You are on page 1of 17

UJI KEPADATAN MEMBAL (REFUSAL DENSITY)

UNTUK MENINGKATKAN KESESUAIAN MUTU PERKERASAN


JALAN BERASPAL
(Refusal Density Test to Improve the Quality Assessment of Road Asphalt Pavements)

Oleh
Ir. A.Tatang Dachlan, MengSc*)

By: Ir. A.Tatang Dachlan, MEngSc


Abstract
Since 1992, Directorate General of Highway, and Research and Development Agency of
Ministry of Public Works collaborative research with Transport Research Laboratory (TRL),
United Kingdom have developed the road paving of hot mix asphalt for road maintenance and
betterment project in widely road in Indonesia, applied the refusal density requirements for
asphalt mixes This test aimed to gain highest density value in the laboratory as the optimum
traffic densification simulation until refusal or not more able to compact, but is still satisfy in the
limits of elastic requirements. This refusal density design is known has the satisfy strength to
overcome deformation due to heavy traffic action in highly temperature, but the material quality
requirements for asphalt mixes such as combine aggregate grading, voids in mix, and stability
should be complied with the specification. To gain that conditions, asphalt mixes is then proved
and developed the grading of the aggregate for hot rolled sheets (HRS) and asphalt concrete
(AC) that may be designed and controlled the density of asphalt mixes to suitable refusal as well.
This asphalt mixes has been designed on 1992 and be examined in the field on 1993. The result
proves that it has a good performance, no deformation or no crack occurred, and has existed
more than ten years without maintenance.

Keywords: refusal density, hot asphalt mixes

I. PENDAHULUAN

1.1 Kenapa Menggunakan Kepadatan Membal

Proses pemadatan dalam perencanaan campuran beraspal panas biasanya digunakan


dengan metode Marshall untuk menentukan nilai rongga dalam campuran yang
disyaratkan, tetapi dalam kondisi tertentu setelah diaplikasikan di lapangan dan telah
mengalami pemadatan oleh lalu lintas, tidak mencerminkan kepadatan campuran beraspal
yang sesuai dengan harapan. Rongga dalam campuran beraspal setelah beberapa lama
relatif terlalu tinggi sehingga terjadi retak, atau bahkan terlalu rendah dari pada
persyaratan sehingga acapkali terjadi deformasi plastis.
Metode pemadatan dengan Marshall konvensional atau normal menggunakan
mold berdiameter 10 cm (4 inci) yang dirancang dengan jumlah tumbukan normal

*)
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan – Balitbang Dept. Pekerjaan Umum
tertentu dianggap belum cukup untuk menjamin kinerja campuran beraspal yang
digunakan untuk lalu lintas berat dan padat dengan temperatur tinggi. Untuk
mengevaluasi kerusakan perkeraan jalan beraspal berbentuk retak dan deformasi plastis
berupa alur perlu dikontrol dengan suatu uji kepadatan sampai kondisi membal.
Kepadatan membal dimaksudkan sebagai kepadatan tertinggi (maksimum) yang dapat
dicapai, sehingga campuran tersebut praktis tidak dapat menjadi lebih padat lagi.
Kepadatan membal adalah masa per satuan volume termasuk rongga contoh uji yang
dipadatkan sampai membal.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah kepadatan campuran beraspal panas untuk perkerasan jalan yang dirancang
dengan metode Marshall konvensional adalah ketergantungannya terhadap pencapaian
rongga udara yang disyaratkan. Pencapaian rongga udara perkerasan jalan hanya dapat
dievaluasi bila setelah beberapa tahun dilalui kendaraan. Bila rongga udara tidak tercapai
oleh pemadatan lalu lintas, maka rongga dalam campuran akan relatif lebih tinggi
sehingga penuaan aspal relatif akan lebih cepat akibat oksidasi, perkerasan menjadi
kurang lentur dan akan cepat retak. Sebaliknya adalah bila rongga dalam campuran
beraspal masih terlalu rendah, maka akan menyebabkan bleeding atau keluarnya aspal
karena campuran tidak cukup ruang untuk mengakomodasi aspal dalam rongganya.
Pemadatan di laboratroium sangat berbeda dengan pemadatan di lapangan akibat
pemadatan oleh lalu lintas, tetapi pemadatan secara mekanis di laboratorium dengan
metode Marshall masih relevan mensimulasikan pemadatan oleh beban lalu lintas,
asalkan jumlah tumbukkan pada benda uji harus disesuaikan. Alternatif lain adalah
dilakukan penumbukkan campuran beraspal menggunakan penumbuk elektris untuk alat
Marshall, atau alat pemadat putar (gyratory compactor) sehingga tidak memerlukan
tenaga manusia untuk mengangkat palu penumbuk. Pemadatan lain dapat menggunakan
alat penumbuk getar yang dapat dioperasikan secara manual, meniru alat pemadat putar.
Di negara-negara maju telah menggunakan konsep metode uji membal ini sebagai dasar
untuk perencanaan perkerasan jalan beraspal, berdasarkan gradasi agregat campuran
tertentu yang penentuan kadar aspal dan kadar rongganya dianalisis secara volumetrik.

