You are on page 1of 9

KEPADATAN JENTIK VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE DI DAERAH

ENDEMIS DI INDONESIA (SUMATERA SELATAN, JAWA TENGAH,


SULAWESI TENGAH DAN PAPUA)

Haemorrhagic Dengue Fever’s Vector Density Status in Endemic Region In Indonesia


(South Sumatera, Central Java, Central Sulawesi and Papua)

Revi Rosavika Kinansi1, Wening Widjajanti1, Fahmay Dwi Ayuningrum1


1
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit
Email: revikinansi@gmail.com

Diterima: 14 Juni 2016; Direvisi: 19 Juli 2017; Disetujui: 23 Agustus 2017

ABSTRACT

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is transmitted through the bite of Aedes aegypti and Ae. albopictus.
Until the end of 2013 DHF has spread in 438 regions (88%) of 497 districts/municipalities in Indonesia.
Although the mortality rate is reported to decrease with Case Fatality Rate by 0.7% in 2013, the incidence
rate is still quite high (41.25 per 100,000 population). The research was conducted in the provinces of
South Sumatra, Central Java, Central Sulawesi and Papua. The purpose of this study was to find out the
density of DHF vector mosquitoes by measuring the entomology indexes. The research design is cross
sectional study with descriptive analysis. The entomology indexes were performed by larva surveys
conducted in 100 homes and examined them according to WHO standards. Data on secondary DHF cases
were collected from district health offices and provincial health offices. The results showed that the density
of dengue vectors in 2015 were still very high and the larvae free rates (ABJ) in all four provinces were
less than 95%. These conditions would potentially lead to increase dengue cases. Increasing community
participation in DHF vector control would be needed to overcome the problems.

Keywords: DHF, vector density, entomology index, endemic area

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus.
Sampai dengan akhir tahun 2013, DBD telah menyebar di 438 wilayah (88%) dari 497 wilayah
kabupaten/kota di Indonesia. Walaupun angka kematian dilaporkan semakin menurun dengan Case Fatality
Rate sebesar 0,7% pada tahun 2013, akan tetapi angka insiden masih cukup tinggi (41,25 per 100.000
penduduk). Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah dan Papua.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui situasi kepadatan nyamuk vektor DBD dengan mengukur indeks
entomologi (HI, BI, CI dan ABJ). Desain penelitian adalah studi potong lintang dan analisis data
menggunakan analisis deskriptif. Indeks entomologi dilakukan dengan cara survei jentik yang dilakukan di
100 rumah yang diperiksa sesuai standard dari WHO. Data kasus DBD dikumpulkan berupa data sekunder
dari dinas kesehatan kabupaten dan dinas kesehatan provinsi. Hasil penelitian menunjukkan kepadatan
vektor DBD wilayah Riset Khusus Vektora 2015 masih sangat tinggi dan angka bebas jentik (ABJ) di
keempat provinsi memiliki ABJ kurang dari 95%. Kondisi ini berpotensi meningkatkan kasus DBD. Perlu
meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian vektor DBD.

Kata kunci: DBD, kepadatan vektor, indeks entomologi, daerah endemis

PENDAHULUAN hampir seluruh pelosok Indonesia; terutama


di wilayah yang memiliki ketinggian kurang
Demam berdarah dengue (DBD)
dari 1.000 meter di atas permukaan laut.
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
Penyakit DBD dilaporkan telah menjadi
Dengue yang ditularkan melalui gigitan
masalah kesehatan bagi masyarakat
nyamuk Aedes (Ae.) sp. Ae. aegypti
Indonesia selama 45 tahun terakhir. Sampai
merupakan vektor DBD, namun spesies lain
dengan akhir tahun 2013 dilaporkan telah
seperti Ae.albopictus juga dapat menjadi
menyebar di 438 wilayah di Indonesia. Data
vektor nyamuk penular yang terdapat di
terakhir yang diperoleh dari Riset Kesehatan
1
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 1, Juni 2017 : 1 - 9

