You are on page 1of 13

Jurnal Anestesiologi Indonesia

LAPORAN KASUS
Mobilisasi Pasien Lanjut Usia dengan Peripheral Nerve Block pada Operasi
Cemented Bipolar Hemiarthroplasty Akibat Fraktur Collum Femur: Sebuah
Laporan Kasus

Mobilization on Elderly Patients with Peripheral Nerve Block in Cemented Bipolar


Hemiarthroplasty caused by Femoral Neck Fractures: A Case Report

Tommy NugrohoTanumihardja*, Dian Daniella*


*RumahSakit Atma Jaya
*Korespondensi/Correspondence: tommynt104@gmail.com

Abstract
Background: Complications of hip fracture is often associated with mobilization,
where early postoperative mobilization results in lower risk of complications. About
50% of hip fracture is femoral neck fracture. The purpose of this case report is to
enhance the knowledge of Indonesian doctors about mobilization in elderly patients
with femoral neck fracture. It is important to minimize the pain and use anesthetic
technique that supports early mobilization. It is important to consider psychological
problems of the patient, such as fear of falling postoperative which is the main
obstacle in this case for patients to walk independently and we still in need to
determine the best time to start mobilization postoperative for patients.
Case: A male aged 73 years came with complaints of pain in the left thigh ( Numeric
Pain Rating Scale ( NPRS ) 5 ) after a fall four days earlier on the stairs as high as ±
50 cm . Patients sat fall and since then the patient can not stand up. Before fall , the
patient can walk independently , taking care of himself and stay with her daughter
Summary : Early mobilization in elderly patients with femoral neck fractures
associated with a reduced risk of complications and mortality. Important for a
physician to control the pain and the use of anesthetic technique that supports the
mobilization of patients postoperative . The psychological problems of the patient,
such as fear of falling postoperative and still needs to be determined postoperative
mobilization time is best for the patient
Keywords : femoral neck fracture, elderly, mobilization, peripheral nerve block,
hemiarthroplasty

Abstrak
Pendahuluan : Komplikasi dari fraktur tulang panggul seringkali berhubungan
dengan mobilisasi, dimana semakin cepat mobilisasi postoperatif pasien, maka
semakin rendah risiko komplikasi yang dialami pasien.Sekitar 50% fraktur tulang
panggul adalah fraktur collum femur. Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah
untuk meningkatkan pengetahuan mengenai mobilisasi pada pasien lansia dengan
fraktur collum femur.Penting untuk mengontrol rasa nyeri dan menggunakan teknik

Volume VIII, Nomor 2, Tahun 2016


80
Terakreditasi DIKTI dengan masa berlaku 3 Juli 2014 - 2 Juli 2019 Volume VIII, Nomor 2, Tahun 2016
Dasar SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 212/P/2014
Jurnal Anestesiologi Indonesia

anestesi yang mendukung mobilisasi dini pasien postoperatif.Perlu diperhatikan pula


masalah psikologis dari pasien, seperti ketakutan untuk jatuh postoperatif yang
menjadi penghambat utama dalam kasus ini bagi pasien untuk berjalan independen
dan masih perlu ditentukan waktu mobilisasi postoperatif yang terbaik bagi pasien.
Kasus: Pasien laki-laki berumur 73 tahun datang dengan keluhan nyeri pada paha
kiri (Numeric Pain Rating Scale (NPRS) 5) setelah terjatuh empat hari sebelumnya
dari anak tangga setinggi ± 50 cm. Pasien terjatuh terduduk dan semenjak itu pasien
tidak dapat berdiri.Sebelum terjatuh, pasien dapat berjalan mandiri, merawat dirinya
sendiri dan tinggal bersama dengan anak perempuannya.
Ringkasan: Mobilisasi dini pada pasien lansia dengan fraktur collum femur
dihubungkan dengan penurunan risiko komplikasi dan mortalitas.Penting bagi
seorang dokter untuk mengontrol rasa nyeri dan menggunakan teknik anestesi yang
mendukung mobilisasi pasien postoperatif.Perlu diperhatikan pula masalah psikologis
dari pasien, seperti ketakutan untuk jatuh postoperatif dan masih perlu ditentukan
waktu mobilisasi postoperatif yang terbaik bagi pasien
Kata kunci: fraktur collum femur, lansia, mobilisasi, peripheral nerve block,
hemiarthroplasty