1.3 Maksud dan Tujuan

Studi ini dimaksudkan untuk menganalisis data perkerasan jalan yang sudah berumur
lebih dari 10 tahun, dengan tujuan untuk memberikan penjelasan penggunaan uji
kepadatan membal yang diterapkan dalam merancang perkerasan jalan beraspal panas di
Indonesia.
1.4 Lingkup Penelitian

Dalam uraian ini disajikan sejumlah hasil uji kepadatan campuran beraspal curah (bulk
specific gravity) atau Marshall Density (MD), kepadatan membal (refusal density, RD)
dan kepadatan maksimum campuran (maximum spesific gravity, MSG) yang mempunyai
kepadatan dan rongga udara bervariasi, yang diperoleh dari sejumlah lokasi.

II. PENGEMBANGAN PENENTUAN KEPADATAN

2.1 Penentuan Kepadatan Membal

Departemen Pekerjaan Umum telah mengadopsi uji kepadatan membal berupa pedoman
teknik, No. 025/T/BM/1999, dengan judul Tata Cara Penentuan Kepadatan Mutlak,.
Cara uji ini merupakan adopsi dari BS 598: Part 104: 1989, Methods of test for the
determination of density and compaction. Sampling and examination of bituminous
mixtures for roads and other paved areas. Kepadatan Mutlak dalam judul pedoman
tersebut telah diubah menjadi Kepadatan Membal.
TRL Inggris telah sejak lama menggunakan uji kepadatan membal ini dalam
spesifikasi pekerjaan jalan, menggunakan pemadat getar listrik. Negara lain seperti
Australia dan negara lainnya menggunakan alat pemadat putar (gyratory compactor)
yang mensimulasikan pemadatan tanpa tumbukan, tetapi menggunakan tekanan statis
yang gerakan pemadatannya bergerak menekan secara dinamis pada campuran beraspal
dalam mold berdiameter 15 cm. Pembebanan diatur sesuai dengan beban dinamis yang
direncanakan dan bergerak berputar dalam mold tersebut.

2.2 Penerapan Pengujian Kepadatan Membal untuk Kontrak Pekerjaan Jalan

Sejak tahun 1995 Bina Marga bersama dengan Puslitbang Jalan dan Jembatan telah
menyempurnakan konsep spesifikasi campuran beraspal panas bersama-sama atas hasil
kerjasama dengan TRL Inggris. Dalam spesifikasi baru tersebut diperkenalkan
perencanaan campuran beraspal panas dengan pendekatan kepadatan membal. Kepadatan
membal dimaksudkan sebagai kepadatan tertinggi (maksimum) yang dapat dicapai di
laboratorium, sampai kondisi campuran tersebut praktis tidak dapat menjadi lebih padat
lagi.

2.3 Jenis Campuran Beraspal


Sejak tahun 1982, Ditjen Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum telah melaksanakan
sejumlah pemeliharaan dan peningkatan jalan menggunakan campuran beraspal jenis
Lapis Tipis Beton Aspal (Lataston). Lataston diadopsi dari campuran beraspal jenis Hot
Rolled Asphalt (HRA) yang dikembangkan oleh Inggris, dan menjadi spesifikasi standar
dalam British Standard BS 594 (1973), Specification for rolled asphalt (hot process) for
roads and other paved areas.
HRA dikembangkan dengan nama Hot Rolled Sheets di Indonesia oleh Bina Marga
dan TRL-Inggris. Jenis HRS ini telah dikembangkan dan dijadikan manual Lataston
dalam pedoman pelaksanaan No. 14/BM/1983, serta telah diaplikasikan sejak tahun
1983.
Lataston adalah salah satu jenis jalan beraspal yang diproses secara panas (hot mix),
menggunakan agregat bergradasi senjang (gap-graded) dengan maksud agar dapat
mengakomodasi kadar aspal yang relatif lebih tinggi dari pada gradasi menerus
(continuous-graded), sehingga lebih fleksibel, namun masih cukup stabil untuk menahan
lalu lintas yang relatif berat.