Dasar 2013, angka kematian dilaporkan nyamuk menggigit manusia yang sedang
semakin menurun, akan tetapi Case Fatality mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum
Rate tercatat 0,7% dan angka insiden DBD panas sampai 5 hari setelah demam timbul
sebesar 41,25 per 100.000 penduduk (Badan (Departemen Kesehatan RI, 2008). Demam
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan berdarah dengue dapat menyerang semua
Kementerian Kesehatan RI, 2013). golongan umur. Sampai saat ini penyakit
DBD lebih banyak menyerang anak-anak
Kasus DBD banyak dijumpai
tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat
terutama di daerah tropis dan sering
adanya kecenderungan kenaikan proporsi
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).
penderita DBD pada orang dewasa (Sukohar,
Indikator kejadian luar biasa demam
2014).
berdarah dengue adalah , jika Breteau Index
≥ 50% maka daerah tersebut berpotensi untuk Permasalahan penyakit tular vektor
mengalami KLB (Ramadhani, 2013). yang tak kunjung henti dan terus bertambah
Indikator kepadatan vektor DBD antara lain setiap tahun, baik dari segi populasi,
House Index (HI), Breteau Index (BI), perkembangannya bahkan hingga penemuan
Container Index (CI) dan Angka Bebas spesies baru (Barreto, m.l, Teixeira, m. G,
Jentik (ABJ) merupakan konstanta dimana and Carmo, 2006). Kepadatan vektor
dapat ditentukan apakah daerah tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat
memiliki kecenderungan setiap tahun akan mempengaruhi meningkatnya kejadian DBD,
terjadi kejadian demam berdarah dengue atau sehingga dibutuhkan suatu data dan
tidak. Keberadaan jentik Aedes sp. di suatu informasi tentang situasi terkini kepadatan
daerah merupakan indikator terdapatnya vektor demam berdarah sebagai dasar
populasi nyamuk Aedes sp. di daerah pengendalian penyakit tular vektor di
tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka Indonesia. Sasaran Rencana Strategis
ingin diketahui situasi kepadatan jentik Kementerian Kesehatan 2015-2019 adalah
vektor demam berdarah dengue di empat meningkatnya pencegahan dan
provinsi di Indonesia, melalui indeks penanggulangan penyakit bersumber
kepadatan jentik vektor DBD. binatang terutama pada Direktorat
Pencegahan, Pengendalian Penyakit Tular
Beberapa faktor yang mempengaruhi
Vektor dan Zoonosis (P2PTVZ). Untuk
munculnya DBD antara lain rendahnya status
mencapai sasaran tersebut, telah ditetapkan
kekebalan kelompok masyarakat dan
indikator sasaran yaitu persentase
kepadatan populasi nyamuk penular karena
Kabupaten/Kota yang melakukan
banyaknya tempat perindukan nyamuk yang
pengendalian vektor terpadu sehingga akan
biasanya terjadi pada musim penghujan
dicapai persentase Kabupaten/Kota dengan
(Kementerian Kesehatan RI, 2016). Secara
incidence rate (IR) DBD < 49 per 100.000
epidemiologi, terdapat tiga faktor yang
penduduk. Besaran target sasaran adalah
memegang peranan pada penularan DBD,
yang semula pada tahun 2015 sebesar 60%
yaitu manusia sebagai hospes, virus dan
menjadi 68% pada tahun 2019 (Kementerian
vektor penularnya. Konsep inang (reservoir
Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Sesuai
host) menurut Soeharsono (Soeharsono,
dengan renstra tersebut, ditetapkan bahwa
2005) adalah hewan vertebrata sebagai
program unggulan Direktorat Pengendalian
sumber, pembawa agen/organisme patogenik,
Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
sehingga dapat berkembang biak secara
P2PTVZ adalah penurunan insiden DBD
alami atau berkesinambungan. Penularan dari
dengan melakukan terobosan kegiatan berupa
manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi
Gerakan “1 rumah 1 jumantik” untuk
bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mencegah demam berdarah. Intervensi yang
mengalami viremia, yaitu dua hari sebelum
dilakukan adalah pembentukan petugas
panas hingga lima hari setelah demam timbul
pemantau jentik pada setiap rumah tangga,
(Departemen Kesehatan RI, 2008). Virus
instansi pemerintah/swasta, sekolah &
dengue ditularkan kepada manusia melalui
tempat-tempat umum (Misriyah, 2016).
gigitan nyamuk Ae.aegypti, Ae.albopictus
Diketahuinya kepadatan populasi vektor
dan Ae.polynesiensis. Penularan dari manusia
(nyamuk), sangat membantu dalam
kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila
penentuan evaluasi adanya ancaman penyakit
2
Kepadatan jentik vektor demam berdarah...(Revi RK, Wening W, Fahmay DA)