PENDAHULUAN menyebabkan osteoporosis maupun


Pada tahun 2013, jumlah akibat trauma.3,4 Dengan semakin
penduduk lanjut usia (lansia) di dunia meningkatnya populasi lansia, maka
mencapai 841 juta dan diperkirakan insiden tulang panggul akan meningkat
akan menjadi lebih dari 2 milyar pada pula. Insiden fraktur tulang panggul di
tahun 2050. Sekitar dua pertiga dari dunia diperkirakan akan meningkat dari
penduduk lansia dunia berada pada 1,66 juta pada tahun 1990 menjadi 6,26
negara berkembang, bahkan juta pada tahun 2050.5 Di Indonesia,
diperkirakan akan menjadi delapan insiden fraktur tulang panggul adalah
persepuluh pada tahun 2050.1 Jumlah sebesar 7.023 per 100.000 penduduk
lansia di Indonesia pada tahun 2012 dan lebih banyak terjadi pada
adalah sebesar 18.582.905 penduduk perempuan daripada laki-laki.6
dan semakin meningkat dari tahun ke Permasalahan dengan fraktur pada
tahun. Proporsi lansia di Indonesia tulang panggul terutama pada lansia
adalah sebesar 7,59% dan akan menjadi dengan banyak komorbid adalah 20%
11,34% pada tahun 2020.2 lansia mengalami komplikasi setelah
Fraktur tulang panggul seringkali operasi dan hanyasepertiga pasien yang
terjadi pada lansia, baik akibat dalam kembali beraktivitas seperti
kekurangan vitamin D sehingga normal. Keadaan ini terus menerus
berlangsung, tanpa adanya perbaikan

Volume VIII, Nomor 2, Tahun 2016 81


Jurnal Anestesiologi Indonesia

yang berarti selama 20 tahun terakhir.7,8 Dari anamnesa preoperatif, tidak


Komplikasi dari fraktur tulang ada riwayat asma, diabetes mellitus,
panggul seringkali berhubungan dengan konsumsi antikoagulan, alergi obat atau
mobilisasi, dimana semakin cepat makanan. Pasien memiliki riwayat
mobilisasi postoperatif pasien, maka hipertensi tak terkontrol dengan obat.
semakin rendah risiko komplikasi yang Pemeriksaan fisik secara umum
dialami pasien,9 seperti Deep V ein didapatkan keadaan umum tampak sakit
Thrombosis (DVT), emboli paru, sedang, kesadaran compos mentis,
atelektasis, pneumonia dan retensi Glasgow Coma Scale (GCS) 15. Tanda-
urin.10 Pada laporan kasus ini dibahas tanda vital pasien, yaitu tekanan darah
mengenai beberapa hal yang dapat 150/80 mmHg, laju nadi 90 kali
mempengaruhi mobilisasi dari ilmu permenit, laju napas 22 kali permenit
anestesi dan usaha dari dokter anestesi (Sa O2 = 97%) dan suhu 37,3°C. Tinggi
untuk menurunkan lama imobilisasi badan 165 cm, berat badan 65 kg,
pasien. Sekitar 50% fraktur tulang indeks massa tubuh (IMT): 23,9 kg/m2
panggul adalah fraktur collum femur,11 (overweight). Bentuk wajah simetris
maka pada kasus ini dibahas mengenai dengan thyromental distance 3,5 cm
pasien lansia dengan fraktur collum mallampati III, mobilisasi kepala baik,
femur. jantung dan paru normal, pemeriksaan
Tujuan pembuatan laporan kasus hati dan ginjal normal dengan bising
ini adalah untuk meningkatkan usus 5 kali permenit, tidak ada defisit
pengetahuan para dokter dan dokter neurologis. Punggung tidak ditemukan
anestesi Indonesia mengenai mobilisasi kelainan vertebra. Pada ekstremitas
pada pasien lansia dengan fraktur didapat akral hangat, capillary refill
collum femur sebagai usaha untuk time (CRT)< 2 detik, tidak ada edema,
menurunkan komplikasi dan refleks fisiologis normal, kekuatan
memberikan pelayanan terbaik kepada motorik 5/5/5/x (sulit dinilai karena
pasien. nyeri) dan range of motion (ROM)
terbatas pada kaki kiri karena nyeri.
KASUS Pemeriksaan radiografi femur kiri
Pasien laki-laki berumur 73 tahun didapatkan hasil bahwa terdapat fraktur
datang dengan keluhan nyeri pada paha collum femur sinistra dengan
kiri (Numeric Pain Rating Scale contractionum dan rotasi femoral shaft
(NPRS) 5) setelah terjatuh empat hari sinistra dan bone cyst pada caput femur
sebelumnya dari anak tangga setinggi ± sinistra.
50 cm. Pasien jatuh terduduk dan Pemeriksaan penunjang lainnya
semenjak itu pasien tidak dapat berdiri. seperti rontgen toraks posteroanterior,
Sebelum terjatuh, pasien dapat berjalan elektrokardiogram, faal hemostasis,
mandiri, merawat dirinya sendiri dan elektrolit, fungsi hati, fungsi ginjal dan
tinggal bersama dengan anak gula darah sewaktu menunjukkan hasil
perempuannya. normal. Hasil laboratorium darah rutin,

