You are on page 1of 1024
PENATALAKSANAAN DI BIDANG ILMU PENYAKIT DALAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Editor Prof. Dr: dr: Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC, FACP dr: Simon Salim, SpPD, FINASIM, MKes, AIFO dr. Rudy Hidayat, SpPD, K-R, FINASIM dr: Juferdy Kurniawan, SpPD dr. Dicky L. Tahapary, SpPD Tim Editor Pelaksana 1. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP 2. Dr. dr. Rino Alvani Gani, SpPD, K-GEH, FINASIM 3. Dr. dr Iris Rengganis, SpPD, K-Al, FINASIM 4, Dr. dr: Lugyanti Sukrisman, SpPD, K-HOM, FINASIM 5. dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM 6. dr: Ceva W. Pitoyo, SpPD, K-P, FINASIM, KIC 7. dr. Edy Rizal Wahyudi, SpPD, K-Ger, FINSIM 8. dr. Rudy Hidayat, SpPD, K-R, FINASIM 9, dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD, K-PTI, FINASIM 10.dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD, K-EMD, FINASIM 11.dr, Rudi Putranto, SpPD, K-Psi, FINASIM 12.dr. Pringgodigdo Nugroho, SpPD, FINASIM MUNN 786028 © 907675 17.5 cm x25 cm xiv+ 986 Halaman Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun tanpa seizin penulis dan penerbit Diterbitkan pertama kali oleh InternaPublishing Pusat Penerbitan Iimu Penyakit Dalam Telp. : 021-31903775 Faks. : 021-31903776 Email : pipfkui@yahoo.com Cetakan Pertama, September 2015 Cetakan Kedua, April 2016 Cetakan ketiga, Oktober 2016 Cetakan Keempat, Februari 2019 Disclaimer Seluruh naskah yang terdapat dalam buku Panduan Praktik Klinis (PPK) yang diterbitkan oleh Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB.PAPDI) hanya sebagai rujukan/referensi, guna membantu penyusunan panduan pelayanan klinis yang baik dan benar, disesuaikan dengan kondisi rumah sakit masing-masing. KATA PENGANTA Assalamu’alaikum Wr. Wb. buku Panduan Praktik Klinis (PPK) PAPDI. Dengan terbitnya buku PPK PAPDI ini, diharapkan akan semakin jelas rujukan/ panduan segala sesuatu yang berhubungan dengan prosedur standar operasional dalam pelayanan dan perawatan kepada pasien. Buku PPK PAPDI ini terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu penatalaksanaan dan prosedur. Seiring dengan arus kemajuan dan perkembangan pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam serta dalam rangka meningkatkan profesionalisme Dokter Spesialis Penyakit Dalam, diharapkan buku ini menjadi acuan/ panduan dalam menjalankan tugas profesi seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam di rumah sakit pemerintah dan swasta serta fasilitas pelayanan kesehatan lain di seluruh Indonesia, disesuaikan dengan sarana yang tersedia. Untuk mencapai keberhasilan pelayanan dan perawatan kepada pasien yang berkualitas dan bertanggung jawab, disamping mengacu pada buku PPK PAPDI yang sudah dirancang dengan sebaik-baiknya sebagai panduan kerja yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan, juga harus didukung sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dalam pengetahuan dan bertanggungjawab secara moral dalam sikap dan perilaku serta sarana prasarana yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu Dokter Spesialis Penyakit dalam harus selalu berupaya memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan terutama dalam hubungannya dengan pasien baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada Tim Penyusun buku PPK PAPDI yang telah membantu terbitnya buku ini serta kepada para Ketua Perhimpunan Seminat dalam Lingkup Ilmu Penyakit Dalam yang telah berpartisipasi dalam penyusunan buku ini. ‘Semoga buku ini dapat membantu dalam melaksanakan tugas sehari-hari Dokter Spesialis Penyakit Dalam di rumah sakit sebagai bentuk pelayanan dan pengabdian P uji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas keberhasilan penyusunan masyarakat, dan semoga Allah SWT memberikan bimbingan dan meridhoi segala aktivitas para Dokter Spesialis Penyakit Dalam seluruh Indonesia, Amin. Jakarta, September 2015 Ketua Umum PB PAPDI Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC; FAPSIC, FACP KONTRIBUTOR Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (PERALMUNI) Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI) Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia (PGI) Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) Perhimpunan Hematologi Dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) Dan Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Iimu Penyakitdalam Indonesia (PERHOMPEDIN) Tkatan Keseminatan Kardioserebrovaskular Indonesia (IKKI) Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) Perhimpunan Kedokteran Psikosomatik Indonesia (PKP!) Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI) Perhimpunan Reumatologi Indonesia (IRA) Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik Dan Infeksi Indonesia (PETRI) DAFTAR ISI ALERGI IMUNOLOGI Alergi Oba... Asma Bronkial.. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) Vaksinasi Pada Orang Dewasa HIV/AIDS Tanpa Komplikas' METABOLIK ENDOKRIN Diabetes Melitus... Diabetes Melitus Gestasional Dislipidemia.... Hipoglikemia Hipogonadisme Hipoparatiroidisme, Hipotiroidisme Hiperparatiroidisme Karsinoma Tiroid Kelainan Adrenal Kista Tiroid.... Krisis Hiperglikemi: Krisis Tiroid Perioperatif Diabetes Melitus Kaki Diabetik... Sindrom Ovarium Polikistik (PCOS). Struma Difusa Non Toksik. Struma Nodosa Non Toksik (SNNT). Struma Nodosa Toksik. ‘Tiroiditis... Tirotoksikosis . 156 162 Tumor Hipofisis Obesitas GASTROENTEROLOGI 167 172 176 182 186 189 196 201 Diare Kronik Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). Hematemesis Melena.. Hematokezi Meus Paralitik. Konstipasi Pankreatitis Akut. Penyakit Tukak Peptik. ‘Tumor Gaster 208 ‘Tumor Kolorektal.. 211 HEPATOLOGI Abses Hati, ww 217 223 227 232 236 240 242 244 250 253 256 259 261 266 272 277 Batu Sistem Bilier.. Hepatitis Imbas Obat... Hepatitis Virus Akut. Hepatitis B Kronik. Hepatitis C Kronik. Hepatitis D Kronik Hepatoma. Ikterus. Kolangi Kolesistitis Kolesistitis Kronik Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik. Sirosis Hati.. Tumor Pankreas. Tumor Sistem Bilier .. GERIATRI Dehidrasi Gangguan Kognitif Ringan dan Demensia... Imobilisasi Inkontinensia Urin Instabilitas dan Jatuh. ‘Tatalaksana Nutrisi Pada “Frailty” Usia Lanjut.. Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri (Comprehensive Geriatric Assessment). Sindrom Delirium Akut GINJAL HIPERTENSI Batu Saluran Kemih.. Gangguan Asam Bas Alkalosis Metabolik.. Alkalosis Respirator! Gangguan Ginjal Akut. Gangguan Kalium.. Gangguan Kalsium Gangguan Natrium. Hiponatremia. Hipertensi Hipertrofi Prostat Benigna Infeksi Saluran Kemih ISK pada Wanita Ha ISK yang Disebabkan oleh Jamur.. Krisis Hipertensi Penyakit Glomerula Penyakit Ginjal Kronik.. Penyakit Ginjal Polikistik.. Sindrom Nefrot HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK Anemia Aplastik. Anemia Defisiensi Bes Anemia Hemolitik.. Anemia Penyakit Kronik. Dasar-Dasar Kemoterap! Diatesis Hemoragik Hemoglobinopati Trombositopenia Imun Koagulasi Intravaskular Diseminata Leukemia. Limfoma .. Polisitemia Vera. Sindrom Antifosfolipid Sindrom Lisis Tumor... ‘Terapi Suportif pada Pasien Kanker. Trombosis Vena Dalam Trombositosis Esensial. KARDIOLOGI Angina Pektoris Stabil Angina Pektoris Tidak Stabil/Non St Elevation Myocardial Infarction (APTS/NSTEMI), ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI). Penyakit Jantung Koroner. Bradiartima. Takiaritmia Cardiac Arrest. Ekstrasistol Ventrikular. Gagal Jantung Endokarditis Infekti Penyakit Katup Jantung, Peripartum Cardiomyopathy. Perikarditis. Penyakit Jantung Kongenital Hipertensi Pulmonal Penyakit Arteri Perifer. Kelainan Sistem Vena dan Limfatik. PSIKOSOMATIK Ansietas.. Depresi Dispepsia Fungsional.. Nyeri Psikogenik. Penyakit Jantung Fungsional (Neurosis Kardiak) Sindrom Kolon Iritabel .. Sindrom Lelah Kronik, Sindrom Hiperventilasi.. Pengelolaan Paliatif pada Penyakit Kroni PULMONOLOGI Acute Respiratory Distress Syndrome. Bronkiektasis.. Emboli Paru.. Massa Mediastinum. Penyakit Paru Kerja Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Pleura Pneumonia Atipik, Pneumonia Didapat di Rumah Sakit Pneumonia Didapat di Masyarakat... Sindrom Vena Kava Superior. Kelainan Napas Saat Tidur (Sleep-Disordered Breathing/Sleep Apneq).. Tuberkulosis Paru.. Tumor Paru.. REUMATOLOGI Artritis Reumatoid Artritis Gout dan Hiperurisemia. Artritis Septik.. Fibromialgia. Lupus Eritematosus Sistemik.. Nyeri Pinggang.. Reumatik Ekstraartikular. Skleroderm: Spondiloartropati. TROPIK INFEKSI Chikungunya... Demam Berdarah Dengue. Demam Neutropenia Demam Tifoid Diare Infeks: Diare Terkait Antibiotik (Infeksi Clostridium Dij Fever Of Unknown Origin Filariasis. Leptospiros Human Immunodeficiency Virus (HIV) /Acquired Immunodeficiency Syndrome (alps) Infeksi Jamur. Infeksi Oportunistik pada AIDS Infeksi pada Kehamilan Intoksikasi Organofosfat Intoksikasi Opia Keracunan Makanan Malaria. Penatalaksanaan Gigitan Ular Penggunaan Antibiotika Rasional. Rabies.. Sepsis dan Renjatan Septik PENATALAKSANAAN DI BIDANG ILMU PENYAKIT DALAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS ALERGI IMUNOLOGI Aletgi ObGt..cassesenees . Baeversscregcevt Asma Bronkial. re _ : ea Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) 12 Renjatan Anaffilaksis... aS nee IGT Cletetiseeen sees senses MPR ss slseoteesrert 2? Vaksinasi Pada Orang Dewasa. Pe 33 HIV/AIDS Tanpa KOomplikGsi......... preeenssenssezeses wee 4 suse MADOHAY a | = Le Ea ALERGI OBAT PENGERTIAN Alergi obat merupakan reaksi simpang obat yang tidak diinginkan akibat adanya interaksi antara agen farmakologi dan sistem imun manusia. Terdapat empat jenis reaksi imunologi menurut Gell dan Coombs, yaitu hipersensitivitas tipe 1 (reaksi dengan Igk), tipe 2 (reaksi sitotoksik), tipe 3 (reaksi kompleks imun) dan tipe 4 (reaksi imun selular)." Manifestasi alergi obat tersering adalah di kulit, yang terbanyak yaitu berupa ruam makulopapular. Selain di kulit, alergi obat dapat bermanifestasi pada organ lain, seperti hati, paru, ginjal, dan darah. Reaksi alergi obat dapat terjadi cepat atau lambat, dapat terjadi setelah 30 menit pemberian obat hingga beberapa minggu.* PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Riwayat obat-obatan yang sedang dipakai pasien, riwayat obat-obatan masa lampau, lama pemakaian dan reaksi yang pernah timbul, lama waktu yang diperlukan mulai dari pemakaian obat hingga timbulnya gejala, gejala hilang setelah pemakaian obat dihentikan dan timbul kembali bila diberikan kembali, riwayat pemakaian antibiotik topikal jangka lama, keluhan yang dialami pasien dapat timbul segera ataupun beberapa hari setelah pemakaian obat (pasien dapat mengeluh pingsan, sesak, batuk, pruritus, demam, nyeri sendi, mual)'** Pemeriksaan Fisik Pasien tampak sesak, hipotensi, limfadenopati, ronki, mengi, urtikaria, angioedema, eritema, makulopapular, eritema multiforme, bengkak dan kemerahan pada sendi"*> Pemeriksaan Penunjang:'** * Pemeriksaan hematologi: darah lengkap, fungsi ginjal, fungsi hati + Urinalisis lengkap + Foto toraks + Pemeriksaan RAST (Radio Allergo Sorbent test) + Pemeriksaan Coombs indirek + Pemeriksaan fiksasi komplemen, reaksi aglutinasi © Uji tusuk kulit (skin prick test) * Uji kulit intradermal + Ujitempel(patch test) DIAGNOSIS BANDING* * Sindrom karsinoid « Penyakit graft-versus-host + Gigitan serangga » Penyakit Kawasaki * Mastositosis + Psoriasis * Asma + Infeksi virus + Alergi makanan * Infeksi Streptococcus + Keracunan makanan © Alergi lateks + Infeksi TATALAKSANA Non Farmakologis' ‘Tindakan pertama adalah menghentikan pemakaian obat yang dicurigai. Farmakologis + Terapi tergantung dari manifestasi dan mekanisme terjadinya alergi obat. Pengobatan simtomatik tergantung atas berat ringannya reaksi alergi obat. Gejala ringan biasanya hilang sendiri setelah obat dihentikan.' Pada kasus yang berat, kortikosteroid sistemik dapat mempercepat penyembuhan* * Pada kelainan kulit yang berat seperti pada SS), pasien harus menjalani perawatan. Pasien memerlukan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat. Perawatan kulit juga memerlukan waktu yang cukup lama, mulai dari hitungan hari hingga minggu. Hal lain yang harus diperhatikan adalah terjadinya infeksi sekunder yang membuat pasien perlu diberikan antibiotika.* + Tata laksana anafilaksis dapat dibaca pada bagian anafilaksis. * Pada kasus urtikaria dan angioedema pemberian antihistamin saja biasanya sudah memadai, tetapi untuk kelainan yang lebih berat seperti vaskulitis, penyakit serum, kelainan darah, hepatitis, atau nefritis interstisial biasanya memerlukan Alergi Obat Gy Berikut ini adalah algoritma penatalaksanaan alergi obat:* + Anamness: gejala, dotfar obal yang seciang digunakan, temporal sequence * Pemerilsciamn fai + Femelikiciin (aboratorium Ya ‘Merujuk pada Tidak eaks| obat a Kecurigaan terhadop hipersensttivitas Carietiolog!toin tethadap obal/ reaksi ie Evaluasi dan terapi ess) io etlologi tersebut ‘Mokeniéme rion imun: Nekeetraimproinic —_etaomping are ++ Diperantaral ae + Toksisitos obat * Sitotoksiie + Intaroke antarebat + Kormpleks imun + Overdoss obat ‘Redtipeionbal | Paul TMtentmeimotan —— ioaron cise wanderer Evaluas! dengan Ss Mocmesteces; + Aiud cba Se + Atos afek samping «(ata pemeren ppdtentesnencunng ini diagnosis alergi obat karena reaks! imunologi? va_| na Diagnosis ‘Apakah fes memifki Soasse: ch emakncon non itegakkan Tidak Ya | 4 Boiten obat Mepcierae dengan core + Desensiisadi atau vii bertahop sebelum obal cibenikcin + Reaksl onaifiaksis eliberikan feropi emergens! + Hindari pemokalan obat Petnberion profiaisis sebelum pemakalon obat Waspada pada penggunacn bat dimasa mendaiang Erika posien Gambar 1. Algorttma Penatalaksanaan Alerg! Obat* kortikosteroid sistemik dosis tinggi (60-100 mg prednison atau setaranya) sampai gejala terkendali. Kortikosteroid tersebut selanjutnya diturunkan dosisnya secara dertahap selama satu sampai dua minggu.* KOMPLIKASI Anafilaksis, anemia imbas obat, serum sickness, kematian*** PROGNOSIS Alergi obat akan membaik dengan penghentian obat penyebab dan tatalaksana yang tepat. Apabila penghentian pemberian obat yang menjadi penyebab alergi segera dilakukan, maka prognosis akan semakin baik.*5 UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Alergi-Imunologi - Departemen Penyakit Dalam +RSnon pendidikan — ; Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Penyakit Dalam, Bagian Kulit dan Kelamin + RSnon pendidikan : Departemen Kulit dan Kelamin REFERENSI 1. Djauzi 8, Sundaru H, Mahdi D, Sukmana N. Aletgi obat. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi 8, Abi |, Smadibrata M, Setiatl S, ed. Buku Gjar imu penyokit dalam. 5 ed. Jakarta: Pusat Informasi dan Fenerbitan Bagian limu Penyakit Dalam FKUI, 2009 p. 387-91 2, Barctawidjaja KG, Rengganis |, Alergi Dasar edisi ke-1. Jakarta: Pusat Penerbitan imu Penyakit Dalam, 2009. h, 457-96. 3. Shinkai k, Stern R, Wintroub B. Cutaneous drug reactions, In: Fauci A, Kasper, Longo D, Braunwald E, Hauser S, Jameson J, Loscaizo J, editors. Harrison's principles of int mal medicine. 18” ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies, 2012 p. 432-9, 4. Ried! M, Casillas A, Adverse drug reactions: types and treatment options, Am Fam Physician 2003: 68(9):1781 ~91 Warrington R,Siviu-Dan F. Drug allergy. Allergy, Asthma & Clinical Immunology 2011; 7(Suppl 1):510 Greenberger PA. Drug allergy. J Allergy Clin Immunol 2006; 117(2 Supp):$464-70 ASMA BRONKIAL PENGERTIAN ‘Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemen selular. Inflamasi kronik ini terkait dengan hiperreaktivitas saluran napas, pembatasan aliran udara, gejala respiratorik dan perjalanan penyakit yang kronis. Episode ini biasanya terkait dengan obstruksi aliran udara dalam para yang reversibel baik secara spontan ataupun dengan pengobatan.!* ‘Asma disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh adalah riwayat keluarga dan atopi. Obesitas juga terkait dengan peningkatan prevalensi asma. Beberapa pemicu serangan asma antara lain alergen, infeksi virus pada saluran napas atas, olahraga dan hiperventilasi, udara dingin, polusi udara (asap rokok, gas iritan), obat-obatan seperti penyekat beta dan aspirin, serta stres? Pada asma, terdapat inflamasi mukosa saluran napas dari trakea sampai bronkiolus terminal, namun predominan pada bronkus. Sel-sel inflamasi yang terlibat pada asma antara lain sel mast, eosinofil, limfosit T, sel dendritik, makrofag, dan netrofil. Sel-sel struktural saluran napas yang terlibat antara lain sel epitel, sel otot polos, sel endotel, fibreblas dan miofibroblas, serta sel saraf. Penyempitan saluran nafas terutama terjadi akibat kontraksi otot polos saluran napas, edema saluran napas, penebalan saluran napas akibat remodeling, serta hipersekresi mukus.? PENDEKATAN DIAGNOSIS Asma dapat didiagnosis dari gejala yang dialami dan riwayat penyakit pasien. Anamnesis'* Episode berulang sesak napas, mengi, batuk, dan rasa berat di dada, terutama saat malam dan dini hari, Riwayat munculnya gejala setelah terpapar alergen atau terkena udara dingin atau setelah olahraga. Gejala membaik dengan obat asma. Riwayatasma pada keluarga dan penyakit atopi dapat membantu diagnosis. Alergi Imunologi Temuan fisis paling sering adalah mengi pada auskultasi. Pada eksaserbasi berat, mengi dapat tidak ditemukan namun pasien mengalami tanda lain seperti sianosis, mengantuk, kesulitan berbicara, takikardi, dada hiperinflasi, penggunaan otot pernapasan tambahan, dan retraksi interkostal. Pemeriksaan Penunjang"* Spirometri (terutama pengukuran VEP1 [volume ekspirasi paksa dalam 1 detik] dan KVP [kapasitas vital paksa]) serta pengukuran APE (arus puncak ekspirasi) adalah pemeriksaan yang penting, + Spirometri: peningkatan VEP1 212% dan 200cc setelah pemberian bronkodilator menandakan reversibilitas penyempitan jalan napas yang sesuai dengan asma. Sebagian besar pasien asma tidak menunjukkan reversibilitas pada tiap pemeriksaan sehingga dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan ulang. * Pengukuran APE Idealnya dibandingkan dengan nilai terbaik APE pasien sendiri sebelumnya, dengan menggunakan alat peak flow meter sendiri. Peningkatan 60 L/menit (atau 220% dari APE prebronkodilator) setelah pemberian inhalasi bronkodilator atau variasi diurnal APE lebih dari 20% (lebih dari 10% dengan pemeriksaan dua kali sehari) mendukung diagnosis asma. Pemeriksaan IgE serum total dan IgE spesifik terhadap alergen hirup (radioallergosorbent test (RAST)] dapat dilakukan pada beberapa pasien. Foto toraks dan uji tusuk kulit (skin prick test/SPT) dapat membantu walaupun tidak menegakkan diagnosis asma. Selain itu, dapat pula dilakukan uji bronkodilator atas indikasi, tes provokasi bronkus atas indikasi, dan analisis gas darah atas indikasi. KLASIFIKAS] ASMA BERDASARKAN TINGKAT KONTROL Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat kontrol asma* Terkontrol Terkontrol sebagian Belum Keralderstk (semva yang di bawah in!) (ads keadaan i bawah Int) terkontrol Gelala harian Tidak ada (s 2x/ mingau) >2x/ minggu Pembatasan aktivitas Tidak ada Adal Gejala malam/ Tidak ada Ada terbangun saat Tiga atau lebih matam harl dari keadaan- keadaan pada Penggunaan obat Tidak ada (< 2x/ minggu} > 2x/ minggu ametertcnac penghilang sesak seppgla Fungs! paru (APE atau Normal < 80% prediks! otau nila EP) terbaik pribadi (ik diketahui) DIAGNOSIS BANDING Sindrom hiperventilasi dan serangan panik, obstruksi saluran napas atas dan terhirupnya benda asing, disfungsi pita suara, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), penyakit paru parenkim difus, gagal jantung, TATALAKSANA Nonfarmakologis* Menghindari paparan terhadap alergen dan penggunaan obat yang menjadi pemicu asma, penurunan berat badan pada pasien yang obese. Farmakologis ‘Tahap-tahap tatalaksana untuk mencapai kontrol?: 1. Obat penghilang sesak sesuai kebutuhan Menggunakan agonis-B2 inhalasi kerja cepat. Alternatifnya adalah antikolinergik inhalasi, agonis-B2 oral kerja singkat dan teofilin kerja singkat. 2. Obat penghilang sesak ditambah satu obat pengendali Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali kortikosteroid inhalasi dosis rendah (budesonid 200-400 pig atau ekivalennya). Alternatif obat pengendali adalah leukotriene modifier teofilin lepas-lambat, kromolin. 3. Obat penghilang sesak ditambah satu atau dua obat pengendali Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan agonis-f2 inhalasi kerja- panjang (LABA). Alternatif pengendali adalah kortikosteroid inhalasi dosis sedang (budesonide 400-800 pg atau ekivalennya) atau kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan leukotriene modifier atau kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis rendah dengan teofilin lepas-lambat. 4. Obat penghilang sesak ditambah dua atau lebih obat pengendali Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis sedang/tinggi (budesonide 800-1600 pg atau ekivalennya) dengan LABA. Alternatif pengendali adalah kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis sedang/tinggi dengan leukotriene modifier atau kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis sedang/tinggi dengan teofilin lepas-lambat. 