III. REVIEW HASIL PEMANTAUAN LAPANGAN DAN UJI COBA SKALA


PENUH

3.1 Evaluasi Hasil Pemantauan Lapangan (Monitoring Sections)

Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan Pusat Litbang Jalan dan Jembatan bekerja
sama dengan Transport Research Laboratory (TRL) Inggris sejak tahun 1988 sampai
1994 diketahui bahwa kinerja campuran beraspal jenis Lataston atau HRS di sejumlah
lokasi jalan, tidak sesuai dengan harapan karena setelah berumur satu atau dua tahun saja
muncul sejumlah kerusakan berupa deformasi seperti alur (rutting), gelombang (waves),
keriting (corrugations), pelelehan (bleeding) pada cuaca panas, licin (smooth) pada waktu
hujan, dan jembul atau sungkur (upheavel). Walaupun dilakukan pemeliharaan dengan
cara melapis ulang, namun kerusakan serupa muncul kembali. Kerusakan tersebut
dirasakan sangat mengganggu kenyamanan berkendaraan, mengurangi kecepatan,
mempercepat kerusakan pegas kendaraan (shock breaker) dan bahkan acapkali
menimbulkan kecelakaan.
Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa masalahnya antara lain adalah karena
gradasi campuran yang tidak sesuai dengan spesifikasi, masalah pengkondisian
perkerasan lama, masalah pengawasan mutu campuran beraspal dan masalah
pelaksanaan.
Spesifikasi Lataston kemudian dievaluasi berdasarkan perkembangan British
Standard BS 598 (1985), Hot rolled asphalt for roads and other paved areas, Part 1,
Specification for constituent materials and asphalt mixtures.
Dari hasil evaluasi terhadap 25 seksi pengamatan yang tersebar dan dipantau
kinerjanya selama seri waktu 3 tahun dapat diidentifikasi bahwa seksi jalan yang
menggunakan Lataston bergradasi senjang menunjukkan kinerja yang cukup baik,
sedangkan Lataston yang cenderung bergradasi menerus menunjukkan kerusakan berupa
deformasi. Untuk membuktikan hal tersebut telah dilakukan percobaan lapangan di Jalan
percobaan Skala Penuh Cileunyi, kabupaten Bandung pada tahun 1993. Jenis campuran
yang dicoba adalah Lataston bergradasi semi senjang. Hasil percobaan lapangan seluruh
percobaan Lataston dengan kadar aspal optimum dan 2 variasi kadar aspal (kadar aspal
opt ±0,3%) telah menunjukkan kinerja yang baik, bahkan sampai tahun 2004 telah
melebihi umur rencana (10 tahun) tanpa mengalami kerusakan dan pemeliharaan.

3.2 Analisis Efek Pemadatan dan Temperatur

Untuk memperlihatkan efek pemadatan dan temperatur terhadap kepadatan di


laboratroium, dilakukan percobaan campuran beraspal dengan pendekatan gradasi
tertentu, yaitu:
a. Gradasi Lataston A.
b. Jumlah tumbukan Marshall masing-masing 50 kali dan 75 kali per muka benda uji
kecuali sebanyak 400 tumbukan untuk menentukan kepadatan pada kondisi membal
(RD).
Pengujian pemadatan dilakukan menggunakan mold berdiameter 4 inci pada
temperatur 110oC dengan pemadat Marshall. Setiap benda uji dilakukan pengujian
kepadatan bulk Marshall (MD), kepadatan pada kondisi kepadatan membal (RD), dan
berat jenis maksimum campuran (MSG). Rongga dalam campiran (Void In Mix, VIM)
dihitung yaitu VIM pada kondisi kepadatan Marshall (VIM-MD) dan VIM pada kondisi
kepadatan membal (VIM-RD). Data hasil pengujian disajikan dalam Tabel 1.
Dalam Gambar 1a sampai dengan Gambar 1c diperlihatkan efek tempertur terhadap
nilai kepadatan dan VIM. Penambahan temperatur dapat meningkatkan nilai kepadatan.
Makin tinggi kadar aspal, makin rendah berat jenis campuran maksimum (MSG), makin
tinggi nilai kepadatan refusal dan kepadatan bulk. Dari tiga gambar menunjukkan,
perpotongan RD dengan MSG sebagai batas kadar aspal maksimum efektif untuk
perencanaan. Kondisi ini dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk mentapkan
kadar aspal di lapangan.
Tabel 1 Efek Temperatur Pemadatan Terhadap Kepadatan dan VIM
% 50 Tumbukan pada 110 0C 75 Tumbukan pada 110 0C
Kepadatan VIM Kepadatan VIM
MD RD MSG MD RD MD RD MSG MD RD
4,5 2,15 2,33 2,44 2,22 2,37 2,45 ]
4,5 2,15 2,35 2,48 12,3 5,1 2,23 2,36 2,45 8,2 2,9
4,5 2,18 2,34 2,47 2,24 2,35 2,39
5 2,22 2,40 2,45 2,22 2,42 2,45
5 2,20 2,38 2,41 9,7 1,4 2,20 2,41 2,42 8,1 1,3
5 2,21 2,45 2,47 2,20 2,42 2,47
5,5 2,22 2,36 2,44 2,27 2,34 2,43
5,5 2,23 2,38 2,43 8,5 2,5 2,15 2,33 2,43 9,2 4,2
5,5 2,24 2,39 2,44 2,20 2,32 2,43
6 2,21 2,38 2,41 2,23 2,40 2,41
6 2,17 2,33 2,42 9,1 1,6 2,27 2,41 2,42 7,3 1,4
6 2,20 2,41 2,41 2,27 2,39 2,47
6,5 2,25 2,40 2,42 2,29 2,41 2,42
6,5 2,24 2,38 2,40 6,3 0,4 2,25 2,43 2,41 5,3 0,0
6,5 2,27 2,41 2,40 2,32 2,41 2,42
7 2,26 2,41 2,39 2,24 2,40 2,40
7 2,26 2,40 2,38 7,4 -0,51 2,29 2,40 2,40 5,1 -0,29
7 2,12 2,40 2,40 2,30 2,42 2,40
− −
Rata2 = x = 8,86 2,21 Rata2 = x = 1,97
Std = s = 2,07 1,77 Std = s = 1,64
n= 6 5 n= 6 5
v= 5 4 v= 5 4
t= 2,015 2,132 t = 2,015 2,132
Ll = 6 2 Ll = 6 2
μ= 11,8 4,9 μ= 0,0 4,5
Z'' = 2,8 1,7 Z'' = NA 1,5