82 Volume VIII, Nomor 2, Tahun 2016


Jurnal Anestesiologi Indonesia

menunjukkan bahwa pasien anemia dan Pasien menjalani operasi


leukositosis. cemented left bipolar hemiarthroplasty.
Saat di unit gawat darurat (UGD), Selama operasi, pasien mendapatkan
pasien dipasang spalk dan elastic Midazolam 4 mg, Ketamine 10 mg dan
verban pada kaki kiri dan diberikan 30 Petidine 25 mg dikarenakan pasien
mg Ketorolac intravena (IV) untuk gelisah. Operasi berlangsung selama 1
mengatasi rasa sakit. jam 44 menit. Selama operasi, pasien
Dari data tersebut, pasien tidak membutuhkan obat vasopressor
diklasifikasikan sebagai status fisik maupun inotropik maupun bantuan
American Society of Anaesthesiologists ventilasi. Tekanan darah terendah
(ASA) 2 dengan hipertensi grade I. pasien adalah 123/59 mmHg setelah
Pasien selanjutnya mendapatkan pemberian cement namun tekanan
penjelasan dan menandatangani darah naik kembali. Saat menutup luka,
persetujuan mengenai prosedur anestesi pasien diberikan bolus 10 cc
dan bedah yang akan dikerjakan. Bupivacaine 0,35% dan dilanjutkan
Direncanakan akan dilakukan continuous pump 100 cc Bupivacaine
cemented left bipolar hemiarthroplasty 0,15% dengan kecepatan 4 cc/jam
dengan teknik anestesi peripheral nerve untuk analgesia pasca operasi.
block (PNB) keesokan harinya. Setelah luka ditutup, pasien dapat
Pasien dirawat satu hari sebelum menggerakkan ujung kakinya namun
dioperasi dan mendapatkan Amlodipine masih terasa berat saat akan menekuk
1x5 mg PO, Ceftriaxone 3x1 gram IV, lututnya. Pasien menyangkal adanya
Omeprazole 2x40 mg IV, Ketorolac rasa nyeri, mual maupun sakit kepala.
3x30 mg IV dan Alprazolam 1 mg IV Saat di PACU, pasien diposisikan
malam. Pasien mendapatkan cairan setengah duduk dengan tanda-tanda
1000 ml/24 jam Asering IV. Pasien vital stabil.
dipuasakan 8 jam sebelum operasi. Postoperatif
Intraoperatif Observasi terhadap keadaan
Persiapan pembiusan umum dan pasien terutama mobilisasi pasca
obat emergensi dipersiapkan sebelum operasi dilakukan selama pasien
prosedur anestesi dimulai anestesi PNB dirawat. Postoperatif hari I, pasien
dilakukan dengan bantuan mampu duduk di ranjang dengan
Ultrasonography (USG) dan nerve bantuan. Mobilisasi pasien dinilai
stimulator. Pada pasien dilakukan left dengan meggunakan cumulated
plexus lumbar block dengan 15 cc ambulation score (CAS). Pasien belum
bupivacaine 0,5% + 0,1 mg epinephrine dapat turun naik ranjang; duduk lalu
+100 mg lidocaine dengan pemasangan bangun dan duduk kembali di kursi;
kateter dan left sciatic nerve block serta berjalan. Skor CAS pada
dengan 300 mg lidocaine + 5 cc postoperatif hari I adalah 0. Dilakukan
bupivacaine 0,5%. Setelah anestesi foto kontrol pada pasien dan posisi
berjalan, maka operasi dimulai. hemiparthroplasty hip baik. Pasien

