membangun pengetahuan melalui proses kognitif yang tidak sederhana,
interaksi dengan lingkungannya namun terdapat proses Advanced
termasuk dengan teman-temannya mathematical thinking yang tidak
untuk mencapai pemahaman yang berlangsung dalam proses berpikir
lebih sempurna. matematis tingkat tinggi.
Aktivitas-aktivitas pada Sebagai ilustrasi, Advanced
pembelajaran matematika melalui mathematical thinking dilawankan
pendekatan ketrampilan metakognitif dengan berpikir matematik elementer

JES-MAT ISSN 2460-8904 181


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

(elementary mathematical thinking) Hanna (Tall, Ed. 1991)


sedangkan higher order mathematical menjelaskan tentang bukti matematik
thinking dilawankan dengan berpikir yang meliputi: a) penekanan bukti
matematik tingkat rendah (low order formal, b) pandangan terhadap
mathematical thinking). Proses matematika, c) faktor-faktor dalam
perpindahan dari elementer ke AMT bukti yang diterima, dan penalaran
memuat transisi dari melukiskan ke yang hati-hati. Memperhatikan
mendefinisikan, dari meyakinkan ke tuntutan kognitif yang termuat dalam
membuktikan secara logik. AMT maka perancangan pembelajaran
Proses transisi tersebut tidak untuk AMT adalah merupakan suatu
terjadi pada transisi dari low order keniscayaan dilaksanakan oleh dosen.
mathematical thinking ke low order Lebih lanjut, Dreyfus (Tall,
mathematical thinking, karena yang 2002), Advanced Mathematical
berlangsung dalam transisi kedua Thinking merupakan proses berpikir
adalah proses sederhana yang matematis yang meliputi proses
algoritmik atau prosedural ke proses representasi, abstraksi, serta hubungan
menyadari tindakan yang dilaksanakan antara representasi dan abstraksi.
atau dari pencapaian pengetahuan (Ervynck (Tall, 2002) menegaskan
hafalan ke pengetahuan yang bahwa berpikir kreatif memiliki
bermakna. Beberapa proses yang kontribusi penting dalam proses
tergolong dalam AMT di antaranya Advanced Mathematical Thinking.
adalah: proses representasi, proses Berpikir kreatif memiliki peranan
abstraksi, hubungan representasi dan penting dalam proses deduksi. Dalam
abstraksi, kreativitas matematis proses deduksi, dibutuhksn ide-ide
(mathematical creativity), dan bukti kreatif berdasarkan pengalaman dalam
matematis (mathematical proof). konteks matematika. Selanjutnya,
Dreyfus (Tall, Ed. 1991) Harel & Sowder (Gutierrez, 2006)
membahas AMT sebagai: a) proses mendefinisikan Advanced
representasi, pengalihan dari Mathematical Thinking sebagai proses
representasi ke translasi; b) proses berpikir matematis meliputi proses
generalisasi, sintesis, dan abstraksi; representasi, abstraksi, serta hubungan
dan c) hubungan antara representasi antara representasi dan abstraksi,
dan abstraksi. Kemudian Ervynck kreativitas, serta bukti matematis. Hal
(Tall, Ed. 1991) menguraikan secara senada juga diungkapkan oleh
mendalam mengenai kreativitas Sumarmo (2011) bahwa Advanced
matematik yang meliputi: a) tahap- Mathematical Thinking merupakan
tahap perkembangan kreativitas kemampuan yang meliputi
matematik, dan b) definisi tentatif, representasi, abstraksi,
unsur-unsur, karakteristik, motif, hasil, menghubungkan representasi dan
dan kekeliruan dalam kreativitas abstraksi, berpikir kreatif matematis,
matematik. serta membuktikan matematis.