5. Obat penghilang sesak ditambah pilihan pengendali tambahan Menggunakan obat penghilang sesak ditambah obat pengendali tahap 4 ditambah kortikosteroid oral. Alternatifnya adalah ditambah terapi anti-IgE Tatalaksang| perlahankan dan lakukan penurunan tahap secara Perlahan sampai ditemukan tahap paling rendah yang masih dapat mengonirol Tingkat kontrol Terkontrol Terkontrol ssbagion ertimbangkan peningkatan tahap sompai terkontrol Belum terkontrol peningkatan tahop sampaiasma terkontrol WoNoYeuRip. coy Exsaserbasi Tata laksana sebagai eksaserbasi PEI — TAHAP PENGOBATAN Tahap 1 Tahap 2 Tahop 3 Tohap 4 Tahop's) Edukasi asma, Bengandafian lingkungan {kat peningkatan tahop dipertimbangkan untuk mengendatikan asma yang tidak terkonirol, pertamo- tama periksa cara pemakcian inhaler, periksa adherens, don konimasi apokah gejaia benar disebabkan ‘agonis-B2 kerja cepal sesuci kebutuhan Pilihan obat Pilh sotu pengendall* kortkosteroid inhalas! dosis: rendch leukotriene modiier** Keterangan ‘oleh asma} ‘agonis-62 kerja cepat sesuai kebutuhan Pith satu kortikosteroid inhalas! dosis endah ditamboh ‘agonis-B2 inhalasi kerjo-panjang korlikostoroid inhalas! dosis sedang atay tinggi kortikosteroid inhalas! dosis rendah citambah leukotriene modiier kortikosteroid inhalasi dosis rendch ditambah teoiln lepas- lambat Selain terapi pada tahap 3, plih saty atau lebih dart terapi berikut kortkosteroid eee sedang/ tinggi itambah ‘agonis-B2 inhalas! kerja-panjang leukotriene modiier teollin lpas- lombat Selain terapi pada tahap 4, tambahkan salah satu dari terapi berikut kortikosteroid oral (dosis terenciah) terapi antHigé “Kotak yang diarsr merupakan terapi yang drekomendasikan bercaserkan data rerata kelompok. Horus dipertimbangkan kebuiuhan dan konds pase “antagonis resepior atau irhitr sinteis Gambar 1, Pendekatan fatalaksana asma berdasarkan tingkat kontro Asma Bronkial Gy Bila terjadi eksaserbasi akut maka tahap penatalaksanaannya sebagai berikut:* 1. Oksigen (target saturasi oksigen 95%) 2. Menggunakan agonis-B2 inhalasi kerja cepat dengan dosis adekuat (pemberian tiap 20 menit selama satu jam pertama, selanjutnya setiap jam) 3. Dapat juga menggunakan kombinasi ipratropium bromida dengan agonis-B2 inhalasi kerja cepat. 4, Kortikosteroid oral dengan dosis 0,5-1 mg prednisolon/kg atau ekivalen dalam periode 24 jam. 5. Metilsantin tidak dianjurkan, Namun teofilin dapat digunakan jika agonis-B2 inhalasi tidak tersedia, 6. Dapat menggunakan 2 g magnesium sulfat IV pada pasien dengan eksaserbasi berat yang tidak respons dengan bronkodilator dan kortikosteroid sistemik 7. Antibiotika bila ada infeksi sekunder Pasien diobservasi 1-2 jam kemudian. jika respons baik dan tetap baik 60 menitsesudah pemberian agonis-f2 terakhir, tidak ada distres pernapasan, APE>70%, saturasi oksigen >90%, pasien dapat dipulangkan dengan pengobatan (3-5 hari): inhalasi agonis-62 diteruskan, steroid oral dipertimbangkan, penyuluhan dan pengobatan lanjutan, antibiotika diberikan bila ada indikasi, perjanjian kontrol berobat. 9. Bila setelah observasi 1-2 jam respons kurang baik atau pasien termasuk golongan risiko tinggi, gejala dan tanda tetap ada, APE <60% dan tidak ada perbaikan saturasi oksigen, pasien harus dirawat. 10. Bila setelah observasi 1-2 jam tidak ada perbaikan atau pasien termasuk golongan risiko tinggi, gejala bertambah berat, APE <30%, PCO2 >45 mmHg, P02 <60 mmHg, pasien harus dirawat di unit perawatan intensif. ‘abel 4, Derajat keparahan eksaserbasi asma* Respiratory arrest Ringan Sedang Berat eee Sesak napas Berjalan Berbicara Saat istirarat Dopat Lebih memilh Badan condong berbaring duduk ke depan Berbicara dalam. Kalimat Frase Kata Kesadaran Dapat agitas)Biasanyaagitas’ Biasanya agitas|_ Mengantuk atou bingung Frekvensi napas Meningkat Meningkat —Sering > 30 meni Ototaksesorls dan —Biasanyatidak —_Blasanya ya Biosanya ya Gerakan retraksi suprastemnal forakoabdominal paradoksikal Mengt Sedang Keras Biasanya keras Tidak ada Panduan Praktik Klinis Alergi IMUnologi Patimpunen Dotter Spss anys Dolan anes Respiratory arrest Ringan Sedang Berat iamieest Frekvens! nadi per < 100 100-120 > 120 Bradikaral menit Pulsus paradoksus Tidak ada Dapat ada Sering ada Tidak ada <10 mmHg 10-25 mmHg > 25 mmHg menuniukkon adanya kelelahan otot perapasan APE setelah > 80% 60-80% <60% bronkodllator inisial % prediksl atau % nilal terbalk pribadi Pao, Normal > 60 mmHg <60mmHg Kemungkinan dan atau sianosis Paco, < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg Kemungkinan gagal napas a0, > 95% 91-95% <90% KOMPLIKASI Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung. Pada keadaan eksaserbasi akut dapat terjadi gagal napas dan pneumotoraks. PROGNOSIS Keadaan yang berkaitan dengan prognosis yang kurang baik antara lain asma tidak terkontrol secara klinis, eksaserbasi sering terjadi dalam satu tahun terakhir, menjalani perawatan kritis karena asma, VEP1 yang rendah, paparan terhadap asap rokok, pengobatan dosis tinggi? UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Alergi-Imunologi, Divisi Pulmonologi - Departemen Penyakit Dalam + RSnonpendidikan ; Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan :ICU/Medical High Care + RSnon pendidikan : ICU 10 REFERENS! L Sundaru H, Sukamto. Asma bronkial. Dalam: Sudoyo AW, SetlyohadiB, Alwil, Simadibrata M, Setiati Ss, penyunting, Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta: IntemaPubiishing, 2099. H. 404-14 Bames PJ. Asthma. Dalam: Longo DL. Kasper DL. Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, penyunting. Harrison's principle of internal medicine. Edis! XVII. McGraw-Hill Companies, 2012. bh. 2102-15 Global initiative for asthma, Global strategy for asthma management and prevention. 2011 ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME (AIDS) PENGERTIAN AIDS adalah infeksi yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus yang menyebabkan suatu spektrum penyakit yang menyerang sel-sel kekebalan tubuh yang meliputi infeksi primer, dengan atau tanpa sindrom akut, stadium asimtomatik, hingga stadium lanjut).1 Stadium AIDS menurut WHO yaitu:? * Stadium 1: asimtomatik, limfadenopati generalisata * Stadium 2 - Beat badan turun kurang dari 10% - Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis angularis) - Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir - Infeksi saluran napas atas rekuren + Stadium 3 - Berat badan turun lebih dari 10% - _ Diare yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan - Demam berkepanjangan (intermiten atau konstan) kurang dari 1 bulan - Kandidiasis oral = Oral hairy leucoplakia Tuberkulosis paru - _ Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis) * Stadium 4 - HIV wasting syndrome Pneumonia Pneumocystis carinii - Toksoplasmosis serebral - Kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan - Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah bening (misalnya retinitis CMV) Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1 bulan) atau viseral Progressive multifocal leucoencephalopathy - Mikosis endemik diseminata - Kandidiasis esofagus, trakea, dan bronkus Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru - Septikemia salmonela non-tifosa - Tuberkulosis ekstrapulmonar - Limfoma - Sarkoma kaposi - Ensefalopati HIV DIAGNOSIS'** Anamnesis * Kemungkinan sumber infeksi HIV + Gejala dan keluhan pasien saat ini, termasuk untuk mencari adanya infeksi oportunistik, antara lain demam, batuk, sakit kepala, diare + Riwayat penyakit sebelumnya, diagnosis dan pengobatan yang diterima termasuk infeksi oportunistik + Riwayat penyakit dan pengobatan tuberkulosis (TB) termasulk kemungkinan kontak dengan TB sebelumnya + Riwayat kemungkinan infeksi menular seksual (IMS) + Riwayat dan kemungkinan adanya kehamilan + Riwayat penggunaan terapi anti retroviral (Anti Retroviral Therapy (ART)) termasuk riwayat regimen untuk PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission) sebelumnya + Riwayat pengobatan dan penggunaan kontrasepsi oral pada perempuan + Kebiasaan sehari-hari dan riwayat perilaku seksual + Kebiasaan merokok * Riwayat alergi + Riwayat vaksinasi + Riwayat penggunaan NAPZA suntik Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik meliputi tanda-tanda vital, berat badan, tanda-tanda yang mengarah kepada infeksi oportunistik sesuai dengan stadium klinis HIV seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini. Pemeriksaan fisik juga bertujuan untuk mencari faktor risiko penularan HIV dan AIDS seperti needle track pada pengguna NAPZA. suntik, dan tanda-tanda IMS. Pemeriksaan Penunjang + Pemeriksaan penyaring: enzyme immunoassay (EIA) atau rapid tests (aglutinasi, immunoblot) dengan tiga metode yang berbeda + Pemeriksaan konfirmasi: metode Western Blot (WB) bila diperlukan + Pemeriksaan Darah lainnya - DPL dengan hitung jenis - Total lymphocye count (TLC) atau hitung limfosit total: [% limfosit x jumlah Leukosit] (dengan catatan jumlah leukosit dalam batas normal) - Hitung CD4 absolut - Pemeriksaan HIV RNA viral load dengan polymerase chain reaction Pemeriksaan HIV sebaiknya ditawarkan pada: «Ibu hamil * Pasien tuberkulosis + Pasien yang menunjukkan gejala infeksi oportunistik + Kelompok berisiko (pengguna narkoba suntik, pekerja seks komersial (PSK), Lelaki seks dengan lelaki (LSL) + Pasangan atau anak dari orang yang terinfeksi HIV + Infeksi menular secara seksual (IMS) Konseling untuk tes anti-HIV dapat dilakukan dengan cara: 1. Voluntary Counseling and Testing (VCT)/Konseling dan Tes Sukarela (KTS) Konseling yang dilakukan atas dasar permintaan dan atau kesadaran seorang klien untuk mengetahui faktor risiko dan status HIV-nya. 2. Provider-initiated Testing and Counseling (PITC)/Konseling dan Tes Atas Inisiasi Petugas (KTIP) Konseling yang dilakukan atas dasar inisiasi tenaga kesehatan, terutama berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang dicurigai berhubungan dengan infeksi HIV. DIAGNOSIS BANDING'? Penyakit imunodefisiensi primer Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) Gy Pemeriksaan Lanjutan'* * Serologi Hepatitis B dan Hepatitis C + Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunistik 1. Tuberkulosis a. Pemeriksaan BTA sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) dan atau foto toraks b. Diagnosis definitif dengan kultur BTA, tetapi hal ini membutuhkan waktu yang lama Diare: pemeriksaan analisis feses Infeksi otak: ensefalitits toksoplasma, meningoensefalitis tuberkulosis, atau kriptokokkus. Diagnosis dan tata laksana bekerja sama dengan Departemen Neurologi. TATALAKSANA™ + Konseling ° Suportif + Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi oportunistik + Profilaksis kotrimoksasol: + Profilaksis kotrimoksasol diberikan sebagai pencegahan terhadap pneumonia Pneumocystis jirovecii dan infeksi toxoplasmosis pada pasien dengan CD4 kurang dari 200 sel/mm* Profilaksis primer menggunakan kotrimoksasol double strength (DS) 1 tablet/hari. + Terapi antiretroviral (ART) dengan pemantauan efek samping dan adherens minum obat. Pada tabel 1 dapat dilihat indikasi untuk memulai ART. Pada tabel 2 dapat dilihat rekomendasi regimen lini pertama ART pada target populasi yang belum pernah terapi ARV. Dosis ART dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 1. indikasi untuk memulai ART Karakteristik pasien ‘ans Rekomendas! Asimtomatik WHO stadium 1 D4 <350/uL Simtomatk: WHO stadium 2 CDA <350/pL WHOstadium 3 atau 4 D4 berapapun 1 TB oktif D4 berapapun, diberkan secepatnya setelah ‘bat anti tuberkulosis (dotam 8 minggu) Hepatts 8 Hepatitis B yang membutuhkan terapi (D4 berapapun bu hama WHO stadium apopun (€Dé berapapun a) 16 Tabel 2, Obat ARV yang digunakan** No NamaGenerlk — Golongan Formulasi 1. Zidovudin (ZV) NRT Tablet : 300mg 2. Lamivudin (31) NRTI Tablet: 150mg 3, Kombinasitetap RTI Tablet: IDV +31 300mg ZDV pplus 150 mg STC 4. Nevirapin (NVP) ——-NNATI Tablet: 200mg 5. Havirenz(EFV) NAT 600mg 6. Stavudin (47) NRT Tablet: 30mg 7. Abacavir (ABC) NRTI Tablet: 300 mg 8 Tenofovir NRTI Tablet: 300 mg dlsoproxil fumarat (TDF) a Tenofovir + NRT| Tablet: 200 mg/ 300 Emiricitabin mg Un! kedua 1. Lopinavir/tttonavir inhibitor Tablet tahan suhu (vin protease panas, 200mg lopinavir + 50 mg ritonavir 2 TDF NRT! Tablet: 300 mg kelerangan: NRTi=nucleoside reverse transcriptase inhibitor NNR 1onnucleoside reverse transcriptase inhibitor Alergi Imunologi Dosis 300 mg/dosis, 2x/haar 150 mg/dosis,2x/hari | fabblet/dosis, 2x/hari ‘dua minggu pertama sekali sehari Selanjutnya dua kali sehari. 33 - < 40 kg: 400 mg sekall sehari Dosis maksimal: 2 40 kg: 600 mg sekali sehari 30 mg/dosis, 2x/hari 300 mg/dosis, 2x/hari, Diberikan setiap 24 jam Interaksi obat dengan didanosine (dal), tidak lagi dipadukan dengan dai I tablet/dosis, Ix/hari 400 mg/100 mg setiap 12 jam- untuk pasien naive Diberikan seta 24 jam Interaksi obat dengan ddl, tidak lagi dipadukan dengan dat Pada ODHA yang mengalami resistensi pada lini pertama maka kombinasi obat yang digunakan adalah : (TDF atau ZDV) + 3TC atau FTC+(LPV/RTV) Apabila pada lini pertama menggunakan d4T atau AZT maka gunakan TDF + (3T7C atau FTC) sebagai dasar NRT! pada regimen lini kedua, Apabila pada lini pertama menggunakan TDF maka gunakan AZT + 3TC sebagai dasar NRTI pada regimen lini kedua. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) @ ‘Tabel 3. Rekomendas! regimen lini pertama pada target populasi yang belum perah terapi ARV"? ‘Target Populasi Rekomendaal Cataten) Dewasa dan IDV atau TDF +*3TC = Pilih regimen yang bisa diberikan untuk mayoritas Remola atau FIC +EFV atau ODHA NYP + Gunakan fixed dose combination + Kombinasi awal yang digunakan bagi pasien HIV dengan hasi lab nomal adalah 2DV+3TC (Duviral + NVP (Neviral) Perempyan IDV +3IC + EFV atau * Tidak boleh menggunakan EFV pada trimester Hamil NVP. pertama + TDF bisa merupakan piihan Koinfeksi HIV/IB 2DV clay TDF +3TC + Mulailah terapi ARV dalam 8 minggu pertama setelah atau FIC + EFV memulai terapi TB. = Gunakan NYP atau triple NRT bila EFV tidak dapat digunakan KoinfeksiHIV/ TDF+3TC atau FIC + + Perimbangkan screening HBsAg sebelum memulal HBV atau NVP terapi ARV = Diperiukan penggunaan 2 terapi ARV yang memiliki aktivitas anti-HBV Keterangan: 20V: zkdovudine: 1DF=tenofovir; STC: lamivudine; FIC: emtiitabine; EFV: efavirens: NVF: nevirapine Bia pasion memilii Hb>5000 kopi/ml berhubungan dengan perkembangan klnis dan penurunan CD4 Substtus! Jika digunakan pada terapi lini Pertama, TDF (atau dT jika tidak ada piihan lain) Jka digunakan pada terapilini kedua, at IDV atau TOF IDV atau TOF Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) Gy Emfricitabine Efavirenz Ritonavir Lopinavir Vaksin Antraks Kolera Hepatitis A Hepatitis 8 Bek Samping Asthenia, sakit kepala, diare, mul muntah, sering buang angi insufisiensi ginjal, sindrom Fanconi ‘Osteomalasia Penurunan densitas tulang Hepatitis eksaserbasi akut berat pada pasien HIV dengan koinfeksi Hepatitis B yang menghentikan TDF Ditoleransi dengan balk + Reaksi hipersensttivitas Sindroma Steven-Johnson Ruom Toksisitas hepor Toksisitas sistem saraf pusat yang berat dan persisten (depresi dan pusing) Hiperlipidemia Ginekomostia (pada lakiaki) Kemungkinan efek teratogenik (pada kehamilan trimester pertama atau wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi yang adekuat) Reaksi hipersenstivitas Sindroma Steven-Johnson Ruam Toksisitas hepar Hiperlipidemia Hipetipidemia + Infoleransi gastrointestinal, mual, muntah, semutan, hepatitis, dan pan- kreatitis, hiperglikemia, pemindahan Jemak dan abnormaiitas ipid pertahun. 2tahun 2:3 dosis S tahun 3-4 dosis, jika anti-HBs <10 ‘SubsHiai * Jika digunakan pada lini pertama, ZDV (atau d4T jka tidak ada pil: han) Jika digunakan pada lini kedua, Secara pendekatan kesehatan masyorakat, maka tidak ada pilihan lain jika pasien telah gogal ZDV/ d4T pada terapi lini pertama. Jika memungkinkan, dipertimbangkan merujuk ke tingkat perawatan yang lebih tinggi dimana terapi individual tersedia. NVP. PI jka tidak toleran terhadap kedua NNRTI * Tiga NTI jika tidak ada pilthan lain EV PI ka tidak toleran terhadap kedua NNRTI Tiga NRT jka tidak ada pilihan lain Jika digunakan pada lini kedua, tidak ada pilihan lain*® cpa (sel/mm’) berapapun berapapun berapapun Keterangan 3 dosis ka CD4 <300 sei/mm? berapapun —_periksa kadar ‘anti-HBs fiap tahun erimpuran Do a Soe Penyatt Dalam ena Alergi Imunologi Pemberlan cpa Vaksin Indikast i Booster (soymm) — Keterangen HPV r 3 dosis tidak ada berapapun Infuenza R 1 dosis figp tahun berapapun Jopanese 6 3-4 dosis 3 tahun berapepun encephalitis MMR: RS 1-2 dosis tidak ada >200 2 dosis jka IgG measles negati Meningokok s 1 dosis S tahun berapapun Pneumokok R 1 dosis 5-10 tahun beropapun Rabies RS 3doss I tahun pertama, _ berapapun 35 tahun berkutnya Tetanus-difteri R 1-5 dosis 10 tahun berapapun Titoid RS 1 dosis 2:3 tohun. beropapun Varisela RS/CS 2 dosis tidak ada >200 Yellow fever cs 1 dosis 100 tahun >200 kontraindikasi Jka usia >60 tahun R= rekomendost RS = fekomnendasi pada orang tertentu: CS = dpertimbanakan pada orong tertenty KOMPLIKASI Infeksi oportunistik, kanker terkait HIV, dan manifestasi HIV pada organ lain.'* PROGNOSIS Pemberian terapi ARV kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dapat menurunkan penyebaran virus Human Immunodefficiency Virus (HIV) hingga 92%." UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan + RSnon pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Alergi Imunologi : Bagian IImu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT * RS Pendidikan :Semua Sub Bagian di Lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam * RSnonpeni 20 Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus: AIDS and related disorders. Brounwaid E, Kasper D. Harrison's Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York: McGraw- ‘Hil; 2009: 1138-1204 HIV. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi 8, Alwi |, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar imu Penyaikit Dalom. Jakarta: interna Publishing; 2009.p. 2130-32. Departemen Kesehatan RI, Tata Laksana HIV/AIDS. 2012 World Health Organization. Antiretroviral therapy forhiv infection in adults and adolescent. 2010 revision. [Update 2010; cited 2011 Mar 11] Available from http://www.who int Antiretroviral Drugs for Treating Pregnant Women and Preventing HIV Infections in Infants: Guidelines on care, treatment and support for women living with HIV/AIDS and their children in resource-consirained settings. World Health Organization. Switzerland, 2004 ‘Centers for Disease Control and Prevention. Recommended Adult immunization Schedule. United States. 2012. Diunduh dati http://www.cde.gov/vaccines/recs/schedules/downloads/acuit/ adutt-schedule.pdf pada tanggal 2 Mei 2012. RENJATAN ANAFILAKSIS PENGERTIAN Anafilaksis adalah reaksihipersensitivitas tipe 1 yang beronset cepat, sistemik, dan mengancam nyawa. Jika reaksi tersebut hebat dapat menimbulkan syok yang disebut syok anafilaktik. Syok anafilaktik membutuhkan pertolongan cepat dan tepat. Untuk itu diperlukan pengetahuan serta keterampilan dalam pengelolaan syok anafilaktik. Insidens syok anafilaktik 40-60 persen adalah akibat gigitan serangga, 20-40 persen akibat zat kontras radiografi, dan 10-20 persen akibat pemberian obat penisilin, Belum ada data yng akurat dalam insiden dan prevalensi terjadinya syok anafilaktik di Indonesia. Anafilaksis yang fatal hanya kira-kira 4 kasus kematian dari 10 juta masyarakat pertahun. Penisilin merupakan penyebab kematian 100 dari 500 kematian akibat reaksi anafilaksis. PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Menegakkan diagnosis penyakit alergi diawali dengan anamnesis yang teliti. Gambaran atau gejala Klinik suatu reaksi anafilakis berbeda-beda gradasinya sesuai dengan tingkat sensitivitas seseorang, namun pada tingkat yang berat berupa syok anafilaktik, gejala yang menonjol adalah gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi. Kedua gangguan tersebut dapat timbul bersamaan atau berurutan yang kronologisnya sangat bervariasi dari beberapa detik sampai beberapa jam. Pada dasarnya, makin cepat reaksi timbul makin berat keadaan penderita. Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat atau batuk saja yang kemudian segera diikuti dengan sesak napas. Gejala pada kulit merupakan gejala Klinik yang paling sering ditemukan pada reaksi anafilaktik. Walaupun gejala ini tidak mematikan namun gejala ini amat penting untuk diperhatikan sebab ini mungkin merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala yang lebih berat berupa gangguan napas dan gangguan sirkulasi, Oleh karena itu setiap gejala kulit berupa gatal, kulit kemerahan harus diwaspadai untuk kemungkinan timbulnya gejala yang lebih berat. Manifestasi dari gangguan gastrointestinal berupa perut kram, mual, muntah sampai diare yang juga dapat merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala gangguan napas dan sirkulasi. Faktor Risiko Faktor risiko terjadinya anafilaksis antara lain usia, jenis kelamin, rute pajanan, maupun riwayat atopi. Anafilaksis lebih sering terjadi pada wanita dewasa (60%) yang umumnya terjadi pada usia kurang dari 39 tahun. Pada anak-anak usia di bawah 15 tahun, anafilaksis lebih sering terjadi pada laki-laki. Rute pajanan paraenteral blasanya menimbulkan reaksi yang lebih berat dibanding oral. Pemeriksaan Fisik Pasien tampak sesak, frekuensi napas meningkat, sianosis karena edema laring dan bronkospasme. Hipotensi merupakan gejala yang menonjol pada syok anafilaktik. ‘Adanya takikardia, edema periorbital, mata berair, hiperemi konjungtiva. Tanda prodromal pada kulit berupa urtikaria dan eritema. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan secara invivo dengan ujikulit kulit (skin prick test/SPT) untuk mencari faktor pencetus yang disebabkan oleh alergen hirup dan makanan dapat dilakukan setelah pasiennya sehat. Penegakan Diagnostis Diagnosis Klinis Untuk membantu menegakkan diagnosis maka World Allergy Organization telah membuat beberapa kriteria di mana reaksi anafilaktik dinyatakan sangat mungkin bila (Simons et al. 2011): 1. Onset gejala akut (beberapa menit hingga beberapa jam) yang melibatkan kulit, jaringan mukosa, atau keduanya (misal: urtikaria generalisata, pruritus dengan kemerahan, pembengkakan bibir/lidah /uvula) dan sedikitnya salah satu dari tanda berikut ini: a. Gangguan respirasi (misal: sesak nafas, wheezing akibat bronkospasme, stridor, penurunan arus puncak ekspirasi/APE, hipoksemia) b. Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan kegagalan organ target (misal: hipotonia, kolaps vaskular, sinkop, inkontinensia). SS 3, Atau, dua atau lebih tanda berikut yang muncul segera (beberapa menit hingga beberapa jam) setelah terpapar alergen yang mungkin (likely allergen), yaitu: a. Keterlibatan jaringan mukosa dan kulit b. Gangguan respirasi c. Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan kegagalan organ target d. Gejala gastrointestinal yang persisten (mis nyeri kram abdomen, muntah) 5. Atau, penurunan tekanan darah segera (beberapa menit atau jam) setelah terpapar alergen yang telah diketahui (known allergen), sesuai kriteria berikut: a. Bayi dan anak : Tekanan darah sistolik rendah (menurut umur) atau terjadi penurunan >30% dari tekanan darah sistolik semula b, Dewasa: Tekanan darah sistolik <90 mmHg atau terjadi penurunan ¢. >30% dari tekanan darah sistolik semula. DIAGNOSIS BANDING 1, Beberapa kelainan menyerupai anafilaksis a. Serangan asma akut Sinkop Gangguan cemas/serangan panik b. c d. Urtikaria akut generalisata e, Aspirasi benda asing f. Kelainan kardiovaskuler akut (infark miokard, emboli paru) g. Kelainan neurologis akut (kejang, strok) 2. Sindrom flush a. Peri-menopause b. Sindrom karsinoid c. Epilepsi otonomik 4. Karsinoma tiroid meduler 3. Sindrom pasca-prandial a, Scombroidosis, yaitu keracunan histamin dari ikan, misalnya tuna, yang disimpan pada suhu tinggi. b. Sindrom alergi makanan berpolen, umumnya buah atau sayur yangmengandung protein tanaman yang telah bereaksi silang dengan alergen di udara ¢. Monosodium glutamat atau Chinese restaurant syndrome dd. Sulfit Keracunan makanan . Syok jenis lain a, Hipovolemik b. Kardiogenik c. Distributif d. Septik Kelainan non-organik a. Disfungsi pita suara b._hiperventilasi c. Episode psikosomatis Peningkatan histamin endogen a. Mastositosis/kelainan klonal sel mast b. Leukemia basofilik Lainnya a. Angioedema non-alergik, misal: angioedema herediter tipe 1, II, atau III, angioedema terkait ACE-inhibitor) b. Systemic capillary leak syndrome Red man syndrome akibat vancomycin d._ Respon paradoksikal pada feokromositoma TATALAKSANA 1. Posisi trendelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal dengan kursi) akan membantu menaikkan venous return sehingga tekanan darah ikut meningkat. Pemberian Oksigen 3-5 liter/menit harus dilakukan, pada keadaan yang amat ekstrim tindakan t29 rakeostomi atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan. Pemasangan infus, Cairan plasma expander (Dextran) merupakan pilihan utama guna dapat mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai sebagai cairan pengganti. Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil. Adrenalin 0,3-0,5 ml dari larutan 1:1000 diberikan secara intramuskuler yang. dapat diulangi 5-10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan, mengingat lama kerja adrenalin cukup singkat. jika respon pemberian secara intramuskuler kurang efektif, dapat diberi secara intravenous setelah 0,1-0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam spuit 10 ml dengan NaC! fisiologis, diberikan perlahan-lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya dihindari pada syok anafilaktik karena efeknya lambat bahkan mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit, sehingga absorbsi obat tidak terjadi. Aminofilin, dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum hilang dengan pemberian adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan perlahan-lahan selama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus bila dianggap perlu. Antihistamin dan kortikosteroid merupakan pilihan kedua setelah adrenalin, Kedua obat tersebut kurang manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, dapat diberikan setelah gejala klinik mulai membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya berupa serum sickness atau prolonged effect. Antihistamin yang biasa digunakan adalah difenhidramin HCI 5-20 mg IV dan untuk golongan kortikosteroid dapat digunakan deksametason 5-10 mg IV atau hidrokortison 100-250 mg LV. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP), seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai dengan falsafah ABC dan seterusnya. Mengingat kemungkinan terjadinya henti jantung pada suatu syok anafilaktik selalu ada, maka sewajarnya ditiap ruang praktek seorang dokter tersedia selain obat-obat emergency, perangkat infus dan cairannya juga perangkat resusitasi (Resuscitation kit) untuk memudahkan tindakan secepatnya. 9. Penatalaksanaan reaksi anafilaksis Renjatan Anafilaksis HINDARKAN / HENTIKAN poporan ciergen yang diketonu ssieuigal | | NILAL CAB - MSW dengan segera dan socepat mungkin | Circulation, Away. Breathing. Mental Siafvs, Skin, Body Weight | —— simatan ——— | CCARIBANTUAN | EPINEFRIN | EVASI! Hubungi 8 (amoulons) ____Segeralniekskon EpineiniM pada ____Telentongkin pasen cengon tunakol ‘tou RS tordokat (mi-onterolateral paha. ‘bawah delevas Posi pemuthan bio ‘Doss 001 ma/kaBB (sediacn cmpul Tejou defer alou posien muntah. ‘mg/ml: moksimal pada dewosa 0.5 'JANGAN BIARKAN PASIEN DUDUK ‘mg, maksinal peso anak 03 mg, ‘ATAU RERORI OBSERVASI! ang! Epinettin S15 meni kemucion bla belomada perbaikan OxSIGENT Blo ade indkas, ber Oksgen 6 Biter / ment INTRAVENAT mur Poxong njus dergenionm vkuian {4-16 || Dlsetlop saat. apabla perv. fakukan Gouge). Bla syok. borkan NOIDA | ~2 Resustas Joniung Foru (RI) dengan clongn sungkup muka atau iar secora cepat pada $~ 1 merit kompresljanfung yang Kortinuy (Dewasa: ‘ro-phanngea away porta. depat Gberkan Ss I0mikgbB 100 120x/ment,kedotornan 5-6 cm. OPA niucdewara dan iO mugOBUsTU anak) Anak: 100.x/menl, kedcloman 4~ 5 cm. MONTOR! Nici don cotat TANDA VITAL, STATUS MENTAL, dan OKSIGENASIseliap 5-15 merit sesuolkonde paslon. ‘Observasi 1 ~ 3x24 om atau rue ke RS ferdekat. Untuk kat nga, ebserval eukup dlakukan setama 6 jam TERAPITAMBAHAN, [kertkosterord untuk semua kosus borat, bervang. dan pasien dengan osma ‘2 Melty prednisolone 125 ~ 250 ma IV © Dexamethasone 20 mg iV © Hydrocortisone 100 00mg V pelan ‘nhalas! shor wetng. B2-agonist pada bronkospasme berot 1 VaropressoriV vaniiistamin WV ‘aka keadaan stabi, dapat mula! dberkan kortkostereld dan antistomrin PO soloma3x24jam {Simons et al. 2011} Gambar 1. Algorltma Penanganan Reaksi Anafilaktik Rencana Tindak Lanjut Mencari penyebab reaksi anafilaktik dan mencatatnya di rekam medis serta memberitahakan kepada pasien dan keluarga untuk menghindari alergen penyebab agar tidak terjadi reaksi anafilaktik lagi Konseling dan Edukasi Keluarga perlu diberitahukan mengenai penyuntikan apapun bentuknya terutama obat-obat yang telah dilaporkan bersifat antigen (serum, penisillin, anestesi lokal, dll) harus selalu waspada untuk timbulnya reaksi anafilaktik, Penderita yang tergolong risiko tinggi (ada riwayat asma, rinitis, eksim, atau penyakit-penyakitalergilainnya) harus lebih diwaspadai lagi, Jangan mencoba menyuntikkan obat yang sama bila sebelumnya pernah ada riwayat alergi betapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti dengan preparat lain yang lebih aman. Kriteria Rujukan Kegawatan pasien ditangani, apabila dengan penanganan yang dilakukan tidak terdapat perbaikan, pasien dirujuk ke layanan sekunder, KOMPLIKASI Kerusakan otak, koma, kematian. PROGNOSIS Prognosis suatu syok anafilaktik amat tergantung dari kecepatan diagnosa dan pengelolaannya karena itu umumnya adalah dubia ad bonam. UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Alergi-Imunologi Klinik - Departemen Penyakit Dalam * RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan a6 + RSnon pendidikan : - REFERENS! 1. Simons FER, et.al. 2012 Update: World Allergy Organization Guidelines for the assessment and management of anaphylaxis. Curr Opin Allergy Clin Immunol 2012: 12:389-99 2. Simons FER, et.al. Worid Allergy Organization Guidelines for the Assessment and Management of Anaphylaxis, WAO Journal 2011; 4:13-37 3. Baralawidjaja KG, Rengganis |. Reaksi Anaflaksis dan Anafilaktoid. Dalam: Alergi Dasar. Jakaria: Intema Publishing, 2009. Hal. 67-94, URTIKARIA PENGERTIAN Urtikaria adalah suatu kelainan yang terbatas pada superfisial dermis berupa bentol (wheal) yang terasa gatal, berbatas jelas, dikelilingi daerah eritematous, tampak kepucatan di bagian tengahnya, bersifat sementara, gejala puncaknya selama 3-6 jam dan menghilang dalam 24 jam, lesi lama berangsur hilang sejalan dengan munculnyallesi baru, serta dapat terjadi di manapun pada permukaan kulit di seluruh tubuh, terutama ekstremitas dan wajah. Episode urtikaria yang berlangsung kurang dari 6 minggu disebut urtikaria akut, sedangkan yang menetap lebih dari 6 minggu disebut urtikaria kronik.'* Klasifikasi * 1. IgE-dependent: Sensitifitas terhadap alergen seperti tungau debu rumah, serbuk sari, makanan, obat, jamur udara, bulu binatang peliharaan, venom Hymenoptera) 2. Fisik: dermografisme, dingin, cahaya, kolinergik, getaran, berhubungan dengan olahraga 3. Autoimun 4, Perantaraan bradikinin a, Angioedema herediter, defisiensi inhibitor C1: null (tipe 1) dan disfungsional (tipe 2) b. Angioedema didapat: defisiensi inhibitor C1: anti idiotipe dan anti-C1 inhibitor cc. Angiotensin-converting enzyme(ACE) inhibitor 5. Perantaraan komplemen a. Vaskulitis nekrotikans b. Serum-sickness c. Reaksi produk darah 6. Non imunologis a. Zat pelepas langsung sel mast (opiat, antibiotik, kurare, D-tubocurarin, media radiokontras) b. Zat pengubah metabolisme asam arakidonat (aspirin, NSAID, azo-dyes, benzoat) 7. Idiopatik PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis '* + Onset dan lamanya keluhan, apakah sudah pernah berulang atau baru pertama kali + Faktor pencetus; misalnya zat farmakologis (seperti antibiotik, analgetik, antikonvulsan, cairan infus, imunisasi), makanan tertentu, bahan pengawet, bahan kimia (contact urticaria), rangsang tekanan (pressure urticaria) atau rangsang fisik (physical urticaria) seperti paparan dingin, air (aquagenic urticaria), cahaya (solar urticaria), dan trauma ringan. + Faktor yang memperberat: seperti stres, temperatur panas, alkohol. + Riwayat infeksi terutama karena virus (infeksi saluran napas atas, hepatitis, rubela) Pemeriksaan Fisik' + Bentuk, distribusi, dan aktivitas lesi urtikaria pada kulit + Adakah angioedema pada profunda dermis dan jaringan subkutan, keterlibatan mukosa atau submukosa, memar, keterlibatan jaringan ikat, dan edema kulit yangluas + Kemungkinan kelainan sistemik atau metabolik, seperti gangguan tiroid, ikterus, artritis + Urtikaria yang ditemukan di tungkai saja dan tidak hilang dalam 24 jam dicurigai adanya urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan Penunjang'* + Pemeriksaan dasar: darah perifer lengkap, urin lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal «Tes Alergi © IgE Atopi DIAGNOSIS BANDING Mastositosis (urtikaria pigmentosa), mastositosis sistemik, vaskulitis kulit (cutaneous vasculitis), Episodic Angioedema Associated with Eosinophilia (EAAE), angioedema herediter, urtikaria papular, dermatitis atopik, eritema _ultiformis, pemfigoid bulosa.?? TATALAKSANA + Paliatif, edukasi untuk mengurangi gejala, menghindari pencetus * Urtikaria akut akan sembuh sendiri dan memberikan respons yang baik dengan pemberian antihistamin generasi pertama.* * Medikamentosa:' Lini 1: Antihistamin generasi pertama (klorfeniramin, hidroksizit lifenhidramin), antihistamin generasi kedua (setirizin, loratadin), antagonis H2 (simetidin, ranitidin) per oral Lini 2 : Kortikosteroid per oral jangka panjang, pada beberapa kasus yang berat, kalau perlu dilakukan biopsi bila dicurigai adanya vaskulitis untuk klasifikasi histopatologis. Bila disertai angioedema yang berat, injeksi adrenalin intramuskular dapat diberikan. KOMPLIKASI + Sumbatan jalan napas akibat angioedema akut pada faring atau laring + Gangguan tidur dan aktivitas sehari-hari PROGNOSIS Belum ada data pasti mengenai kasus urtikaria, tapi diperkirakan 15-23% individu pernah mengalami urtikaria, dan sebagian besar menjadi kronik dan sering kambuh. Pada 25 % kasus urtikaria seringkali disertai angioedema. Diperkirakan wanita dua kali lebih sering mengidap urtikaria dari pada laki-laki.* UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan : Divisi Alergi-Imunologi - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan ; Departemen Kulit dan Kelamin, Unit Perawatan Intensif + RSnonpendidikan agian Kulit dan Kelamin, Unit Perawatan Intensif REFERENSI 1. Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. Urtikaria dan Angioedema. Dalam: Setiatis, Alwi |, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohaai 8, Syam AF, eds. Buku Ajar limu Penyakit Dalam Eaisi VI Jlid |. Jakarta: Interna Publishing; 2014. h495-503. 2, Sundaru Hetu, Urfikaria. Dalam :Setiati Siti, el al editor, Lima Puluh Masalah Kesehatan Di Bidang imu Penyakit Dalam, jiid |. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen imu Penyakit Dalam FKUI; 2008. fh. 245-50 3. Baratawidjoja KG, Rengganis|. Urtikarria dan Angioedema dalam Alergi Dasar edisi ke-1. Jakarta: Pusat Penerbitan limu Penyakit Dolam:2009. Hal 96-123. 4, Bemstein JA, et.al, The diagnosis and management of acute and chronic urticaria: 2014 update. J Alergy Clin Immunol, 2014:133(5}:1270-7. 5. Miynek A, et al. How to assess disease activity in patients with chronic urticaria? Allergy. 2008;63(6):777-80.ht1p://www.ncbi.nim.nih.gov/pubmed/18445192 Mathlas $D;efal, Evaluating the minimally important difference of the urticaria activity score another measures of disease activity in patients with chroriic idiopathic urticaria. Ann Allergy Asthma Immunol 108 (2012) 20-24.hitp: //marcus-maurer.info/ fleadmin/decuments/ publications/ original/ 121_ Mathias _et _al Evaluating _UAS_CIU_AAAI_2012,pdf 33 VAKSINASI PADA ORANG DEWASA PENGERTIAN Imunisasi adalah induksi yang bertuj berbagai cara, baik secara aktif maupun juan untuk membentuk suatu imunitas dengan pasif, Sebagai contoh imunisasi pasif adalah pemberian imunoglobulin, sedangkan vaksinasi merupakan imunisasi aktif dengan cara pemberian vaksin# JENIS VAKSIN Tabel 1. Jenis-jenis vaksin'? Tipe VaKsin Virus yang diemankan flive attenuated virus) Bakteri yang ditemahkan (live attenuated bacterium) Virus yang telah dimatikan {killed whole virus) Sel bakteri yang dimatikan (killed whole cel bacterium) Toxoid Moleculor vaccine: protein Moleculor vaccine: carbohydrate ‘Molecular vaccine: carbohydrate-protein conjugate Combination vaccine Keterangare 1G = bocdus Calmette-Guerin, vaksin antituberk oss “HPV = Human Popsoma Vius Contoh Polio sabin, measles, mumps, rubela, varicella, yellow fever BCG", TY21a (vaksin oral tifoid) Polio salk, influenza, hepatitis A Pertusis, kolera, antraks Difter, tetanus cellular pertusis. subunit influenza, Hepatitis B, HPVs? Haemophilus influenza type B (Hib), Vititoid, meningokok, pneumokok Hib, meningokok, pyeumokok Difteri, pertusis, tetanus (DPT): measies- mumps-ubella (MMR); DPT-Hib Beberapa vaksin dapat diberikan secara bersamaan pada satu waktu. Bila dua atau lebih vaksin hidup diberikan secara terpisah, maka sebaiknya pemberian pertama dan kedua berjarak lebih daripada 28 hari, Apabila pemberian vaksin hidup (MMR, MMRV, varicella zoster, yellow fever) dilakukai in kurang daripada 28 hari, maka pemberian vaksin hidup kedua perlu diulang untuk mencegah menurunnya efektivitas vaksin hidup yang kedua. Namun terdapat pengecualian, misalnya pemberian vaksin yellow fever dapat dilakukan kurang daripada 28 hari setelah pemberian vaksin campak."? Memperpanjang interval pemberian vaksin tidak mengurangi efektivitas vaksin sehingga dosis tidak peru diulang atau ditambah, Sebaliknya, mempercepat interval pemberian vaksin dapat mempengaruhi proteksi dan respons antibodi. Oleh karena itu, vaksin tidak boleh diberikan lebih cepat daripada interval minimum, kecuali ada dukungan data uji klinik. Selain itu, vaksin juga tidak boleh diberikan lebih cepat dari usia minimum yang telah ditentukan, misalnya pada vaksinasi di sekolah yang perlu diperhatikan adalah usia, bukan kelas siswa. Jadi, bila usia siswa belum mencapai usia yang diindikasikan pada pemberian vaksin, meski ia satu kelas dengan temannya, ia tidak divaksin. Meski demikian, berdasarkan rekomendasi Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP), pemberian vaksin empat hari sebelum interval dari usia minimum diperbolehkans JADWAL IMUNISASI YANG DIREKOMENDASIKAN Setiap orang dewasa yang ingin mendapatkan kekebalan terhadap penyakit infeksi dapat dilakukan pencegahan dengan pemberian vaksinasi. Jadwal Imunisasi Dewasa telah direkomendasikan oleh PAPDI, dan dibawah ini dapat rekomendasi tahun 2014. (unyoy OL xNIUN sISOP | ) nJUeHe) DDBAU Sy UDIGIedieq UDO Oyq COM, UNYOL E ARHUA SOP 1 (98 | (0-84 UDING] sIsop & (9° 1 0-84 uDINg) sIsOP {Z1-9°8 ‘0-84 UDING) ssp Z (uAYOE? AAIUN sisop 1) YOUN UDP oy UODWS! ynJUN aIOM {unupy ¢ yojates uyeqp UDBUD|NBUEd) SSOP Z NOI | S80 | (wou 9 wunuuNIW Opel) SOP z NO}D | SSOP | (9 uop ‘9-84 uping) sop € jUS}ONYOND AdH Vaksinasi pada Orang Dewasa wy (9 uop *% nD}D | ‘0-2¥ UDINg) {UBIDAUPON/JUBIOAIT AdH SISOP E {uorpnusey ABBUW +7 ¥ 0-24 UOING) SSOP Z ‘unyor 01 doyos uowaqp dopy/P1se)s00q sIsoP | OAUIAlUDjas (E1-Z ‘| “0-84 UOING) SSOP ¢ UOMO JoWUd sOsIUALL| unyp; dojjas sisop 1 ‘unyo} $92) UNYDI POR UNGOH ESOS, EROS 6 LE ON ETE wnyey ee“ ‘PL0Z UNYDI |ddvd Ye|O UDYISOPUEWIOe11G BUDA DsDMAG [sOsIUNUI [OMPOL *Z [P41 JBAQ MOIEA Ploy WowsG, (souquioy] @°8 v sHYOdeH a sqyodoH vv suyodeH jpxOXOBUIUAW siBUIUEWY {€zASdd) ppyoyOSIOd joyoxouNNeUd {e1-ADd) waImn-eL 4PBnfioy joyXOWNEUS an 194807 PIOFPOH NYUN (hai) sna, owoyded UoWAH uondwaied ynjun (nat) sna, owojjded uoWnH 200A (dopy/PL) pzuenyuy UIA 35 ay USIA LANJUT Alergi Imunologi Orang yang berusia di atas 60 tahun memiliki kekebalan tubuh yang menurun. Produksi dan proliferasi limfosit T berkurang sesuai usia sehingga imunitas selular dan produksi antibodi herkurang sehingga lebih mudah terserang penyakit.t Menurut American Geriatrics Society, vaksinasi yang dianjurkan bagi individu > 65 tahun yaitu, seperti tercantum pada tabel 3. Tabel 3. Vaksinasi yang dianjurkan pada usia lanjut* Nama Vaksin Infuenza. Pneumococcal Polysaccharide Vaccine (PPSV) Herpes Zoster Tetanus, ditteri (Td) Dosis dan Cara Pemberian 1 dosis (0,5 mi) iM deltoid (setiap tahun) 1 dosis (0,5 mil) IM atau SC 1 dosis (0,65 ml) SC deltoid 2.dosis serial bila VV seronegatif 3 dosis Td toksoid (2 dosis pettama selang 4minggu, dosiske-3 612bIn kemudion, booster tiap 10 tahun) *Catatan: dapat diberikan lebih sering ada Iuka resiko ting! (luka bokarr, Iuka tusuk, Joka jaringan lunak ekstensif) Koniraindlicas! dan Indikast Peringotan Usio 2 50 tahun, termasuk — Riwayal reaks! anafiaks's Tisiko tinggi fama, tethadap vaksin atau PPOK, penyakit jantung, komponennya (mis. telur) ginjal, hati, gangguan —— Jangan memberikan metabolk, imunosupres!] _ vaksin hidup pada usia 250 tahun Sindrom Guillain-Barre dalam 6 minggu dari dosis terakhir Usia 2 65 tahun yang Riwayat reaksi onatfilaks's belum pemah divaksin —_tethadap PPSV atau sebelumnya komponennya Saki ringan dengan/ tanpa demam bukan kontroindikasi Gunakan dengan hati- hat! pada penyokit akut sedang/berat PCY tidak dianjurkan untuk lansia. Usio'= 65 tahun tanpa~——_Riwayat reaksi anafiiaksis metihal riwayat infeks| —_tethadap vaksin atau zoster sebelumnya komponennya (gelatin, neomisin) Imunokompromis {infeksi HIV dengan <200 CD4 cells/l) Gunakan dengan hati- hati pada penyokit akut sedang/berat serial lengkap Riwayat reaksi anafilaksis dindikasikan pada tethadap vaksin Td dewasa tua dengan Penyakit akut rlwayat vaksin tidak jelas atau kurang dari 3 dosis Vaksinasi pada Orang Dewasa a HAMIL Pada wanita hamil terjadi perubahan pada tubuhnya termasuk sistem imun. Pada kehamilan, sistem imun mengalami pergeseran dari imunitas selular menjadi imunitas humoral sehingga wanita hamil rentan terkena infeksi.® Rekomendasi vaksinasi untuk wanita hamil dapat dilihat pada tabel dibawah i Tabel 4. Rekomendasi vaksin bagi wanita homil'** Nona Sebelum ‘Slama, Jenis Cara Kehamiian Kehamilan Vaksin Pemberlan Hepallis A Jka ada risko Sika ada tisiko Inaktif IM Hepalllis B Ya, Jkaada Ya, Jkaada Ya, Jikaada_inokif IM tisiko. tisiko Tisiko Human Poploma Yo, usio 9-24 Tidak Yo, usia 9-24 inaktif IM Virus (HPV) ‘tahun ‘tahun infvenma (inakE) Yo, hindari Ya Ya inaktif IM konsepsi selama 4 minggu Meningokok Jika oda Ya, Jika ada Jka ada + konjugot indikasi inctkasi indikas| ——_inaktit iM + Polsokerida inaktit sc Preumokok Jkaada Jka adaindkosi_ — Jkaada —inaktif__ IM atau SC polisokorida indikasi indikasi Polo (Fv) Jkaada —Dihindari,kecuall. © Jkacada_—_inoktif sc indikasi ada risiko indikasi Tetonus- Ya, Tdaplebin Jikc adaindikasi Ya, Tdap lebih toxoid IM DipthestofId) dipiih dipilin Tetonus- Ya Ya, Jika risko Ya tox (M Dipiheric- tinggi pertusis Perlusis{Tdop) Voricesa Ya, hindari Tidak Ya, hindai —_hidup sc konsepsi konsepsi selama 4 selama 4 minggu minggu Infuenma (LAV) Ya, ka <50 Tidak Ya,jka<60 hidup Nasal spray ‘tahun dan tahun dan sehat; hindart sehat; hindari konsepsi konseps! selama 4 selama 4 minggu minggu mun Yo, hindari Tidak Ya, hindari —hidup sc konsepsi konsepsi selama 4 selama 4 minggu minggu 37 38 Panduan Praktik Klinis Ajergi Imunologi PEMBERIAN VAKSIN PADA IMUNODEFISIENS! SEKUNDER Imunodefisiensi sekunder merupakan bagian dari imunokompromais (gangguan sistem imun). Infeksi sering menjadi penyebab kematian pada pasien imunokompromais, karena itu vaksinasi dibutuhkan untuk mencegah risiko terkena infeksi.’ Dibawah ini terdapat rekomendasi pemberian vaksin pada pasien dengan imunodefisiensi sekunder. Tabel 5. Rekomendasi Pemberian Vaksin pada Imunodefisiensi sekunder’ Vaksin yang Vokiin yang Imunodefisiens) oy ontraindikesl aanjirken Efektivitas dan keterangan_ HIV/AIDS opv* Infivenza (TIV)AA MMR, varicella, dan BCG Pneumokok Yellow fever diberikan bila hitung Laivess Hepatitis AdanB — CD>200 Sel/nl HAJI'® Kementerian Kesehatan Kerajaan Arab Saudi, sejak tahun 2002 telah mewajibkan negara-negara yang mengirimkan jemaah haji untuk memberikan vaksinasi meningokok tetravalen (A/C/Y/W-135) sebagai syarat pokok pemberian visa haji dan umroh, dalam upaya mencegah penularan meningitis meningokokus. Cara pemberian vaksin berupa dosis tunggal 0,5 mL disuntikkan subkutan di daerah deltoid atau gluteal. Respons antibodi terhadap vaksin dapat diperoleh setelah 10-14 hari dan dapat bertahan selama 2-3 tahun. Vaksin diberikan pada jemaah haji minimal 10 hari sebelum berangkat ke Arab Saudi dan bagi jemaah yang sudah divaksin sebelumnya (kurang dari tiga tahun) tidak perlu vaksinasi ulang. Di samping vaksin meningokok dianjurkan juga pemberian vaksin influenza dan pneumokok mengingat lingkungan tempat tinggal yang berdesakkan dan usia jemaah yang sebagian besar termasuk usia lanjut. UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Alergi-Imunologi, Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan : Bagian Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam REFERENS| a 4 5. Winulyo £8. Imunisas| Dewasa, Dalam: SetiatlS, Alwil, Sudoyo AW, Simadiibrata M, Setiyohadi 8, Syam AF (ed). Buku Ajar imu Penyokit Dalam Ji |, Els! ke-6. Jakarta: Interna Publishing: 2014. h.951-7. Yunihastut E. Vaksinasi pada Kelompok khusus. Dalam: Sefiat S, Aiwi|, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF (ed,). Buku Ajar imu Penyakit Dalam Jil |. Edisi ke-6. Jakarta: Interna, Publishing; 2014. h. 958-62. Center for Disease Control & Prevention. Recommended immunization schedule, United States. Washington DC: Center for Disease Control & Prevention; 2014. ‘The American Geriatrics Society. A Pocket Guide To Common Immunization for the Older Adults. Centers for Disease Control and Prevention. USA, 2009. Wahyudi ER, Yasmin E, Vaksinas! pada Usia Lanjut. Dalam: Pedoman Imunisasi pada Orang Dewasa. Djauzi $, Rengganis |, Koenoe S, Ahani AR (ed). Tahun2012. Jakarta; Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas indonesia; 2012. h.261-7. Ocvyanti D, Novianti H. Vaksinas| pada Kehamilar. Dalam: Fedoman imunisas! pada Orang Dewasa, Djauzi S, Rengganis I, Koenoe S, Ahani AR (ed). Tahun2012. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokieran Universitas Indonesia; 2012. h.268-79. Yunihastuti E, Winulyo BE, Sukmana N, Yogani |. Vaksinasi pada Pasien Imunokompromais. Dalam: Pedoman Imunisasi pada Orang Dewasa. Djauz, Rengganis |, Koenoe S, Ahani AR (Ed). Tahun2012. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012. h.331-41. Koesnoe S, Novianti H. Voksinasi untuk Jemach Umroh dan Haji. Dalam: Pedoman imunisasi pada Orang Dewasa. DjauziS, Rengganis |, Koenoe 5, Ahani AR (ed). Tahun2012. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokleran Universitas Indonesia; 2012. h320-6. HIV/AIDS TANPA KOMPLIKASI PENGERTIAN Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di dunia serta menyebabkan krisis multi dimensi. Berdasarkan hasil estimasi Departemen Kesehatan tahun 2006 diperkirakan terdapat 169.000 - 216.000 orang dengan HIV dan AIDS di Indonesia. Program bersama UNAIDS dan WHO memperkirakan sekitar 4,9 juta orang hidup dengan HIV di Asia. PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Keluhan Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan gejala atau keluhan tertentu. Pasien datang dapat dengan keluhan: 1, Demam (suhu>37,5°C) terus menerus atau intermiten lebih dari satu bulan. 2. Diare yang terus menerus atau intermiten lebih dari satu bulan. 3. Keluhan disertai kehilangan berat badan (BB) >10% dari berat badan dasar. 4. Keluhan lain bergantung dari penyakit yang menyertainya. Faktor Risiko Penjaja seks laki-laki atau perempuan . Pengguna NAPZA suntik . Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki dan transgender . Hubungan seksual yang berisiko/tidak aman Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (IMS) Pernah mendapatkan transfusi darah . Pembuatan tato dan atau alat medis/alat tajam yang tercemar HIV Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS Pasangan serodiskor (yang satu terinfeksi HIV, lainnya tidak) dan salah satu PPNanewene pasangan positif HIV Pemeriksaan Fisik 1, Keadaan Umum a. Berat badan turun b. Demam 2. Kulit a. Tanda-tanda masalah kulit terkait HIV misalnya kulit kering, dermatitis seboroik. b. Tanda-tanda herpes simpleks dan zoster atau jaringan parut bekas herpes zoster. |. Pembesaran kelenjar getah bening . Mulut: kandidiasi oral, oral hairy leukoplakia, keilitis angularis Dada: dapat dijumpai ronki basah akibat infeksi paru Abdomen: hepatosplenomegali, nyeri, atau massa. . Anogenital: tanda-tanda herpes simpleks, duh vagina atau uretra |. Neurologi: tanda neuropati dan kelemahan neurologis. Sr Anew Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium a. Hitung jenis leukosit : Limfopenia, dan CD4 hitung <500 (CD4sekitar 30 % dari jumlah total limfosit) b. Tes HIV menggunakan strategi III yaitu menggunakan 3 macam tes dengan titik tangkap yang berbeda, umumnya dengan ELISA dan dikonfirmasi Western Blot c. Pemeriksaan DPI 2. Radiologi: Rontgen toraks Sebelum melakukan tes HIV perlu dilakukan konseling sebelumnya. Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV : 1. Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT = Voluntary Counseling & Testing) 2. Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan (TIPK — PITC = Provider- Initiated Testing and Counseling) Penegakan Diagnostis (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil tes: HIV. Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap kali kunjungan. 1. Tidak ada penurunan BB 2. Tidak ada gejala atau hanya limfa denopati generalsata persisten ‘Stadiim'2 Sakit Ringon 1, Penurunan BB bersifat seclang yang tidak diketahui penyebabnya (<10% dari perkiraan BB atau BB sebelumnya) 2. ISPA berulang (sinusitis, tonsitis, otitis media, faringits) 3. Herpes zosterciaiam 5 tahun terakhir 4. Keiltis Anguloris 5. Ulkus mulut yang bervliang 6. Ruam kulit yang gatal (Papular pruritic eruption) 7. Dermatitis seborolik 8. Infeksi jamur pada kuku Stadiim 3 Sakit Sedang |. Penurunan berat badan yang tak ciketahui penyebabnya (> 10% doriperkraan BB atau BB sebelumnya)} 2. Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan 3, Demam menetap yang tak diketahui penyebab 4, Kandidiasis pada mulut yang menetap 5. Oral hairy leukoplakia 6. Tuberkulosis pau 7. Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema, meningtts, piomiosits, infeksi tulang tau sendi, bakteriemia, penyakit inflamasi panggul yang berat) 8, Stomaiitis nekrotikans ulseratif akut, gingivitis atau periodontitis 9. Anemia yang tak diketahui penyebabnya (Hb 200 mg/dl Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir atau 2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa > 126 mg/dL. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam 3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dl ‘TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrat yang dilarutkan ke dalam air: Keluhon Klink Diobetes a aimed a zim <126 2126 (ante | <100 bred <200 2200 <140 a 140199 |: sang GDS atau GDP cor omy 2126 | <126 |—__> C32} Gos >m00 | <0 y Vi y vt 2200 140.199 <0. y v DIABETES MELTUS ict | Gort J Normal TOT: Digneis TY ton hate prmeisam TTCO deaption spams? jm eee bk ts 140-199 CPT Dgeni GDPT dem bia cnecksh pemevibcas ges plana pe Sida ater 100-125 mg/d (56-69 mmol/l} dan ‘Pemeribsann TTGO ea darah 2am < 140 mel Gombar 1. Algoritma Alur Diagnosis DM' Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)? + Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa) + Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan © Diperiksa kadar glukosa darah puasa + Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram /kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit + Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai + Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa + Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidakmerokok* ANAMNESIS, © Gejala yang timbul + Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi : glukosa darah, A1C, dan hasil pemeriksaan khusus yang terkait DM * Polamakan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan * Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda «Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandir, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani + Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia, dan hipoglikemia) + Riwaya infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta kaki © Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, jantung, susunan saraf, mata, saluran pencernaan, dl.) ‘+ Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah © Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain) « Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM + Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi * Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan' Pemeriksaan Fisik' Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari Pemeriksaan funduskopi Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid Pemeriksaan jantung Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinann adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain! Pemeriksaan Penunjang Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial HbAlc Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida) Kreatinin serum Albuminuria Keton, sedimen, dan protein dalam urin Elektrokardiogram Foto sinar-x dada’ DIAGNOSIS BANDING Hiperglikemia reaktif Pre diabetes TATALAKSANA Non farmakologis' Edukasi Terapi gizi medis Kebutuhan kalori' Cara menghitung berat badan ideal pasien DM menggunakan rumus Brocca: Berat Badan Idea] (BBI) = 90% x(TB.dalgm ¢m-100) x1kg Bagi pria dengan tinggi badan <160 em dan wanita <150 cm rumus dimodifikasi menjadi : oe BBI = (TB dalam cm-100) x 1 kgBB normal : BBI + 10% 2 BB kurus : <(BBI - 10%) BB-gemuk:; >(BBI + 10%) Indeks massa tubuh, (IMT) dapat dihitung dengan rumus : Kebutuhan kalori basal; Kalori Basal = Berat Badan Ideal x 25:kal/kgBB (untuk wanita):. Kalori Basal = Berat Badan Ideal x 30 kal/kgBB (untuk pria) Faktor-faktor yang menentukan kebytuhan kalori: 1, Umur - 40-59 ,tahun-5% - - 60-69 tahun -10% - >70 tahun -20% 2. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan — Istirahat +1.0%; — Aktivitas ringan +20% — Aktivitas sedang +30% — Aktivitas sangat berat +50% 3. Berat Badan - Kegemukan -20-30% - Kurus +20-30% 4, Stres metabolik: +10-30% Klasifikasi IMT (WHO WPR/IASO/IOTF) Tabel 2. Klasifikasi IMT" Untuk wanita paling sedikit 1000-1200 kkal, untuk pria 1200-1600 kkal, dibagi menjadi makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) diantaranya. Karbohidrat Karbohidrat 45-65% total asupan energi, diutamakan yang berserat tinggi Pembatasan karbohidrat total <130 gr/hari tidak dianjurkan Gula dalam bumbu diperbolehkan, sukrosa <5% total asupan energi Pemanis alternatif dapat digunakan asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian Makan 3x/hari. makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori lain dapat diberikan Lemak Asupan lemak + 20-25% kebutuhan kalori, Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori Lemak tak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tak jenuh tunggal Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan penuh susu (whole milk) Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari Protein 10-20% total asupan energi Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa Jemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe Pada pasien dengan nefropati : 0,8 g/KgBB/hari atau 10% kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi Diabetes Melitus Gy © Natri m - <3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur - Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg = Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit * Serat - Kacang-kacangan, buah, sayuran, serta sumber karbohidrat yang tinggi serat -+ 25 g/hari + Pemanis alternatif - Fruktosa tidak dianjurkan - Pemanis sesuai batas aman konsumsi harian - Pemanis tak berkalori yang dapat digunakan: aspartam, sakarin, acesulfam potassium, sukralose, dan neotame « Latihan - Teratur, 4-5x seminggu selama kurang lebih 30 menit (total durasi minimal 150 menit/minggu) - Yang dianjurkan, yang bersifat aerobik: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang Farmakologis ” ‘Tabel 3. Obat Hipoglikemik Oral’ Golongan Gener Mg/tab Dosis Harlan (mg) “MA KeIS ek shart Waktu am) Sulforilurea Gibenklamid 25-5 25-20 12-24 12 Glipizid 5-10 5-20 1016 12 Glipizid XL 5-10 5-20 1216 1 Giikiozid 80 80-320 10-20 12 Gliklazid MR 30-60 30-120 24 1 Glikuidon 30 30-120 68 23 Glimepirid 05-6 2 1 16 24 1 16 24 1 1-6 24 1 Glinia Repaglinid 1 156 3 Nateatinid 120 360 3 Tiazolidin-__Pioglitazon 15-30 15-45 4 1 dion 15-30 15-45 Fr) 1 53 Panduan Praktik Klinis \Metabolik Endokrin Perimpunen Cote Sposa Parva Daler snes Golongan Pengham- bat Glukosi- dase alfa Biguania Pengham- bat DPPV Obat kombinasi tetop Vildagiiptin + Metformin Saxagiiptin + Metformin Unagiiptin + Metformin Generk Acarbose Metfor Metformin XR Vildagtiptin Sitagliptin Soxagiiptin Unagliptin Metformin + Glibenclamid Glimepirid + Metformin Pioglitazone+ ‘Metformin, Sitagliptin + ‘Metformin, 50-100 500-850 500 500-750 500 50 25, 50, 100 5 5 250/1,25 500/2,5, 50/5 1/250 2/500 15/500 30/850 50/500 50/1000 50/500 50/850 50/1000 5/500 5/1000 2,5/1000 25/500 2,5/850 25/1000 Dosis Harlan (mg) 15-45 100-300 100-300 250-3000 500-3000 500-2000 50-100 25-100 Total glibenclamid maksimal 20 mg/ hari 2/500 4/1000 Total sitagliptin maksimal 100 mg/ hari Total vildagiiptin maksimal 100 mg/ hari Total saxagiiptin maksimal 5 mg/hari. Total metformin. maksimal 2000 mg/hari Total inagiiptin maksimal 5 mg/hati. Total metformin 2000 mg/har. Lama kerja dem) 18-24 68 68 24 24 12-24 24 24 24 12-24 18-24 1224 24 12 Frek/harl Waktu Diabetes Melitus i Tabel 4. indikas! penggunaan insulin’ indikasl Mutiok DMT! Indikas! Relattt Gagal mencapal target dengan penggunaan kombinasi OHO dosis optimal (3-6 bulan} DMT2 rawat jalan dengan : * Kehamilan Infeksi oaru (tuberkulosis) Kaki diabetik terinfeksi Fluktuasi glukosa darah yang tinggi Riwayat ketoasidosis berulang + Riwayat pankreatektomi Selain incikas di atas, terdopat beberape kondis| fertenty yang memervkan pemakaicn nsuin, seperti penyo- Kit hati kronik, gangguan fungsiginjal, dan terapl steroid doss tinggi Tabel 5. Jenis-Jenis insulin! Profil Kerja Gam) Insulin Manusia atau insulin Analog. Pe nr Kerja cepat (Insutin analog) Insulin ispro (Humalog) 0.295 05-2 Insulin aspart (Novorapid) 0.2.05 05-2 Insulin gluisin (Apidra) 0.20.5 05-2 Kerla pendek (insulin manusia, insulin regular) Humuiin R O51 05-1 Actrapid Kerla menengah (Insulin manusia, NPH) Humutin N 1s4 Insulatard 410 Kerja panjang (/ong-insulin analog) 13 Insulin glargine (Lantus) Hampir tanpa Insulin detemir (Levernit) puncak Campuran (premixed, Insulin manusia) 70/30 Hurtin {70% NPH, 30% reguler) 70/30 Mixtard (0% NPH, 30% reguler) 05-1 312 Campuran (premixed, insulin analog} 75/25 Humalog (75% NPL, 25% Lispro} 0.20.5 14 70-30 Novomix (70% protamine aspart, 30% aspart} 0.205 14 Individualisasi Terapi Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh ADA/EASD 2012, maka diperlukan pendekatan individual untuk menentukan regimen dan target pengobatan pada penyandang DM tipe 2. Lebih agresif Kurang agresit ee Sikap pasien dan usaha yang ——_-Motivas! tinggi, mengikutl nasihat, Kurang molivas. tidak penuiut, 91VaH 4010} 49610} jodoouew xOPY doYO} ‘doy opod uping ¢z owD}es 1dos2} 019 ]PB06 UOYOIOAUIAT yues dapiy of08 =sHo “L "UeyeIeD SHO i-deye =] wa ] 57 ulsjui24uy ynjun OwDInI9}) [sosUedWoyep OduD} Z-edy Wa UDD}O|@Bued DULOBIY ‘y 1DqQUIDD Ss ns 0102 “Vay Oue}D jrunuewd 91H 24 UDy -S!9AUOMIP BUDA OYas YOIOP O504N\6 JO odoaqaq uopsyiowed |soy D}OFO}Oy as0an|6 pabo1eAD ajowyse uDpswauied uDyoUNBiedy yodop 91 ¥qH UoDseWed Opp xOPY D| « 40> 91¥OH dov94 j9610) jodoouewi xDpy doyo) doy pod uojng £7 OwDjas Ido124 DIG J]OBDB uDyD}OAUIG “| “UD}O}OD ‘uynsul jeseg ‘OZL ‘PID tov 'Ns 8W yeqo “OZL ‘plu £ seulquioy = erse snyo19} a uowsof Esseuiquioy fete te up injo6uew upppg jo! Fy ddd ‘OZ pul go fea he Dv ‘ns 39 fais a) dnpiy DAD, Z!seulquioy SHO ‘%OL> ] %OL-6 Fl %6< ] %6-8 ] EL %L> ay Panduan PraktikKlinis Metabolik Endokrin UNIT YANG MENANGANI RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSpendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Kardiologi - Departemen Penyakit Dalam, Departemen Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi. = RSnonpendidikan ; Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi. REFERENSI 1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2011, 2. The Expert Committee on The Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, Report of The Expert Committee on The Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, Jan 2003;26 (Suppl. 1):55-20. 3. SuyonoS. Type 2 Diabetes Mellitus is a Beta-Cell Dysfunction. Prosiding Jakarta Diabetes Meeting 2002: The Recent Management in Diabetes and Its Complications : From Molecular to Clinic. Jakarta, 2-3 Nov 2002. Simposium Current Treatment in intemal Medicine 2000. Jakarta, 11-12 November 2000:185-99. 4, Inauech SE, Bergenstal RM, Buse JB et al. Management of Hypergiycemiaiinlype2 Diabetes: A Patient-Centered Approach. Position Statement of the American Diabetes Association (ADA) ‘and the European Association for the Study of Diabetes (EASD).Diunduh dari http://care. diabetesjournals.org/content/35/6/ 1364 full,odf+html pada tanggal 7 Juni 2012 DIABETES MELITUS GESTASIONAL PENGERTIAN Diabetes Melitus Gestasional (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis pertama kali saat kehamilan, dan terjadi pada 5-10% kehamilan, Definisi ini berlaku dengan tidak memandang apakah pasien diabetes melitus hamil yang mendapat terapi insulin atau diet saja, juga apabila pada pasca persalinan keadaan intoleransi glukosa menetap. Demikian pula ada kemungkinan pasien tersebut sebelum hamil sudah terjadi intoleransi glukosa. Resistensi insulin pada kehamilan normal diperkirakan meningkat 40-70% umumnya pada trimester pertama, Pada GDM terjadi gangguan fungsi sel beta pankreas, dan terjadi penurunan insulin. Resistensi insulin memperberat keadaan defek sel beta pankreas pada GDM. Risiko tinggi diabetes gestasional: . Umut lebih dari 30 tahun . Obesitas dengan indeks massa tubuh > 30 kg/m? Riwayat diabetes melitus dalam keluarga Pernah menderita diabetes melitus gestasional sebelumnya Pernah melahirkan anak besar >4000 gram Auk wNE . Adanya glukosuria PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Wanita dengan diabetes gestasional hampir tidak pernah memberikan keluhan, sehingga perlu dilakukan skrining. Anamnesis ditujukan untuk mencari faktor risiko diabetes melitus gestational, Pemeriksaan Fisik Pada umumnya tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan Penunjang * Pemeriksaan laboratorium: glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, HbAlc Diabetes Melitus Gastasional GN Tabel 1, Nilai Glukosa Plasme Puasa dan Tes Toleransi Glukosa Oral dengan Beban Glukosa 75 gram Glukosa plasma puasal + Normal <110 mg/dl + Glukosa puasa tergangau 2110 mg/all- <126 mg/dl + Diabetes melitus 2125 mg/dl Glukosa plasma 2jam setelah pemberian 75 gram glukosa oral = Normal <14) mg/dl + Toleransi glukosa terganggu 214) mg/dl - <200 mg/dl + Diabetes melitus 2200 mg/dl Menurut WHO dalam Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus 1999, diagnosis diabetes gestasional harus melakukan tes toleransi glukosa oral dengan beban glukosa 75 gram. Dinyatakan diabetes gestasional bila glukosa plasma puasa > 126 mg/dl dan/atau dua jam setelah beban glukosa 2 200 mg/ di, atau toleransi glukosa terganggu (dianggap diabetes). DIAGNOSIS BANDING TATALAKSANA 1. Terapi Nutrisi Medik a. _Jumlah kalori yang dianjurkan adalah 30 kkal/berat badan ideal sebelum hamil. b. Sasaran glukosa plasma puasa < 105 mg/dl dan dua jam setelah makan < 130 mg/dl. Apabila sasaran tidak tercapai dapat diberikan terapi insulin 2. Terapi Insulin a. Jenis insulin yang dipakai adalah insulin manusia. b. Insulin analog dipakai jika tidak tersedia insulin manusia. c. Dosis dan frekuensi sangat tergantung kadar glukosa darah. 