Volume VIII, Nomor 2, Tahun 2016 83


Jurnal Anestesiologi Indonesia

merasakan nyeri dengan NPRS 1-2. Arthroplasty (THA) (dengan maupun


Pasien direncanakan akan dikonsulkan tanpa cement).12 Pada pasien ini
ke dokter spesialis rehabilitasi medik dilakukan operasi Cemented Bipolar
keesokan harinya. Hemiarthroplasty dengan tujuan untuk
Pada postoperatif hari II dan III, menurunkan risiko re-operasi untuk
pasien menjalani fisioterapi atas saran revisi dibandingkan dengan reduksi dan
dari dokter rehabilitasi medik. Dengan fiksasi, menurunkan risiko erosi
bantuan fisioterapis, pasien mampu asetabulum pada pasien dengan harapan
turun naik ranjang, duduk lalu bangun hidup lebih dari lima tahun dengan
dan duduk kembali di kursi, serta penggunaan bipolar12 dan menguatkan
berjalan. Skor CAS pada postoperatif letak prosthesis ke tulang pasien
hari II dan III masing-masing adalah 3. dengan penggunaan cement.13
Total skor CAS untuk 3 hari adalah 6. Perubahan letak dari prosthesis
Pasien belum berani untuk berjalan dapat menyebabkan rasa sakit,
tanpa bantuan. memperlambat mobilisasi pasien dan
Analgesia via continuous pump membutuhkan operasi revisi.13
dihentikan setelah obat habis (24 jam Pemilihan teknik operasi diserahkan
postoperatif) dan pasien diberikan sepenuhnya kepada pasien dan dokter
paracetamol 1 gram oral, ketorolac ortopedi.
3x30 mg IV dan tramadol drip 3x100 Pasien lansia dengan fraktur
mg IV. Selama perawatan, nyeri pasien tulang panggul memiliki risiko lima
terkontrol dengan NPRS 1-2. hingga delapan kali lebih tinggi untuk
Pada postoperatif hari IV, pasien meninggal dalam tiga bulan pertama
diperbolehkan pulang. Selama setelah fraktur. Pasien lansia dengan
perawatan, tidak terdapat gangguan fraktur collum femur memiliki risiko
respirasi maupun hemodinamik. lebih besar untuk mengalami
komplikasi postoperatif yang dapat
berujung kepada kematian.14
PEMBAHASAN
Komplikasi postoperatif sering
Pasien dengan fraktur collum
dihubungkan dengan mobilisasi.
femur dapat dioperasi maupun tidak
Menurut Siu et al, semakin lama
dioperasi. Pilihan tidak dioperasi
imobilisasi, semakin tinggi pula risiko
umumnya dilakukan pada pasien yang
mortalitasnya.9 Mobilisasi dini dapat
memilih untuk imobil. Pada pasien
menurunkan insiden dari berbagai
lansia yang memilih untuk tetap dapat
komplikasi sambil tetap menjaga
mobil dalam kehidupan sehari-hari,
kekuatan otot yang sangat membantu
umumnya memilih untuk dioperasi.
dalam mobilisasi.15 Selain itu,
Operasi yang dilakukan pada
mobilisasi dini juga ternyata
pasien lansia dengan fraktur collum
meningkatkan tingkat kepuasan pasien
femur adalah reduksi dan fiksasi,
dan menurunkan kemungkinan pasien
bipolar hemiarhtroplasty (dengan
membutuhkan rehabilitasi di rumah
maupun tanpa cement) dan Total Hip

84 Volume VIII, Nomor 2, Tahun 2016


Jurnal Anestesiologi Indonesia

sakit yang dapat meningkatkan risiko dapat mobilisasi secara independen


infeksi nosokomial dan meningkatkan empat bulan setelah fraktur. Namun,
biaya.10 Maka dari itu, penting bagi dalam waktu enam bulan setelah
pasien lansia untuk dapat berjalan fraktur, tidak ada perbedaan dalam
independen setelah keluar dari rumah Acitvity Daily Living (ADL) dan
sakit untuk memastikan bahwa mereka kemampuan berjalan antara laki-laki
dapat kembali ke gaya hidup awal.16 dan perempuan.15
Wellman et al menyatakan bahwa Dari faktor usia, semakin tinggi
mobilisasi pada hari operasi usia maka semakin rendah kemampuan
dihubungkan dengan penurunan lama pasien fraktur untuk bergerak secara
rawat inap dan keadaan pasien yang independen pada postoperatif hari III
lebih baik.10 Pengukuran mobilisasi ketika dievaluasi dengen CAS. Pasien
pada pasien ini menggunakan CAS. dengan usia di atas 75 tahun memiliki
Skor ini merupakan skor yang terbukti kemungkinan lebih rendah untuk
valid untuk mengukur mobilisasi pasien berjalan independen enam bulan setelah
dengan fraktur tulang panggul, fraktur. Selain itu, usia yang lebih tua,
termasuk pada mereka dengan juga meningkatkan risiko untuk jatuh.15
gangguan kognitif. Faktor status fisik ASA
Skor ini menggambarkan mempengaruhi mobilitas dan ADL
independensi pasien terhadap tiga dalam enam bulan setelah fraktur.
aktivitas, yaitu naik turun ranjang, Pasien dengan status fisik ASA 3 dan 4,
duduk-berdiri-duduk di kursi dan dibandingkan dengan 1 dan 2 memiliki
berjalan, dimana setiap kegiatan dinilai risiko mortalitas yang lebih tinggi
dengan angka 0-2 (0= tidak dapat dalam empat bulan setelah fraktur dan
meskipun dengan bantuan manusia ketidakmampuan untuk dapat kembali
maupun perintah, 1= dapat dengan seperti semula di rumah satu tahun
bantuan manusia dan/atau perintah dan setelah fraktur.15
2= dapat melakukan, tanpa bantuan Faktor prefracture functional
manusia atau perintah, diperbolehkan level, semakin dependen pasien
menggunakan alat bantu jalan), sebelum fraktur, maka semakin rendah
sehingga menghasilkan skor CAS per kemungkinan pasien untuk dapat
hari mulai dari nol hingga enam. CAS berjalan independen pada hari
memiliki kekurangan yaitu setelah postoperatif III, berdasarkan skor
tercapainya tingkat maksimal (CAS CAS.15
=6), maka tidak dapat lagi dipantau Tipe fraktur, pasien dengan
perkembangan pasien.16 fraktur intertrokanter dan/atau
Ada beberapa hal yang dapat subtrokanter dihubungkan dengan
mempengaruhi mobilisasi pasien gangguan dalam kemampuan untuk
dengan fraktur tulang panggul, yaitu: berjalan independen setelah keluar dari
Faktor jenis kelamin dimana laki-laki rumah sakit. Hal ini disebabkan karena
lebih rendah kemungkinannya untuk terdapat blood loss yang lebih besar,