JES-MAT ISSN 2460-8904 182


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

Lebih lanjut, Sumarmo (2011) Apabila kebiasaan berpikir dan


mengatakan bahwa pengembangan sikap positif seperti di atas
kemampuan Advanced Mathematical berlangsung secara berkelanjutan,
Thinking lebih ditekankan untuk maka secara akumulatif akan tumbuh
mahasiswa, namun dalam beberapa disposisi (disposition) terhadap bidang
kasus, proses Advanced Mathematical studinya yaitu keinginan, kesadaran,
Thinking telah diperkenalkan pada kecenderungan dan dedikasi yang kuat
siswa sekolah menengah. Lebih lanjut pada diri mahasiswa untuk berpikir
menurut Mason (Sumarmo, 2011), dan berbuat .dengan cara yang positif.
level verifikasi dalam Advanced Merujuk pendapat Polking (1998),
Mathematical Thinking adalah: (a) disposisi terhadap suatu bidang studi
meyakinkan diri sendiri (convice menunjukkan (1) rasa percaya diri
yourself), yaitu meyakinkan terkait dalam menggunakan bidang studi
“ mengapa suatu pernyataan bernilai yang bersangkutan memecahkan
benar”; (b) meyakinkan teman masalah, memberi alasan dan
(convice a friend), yaitu meyakinkan mengkomunikasikan gagasan, (2)
orang lain dengan argument yang fleksibilitas dalam menyelidiki
terorganisasi secara koheren; serta (c) gagasan dan berusaha mencari metoda
meyakinkan lawan (convice an enemy), alternatif dalam memecahkan masalah;
yaitu meyakinkan orang lain dengan (3) tekun mengerjakan tugas; (4)
argumen terorganisasi secara koheren, minat, rasa ingin tahu (curiosity); (5)
dianalisis, dan diperhalus sehingga daya temu dalam melakukan tugas
siap untuk dikritisi. Berdasarkan mereka sendiri; (6) menilai aplikasi
uraian di atas, Advanced Mathematical bidang studi yang bersangkutan ke
Thinking adalah kemampuan yang situasi lain dan pengalaman sehari-hari;
meliputi representasi, abstraksi, (7) apresiasi (appreciation) peran
berpikir kreatif, serta pembuktian bidang studi yang bersangkutan dalam
matematis. kultur dan nilai.
Selanjutnya, pendekatan Hampir serupa dengan
pembelajaran apapun, NCTM (Webb pendapat Polking (1998), dalam
dan Coxford, Eds, 1993) menyatakan bidang matematika Standard 10
bahwa dosen perlu (NCTM, 2000) mengemukakan bahwa
mempertimbangkan beberapa hal disposisi matematik menunjukkan:
penting antara lain: memilih tugas rasa percaya diri, ekspektasi dan
matematik yang tepat, mendorong metakognisi, gairah dan perhatian
berlangsungnya belajar bermakna serius dalam belajar matematika,
(meaningful learning), mengatur kegigihan dalam menghadapi dan
diskursus (discourse), dan menyelesaikan masalah, rasa ingin
berpartisipasi aktif dalam tahu yang tinggi, serta kemampuan
pembelajaran sehingga tercipta berbagi pendapat dengan orang lain.
suasana belajar yang kondusif. Berkenaan dengan aspek afektif,
Habits of Mind Mahasiswa Munandar (1987) and Supriadi (1994)

JES-MAT ISSN 2460-8904 183


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

mengidentifikasi orang yang kreatif teliti dan tepat, (7)bertannya dan


adalah mereka yang memiliki rasa mengajukan masalah dengan efektif,
keingintahunan yang tinggi, kaya akan (8) memanfaatkan pengalaman lama
idea, imajinatif, percaya diri, non- untuk untuk membentuk pengetahuan
konformis, bertahan mencapai baru, (9) berpikir dan berkomunikasi
keinginannya, bekerja keras, secara jelas dan tepat, (10)
optimistik, sensitif terhadap masalah, memanfaatkan indera dalam
berfikir positif, memiliki rasa mengumpulkan dan mengelolah data,
kemampuan diri, berorientasi pada (11) mencipta, berkhayal dan
masa datang, menyukai masalah yang berinovasi, (12) bersemangat dalam
kompleks dan menantang. Pakar merespons,
lainnya, Puccio dan Murdock (Costa, (13) bertanggung-jawab, (14) Humoris,
ed., 2001) mengemukakan (15) berpikir saling bergantungan,
keterampilan afektif yang termuat serta (16) belajar berkelanjutan.
dalam berpikir kreatif antara lain: Pendekatan Ketrampilan
merasakan adanya masalah dan Metakognitif
peluang, toleran terhadap Pembelajaran dengan
ketidakpastian, memahami lingkungan pendekatan ketrampilan metakognitif
dan kekreatifan orang lain, bersifat merupakan pembelajaran yang
terbuka, berani mengambil menanamkan kesadaran bagaimana
resiko,membangun rasa percaya diri, merancang, memonitor, serta
mengontrol diri, rasa ingin tahu, mengontrol tentang apa yang mereka
menyatakan dan merespons perasaan ketahui, apa yang diperlukan untuk
dan emosi, dan mengantisipasi sesuatu mengerjakan dan bagaimana
yang tidak diketahui. melakukannya; menitikberatkan pada
Selain disposisi seperti yang aktivitas belajar mahasiswa;
telah diuraikan di atas, dalam upaya membantu dan membimbing
merespons dan mencari solusi masalah mahasiswa jika ada kesulitan, dan
yang kompleks diperlukan disposisi membantu siswa untuk
yang kuat dan perilaku cerdas. Costa mengembangkan konsep diri apa yang
(Costa, Ed., 2001) menamakan dilakukan pada saat belajar
disposisi yang kuat dan perilaku matematika.
cerdas dengan istilah kebiasaan Jika mengacu kepada pendapat
berfikir (habits of mind). Ia Schoenfeld (1987), Blakey & Spence
mengidentifikasi enambelas kebiasaan (1990), Huit (1990) dan Meyer (2002),
berfikir, ketika individu merespons ketika metakognitif terlibat dalam
masalah secara cerdas (Sumarmo, proses pembelajaran, secara otomatis
2015). Keenam belas kebiasaan siswa akan aktif dalam berpikir.
tersebut adalah sebagai berikut: Proses yang aktif ini memberikan efek
(1) bertahan/pantang menyerah, (2) bagi mahasiswa untuk berinteraksi
mengatur kata hati, (3) berempati, (4) baik secara internal maupun secara
berpikir luwes, (5) bermetakognitif, 6) eksternal.