3..3 Analisis Statistik Atas Penerimaan VIM dengan Test Sisi Bawah

Berdasarkan Tabel 1, dilakukan analisis penerimaan kepadatan. Analisis test sisi bawah
digunakan karena persyaratan VIM adalah minimum. Data nilai rata-rata kepadatan ( x ),
standar deviasi populasi (s) dan jumlah titik uji (n) dihitung dalam Tabel 1.
Dari hasil pengukuran VIM-MD dilakukan uji penerimaan dengan test sisi bawah
(SSLB) sebagai berikut:
x = 8,86 %; s = 2,07 %; n = 6;
Spesifikasi VIM-MD, LL = 6 %;
Resiko penerimaan = 5%.
Bulk SG, MaxSG dan RD
0
Pemadatan pada 110 C, 50 Tumbukan
3,00 15,0
Vim-MD-
2,90
10,0

VIM (%)
2,80
Vim-RD-50
5,0
2,70

2,60 0,0
Kepadatan g/mL

2,50 MSG-50
-5,0

2,40
-10,0
RD-50 MD-50
2,30

-15,0
2,20

2,10 -20,0
4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5
MD-110-50 RD-110-50
Kadar aspal (%) MSG-110-50 % Air Voids MD-110-50
% Air Voids RD-110-50 Log. ( % Air Voids RD-110-50)
Log. ( % Air Voids MD-110-50) Log. (MSG-110-50)
Log. ( MD-110-50) Log. ( RD-110-50)

Gambar 1a Efek Kepadatan dan Jumlah Tumbukkan pada Temperatur 110oC

Bulk SG, MaxSG dan RD


Pemadatan pada 1400C, 50 Tumbukan
3,00 15,0
Vim-MD-50
2,90
10,0

VIM (%)
2,80
Vim-RD-50
5,0
2,70

2,60 0,0
Kepadatan g/mL

2,50 MSG-50
-5,0

2,40
-10,0
RD-50 MD-50
2,30
-15,0
2,20

2,10 -20,0
4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5
MD-110-50 RD-110-50
Kadar aspal (%) MSG-110-50 % Air Voids MD-140-50
% Air Voids MD-110-50 % Air Voids RD-110-50
Log. ( % Air Voids RD-110-50) Log. ( % Air Voids MD-110-50)
Log. (MSG-110-50) Log. ( MD-110-50)
Log. ( RD-110-50)

Gambar 1b Efek Kepadatan dan Jumlah Tumbukkan pada Temperatur 1400C


Bulk SG, MaxSG dan RD
VIM pada 50 dan 75 Tumbukan
3,00 15,0
Vim-MD-50
Vim-MD-75
2,90
10,0

VIM (%)
2,80 Vim-RD-75
5,0
2,70

2,60 0,0
Vim-RD-50
Kepadatan g/mL

2,50 MSG-75
-5,0

2,40
-10,0
MD-75
2,30 RD-75

-15,0
2,20

2,10 -20,0
4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5
MD-110-75 RD-110-75
Kadar aspal (%) MSG-110-75 % Air Voids MD-110-75
% Air Voids RD-110-75 MD-110-50
RD-110-50 Log. ( % Air Voids RD-110-75)
Log. ( % Air Voids MD-110-75) Log. (MD-110-50)
Log. (RD-110-50) Log. (MSG-110-75)
Log. ( MD-110-75) Log. ( RD-110-75)

Gambar 1c Efek Kepadatan dan Variasi Tumbukkan


Dari tabel distribusi t, dengan n = 6 dan ν = (n-1) = 6-1 = 5, maka t = 2,015;
Persen kerusakan yang dapat diterima = 5%
s 2,07
Nilai rata-rata populasi, μ adalah μ = x ± t = 8,86 + 2,015 = 11,8
n 6

μ − LL 13,76 − 6
Persen kerusakan adalah: z" = = = 2,8
s 2,07

Dari distribusi normal, % kerusakan = 2,8 % < 5% (diterima).