Volume VIII, Nomor 2, Tahun 2016 85


Jurnal Anestesiologi Indonesia

edema yang lebih besar pada tungkai postoperatif. Pasien yang menggunakan
yang patah dan rasa nyeri yang lebih alat bantu dalam berjalan maupun
hebat dibandingkan dengan fraktur riwayat jatuh berisiko tiga hingga
collum femur.15 sembilan kali lebih tinggi untuk jatuh
Jangka waktu dari fraktur hingga dalam enam bulan. Ketakutan akan
pasien dioperasi. Menurut A merican jatuh dapat menghambat rahabilitasi
Academy of Orthopaedic Surgeons dimana pasien menolak untuk bergerak
(AAOS) tahun 2014, jangka waktu dari tanpa adanya bantuan dari orang lain
fraktur hingga pasien dioperasi yang dan akan menyebabkan aktivitas yang
diperbolehkan adalah 48 jam.17. sangat terbatas ketika dipulangkan ke
Simunovic et al, melakukan penelitian rumah.15
observasional dan didapatkan bahwa Teknik anestesi yang dapat
operasi dalam waktu 48 jam pada digunakan untuk operasi arthroplasty
pasien dengan fraktur collum femur adalah anestesi umum, anestesi
akan menurunkan risiko nonunion, neuraksial dan PNB. Peripheral Nerve
durasi rawat, durasi rasa sakit, Block umumnya digunakan sebagai
komplikasi dan mortalitas, serta tambahan terhadap anestesi umum
meningkatkan kemampuan mobilisasi maupun anestesi neuraksial, namun
pasien serta meningkatkan pada kasus ini teknik anestesi PNB
kemungkinan pasien dapat kembali digunakan sebagai teknik anestesi
independen dalam hidupnya. Alasan utama. Teknik anestesi PNB dipilih
paling umum terjadinya keterlambatan sebagai salah satu usaha dari dokter
dalam operasi adalah tidak adanya anestesi untuk menjaga stabilitas dari
ruang operasi dan doker bedah serta hemodinamik terutama hipotensi dan
stabilisasi keadaan preoperatif pasien.18 meningkatkan mobiliasi postoperatif.19
Rasa nyeri, baik preoperatif Teknik ini dapat dilakukan dengan
maupun postoperatif akan sangat Ultrasond Guided Regional Anesthesia
mempengaruhi ADL terutama pada (UGRA), Peripheral Nerve Stimulator
pasien lansia dengan fraktur tulang (PNS) dan digabung seperti pada kasus
panggul. Perlu digunakan multimodal ini. Orebaugh et al menyetakan bahwa
analgesia untuk menurunkan rasa nyeri menggunakan UGRA dan dilanjutkan
pada pasien, sehingga memperbaiki dengan PNS untuk konfirmasi kembali
mobilisasi pasien serta menurunkan sangat menurunkan risiko terjadinya
efek samping dari masing-masing LocalAnesthetic Systemic Toxicity
obat.15 (LAST).20
Kejadian jatuh dan ketakutan Kelebihan dari PNB adalah
untuk jatuh setelah fraktur tulang kualitas analgesia setara dengan
panggul juga mempengaruhi mobiilsasi epidural dengan efek samping lebih
pasien. Jatuh setelah fraktur tulang ringan dan superior dari opioid,21
panggul terjadi pada 20-53% pasien menurunkan risiko instabilitas
lansia dalam empat hingga enam bulan hemodinamik dan retensi urin, dan