4. Pada umumnya insulin dihentikan pada saat pasien bersalin untuk mencegah hipoglikemia 3. Terapi Farmakologis Tabel 2. Terapi Farmakologis pada Diabetes Melitus Gestasional Tnvuii Gibenkiamid Mettormin® Mekanisme Pengambilan insulin Menstimulasi sekresiinsu- Meningkatkan melalui reseptor [in oleh selbeta pankreas _sensitivitas terhadap insulin, menstimutasi pengambilan alu- kosa yang disebab- kan insulin 61 Panduan Praktik Klinis Metabolik Endokrin Fesinpunon Dade Spe Pratl Oot insulin Gilbenklamia Metformin® Onset Bervoriasi ‘Maksimal 1 jam Maksimal 1 jam Peak Bervariasi 4jam 2-4 Jam Dosis Bervariasi 2.5mg pada pagihari 500 mg pada pagi atau setiop 12 jam, hari atau setiap 12 dapat ditingkatkan jom. Maksimurn 1000 sefiap minggu dari2.5 mg setiap 12jam. mg-10 mg setiap 12 jam. Melewati plasenta Minimal (hanya fraksi_ —-Minimabtidak ada Ya terikat antibodi) Kategori FDA Be E B Pengalaman Banyak Sedang © Terbatas kegunaan dalam kehamion ‘Angka kegagalan 20% 35% sehingga membutuhkan insulin OA: food and Drug Administration * Beberapa insulin analog terbaru termasule kategori © * Kekomendasi pengzunaian dalam Kehamllan masih tidal cukyp « Pengalaman mintial pada penggunaan di usia gestasi < 11 ming Ristko pada neonates belum terbukti karens Ketorhatasan petelitian. KOMPLIKASI + Komplikasi pada ibu - Preeklampsi - Infeksi kandung kemih - Persalinan seksio sesaria ~ Dan trauma persalinan akibat bayi besar © Komplikasi pada anak - Makrosomia (paling sering) - Hambatan pertumbuhan janin - Cacat bawaan - Hipoglikemia - Hipokalsemia dan hipomagnesemia - Hiperbilirubinemia - Polisitemia hiperviskositas - Sindrom gawat napas neonatal PROGNOSIS Hipertensi kronik terjadi pada 1 dari 10 ibu hamil dengan diabetes melitus.* Preeklamsia terjadi lebih sering pada wanita dengan diabetes melitus (mencapai 62 12%) dibandingkan pada wanita yang tidak mengidap diabetes mellitus. Preeklamsia berhubungan dengan kontrol glikemik, Jika glukosa darah puasa < 105 mg/dL preeklamsia terjadi pada 7.8 %, sedangkan glukosa darah puasa > 105 mg/dL preeklamsia terjadi pada 13.8%. Risko abortus dalam kehamilan terjadi pada 9-44 % kasus. Malformasi terjadi pada 13.3 % dari 105 wanita hamil dengan diabetes melitus® ,sedangkan risiko bayi lahir dengan besar usia gestasi terjadi pada 30 % kasus* UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin, Divisi Kardiologi - Departemen Penyakit Dalam, Departemen Obstetri Ginekologi Departemen Kesehatan Anak + RSnonpendidikan : Bagian Penyakit Dalam, Bagian Obstetri Ginekologi, Bagian Kesehatan Anak UNIT TERKAIT + RS Pendidikan : Divisi Kardiologi, Departemen Patologi Klinik, Gizi Klinik * RSnon Pendidikan; Bagian Patologi Klinik, Gizi Klinik REFERENSI 1. Adam JMF. Diabetes Melitus Gestasional dalam Buku Ajar limu Penyakit Dalam Jia Ill edisilV. Pusat Penerbitan Departemen limu enyakit Dalam. Jakarta, 2006 (1927-1929) 2. Pridjian G, Benjamin TD. Update Gestational Diabetes. Obstet Gynecol Clin N Am 37 (2010) 255-267 3. Tobias DK, Hu FB, Forman JP, Chavarro J, Zhang C. Increased Risk of Hypertension After Gestational Diabetes Mellitus: Findings from a large prospective cohort study. Diabetes Care. Jul 2011;34(7);1582-4. 4, Yogev Y, Xenakis EM, Langer ©. The association between preeclampsia and the severity of gestational diabetes: the impact of glycemic control. Am J Obstet Gynecol. Nov 2004191 (5):1 65540. 5, LucasMJ, Leveno KJ, Wiliams ML, Raskin P, Whalley PJ. Eorly pregnancy glycosylated hemoglobin, severity of diabetes, and fetal malformations. Am J Obstet Gynecol. Aug 1989:161 (2):426-31 6. Ehrenberg HM, Me‘cer BM, Catalano PM. The influence of obesity and diabetes on the prevalence of macrosomia. Am J Obstet Gynecol. Sep 2004:191(3}:964-8 DISLIPIDEMIA PENGERTIAN idemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, serta penurunan kadar kolesterol HDL. European Atherosclerosis Society (EAS) menetapkan Klasifikasi sederhana yaitu : * + Hiperkolesterolemia (peningkatan lipoproterin LDL, Kolesterol > 240 mg/dL), ¢ Hipertrigliseridemia (peningkatan lipoprotein VLDL, Trigliserida > 200 mg/dL), + Dislipidemia campuran ( peningkatan VLDL + LDL; kadar TG > 200 mg/ dL + Kolesterol > 240 mg/dL). Berdasarkan patogenesisnya, dislipidemia dibagi 2 menjadi dislipidemia primer (akibat kelainan genetik) dan dislipidemia sekunder (akibat penyakit lain). Tabel 1. Sekunder Pada Beberapa Penyakitl-3 PENDEKATAN DIAGNOSIS! * Untuk menegakkan diagnosis, perlu pemeriksaan kadar kolesterol total, HDL, LDL. dan TG plasma darah vena. Persiapan puasa 12 jam sebelumnya diperlukan untuk pemeriksaan TG dan LDL indirek yang menggunakan rumus Friedwald yaitu LDL = Kol Total - kol HDL - TG/5S *Rumus ini tidak dapat digunakan apabila kadar TG > 400 mg/dL. + Pemeriksaan penyaring dianjurkkan untuk setiap orang usia > 20 tahun (bila normal perlu diulang tiap 5 tahun) * Pemeriksaan lain dapat disesuaikan dengan klinis untuk mencari adakah penyakit lain yang menyertai atau menjadi penyebabnya (misalnya glukosa darah, tes fungsi hati, urin lengkap, tes fungsi ginjal, TSH, EKG) ‘Tabel 2. Klasifikas! Kadar Kolesterol menurut NCEP ATP Ill (2001)* Kadat Kolesterol Kasinkaat: Kolesterol LDL: + < 100 mg/dl Optimal + 100-129 mg/d Hampir optimal + 130-159 mg/dl. Borderfine tinggi + 160-189 mg/dL Tingal + 2190mg/dl Sangat tinggi Kolesterol total: + <200mg/d Yang diinginkan + 200-239 mg/dl Borderiine tinggi + 2240 mg/dl Tinggi Kolesterol HDL + <40.mg/dt. Rendah + 260 mg/dL Tinggi + Penting untuk menilai seberapa besar faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK) sebelum memulai terapi dislipidemia. Faktor risiko utama (selain kolesterol LDL) yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai, di antaranya yaitu:* - Merokok - Hipertensi (TD 2 140/90 atau dalam terapi antihipertensi) - Kolesterol HDL rendah (< 40 mg/dL)" - _ Riwayat P)K dini dalam keluarga (ayah < 55 tahun, ibu < 65 tahun) - Umur pria 2 45 tahun, wanita 2 55 tahun ‘Terdapat 3 kelompok faktor risiko, menurut NCEP ATP II] dengan Framingham Risk Score (FRS) untuk menghitung besarnya risiko penyakit jantung koroner (PJK) yang meliputi: umur, kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kebiasaan merokok, dan hipertensi (lihat appendix). Penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka persentase risiko PJK dalam 10 tahun.’ kolesterol HDL (2 60 mg/dl) dianggap sebagai faktor risko negattif, arfinya mengurangi | faktor risko dari perhituagan total 65 1. Risiko tinggi a. Mempunyai riwayat PJK b. Mereka yang memiliki risiko yang disamakan dengan PJK: - Diabetes ~ Gagal ginjal kronik - _ Bentuklain aterosklerosis: stroke, penyakit arteri perifer, aneurisma aorta abdominalis ~ Faktor risiko multipel (> 2 faktor) dan mempunyai risiko PJK dalam 10 tahun > 20% 2. Risiko multipel (2 2 faktor risiko) dengan risiko PJK dalam waktu 10 tahun < 20% 3. Risiko Rendah ( 0 - 1 faktor risiko) dengan risiko PJK dalam waktu 10 tahun < 10 % DIAGNOSIS BANDING ' + Hiperkolesterolemia sekunder, karena hipotiroidisme, penyakithati obstruksi, sindrom nefrotik, anoreksia nervosa, porfiria intermiten akut, obat (progestin, siklosporin, thiazide) + Hipertrigliseridemia sekunder, karena obesitas, DM, penyakit ginjal kronik, lipodistrofi, glycogen storage disease, alkohol, bedah bypass ileal, stres, sepsis, kehamilan, obat (estrogen, isotretinoin, penyekat beta, glukokortikoid, resin pengikat bile-acid, thiazide), hepatitis akut, lupus eritematosus sistemik, gammopati monoklonal: myeloma multipel, limfoma AIDS: inhibitor protease + HDL rendah sekunder, karena malnutrisi, obesitas, merokok, penyekat beta, steroid anabolik TATALAKSANA A. Pasien dengan hiperkolesterolemia'? Non farmakologis (Perubahan Gaya Hidup/PGH): + Terapi nutrisi medis, dengan: > mengurangi asupan Jemak jenuh dan lemak trans tidak jenuh sampai < 7-10 % total energi. - _mengurangi asupan kolesterol sampai < 250 mg/hari ~ _ menggantikan makanan sumber kolesterol dan lemak jenuh dengan makanan alternatiflainnya (misal produk susu rendah lemak, karbohidrat dengan indeks glikemik rendah) - _mengkonsumsi makanan padat gizi dan kardioprotektif (sayuran, kacang- kacangan, buah, ikan, dsb) Dislipidemia a - menghindari makanan tinggi kalori (makanan berminyak, soft drink) - mengkonsumsi suplemen yang dapat menurunkan kadar lipid (seperti asam Jemak omega 3, makanan tinggi serat, dan sterol sayuran. - mengurangi berat badan dan meningkatkan aktivitas fisik Respons perbaikan diet terlihat dalam 3 - 4 minggu, namun penyesuaian diet sebaiknya diperkenalkan bertahap + Aktivitas fisik diperbanyak atau rutin berolahraga + Menghentikan rokok dan minuman beralkohol, terutama bila disertai hipertensi, hipertrigliseridemia, atau obesitas sentral + Mempertahankan atau menurunkan berat badan Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis mulai diberikan, dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan latihan jasmani. Tabel 3. Faktor Risiko Utama (terkecuali kolesterol LOL) yang Menentukan Sasaran Kolesterol LDL" = Perokok sigaret - Hipertensi (TD 2140/90 mmiig atau sedang dapat obat hipertens)) = Kolesterol HDL-C <40 mg/dl! ~Riwayat keluarga adanya PAK din (PJK orang tua pria <55 tahun, orang tua wanita <65 tahun) = Umur (pria $45 tahun, wanita 255 tahun) “Diabetes melts asamakan dengan penyakl jantung koroner [PJK) Koloveres HDL >40 ma/dLdnvtung sebagal faktor riko Regatl,oleh Karena itu depat mengurangl satu dasifaktor riko i atos Tabel 4. Target Kolesterol LDL (mg/dl) dan Batasan untuk Pemberian Terapi berdasarkan Kelompok Risiko Target Kolesterol Kelompok Risiko aL (ma/di 1. Risiko Rendah <160 Risiko rendah (0-1 faktor riko) 2. Risiko Muitipel <130 Risiko multiple (22 faktor risiko) 3. Risiko Tinggi <100 @. Mempunyai riwayat PJK b. Mereka yang mempunyai isiko yang disamakan dengan PAK: - Diabetes melitus Bentuk lain penyakit ateroskierotik yaitu sirok, penyakkil arter perifer, aneurisma corta abdominals ~ Faktor rsiko multiple (>2 faktorrisko) 4, Risiko Sangat Tingg! Kelompok ini dikhussskon pada pasien paska penyokit kardiovoskuler dengan keadaan khusus, yaitu = Disertal faktor riko multipel (terutama posien diabetes melitus) = Diserfai faktor riko yang tidak dapat dikendalikan, seperti masin tetap merokok 68 Panduan Praktik Kilns \Metabolik Endokrin Target Kolesterol Kefompok LDL (mg/dl) ~ Sindroma metabolk dengan faktor risko multipel (terulama kador <70 {rigliserida 2200 mg/dL dimana kador kolestero! non-HDL >130 mg/dL dengan kolesterol HDL <40 mg/dl) = Pasien dengan sindroma koroner akut Farmakologis' Predominan + Golongan statin: - Simvastatin 5-40 mg - Lovastatin 10 - 80 mg - Pravastatin 10-40 mg - Fluvastatin 20 - 80 mg - Atorvastatin 10-80 mg - Rosuvastatin 10 - 40 mg - Pitavastatin 1-4 mg + Golongan bile acid sequestrant: - Kolestiramin 4-16 g + Golongan nicotinic acid: - Nicotinic acid (immediate release) 2 x 100 mg s.d. 1,5 3 g Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai dengan statin atau bile acid sequestrant atau nicotinic acid. Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di atas), pemantauan setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi, target belum tercapai: intensifkan atau naikkan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain, Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis diintensifkan. Pasien dengan P)K, kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner, diberi terapi obat saat pulang dari RS jika kolesterol LDL. > 100 mg/dL." B. Pasien dengan hipertrigliseridemia + Penatalaksanaan non farmakologis sesuai di atas. + Penatalaksanaaan farmakologis:* Target terapi ~ _ Pasien dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi: tujuan utama terapi adalah mencapai target kolesterol LDL. - Pasien dengan trigliserida tinggi: target sekunder adalah kadar kolesterol non-HDL, yakni sebesar 30 mg/dL lebih tinggi dari target kadar kolesterol LDL (lihat tabel di atas). - Pendekatan terapi obat: 1, Obat penurun kadar kolesterol LDL, atau 2, Ditambahkan obat fibrat atau nicotinic acid. Golongan fibrat terdiri dari: * Gemfibrozil 2 x 600 mg atau 1 x 900 mg + Fenofibrat 1x 200 mg Penyebab primer dislipidemia sekunder, juga harus ditatalaksana. KOMPLIKASI Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, stroke, pankreatitis akut* PROGNOSIS Risiko menjadi PJK dalam 10 tahun ke depan berdasarkan Skor Framingham yaitu menjumlahkan poin-poin dari faktor usia, nilai kolesterol, nilai HDL, tekanan darah sistolik.* Gy Panduan Praktik Mlinis \etabolik Endokrin Pstinaunan Soler spss anya Daas sone Tabel 5. Skor Framingham untuk Risiko PJK dalam 10 Tahun untuk Wanita Langkah 1 Langkah 7 (Jumiah Poin dari langkah 1-6) vs in oo tana ona a er 1c cr konto toa wes Ss f — sft i eee = gt fi 155 = oat a et & et 4 tongkah 2 Lanakah 8 sxe ac (raja fmm) omic“ a att nano gn ee @ ta ie win aww 3 ial Sie eae 8 2 a a 140-190 4154.92 2 mm O1 [2x] 2190 24,92 2 t 4 @ (GR) & a ' : a e Kolesterol, oh (8 (48) _ cen a _ oh i 15%) vate att 2 a i ‘029 5.18621 a a Fi a 20279 6227.26 ay ne hot tom al —_ La 13% nn 1a) e ta tae i te tee Songeah 3 20% (4) 118%] ‘HDL-C 26% [5] (20%) cmgia) eal amin aa a 13 bs ee & | su oe Fg eo ime 1 SS ime . & a langkah 4 Langkah 9 (Perbandingan dengan rata-rata orang dalam tron a vi yong sa) sem “to rondo tits (mtg) <80 80-84 85-89 90-99 2100 Unto Rata-Rato —Rata-Rata RisikoPJK Rlsiko Ringan™ PJK caf Chin mad PETS “ToaPatae” “AS td = By a =e ma ag a at wy Sh & 3 —————e oe 5 a Saar ss OG z s | a a om aOR a a oe u 7074 1% 1% 8h oes “xseo mene rape Cn Ee anogers mamaria r ° Se ctaanetan ements waarmee, va ; fe Socowe nema Long ra ie rma r. ° “ we ; a 70 Dislipidemia | Gy Tabel 6, Skor Framingham untuk Risiko PJK dalam 10 Tahun untuk Pria’ Langkah 1 Poin Kalestorot 2094 1 El 3539 ° 0) 44 1 i 459 2 2 5054 3 6 5559 4 ra 60.64 5 509 6 @ 7074 7 a Langkah 2 ‘<100 259 00-129 2403.36 130-159 160-150 415-492 2190 2492 Kolesterol (marae) (omer) 140. <414 3) 160-199 4185.17 1) mon9 518-621 tm 20279 622724 fa) 2280 27.28 6 Langkah 3 (mg/at) <5 3544 4549 50.59 260 Langkah 4 ‘steak iastotk (ment) (oni) <120 om 120.137 onl 190.139 10 40-159 20 2160 301 jetangan: apabiatkonan stalk don sorotemenunjatanestnas pon tong wafoodl, gnakan apn etna Langkah 6 Perokok roinibL otal Yo ° ol Tidak 2 a Langkah 7 (Jumiah Poin datitangkan 1-4) Juma Semua Pin Usa {DLC atau Kolstrt HOLS Tekanon Dorah Dabuies Perokok {otaPon Langkah & aco PK ‘TotelPoin — Rislko 10 Total Poin = Risto 10 Lamon Kaleo! Teton <2 % 3 m 3 a fet] x ° Es ol al 1 a i i 2 a beat (4x) 3 a 6 iss) a % rat va) 5 % rat 13) é te ia ios) ’ ae vi {3a 3 ise (8 Usa > me fi boos] ome toy Baal i Fad i lal Bae Baal 1% % {13} Sah 2B) Langkah 9 (Perbandingan dengan rata- rata orang dalam usia yang sarra) Fecbandingan Rak) Rofe-Roto alata ako. via Rakorik OP ingen (Tatu) dolar 10 Beret datom IK ‘Tohun WTahun 10 Tahun 3054 3% 1% a 3539 EA x 3% ran % & a 4549 ue 8% & 5054 a 10% & 5557 Mee 138 % 4 2% 20% % 6549 258 rod ne 7074 308 25% Mm {pug becet amass angina peti, ‘Rise gon dvr Serre donot sla yora soma, ilaran arava pvt ce Ta thal oe Se aaah Langkah 5 Diabetes ‘Poin DL Poin Kol Yo ° (0 Tidok 7 a 71 UNIT YANG MENANGANI + RSPendidikan :Divisi Metabolik Endokrin, Divisi Kardiologi - Departemen oe Penyakit Dalam , © “RStion Pendfdian : Bagian Ilmu Penyakit alam . UNIT TERKAIT oO eR ores oc © RSPendidikan : Divisi Kardiologi Departemen IImu Penyakit Dalam, Departemen Patologt Klinik, Gizi Klinik + RSnon Pendidikan _: Bagian Patologi Klinik, Gizi Klinile REFERENS! |. -Adgm JME. Seegondo §, Semigrdji.G, Adriansyah H. Editor. Petunjuk Fraktis Penatalaksanaan Disibiclerntet: PB*PERKENI; April 2004” 2. Semiardji G. National Cholesterol Education Program - Adult Treatment Panel til (NCEP-ATP Ill): Adakah hal yang baru? Makalah soe Klinik Beslan Wiptaboli Endokrinologi Bagian limu Penyakit Dalam, 2002. ” 3 ReinerZ,Catapano A, Backer Gt ol ESC/EAS Guidelines forthe management ot ‘dyslipidgemias : The Task Force for the management of dyslipidaemias of the European Society of Cardiology (ESC) and the European Atherosclerosis Society (EAS). European Heart Joumal (2011) 32, 1769-1818. HIPOGLIKEMIA PENGERTIAN Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah <70 mg/dL, atau kadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis. Kasus hipoglikemia paling banyak dijumpai pada penderita diabetes, sehingga pada panduan pelayanan medis ini akan dibatasi pada kondisi tersebut. Hipoglikemia pada penderita diabetes biasanya terjadi karena :!# + Kelebihan obat atau dosis obat: terutama insulin, atau obat hipoglikemik oral + Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun: gagal ginjal kronik, pasca persalinan + Asupan makan tidak adekuat: jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat + Kegiatan jasmani berlebihan. PENDEKATAN DIAGNOSIS Gejala dan Tanda Klinis'2* + Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun + Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sementara + Stadium simpatik: keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar + Stadium gangguan otak berat: tidak sadar, dengan atau tanpa kejang Anamnesis'* + Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral: dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis. + Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi + Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya + Lama menderita DM, komplikasi DM + Penyakit penyerta: ginjal, hati, dll. + Penggunaan obat sistemik lainnya: penghambat adrenergik beta, dll. Pemeriksaan Fisik Pucat, diaforesis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung meningkat, penurunan kesadaran, defisit neurologik fokal transien. Trias Whipple untuk membuktikan adanya hipoglikemia’ 1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia 2. Kadar glukosa plasma rendah 3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat Pemeriksaan Penunjang Kadar glukosa darah, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-Peptide.? DIAGNOSIS BANDING? Hipoglikemia karena penyebab lain, seperti + Obat; = sering: alkohol, - _ kadang: kinin, pentamidine - _ jarang: salisilat, sulfonamid + Hiperinsulinisme endogen: insulinoma, autoimun, sekresi insulin ektopik + Gagal ginjal, sepsis, starvasi, gagal hati, gagal jantung + Defisiensi endokrin: kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin + Tumor non-sel: sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukemia, limfoma, melanoma + Pasca-prandial: reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol TATALAKSANA Stadium Permulaan (sadar)'* + Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat + Hentikan obat hipoglikemik sementara, + Pantau glukosa darah sewaktu + Pertahankan GD diatas 100 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar) + Cari penyebab ‘Stadium Lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia)'* 1. Diberikan larutan Dekstrosa 40 % sebanyak 2 flakon (= 50 mL) bolus intra vena, 2. Diberikan cairan Dekstrosa 10 % per infus, 8 jam per kolf bila tanpa penyulit lain, 3. Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer: * Bila GDs < 50 mg/dL > + bolus Dekstrosa 40 % 50 mL IV * Bila GDs < 100 mg/dL > + bolus Dekstrosa 40 % 25 mL IV 4. Periksa GDs setiap 15 menit setelah pemberian Dekstrosa 40 % : * Bila GDs < 50 mg/dL > + bolus Dekstrosa 40 % 50 mL IV * Bila GDs < 100 mg/dL > + bolus Dekstrosa 40 % 25 mL IV * Bila GDs 100 - 200 mg/dL > tanpa bolus Dekstrosa 40 % * Bila GDs > 200 mg/dL. > pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dekstrosa 10 % 5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2 jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dL > pertimbangkan mengganti infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %. 6. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut masing-masing selang 2 jam, pemantauan GDs setiap 4 jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dL. > pertimbangkan mengganti infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %. 7. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut masing-masing selang 4 jam, pemeriksaan GDS dapat diperpanjang sesuai kebutuhan sampai efek obat penyebab hipoglikemia diperkirakan sudah habis dan pasien sudah dapat makan seperti biasa. 8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin, seperti: glukagon 0,5-1 mg IV/IM atau kotison, adrenal 9, Bila pasien belum sadar, sementara hipoglikemia sudah teratasi, maka cari penyebab Jain atau sudah terjadi brain damage akibat hipoglikemia berkepanjangan. KOMPLIKASI Kerusakan otak, koma, kematian.? PROGNOSIS Hipoglikemia meningkatkan angka mortalitas pada pasien dalam kondisi kritis. Pada 22% pasien mengalami episode hipoglikemia lebih dari 1 kali, Angka mortalitas meningkat sesuai dengan parahnya derajat hipoglikemia.> UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan_ : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSpendidikan : Semua Sub-Bagian di Lingkungan Departemen [Imu Penyakit Dalam * RSnon pendidikan : - REFERENS! ns 1, Rudianio A. KONSENSUS Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melifus Tipe 2 di Indonesia 2011, JGkarta: PB PERKENI. 2. Cryer PE. Hypoglycemia, In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison's Principles of internal Medicina. 8th ed. New York: McGraw-Hil; 200, 3. Arsana PM, Pyrnamasafi D, Hipoglikemia dan Hiperglikemia, Dalam: Abdullah M, Arsana PM, Selyohadi B, Soeroto AY, Suryanto A, EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in Internal Medicine). Jakarta: Interna Publishing: 2011 shall.305-13. HIPOGONADISME PENGERTIAN Hipogonadisme adalah suatu kondisi yang dihasilkan akibat menurunnya produksi fungsi gonad secara abnormal, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan seksual, serta karakteristik seksual sekunder, Sering juga disebut dengan hipogenitalisme.