Untuk hasil pengukuran VIM-RD dengan test sisi bawah (SSLB) adalah sebagai berikut:
x =2,21 %; s = 1,77 %; n = 5;
Spesifikasi VIM-RD, LL = 2 %;
Resiko penerimaan = 5%
Dari tabel distribusi t, dengan n = 5 dan ν = (n-1) = 5-1 = 4, maka t = 2,132);
Persen kerusakan yang dapat diterima = 5%
s 1,77
Nilai rata-rata populasi, μ adalah: μ = x ± t = 2,21+ 2,132 = 4,9
n 5
μ − LL 2,132 − 2
Persen kerusakan adalah: z" = = = 1,7
s 1,77

Dari distribusi normal, % kerusakan = 0,015 % < 5% (diterima).


Dari kedua test di atas terlihat bahwa kedua test sama-sama dapat diterima yang
menunjukkan keseragaman campuran. Test VIM-MD = 2,8 lebih besar dari pada test VIM-
RD = 1,7 sehingga test VIM-RD adalah lebih baik dari pada test VIM-MD.

3.4 Data Seksi Pemantauan

Seksi pemantauan yang signifikan diambil dari lokasi Cirebon-Losari, CL-3 yang terdiri
atas dua kondisi yaitu penetrasi aspal tinggi dan penetrasi aspal medium, sedangkan
penetrasi aspal rendah diambil dari Tangerang-Merak, TM-1.
Dalam Tabel 2 disajikan data hasil pengujian kepadatan bulk (BD) hasil contoh inti
(core drill) dari lapangan. Contoh inti kemudian dikondisikan pada temperatur 1100C dan
1600C, yang selanjutnya dilakukan pengujian kepadatan membal (RD) masing-masing
RD110 dan RD160. Pengujian berat jenis campuran maksimum (MSG) juga diuji untuk
menentukan rongga dalam campuran pada kondisi membal VIMRD. VIMRD hanya
dihitung untuk kepadatan pada temperatur 160 0C dengan anggapan bahwa pada
temperatur tersebut kepadatan membal sudah dicapai secara maksimal. Lihat Tabel 2.
Tabel 2 Kepadatan BD, RD dan MSG pada Penetrasi Aspal Rendah sampai Tinggi
No Titik BD RD-110 RD-160 MSG VIM-RD
Penetrasi Tinggi
1 2,43 2,38 2,40 2,44 0,4
2 2,42 2,42 2,44 2,45 1,2
3 2,45 2,38 2,40 2,47 0,8
4 2,45 2,39 2,43 2,46 0,4
5 2,42 2,39 2,38 2,47 2
6 2,42 2,38 2,36 2,44 1,2
7 2,41 2,39 2,43 0,8
8 2,39 2,41 2,43 1,6
9 2,39 2,37 2,43 1,6
10 2,43 2,41 2,45 0,8
11 2,43 2,41 2,43 0
12 2,42 2,38 2,43 0,4
Penetrasi Medium
1 2,43 2,41 2,35 2,45 0,8
2 2,42 2,38 2,37 2,45 1,2
3 2,39 2,36 2,32 2,44 2,1
4 2,41 2,38 2,36 2,44 1,2
5 2,43 2,38 2,39 2,45 0,8
6 2,33 2,38 2,32 2,46 5,3
7 2,42 - 2,36 2,45 1,2
8 2,42 - 2,34 2,45 1,2
9 2,39 - 2,28 2,44 2,1
10 2,4 - 2,32 2,45 2
11 2,44 - 2,38 2,46 0,8
Penetrasi Rendah
No Titik BD RD-110 RD-160 MSG VIM-RD
2,29 2,24 2,22 2,43 5,8
2 2,27 2,2 2,24 2,46 7,7
3 2,22 2,19 2,23 2,44 9
4 2,27 - 2,23 2,45 7,4
5 2,18 - 2,14 2,43 10,3
6 2,17 - 2,16 2,38 8,8