86 Volume VIII, Nomor 2, Tahun 2016


Jurnal Anestesiologi Indonesia

mempertahankan kekuatan kaki nyeri yang adekuat baik intraoperatif


kontralateral sehingga dapat membantu maupun postoperatif, mobilisasi pasien
rehabiltasi postoperatif. Kekurangan yang lebih baik dan lama rawat inap
dari PNB adalah kerusakan dari saraf, yang lebih singkat.21
post block paresthesia, LAST dan Pada kasus ini, ada beberapa
hematoma retroperitoneal.19 Pada faktor yang mendukung dan
pasien ini perlu diberikan midazolam 4 menghambat mobilisasi pasien (tabel
mg, ketamine 10 mg dan petidine 25 1). Pasien berjenis kelamin laki-laki,
mg dikarenakan pasien gelisah. Ini memiliki jangka waktu dari fraktur
merupakan kekurangan dari PNB, hingga pasien dioperasi sebanyak
dimana suara mesin saat operasi dan empat hari dan ketakutan akan jatuh
guncangan dapat membuat pasien setelah fraktur dimana kedua hal
merasa gelisah dan terganggu. tersebut dinilai menghambat mobilisasi
Pada pasien dilakukan continuous pasien. Namun, usia pasien 73 tahun,
lumbar plexus blockade. Beberapa status fisik ASA 2, independensi
studi menyebutkan bahwa lumbar prefraktur, fraktur collum femur, rasa
plexus blockade menyebabkan nyeri yang terkontrol dan penggunaan
kelemahan otot quadriceps teknik anestesi PNB seharunya dapat
berkepanjangan sehingga meningkatkan meningkatkan mobilisasi pasien. Skor
risiko jatuh postoperatif, bahkan CAS pada pasien postoperatif hari I
continuous lumbar plexus blockade adalah 0, postoperatif hari II = 3,
akan meningkatkan risiko jatuh empat postoperatif hari III = 3 dan
kali lipat dibandingkan dengan non- postoperatif hari IV = 3. Total skor
continuous blockade. Namun perlu CAS untuk 3 hari postoperatif adalah 6.
diperhatikan bahwa risiko tertinggi Pasien yang memiliki akumulasi skor
seseorang terjatuh adalah 48 jam CAS lebih dari 9 selama tiga hari
pertama setelah PNB, namun sebagian postoperatif umumnya memiliki
besar pasien jatuh pada hari kedua kemungkinan lebih tinggi untuk
postoperatif dan seterusnya. Hal ini dipulangkan pada hari rawat ke-14,
menandakan bahwa ada faktor risiko dipulangkan lansung ke rumahnya,
lain yang menyebabkan hal tersebut, tidak mengalami komplikasi selama
yaitu delirium, efek samping obat, perawatan serta memiliki mortalitas
berjalan tanpa pengawasan, penurunan dalam 30 hari yang rendah.22
kekuatan otot dan riwayat jatuh Ada beberapa faktor yang dapat
preoperatif. Ini menunjukkan bahwa dikontrol oleh para dokter anestesi
pelarangan menggunakan continuous terhadap pasien ini, seperti rasa nyeri
lumbar plexus blockade masih dan teknik anestesi dan pasien telah
kontroversial dan memerlukan mendapatkan yang terbaik untuk
penelitian lebih lanjut. Adapun meningkatkan mobilisasinya, namun
kelebihan dari menggunakan pasien merasa takut akan terjatuh saat
continuous PNB adalah manajemen postoperatif sehingga hal tersebut

Volume VIII, Nomor 2, Tahun 2016 87


Jurnal Anestesiologi Indonesia

sangat menghambat mobilisasi pasien, postoperatif yang terbaik bagi pasien.