di suatu wilayah dan dapat menentukan pada tahun 2015. Disain penelitian adalah
apakah perlu atau tidaknya dilakukan studi potong lintang (cross sectional study).
tindakan pemberantasan nyamuk sebagai Pengambilan sampel dilakukan dengan
vektor penyebar penyakit (Pratiknyo, 2014). metode line transect pada wilayah yang
Penelitian ini merupakan bagian dari riset mewakili ekosistem non hutan yaitu
khusus vektora yang hanya mengambil kelompok ekosistem yang terdapat diantara
sampel vektor DBD Ae. aegypti dan Ae. hutan dan pantai/pesisir. Ekosistem ini dapat
Albopictus, dengan tujuan untuk mengetahui berupa perkebunan, pekarangan
status terkini kepadatan jentik vektor DBD di rumah/pemukiman, sawah, ladang belukar
beberapa kabupaten di Indonesia. Status maupun kebun monokultur dengan jarak 3-5
kepadatan jentik diperoleh berdasasarkan km dari pemukiman penduduk. Penentuan
Container Index (CI), House Index (HI), titik pengambilan sampel pada daerah
Breteau Index (BI), Pupae Index (PI) dan endemis DBD berdasarkan data yang
Ovitrap Index (OI), yang selama ini menjadi diperoleh dari Dinas Kesehatan setempat.
parameter entomologi dalam penanggulangan Pengumpulan data dilakukan dengan cara
DBD (Widiarti, Heriyanto B, 2011). survei jentik, yaitu pemeriksaan tempat
penampungan air yang berpotensi sebagai
habitat jentik Aedes sp. yang terdapat di
BAHAN DAN CARA dalam dan diluar rumah. Jumlah sampel
Lokasi penelitian dilakukan di 12 rumah di setiap kabupaten adalah 100.
kabupaten di empat provinsi, yaitu Tempat penampungan air yang diperiksa
Kabupaten Lahat, Banyuasin dan Ogan meliputi bak mandi, gentong, ember,
Komering Ilir (Sumatera Selatan), Kabupaten penampungan kulkas, penampungan
Pekalongan, Purworejo dan Pati (Jawa dispenser, perangkap semut, vas bunga,
Tengah), Kabupaten Toli-Toli, Parigi kolam dengan air yang tidak berarus dan
Moutong dan Tojo Una-Una (Sulawasi tidak ada ikan di dalamnya. Status kepadatan
Tengah) dan Kabupaten Biak Numfor, vektor DBD diperoleh berdasarkan indikator
Merauke dan Sarmi (Papua). Lokasi tersebut HI, CI, BI dan ABJ (Departemen Kesehatan
merupakan lokasi Riset Khusus Vektora yang RI.,1998), yaitu:
dilakukan oleh Badan Litbang Kesehatan,

House Index (HI) = Jumlah Rumah yang ditemukan jentik x 100%


Jumlah Rumah yang diperiksa

Container Index (CI) = Jumlah Kontainer yang ditemukan jentik x 100%


Jumlah Kontainer yang diperiksa

Breteau Index (BI) = Jumlah Kontainer yang ditemukan jentik x 100%


Jumlah Rumah yang diperiksa

Angka Bebas Jentik (ABJ) = Jumlah Rumah yang tidak ditemukan jentik x 100%
Jumlah Rumah yang diperiksa

Selain survei jentik, dikumpulkan HASIL


juga data jumlah kasus DBD diperoleh
Kasus DBD memiliki kecenderungan
melalui pengumpulan data sekunder di dinas
naik dari tahun 2014 hingga 2015. Lain
kesehatan kabupaten/kota. Analisis data
halnya Provinsi Sulawesi Tengah yang
dilakukan secara deskriptif.
cenderung turun dibanding tahun
sebelumnya. Tabel 1 memperlihatkan data
kasus DBD di empat provinsi tahun 2015
yang diperoleh dari dinas kesehatan
kabupaten di empat provinsi di wilayah
penelitian.
3
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 1, Juni 2017 : 1 - 9

Tabel 1. Kasus Demam Berdarah Dengue di lokasi penelitian, 2015


Jumlah Kasus DBD
Provinsi Kabupaten
2014 2015
Sumatera Selatan Lahat 21 22
Banyuasin 131 328
Ogan Komering Ilir 55 196
Jawa Tengah Pekalongan 179 81
Purworejo 58 127
Pati 280 436
Sulawesi Tengah Toli-Toli 142 94
Parigi Moutong 75 6
Tojo Una-Una 63 9
Papua Biak Numfor 13 25
Merauke 32 207
Sarmi - -

Kasus DBD dilaporkan masih sangat hasil penelitian di 4 provinsi di ekosistem


rentan terjadi dan jumlahnya cenderung non hutan dekat pemukiman, maka dapat
meningkat setiap tahun di Provinsi Sumatera diperoleh persentase HI (House Index), BI
Selatan, Jawa Tengah dan Papua. Kabupaten (Breteau Index) dan CI (Container Index)
Sarmi, Papua dilaporkan tidak ada kasus dan ABJ (Angka Bebas Jentik) hasil
DBD yang terjadi. Dikarenakan tidak pernah konfirmasi vektor DBD di setiap
terjadi kasus DBD di Kabupaten Sarmi, maka kabupaten/kota di dalam maupun luar rumah,
tidak pernah dilakukan metode pengendalian sebagai berikut (Badan Penelitian dan
vektor DBD. Berdasarkan tabel kasus DBD Pengembangan Kesehatan Kementerian
di atas, diperlukan konfirmasi kepadatan Kesehatan RI, 2015):
vektor DBD masing-masing kabupaten. Dari