JES-MAT ISSN 2460-8904 184


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

Ketrampilan metakognitif mahasiswa dalam ketrampilan dan


berperan untuk membimbing strategi khusus (seperti perancangan,
mahasiswa dalam menyadari dan evaluasi menganalisis masalah) dan
mengontrol proses interaksi dalam dengan struktur mengajar guru
berpikir tersebut. Secara internal sedemikian rupa sehingga mahasiswa
mahasiswa akan membangun terfokus pada bagaimana mereka
pengetahuan dengan menginteraksikan belajar dan juga pada apa yang mereka
ide-ide dalam pikirannya berdasarkan pelajari (Jacob, 2003).
pengetahuan awal (prior knowledge) Pembelajaran dengan
yang telah dimiliki dan secara pendekatan metakognitif mengarahkan
eksternal mahasiswa membangun perhatian mahasiswa pada apa yang
pengetahuan melalui interaksi dengan relevan dan membimbing mereka
lingkungannya termasuk dengan untuk memilih strategi yang sesuai
teman-temannya untuk mencapai untuk menyelesaikan soal-soal melalui
pemahaman yang lebih sempurna. pertanyaan-pertanyaan (Cardelle,
Dengan demikian proses pembelajaran 1995). Pertanyaan ini menuntun
akan lebih efektif dalam mencapai mahasiswa untuk memusatkan diri
tujuan. Pembelajaran dalam upaya pada langkah khusus penyelesaian soal
penyadaran kognisi dan matematika dan untuk meningkatkan
menumbuhkan keyakinan melalui kesadaran terhadap kesulitan yang
pertanyaan-pertanyaan serta mungkin dialami mahasiswa selama
pengontrolan terhadap proses berpikir proses berlangsung.
dalam membangun pengetahuan yang Prosedur pembelajaran dengan
utuh merupakan pembelajaran dengan pendekatan keterampilan metakognitif
pendekatan ketrampilan metakognitif. mengadopsi model Mayer (Cardelle,
Konsep metakognitif yang 1995) dengan menyajikan
dikemukakan Biryukov (2004) pembelajaran dalam tiga tahap dengan
mengacu kepada dugaan pemikiran rincian sebagai berikut:
tentang apa yang seseorang tahu – 1. Tahap pertama diskusi awal
yang disebut “pengetahuan Pada tahap ini dosen
metakognitif”, apa yang dapat menjelaskan tujuan mengenai topik
seseorang kerjakan – yang disebut yang sedang dipelajari, penanaman
“keterampilan metakognitif”, dan apa konsep berlangsung dengan
yang seseorang tahu tentang menjawab pertanyaan-pertanyaan
kemampuan metakognitifnya – yang yang mendasar. Guru membimbing
disebut “pengalaman metakognitif”. siswa menanamkan
Mahasiswa memerlukan proses keyakinan dan kesadaran dengan
yang cukup lama untuk dapat bertanya pada diri siswa sendiri
menguasai ketrampilan metakognisi saat menjawab setiap pertanyaan
secara bertahap. Namun demikian, dalam bahan ajar atau pertanyaan
dosen dapat memulai lebih awal di yang diajukan dosen, sehingga
kampus dengan secara spesifik melatih mahasiswa memiliki keyakinan

