You are on page 1of 15

ABSTRACT

May Sri Achmadini (1143020107) : “Review Of Sharia Economic Law


Against Automatic Withdrawal Of Zakat On Deposit Products At Bank BRI
Sharia Branch Office Citarum”

Bank BRI Syariah Branch Office Citarum is a sharia financial


institution which in its activities not only run business activities, but also
perform social functions. One of the social functions performed is the receipt
of zakat funds and channeling it to the zakat management organization.
Zakah funds can be obtained by Bank through deposits from customers,
including through mudharabah deposits.
The purpose of this research is to know: 1) Implementation of
automatic zakat withdrawal on deposit products at Bank BRI Syariah Branch
Office Citarum, 2) Review of Sharia Economic Law on the implementation
of automatic withdrawal of zakat at Bank BRI Syariah Branch Office
Citarum.
This research is based on the idea that in Islamic teachings, every
obligations granted to each person is always followed by the applicable rules.
Including the obligations of zakat there are some provisions that must be met,
including haul and nishab, because haul is a mandatory requirement of zakat,
and nishab is a compulsory cause that must be met before pay zakat. So
based on that matter there is a incompatibility between the rules according to
Sharia Economic Law with the practice of execution of automatic withdrawal
of zakat.
The method used in this research is descriptive method, namely by
describing and explaining the implementation of automatic withdrawal of
zakat done in Bank BRI Sharia. Data collection techniques are done through
interviews to the funding officers of the Bank and supported by literature
studies and documentation studies.
The results of this research conclude that: first, the withdrawal of
Zakah on deposits which is conducted by Bank BRI Sharia had previously
been approved by the customer at the time of filling the form and signing the
contract. Withdrawal of the Zakah is an option for customers whether the
customer is willing or not to perform a zakah payment of 2.5% of the profit
received. If the customer agrees, then automatically Bank will perform
withdrawal of zakah by 2.5% per month from profit sharing received by
customers. Secondly, the analysis of Sharia Economic Laws against the
practice of implementation the automatic withdrawal of zakat is still not
appropriate with the provisions of Islamic Law, because not paying attention
to the requirement of haul and nishab. Therefore, it is illegitimate and can't
be said as zakat if done before the nishab is met. As for the payment of zakat
before haul, the majority of ulama’ allow it with the nishab requirement has
been perfect.
‫‪Keywords: Zakat, Automatic Withdrawal, Haul, Nishab‬‬
‫الملخص‬

‫مي سري أشماديني (‪" : )4410101411‬قانون االقتصاد اإلسالمي لالنسحاب‬


‫التلقائي للزكاة على منتجات التوفير في بنك ‪ BRI‬الشريعة فرع مكتب ‪Citarum‬‬
‫"‬

‫بنك ‪ BRI‬الشريعة فرع مكتب ‪ Citarum‬هو مؤسسة مالية الشريعة في أنشطتها‬


‫ليس فقط تشغيل األنشطة التجارية ‪ ،‬ولكن أيضا أداء وظائف اجتماعية‪ .‬إحدى الوظائف‬
‫االج تماعية التي يتم تنفيذها هي تلقي أموال الزكاة وتوجيهها إلى منظمات إدارة الزكاة‪.‬‬
‫يمكن الحصول على أموال الزكاة من البنك من خالل ودائع العمالء ‪ ،‬بما في ذلك من‬
‫خالل ودائع المضاربة‪.‬‬
‫الهدف من هذه الدراسة هو معرفة‪ )1 :‬تنفيذ سحب الزكاة التلقائي على منتجات االدخار‬
‫في بنك ‪ BRI‬الشريعة فرع مكتب ‪ )2 Citarum‬مراجعة القانون االقتصادي‬
‫اإلسالمي حول تطبيق السحب التلقائي للزكاة في بنك ‪ BRI‬الشريعة فرع مكتب‬
‫‪Citarum‬‬
‫تقوم هذه الدراسة على فكرة أنه في التعاليم اإلسالمية ‪ ،‬فإن كل التزام يعطى لكل‬
‫شخص يتبعه دائ ًما القواعد‪ .‬بما في ذلك االلتزام بالزكاة هناك العديد من األحكام التي‬
‫يجب الوفاء بها ‪ ،‬بما في ذلك مسافر ونشاب ‪ ،‬ألن الشحن هو شرط إلزامي للزكاة ‪،‬‬
‫ونيشاب هو السبب اإللزامي الذي يجب الوفاء به قبل دفع الزكاة‪ .‬وبنا ًء على ذلك ‪،‬‬
‫هناك تناقض بين القواعد وفقًا ألحكام الشريعة اإلقتصادية وبين ممارسة تنفيذ السحب‬
‫التلقائي للزكاة‪.‬‬
‫الطريقة المستخدمة في هذا البحث هي المنهج الوصفي ‪ ،‬وذلك بوصف وشرح تنفيذ‬
‫السحب التلقائي من الزكاة التي أجريت في بنك ‪ BRI‬الشريعة فرع مكتب‬
‫‪ .Citarum‬أجريت تقنيات جمع البيانات من خالل مقابالت مع مسؤولي المالية بالبنك‬
‫وبدعم من الدراسات األدبية والدراسات التوثيقية‪.‬‬
‫خلصت نتائج هذه الدراسة إلى أن‪ :‬أوالً ‪ ،‬سحب الزكاة من الودائع التي قدمها بنك‬
‫‪ BRI‬الشريعة فرع مكتب ‪ Citarum‬تمت الموافقة عليها من قبل العميل في وقت‬
‫ملء النموذج وتوقيع العقد‪ .‬السحب‪ :‬الزكاة هي الخيار للعميل إذا كان العميل يرغب في‬
‫دفع الزكاة أو عدم دفعها بنسبة ‪ ٪5.2‬من األرباح المستلمة‪ .‬إذا وافق العميل ‪ ،‬فسوف‬
‫يقوم البنك تلقائيًا بسحب الزكاة بنسبة ‪ ٪5.2‬شهريًا من مشاركة األرباح التي يتلقاها‬
‫العميل‪ .‬وثانيا ً ‪ ،‬ال يزال تحليل الشريعة اإلسالمية حول ممارسة سحب الزكاة التلقائي ال‬
‫يتفق مع أحكام الشريعة اإلسالمية ‪ ،‬ألنه ال يلتفت إلى حاجات الهول والنشاب‪ .‬لذلك ‪،‬‬
‫فهو باطل وال يمكن أن يقال على أنه زكاة إذا تم ذلك قبل استيفاء النشابة‪ .‬أما بالنسبة‬
‫لدفع الزكاة قبل النقل ‪ ،‬فإن أغلبية العلماء تسمح لهم بمتطلبات النشابة كانت مثالية‪.‬‬
‫ نصاب‬، ‫ األهوال‬، ‫ االنسحاب التلقائي‬، ‫ الزكاة‬:‫كلمات البحث‬