Tabel 2. Kepadatan jentik vektor DBD di lokasi penelitian, 2015


Provinsi Kepadatan Jentik Aedes sp. (%)
Kabupaten/Kota HI BI CI ABJ
Sumatera Selatan Kabupaten Lahat 42 47 20 58
Kabupaten Banyuasin 71 111 37,8 29
Kabupaten Ogan Komering Ilir 52.5 72.3 32,3 47,5
Rerata 55,2 76,8 30,0 44,8
Jawa Tengah Kabupaten Pekalongan 53 66 28,95 47
Kabupaten Purworejo 39 52 21,8 61
Kabupaten Pati 40 49 20 60
Rerata 44 55,67 23,8 56
Sulawesi Tengah Kabupaten Toli-Toli 46 60 23 54
Kabupaten Parigi Moutong 38 57 55 62
Kabupaten Tojo Una-Una 26 29 11 74
Rerata 36,7 48,7 29,4 63,3
Papua Kabupaten Biak Numfor 83,5 159 47 17
Kabupaten Merauke 40 49 19 60
Kabupaten Sarmi 64 107 60 36
Rerata 62.50 105 42,21 37,5

4
Kepadatan jentik vektor demam berdarah...(Revi RK, Wening W, Fahmay DA)

Indeks kepadatan vektor DBD yang penular DBD di pemukiman dilakukan di


diperoleh merupakan gabungan antara yang wilayah Desa Kiren dengan ekosistem non
di dalam dan di luar rumah. Riset khusus hutan dekat pemukiman. Potensi penularan
vektora tahun 2015 di Provinsi Sumatera virus dengue di Kabupaten Sarmi tergolong
Selatan dilaksanakan di Kabupaten Lahat, sangat tinggi karena BI menunjukkan angka
Banyuasin dan Ogan Komering Ilir. Angka yang sangat tinggi sebesar 107%.
bebas jentik Provinsi Sumatera Selatan masih
Parameter entomologi HI, CI dan BI
tergolong dibawah standar. Angka HI, BI dan
mempunyai relevansi langsung dengan
CI di Kabupaten Lahat di atas rata-rata.
dinamika penularan penyakit, sedangkan
Kabupaten Banyuasin memiliki jumlah kasus
parameter angka bebas jentik (ABJ)
DBD pada tahun 2014 sebanyak 131 kasus
berbanding terbalik dengan kasus DBD
dan 328 kasus tahun 2015. Breteau Indeks di
(Pramestuti., 2014).
wilayah Ogan Komering Ilir tergolong tinggi
karena dua kali diatas standard WHO (WHO,
2011), yaitu 71%. Hal ini mengindikasikan PEMBAHASAN
bahwa potensi penularan virus dengue di
Kabupaten Ogan Komering Ilir sangat tinggi. Indeks kepadatan vektor DBD antara
Potensi penularan virus dengue yang tinggi lain House index (HI), Container Index (CI),
juga terjadi di Kabupaten Pekalongan, Pati Breteau Index (BI) dan Angka Bebas Jentik
dan Pekalongan dengan nilai BI berturut- (ABJ), merupakan parameter entomologi
turut 66%, 52% dan 49%. ABJ 60% masih yang mempunyai relevansi langsung
dibawah standar bebas jentik yang ditetapkan dengan dinamika penularan penyakit
WHO yaitu 95%. (Pramestuti., 2014). Namun, tingkat ambang
batas infestasi vektor yang merupakan
Hasil survei Kabupaten Toli-Toli, pemicu terjadinya transmisi dengue
Sulawesi Tengah didapatkan HI sebesar 46%, dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya
Breteau Index (BI) sebesar 60 per 100 rumah kepadatan vektor termasuk umur nyamuk dan
dan Container Index (CI) sebesar 22,5%, status imunologi manusia. Indikator
serta ABJ sebesar 54%. Hasil survei kepadatan vektor dalam bentuk House Index
menunjukkan bahwa tempat penampungan (HI) dan Breteau Index (BI) digunakan
air yang paling banyak ditemukan adalah untuk menentukan daerah prioritas
ember, bak mandi dan tempayan. pengendalian, apabila BI≥20% dan atau
Berdasarkan Indikator Breteau Index (BI) di HI≥5% maka daerah tersebut dikategorikan
kabupaten tersebut termasuk dalam kriteria peka terhadap DBD dan terinfestasi jentik
potensial yang suatu waktu beresiko terjadi tinggi (Suroso, 2004), sehingga dibutuhkan
penularan DBD, dengan stratifikasi BI jika langkah-langkah pencegahan yang lebih
20 s.d 35% resiko sedang dan diatas 35% memadai (Minhas S ,2013). Indeks
sangat tinggi. kepadatan vektor HI yang dilakukan di 12
Kasus DBD di Provinsi Papua kabupaten pada Rikhus vektora ini
dilaporkan sebanyak 470 kasus dengan memperlihatkan nilai HI berkisar antara 26 –
kematian akibat DBD sebanyak 8 kasus. 83,5% dengan rerata 62,5%, ini masih sangat
Potensi penularan virus Dengue di jauh dari nilai HI ideal yang ditetapkan
Kabupaten Biak Numfor digolongkan sangat program pemerintah yaitu kurang dari 5%. Di
tinggi karena angka BI menunjukkan nilai Singapura, transmisi dengue terjadi bahkan
159%. Diketahui bahwa terdapat dua spesies ketika HI < 2%, sedangkan angka BI
nyamuk Ae. aegypti yang berpotensi sebagai merupakan prediktor Kejadian Luar Biasa,
vektor Dengue tepatnya di wilayah kampung jika BI≥50% maka daerah tersebut berpotensi
Kuprik, Kabupaten Merauke. Kedua jenis untuk mengalami KLB dan menjadi prioritas
tersebut adalah Ae. aegypti dan Ae. pengendalian (Ramadhani , 2013). Semakin
albopictus. Namun berdasarkan pemeriksaan tinggi angka HI, berarti semakin tinggi
laboratorium tidak ditemukan adanya kepadatan jentik dan nyamuk, semakin tinggi
nyamuk yang positif mengandung virus pula risiko masyarakat di daerah tersebut
Dengue dari kedua nyamuk yang ditangkap. untuk kontak dengan nyamuk dan untuk
Sedangkan di Kabupaten Sarmi, survei jentik terinfeksi virus (Sambuaga, 2011). Hasil