JES-MAT ISSN 2460-8904 185


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

bahwa permasalahan dapat Refleksi mahasiswa lebih mengarah


diselesaikan, dan memiliki intuisi kepada apa yang telah ia pahami
bahwa permasalahan dapat dari pembelajaran serta
diselesaikan dengan cara-cara kemungkinan aplikasi dalam
tertentu. masalah yang lebih luas.
2. Tahap kedua mahasiswa Selanjutnya membuat rangkuman
bekerja secara mandiri yang dilakukan oleh mahasiswa
Pada tahap kedua, mahasiswa sendiri yang merupakan
bekerja secara mandiri untuk rekapitulasi dari apa yang telah
menyelesaikan soal-soal latihan dilakukan di kelas dengan
yang diberikan. Dosen memberikan menjawab pertanyaan yang
pengaruh timbal balik (feedback) diajukan oleh dosen.
secara individual, berkeliling Dengan demikian
memandu mahasiswa dalam pembelajaran matematika melalui
menyelesaikan soal dengan pendekatan ketrampilan metakognitif
memberikan stimulus berupa mendesain model pembelajaran yang
pertanyaan-pertanyaan yang mengintegrasikan pertanyaan-
bersifat metakognitif misalnya pertanyaan yang bersifat metakognitif
pertanyaan untuk mengontrol dan berkaitan dengan topik yang dipelajari
memonitor proses berpikir serta pengontrolan terhadap proses
mahasiswa. Pengaruh timbal berpikir di dalam pembelajaran.
balik metakognitif menuntun Pertanyaan-pertanyaan metakognitif
mahasiswa untuk memusatkan pada diintegrasikan ke dalam bahan ajar
kesalahan dan memberikan secara tertulis dan atau secara
petunjuk kepada mahasiswa langsung melalui lisan untuk
agar mahasiswa dapat mengoreksi menumbuhkan keyakinan dan
sendiri, dapat mengontrol dan kesadaran terhadap konsep dan prinsip
memonitor proses berpikir mereka, matematika yang dipelajari serta
serta dapat menyimpan dan melakukan pengontrolan terhadap
menggunakannya kembali ide-ide proses berpikir yang dilakukan. Secara
yang telah ditemukan untuk lisan pertanyaan guru merangsang
dapat menyelesaikan soal-soal yang mahasiswa untuk dapat bertanya pada
diberikan. diri sendiri berkaitan dengan topik
3. Tahap ketiga adalah refleksi dan yang dipelajari.
rangkuman.
Pada tahap ini, refleksi dilakukan METODE PENELITIAN
oleh dosen dan mahasiswa. Jenis Penelitian
Refleksi dosen lebih mengarah Penelitian dilakukan pada dua
kepada pemantapan dan aplikasi kelompok sampel yang terdiri satu
yang lebih luas agar mahasiswa kelompok eksperimen dan satu
mendapatkan pembelajaran yang kelompok kontrol. Kelompok
lebih bermakna (meaningful). eksperimen adalah kelompok

JES-MAT ISSN 2460-8904 186


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

mahasiswa yang memperoleh mahasiswa.Skala sikap yang


pembelajaran dengan pendekatan digunakan dalam penelitian ini
keterampilan metakognitif, sedangkan bertujuan untuk mengetahui habits of
kelompok kontrol merupakan mind mahasiswa terhadap mata kuliah
kelompok mahasiswa yang Analisis Real, pembelajaran dengan
memperoleh pembelajaran biasa. pendekatan keterampilan metakognitif.
Selanjutnya pada awal dan akhir Angket skala sikap diberikan setelah
pembelajaran kedua kelas diberi tes seluruh pembelajaran selesai.
dan skala sikap. Desain yang Teknik Analisis Data
digunakan dalam penelitian ini adalah Data dalam penelitian ini akan
penelitian semu (quasi eksperimen). dikumpulkan melalui tes dan angket
Waktu dan Tempat Penelitian skala sikap. Data yang berkaitan
Penelitian ini dilakukan di dengan kemampuan Advanced
STKIP Siliwangi Bandung angkatan Mathematical Thinking mahasiswa
2014 dengan mata kuliah Analisis dikumpulkan melalui tes. Sementara
Real. data habits of mind mahasiswa dalam
Target/Subjek Penelitian pembelajaran matematika dengan
Subjek dalam penelitian ini pendekatan keterampilan metakognitif
dikelompokkan dalam 2 kelas yaitu dikumpulkan melalui angket skala
angkatan 2014 yang dijadikan satu sikap.
kelas eksperimen atau kelompok Data yang akan dianalisis adalah data
eksperimen. Sedangkan 1 kelas kuantitatif berupa hasil tes
lainnya dijadikan sebagai kelas kemampuan Advanced Mathematical
kontrol atau kelompok kontrol. Thinking mahasiswa, dan data
Kelompok tersebut dipilih berdasarkan kualitatif berupa angket untuk
kelas yang oleh diampu peneliti pada mahasiswa. Seluruh data hasil
semester tersebut. Penentuan sampel penelitian diolah menggunakan
dilakukan dengan menggunakan software SPSS 22.0.
teknik “purposive sampling”.
HASIL PENELITIAN DAN
Intrumen, dan Teknik PEMBAHASAN
Pengumpulan Data Data kuantitatif diperoleh
Instrumen yang dikembangkan melalui tes kemampuan advanced
dalam penelitian ini adalah tes tulis mathematical thinking (AMT) dan
dalam bentuk uraian dan skala sikap. skala Habits of mind (HOM)
Dalam hal ini, tes tulis yang diberikan mahasiswa di awal dan akhir
akan digunakan untuk mengetahui pembelajaran. Dalam penelitian ini
kemampuan mahasiswa dalam aspek- diperoleh skor pretes, postes dan N-
aspek Advanced Mathematical gain. Skor pretes digunakan untuk
Thinking mahasiswa. Tes tulis ini mengetahui kemampuan awal
mengukur aspek Advanced mahasiswa sebelum diberikan
Mathematical Thinking perlakuan, skor postes digunakan