Dalam Gambar 2a menunjukkan kondisi jalan di ruas jalan Tangerang-Merak yang


ditinjau, terjadi retak pada VIM tinggi dan penetrasi relatif rendah. Nilai penetrasi aspal
sekitar 22 - 26 pada umur konstruksi 4 tahun, sebagai konsekwensi adanya rongga dalam
campuran yang relatif tinggi sehingga aspal mengalami oksidasi dengan cepat.
Dalam Gambar 2b menunjukkan kondisi jalan relatif baik di ruas jalan Cirebon-
Losari yang ditinjau. Persyaratan VIM sekitar 2% dan4% cukup memadai, sesuai dengan
spesifikasi untuk lalu lintas berat, padat dan temperatur perkerasan jalan yang relatif
tinggi. Nilai penetrasi antara 30 dan 35 pada umur konstruksi sekitar 4 tahun termasuk
kategori sedang.
Dalam Gambar 2c diperlihatkan tipikal kondisi jalan yang mengalami deformasi
plastis pada VIM rendah (Vim < 2%) dan penetrasi tinggi sekitar 45 – 52. Deformasi
diiringi pelelehan aspal (bleeding) terjadi karena aspal tidak mempunyai ruang untuk
menempati rongga dalam campuran yang memadai.

VIM-RD Lapangan TM-1,


Kondisi Retak (Penetrasi Rendah)
2,9 11
10
2,85

VIM RD (%)
9
2,8 8
7
2,75 6
2,7 5
4
2,65 3
2,6 2
1
2,55 0
MSG
2,5 -1
-2
2,45 -3
Kepadatan (T/m3)

2,4 -4
-5
2,35 -6
MD-110
2,3 RD-160 -7
-8
2,25 -9
2,2 -10
-11
2,15 -12
2,1 -13
0 1 2 3 4 5 6 7
RD-110 RD-160 MSG
Nomor Titik VIM-RD Linear ( MSG) Linear (RD-160)
Linear (RD-110) Linear (VIM-RD)

Gambar 2a Kondisi Jalan Retak pada VIM Tinggi dan Penetrasi Rendah
VIM-RD Lapangan CL-3,
Kondisi Baik (Penetrasi Medium)
2,8 5

VIM RD (%)
2,75 4

2,7 3

2
2,65
1
2,6
0
2,55
-1
MSG MD-110 RD-160
2,5
-2

Kepadatan (T/m3)
2,45
-3
2,4 -4
2,35 -5

2,3 -6

2,25 -7
0 2 4 6 8 10 12 14
RD-110 RD-160 MSG
Nomor Titik VIM-RD Linear ( MSG) Linear (RD-160)
Linear (RD-110) Linear (VIM-RD)

Gambar 2b Kondisi Jalan Relatif Baik pada VIM Sesuai Spesifikasi & Penetrasi
Sedang

VIM-RD Lapangan CL-3,


Kondisi Deformasi (Penetrasi Tinggi)
2
2,59

VIM RD (%)
1,5
2,57 1
2,55 0,5
2,53 0
2,51 -0,5
MSG -1
2,49
-1,5
2,47 RD-160
MD-110 -2
Kepadatan (T/m3)

2,45
-2,5
2,43
-3
2,41 -3,5
2,39 -4
2,37 -4,5
2,35 -5
0 2 4 6 8 10 12 14
RD-110 RD-160 MSG
Nomor Titik VIM-RD Linear ( MSG) Linear (RD-160)
Linear (RD-110) Linear (VIM-RD)

Gambar 2c Kerusakan Deformasi Plastis pada VIM Rendah dan Penetrasi Tinggi

3.5 Percobaan Full Scale di Jalan Percobaan, Cileunyi-Bandung

Dari hasil pemantauan lapangan, dilakukan langkah melakukan uji coba lapangan skala
penuh yang diketahui terbukti dapat menghasilkan kinerja yang sesuai dengan rencana
bila pemenuhan mutu bahan dan pelaksanaan dilaksanakan dengan memadai.
Data yang dikumpulkan meliputi hal-hal sebagai berikut:
ƒ Gradasi hasil rumusan campuran kerja (Job Mix Formula).
ƒ Kepadatan Marshall (MD), Kepadatan Membal (RD), Berat Jenis Maksimum
Campuram (MSG).
ƒ Uji penerimaan data yang diperoleh dari lapangan.
Jenis campuran yang diuji di lapangan adalah HRS, dengan alasan karena dalam
periode tersebut muncul masalah penerapan Lataston atau HRS yang tidak sesuai dengan
spesifikasi. Hampir 90% pelaksanaan HRS tidak sesuai dengan rencana sehingga umur
jalan dalam satu atau dua tahun mengalami perubahan bentuk plastis (deformasi plastis).
Gradasi gabungan yang dipakai ternyata hampir seluruhnya cenderung menerus.
Untuk uji coba lapangan ini, gradasi HRS dirancang berdasarkan hasil uji coba
penggabungan agregat yang ada di Jawa Barat. Dari empat gradasi agregat yang
digunakan berhasil dirancang gradasi yang senjang seperti ditunjukkan dalam Tabel 3
dan Gambar 7. Melalui percobaan laboratorium mulai dari rumusan rancangan campuran
(Design Mix Formula) sampai dengan rumusan campuran kerja (Job Mix Formula)
berhasil dilakukan dan memenuhi ketentuan persyaratan dalam spesifikasi.
Tabel 3 Gradasi HRS yang Diuji Coba
Lolos Saringan HRS-C
JMF
mm ASTM (Alt-1)
19,1 3/4” 100 100
12,7 1/2” 92,8 90 - 100
9,52 3/8” 75,8 75 - 85
2,38 #8 51,0 50 - 72
1,19 # 16 45,0 43 - 66
0,59 # 30 39,4 35 - 60
0,07 #200 6,5 6 - 12
No.8 – No.30 11,6 8 - 15
Batas Gap Maks. (0,2 x No.8) 9,0 14,4