1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah
Syariat Islam yang dibawa oleh Rasul terakhir memiliki sifat istimewa
yakni komprehensif dan universal. Komprehensif berarti mencakup seluruh
aspek kehidupan baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Universal,
bermakna bahwa syariat dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat
dan dalam keadaan apapun sampai akhir nanti.1 Keuniversalan tersebut
tampak jelas sekali terutama dalam bidang muamalah, dimana ia bukan saja
luas dan fleksibel bahkan tidak memberikan perlakuan khusus bagi muslim
dan membedakannya dari non muslim..
Konsep kepemilikan dalam Islam menjelaskan bahwa segala sesuatu
yang ada di langit dan di muka bumi ini sebenarnya adalah milik Allah,
termasuk harta benda yang diperoleh manusia bahkan manusia itu sendiri
adalah milik Allah. Kepemilikan manusia terhadap harta yang bersifat
relatif hanya sebatas hak pakai.2 menurut Mustafa Ahmad Zarqa’ yang
dikutip oleh Nasrun Haroen bahwa dalam kepemilikan dan penggunaan
harta, disamping untuk kemaslahatan pribadi pemilik harta, juga harus dapat
memberikan manfaat dan kemaslahatan untuk orang lain.3
Sebagai seorang muslim dalam segala aspek kehidupan termasuk
ekonomi tidak dapat dipisahkan dengan ajaran islam. Pada zaman modern
ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga
perbankan, maka kedudukan bank Islam merupakan salah satu bentuk
perekonomian yang dianjurkan oleh Islam. Bank Islam didirikan untuk
menciptakan kemaslahatan umat Islam, maka dalam praktiknya tidak boleh
bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Prinsip utama yang
menjadi dasar operasional bank Islam diantaranya prinsip At-Ta’awun
merupakan prinsip untuk saling membantu dan bekerja sama antara anggota
masyarakat dalam berbuat kebaikan, prinsip menghindar Al-Ikhtinaz seperti
membiarkan uang tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi
masyarakat umum.4 Selain itu, prinsip utama yang dianut oleh bank Islam
diantaranya: (1) Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi, (2)
Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada
memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah, (3) Memberikan zakat,

1
Veitzhal Rivai, dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep dan
Aplikasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 15
2
Veitzhal Rivai, dan Arviyan Arifin, Islamic Banking... hlm. 17
3
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hlm. 75
4
Veitzhal Rivai, dan Arviyan Arifin, Islamic Banking... hlm. 296
karena Islam menjadikan harta sebagai objek zakat.5 Dalam ekonomi Islam,
pelaku ekonomi harus memperhatikan kepentingan umat dengan
memberikan tanggung jawab sosial terhadap orang miskin. Itulah sebabnya
Islam melarang kekayaan hanya bertumpuk pada segelintir orang, dan zakat
merupakan bagian dari strategi dari masalah tersebut.
Pada realitas kontemporer muncul beragam aktivitas ekonomi yang
tidak ada di masa lampau. Hal itu membutuhkan penjelasan hukum dan
asas-asas perhitungan zakat atas harta dan perhitungan tersebut, misalnya
aktivitas investasi harta dalam bentuk saham dan obligasi, investasi dalam
bidang industri, agrobisnis, atau jasa telekomunikasi dan internet yang
dilakukan oleh individu ataupun perusahaan.
Dalam masalah ini salah satu bentuk realisasinya adalah dengan
adanya bank syariah yang ikut mengelola urusan zakat sebagaimana bank
BRISyariah yang berfungsi memberikan kemudahan kepada para
nasabahnya untuk berzakat yang dipotong secara otomatis dari bagi hasil
yang diterima dari pada nasabahnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh,
fasilitas penarikan zakat secara otomatis yang disediakan dalam produk
Deposito di BRISyariah ini diambil dari jumlah bagi hasil yang diterima
para nasabah. Ketika sejak awal pengisian formulir, nasabah ditawarkan
fasilitas penarikan zakat secara otomatis.