JES-MAT ISSN 2460-8904 187


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

untuk mengetahui kemampuan akhir HOM mahasiswaa yang akan diukur,


mahasiswa setelah diberikan pelakuan yaitu skor rerata ( x ), persentase (%)
dan N-gain digunakan untuk dan standar deviasi (sd). Perhitungan
mengetahui peningkatan yang terjadi statistik deskriptif secara ringkas
setelah diberikan perlakuan. disajikan dalam Tabel 1.
Berdasarkan hasil skor pretes, postes
dan N-Gain pada aspek AMT dan
Tabel 1
Rekapitulasi Hasil Pretes, Postes dan N-gain Kemampuan Advanced
Mathematical Thinking serta Habits of Mind Mahasiswa

Pendekatan Metakognitif Pembelajaran Biasa


Varibel Stat (n = 38) (n = 37)
Pretes Postes N-gain Pretes Postes N-gain
x 2,47 15,84 0,35 2,05 7,27 0,14
AMT % 6,18 39,61 5,14 18,18
sd 2,44 8,17 0,23 1,65 4,89 0,12
x 98,08 92,97
HOM % 70,06 66,41
sd 7,87 11,48
Catatan: Skor ideal AMT = 36
Skor ideal HOM = 160
Tabel 1 menunjukkan bahwa rata- kemampuan AMT mahasiswa pada
rata hasil pretes pada kelas eksperimen kelas eksperimen adalah 0,54 dengan
dan kelas kontrol untuk kemampuan standar deviasi 0,20. Pada kelas
AMT memiliki perbedaan yang sangat kontrol skor rata-ratanya adalah 0,40
kecil. Untuk kemampuan AMT skor dengan standar deviasi 0,23.
pretes di kelas eksperimen 1,32% Berdasarkan Tabel 1, terlihat
lebih tinggi daripada kelas kontrol. bahwa rata-rata nilai pretes pada kelas
Dari perhitungan hasil postes, eksperimen dengan kelas kontrol
rata-rata hasil postes pada kelas untuk kemampuan AMT mahasiswa
eksperimen dan kelas kontrol terlihat perbedaannya sangat kecil. Hal
berbeda. Skor rata-rata kemampuan tersebut menunjukkan kelas kontrol
AMT pada kelas eksperimen adalah dan kelas eksperimen memiliki
25,42 atau 60,53% lebih tinggi kemampuan awal yang sama. Hal ini
daripada kelas kontrol, dengan standar dibuktikan melalui uji kesamaan dua
deviasi 7,19. Pada kelas kontrol skor rata-rata. Uji kesamaan dua rata-rata
rata-ratanya adalah 19,81 atau 47,17% dengan uji-t, menggunkan Compare
dengan standar deviasi 8,19. Mean Independent Sample t-Test.
Dari Tabel 1 juga terlihat, skor Selain rata-rata nilai pretes, pada
rata-rata gain ternormalisasi pada Tabel 1 terlihat rata-rata nilai postes
kelas eksperimen dan kelas kontrol dan n-gain dari kelas eksperimen dan
untuk kemampuan AMT berbeda. kelas kontrol. Pada tabel tersebut
Skor rata-rata gain ternormalisasi terlihat bahwa rata-rata nilai postes

JES-MAT ISSN 2460-8904 188


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

dan n-gain kelas eksperimen yang kemampuan awal kemampuan AMT


mendapat pembelajaran dengan kedua jenis kelas. Sedangkan uji
pendekatan keterampilan metakognitif perbedaan postes bertujuan untuk
menunjukkan hasil yang lebih baik melihat apakah terdapat perbedaan
dibandingkan dengan kelas kontrol yang signifikan kemampuan akhir
yang pembelajarannya secara setelah perlakuan diberikan pada
konvensional. kedua kelas.
Analisis Skor Pretes dan Postes Untuk membuktikan bahwa
Kemampuan AMT kemampuan awal kelas eksperimen
Analisis skor menggunakan uji dan kelas kontrol tidak memiliki
kesamaan pretes dan uji perbedaan perbedaan maka dilakukan uji
postes. Uji kesamaan pretes bertujuan perbedaan rataan skor pretes dengan
untuk memperlihatkan apakah terdapat menggunakan uji Mann Whitney.
perbedaan yang signifikan
Tabel 2
Data Hasil Uji Kesamaan Rataan Skor Pretes
Kemampuan AMT
Skor Pretes
Mann-Whitney U 601,00
Wilcoxon W 1304,00
Z -1,09
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,28