sehingga menghasilkan skor CAS yang
rendah. Maka dari itu, pasien lansia RINGKASAN
dengan fraktur tulang panggul perlu Mobilisasi dini pada pasien lansia
perhatian khusus dalam hal psikologis, dengan fraktur collum femur
seperti meyakinkan pasien bahwa dihubungkan dengan penurunan risiko
pasien dapat berjalan independen. Hal komplikasi dan mortalitas. Ada
tersebut dapat dilakukan oleh tenaga beberapa faktor yang dapat
kesehatan, baik dokter maupun mempengaruhi mobilisasi pasien lansia
perawat. dengan fraktur collum femur dan
Skor CAS yang rendah juga terutama faktor dalam bidang anestesi
diakibatkan karena mobilisasi pasien, adalah rasa nyeri dan teknik anestesi
baru dilakukan pada postoperatif hari yang digunakan. Penting bagi seorang
II. Menurut guideline National Institute dokter untuk mengontrol rasa nyeri dan
for Health and Care Excellence (NICE) menggunakan teknik anestesi yang
untuk fraktur tulang panggul tahun mendukung mobilisasi pasien
2014, mobilisasi dilakukan satu hari postoperatif. Perlu diperhatikan pula
setelah operasi.23 Guerra et al masalah psikologis dari pasien, seperti
menyatakan bahwa mobilisasi dapat ketakutan untuk jatuh postoperatif yang
dilakukan dalam 24 jam postoperatif menjadi penghambat utama dalam
dengan duduk di ranjang dan berjalan kasus ini bagi pasien untuk berjalan
dalam 48 jam postoperatif.24 Keehan et independen dan masih perlu ditentukan
al membuat sebuah laporan kasus dari waktu mobilisasi postoperatif yang
tiga kasus pasien lansia dengan fraktur terbaik bagi pasien.
collum femur yang menggunakan
enhanced recovery protocol. Protokol
KETERBATASAN
ini dapat menurunkan lama rawat inap
Tidak dilakukan pengukuran
dan memperbaiki kondisi pasien
kekuatan otot pada pasien selama
termasuk mobilisasi. Pada protokol ini
perawatan di rumah sakit meskipun
disebutkan untuk melakukan mobilisasi
kekuatan otot juga mempengaruhi
sejak dua jam sejak pasien kembali ke
mobilisasi pasien. Pemilihan teknik
bangsal secara bertahap yang dimulai
operasi yang dilakukan pada pasien
dari olahraga di atas ranjang (menekuk
diserahkan sepenuhnya kepada
lutut dan menekuk panggul), duduk
pertimbangan dari dokter ortopedi
pada pinggir ranjang, berdiri dengan
sehingga tidak ada intervensi oleh
bantuan, dan berjalan hingga ujung
dokter anestesi dalam hal tersebut,
ranjang. Semua pasien dapat
25 padahal teknik operasi yang dilakukan
menjalankan protokol ini. Perbedaan
memegang peranan cukup penting
ini menunjukkan bahwa masih
dalam mobilisasi pasien.
dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk
menentukan waktu mobilisasi Laporan kasus ini dibuat secara
observasional dimana tidak ada campur

88 Volume VIII, Nomor 2, Tahun 2016


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Tabel 1. Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi pada Pasien

Faktor-Faktor Pengaruh Faktor terhadap Mobilisasi


Kategori Pasien Meningkatkan Mobi- Menurunkan Mobilisasi
lisasi
Jenis kelamin Laki-laki √
Usia 73 tahun √
Status fisik 2 √
ASA*
Prefracture Independen √
functional level
Tipe fraktur Fraktur collum √
femur
Jangka waktu 4 hari √
dari fraktur
hingga pasien
dioperasi
Rasa nyeri NPRS 1-2 sela- √
ma perawatan
Jatuh dan Pasien takut un- √
ketakutan untuk tuk jatuh setelah
jatuh setelah fraktur panggul
fraktur panggul
Teknik anestesi PNB** √

Gambar 2. Grafik Tanda Vital Selama


Gambar 1. Proses Pelaksanaan Peripheral Operasi
Nerve Block

Volume VIII, Nomor 2, Tahun 2016 89


Jurnal Anestesiologi Indonesia

tangan dari dokter anestesi, selain


daripada bidang ilmunya, dalam
mempengaruhi mobilisasi pasien,
seperti tidak diberikan intruksi untuk
berjalan selain dari dokter ortopedi
maupun dari dokter rehabilitasi medik.

DAFTAR PUSTAKA

1. United Nations. World Population


Ageing 2013. United Nations; 2013.
2. Indonesian Ministry of Health. Condi-
tion and Analysis of Elderly [Internet].
Indonesian Ministry of Helath; 2014
[cited 2016 May 14]. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/
download/pusdatin/infodatin/infodatin-
lansia.pdf
3. Luger TJ, Kammerlander C, Gosch M,
Luger MF, Kammerlander-Knauer U,
Roth T, et al. Neuroaxial versus gen-
eral anaesthesia in geriatric patients for
hip fracture surgery: does it matter?
Osteoporos Int. 2010 Dec;21(S4):555–
72.
4. Bryson DJ, Nichols JS, Ford AJ, Wil-
liams SC. The Incidence of Vitamin D
Deficiency Amongst Patients with A
Femoral Neck Fracture: Are current
bone protection guidelines sufficient?
Acta Orthop Belg. 2013;79:470–3.
5. Dhanwal D, Dennison E, Harvey N,
Cooper C. Epidemiology of hip frac-
ture: Worldwide geographic variation.
Indian J Orthop. 2011;45(1):15.
6. Indonesian Ministry of Health. Fact