b. Rumusan Masalah
Hukum zakat mal merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang
memiliki harta dan telah mencapai dua syarat, yakni nishab atau batas
minimal yang telah ditentukan dari jumlah harta, serta haul atau masa
tersimpannya harta selama satu tahun. Untuk memudahkan pelaksanaan
zakat tersebut maka, Bank BRI Syariah menyediakan fitur penarikan zakat
secara otomatis bagi nasabahnya. Namun dalam praktiknya penarikan zakat
tersebut tidak memperhatikan dua syarat yang telah ditentukan.
Berdasarkan rumusan ini, maka dapat diajukan beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan penarikan zakat otomatis pada produk
Deposito di Bank BRI Syariah Kantor Cabang Citarum?
2. Bagaimana analisis Hukum Ekonomi Syariah terhadap pelaksanaan
penarikan zakat otomatis pada produk Deposito di Bank BRI Syariah
Kantor Cabang Citarum?

c. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan penarikan zakat otomatis pada produk
Deposito di Bank BRI Syariah Kantor Cabang Citarum.

5
Veitzhal Rivai, dan Arviyan Arifin, Islamic Banking... hlm. 298
2. Untuk mengetahui analisis Hukum Ekonomi Syariah terhadap
pelaksanaan penarikan zakat otomatis pada produk Deposito di Bank
BRI Syariah Kantor Cabang Citarum.

Hasil dari penelitian ini dapat memberi manfaat bagi:


1. Kegunaan Teoritis
Dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian lanjutan,
dengan tema yang sama akan tetapi dengan metode dan teknis analisa
yang berbeda, sehingga dapat dilakukan proses verifikasi demi
kelanjutan ilmu pengetahuan.
2. Kegunaan Praktis
Memberi informasi dan menambah wawasan pengetahuan
mengenai pelaksanaan penarikan zakat secara otomatis pada produk
Deposito dan pengetahuan mengenai analisis hukum ekonomi syariah
terhadap penarikan zakat secara otomatis pada produk Deposito di Bank
BRI Syariah KC Citarum.
Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Strata 1 sebagai sarjana
hukum

2. METODOLOGI
Penelitian ini mempergunakan metode deskriptif yakni dengan cara
mengumpulkan, mempelajari, menganalisa, dan menafsirkan serta
memaparkan data-data yang ada kaitannya dengan pemotongan zakat dari
bagi hasil Deposito BRISyariah iB di Bank BRI Syariah. Metode deskriptif
yaitu suatu metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai kejadian
dengan tujuan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. Penelitian secara deskriptif mencoba memperoleh jawaban atas
pertanyaan siapa (who), apa (what), kapan/bilamana (when), dan kadang
kala/bagaimana (how). Maka hasil penelitian ini berupa pendeskripsian
berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat.6
Jenis data yang digunakan adalah data kualitatif. Data kualitatif adalah
data yang diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data
misalnya wawancara, analisis dokumen, diskusi, terfokus, atau observasi
yang telah dituangkan dalam catatan lapangan (transkrip). Bentuk lain data
kualitatif adalah gambar yang diperoleh melalui pemotretan atau rekaman
video
Adapun langkah terakhir yang dilakukan oleh penulis adalah
menganalisis data dengan cara mengklasifikasikan data tersebut dan
menyusun kedalam satuan-satuan menurut rumusan masalah,

6
Ninit Alfianika, Metode Penelitian Pengajaran Bahasa Indonesia, (Yogyakarta:
Depublish, 2016), hlm. 20.
menghubungkan antara data yang ditemukan dengan data lain dengan
berpedoman pada kerangka pemikiran yang telah ditentukan, menganalis data
dengan menggunakan metode kualitatif kemudian menghubungkan data
dengan teori. menarik kesimpulan dari data yang telah dianalisis sebelumnya
dengan memperhatikan kerangka pemikiran.