5
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 1, Juni 2017 : 1 - 9

data Riset Khusus Vektora berkaitan dengan Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Incrimination Vector melaporkan bahwa Chairil Anwar dkk (Anwar, Chairil; Rizki
ternyata di Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Amy Lavita; Handayani, 2014) menunjukkan
Papua sebanyak 9,09% nyamuk Aedes bahwa Sumatera Selatan termasuk wilayah
albopictus dari seluruh tangkapan positif yang terancam terkena dampak dari
terinfeksi virus dengue. Berdasarkan perubahan iklim terkait peningkatan suhu,
informasi tersebut wilayah Kabupaten Biak apabila tidak segera dilakukan upaya
Numfor, Provinsi Papua masih terjadi pencegahan, keadaan ini dapat memicu
penularan sehingga perlu dilakukan peningkatan kepadatan nyamuk Aedes sp.
pengendalian vektor (Badan Penelitian dan
Berdasarkan nilai indeks kepadatan
Pengembangan Kesehatan Kementerian
vektor di Provinsi Jawa Tengah,
Kesehatan RI, 2015). Berdasarkan nilai HI
dikategorikan sebagai daerah dengan
dan BI tersebut menunjukkan bahwa
kepadatan jentik yang tinggi. Hasil penelitian
kepadatan Aedes sp. di wilayah Riset Khusus
yang dilakukan oleh Pramestuti, Kepadatan
Vektora tahun 2015 cukup tinggi. Hal
larva Ae. aegypti di Provinsi Jawa Tengah
tersebut menggambarkan masyarakat belum
secara umum akan meningkat pada saat
berpartisipasi aktif dalam Pemberantasan
musim penghujan tiba sampai menjelang
Sarang Nyamuk (PSN). Angka Bebas Jentik
akhir musim penghujan. Kondisi tersebut
(ABJ) rata-rata semuanya berada dibawah
disebabkan keberadaan kontainer berisi air di
nilai yang ditetapkan program yaitu dibawah
luar rumah yang bertambah (Pramestuti.,
95% Angka bebas jentik semua di bawah
2014). Kondisi ini berbeda dengan kepadatan
95%, sehingga tidak memenuhi kriteria
vektor DBD di Provinsi Sulawesi Tengah,
program (Widiarti dan Lasmiati, 2015).
yang memiliki indikator kepadatan vektor
Rendahnya nilai ABJ memperlihatkan
paling baik dibandingkan dengan 3 provinsi
besarnya kemungkinan penyebaran DBD di
lainnya, walaupun indeks tersebut masih
lokasi survei mengingat radius penularan
belum sesuai dengan yang ditetapkan oleh
DBD adalah 100 meter dari tempat penderita
program pemerintah. Berbagai metode
(Muftika Lutfiana, Tri Winarni, Zulmiati,
pengendalian vektor DBD telah dilakukan di
2012).
Kabupaten Toli-toli, Kabupaten Parigi
Indikator kepadatan vektor DBD di Moutong dan Kabupaten Tojo Una-Una
provinsi Sumatera Selatan, Jawa Tengah dan antara lain dengan pemantauan jentik vektor,
Sulawesi Tengah relatif sama, sedangkan aplikasi larvasida dan fogging focus.
Provinsi Papua memiliki nilai yang cukup Pengendalian fogging yang dilakukan adalah
berbeda dibandingkan dengan provinsi 2 siklus dengan interval waktu 1 minggu.
lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi Siklus 1 untuk nyamuk yang terinfeksi virus
wilayah dan jumlah penduduk. Provinsi dan sedang terjadi penularan, siklus 2 untuk
Sumatera Selatan, Jawa Tengah dan Sulawesi mengatasi transovarial transmission
Tengah memiliki kondisi wilayah yang relatif (Widiarti dan Lasmiati, 2015).
sama yaitu perkotaan. Menurut Wilder-Smith
Salah satu faktor yang menyebabkan
(2008), salah satu faktor risiko penularan
ABJ di Provinsi Sulawesi Tengah belum
DBD adalah pertumbuhan penduduk
mencapai 95% dikarenakan di wilayah
perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk
tersebut masih mengalami kesulitan air pada
karena membaiknya sarana dan prasarana
musim kemarau, hasil penelitian Hayani pada
transportasi namun tidak diikuti dengan
2008 (Anastasia, 2009) memberikan
pengendalian populasi vektor yang kuat,
informasi bahwa di Provinsi Sulawesi
sehingga memungkinkan terjadinya
Tengah masih mengalami kesulitan air,
Kejadian Luar Biasa (KLB) (Wilder-Smith
sehingga penduduknya selalu menyediakan
A, 2008). Menurut Pham, Hau V (Pham,
tempat penampungan air dalam jumlah yang
2011), indeks jentik dan faktor iklim
cukup banyak baik di dalam rumah maupun
merupakan penentu utama DBD, sedangkan
di luar rumah yang tidak tertutup sehingga
menurut Barrera R., et. al, (Barrera R, 2011)
sangat memungkinkan nyamuk untuk
kepadatan nyamuk Ae. aegypti dipicu oleh
bertelur di tempat-tempat potensial tersebut.
cuaca dan aktivitas manusia yang secara
signifikan berkorelasi dengan kejadian DBD.
6
Kepadatan jentik vektor demam berdarah...(Revi RK, Wening W, Fahmay DA)