* Hipogonadisme bermanifestasi berbeda pada pria dan wanita sebelum dan sesudah onset pubertas.? HIPOGONADISME PADA PRIA Pada pria, hipogonadisme merujuk pada rendahnya tingkat sirkulasi testosteron. Sebagian besar pria dengan defisiensi androgen akan menjadi infertil. Pada pria, hipogonadisme primer merupakan suatu tanda kelainan yang berasal dari testis, sedangkan hipogonadisme sekunder diakibatkan adanya gangguan hipotalamus atau hipofisis yang mengakibatkan menurunnya kadar hormon gonadotropin (LH, FSH, atau keduanya) dan gangguan fungsi testis. Kombinasi hipogonadisme primer dan sekunder terjadi pada proses penuaan dan pada sejumlah penyak’ —_temik, seperti alkoholisme, penyakit hati, diabetes melitus, infeksi HIV, dan peny. it sickle cell? Tipe-tipe hipogonadisme:** + Hipogonadisme primer-defek gonad seperti sindrom Klinefelter, sindrom Turner, mumps * Hipogonadisme sekunder -defek hipotalamus (seperti sindrom Kallman) atau defek hipofisis (seperti hipopituitarisme) + Resistensi target organ seperti sindrom insensitivitas androgen atau defisiensi 5-alpha-reductase « Hipogonadisme Jate-onset-sindrom defisiensi testosteron yang berhubungan dengan umur PENDEKATAN DIAGNOSIS. Dalam menegakkan diagnosis, berikut adalah langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan:* 1. Evaluasi kesehatan secara umum untuk melihat tanda dan gejala defisiensi androgen dan mengeksklusikan penyakit sistemik, gangguan makanan, dan masalah gaya hidup seperti olahraga yang berlebihan atau penyalahgunaan obat- obatan seperti etanol, marijuana, dan opiat. 2, Mengukur testosteron total, lebih baik dilakukan sampel darah pada pagi hari. 3. Pengukuran LH pada pasien yang dianggap mengalami defisiensi androgen untuk menentukan apakah defek tersebut terjadi pada tingkat testikular atau pada tingkat hipotalamus-hipofisis. Pada defisiensi androgen, pasien seringkali menunjukan keterlambatan perkembangan seksual atau terjadi seksual inkomplit dan proporsi eunuchoidal. Pada pasien yang mengalami defisiensi androgen pada masa prepubertal juga didapatkan suara yang high-pitched dan tidak mengalami resesi temporal rambut seiring berjalannya umur, Pada lelaki yang mengalami defisiensi androgen setelah lengkapnya maturasi pubertas, gejala-gejalanya meliputi berkurangnya gairah seksual dan aktivitas, menurunnya ereksi spontan, hilangnya rambut badan, infertilitas, berkurangnya massa otot dan tenaga, hot flush, berkeringat, berkurangnya tinggi badan yang berhubungan dengan fraktur atraumatik, testis mengkerut atau mengecil dan terjadi pembesaran payudara. 4. Selain itu diajukan kriteria minimum untuk diagnosis dari hipogonad late- onset: + Setidaknya tiga gejala seksual -_ Ereksi pagi yang buruk - Gairah seksual rendah - Disfungsi ereksi + Tingkat testosteron total < 11 nmol/L (3.2 ng/mL) + Tingkat testosteron total < 220 pmol/L (64 pg/mL) Keluhan Utama Pada kebanyakan lelaki yang lebih tua libido rendah.-Gejala lain : disfungsi ereksi, penurunan massa otot dan kekuatan, penurunan vitalitas, mood menurun. Riwayat Medikasi Pada lelaki lebih muda ditanyakan riwayat konsumsi maternal estrogen, progestin atau androgen pada kehamilan 2 bulan awal. Riwayat Keluarga Kematian saudara kandung saat neonatus meningkatkan kecurigaan hiperplasia adrenal kongenital. Infertilitas dari saudara kandung orangtua meningkatkan kecurigaan bentuk pseudohermafroditisme genetik lelaki Pemeriksaan Fisik (pada Lelaki Muda) Pemeriksaan fisik sebaiknya difokuskan pada karakteristik seks sekunder seperti tumbuh rambut, ginekomastia, volume testis, prostat, tinggi dan proporsi tubuh. Eunuchoid proportions didefinisikan dengan rentang lengan >2 cm lebih besar dari tinggi badan dan dicurigai defisiensi androgen terjadi sebelum fusi epifiseal. Rambut tumbuh pada wajah, aksila, dada, dan regio pubis merupakan daerah yang pertumbuhannya bergantung dengan androgen. Bagaimanapun juga perubahan fisik tidak dapat diketahui kecuali defisiensi androgen yang terjadi cukup berat dan berkepanjangan. Etnisitas juga mempengaruhi pertumbuhan rambut tubuh. Pasien dengan sindrom Klinelfelter volume testisnya berkurang (1-2 mL). Volume testis paling baik diperiksa menggunakan Prader orchidometer. Pemeriksaan Penunjang** + Laboratorium - Pengukuran testosteron serum total, FSH, LH (ketiganya diambil pada sampel darah pagi hari), prolaktin serum, hormon hipofisis lain - Analisis semen untuk memeriksa infertilitas © Radiologis - _USG pelvis untuk mencari uterus, testis tersembunyi (cryptochismus) - Studi kontras dari orifisium perineal dapat membantu anatomi internal dan mengkonfirmasi keberadaan vagina - MRI Kepala DIAGNOSIS BANDING? 5 Hipogonadisme primer, hipogonadisme sekunder, resistensi target organ (sindrom insensitivitas androgen atau defisiensi 5-alpha-reductase), hipogonadisme late-onset Panduan Praktik Klinis \Metabolik Endokrin Perinpunan Dats Sota Peat Dom nore Hipegonacisme Pertimbangan Kins —— > penyakit ssterik Testosteron, total id Bordertine rendah 200- L Rendah<200 | eee) 350 ng/al Normal >350 [_Narassooro/at | Ulang Testosteron total, Ukur Testosteron bebas ‘Cenderung Testosteron Testosteron defisionsi | bebasrendah bebas androgen Total T<300 ng/dlt Fennel ee LH tinggi LH tendch atau normal ‘Gagal gonad primer Hipogonadotropik hipogonadisme Kinelfelter kript Defisiensi GnRH post orkitis| Projaktinoma Massa sella: Keterangan gambar : GnRH, gonadotropin-releasing hormone; LH, luteinizing hormone: T. testosteron, Gambar 1. Evaluasi Hipogonadisme* TATALAKSANA®S Hipogonadisme @ Terapi pengganti androgen dapat dilihat pada Tabel 1. Indikasi dan kontraindikasi pemberian androgen dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Indikas! dan Kontraindikas! Terapi Pengganii Testosteron’ indices Deffsiensi androgen (hipogonacisme) Mikrophallus (neonatus) Pubertas terlambat pada anak laki-laki Kentraindikast Absolut: + Karsinoma prostat = Karsinoma pada pria Relatif » Pria usia lanjut dengan pembesaran pros- tat dan gejala miksi * Peningkatan hematokrit + Kelainan bemapas saat tidur Pria dewasa dengan kadar testosteron serum total rendah Edema angioneurotik Kemungkinan penagunaan lainnya + Kontrasepsi hormonal pria ‘+ Penyakit wasting yang berkaitan dengan kanker, infeksi HIV, infeksi kronis * Wanita postmenopause Tabel 2. Indikasi yang Direkomendasikan untuk Terapi Pengganti Testosteron* ‘Sediaan, DI Amerika Serikat Testosterone enanthate atau cypi- onate Nongenital testosterone patches Testosterone gel Tablet testosterone bukal bioadhesive DI Luar Amerika Serikat" Testosterone uncecanoate oral Testosterone undecanoate injeksi Testosterone pellets Dosis 75-100 mg IM setiap minggu, atau 150-200 mg setiop 2minggu’ Satu atau dua 5-mg patches diberikan pada malam hari pada kulit punagung, paha, atau lengan atas 5-10 g dioleskan setiap hari pada kulit yang tertutup Tablet 30 mg pada mukosa bukal dua kali sehari 40-80 mg PO dua atau tiga kali sehari dengan makanan Diowall 1000 mg IM dan pada minggu ke 6 dikuti 1000 mg IM sefiap 12 minggu Empat hingga enam implant 200-mg pellet setiap 4-6 bulan 81 KOMPLIKASI Organ seksual tidak berkembang, kegagalan perkembangan karakteristik seksual sekunder (pubertas), osteoporosis, hilangnya massa otot, dan penurunan fungsi seksual termasuk disfungsi ereksi dan penurunan libido (dewasa).**7 PROGNOSIS Pada usia lanjut laki-laki, perbaikan manifestasi Klinis diperkirakan dalam 3-6 bulan dengan terapi pengganti testosteron.” UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan REFERENS! 1. Dorland's ilustrated Medical Dictionary. 23rd Ed. Philadelphia. Elsevier. 2007 2. Viswanathan V, Eugster EA. Etiology and treatment of hypogonadism in adolescents, Endocrinol ‘Metab Clin North Am, Dec 2009;38(4):719-38, 3. Bhasin $, Jameson J. Disorders of the Testes and Male Reproductive System. In: Longo Fauci Kasper, Harrison's Principles of intemal Medicine 18" edition, United States of America, McGraw Hill, 2012 4, Kronenberg H, Meimed S, Polonsky K. Testicular disorder. William's textbook of endocrinology 11 edition, Philadelphia. Saunders Eisevier. 2008 5. Swerdiloff R, Wang C. The Testis and Male Sexual Function. in: Goldman, Ausiello. Cecil Medicine. 23" Edition, Philadelphia. Saunders, Elsevier. 2008 6 Wang C, Nieschlag E, Swerdloff RS et al. ISA, ISSAM, EAU, EAA and ASA recommendations: investigation, treatment and monitoring of late-onset hypogonadism in males. 7. Otten B, Stikkelbroeck N, Hermus R. Hypogonadism in Males With Congenital Adrenal Hyperplasia In: Winters S.Male hypogonadism : basic, clinical, and therapeutic principles. New Jersey. Humana Press. 2004 HIPOPARATIROIDISME PENGERTIAN Hipoparatiroidisme adalah keadaan berkurangnya hormon paratiroid; yang dapat dibagi menjadi hipoparatiroidisme herediter dan hipoparatiroidisme akuisita.’ Hipoparatiroidisme herediter terjadi akibat defek genetik, biasanya awitan lebih Gini, sering muncul pada dekade pertama. Hipoparatiroidisme akuisita dapat terjadi sekunder setelah pembedahan pada daerah leher. Penyebab yang lebih jarang adalah jejas imbas radiasi setelah terapi radioiodin pada hipertiroidisme danjejas kelenjar pada pasien dengan hemokromatosis atau hemosiderosis setelah transfusi darah berulang. Hipoparatiroidisme transient dapat terjadi paska pembedahan untuk hipertiroidisme.* PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis dan pemeriksaan fisik' 4. Manifestasi neurologik dan neuromuskular: spasme otot, spasme carpopedal, grimacing wajah, spasme laring, kejang 2. Gagal napas dapat terjadi » Gejala ekstrapiramidal lebih sering terjadi pada hipoparatiroid herediter: distonia, pergerakan choreoathetotic Perubahan status me ntal: iritabilitas, depresi, psikosis Kram usus dan malabsorpsi kronik dapat terjadi Papiledema dan peningkatan tekanan intrakranial ‘Tanda Chvostek’s dan Trousseau dapat ditemukan Perubahan kronik pada kuku dan rambut Katarak lentikular een ane 10, Alopesia dan kandidiasis lebih sering terjadi pada htpoparatiroidisme herediter Pemeriksaan penunjang'? * Hipokalsemia, hiperkalsiuria + Kalsifikasi ganglia basal lebih sering terjadi pada hipoparatiroidisme herediter + EKG: interval QT memanjang, aritmia DIAGNOSIS BANDING Pseudohipoparatiroidisme, hipokalsemia oleh sebab lain (lihat bab Gangguan Kalsium).! TATALAKSANA Farmakologis 1. Kalsium oral dosis tinggi (21 g kalsium elemental); jika perlu dikombinasikan dengan vitamin D dosis 40,000-120.000 U/hari (1-3 mg/hari).? 2, Diuretik tiazid." 3. Penambahan terapi pengganti hormon paratiroid 1-84 pada terapi konvensional (kalsium dan vitamin D) terkait dengan penurunan kebutuhan kalsium dan vitamin D harian.?? KOMPLIKAS! Kejang, gagal napas, parkinsonisme, perubahan kronik pada kuku dan rambut, katarak lentikular, insensitivitas terhadap digoksin.* PROGNOSIS Hipoparatiroidisme permanen dapat terjadi pada 3,8% yang menjalani tiroidektomi? UNIT YANG MENANGANI * RS Pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam + RSnon Pendidikan: Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT «RS Pendidikan * RSnon Pendidikan; - REFERENSI 1. Polts JrJT. Diseases of the parathyroid gland. Dalam: Longo DL. Kasper DL. Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscaizo J, penyunting, Harrison's principle of intemal medicine. Edisi Xvill, MeGraw. Hill Companies; 2012, Hal. 2. Rubin MR, Sliney J, McMahon D4, Silverberg SJ, Bilezikian JP. Therapy of hypoparathyroidism with intact parathyroid hormone, Osteoporosis Int 2010:21/11):1927-34 3. Sikjaer T, Rejnmark L, Rolighed L, Heickendorff L, Mosekilde L. The effect of adding PTH(1-84) to conventional reatment of hypaparathyroidism: a randomized placebo-controlled study. J Bone Miner Res 201 1:26(10}:2358-70 4. Siiges-Serra A, Ruiz, Girvent M, Duenos JP, Sancho JJ. Quicome of protracted hypoparathyroidism after total thyroidectomy. Br J Surg 2010;97(11}:1687-95 HIPOTIROIDISME PENGERTIAN Hipotiroidisme adalah berkurangnya efek hormon tiroid di jaringan. Terdapat 3 bentuk hipotiroidisme, yaitu hipotiroidisme sentral (kerusakan hipotalamus/ hipofisis seperti, tumor, nekrosis sistemik, latrogen, infeksi), hipotiroidisme primer (kerusakan ‘kelenjar tiroid seperti pasca radiasi, tiroiditis, atrofi, dishormogenesis, hipotiroidisme transien), hipotiroidisme karena sebab lain (farmakologis, defisiensi yodium, kelebihan yodium dan resistensi perifer). Hipotiroidisme juga dapat dibedakan berdasarkan gejala yaitu hipotiroidisme klinik dan subklinik.t DIAGNOSIS Anamnesis' «Rasa capek * Sering mengantuk Tidak tahan dingin + Lesu, lamban + Rambut alis mata lateral rontok * Rambut rapuh * Lamban bicara * Berat badan naik + Mudah lupa * Dispnea + Suara serak * Ototlembek * Depresi © Obstipasi « Kesemutan + Reproduksi: oligomenorea, infertil, aterosklerosis + Tipe sentral: gangguan visus, sakit kepala, muntah Pemeriksaan Fisik’ © Kulit kering, dingin, pucat, kasar + Gerakan lamban + Edema wajah + Refleks fisiologis menurun + Lidah tebal dan besar + Otot lembek, kurang kuat + Obesitas + Edema ekstremitas + Bradikardia Pemeriksaan Penunjang'? Darah perifer lengkap (bisa terdapat sitopenia) + Kreatin fosfokinase + Antibodi TPO + Anti-Tg-Ab + Pemeriksaan TSH, T3, FT4 + Profil lipid + Biopsi aspirasi jarum halus bila terdapat struma + Elektrokardiogram (untuk mencari komplikasi jantung) Pada hipotiroidisme subklinis, TSH naik, namun kadar hormon tiroid dalam batas normal. Gejala dan tanda tidak ada atau minimal.’? DIAGNOSIS BANDING Euthyroid sick syndrome, insufisiensi adrenal, gagal hati, efek obat-obatan, depresi, sindrom lelah kronik® TATALAKSANA Nonfarmakologis edukasi, pemantauan fungsi tiroid berkala* Farmakologis + Levotiroksin: pagi hari dalam keadaan perut Kosong, Dosis rerata substitusi L-T, adalah 112 pig/hari atau 1,6 pg/kgBB atau 100 — 125 pg sehari. Untuk. LT, adalah 25-50 ug, Sebagian besar kasus membutukan L-T 100-200 wg/hari, Untuk pasien- Hipotiroidisme Gy pasien kanker tiroid pasca tiroidektomi, dosis T4 rata-rata adalah 2,2 ug/kgBB/hari. ‘Target TSH disesuaikan dengan latar belakang kasus. © Untuk hipotiroidisme subklinis, tidak dianjurkan memberikan terapi rutin apabila TSH <10 mU/L. Substitusi tiroksin diberikan untuk memperbaiki keluhan dan kelainan objektif jantung. Terapi diberikan dengan levotiroksin dosis rendah (25-50 pg/hari) hingga mendapatkan kadar TSH normal! Berikut adalah algoritma penatalaksanaan pasien hipotiroidisme: ‘kur kadar TSH — Meningkat Normal kur kadar 114 Kecurigaan kelainan Peter inal | Hipotividieme pansien Tidak Yo Nsubkiinis A \ enti 2 \ ito 2 \ 2 Hipotiroidisme Hipotiroidisme TED Sree Ukur kadar 14 pemetiksaen lanjutan ! | TPOABS, TPOAB, \ TROAb#. ) TPOAD#, simtomatk ) | asimtomatik Rendch Normal Hipotiroidisme Singkirkan, Tidakmemeflukan ‘primer penyabab lain pemeriksaan lanjutan Teropi Ts Follow up Terapit4 ‘tohunan Singkirkan efek obat, sick euthyroid syndrome, evaluasi fungsi hipofisis ‘Gambar 1. Algorltam Tatalaksana Paslen Hipotiroldisme? 87 HIPOTIROIDISME PADA KEHAMILAN WHO merekomendasikan intake iodium sebesar 200pg/hari selama kehamilan untuk mempertahankan produksi hormon tiroid yang adekuat. Hipotiroidisme pada kehamilan berbahaya bagi ibu maupun bayi. Hipotiroidisme berat pada ibu dapat menyebabkan anemia, miopati, gagal jantung kongestif, pre-eklamsia, abnormalitas plasenta, berat bayi lahir rendah dan perdarahan postpartum, Hipotiroidisme ringan dapat bersifat asimtomatik pada kehamilan. Bagi bayi, hipotiroidisme pada ibu dapat menyebabkan hipotiroidisme kongenital yang dapat menyebabkan abnormalitas fungsi kognitif, neurologik dan gangguan perkembangan. Karena itu, semua bayi baru lahir hendaknya dilakukan penapisan untuk mengetahui ada tidaknya hipotiroidisme kongenital sehingga bayi dapat segera diberikan terapi. Abnormalitas ringan pada perkembangan otak bayi dapat timbul pada wanita hamil dengan hipotiroidisme ringan yang tidak diterapi. Karena itu, beberapa ahli merekomendasikan untuk memeriksa kadar TSH wanita sebelum hamil atau segera setelah kehamilan ditegakkan, terutama apabila wanita tersebut berisiko tinggi memiliki kelainan tiroid (wanita yang sebelumnya mendapat terapi hipertiroidisme, wanita dengan riwayat keluarga menderita kelainan tiroid atau goiter). Kadar TSH 22,5 mlU/L dapat dianggap abnormal. Kadar TSH 2,5 - 10 mIU/L tanpa penurunan fT4 dianggap sebagai hipotiroidisme subklinik. Kadar TSH >10 mIU/L dianggap sebagai hipotiroidisme primer tanpa melihat ada tidaknya penurunan kadar fT'4.5 Wanita dengan riwayat hipotiroidisme harus memeriksa kadar TSH pada awal kehamilan, Apabila TSH normal, maka tidak perlu dimonitor lebih lanjut. Namun apabila diketahui terdapat hipotiroidisme, maka terapi dengan levotiroksin diperlukan untuk mencapai kadar TSH (0,1 - 2,5 mIU/L pada trimester 1, 0,2 - 0,3 mIU/L pada trimester 2, 0,3 - 3,0 mlU/L pada trimester 3) dan fT4 normal. Terapi hipotiroidisme pada kehamilan sama dengan pasien yang tidak hamil, hanya saja kebutuhan levotiroksin saat kehamilan meningkat 25 - 50%. Tes fungsi tiroid dapat diulang setiap 6 - 8 minggu selama kehamilan. Apabilaterdapat perubahan pada dosis levotiroksin, maka tes fungsi tiroid harus dilakukan 4 minggu kemudian. Setelah melahirkan, maka dosis levotiroksin kembali seperti tidak hamil. Suplemen kehamilan yang mengandung zat besi dapat menurunkan absorpsi hormon tiroid pada saluran cerna sehingga harus dikonsumsi dengan jarak minimal 2 - 3 jam dari konsumsi levotiroksin.5¢ KOMPLIKASI Koma miksedema, depresi, kelainan neuropsikiatri (myxedema madness), penyakit jantung, komplikasi pengobatan?* PROGNOSIS Kebanyakan kasus hipotiroidisme klinik membutuhkan terapi seumur hidup. Komplikasi koma miksedema terkait dengan kematian. Sekitar 40% kasus hipotiroidisme subklinis akan berkembang menjadi hipotiroidisme klinis, hal ini terkait dengan kadar awal TSH. Sisanya akan mengalami resolusi spontan dalam waktu 1-5 tahun UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS Pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam + RSnon Pendidikan: - REFERENSI 1. Djokomoeljanto R. Kelenjor tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi |, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar iimu penyakit dalam. 5" ed. Jakarla; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian limu Penyakit Dalam FKUI, 2009:1993 ~ 2008 2, Lameson JL, Weetman AP.Disorders of the thyroid gland. In: Fauci A. Kasper D, Longo D, Braunwald. E, Hauser S, Jameson J, Loscaizo J, editors, Harrison's principles of intemal medicine. 18” ed. United States of America; The McGraw-Hill Companies, 2012: 2911 - 39 Gardner DG, Shoback D. editors. Greenspan's basic and clinical endocrinology. 8" ed. San Fransisco. 4, Allahabadia A, RazviS, Abraham P, Franklyn J. Diagnosis and treatment of primary hypothyroidism. BMJ,2009:331b725 5, Stagnoro-Green A, Abalovich M, Alexander E, Azizi Ff, Mestman J, Negro R, et al. Guidelines of the American thyroid association for the diagnosis and management of thyroid disease during pregnancy and postpartum. Thyroid. 2011:21(10):1081 ~ 1125 6. Alinbinde, Steven W. et al. Thyroid and Others Endocrine Disorders During Pregnancy. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, Tenth Edition. The Mac-Graw Hill Companies. 2007. HIPERPARATIROIDISME PENGERTIAN Hiperparatiroidisme adalah keadaan berlebihnya sekresi hormon paratiroid; yang dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu primer, sekunder dan tersier*Hiperparatiroidisme primer terjadi jika sekresi hormon paratiroid yang berlebihan disebabkan oleh kelenjar paratiroid yang autonom, menyebabkan hiperkalsemia, dengan insidens tertinggi pada wanita pascamenopause.** Perubahan patologik yang dapat terjadi pada hiperparatiroidisme primer adalah adenoma, hiperplasia dan karsinoma.* Hiperparatiroidisme sekunder terjadi jika hipokalsemia atau defisiensi vitamin D menjadi stimulus produksi hormon paratiroid, sering terjadi pada pasien gagal ginj kronik dan pasien defisiensi vitamin D, terutama orang lanjut usia.’ Hiperparatiroidisme tersier disebabkan oleh kelenjar yang berfungsi secara autonom pada pasien dengan hiperparatiroidisme sekunder yang telah berjalan lama, misalnya pada kasus gagal ginjal kronik yang telah berjalan lama.*° PENDEKATAN DIAGNOSIS?45 Anamnesis * Gejala konstitusional nonspesifik: kelelahan, kelemahan, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, nyeri tulang. * Gejala neuropsikologik: gangguan tidur, depresi, mental confusion, konsentrasi menurun, iritabilitas, demensia + Manifestasi pada sistem rangka: osteoporosis, patah tulang atau riwayat patah tulang + Riwayat batu ginjal berulang + Riwayat penggunaan obat: diuretik tiazid, litium * Riwayat hipertiroidisme, hiperkalsemia. Pemeriksaan Fisik Manifestasi kardiovaskular: hipertensi, kalsifikasi valvular, hipertrofi ventrikel Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah Peningkatan kalsium serum total dan peningkatan hormon paratiroid, penurunan kadar fosfat serum, peningkatan kadar 1,25-dihidroksi vitamin D, peningkatan imdrker pembentukan (aktivitas osteoblastik) dan resorpsi tulang'(osteoklastik), Pada ‘hiperparatiroidisme sekunder, terjadi peningkatan hornion paratiroid, hipokalseiia atau defisiensi vitamin D: Pasien dengan hiperparatiroidisme tersier memilikl kadar kalsium darah yang normal atau meningkat, penurunah kadar vitarhin D, penurunan kadar fosfat dan peningkatan fosfatase alkali. Pencitraan: nefrolitiasis dan gambaran keropos tulang Penurunan GFR Pemeriksaan urin: hiperkalsiuria, peningkatan ekskresi kalsium urin 24 jam. EKG: interval QT memendek Densitometri tulang: penurunan densitas tulang Kedokteran nuklir: Sestamibi scan DIAGNOSIS BANDING?** Keganasan, penggunaan litium dan tlazid, benign familial hypercalcemic hypocalciuria, hiperkalsemia oleh sebab lain (Ithat bab Gangguan Kalsium). TATALAKSANA Farmakologis dan Bedah?