3. KERANGKA TEORITIK
Dalam prinsip ekonomi Islam, seorang muslim yang mempunyai
kekayaan melebihi tingkat tertentu (nishab) diwajibkan untuk mengeluarkan
zakat atas hartanya tersebut. Zakat merupakan zakat merupakan alat
distribusi sebagian kekayaan orang kaya, yang diberikan kepada orang
miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Menurut pendapat para ulama,
kadar zakat yang wajib dikeluarkan untuk semua kekayaan yang tidak
produktif (idle asset) sebesar 2,5%, termasuk didalamnya uang kertas,
deposito, emas, perak, dan permata, pendapatan bersih dari transaksi.7
Dalam menjalankan aktifitasnya, salah satu fungsi bank syariah adalah
sebagai pengelola fungsi sosial seperti pengelolaan dana zakat, dan
penerimaan serta penyaluran dana kebajikan,8 sebagaimana tercantum dalam
Pasal (4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
yang menyatakan bahwa Bank Syariah boleh menerima dana yang berasal
dari zakat, infaq, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.9 Dalam hal ini, produk
Deposito pada Bank BRI Syariah menyediakan fitur penarikan zakat secara
otomatis yang diambil dari bagi hasil yang diterima nasabahnya, dan terdapat
sekitar 50% nasabah dalam produk ini bersedia dipotong jumlah bagi
hasilnya sebagai zakat.
Meskipun pada awalnya terdapat perjanjian antara kedua belah pihak,
namun perlu ditinjau lebih dalam lagi mengenai penarikan zakat secara
otomatis pada salah satu produk di Bank BRI Syariah ini. Apakah telah
sesuai dengan ketentuan zakat bila ditinjau dari hukum ekonomi syariah.
Layanan ini disediakan untuk memudahkan serta mengefektifkan
pelayanan produk Deposito dan pembayaran zakat, sehingga masyarakat
lebih peduli dan mengaplikasikan zakat dalam rangka mendekatkan diri
kepada sang pencipta serta meningkatkan kepedulian sosial.
Sesuai dengan ketentuan ajaran Islam yang selalu menetapkan aturan
pada setiap kewajaban yang diberikan kepada umatnya, maka pada kewajiban
zakat pun terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Antara lain
adalah haul (genap satu tahun) sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat
Al-An’am [6] Ayat 141:

7
Veitzhal Rivai, dan Arviyan Arifin, Islamic Banking... hlm. 290
8
Veitzhal Rivai, dan Arviyan Arifin, Islamic Banking... hlm.307
9
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
َ ْ ‫ َو َءاتُوا‬...
َ ‫ح َّق ُهۥ يَ ۡو َم‬
... ِ ‫ح َصادِه‬
“dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
disedekahkan kepada fakir miskin)” (Q.S Al-An’am [6]: 141)10

Selain haul, syarat wajibnya zakat juga harus mencapai nishab (batas
minimal harta yang dikenakan zakat), sebagaimana Hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud, al-Baihaqi dari Ali r.a., dari Rasulullah Saw.,

َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ‫ه‬ ‫اّلل عنه َعن انلَّ ه‬ ‫ه‬ َ ْ َ


‫ت لك مِائ َتاد ِْره ٍم‬ ‫ إذا َكن‬:‫ب صىل اّلل عليه وسلم قال‬ ِِ ِ ‫ريض‬ ‫لَع‬
ِ ‫عن‬
َ َّ ْ ٌَ ْ َ َ َ
َ ْ َ َ ْ َ َ ََ ُ َ ْ َْ َ َْ َْ ََ ُ ْ َ َ
‫ب َح ََّّت‬ ِ ‫وحال عليهااْلول ففِيهاَخسةدراهِم وليس عليك َشءيع ِِن ِِف اذله‬
َ َ

‫يها‬ َ ْ ‫ار َاو َح َال َعلَيْ َها‬


َ ِ‫اْل ْؤ ُل فَف‬ َ ‫ون د‬
ً ‫ِين‬ َ ُ ْ َ َ َ َ َ َ ً َْ َ ُ ْ
‫ارافإِذا َكن لك عِْش‬
َ َ َ ُ
‫يَك ْون لك عِْشون دِين‬
َ َ َ ِ ‫اد فَب‬
َ َ ََ َ ُ ْ
)‫اب ذل ِك (رواه أبو داود‬ ِ ‫حس‬ ِ ‫ار فما ز‬ ٍ ‫ن ِصف دِين‬
Dari Sahabat ‘Ali r.a. ia meriwayatkan dari Nabi S.A.W., beliau
bersabda: “Bila engkau memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu
satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat
sebesar lima dirham. Dan engkau tidak berkewajiban membayar zakat
sedikitpun – maksudnya zakat emas- hingga engkau memiliki dua
puluh dinar. Bila engkau telah memiliki dua puluh dinar dan telah
berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai
zakat setengah dinar. Dan setiap kelebihan dari (nishab) itu, maka
zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu”. (Riwayat Abu Daud 2/100
no.1573)11

4. PEMBAHASAN
a. Pelaksanaan Penarikan Zakat Otomatis Pada Produk Deposito Di
Bank BRI Syari’ah KC Bandung Citarum

Deposito BRI Syariah iB merupakan produk perbankan yang dipakai


untuk melakukan investasi berjangka dari BRI Syariah yang dikelola
berdasarkan prinsip syariah. Produk deposito ini diperuntukkan bagi
nasabah perorangan maupun nasabah perusahaan yang memberikan
keuntungan optimal. Dalam produk ini akad yang digunakan adalah akad
Mudharabah Mutlaqah, dimana nasabah sebagai shahibul mal
menyerahkan uangnya kepada bank sebagai mudharib yang akan