Dari hasil uji-t di atas didapat metakognitif dengan mahasiswa yang


nilai Sig(2-tailed) yaitu 0,28 > 0,05. menggunakan pembelajaran biasa.
Hal ini menunjukkan bahwa H0 Untuk membuktikan bahwa
diterima. Artinya tidak terdapat kemampuan akhir kelas eksperimen
perbedaan yang signifikan antara skor lebih baik dari kelas kontrol maka
pretes kemampuan AMT mahasiswa dilakukan uji perbedaan rataan skor
kelas yang menggunakan pendekatan postes dengan menggunakan uji-t.
Tabel 3
Data Hasil Uji Perbedaan Rataan Skor Postes
Kemampuan AMT
t-test for Equality of Means
Interpretasi
T df Sig.(2-tailed)
3,15 73 0,00 Ho ditolak

Dari hasil uji-t di atas didapat ditolak. Artinya pencapaian


nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,00. kemampuan AMT mahasiswa yang
Penelitian ini menggunakan hipotesis mendapat strategi think tak write lebih
satu pihak (1-tailed), maka nilai baik daripada mahasiswa yang
Sig.(2-tailed) harus dibagi menjadi 2 mendapatkan pembelajaran biasa.
yaitu 0,00/2 = 0,00. Karena nilai
signifikansi 0,00 < 0,05 maka Ho

JES-MAT ISSN 2460-8904 189


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

Analisis Skor Gain Ternormalisasi Untuk membuktikan bahwa skor gain


Kemampuan AMT ternormalisasi kemampuan AMT
Analisis skor gain mahasiswa yang pembelajarannya
ternormalisasi kemampuan AMT menggunakan pendekatan
menggunakan data gain keterampilan metakognitif lebih baik
ternormalisasi. Data gain daripada kelas kontrol dengan
ternormalisasi juga menunjukkan pembelajaran biasa maka dilakukan
klasifikasi peningkatan skor uji-t.
mahasiswa yang dibandingkan dengan
skor maksimal idealnya.
Tabel 4
Data Hasil Uji Perbedaan Rataan Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan AMT
t-test for Equality of Means
Interpretasi
T Df Sig.(2-tailed)
2,91 73 0,00 Ho ditolak

Dari hasil uji-t di atas didapat Analisis data skala habits of mind
nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,00. mahasiswa diperoleh melalui angket
Penelitian ini menggunakan hipotesis yang diberikan pada akhir perlakuan
satu pihak (1-tailed), maka nilai pada kedua kelas yaitu kelas
Sig.(2-tailed) harus dibagi menjadi 2 eksperimen yang mendapat
yaitu 0,00/2 = 0,00. Karena nilai pembelajaran dengan pendekatan
signifikansi 0,00 < 0,05 maka Ho keterampilan metakognitif dan kelas
ditolak. Artinya peningkatan kontrol yang mendapat pembelajaran
kemampuan AMT mahasiswa yang biasa.
mendapat pendekatan keterampilan Untuk membuktikan bahwa skor skala
metakognitif lebih baik daripada habits of mind mahasiswa kelas
mahasiswa yang mendapatkan eksperimen lebih baik daripada kelas
pembelajaran biasa. kontrol maka dilakukan uji Mann
Analisis Skala Habits of Mind Whitney.
Tabel 5
Data Hasil Uji Perbedaan Rataan Skor
Skala habits of mind
Skala habits of mind
Mann-Whitney U 497,00
Wilcoxon W 1163,00
Z -2,02
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,04

Dari hasil uji-t di atas didapat yaitu 0,04/2 = 0,02. Karena nilai
nilai Sig.(2-tailed) yaitu 0,00. signifikansi 0,02 < 0,05 maka Ho
Penelitian ini menggunakan hipotesis ditolak. Artinya habits of mind
satu pihak (1-tailed), maka nilai mahasiswa yang pembelajarannya
Sig.(2-tailed) harus dibagi menjadi 2 menggunakan pendekatan