Angka Bebas Jentik (ABJ) di HI (78.7%), CI (23.4%) dan BI (236%)


Provinsi Papua tergolong sangat rendah, dengan DF bernilai 8 (kepadatan larva
karena kurangnya pengetahuan warga tentang tinggi). Keadaan ini akan memudahkan
tempat perkembangbiakan yang disukai penyebaran penyakit DBD karena nyamuk
nyamuk Aedes sp., serta kurangnya perhatian Aedes sp. mencari tempat yang sesuai untuk
dari sebagian masyarakat terhadap istirahat dan berkembangbiak dan jarak
pemeliharaan kebersihan tempat tempat-tempat tersebut tidak melampui jarak
penampungan air dan kebersihan lingkungan terbangnya yaitu mencapai 40-100 meter dari
sekitar. Faktor-faktor seperti curah hujan tempat perkembangbiakannya (Rohmah EA,
yang tinggi setiap tahun dan adanya Moehammadi N, 2014).
lingkungan biologi yang menyebabkan
nyamuk Aedes sp. lebih mudah berkembang
biak, menjadi penyebab kejadian luar biasa KESIMPULAN DAN SARAN
DBD di Papua, faktor perilaku dan partisipasi
Kesimpulan
masyarakat yang kurang maksimal dalam
kegiatan PSN (Pemberantasan Sarang Berdasarkan hasil penelitian ini,
Nyamuk), serta faktor pertambahan jumlah dapat disimpulkan bahwa: Kepadatan vektor
penduduk dan peningkatan mobilitas DBD (Aedes sp.) yang diukur menggunakan
penduduk yang diiringi oleh peningkatan indikator entomologi (HI, BI, CI dan ABJ)
sarana transportasi menyebabkan penyebaran diperoleh hasil kisaran HI dari 12 kabupaten
virus DBD semakin meluas (Mc. Michael, dan empat provinsi berkisar antara 26 sampai
2006). Salah satu kabupaten di Provinsi 83,5%. Indeks kepadatan entomologi BI
Papua, yaitu Kabupaten Sarmi dilaporkan berkisar antara 29 sampai 159%. Indeks
tidak melakukan pengendalian vektor DBD kepadatan entomologi CI berkisar antara 10,9
dikarenakan tidak adanya kasus DBD yang sampai 60,11%. Indeks kepadatan
terjadi. Tidak adanya program pengendalian entomologi ABJ berkisar antara 16,5 sampai
vektor DBD seharusnya tidak terjadi jika 74%. Semua kabupaten daerah penelitian
menginginkan situasi lingkungan yang bebas mempunyai HI ≥ 5% dan BI ≥20%, sehingga
dari DBD meskipun wilayah tersebut 12 kabupaten dari 4 Provinsi (Provinsi
dilaporkan tidak ada kasus DBD. Hal lain Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Sulawesi
yang menyebabkan terdapat kasus kematian Tengah dan Papua). Berdasarkan hal tersebut
akibat DBD di provinsi Papua adalah diatas menunjukkan bahwa kepadatan vektor
terjadinya fenomena transovarial DBD tinggi dan merupakan daerah prioritas
transmission. Fenomena ini dapat pengendalian terutama di daerah dengan
didefinisikan penularan virus Dengue dari vektor terinveksi virus. Angka bebas jentik
gigitan nyamuk Ae. aegypti yang semula (ABJ) 12 Kabupaten dari 4 Provinsi masih
menggigit orang yang terinfeksi virus dibawah standar nasional yang telah
Dengue dan menularkan melalui gigitan ke ditetapkan yaitu sebesar 95%.
orang yang tidak terinfeksi virus Dengue.
Tetapi ada juga kasus DBD yang muncul saat
tidak ada kasus DBD sebelumnya. Hal ini Saran
diduga karena adanya transmisi transovarial Berdasarkan informasi hasil
virus Dengue pada vektor DBD (Mosesa, penelitian ini disarankan untuk menurunkan
Lidiasani P., Sorisi, Angle, Pijoh, 2016). kepadatan vektor sesuai standar yang telah
Fenomena transovarial dapat menjadikan menjadi program pemerintah, terutama di
suatu daerah endemis DBD, karena virus daerah yang sedang terjadi penularan
tetap bersirkulasi di tubuh nyamuk (Widiarti (nyamuk terinfeksi virus). Kesadaran tentang
dan Lasmiati, 2015). Fenomena transovarial lingkungan sudah selayaknya dimiliki oleh
transmission dapat terjadi salah satunya warga karena mencegah dan menanggulangi
karena pengendalian fogging hanya kejadian DBD bukan hanya tugas
dilakukan 1 siklus yang ditujukan untuk Kementerian Kesehatan semata namun juga
nyamuk yang terinfeksi saja. Menurut Sari et peran serta masyarakat sangat perlukan.
al. (Sari P, Martini 2012) pada penelitiannya Program Pemberantasan Sarang Nyamuk
di SD Kota Semarang yang mempunyai nilai (PSN) adalah program pemerintah yang
7
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 16 No 1, Juni 2017 : 1 - 9