10
Soenarjo, dkk, Al-Qur’an dan terjemahnya... Q.S: 6/141
11
H.R Abu Daud: 1573, Sunan Abu Daud, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab fii
zakaati as saaimah, Juz. 2, hlm.100
mengelola dana tersebut, juga keuntungan yang akan dibagikan sesuai
nisbah yang telah disepakati bersama.
Untuk mengetahui dan memahami proses pelaksanaan serta
mekanisme produk deposito mudharabah di BRI Syariah Kantor Cabang
Citarum, penulis menggunakan metode wawancara yaitu teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab
secara langsung dengan Ibu Agustin Ayu S sebagai funding officer di BRI
Syariah Kantor Cabang Citarum.
Adapun pelaksanaan penarikan zakat otomatis pada produk deposito
mudharabah di bank BRI Syariah Kantor Cabang Citarum adalah sebagai
berikut:
1. Nasabah melakukan pembukaan deposito mudharabah di Bank BRI
Syariah Kantor Cabang Citarum
2. Menentukan nominal dan jangka waktu
3. Persetujuan kedua belah pihak
4. Perjanjian kedua belah pihak
Dalam hal ini pihak nasabah dan bank melakukan perjanjian
dengan akad mudharabah mutlaqah. Dalam akad juga nasabah
menentukan pilihan apakah menyetujui atau tidak menyetujui
pembayaran zakat atas nisbah bagi hasil yang diterima. Perjanjian
tersebut bersifat mengikat serta merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan syarat dan ketentuan umum.
5. Penarikan zakat secara otomatis atas bagi hasil yang diterima
Penarikan zakat yang dilakukan secara otomatis dari bagi hasil
yang didapatkan merupakan salah satu fasilitas yang bersifat pilihan
yang disediakan oleh pihak bank dalam produk deposito mudharabah.
Pada saat nasabah melakukan pengisian formulir permohonan
penempatan deposito mudharabah, terdapat kolom yang berupa
pilihan apakah nasabah bersedia atau tidak bersedia untuk dipotong
zakat atas bagi hasil yang diterimanya sebesar 2,5%, selain pada
formulir penempatan deposito, pilihan pembayaran zakat atas bagi
hasil yang diterima juga terdapat dalam akad yang telah
ditandatangani kedua belah pihak. Dalam hal ini jika nasabah bersedia
dan menyetujui itu maka secara otomatis bagi hasil yang diterimanya
setiap bulan akan dipotong sebesar 2,5%. Dari dana zakat yang
terkumpul tersebut pihak bank selanjutnya akan menyalurkannya ke
rekening badan amal yakni BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penarikan zakat


otomatis hanya dapat dilakukan oleh Bank jika sebelumnya nasabah sudah
menyetujui dan bersedia untuk melakukan pembayaran zakat. Nasabah
akan mengisi formulir penempatan deposito dan menendatangani akad
mudharabah yang di dalamnya terdapat pernyataan apakah nasabah
bersedia atau tidak untuk melakukan pembayaran zakat. Jika disetujui,
maka secara otomatis pihak bank akan melakukan penarikan dana zakat
sebesar 2,5% dari bagi hasil nasabahnya. Penarikan dana zakat tersebut
dilakukan setiap bulan. Dari dana zakat yang telah terkumpul, selanjutnya
Bank akan menyalurkannya ke rekening Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS).
Aktifitas penarikan zakat yang dilakukan di Bank BRI Syariah
Kantor Cabang Citarum ini dalam hukum positif didasari oleh Undang-
Undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, dalam Pasal 4
Ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 menyatakan bahwa bamk syariah dapat
menerima dana yang berasal dari zakat dan menyalurkannya kepada
organisasi pengelola zakat sebagai bentuk pelaksanaan fungsi sosialnya.
Selanjutnya dalam Pasal 4 Ayat (4) UU No. 21 Tahun 2008 disebutkan
bahwa pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada Ayat (2)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Maka
dalam hal ketentuan penarikan zakat ini, perundang-undangan yang
dimaksud merujuk kepada UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat, dalam Pasal 2 poin (a) menyatakan bahwa pengelolaan zakat
dilakukan berdasarkan syariat Islam, dalam Pasal 4 Ayat (4) juga
menyatakan bahwa perhitungan zakat dilakukan sesuai dengan syariat
Islam.
Adapun dalam Fatwa MUI, aktifitas penarikan zakat ini diatur dalam
Fatwa MUI Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penarikan, Pemeliharaan, dan
Penyaluran Harta Zakat. Oleh karena aturan penarikan zakat dalam
Undang-Undang dan fatwa dikembalikan kepada syariat Islam, maka
penarikan zakat yang dilakukan di Bank BRI Syariah juga harus sesuai
dengan syariat Islam atau Hukum Islam.

b. Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Pelaksanaan Penarikan


Zakat Otomatis Pada Produk Deposito di BRI Syariah Kantor
Cabang Citarum

Menurut para ulama kontemporer, mata uang di setiap negara yang


berlaku pada masa sekarang ini termasuk dalam kategori emas dan perak.
Begitu juga segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito,
cek, saham, atau surat berharga lainnya. Maka dalil wajibnya
mengeluarkan zakat atas deposito adalah dianalogikan (diqiyaskan)
dengan kewajiban mengeluarkan zakat atas simpanan emas dan perak.
Zakat uang dianalogikan dengan zakat emas atau perak, bukan
dengan hasil pertanian, buah-buahan dan atau barang tambang karena
tidak ada kesamaan illat hukum (sebab hukum) diantara ketiganya dengan
uang. Oleh karenanya segala ketentuan yang berlaku pada zakat emas dan
perak berlaku juga pada zakat deposito. Dengan demikian, deposito wajib
dizakati apabila telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat yang meliputi:
1) Islam, 2) Merdeka, 3) Harta dimiliki secara sempurna, 4) Telah
mencapai nishab, 5) Telah sampai haul.
Patokan dalam nishab zakat deposito adalah nishab emas, karena itu
akan sebanding atau mendekati nishab zakat lainnya seperti nishab pada
binatang ternak (unta, sapi, dan kambing) dari pada nishab perak. Nishab
emas besarannya adalah 20 mitsqal (20 Dinar) atau sebanding dengan 85
gram emas, dan dibayarkan ketika kepemilikannya telah genap satu tahun
(haul). Adapun kadar zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5%.
Merujuk kepada permasalahan pemotongan dana zakat yang
dilakukan di Bank BRI Syariah KC Citarum, mengenai syarat wajib zakat
berupa nishab jika ditinjau dari Hukum Ekonomi Syariah harta yang
kurang dari dua puluh mitsqal maka tidak ada zakatnya, hal ini sesuai
dengan hadits Nabi SAW:

‫اق‬‫و‬َ َ‫ون ََخْ ِس أ‬


َ ُ َ
‫د‬ ‫ا‬‫ِيم‬ ‫ف‬ ‫س‬ َّ ‫ون ََخْ َسةِ أَ ْو ُسق م َِن‬
َ ْ ‫ َولَي‬, ‫اتل ْمر َص َدقَ ٌة‬ َ ُ َ َ
‫ليْ َس فِيما د‬
ٍ ِ ٍ
ٌَ
‫اإلب ِ ِل َص َدقة‬ َ َْ َْ َ ُ َ َ ََْ ٌَ َ َ َْ َ
ِ ‫ وليس فِيما دون َخ ِس ذو ٍد مِن‬, ‫مِن الورِ ِق صدقة‬
“Tidak ada kewajiban zakat pada kurma (atau hasil pertanian, pent)
yang kurang dari 5 wasaq (setara dengan 900 kg). Tidak ada
kewajiban zakat pada wariq/perak yang kurang dari 5 uqiyah (1
uqiyah berjumlah 40 dirham). Dan tidak ada kewajiban zakat pada
onta yang kurang dari 5 ekor.” (HR. Bukhari II/119 no. 1924)12

Nishab merupakan syarat wajib yang disepakati mayoritas ulama,


dan hampir tidak ada perbedaan pendapat diantara para ulama terutama
keempat imam madzhab dalam masalah nishab ini. Mereka
menganalogikan hal tersebut seperti orang shalat belum masuk waktu,
untuk itulah ulama bersepakat bahwa tidak boleh membayar zakat
sebelum mencapai nishab.
Ibnu Qudamah menambahkan bahwa jika ada orang yang membayar
zakat sedangkan nishabnya belum terpenuhi maka hal tersebut hukumnya
tidak diperbolehkan karena dia telah mendahulukan hukum sebelum
sebab.13 Selain itu, dalam ensiklopedi fiqh juga dijelaskan bahwa tidak ada
perbedaan diantara para ulama mengenai tidak bolehnya membayar
kaffarah sumpah sebelum sumpah itu diucapkan, dan hal itu sama dengan
menunaikan zakat sebelum mencapai satu nishab atau mendahulukan
shalat sebelum masuk waktunya.14

12
H.R Bukhari: 1924, Shahih Bukhari, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab laisa fiimaa
duuna khomsin dzudu shodaqotin Juz.2, hlm. 119
13
Al-Syarbaini Al-Khatib, Al-Mughni, (Beirut: t.t), Jilid.2, hlm.495
14
al-Mausu’ah al-Fiqhiyah 35/48
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membayar zakat
sebelum mencapai nishab maka zakatnya tidak sah, dalam artian harta
yang dikeluarkan tersebut tidak terhitung dan tidak dianggap sebagai
zakat. Meskipun orang yang mengeluarkannya mendapat pahala sedekah
dari harta yang telah diberikan kepada fakir miskin.
Sedangkan syarat wajib haul, bagi zakat deposito adalah telah genap
satu tahun qomariyah. Adapun jika seseorang menunaikan zakat sebelum
datang masa haulnya, maka dalam hal ini terdapat dua pendapat yang
berbeda.
Pendapat pertama datang dari Malikiyah dan Zahiriyah, mereka
mengatakan tidak boleh mengeluarkan zakat sebelum datangnya masa
haul. Alasannya karena zakat merupakan ibadah seperti shalat yang tidak
boleh dilakukan sebelum datang syarat wajibnya. Dan karena haul
merupakan syarat zakat maka tidak boleh mendahulukan zakat sebelum
haul.15
Pendapat kedua merupakan pendapat yang datang dari jumhur ulama
(Syafi’iyah, Hanafiyah, Hanabilah) yang menyatakan bolehnya membayar
zakat sebelum tiba haul sebagai bentuk ibadah sunnah, juga karena zakat
merupakan kewajiban atas harta, sehingga pembayarannya boleh
didahulukan sebagaimana bolehnya pembayaran hutang sebelum jatuh
tempo.16 Dan ini merupakan pendapat yang lebih kuat karena berdasarkan
hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalib, Ia berkata:
َ َ ‫أَ هَن الْ َع هَب‬
ُ ْ‫اس بْ َن َعبْ ِد ال‬
‫جيْ ِل‬ َْ َ‫ِب َسأ َل انلهَ ه‬
ِ ‫ب صىل اّلل عليه وسلم ِِفْ تع‬ ِ ‫ل‬‫ط‬َ‫ـم ه‬
ِ
َ َ ْ ُ َ َ َ‫َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ هَ َ َ ه‬
‫ِف ذل ِك‬ِ ‫ فرخص ل‬, ‫صدقتِهِ قبل أن َتِل‬
“Bahwasanya Al-’Abbas bin Abdul Muththalib bertanya kepada
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tentang maksudnya untuk
menyegerakan pengeluaran zakatnya sebelum waktunya tiba. Maka
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memberi kelonggaran
kepadanya untuk melakukan hal itu.” (HR. Ad-Darimi 2/1017
no.1676)17