JES-MAT ISSN 2460-8904 190


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

keterampilan metakognitif lebih baik keyakinan diri, meningkatkan


daripada mahasiswa yang kepercayaan diri dan dedikasi yang
menggunakan pembelajaran biasa. tinggi pada diri mereka untuk lebih
Pengujian rerata N-Gain giat belajar matematika. Mahasiswa
menunjukkan bahwa peningkatan dengan keyakinan diri yang tinggi
kemampuan AMT mahasiswa yang akan mampu menyelesaikan
mendapat pembelajaran pendekatan permasalahan yang diberikan, dan
keterampilan metakognitif lebih baik sebaliknya siswa dengan keyakinan
daripada mahasiswa yang mendapat diri rendah tidak mampu
pembelajaran biasa. Peningkatan menyelesaikan permasalahan yang
kemampuan AMT mahasiswa pada diberikan, dari data yang sudah diolah
kelas eksperimen yang mendapat terdapat perbedaan yang signifikan
pembelajaran pendekatan antara habits of mind mahasiswa yang
keterampilan metakognitif lebih besar pembelajarannya menggunakan
daripada kelas kontrol yang mendapat pendekatan keterampilan metakognitif
pembelajaran biasa. Hal ini dengan habits of mind mahasiswa
menunjukkan bahwa pembelajaran yang pembelajarannya menggunakan
pendekatan keterampilan metakognitif pembelajaran biasa. Hal ini relevan
memberikan pengaruh yang signifikan dengan beberapa hasil penelitian dan
terhadap peningkatan kemampuan teori tentang faktor yang
AMT mahasiswa. Artinya peningkatan mempengaruhi hasil belajar
kemampuan AMT mahasiswa yang matematika siswa.
mendapat pembelajaran pendekatan KESIMPULAN DAN SARAN
keterampilan metakognitif lebih baik Kesimpulan
daripada mahasiswa yang mendapat Berdasarkan hasil analisis
pembelajaran biasa, namun dalam penelitian yang telah dibahas, maka
kategori rendah. Hal ini sejalan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
dengan berbagai studi menunjukkan 1. Pencapaian kemampuan advanced
bahwa Advanced Mathematical mathematical thinking mahasiswa
Thinking mahasiswa masih tergolong yang pembelajarannya
menggunakan pendekatan
rendah (Davis dalam Tall, 2002;
keterampilan metakognitif lebih
Arnawa, et al., 2007; Kusnandi, 2008; baik daripada mahasiswa yang
Isnarto, et al., 2014; Samparadja, et al., menggunakan pembelajaran biasa
2014; dan Herlina, 2015). 2. Peningkatan kemampuan advanced
Hasil analisis terhadap skala habits of mathematical thinking mahasiswa
mind menunjukkan rata-rata yang yang pembelajarannya
diperoleh pada kelas eksperimen menggunakan pendekatan
keterampilan metakognitif lebih
sebesar lebih tinggi daripada kelas
baik daripada mahasiswa yang
kontrol. Artinya pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran biasa
pendekatan keterampilan metakognitif 3. Habits of mind mahasiswa yang
yang digunakan dapat membantu pembelajarannya menggunakan
mahasiswa dengan menjawab pendekatan keterampilan

JES-MAT ISSN 2460-8904 191


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

metakognitif lebih baik daripada management sciences. Ohio:


mahasiswa yang menggunakan South-Wester Publishing Co.
pembelajaran biasa Ferrari, P. L. (2013). Abstraction in
mathematics. Philosophical
transactions of the royal
DAFTAR PUSTAKA
society B., 358 (1435) Goldin,
Arnawa, M., et al. (2007). Applying G. A. (2002).
the APOS theory to improve Representatin in
students ability to prove in Mathematical learning and
elementary abstract algebra. problem solving. In L. D.
JIMS, 13 (1), 133-148. Gordah, E. K. dan Fadillah,
Biryukov. (2004). Metacognitive S. (2014). Pengaruh
Aspects of Solving penggunaan bahan ajar
Combinatorics Problem. kalkulus diferensial
Mathematic Educational berbasis pendekatan
Journal.p. 1-19 open-ended terhadap
Cardelle, M (1995). Effects of representasi matematis
Metacogniotive Instruction mahasiswa.Jurnal pendidikan
on Low Achiever in dan kebudayaan. 20 (3), 340-
Mathematics Problems. 352.
Journal of Teaching and Gutierrez, P. B. (2014). Handbook
Teacher Education.11(1) of research on the psychology
Costa, A.L., (1985) Development of Mathematics
Mind: A Resource Book for education: Past,
Teaching Thinking. present, and future.
Alexandria: ASCD Netherlands: Sense
Costa, A. L. “Habits of Mind” Publishers.
dalam A. L. Costa(Ed.) Hanna, G. et al. (2010).
(2001). Developing Minds. A Explanation and proof in
Resource Book for Teaching mathematics.New York:
Thinking. 3rd Edidition. Spinger.
Assosiation for Supervision Herlina, E. (2015). Advanced
and Curriculum Development. Mathematical Thinking and
Virginia USA the way to enchance it.
Costa, A. L dan Garmston, Journal of Education and
R . J. „Five Human Passion: Practice, 6 (5), 79-88.
The Origin of Effective Hudiono, B. (2005). Peran
Thinking” dalam A. L. pembelajaran diskursus multi
Costa,. (Ed.) (2001). representasi terhadap
Developing Minds. A pengembangan kemampuan
Resource Book for matematik dan daya
Teaching Thinking. 3rd representasi pada siswa
Edidition. Assosiation for SLTP. Disertasi UPI Bandung:
Supervision and Curriculum Tidak Diterbitkan.
Development. Virginia USA. Huit, W.G. (1990). Metacognition.
Evans, J.R. (1991). Creative thinking [Online].
in the decision and Tersedia:http://Chiron.valdost