Tabel 4 Sifat-Sifat Campuran Untuk JMF HRS-C


Uji Coba Skala Penuh di Cileunyi-Bandung

Sifat-Sifat Campuran MIN MAX JMF


TBC, % 6,2 8 7,15
Absorbed Asphalt 0 2 1,18 - 2,00
EBC, % 5,7 8,5 6,2 - 6,22
# No.200 (FF), % 4,5 10 4,83 - 7,25
#8 - #30,Total, % 7 13 7,1 - 10
CA, % 45 55 50 - 54,9
FA, % 30 45 37,5 - 41,4
F/B 0,7 1,4 0,78 - 1,05
BFT, micron 6 - 6 - 8,8
VIM Marshall 2 8 5
VIM-RD 2 5 2,8
VMA 14 - 14
Bulk SG of Agg - - 2,600
Eff SG of Agg - - 2,690
Sifat-Sifat Campuran MIN MAX JMF
MSGM - - 2,410
Density (JSD) - - 2,258

Untuk gradasi Alt-1, persyaratan kesenjangan dipenuhi yaitu selisih butir lolos No.
8 dan No. 30 = 9,0 lebih kecil dari pada ketentuan berdasarkan gradasi JMF yang ada
(11,6%), dan berada pada rentang antara 8 dan 15, sehingga dianggap gradasi Lataston
(HRS) ini masuk dalam kategori semi-gap. Untuk gradasi Alt-2 persyaratan kesenjangan
dipenuhi tetapi batas gradasi agregat kasar terlalu besar dan seragam sehingga tidak
digunakan untuk uji coba lapangan. Lihat Gambar 3. Gradasi Alt-1 tersebut tidak berada
penuh pada amplop gradasi Lataston A atau amplop gradasi Lataston B, sehingga
dinamakan sebagai HRS-C. Persyaratan sifat-sifat campuran hasil JMF disajikan dalam
Tabel 4. Rancangan campuran ini dilakukan pemadatan sampai membal yang
pengujiannya sesuai dengan Pedoman Bina Marga, No. BM. 025/T/BM/1999, Tata Cara
Penentuan Kepadatan Mutlak.
Hasil percobaan lapangan yang dilaksanakan pada tahun 1993 untuk seluruh
percobaan Lataston telah menunjukkan kinerja yang baik, bahkan sampai tahun 2004
telah melebihi umur rencana (10 tahun) karena tidak menunjukkan kerusakan dan bahkan
tidak memerlukan pemeliharaan. Lihat Gambar 4.

Cileunyi-HRS-C (1993)
# 30

# 16

# 10
#8

3/8"
1/2"

3/4"
1"
# 200

# 100

#50

# 40

#4

11/2"
2"
100

90

80
Persen Lolos Ayakan (%)

70

60

50

40

30

20

10

0
0,074

0,279

0,59

1,19

2,36

9,52
12,7

19,1
25,4

37,5
50,8

Ukuran Butir (mm)


HRS -WC HRS -BC
Cileunyi 1 993 HRS -C Alt-1 HRS -C Alt-2

Gambar 3 Gradasi HRS-C untuk Uji Coba Lapangan


Gambar 4 Percobaan Lapangan HRS-C Skala Penuh Oktober Tahun 1993
(Umur 10 tahun)

IV. PERALATAN UJI UNTUK PENENTUAN KEPADATAN MEMBAL

Berikut ini disajikan gambar-gambar alat pemadat untuk menentukan kepadatan membal
sesuai dengan pedoman Bina Marga No. BM. 025/T/BM/1999, Tata Cara Penentuan Kepadatan
Mutlak. Gambar 5a adalah pemadat getar listrik yang mempunyai telapak pemadat diameter 14
cm untuk mold berukuran diameter 15 cm (6 inci). Gambar 5b adalah alat pemadat gyratory yang
dioperasikan dengan listrik. Gambar 5c adalah alat pemadat Marshall otomatis menggunakan
listrik.