Juga dalam riwayat lain, dari Ali bin Abi Thalib r.a. bahwa Nabi
SAW pernah berpesan kepada Umar bin Khattab r.a, Ia berkata:
ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َّ
ِ ‫إِنا ق ْد أخذنا َزَكةَ ال َع َّب‬
ِ‫اس ََع َم األ َّو ِل ل ِل َعام‬

15
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu... hlm.187
16
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu... hlm.187
17
H.R Ad-Darimi: 1676, Sunan Ad-Darimi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab fii
ta’jiili az zakaati, Juz.2, hlm.1017
“Saya telah menarik zakatnya Abbas, tahun kemarin untuk tahun
ini.” (HR. Turmudzi 2/56 no.679).18

Juga pernyataan dari ad-Darimi setelah menyebutkan hadits diatas,


beliau mengatakan:
ً ْ َ َ َّ ْ ‫ال أَ َرى ِف َت‬
َ َ ُ ُ
‫يل الزَكة ِ بأسا‬‫ج‬
ِ ِ ‫ع‬ ِ ‫آخذ بِهِ و‬
“Saya mengambil pendapat ini, dan saya berpendapat, boleh
menyegerakan zakat.” (Sunan ad-Darimi, 5/107 no.1676)19

Haul dalam zakat merupakan syarat wajibnya, dan seseorang boleh


melakukan ibadah sebelum datang syarat wajib ibadah. Contohnya,
diantara syarat wajibnya shalat adalah baligh, namun anak-anak tamyiz
yang belum baligh boleh melakukan shalat meskipun dia belum
diwajibkan shalat.
Dengan demikian terdapat dua hal yang perlu dibedakan, yakni
membayar zakat sebelum haul, dan membayar zakat sebelum nishab.
Sebab wajibnya zakat adalah telah memiliki harta yang mencapai satu
nishab, sementara haul merupakan syarat wajib zakat. Maka dari itu
membayar zakat sebelum nishab hukumnya tidak sah, karena sama dengan
membayar zakat sebelum waktunya sebagaimana seseorang shalat
sebelum masuk waktunya. Adapun menyegerakan zakat ketika sebabnya
telah ada yakni nishab yang telah sempurna, sebagian besar ulama
berpendapat bahwa membayar zakat sebelum haul hukumnya boleh
dengan catatan harta yang dizakati telah mencapai nishab.

5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Pelaksanaan penarikan zakat otomatis pada produk deposito di BRI
Syari’ah KC Citarum, pertama nasabah diharuskan mengisi formulir
permohonan penempatan deposito mudharabah dan menanda tangani
akad mudharabah untuk pembukaan deposito, yang mana di dalam
formulir dan klausul akad tersebut terdapat pilihan bagi nasabah apakah
bersedia atau tidak untuk melakukan pembayaran zakat atas nisbah yang
diterimanya sebesar 2,5%. Apabila nasabah menyetujui pembayaran
zakat tersebut, maka secara otomatis pihak bank akan memotong bagi

18
H.R At-Turmudzi: 679, Sunan At-Turmudzi bisyaari, Al-Maktabah Asy-Syamilah,
Bab maa jaa’a fii ta’jiili az zakati, Juz.2, hlm.56
19
H.R Ad-Darimi: 1676, Sunan Ad-Darimi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab fii
ta’jiili az zakaati, Juz.2, hlm.1017
hasil yang diterima nasabah tiap bulannya sebesar 2,5% sebagai
pembayaran zakat. Dari dana zakat yang sudah terkumpul, selanjutnya
pihak bank akan menyalurkannya ke rekening BAZNAS (Badan Amil
Zakat Nasional).
b. Analisis hukum ekonomi syariah terhadap penghimpunan dana zakat
yang dilakukan BRI Syariah KC Citarum, yang melakukan pemotongan
secara otomatis sebesar 2,5% dari bagi hasil yang diberikan setiap
bulannya, hal tersebut bertolak belakang dengan ketentuan pelaksanaan
zakat menurut al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karena bank tidak
memperhatikan syarat wajib zakat khususnya mengenai nishab dan haul,
padahal nishab merupakan sebab wajib zakat yang apabila ditunaikan
sebelum nishabnya sempurna maka tidak sah dan tidak dapat dikatakan
sebagai zakat, meskipun orang orang yang mengeluarkannya mendapat
pahala sedekah dari harta yang telah diberikan. Adapun pelaksanaan
zakat sebelum haul, menurut sebagian besar ulama hal tersebut boleh
dilakukan dengan catatan nishabnya sudah terpenuhi.

