Professional Documents
Culture Documents
866 4392 1 PB
866 4392 1 PB
866
Vol 36, No 2 Mei 2019 : 79 – 84
Abstract
Chilli is one of high economic vegetable crops that had multi purpose. Some marginal areas in Indonesia have limited
water rate. The aims of this research are to know microsporogenesis process and physiological responses of big red
chilli in drought stress. The stage of this research were: 1) seed germination and acclimatization; 2) treatment of
dryness grasp (was watered every 1, 3, 5, and 7 days); 3) sample collection (flower and leaves); 4) anatomical
preparation of flower; 5) proline and chlorophyll analysis; 6) pollen viability test; 7) microsporogenesis observation; 8)
data analyses. Parameters observed in this research were prolin contents, chlorophyll contents, microsporogenesis
and pollen viability test. The result showed that drought stress treatment in this research did not affect chilli
microsporogenesis process, but these process begin earlier. Plant responses to drought stress were decreased of
proline content of root; decreased of chlorophyl content of leaf; and degradation of pollen viability.
Key words : Capsicum annuum, chili, drought stress, microsporogenesis
Abstrak
Cabai merupakan salah satu tanaman sayuran bernilai ekonomi tinggi yang memiliki banyak manfaat. Beberapa
wilayah marginal di Indonesia memiliki keterbatasan dalam ketersediaan air. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui mikrosporogenesis dan respons fisiologis tanaman cabai merah besar akibat cekaman kekeringan.
Tahapan penelitian meliputi : 1) perkecambahan biji dan aklimatisasi; 2) perlakuan cekaman kekeringan (penyiraman
setiap 1,3,5,7,hari sekali); 3) pengambilan sampel (bunga dan daun); 4) pembuatan preparat anatomi bunga; 5)
analisis prolin dan klorofil; 6) uji viabilitas polen; 7) pengamatan mikrosporogenesis; 8) analisis data. Parameter yang
diamati meliputi kadar prolin, kadar klorofil, mikrosporogenesis, dan uji viabilitas polen. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa cekaman kekeringan tidak mempengaruhi tahapan mikrosporogenesis, tetapi mikrosporogenesis berlangsung
lebih awal daripada tanaman kontrol. Respons tanaman cabai terhadap cekaman kekeringan meliputi penurunan
kadar prolin akar, penuruanan kadar klorofil daun, dan penurunan viabilitas polen.
Kata kunci : Capsicum annuum, cabai merah besar, cekaman kekeringan, mikrosporogenesis.
2008). Pada tumbuhan herba, di dalam selnya Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
terkandung 85-90% air yang merupaka n pelarut proses mikrosporogenesis dan respon fisiologi,
bagi banyak reaksi biokimia. Laju pertumbuhan biokimia, dan anatomi tanaman cabai merah
sel tanaman dan efisiensi proses fisiologisnya besar dalam kondisi cekaman kekeringan
mencapai tingkat tertinggi apabila sel berada sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk
pada turgor yang maksimum. Cekaman meningkatkan produktivitas tanaman cabai merah
kekeringan adalah keadaan dimana sel tanaman
besar.
kehilangan air dan berada pada tekanan turgor
yang lebih rendah daripada nilai maksimumnya.
Pada keadaan tersebut menyebabkan gangguan Metode Penelitian
metabolisme (Fitter & Hay, 1991). Penelitian dilaksanakan menggunakan
Perubahan metabolisme yang terjadi akibat Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu
cekaman kekeringan akan mempengaruhi faktor, yaitu perlakuan cekaman kekeringan
perkembangan tanaman, terutama pada proses (interval penyiraman/ hari). Perlakuan cekaman
miksporogenesis dan perkembangan polen. kekeringan yang diberikan yaitu disiram setiap
Mikrosporogenesis pada cabai sebelumnya telah hari (kontrol); 3 hari sekali; 5 hari sekali; dan 7
diteliti oleh Lengel dan Cochran (1960). Hasil hari sekali. Penyiraman menggunakan air sumur
penelitian tersebut menunjukkan bahwa spesies sebanyak 500 ml. Masing-masing perlakuan
yang sama dengan varietas berbeda mempunyai dilakukan dengan 10 kali ulangan.
perbedaan dalam perkembangan polen. Oleh Pengambilan sampel bunga menggunakan
karena itu, penelitian ini dilakukan untuk kriteria dari Erickson dan Markhart (2002) (Tabel
mengetahui proses mikrosporogenesis dan 1.). Pembuatan Preparat Anatomi bunga
perkembangan polen pada cabai merah besar menggunakan metode parafin dengan pewarnaan
(Capsicum annuum L.). tunggal (Ruzin, 1999).