Gambar 5a Pemadat Getar Listrik


Gambar 5b Pemadat Gyratory Gambar 5c Pemadat Marshall Elektrik

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian tersebut di atas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengujian kepadatan membal pada campuran beraspal panas untuk perkerasan jalan
yang dilakukan di laboratorium adalah sebagai simulasi pemadatan oleh lalu lintas
di lapangan, untuk pencapaian rongga dalam campuran atau voids in mix (VIM)
yang sesuai dengan ketentuan dalam spesifikasi teknik.
2. Dari data hasil uji laboratorium yang diambil dari sejumlah lokasi yang
menunjukkan kinerja yang bervariasi telah terbukti secara statistik bahwa uji
penerimaan mutu rongga dalam campuran (VIM) berdasarkan uji kepadatan
membal sudah sesuai dengan formula campuran kerja (JMF), dan memenuhi
kemungkinan kerusakan yang terjadi di lapangan.
3. Berdasarkan hasil uji coba lapangan secara skala penuh telah terbukti bahwa
campuran beraspal yang dirancang dengan kepadatan membal disertai dengan mutu
bahan yang memenuhi persyaratan, dapat mencapai umur rencana. Campuran lapis
tipis beton aspal (Lataston) yang diuji coba di lapangan pada awal tahun 1993 telah
membuktikan kinerjanya yang baik, tidak mengalami deformasi atau retak dan
mampu bertahan lebih dari 10 tahun tanpa memerlukan pemeliharaan.
4. Penerapan uji kepadatan membal dapat menambah keandalan kinerja perkerasan
jalan yang lebih mendekati perencanaan untuk proyek-proyek pembangunan dan
pemeliharaan, terutama untuk lalu lintas berat dan temperatur tinggi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Asphalt Institute Ms-2 (2004). Mix Design Methods for Asphalt Concrete and Hot-
Mix Types (MS-2 Sixth Edition)
2. Badan Standardisasi Nasional (2002). Tata Cara pengambilan contoh campuran
beraspal. SNI 03-6890-2002,
3. British Standard (1989). Methods of test for the determination of density and
compaction. BS 598: Part 104: 1989, Sampling and examination of bituminous
mixtures for roads and other paved areas.
4. Dachlan, A.T, (1995). Penelitian Pengembangan Paket Program Komputer untuk
Perancangan Campuran Beraspal dengan Berbagai Gradasi
5. Dachlan, A.T, (2002). Strategi dan Teknik Pemeliharaan Jalan (Penulis pertama),
Seminar Loka Karya Pemeliharaan Jalan, HPJI DPD Jawa Barat, Juni 200
6. Dachlan, A.T, Sjahdanulirwan M (2005). Pengendalian Mutu pada Pekerjaan
Jalan dan Jembatan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Teknologi Terapan
Spektrum Teknologi, ISSN 1829-7587Vol. 12, No. 2, Oktober 2005.
7. Ditjen Bina Marga, Departemen PU (2004). Spesifikasi Umum Volume 3.
Pekerjaan Jalan dan Jembatan.
8. Direktorat Jenderal Bina Marga. (1999). Tata Cara Penentuan Kepadatan Mutlak.
No. BM. 025/T/BM/1999,
9. Puslitbang Jalan Dan Jembatan (1990). Penelitian Keandalan Mutu Pada
Pekerjaan Campuran Aspal Untuk Jalan.
10. Puslitbang Jalan Dan Jembatan (1990). Penelitian Pemadatan Campuran Beraspal
11. Puslitbang Jalan Dan Jembatan (1990). Penelitian Perkerasan Jalan Kerjasama
Pusat Litbang Jalan dengan TRL
12. Puslitbang Jalan Dan Jembatan (1993). Penyempurnaan Studi Perencanaan
Campuran Beraspal di Indonesia.
13. Puslitbang Jalan Dan Jembatan (1994). Study of Mix Design and Spesification
14. Puslitbang Jalan Dan Jembatan (1995). Research on Hot Rolled Sheet Overlays in
Indonesia
15. Puslitbang Jalan Dan Jembatan (1996). Metoda Pelaksanaan Lataston dan Laston
(Road Strengthening and Rehabilitation dan Pavement Management System), 1993
16. Puslitbang Prasarana Trnasportasi (2002). Laporan Hasil Pengujian, Pekerjaan
Peningkatan Jalan North Java Road Improvement Project (NJRIP). Paket AP-04,
AP-05 dan AP-06. Jawa Barat. Bandung, Oktober 2002
17. Sjahdanulirwan, Mohammad (1985). The use of statitical methods in highway
construction quality control. MSc course in ”Highway engineering for developing
countries”. Sept 1985.
18. Sjahdanulirwan, Mohammad. Pedoman umum dalam pengendalian mutu. Laporan
pengkajian No. 12.013 - TJ.86 - Pusat Litbang Jalan (1987).

You might also like