6. DAFTAR PUSTAKA

Al-Baqi, Abdurrahman. Terjemahan Shahih Bukhari Muslim. Jakarta: Mizan,


2004.
Alfianika, Ninit. Metode Penelitian Pengajaran Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Depublish, 2016.
Al-Jaziri, Abdurrahman. Kitab ‘ala Mazahib al Arba’ah. Beirut: Dar al Fikri,
1990.
Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Juz III. terj. Abdul Hayyie
al-Kattani. Jakarta: Gema Insani, 2011.
Az-Zuhaily, Wahbah. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. Bandung, Remaja
Rosdakarya, 1997.
Effendy, Agus dan Burhanudin Fananny. Zakat Kajian Berbagai Mazhab.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.
El-Madani. Fiqh Zaka. Yogyakarta: Diva Press, 2013.
Ghazaly, Abdul Rahman. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada
MediaGroup, 2010.
Hakim, Atang Abd. Fiqih Perbankan Syariah. Bandung: Refika Aditama,
2011.
Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Hasan, M. Ali. Zakat dan Infak Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial
di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group, 2006.
Hirsanuddin. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Genta
Press, 2008.
Kamal, Abu Malik. Ensiklopedi Puasa dan Zakat, terj. Abu Syafiq. Solo:
Roemah Buku Sidowayah, 2010.
Karim, Adiwarman. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2014.
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2008.
Kurnia, Hikmat. dan Ade Hidayat. Panduan Pintar Zakat. Jakarta: Qultum
Media, 2008.
Laila, Nur. Lembaga Keuangan Islam Non Bank. Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press. 2013.
Machmud, Amir dan Rukmana. Bank Syariah: Teori, Kebijakan, dan Studi
Empiris di Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010.
Nawawi, Ismail. Zakat Dalam Perspektif Fiqh, Sosial dan Ekonomi.
Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010.
Qardawi, Yusuf. Hukum Zakat. terj. Salman Harun. Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, 1996.
Rafi’, Mu’inan. Potensi Zakat Perspektif Hukum Islam. Yogyakarta: Citra
Pustaka, 2011.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2014
Rivai, Veitzhal. dan Arviyan Arifin. Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep
dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004.
Sjahdeini, Sutan Remi. Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata
Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007.
Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2009.
Soenarjo, dkk. Al-Qur’an dan terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama
Republik Indonesia, 1997.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014.
Aziz, Muhammad. “Regulasi Zakat di Indonesia: Upaya Menuju Pengelolaan
Zakat yang Profesional”. Jurnal Studi Keislaman AL-HIKMAH. Vol.4.
No.1. Maret 2014
Masruroh, Nikmatul. “Zakat di Perbankan Syariah”. Jurnal al-Mashraf. Vol.
2. No. 1. Oktober 2015.
Azka RM, Muhammad. “Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap
Penarikan Zakat Otomatis di BRI Syari’ah KCP Citarum”. Skripsi.
Jurusan Muamalah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung
Djati Bandung. 2016.
Nurfalah, Nira. “Pengelolaan dan Pendayagunaan Dana Zakat, Infaq,
Shadaqah di Bank Islam Dana Tijarah Cimahi Bandung”. Skripsi.
Jurusan Muamalah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung
Djati Bandung.
Nurizki. “Pelaksanaan Bagi Hasil Pada Produk Deposito Mudharabah Di
Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Jatinangor”. Skripsi.
Jurusan Muamalah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung
Djati Bandung. 2014.
Utami, Vina Novia. “Pelaksanaan Pencairan Deposito Mudharabah Sebelum
Jatuh Tempo Ditinjau dari Hukum Ekonomi Syariah di Bank Syariah
Mandiri KCP Antapani”. Skripsi. Jurusan Muamalah, Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Baits, Ammi Nur. Membayar Zakat Sebelum Haul,
http://konsultasisyariah.com/28051-membayar-zakat-sebelum-haul/
(Diakses 15 Februari, 2018)
Peraturan Perundang-Undangan, http://pusat.baznas.go.id/peraturan-
perundang-undangan/ (Diakses 6 Maret, 2018)
Sejarah BRISyariah, https://brisyariah.co.id/tentang_kami.php?f=sejarah
(Diakses 25 Februari, 2018)
Tuasikal, Muhammad Abduh. Mengeluarkan Zakat Lebiah Awal Dari
Waktunya, http://rumaysho.com/2492-mengeluarkan-zakat-lebih-awal-
dari-waktunya/ (Diakses 15 Februari, 2018)
Visi Misi BRISyariah, https://brisyariah.co.id/tentang_kami.php?f=visimisi
(Diakses 25 Februari, 2018)

You might also like