Tabel 1. Fase perkembangan bunga cabai merah besar berhubungan dengan perkembangan mikrospora, ukuran
kuncup, hari ke antesis pada suhu 25° C
Panjang Hari ke-
Fase Karakteristik Fase Mikrosporogenesis
kuncup (mm) antesis
I Lobus daun kelopak menutup, mahkota < 2,5 14-17 Premiosis
tidak terlihat, kuncup berwarna hijau
II Lobus daun kelopak mulai memisah 3,0-4,0 Sep-13 Pembentukan tetrad dan
pemisahan
III Pemisahan lebih lanjut dari daun 4,5-6,5 06-Agt Mikrospora bebas, muda
kelopak, mahkota mulai terlihat
IV Mahkota bunga menonjol 7,0-8,0 03-Mei Pemasakan mikrospora,
penebalan eksin
V Penonjolan mahkota bunga hampir dua 8,5-11,0 01-Feb Butir polen mengadakan
kali panjang kelopak pembelahan mitosis, eksin
tebal dan gelap
Viabilitas polen diestimasi dengan ditimbang sebanyak 0,5 g. Akar ditumbuk dengan
pewarnaan 0,4% Trypan blue (Sigma, St Louis, mortar di dalam larutan sulfosalisilat 3% sebanyak
MO, USA). Pada saat antesis, bunga dari masing- 10 ml kemudian disaring dengan kertas saring
masing perlakuan dikoleksi secara acak. Polen Whatman no. 1. Selanjutnya filtrat diambil
ditaburkan pada gelas benda ditambahkan 70 μL sebanyak 2 ml, dimasukkan dalam tabung reaksi,
Trypan blue. Selanjutnya polen diamati dan ditambah 2 ml asam Ninhydrin. Asam
menggunakan mikroskop cahaya. Kriteria polen Ninhydrin dibuat dengan cara memanaskan 1,25
yang viabel adalah berbentuk triangular dan elips g Ninhydrin dalam 30 ml asam asetat glasial dan
dengan dinding eksin yang tebal serta berwarna 20 ml asam fosforat. Pemanasan dilakukan dalam
biru. Jumlah polen yang viabel dan jumlah total waterbath pada suhu 100 °C hingga larut.
polen dalam satu bidang pandang dihitung, Filtrat dan 2 ml asam Ninhydrin ditambah
kemudian dihitung persentase jumlah polen yang 2 ml asam asetat glasial kemudian dipanaskan
viabel (Erickson & Markhat, 2002). pada suhu 100 °C selama 1 jam. Reaksi diakhiri
Pengukuran kadar prolin mengacu pada dengan memasukkan tabung reaksi berisi filtrat
Bates (1973). Akar tanaman cabai di akhir ke dalam gelas piala berisi es. Campuran filtrat,
pengamatan diambil kemudian dibersihkan dan Ninhydrin dan asam asetat glasial ditambahkan
80
Majalah Ilmiah Biologi Biosfera : A Scientific Journal DOI: 10.20884/1.mib.2019.36.2.866
Vol 36, No 2 Mei 2019 : 79 – 84
toluen 4 ml dan digojog dengan stirer 15-20 detik mikrosporogenesis dianalisis secara deskriptif
sehingga terbentuk dua lapisan cairan berwarna (kualitatif).
tidak sama. Toluen berwarna merah yang
mengandung prolin diambil dengan pipet,
dimasukkan kuvet, dan dibaca Optical Density Hasil dan Pembahasan
(OD) pada panjang gelombang 520 nm.