dirasa sangat efektif jika diaplikasikan untuk Departemen Kesehatan RI., 1998. Departemen
keluarga di Indonesia. Data dan informasi Kesehatan RI. Petunjuk Teknis
Pemberantasan Nyamuk Penular DBD.,
Riset Khusus Vektora dapat dijadikan dasar Jakarta.
pemerintah untuk menentukan kebijakan dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016.
penyempurnaan program eliminasi DBD di Demam Berdarah Biasanya Mulai Meningkat
Indonesia. Di Januari., Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014.
Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019,
UCAPAN TERIMAKASIH Mc. Michael, 2006. Population Health as The Bottom
Line of Sustainability. The European Journal
Ucapan terima kasih kami sampaikan of Public Health, 16(6), pp.579–81.
kepada Kepala Badan Penelitian dan Minhas S, S.H., 2013. Entomological survey for
Pengembangan Kesehatan yang telah dengue vector in an institutional campus to
memberikan dukungan penuh kegiatan Riset determine whether potential of dengue
outbreak exist. International Journal of
Khusus Vektor dan Reservoir Penyakit Medical and Applied Science., 2(4), pp.164–
beserta Kepala Balai Besar Penelitian dan 71.
Pengembangan Vektor dan Reservoir Misriyah, 2016. Kebijakan Nasional Pengendalian
Penyakit Salatiga dan Ketua Panitia Pembina Vektor. In Pemantapan Pengendalian Vektor
Terpadu di Kabupaten/Kota. Subdit Vektor
Ilmiah B2P2VRP (Dra. Widiarti, M.Kes) dan Binatang Pembawa Penyakit, Direktorat
yang telah membina dalam penulisan artikel, Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular
memberi masukan dan saran demi Vektor dan Zoonosis.
terselesaikannya artikel ini. Mosesa, Lidiasani P., Sorisi, Angle, Pijoh, V.D., 2016.
Deteksi transmisi transovarial virus dengue
pada Aedes aegypti dengan teknik
imunositokimia di Kota Manado. Jurnal e-
DAFTAR PUSTAKA Biomedik, 4(1), pp.116–21.
Anastasia, H., 2009. Situasi Demam Berdarah Dengue Muftika Lutfiana, Tri Winarni, Zulmiati, L.N., 2012.
di Kota Palu, Sulawesi Tengah Tahun 2001- Survei Jentik Sebagai Deteksi Dini
2008. Jurnal Vektor Penyakit, III(1), pp.7– Penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD)
13. Berbasis Masyarakat Dan Berkelanjutan.
Anwar, Chairil; Rizki Amy Lavita; Handayani, D., Jurnal Ilmiah Mahasiswa,, 2(1), pp.56–63.
2014. Identifikasi dan Distribusi Nyamuk Pham, H. V., 2011. Ecological Factors Associated with
Aedes Sp. Sebagai Vektor Penyakit Demam Dengue Fever In a Central Highland
Berdarah Dengue di Beberapa Daerah di Province, Vietnam.
Sumatera Selatan. Majalah Kedokteran Pramestuti., S.S. dan N., 2014. Surveilans Aedes
Sriwijaya, 46(2), pp.111–7. aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dengue. Kesmas,. Jurnal Kesehatan
Kesehatan RI, 2013. Buku 1 Pokok-Pokok Masyarakat Nasional., 8(8), pp.423–429.
Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013., Pratiknyo, H., 2014. Teknik Monitoring Nyamuk.
Salatiga, Balai Besar Penelitian dan Fakultas Biologi. U. J. Soedirman, ed.,
Pengembangan Vektor dan Reservoir Purwokerto.
Penyakit: Badan Litbang Kesehatan- Ramadhani, M.M. dan H.A., 2013. Kepadatan dan
Kementerian Kesehatan RI. Penyebaran Aedes aegypti Setelah
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban,
Kementerian Kesehatan RI, 2015. Laporan Jakarta Pusat. Jurnal Kedokteran Indonesia.
Riset Khusus Vektora 2015 (Provinsi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.,
Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Sulawesi J1(1), pp.10–14.
Tengah dan Papua), Salatiga, Balai Besar Rohmah EA, Moehammadi N, S., 2014. Fluktuasi
Penelitian dan Pengembangan Vektor dan populasi larva aedes aegypti pada berbagai
Reservoir Penyakit: Badan Penelitian dan jenis tempat perkembangbiakan di rumah
Pengembangan Kesehatan,Kementerian penderita DBD. 2014. Jurnal Ilmiah Biologi,
Kesehatan RI. 2(1), pp.40–9.
Barrera R, et al, 2011. Population Dynamics of Aedes Sambuaga, J., 2011. Status entomologi vektor demam
aegypti and Dengue as Influenced by berdarah dengue di Kelurahan Perkamil
Weather and Human Behaviour in San Juan, Kecamatan Tikala Kota Manado Tahun 2011.
Puerto Rico. JKL, 1(1), pp.54–61.
Barreto, m.l, Teixeira, m. G, and Carmo, e., 2006. Sari P, Martini, G.P., 2012. Hubungan kepadatan larva
Infectious Diseases Epidemiology. Journal of Aedes spp. dan praktik PSN dengan kejadian
epidemiology community health., 60(3), DBD di sekolah tingkat dasar di Kota
pp.192–195. Semarang. JKM, 1, pp.413–422.
Departemen Kesehatan RI, 2008. Tata Laksana Demam Soeharsono, 2005. Zoonosis, Penyakit Menular dari
Berdarah Dengue., Jakarta. Hewan ke Manusia. Volume 2. KanisiuS, ed.,
Yogyakarta.
8
Kepadatan jentik vektor demam berdarah...(Revi RK, Wening W, Fahmay DA)