> L Hiperparatiroidisme primer a. Eksisi jaringan kelenjar paratiroid abnormal adalah terapi definitif b. Kalsium 1000-1200 mg per hari pascareseksi c. Pada penyakit ringan: pertahankan hidrasi, bisfosfonat (alendronat 10 mg oral sekali sehari), terapi pengganti hormon estrogen atau raloxifene, dan kalsimimetik (cinacalcet). . Hiperparatiroidisme sekunder a. Atasi penyebab primernya b. Terapi dengan kalsium dan vitamin D atau analog vitamin D c. Pengikat fosfat d. Kalsimimetik (cinacalcet) . Hiperparatiroidisme tersier Paratiroidektomi subtotal dan total KOMPLIKASI Fraktur patologis, pankreatitis, batu ginjal berulang”” PROGNOSIS Hiperparatiroidisme primer ringan yang tidak ditatalaksana terkait dengan peningkatan mortalitas, penyakit kardiovaskular, gagal ginjal, dan batu ginjal. Pada pasien hiperparatiroidisme primer simtomatik, paratiroidektomi bersifat kuratif dan bermanfaat, Pada hiperparatiroidisme sekunder, sekitar 1-2% pasien membutuhkan paratiroidektomi setiap tahunnya. Pada hiperparatiroidisme tersier, kelenjar abnormal jarang mengalami involusi.** UNIT YANG MENANGANI + RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam ~ Divisi Metabolik ~ Endokrinologi + RSnon Pendidikan: Bagian [Imu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT « RS Pendidikan : Departemen Bedah * RSnon Pendidikan : Bagian Bedah REFERENS! 1. Hiperparatiroidisme. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi 8, Alwil, Simadibrata M, SetiatiS, penyunting, Buky jor ilmy penyakit dalam. Edis! V. Jakarta; Interna Publishing; 2009. 2. Polls JrJT, Diseases of the parathyrcid gland. In Longo DL. Kasper DL. Jameson JL. Fauci AS, Houser SL, Loscalzo J, penyunting. Hairison’s principle ofinternal medicine. 18th Edition. McGraw-Hill, 2012. Fraser WD. Hyperparathyroidism. Lancet 2009:374(7684):1 45-58. Ahmad R, Hammond JM. Primary, secondary, and tertiary hyperparathyroidism. Otolaryngol Clin N Am 2004;37:701-13 5. Pitt SC, Sippel RS, Chen H. Secondary and tertiary hyperparathyroidism, state of the art surgical management. Surg Clin North Arn 2009;89(5):1227 KARSINOMA TIROID PENGERTIAN Karsinoma tiroid merupakan keganasan kelenjar tiroid yang paling sering ditemukan. Klasifikasi karsinoma tiroid dibedakan atas dasar : asal sel yang berkembang menjadi sel ganas dan tingkat keganasannya.! Untuk kepentingan praktis, berdasarkan tingkat keganasan, karsinoma tiroid dibagi atas 3 kategori 1. Tingkat Keganasan Rendah a. Karsinoma papilar b. Karsinoma folikular (dengan invasi minimal) 2. Tingkat Keganasan Menengah a. Karsinoma folikular (dengan invasi luas) b. Karsinoma medular c. Limfoma maligna d. Karsinoma tiroid berdiferensiasi buruk 3. Tingkat Keganasan Tinggi a. Karsinoma tidak berdiferensiasi (anaplastik) b. Haemangioendothelioma maligna (angiosarkoma) PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis ( Faktor risiko dan gejala penekanan )" + Usia <20th atau >70th * Jenis kelamin pria * Keluhan disfagia dan serak + Riwayat radiasi pengion saat anak-anak + Riwayat keganasan tiroid sebelumnya + Gejala penekanan dan metastasis Pemeriksaan Fisik’? * Modul padat, keras, tidak rata dan terfiksir * Limfadenopati servikal Pemeriksaan Penunjang 1. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) : 2. Laboratorium 3. Pencitraan + USG * Skintigrafi Tiroid 4. Histopatologi DIAGNOSIS BANDING Nodul Tiroid Jinak TATALAKSANA' 1. Operasi + Tiroidektomi total merupakan prosedur awal pilihan pada hampir sebagian besar pasien karsinoma tiroid. 2. Terapi Ablasi lodium Radioaktif + Untuk memaksimalkan uptake iodium radioaktif setelah tiroidektomi total, kadar hormon tiroid diturunkan dengan menghentikan obat L-tiroksin sehingga TSH endogen terstimulasi hingga mencapai kadar di atas 25-30 mU/L. Mengingat waktu paruh L-tiroksin adalah 7 hari, biasanya diperlukan waktu 4-5 minggu. + Pasien juga menghindari makanan yang mengandung tinggi yodium paling kurang 2 minggu sebelum skintigrafi dikerjakan. 3. Terapi Supresi L-Tiroksin + Kelompok Risiko Rendah : Target TSH : 0.1-0.5 mU/L + Kelompok Risiko Tinggi : Target TSH : 0.01 mU/L 4, Tyrosine kinase inhibitor 5. Radioterapi paliatif EVALUASI 1. Skintigrafi Seluruh Tubuh (Whole Body Scan) + Dilakukan 6-12 bulan setelah terapi ablasi pertama 2. USG + Mengevaluasi kekambuhan atau adanya KGB lokal atau metastasis regional 3. Pencitraan Lain: CT scan, Rontgen dada, MRI dan FDG-PET tidak rutin dikerjakan 4. Tiroglobulin Tiroglobulin dan TSH diperiksa setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama KOMPLIKASI * Penekanan saluran nafas * Metastasis fails PROGNOSIS Pada pasien muda, rata-rata kesembuhan 97% pada karsinoma tiroid baik yang folikular maupun yang papilar: Karsinoma tiroid tipe medular, memiliki prognosis lebih buruk karena menyebar ke kelenjar limfe lebih cepat sehingga membutuhkan terapi lebih agresif UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam © RSnon pendidikan _: Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS Pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam * RSnon Pendidikan: - REFERENSI 1. Jameson JL, Weetman AP. Disorder of the Thyroid Gland. In : Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison's Principles of internal Medicine. 18"ed. New York: McGraw-Hill; 2012. 2911-39 2. Subekti imam. Pengelolaan karsinoma tirold. Dalam : Penatalaksanaan Penyokit-Penyakit Tiroid bagi Dokter. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Cabang Jakarta. Jakarta. 2008. Him 88-102. KELAINAN ADRENAL PENGERTIAN Kelainan adrenal memiliki karakteristik defisiensi atau produksi berlebihan dari satu atau beberapa kelas kortikosteroid utama. Defisiensi hormon dapat disebabkan oleh kelainan enzimatik atau glandular bawaan atau rusaknya kelenjar hipofisis atau adrenal oleh karena penyakit autoimun, infeksi, infark, atau kondisi iatrogenik seperti pembedahan atau supresi hormonal. Hormon yang berlebihan biasanya diakibatkan oleh neoplasia atau keganasan, yang meningkatkan produksi hormon adrenokortikotropik (ACTH) oleh sel neuroendokrin atau adanya neoplasia di tempat lain yang menghasilkan ACTH (ACTH ektopik), atau meningkatnya produksi glukokortikoid atau mineralokortikoid oleh nodul adrenal.’ Kelainan adrenal yang akan dibahas pada bab ini adalah Sindrom Cushing, tumor adrenal, hirsutisme, hiperaldosteronisme, dan insufisiensi adenokortikal. DIAGNOSIS A. SINDROM CUSHING /HIPERKORTISOLISME'2 Adalah sekumpulan gejala yang terjadi akibat paparan kronik glukokortikoid yang berlebih oleh karena sebab apapun, Kelainan ini dapat merupakan ACTH-depedent (contohnya pituitary corticotrop adenoma, sekresi ACTH ektopik oleh tumor non- hipofisis) atau ACTH-independent (contohnya adenoma adrenokortikal, karsinoma adrenokortikal, hiperplasia adrenal nodular), serta dapat pula fatrogenik (pemberian glukokortikoid eksogen untuk mengobati keadaan inflamasi). Adapula yang dinamakan penyakit Cushing, yaitu sindroma Cushing sekunder akibat hipersekresi ACTH hipofisis (Tabel 1) Kelainan Adrenal @ Tabel 1. Sindrom Cushing’? Diagnosis ‘Anamnests. Pemeriksaan sik -Pemertksaan Penuntang garding + Lemah danlelah ——_* ‘Tipikal habitus Hipokatemia Tergantung ACTH + Miopati proksimal _* Bantalan lemak pada adenoma hipo- + Amenore, oligom- dorsoservikal fisis, neoplasma enore + Rounded facies, facial non-hipofiss + Perubahan personal plethora (ACTH ektopik) * Depresi, insomnia, + Jerawat Sindrom ACTH ektopik : Tak tergantung psikosis, gangguan + Beratbadan bertam- CT Scan dada dan ab- ACTH : iatrogenik kognitif bah, obesitas sentral — dornen_ untuk = melihat (glukokortikoid, * Poluria * Hipertensi (TD >150/90 — paru-paru, timus, dan magestrel ase- mmHg) pankreas. Jika tidak ada tat) * Hisutisme: kelainan yang ditemu- + Stige kutan kan, MRI dada dapat di- + Ekimosis pertimbangkan, karena + Edema tumor katsinoid biasanya * Poliuri, polidipsi memperitatkan — inten- + Hipertrofi kittoris sitas yang tinggi. Selain + Hiperpigmentasi fika itu, scintigraphy octreo- terjadipeningkatan tide juga dapat mem- ACTH). fragilitas kulit mu- bantu dalam beberapa dah terjadi lebom yang kasus seperti tumor yang berukuran >1 cm menghasikan ACTH Infeks| jorur kulit ektopik. Tergantung pe- nyebab yang dicurigal, pasien dengan sindrom ACTH ektopik dapat di ambil sampel dorah un- tuk pemeriksaan hormon sus puasa, ktomogranin A, kalsitonin, dan ekskiusi bickimia _feokromosi- toma. TATALAKSANA Non farmakologis :- Farmakologis Hiperplasia adrenal : “medical” adrenalektomi [Mitotan (2-3 g/hari)], ponghambat steroidogenesis [ketokonazol (600-1200 mg/hari)], penghambat sintesis steroid aminoglutetimid (1 g/hari) dan metiraponi (2-3 g/hari), mifepristone. Bedah Adenoma atau karsinoma, hiperplasia bilateral (adrenalektomi) 97 |Mlinis (Metabolik Endokrin Tande klnik ‘Osteoporosis Diabetes melitus Hipertensi diastolik Adipositas sentral Hirsutisme dan amenorea Tes skrning 1 Korisol plasma pada jam 08.00 > 140 nmol/L (5 g/Al) setelah 1 mg deksametason pada tengah malam; 2.kortisol bebas urin > 275 nmol/L (100 bg/her) 3. Salivary Corisol tengah malam Tes supresi deksametason Respon kortisol pada hari ke-2 ‘menjadi 0,5 mg per 6 jam. Respon normal Respon abnormal Respon kortisol pada hari ke-2 supresi deksametason (2mg per 6 jam) Supresi Tidak ada respon Hiperplasia carenal = Hiperplasia adrenal ‘Sekunder temadap sekres! + sekunder terhadap tumor ‘ACTH hipofiss yang menghasikan ACTH - Neoplasia adrenal a ACGIH ACTH tinggi ACTH rendah Hiperplasia adrenal Neoplasia sekunder ferhadap tumor yang menghasikan ACTH Pencitraan pituitari dan/atau pengambiian sampel darah vena yang selektif Post Negatit Tinggi (> 6 cm) Nomal-rendah (<3 em) ‘Adenoma hipofisis Tumor ektopik Korsinoma adrenal ‘Adenoma adrenal Gambar 1. Alur Diagnostik untuk Mengevaluasi Pasien Tersangka Menderita Sindrom Cushing’ 17-KS-urin atau DHEA sulfat serum, CT scan abdomen Kelainan Adrenal Komplikasi ‘Trombosis vena dalam, emboli paru, ansietas, depresi, paranoid akut, psikosis depresif, osteoporosis. Karsinoma adrenal : metastatis paru dan hati Prognosis + Overt Cushing’s berhubungan dengan prognosis buruk + Kebanyakan pasien dengan karsinoma adrenal meninggal dalam 3 tahun setelah diagnosis + Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan mempunyai prognosis baik dan tidak mungkin kekambuhan terjadi B. TUMOR ADRENAL"? Tumor adrenal memiliki hubungan dengan sindrom Cushing dan sindrom Conn serta tumor-tumor lain yang mensekresi androgen (menyebabkan virilisasi pada perempuan), yang mengekskresikan estrogen (menyebabkan feminisasi pada laki-laki dan perdarahan uterus pada perempuan pascamenopause) Tabel2. Tumor Adrenal! Pemeriksaan Penun- Anamnesis Pemerksaan fisik eee Diagnosis Banding * Palpitasi + Obesitas sentral * Pielografiintravena + Pheochromocy- + Banyak berkeringat_ + Ginekomastio dengan tomografi toma, Sindroma + Sakit kepaia * Hipertensi, hipotensi + Penyuntikan gas Cushing, Hiper- + Nyeri abdomen Postural, takikardi retroperitoneal aldosteronisme * Penurunan atau + Pemeriksaan fundus: + Angiografi primer penambahan berat _retinopati hipertensif badan + Pada kulit: hirsutisme * Virlisasi pada wanita dan striae + Feminisas pada lakislaki * Kelemahan + Depresi * Lebam TATALAKSANA Nonfarmakologis Kondisi dimana operasi tidak memberikan hasi! yang baik diantaranya adalah kelainan adrenal bilateral seperti corticotropin-dependent Cushing disease atau hiperaldosteronisme jateral, Adenoma kortikal adrenal non- fungsional bukan merupakan premalignan dan tindak pembedahan tidak diindikasikan. 99 GW Panduan PraktikKlinis \Metabolik Endokrin Femnpnen Doe Ses Fert Dalam hes Temuan CT/MRI massa adrenal yang didapatkan secara insicental Skrining hormon berlebihan + Metanefrin plasma atau urin 24jam untuk ekskresikatekolamin atau metaneftin + Urin 24am untuk ekskresikortisol bebas, ACTH plasma, cortisol plasma (atau saliva) tengahmaiam, tes deksametason I mg satu malam penuh (melakukan paling sedikit didapatkan dua dari empat tes) Aidosteron plasma dan renin plasma Jka tumor >2 em; 17-hidroksiprogesteron dan DHEAS Positif Negatit dan pencitraan tidak didapatkon adanya keganasan: Negatt tapi: hasll pencitraan * Ukuran <4cm, LES tidak didapatkan * Densitas CT yang rendah keganasan: (<10 HU) + Ukuran >4cm ‘+ Wash-out contras CT >50% + Densitas CT yang tinggi (>20 HU) ‘+ Wash-out koniras CT <40% Ulangi skrining untuk hormon yang berlebih seteiah 12 buian Ulangi skrining untuk hormon yang berlebih setelah 12 bulan; ulangi pencitracn setelah 6-12 bulcn F/U jk FIU ka diperiukan. 70 tahun « Jenis kelamin laki-laki * Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan nafas + Pertumbuhan nodul cepat ( beberapa minggu - bulan ) + Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa (juga meningkatkan insiden penyakit nodul tiroid jinak) + Riwayat keluarga kanker tiroid meduler + Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan sulit digerakkan * Paralisis pita suara, + Temuan limfadenopati servikal © Metastasis jauh ( paru-paru, dll) Langkah Diagnostik |: TSHs, FT4 Rila Hasil : Non toksik @ Langkah diagnostik II: > Pungsi aspirasi kista dan BAJAH bagian solid dari kista tiroid Pemeriksaan Penunjang‘ + USG tiroid: - dapat membedakan bagian padat dan cair, - dapat untuk memandu BAJAH: menemukan bagian solid, - Gambaran USG Kista = kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekcik sonolusen, dinding tipis. + Sitologi cairan kista dengan prosedur sitospin. + Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH): pada bagian yang solid. DIAGNOSIS BANDING + Kista tiroid + kista degenerasi + Karsinoma tiroid TATALAKSANA Pungsi aspirasi seluruh cairan kista:*? + Bila kista regresi > Observasi + Bilakistarekurens, klinis kecurigaan ganas rendah ->Pungsi aspirasi dan Observasi + Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas tinggi > Operasi Lobektomi + Modalitas lain : Injeksi Ethanol (Skleroterapi) KOMPLIKASI Penekanan pada organ sekitar yang dapat mengakibatkan kesulitan makan, menelan, bernapas, dapat juga terasa nyeri. PROGNOSIS Prognosis tergantung tipe kista tiroid. UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam © RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT = RS pendidikan : Departemen Radiologi/Kedokteran Nuklir, Patologi Klinik; Departemen Bedah-Onkologi; Departemen Patologi Anatomi * RSnon Pendidikan: Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Radiologi, dan Bedah. REFERENSI 1. Kariadi SHKS. Struma Nodosa Non-Toksik. Dalam WaspadjS, et all. (eds). Buku Ajarllmu Penyokit Dalam. Edisi3. Jakarta, Balai Penerbit FKUL757-65. 2. Suyono S. Pendekatan Pasien dengan Struma. Dalam Markum HMS, Sudoyo HAW, Effendy S, Setiati $, Gani RA, Alwil (eds). Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan limu Penyakit Dalam 1997. Jakarta, 1997:207-13. ‘Subekil |. Struma Nodosa Non-Toksik (SNNT). In Simadibrata M, Setiatl $, Alwi|, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A (eds). Pedoman Diagnosis dan Tata Laksand di Bidang limu Penyakit Dalam, Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbiten Bagian limu Penyaklt Dalam FKUI,1999:187-9. Soebardi S. Pemeriksaan Diagnostik Nod! Troid, Makalah Jakarta Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003, KRISIS HIPERGLIKEMIA PENGERTIAN Krisis hiperglikemia, mencakup ketoasidosis diabetik (KAD) dan status hiperglikemia hiperosmolar (SHH), merupakan komplikasi metabolik akut paling serius pada pasien diabetes melitus. Krisis hiperglikemia terjadi akibat defisiensi insulin dan peningkatan hormon counterregulatory (glukagon, katekolamin, kortisol dan growth hormone). SHH terjadi ketika defisiensi insulin yang relatif (terhadap kebutuhan insulin) menimbulkan hiperglikemia berat dan dehidrasi dan akhirnya menyebabkan kondisi hiperosmolalitas. KAD terjadi bila defisiensi insulin yang berat tidak saja menimbulkan hiperglikemia dan dehidrasi, tapi juga mengakibatkan produksi keton meningkat serta asidosis metabolik. Spektrum kedua kondisi ini dapat saling overlap."* PENDEKATAN DIAGNOSIS 1. KAD + Anamnesis** Mual/muntah, haus/poliuria, nyeri perut, sesak napas; ,, ala berkembang dalam waktu <24 jam, Faktor presipitasi meliputi riwayat pemberian insulin inadekuat, infeksi (pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi intraabdominal, sepsis), infark (serebral, koroner, mesenterika, perifer), obat (kokain), kehamilan. + Pemeriksaan Fisik* Takikardia, dehidrasi, hipotensi, takipnea, pernapasan Kussmaul, distres pernapasan, napas bau keton, nyeri tekan perut (menyerupai pankreatitis akut), letargi atau koma, + Pemeriksaan Penunjang’* Diagnosis KAD ditegakkan bila ditemukan hiperglikemia (>250 mg/dL), ketonemia dan atau ketonuria dan asidosis metabolik (HCO,<18) dengan anion gap meningkat. ay 110 Panduan Praktik Klinis \Metabolik Endokrin 2. SHH Anamnesis* Riwayat poliuria, berat badan turun, dan berkurangnya asupan oral yang terjadi dalam beberapa minggu dan akhir nya terjadi letargi/ koma. Faktor presipitasi meliputi infark miokard, stroke, sepsis, pneumonia, infeksi berat Jainnya, keadaan seperti riwayat stroke sebelumnya atau demensia atau situasi sosial yang menyebabkan asupan air berkurang, Pemeriksaan Fisik® Dehidrasi, hipotensi, takikardia, perubahan status mental. Pemeriksaan Penunjang® Hiperglikemia (dapat >600 mg/dL), hiperosmolalitas (>350 mOsmol/L), azotemia prerenal. Asidosis dan ketonemia tidak ada atau ringan. pH >7,3 dan bikarbonat >18 mEq/L. Tobel 1. Kriteria Diagnostik KAD dan SHH* KAD ‘SHH Ringan(kadorGD Sedang (kadar GD —_Berat (kadar GD Kadar 6D. > 250 mg/dl) > 250 ma/dh) >250 mg/dl) > 600 mg/dL pH otter 7.25-7.30 7,00 ~ 7,24 <7,00 >7,30 Bikorbonat serum 15-18 10-15 <10 >18 Keton urin Positif Positif Postit Kecil Keton serum Positif Positif Posi Kecil Osmolalitas serum Bervariasi Bervariasi Bervoriasi > 320 mOsm/kg, efektit Anion gap >10 >12 >12 Bervariasi Status mental Sadar Sodar/mengantuk _Sluper/koma _Stupor/ koma G0 = glkosa dara: Osmotattas serum etektf= 2x INer ukut (mEay/] + ukasa (g/L) 18; ‘Anion gap = Na") - Cr» HCOS {mEq/l} DIAGNOSIS BANDING Starvation ketosis, alcoholic ketoacidosis, asidosis laktat, penyalahgunaan obat- obatan (salisilat, metanol, etilen glikol, paraldehid), akut pada gagal ginjal kronik® TATALAKSANA 1. Pemberian cairan* Pemberian cairan mengikuti algoritma Krisis Hiperglikemia wy Cairan intravena ‘Menentukan status hidrasi Hipovolemia Dehidrasi Renjatan berat fingan kardiogenikx NaCl 0.9 % Evaluas! natrium Observasi (1 hari) serum terkoreksi hemodinamik Na serum tinggi Na serum normal Na serum rendah NaCl 0.45 % (250-500 mL jam) NaCl 0.9 % ‘tergantung status hidrasi (250-500 mi fia) i Jka glukosa serum mencapai 200 mg/dl. (KAD) atau 300 mg/dl. (SHH), ganti cairan dekstrosa ‘5% menjadi NaC 0.45 % (150-250 mL/jam) ‘'Gambar 1. Algoritma Pemberian Cairan* WW @ 112 Panduan Praktik Klinis \Metabolik Endokrin Panpunan Dole Spec Penis Doom nde 2. Terapi insulin* Insulin: regular 0.1 U/kg BB. sebagai bolus IV 0.1 U/kgBBy/jam sebagai intus insulin kontinu IV Jika GD tidak turun 50-75 mg/dL, naikkan ¢rip insulin KAD SHH Ketika kadar GD mencapai 200 mg/dl, Ketika GD mencapci 200 mg/dl. turunkan infus insulin regular menjadi turunkan infus insulin regular menjadi 0,05-0,1 U/kgBB/jam IV Pertahankan 0,05-0,1 U/kaBB/jam IV. Periahankan kadar GD antara 150 dan 200 mg/dl kadar GD antara 200 dan 300 mg/dL. sampai terjodi resolusi KAD sampai pasien sadar penuh. -_______] Periksa kadar elektrolit, pH vena, kreatinin, dan GD tiap 2-4 jam sampai Pasien stabil. Setelah terjadi resolusi KAD atau SHH dan kelika pasen ‘mampu untuk makan, berikan regimen insulin subkutan. Untuk mengganti ari V ke subkutan, lanjutkan infusinsulin 'V selama 1-2jam setelah insulin subkutan dimulai untuk mencapai kadar insulin plasma yang adekuat. Pada pasien insulin-naive, mulai dengan 0,5 U/kgB8 sampal 0.8 U/kgBB per hari can sesuaikan sesuai kebutuhan. Cari faktor presipitas! Gambar 2. Algoritma Protokol Tatalaksana Insulin pada Pasien Dewasa dengan KAD atau SHH* Krisis Hiperglikemia @ 3. Koreksi kalium* Kalium ' Parksortongs| ony (une output ~ 50 mL/hati/kg88) Kalium < 39 mEq/L Kallum 3.0-5.0 mEq/L Kolm > 5.0 mEqiL = Jangan memberikan insulin Kallumn 20-30 mEq/L dalam Jangan berikan kalium. terlebln dahulu ‘setiap liter calran intravena Periksa kadar kalium * Kallum 20-30 mEq/L sampal untuk menjada kadar setlap 2 Jam. kalium > 3,0 mEq/L. kalium 4-5 mEq/L Gambar 3, Algoritma Koreks! Kallum pada Pasien Dewasa dengan KAD atau SHH 4. Bikarbonat* + JikapH vena <6,9, berikan 100 mmol natrium bikarbonat dalam 400 ml sterile water ditambah 20 mEq KCl diberikan selama 2 jam, Jika pH masih <7, ulangi setiap 2 jam sampai pH >7. Periksan kadar kalium serum setiap 2 jam. * Jika pH vena 2 6.9: tidak perlu diberikan natrium bikarbonat. 