A. Kadar prolin Akar
Kadar prolin dihitung dengan cara Senyawa biokimia yang dihasilkan tanaman
membuat larutan standar prolin terlebih dahulu, sebagai respons terhadap kekeringan dan
yaitu 2,5 μM larutan induk diencerkan dengan berperan dalam penyesuaian osmotik bervariasi,
asam sulfosalisilat 3%. Pengenceran antara lain gula, asam amino, dan senyawa
dimaksudkan untuk mendapatkan variasi terlarut yang kompatibel. Senyawa osmotik yang
konsentrasi prolin. Selanjutnya larutan banyak dipelajari pada toleransi tanaman
direaksikan dengan asam Ninhydrin dan asam terhadap kekeringan antara lain prolin, asam
asetat glasial, kemudian larutan dimasukkan absisat (ABA), protein dehidrin, total gula, pati,
dalam kuvet dan dibaca Optical Density (OD) sorbitol, vitamin C, asam organik, aspargin, glisin-
pada panjang gelombang 520 nm. Hasil +
betain, serta superoksida dismutase dan K yang
absorbansi larutan standar dibuat persamaan bertujuan untuk menurunkan potensial osmotik
regresi linier sehingga diperoleh persamaan : Y =
sel tanpa membatasi fungsi enzim .
ax + b. Nilai absorbansi sampel selanjutnya
dimasukkan sebagai nilai Y sehingga didapatkan
Tabel 2. Kadar prolin daun dan akar (μmol prolin/ g
nilai x (μg/mol). berat sampel) cabai merah besar dengan
perlakuan interval penyiraman.
81
Mikrosporogenesis Cabai Merah Besar ... Utaminingsih, dkk.
B. Kadar klorofil daun unsur hara di tanah. Pada tanah yang kering,
unsur hara cenderung dalam bentuk terikat
Salah satu faktor yang mempengaruhi
sehingga sukar diserap oleh akar tanaman. Salah
kadar klorofil suatu tanaman adalah ketersediaan
satu unsur yang diperlukan dalam pembentukan
air di sekitar sistem perakaran tanaman. Hasil
klorofil adalah Mg dan Fe. Kondisi tanah yang
pengamatan terhadap kadar klorofil menunjukkan
kering menyebabkan kedua unsur tersebut akan
bahwa secara keseluruhan kadar klorofil daun
berada dalam bentuk terikat atau tidak tersedia
cabai merah besar semakin menurun seiring
bagi tanaman sehingga kadar klorofil rendah.
dengan peningkatan cekaman kekeringan.
Selain itu, dalam kondisi cekaman kekeringan,
Tanaman kontrol memiliki kadar klorofil tertinggi
potensial air daun akan menurun, pembentukan
dibandingkan dengan tanaman yang diperlakukan
klorofil daun akan terganggu dan struktur
dengan cekaman kekeringan.
kloroplas akan mengalami disintegrasi. Kadar
Menurut Fitter & Hay (1991), biosintesis
klorofil pada berbagai interval penyiraman
protein dan klorofil sensitif terhadap cekaman
disajikan pada Tabel 3.
kekeringan. Ketersediaan air di sekitar sistem
perakaran tanaman mempengaruhi kelarutan
Tabel 3. Kadar klorofil a, klorofil b, dan klorofil total (mg/ g) daun cabai merah besar dengan perlakuan interval
penyiraman.
Perlakuan (interval penyiraman) Kadar klorofil a Kadar klorofil b Kadar klorofil total
b a b
Kontrol (setiap hari) 1,43±0,024 0,99±0,043 2,42±0,066
a a a
3 hari sekali 1,33±0,011 0,86±0,018 2,19±0,022
a a ab
5 hari sekali 1,34±0,035 0,90±0,061 2,24±0,095
a a a
7 hari sekali 1,29±0,081 0,79±0,078 2,08±0,16
C. Mikrosporogenesis
Mikrosporogenesis merupakan proses
pembentukan dan perkembangan mikrospora.
Mikrosporogenesis diawali dengan pembentukan
sel induk mikrospora yang berasal dari jaringan
sporogen. Jaringan sporogen dapat berfungsi
langsung sebagai sel induk mikrospora atau
mengalami beberapa kali pembelahan mitosis
sebelum mengalami meiosis. Sel induk
mikrospora (sporosit) mengalami pembelahan
meisosis, menghasilkan mikrospora yang bersifat
haploid. Pada pembelahan meiosis ada dua
tingkat pembelahan, yaitu meiosis I dan meiosis II
(Bhojwani and Bhatnagar, 1974).