Sukohar, A., 2014. Demam Berdarah Dengue (DBD). Widiarti dan Lasmiati, 2015. Beberapa Aspek
Medula Unila, 2(2), pp.1–15. Entomologi Pendukung Meningkatnya Kasus
Suroso, T., 2004. Situasi Epidemiologi dan Program Demam Berdarah Dengue Di Daerah
Pemberantasan DBD di Indonesia. Makalah Endemis Di Jawa Tengah. Jurnal Ekologi
Seminar Kedokteran Tropis Kajian KLB Kesehatan., 14(4), pp.309–17.
Demam Berdarah Dengue dari Biologi Widiarti, Heriyanto B, B.D., 2011. Peta resistensi
Molekuler Sampai Pemberantasannya., D.I. vektor demam berdarah dengue Aedes
Yogyakarta: Pusat Kedokteran Tropis. aegypti terhadap insektisida kelompok
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah (organofosfat, karbamat, dan pyrethroid) di
Mada. Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
WHO, 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention Yogyakarta. 6. Direktorat Je. Buletin
and Control of Dengue and Dengue Penelitian Kesehatan., 39(4), pp.176–89.
Haemorrhagic Fever. Revised and expanded Wilder-Smith A, G.D., 2008. Geographic Expansion of
edition, Dengue: the Impact of International Travel.
Med Clin NAm., 92, pp.1377–90.

You might also like