JES-MAT ISSN 2460-8904 192


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

a.edu/whuitt/col/cogsys/meta Mathematics. Reston :


cogn.html. [16 Januari 2008] Virginia.Bandung: Tidak
http://utarisumarmo.dosen.stkipsiliwan diterbitkan.
gi.ac.id/files/2015/09/Makalah- Polking J. (1998). Response
Advanced-math-thinking-dan- To NCTM's Round 4
Habit-of-mind.pdf [ 15 Questions [Online] In
Desember 2016]. http://www.ams.org/governm
Isnarto , et al. (2014). Student’sproof ent/argrpt4.html Proclus
ability: Exploratory studies of (2006). History geometry.
abstract algebra course. [online]. Tersedia
Internasional Journal of http://www.history.mcs.stand
Education and Research, 2 (6), rews.ac.uk/Extra/Proclus_hist
215-228. ory_geometry.html. [ 16
Jacob, C. (2000). Pemecahan Masalah, Desember 2016]
Penalaran Logis, Berpikir Samparadja, H., et al. (2014). The
Kritis & Pengkomunikasian. influence of inductive-
Universitas Pendidikan deduktif approach based on
Indonesia: Tidak Diterbitkan. modified definition in
Kemendikbud (2012). Undang- algebra structure learning
undang No. 12 tahun 2012 toward student’s proving
tentang perguruan tinggi. ability viewed based on
Jakarta. college entrance track.
Kusnandi, (2008) Pembelajaran Internasional Journal of
Matematika dengan strategi Education and Research, 2 (7),
abduktif-deduktif untuk 239-248.
menumbuhkembangkan Samparadja, H., et al. (2014). The
kemampuan membuktikan influence of inductive-
pada Mahasiswa. Disertasi deduktif approach based on
UPI Bandung: Tidak modified definition in
Diterbitkan. algebra structure learning
Meyer, M. C. (2002). To Foster toward student’s proving
Development of Cognitive ability viewed based on
Strategies, Use Embedded college entrance track.
Scaffolding Techniques. Internasional Journal of
[Online]. Tersedia: Education and Research, 2 (7),
http://coe.sdsu.edu/EDTEC64 239-248.
0/POPsamples/mmeyer/mme Sumarmo, U. (2011). Advanced
yer.htm Mathematical Thinking dan
Munandar, U. (1987). Creatvity and Habits of Mind Mahasiswa.
Education. Disertasi Doktor. Bahan Kuliah PPs UPI
Fakultas Psikologi- UI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Jakarta: Tidak diterbitkan. Suryadi, D. (2007). Penggunaan
Munandar, U. (1999). Pendekatan Pembelajaran
Pengembangan kreativitas Tidak Langsung Serta
anak berbakat. Pendekatan Pendekatan
Jakarta:Rineca Cipta. Gabungan Langsung Dan
NCTM. (2000). Princip And Tidak Langsung Dalam
Standards For School Rangka Meningkatkan

JES-MAT ISSN 2460-8904 193


©Program Studi Pendidikan Matematika
JES-MAT, Vol. 3 No.2 September 2017

Kemampuan Berpikir Eralbaum Associates: New


Matematika Tingkat Tinggi Jersey.
Siswa SLTP. Disertasi pada Suryana, A, (2016). Meningkatkan
PPs UPI. Bandung: tidak Advanced Mathematical
dipublikasikan. Thinking dan Self-Renewal
Schoenfeld, A.H. (1987). Capacity Mahasiswa melalui
Metacognition and pembelajaran Model PACE.
Epistemological Issues in Disertasi UPI Bandung:
Mathematical Understanding. Tidak Diterbitkan.
Dalam Teaching and Tall, D. (2002). Advanced
Learning Mathematical: Mathematical Thinking.
Problem Solving. Laurence Boston: Kluwer.

JES-MAT ISSN 2460-8904 194


©Program Studi Pendidikan Matematika

You might also like