Penampang melintang buah cabai yang berumur
7 HSA pada berbagai perlakuan disajikan pada
Gambar 1. Hasil pengamatan terhadap
mikrosporogenesis pada cabai merah besar
(Gambar 2.) sesuai dengan yang dikemukaan Gambar 1. Penampang melintang bunga cabai merah
besar umur 7 HSA (Hari Sebelum Antesis)
oleh Lengel (1960) bahwa perkembangan polen
pada perlakuan interval penyiraman A.
cabai dimulai dari perkembangan sel induk
kontrol (setiap hari); B. 3 hari sekali; C. 5
mikrospora. Sel induk mikrospora secara hari sekali; D. 7 hari sekali. Keterangan
langsung merupakan diferensiasi dari sel sub gambar : an, antera; I,lobi.
hipodermal pada antera. Pada pembelahan
meiosis pertama, tidak terbentuk dinding sel
diantara anak inti, sedangkan pada pembelahan
miosis kedua terbentuk 4 sel yang menghasilkan
tetrad mikrospora yang masing-masing
dipisahkan oleh eksin. Kemudian diikuti dengan
pembesaran mikrospora, inti sel membelah dan
menghasilkan dua inti yang tidak sama.
82
Majalah Ilmiah Biologi Biosfera : A Scientific Journal DOI: 10.20884/1.mib.2019.36.2.866
Vol 36, No 2 Mei 2019 : 79 – 84
Gambar 2. Tahap-tahap mikrosporogensis cabai merah Salah satu faktor eksternal yang
besar. A. sel induk mikrospora; B. meiosis mempengaruhi mikrosporogenesis adalah
sel induk mikrospora; C. tetrad mikrospora; ketersediaan air. Ketersediaan air yang terbatas
D. mikrospora soliter; E. polen masak. akan menyebabkan tanaman mengalami
Keterangan : a. eksotesium, b. cekaman yang akan mempengaruhi pertumbuhan
endotesium, c. lapisan tengah, d. tapetum, dan perkembangan. Nguyen (2008) telah meneliti
e. sel induk mikrospora, f. profase, g. perkembangan polen pada padi akibat cekaman
metaphase, h. anaphase, i. telofase, j. kekeringan. Nguyen menyebutkan bahwa pada
tetrad mikrospora, k. mikrospora soliter, l. kondisi kekeringan, mikrospora akan mengalami
mikrospora masak dengan dinding tebal, aborsi yang diakibatkan oleh adanya programmed
m. inti polen, n. endotesium dengan cell death (PCD). Cekaman kekeringan akan
penebalan dinding. menginduksi terbentuknya hidrogen peroksida
yang akan mempengaruhi DNA sel untuk
D. Viabilitas Polen mengaktifkan PCD. Selain itu, adanya oksidatif
stress yang ditimbulkan oleh kondisi cekaman
Proses mikrosporogenesis diatur oleh kekeringan menyebabkan tingginya kadar
banyak faktor yang meliputi faktor internal dan glukosa. Konsentrasi glukosa yang tinggi akan
eksternal. Salah satu faktor internal yang pada tapetum dan lokulus merupakan respon
mempengaruhi mikrosporogenesis adalah alami terhadap stress oksidatif dan meningkatkan
hormon tumbuhan yaitu auksin dan sitokinin. tekanan turgor sel. Kondisi tersebut
Adapun faktor eksternal yang mempengaruhi menyebabkan tapetal swelling atau hipertrofi
mikrosporogenesis yaitu temperatur, ketersediaan (abnormalitas tapetum/ membengkak). Kondisi
air, cahaya, dan unsur hara dalam tanah. tapetum yang abnormal berakibat pada sterilitas
Pengamatan terhadap viabilitas polen disajikan polen. Polen yang viabel terlihat berwarna biru
dengan pewarna Tryphan blue. Pewarna ini akan
pada Tabel 4. dan Gambar 3.
bereaksi dengan kalosa. Kalosa merupakan
karbohidrat yang menyusun dinding mikrospora
Tabel 4. Persentase viabilitas polen cabai merah besar
(Stanley & Linskens, 1974).
dengan perlakuan interval penyiraman.
Perlakuan (interval
Simpulan
Viabilitas polen (%)
penyiraman) Tahap – tahap mikrosporogenesis pada
a
Kontrol (setiap hari) 94,48±1,5 tanaman yang mengalami cekaman kekeringan
b
3 hari sekali 84,65±1,8 sama dengan tanaman yang tidak mengalami
c
5 hari sekali 72,62±1,0
d cekaman, tetapi waktunya berlangsung lebih
7 hari sekali 53,71±1,9
awal. Cekaman kekeringan menyebabkan
terjadinya respons fisiologi berupa penurunan
kadar prolin akar, penurunan kadar klorofil daun,
serta penurunan viabilitas polen.
83
Mikrosporogenesis Cabai Merah Besar ... Utaminingsih, dkk.
84