90 Volume VIII, Nomor 2, Tahun 2016


Jurnal Anestesiologi Indonesia

and Condition of Osteoporosis in Indo- of Death Among People with Femoral


nesia [Internet]. Indonesian Ministry of Neck Fracture- A Three-Year Follow-
Helath; 2015. Available from: http:// up Study. BMC Geriatr. 16:120.
www.depkes.go.id/resources/ 15. Kristensen MT. Factor Affecting Fun-
download/pusdatin/infodatin/infodatin- cional Prognosis of Patients with Hip
osteoporosis.pdf Fracture. Eur J Phys Rehabil Med.
7. Maxwell L, White S. Anaesthetic 2011;47:257–64.
Management of Patients With Hip 16. Kristensen MT, Jakobsen TL, Nielsen
Fractures. Br J Anaesth. 2013;13 JW, Jorgensen LM, Nienhuis R-J,
(5):179–83. Jonsson LR. Cumulated Ambulation
8. Patel KV, Brennan KL, Brennan ML, Score to Evaluate Mobility is Feasible
Jupiter DC, Shar A, Davis ML. Asso- in Geriatric patients and in Patients
ciation of a Modified Frailty Index with Hip Fracture. Dan Med J. 2012
With Mortality After Femoral Neck Jul;59(7):1–5.
Fracture in Patients Aged 60 Years and 17. American Acadey of Orhtopaedics
Older. Clin Orthop Relat Res. 2014 Surgeons. Management of Hip Frac-
Mar;472(3):1010–7. tures in the Elderly: Evidence-Based
9. Siu AL, Penrod JD, Boockvar KS, Ko- Clinical Practice Guideline. 2014.
val K, Strauss E, Morrison RS. Early 18. Simunovic N, Devereaux P, Bhandari
Ambulation After Hip Fracture: Ef- M. Surgery for Hip Fractures: Does
fects on Function and Mortality. Arch Surgical Delay ffect Outcomes? Indian
Intern Med. 2006 Apr 10;166(7):766. J Orthop. 2011;45(1):27–32.
10. Wellman SS, Murphy AC, Gulcynski 19. Nakar PN, Roy PM, Pant V, Das J.
D, Murphy SB. Implementation of an Anesthesia for Joint Replacement Sur-
accelerated mobilization protocol fol- gery: Issues with Coexisting Diseases.
lowing primary total hip arthroplasty: J Anaesthesiol Clin Pharmacol. 2011
impact on length of stay and disposi- Sep;27(3):315–22.
tion. Curr Rev Musculoskelet Med. 20. Orebaugh SL, Kentor ML, Williams
2011 Sep;4(3):84–90. BA. Adverse Outcomes Associated
11. Murphy DK, Randell T, Brennan KL, with Nerve Stimulator-Guided and
Probe RA, Brennan ML. Treatment Ultrasound-Guided Peripheral Nerve
and Displacement Affect the Reopera- Blocks by Supervised Trainees: Up-
tion Rate for Femoral Neck Fracture. date of a Single-Site Database. Reg
Clin Orthop Relat Res. 2013 Aug;471 Anesth Pain Med. 2012;37(6):577–82.
(8):2691–702. 21. Johnson RL, Kopp S, Hebl J, Erwin P,
12. Marya S, Thukral R, Singh C. Pro- Mantilla C. Falls and Major Orthopae-
stethic Replacement in Femoral Neck dic Surgery with Peripheral Nerve
Fracture in Elderly: Results and Re- Blockade: A Systematic Review and
view of the Literature. Indian J Orthop. Meta-Analysis. Br J Anaesth. 2013
2008;42(1):61–7. Feb 24;1–11.
13. Taylor F, Wright M, Zhu M. Hemiar- 22. Kristensen MT, Curtis DJ. Cumulated
throplasty of the Hip with and without Ambulation Score (CAS), English ver-
Cement: A Randomized Clinical Trial. sion, manual and score-sheet
J Bone Ad Jt Surg. 2012;94:577–83. [Internet]. Research Gate; 2015. Avail-
14. Berggren M, Stenvall M, Englund U, able from:
Olofsson B, Gustafson Y. Co- www.researchgate.net/
morbidities, Complications and Causes publica-

Volume VIII, Nomor 2, Tahun 2016 91


Jurnal Anestesiologi Indonesia

tion/270888051_Cumulated_Ambulati Orthop Surg Rehabil. 2014 Jun 1;5


on_Score_CAS_English_version_man (2):37–42.
ual_and_score-sheet
23. National Institute for Health and Care
Excellence. NICE Guidelines: The
Management of Hip Fracture in Adults
[Internet]. 2014. Available from: http://
www.ipts.org.il/_Uploads/
dbsAttachedFiles/HIPFrac.pdf
24. Guerra ML, Singh PJ, Taylor NF. Ear-
ly mobilization of patients who have
had a hip or knee joint replacement
reduces length of stay in hospital: a
systematic review. Clin Rehabil. 2015
Sep 1;29(9):844–54.
25. Keehan R, Rees D, Kendrick E, Brad-
shaw C, Flavell E, Deglurkar M. En-
hanced Recovery for Fractured Neck
of Femur: A Report of 3 Cases. Geriatr

92 Volume VIII, Nomor 2, Tahun 2016

You might also like