5. Pemantauan*® Pantau tekanan darah, nadi, napas, status mental, asupan cairan dan urin tiap 1-4 jam KOMPLIKASI Renjatan hipovolemik, trombosis vena, perdarahan saluran cerna atas, sindrom distres pernapasan akut. Komplikasi pengobatan adalah hipoglikemia, hipokalemia, over load edema serebral®* PROGNOSIS KAD memiliki angka kematian 2% untuk usia < 65 tahun dan 22% untuk usia > 65 tahun. SHH memiliki angka mortalitas 20 - 30%.5* 113 UNIT YANG MENANGANI RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik Endokrin RS non Pendidikan + Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT RS Pendidikan : ICU RS non Pendidikan: ICU REFERENSI 7 5. Soewondo Pradana. Ketoasidosis Diabetik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwil, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar imu penyakit dalam. Edisi V. Jokarta; Interna Publishing: 2009. Hal 1906-1911. Davis Joe C. Diabetes Mellitus. Dglam: Longo DL. Kasper Dl. Jameson JL, Faucl AS, Hauser SL, Loscalzo J, penyunting. Harrison's principle of intemal medicine. Edis| XVIII. McGraw-Hill Componies;2012, Perkeni. Petunjuk praktis terapi insulin pada pasien diabetes mi imu penyokit dalamn;2011 Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN. Hyperglycemic crises in adult patients with diabetes. Diabetes Care 2009:32(7):1335-43. Diunduh dari http://caré.diabetesjournals.org/ content/32/7/1335.fullpdt+html pad atanggal 7 Juni 2012. Trachtenbarg DE, Diabetic ketoacidosis. American Family Physician 2005;71(9):1705-14 Stoner GD. Hyperosmolar hyperglycemic state. American Family Physician 2005;71{9):1723-30 s, Jakarta:Pusat penerbitan KRISIS TIROID PENGERTIAN Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan mengancam jiwa, Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau struma multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus: infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stres emosi, penghentian obat anti-tiroid, terapi I’, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit serebrovaskular/stroke, palpasi tiroid terlalu kuat+ PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejala khas, berat badan turun, perubahan suasana hati, bingung sampai tidak sadar, diare, amenorea+ Pemeriksaan Fisik'? * Gejala dan tanda khas hipertiroidisme, karena penyakit Graves atau penyakitlain + Sistem saraf pusat terganggu: delirium, koma = Demam tinggi sampai 40°C « Takikardia sampai 130-200 x/menit * Dapat terjadi gagal jantung kongestif + Diare + Ikterus Pemeriksaan Penunjang * TSHs sangat rendah, f1'4/T3 tinggi, anemia normositik normokromik, limfositosis: relatif, hiperglikemia, enzim transaminase hati meningkat hiperbilirubinemia, azotemia prerenal + EKG: sinus takikardia atau fibrilasi atrial dengan respons ventrikular cepat. ay 116 Panduan Praktik Klinis \Metabolik Endokrin Poin Tabel 1. Skor Indeks Klinis Krisis Troid (Burch-Wartosky, 1993)! krlterla Diagnostik Disfungs! pengaturan panas: Suhu 99-99,9 (°F) 37.2-37.7 (°C) 5 100-1009 378-382 10 100-101,9 38,3-38,8 15 102-102,9 38,9 -39,2 20 103-103,9 39,3-39.9 25 2104.0, 240.0 30, tek pada susunan saraf pusat : Tidak ada Ringan (agitasi) Sedang (delirium, psikosis, letargi berat) Berat {koma, kejang) Distungs! gastrointestinal-hepar Tidak ada Ringan (diare, nausea/muntah/nyeri perut) 10 Berat (ikterus tanpa sebab yang jelas) TATALAKSANA' 1. Perawatan suportif: 885° Distungs! kardlovaskular : Takikardi 99-109 110-119 120-129 130-139, >140 Gagal jantung : Tidak ada Ringon Sedang Berat Fibrilosi atrium, Tidak ada Ada’ Riwayat pencetus Negotif Positit >45: highly suggestive 25-44 : suggestive of im- Pending storm 25: kemungkinan kecll Kompres dingin, antipiretik (asetaminofen) Memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: infus dekstrosa 5% dan NaCl 0,9 % Mengatasi gagal jantun; 2, diuretik, digitalis 2, Antagonis aktivitas hormon tiroid: Blokade produksi hormon tiroid: PTU dosis 300 mg tiap 4-6 jam PO. Alternatif: Metimazol 20-30 mg tiap 4 jam PO Pada keadaan sangat berat, dapat diberikan melalui pipa nasogastrik (NGT) PTU 600 - 1000 mg atau metimazol 60-100 mg. Blokade ekskresi hormon tiroid 10 15 20 25 Solutio Lugol (saturated solution of potassium iodida) 8 tetes tiap 6 jam Penyekat beta Propanolol 60 - 80 mg tiap 6 jam PO atau 1 - 5 mg tiap 6 jam intravena, dosis disesuaikan respons (target: frekuensi jantung < 90 x/menit) + Glukokortikoid Hidrokortison 100-500 mg IV tiap 12 jam; Deksametason 2 mg tiap 6 jam. + Bila refrakter terhadap terapi di atas: plasmaferesis, dialisis peritoneal. 3, Pengobatan terhadap faktor presipitasi: antibiotik spektrum luas, dll. KOMPLIKASI Krisis tiroid: kematian PROGNOSIS Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10 -15 %+ UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan _: Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT * RS pendidikan : Dalam Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Kardiovaskular - Departemen Penyakit Dalam, Departemen Neurologi, Departemen Radiologi/Kedokteran Nuklir, Patologi Klinik, Departemen Bedah-Onkologi. + RSnon Pendidikan : Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Radiologi, dan Bedah. REFERENS! 1. Djokomoeljanto R. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. in: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi |, Simadibrata M, Setiati S, et al. Buku Ajar limu Penyakit Dalam, Edis! 5. Jakarta: IntermaPublishing. 1993-2008. 2. Jameson JL, Weetman AP. Disorder of the Thyroid Gland. in : Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Hanson's Principles of Internal Medicine. 18d. New York: McGraw-Hill 2012. 2911-39 PERIOPERATIF DIABETES MELITUS PENGERTIAN Perioperatif secara umum merupakan tiga fase pembedahan yaitu preoperatif, intraoperatif dan pasca operasi. Tujuan dari evaluasi dan penatalaksanaan perioperatif adalah mempersiapkan kondisi pasien yang optimal sebelum operasi, selama operasi dan setelah operasi. Secara umum evaluasi perioperatif pada pasien DM sama dengan kondisi pasien lain yang akan menjalani operasi. Pada pasien DM maka evaluasi difokuskan pada evaluasi komplikasi jangka panjang DM (mikrovaskuler, makrovaskuler dan neuropati) yang akan meningkatkan risiko operasi. Perhatian khusus perlu diberikan pada evaluasi fungsi kardiovaskuler dan ginjal. Evaluasi risiko kardiovaskuler merupakan prioritas utama. Adanya neuropati otonom juga dapat memperberat dan memperpanjang fase pemulihan pasca operasi. PENDEKATAN DIAGNOSIS Evaluasi Pra Operasi Pasien DM + Penilaian risiko operasi - Faktor risiko rutin ; jantung, paru, ginjal, hematologi - Faktor risiko terkait DM : komplikasi makrovaskular, mikrovaskular + Penatalaksanaan diabetes - Klasifikasi DM - Farmakolo; ipe, obat, dosis, waktu - Perencanaan makan : kandungan KH, waktu makan - Aktivitas - Hipoglikemia : frekuensi, kewaspadaan, beratnya © Antisipasi pembedahan - Tipe prosedur pembedahan - Rawat jalan atau rawat inap - Tipe anestesia - Waktu mulainya pembedahan - Lamanya pembedahan ‘Pemeriksaan Penunjang © Glukosa Darah * Profil Lipid + HbAIC « DPL + Fungsi hat’: SGOT/PT . "igs nj ‘Ui/cr © Eléktfotie”” * Hemostasis * Urinalisa ° EKG * Foto Toraks DIAGNOSIS BANDING KOMPLIKASI Hipoglikemia, Hiperglikemia TATALAKSANA 1. Kontrol Gula Darah (GD) + Biasanya dilakukan saat rawat jalan sebelum tindakan + Target GD belum ada keseragaman (secara umum GD 140-180mg/dL) © Untuk memperbaiki kontrol GD_ - Pemeriksaan GD lebih sering - Dosis insulin disesuaikan 2. Pemberian Insulin + GD dikendalikan dengan insulin kerja pendek (insulin manusia) atau insulin kerja cepat analog © Regimen insulin di rumah dapat dilanjutkan, terutama jika menggunakan insulin basal * Pemberian Insulin - Metode pemberian insulin sebaiknya dapat memberikan kontrol GD yang baik sehingga dapat mencegah hiper- atau hipoglikemia dan.mencegah gangguan metabolik lain, wa - Regimen insulin intravena (IV) sebaiknya mudah dimengerti dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi. - Pemberian insulin intravena (IV) harus disertai pemantauan GDS secara bedside. Insulin IV memiliki waktu paruh 5 menit dan efek biologik sekitar 20 menit. - Kecepatan infus insulin dapat disesuaikan dengan kadar GD. - Perkiraan kebutuhan insulin awal dapat diperkirakan berdasarkan tipe DM, terapi sebelumnya, derajat kontrol glikemik, terapi steroid, obesitas, infeksi dan gagal ginjaL Obat oral + Umumnya dihentikan sebelum tindakan + SU kerja panjang : 48-72 jam sebelum tindakan + SU kerja pendek, pemicu sekresi insulin lain dan metformin dapat dihentikan pada malam sebelum tindakan atau pada hari tindakan Tipe Operasi * Operasi Kecil - OAD oral atau insulin dapat diteruskan bila kadar GD terkendali baik - Tidak memerlukan persiapan khusus © Operasi Sedang - Paling sering ditemukan - Persiapan sama dengan operasi besar + Operasi besar - Memerlukan anestesi umum dan dipuasakan - Diberikan infus insulin dan glukosa - Periksa gula darah setiap jam di meja operasi Operasi Rawat Jalan + Jika tidak membutuhkan anestesi umum + OAD atau insulin dapat dilanjutkan bila GD sudah terkontrol baik + Tidak memerlukan puasa dan pasca tindakan dapat makan seperti biasa * Jika memungkinkan tindakan dilakukan sepagi mungkin 6. Operasi Gawat Darurat + Stres Kondisi akut maka kontrol GD dapat memburuk dan bahkan dapat mencetuskan KAD + Nilai kontrol GD, dehidrasi, asam basa + Lebih agresif, periksa GD setiap jam di meja operasi * Pada KAD maka operasi ditunda 4-6 jam j ‘a mungkin, dan sebelumnya diberikan terapi standar KAD Pengosongan lambung = semua pasien DM dengan trauma maka dianggap lambung penuh karena kemungkinan adanya gastroparesis DM, sehingga sebaiknya ditunda 4-6 jam jika memungkinkan Infus insulin intravena Penatalaksanaan Intra Operasi Semua pasien yang menggunakan insulin baik tipe 1 maupun tipe 2 harus mendapatkan insulin selama prosedur operasi DM tipe 2 yang terkontrol baik dengan diet dan OAD mungkin tidak membutuhkan insulin jika prosedur relatif mudah dan singkat Kontrol GD yang buruk dan prosedur operasi yang sulit : Pemberian insulin bermanfaat Pemberian Glukosa, Cairan dan Elektrolit Selama puasa sebaiknya diberikan glukosa yang adekuat dengan tujuan mencegah hipoglikemia, mencukupi kebutuhan energi dan katabolisme berat. Dapat diberikan dekstrosa 5% 100cc/jam, disesuaikan dengan status hidrasi. Pada stress berat diperlukan glukosa lebih banyak. Jika dibutuhkan penambahan cairan dapat diberikan cairan yang tidak mengandung dekstrosa. Kalium seharusnya dilakukan monitor sebelum dan sesudah operasi . Paska tindakan operasi Infus dextrose dan insulin dilanjutkan sampai pasien bisa makan lalu dimulai dengan pemberian insulin subkutan sesuai dengan kebutuhan. Pada pasien dengan nutrisi enteral tetap dianjurkan pemberian insulin kerja singkat tiap 6 jam dan pengawasan hipoglikemia. Bila tidak bisa makan per oral maka dapat diberikan nutrisi parenteral. UNIT YANG MENANGANI RS pendidikan :D Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam RS non pendidikan _: Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT RS Pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Imu Penyakit Dalam RS non Pendidikan REFERENSI 1. etkumpulan Endokrinologiindonesia. Petunjuk praktisterapiinsulin pad pasien diabetes meltus, PS PERKENI, Jakarta 2011. 2.° Jacobér SJ, Sowers JR. Scott J. An Update on Perioperative’ Managernent of Diabetes. Arch Intern Med. 1999:159:2405-11 3. Kedokteran Perioperatif 2007 KAKI DIABETIK PENGERTIAN Kaki diabetes merupakan komplikasi kronik DM yang diakibatkan kelainan neuropati sensorik, motorik, maupun otonomik serta kelainan pada pembuluh darah. Alasan terjadinya peningkatan insiden ini adalah interaksi beberapa faktor patogen: neuropati, biomekanika kaki abnormal, penyakit arteri perifer, penyembuhan luka yang buruk dan infeksi.? PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Lama menderita DM, kontrol gula darah, gejala komplikasi (jantung, ginjal, penglihatan) penyakit penyerta, riwayat pengobatan saat ini, pemakaian sepatu, ada callus, ada kelainan bentuk kaki, riwayat infeksi atau pembedahan pada kaki, nyeri pada tungkai saat beristirahat.* Pemeriksaan Fisik? a. Pemeriksaan vaskular Palpasi pulsasi arteri, perubahan warna kulit, adanya edema, perubahan suhu, riwayat perwatan sebelumnya, kelainan lokal di ekstremitas: kelainan pertumbuhan kaki, rambut, atrofi kulit. b. Pemeriksaan neuropati Vibrasi dengan garputala 128 Hz, sensasi halus dengan kapas, perbedaan dua titik, sensasi suhu, panas dan dingin, pinprick untuk nyeri, pemeriksaan refleks fisiologis, pemeriksaaan klonus, dan tes Romberg. c. Pemeriksaan kulit ‘Tekstur, turgor dan warna, kulit kering, adanya callus, adanya fisura, ulkus, gangren, infeksi, jamur, sela-sela jari, adanya kelainan akantosis nigikans dan dermopati. ay 124 Panduan Praktik Klinis }\Metabolik Endokrin d. Pemeriksaan tulang dan otot Pemeriksaan biomekanik, kelainan struktur kaki (hammer toe, charcot, riwayat amputasi, foot drop), keterbatasan tendon achilles, evaluasi cara berjalan, kekuatan otot, tekanan plantar kaki. e. Pemeriksaan sepatu atau alas kaki Jenis sepatu, kecocokan dengan bentuk kaki, insole, benda asing di dalam. Tabel 1. Klasifikasi pada Ulkus Diabetik berdasarkan Klasifikasi PEDIS International Consensus on the Diabetic Foot 2003? Impaired Perfusion 1 - 2 Penyakit orteri perifer Critical imb ischemia Size/Extent in mm2_ Tuliskan dalam ukuran mm2 Tissue Loss/Depth Superfisial, tidak mengenai dermis 2. Ukus dalam melewati lapisan dermis, mefiputi struktur subkutan, fascia, otot, atau tendon, Meliputi tulang dan sendi Tidak ada keluhan atau gejala infeks! Infeksi pada kulit dan joringan subkutan soja Eritema >2 cm atau infeksi meliputi struktur subkutan. Tidak ada gejala sistemik Infection 4 Infeksi dengan gejala sistemik : demam, leukositosis, shift to the left, ketidakstabilan metabolik, hipotensi, ozo‘emia Impaired Sensation 1 DIAGNOSIS BANDING Peripheral arterial disease (PAD), vaskulitis, tromboangiitis obliterans (penyakit Buerger's), venous stasis ulcer:! TATALAKSANA Pengelolaan kaki diabetik dimulai sejak diagnosis diabetes ditegakkan. Pengelolaan awal meliputi deteksi dini kaki diabetik dan identifikasi kaki diabetik. Terdapat sistem skoring neuropati yang dibuat untuk mempermudah deteksi dini yaitu Modified Diabetic Examination Score yaitu: a. Pemeriksaan kekuatan otot - _ Otot Gastroknemius : plantar fleksi kaki + Otot Tibialis anterior: dorsofleksi kaki b. Pemeriksaan refleks Tendon Patela Tendon Achilles Pemeriksaan sensorik pada Ibu jari kaki Sensasi terhadap tusukan jarum Sensasi terhadap perabaan Sensasi terhadap vibrasi Sensasi terhadap gerak posisi Pengelolaaan kaki diabetik dengan risiko tinggi dan kaki diabetik dengan luka, dapat dijelaskan sebagai berikut: A. PERAWATAN KAKI DIABETIK TANPA LUKA DAN RISIKO TINGGI Deteksi Dini* * Kaki berisiko tinggi Penyandang DM yang memiliki satu atau lebih risiko terdiri dari kelainan neuropati, vaskular (iskemia), deformitas, kalus dan pembengkakan. Dilakukan kontrol mekanik, metabolik, edukasi dan ditambah dengan kontrol vaskular + Kaki dengan sensasi normal disertai deformitas Kelainan deformitas yang lazim dijumpai antara lain claw toes, hammer toes, ‘metatarsal heads yang menonjol, hallux rigidus, hallux valgus dan callus Adanya kulit kering atau fisura akibat neuropati dapat diatasi dengan pemberian krim pelembab untuk mencegah timbulnya lecet, mengingat setiap lecet berpotensi sebagai tempat masuknya infeksi bakteri + Kaki insensitifitas dengan deformitas + Iskemia dengan deformitas Tindakan Pencegahan Dilakukan bila belum ada luka di kaki (Texas Modifikasi Stadium A Tingkat 0) dan berdasarkan kategori risiko lesi kaki diabetik.* Langkah-langkah pencegahan perlu dijelaskan saat edukasi perawatan kaki diabetes, diantaranya sebagai berikut:5 + Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di atas pasir dan di air. + Periksa kaki setiap hari untuk deteksi dini dan laporkan pada dokter/perawat apabila ada kulit terkelupas, kemerahan, atau luka. + Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya. + Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim pelembab ke kulit yang kering. + Potong kuku secara teratur. + Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki teratur setelah dari kamar mandi. + Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung- ujung jari kaki, + Kalau ada kalus atau mata ikan, ditipiskan secara teratur. + Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kali yang dibuat khusus. + Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi. + Jangan gunakan bantal panas atau botol berisi air panas atau batu untuk kaki Studi yang dilakukan dr.Allaida S.R.SpRM membuktikan edukasi perawatan kaki yang diberikan terus menerus meningkatkan pengetahuan dan perubahan perilaku penderita kaki diabetes. Senam kaki yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan ketahanan otot, mempertahankan lingkup gerak sendi dorso dan plantar fleksi serta mempertahankan vaskularisasi daerah kaki. Sepatu Diabetes® + Kategoririsiko 0: meskipun belum ada gangguan sensasi, karena gangguan sensasi pada kategori tersebut dapat terjadi sewaktu-waktu. + Kategori resiko 1; saat mana sudah terdapat gangguan sensoris dan pembentukan calus + Kategori resiko 2 dan 3: sudah terdapat deformitas dan kerapuhan jaringan akibat tukak terdahulu Peran Senam Kaki* 1, Latihan untuk sendi pergelangan kaki, otot kaki serta jari-jari kaki 2. Latihan yang ditujukan pada otot paha (otot adduktor, abduktor, quadrisep, hamstring)dan otot betis (gastrocnemius dan soleus) 3. Latihan umum yang menggunakan/menggerakkan kaki : jalan kaki, bersepeda (statis) khusus bagi yang gemuk, senam aerobik, berenang(bila tidak ada luka terbuka) B. PERAWATAN KAKI DIABETIK DENGAN LUKA Tatalaksana holistik kaki diabetes meliputi 6 aspek kontrol yaitu kontro! mekanik, kontrol metabolik, kontrol vaskular, kontrol Luka, kontrol infeksi dan kontrol edukasi.* 1. Kontrol mekanik: Mengistirahatkan kaki. Menghindari tekanan pada daerah kaki yang luka (non weight bearing). Menggunakan bantal saat berbaring pada tumit kaki/bokong/tonjolan tulang,untuk mencegah lecet. Memakai kasur anti dekubitus bila perlu. Mobilisasi (bila perlu dengan alat bantu berupa kursi roda atau tongkat). Pada luka yang didominasi oleh faktor neuropati maka tujuan utama adalah mendistribusikan beban tekanan pada kaki, sedangkan yang didominasi faktor vaskular tujuan utamanya adalah menghindari luka pada daerah yang rentan. Kontrol luka: Evakuasi jaringan nekrotik dan pus yang adekuat perlu dilakukan secepat mungkin, jika perlu dapat dilalukan dengan tindakan operatif. Pembalutan luka dengan pembalut yang basah atau lembab. Debridemen dan nekrotomi. Amputasi Kontrol infeksi (mikrobiologi): diperlukan pada ulkus neuropati maupun ulkus neuroiskemia (PAD), ‘Terapi antimikroba empirik pada saat awal bila belum ada hasil pemeriksaan kultur mikroorganisme dan resistensi. Luka yang superfisial: diberikan antibiotik untuk kuman gram positif. Luka lebih dalam diberikan antibiotik untuk kuman gram negatif ditambah golongan metronidazol bila ada kecurigaan infeksi bakteri anaerob. Pada luka yang dalam, luas, disertai gejala infeksi sistemik yang memerlukan perawatan di rumah sakit: dapat diberikan antibiotik spektrum luas yang dapat mencakup kuman gram positif, gram negatif dan anaerob. Sehingga dapat digunakan 2 atau 3 golongan antibiotik. Penggunaan antibiotik diobservasi seminggu kemudian, dan disesuaikan dengan hasil kultur mikroorganisme. . Kontrol vaskular: sebaiknya ditelusuri sampai diketahui perlu tidaknya penilaian status vaskular secara invasif Periksa ankle brachial index (ABI), trans cutaneous oxygen tension, toe pressure bahkan angiografi. Pemeriksaan TcPO2 : untuk menentukan daerah dengan oksigenasi yang masih cukup sehingga terapi revaskularisasi diharapkan masih memiliki manfaat. Tindakar bedah vaskular atau tindakan endovaskular, 5. Kontrol metabolik: Perencanaan nutrisi yang baik selama proses infeksi dan penyembuhan luka, Regulasi glukosa darah yang adekuat. Pengendalian komorbiditas bila ada (misalnya hipertensi, dislipidemia, gangguan fungsi hati/ginjal, gangguan elektrolit, anemia, infeksi penyerta serta hipoalbuminemia). 6. Kontrol edukasi: Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai kondisi luka kaki pasien saat ini, rencana diagnosis, penatalaksanaan/terapi, penyulit yang mungkin timbul, serta bagaimana prognosis selanjutnya. Pemberian edukasi penting mengingat kerjasama pasien dan keluarganya mutlak diperlukan dalam penatalaksanaan yang optimal dan untuk menghindari salah pengertian. Nekrotomi dan Amputasi + Tujuan® Membuang semua jaringan nekrotik yang avital (non viable), jaringan infeksi, dan juga callus di sekitar ulltus Mengurangi tekanan pada jaringan kapiler dan tepi luka Memungkinkan drainase dari eksudat dan pus Meningketkan penetrasi antibiotik ke dalam luka yang terinfeksi « Indikasi® a b. Debridement/Nekrotomi: Indikasi nekrotomi adalah sebagai berikut: - Terdapat debris dan jaringan nekrosis pada luka kronis di jaringan kulit, jaringan subkutan,fasia, tendon, otot bahkan tulang - Terdapat kerusakan jaringan dan pus pada ulkus yang terinfeksi. Amputasi: Tindakan amputasi biasanya dilakukan secara elektif, namun bila ada infeksi dengan ancaman kematian dapat dilakukan amputasi secara emergensi. Indikasi amputasi adalah sebagai berikut: 1. Jaringan nekrotik luas 2. Iskemi jaringan yang tidak dapat direkonstruksi 3. Gagal revaskularisasi Charcot's of Foot dengan instabilitas . Infeksi akut dengan ancaman kematian (gas gangren dan necrotizing fasciitis) .. Infeksi /luka yang tidak membaik dengan terapi adekuat Gangren . Deformitas anatomi yang berat dan tidak terkontrol . Ulkus berulang as pene Peran Nuitisi dalam Penyembuhan Luka’ + Fungsi nutrisi: membantu proses penyembuhan luka (inflamasi, granulasi dan epitelisasi/remodelling). « Perhitungan kecukupan kalori sama seperti pada penatalaksanaan ulkus DM. «Protein 1,5-2 gram/kgberat badan/hari, Lemak 20-25 % kebutuhan energi dengan jenuh <7%, lemak tidak jenuh <10% dan sisanya lemak tidak jenuh tunggal «Vitamin A: kebutuhan per hari 5000 1U Vitamin B kompleks: kofaktor atau koenzim pada sejumlah fungsi metabolik yang terlibat pada penyembuhan luka, terutama pada penglepasan energi dari karbohidrat. KOMPLIKASI Osteomielitis, sepsis, amputasi PROGNOSIS Di RSUPN drCipto Mangunkusumo angka kematian dan angka amputasi masih tinggi masing masing 16% dan 25% (data RSUPN Cipto Mangunkusumo 2003). Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca-amputasi.”® UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan Departemen Bedah, Departemen Rehabilitasi Medik, Divisi Kardiologi, Divisi Hematologi - Departemen Penyakit Dalam * RSnon pendidikan : Bagian Bedah, Bagian Rehabilitasi Medik. REFERENS! Ip a Powers A: Diabetes Mellitus. In: Longo Faucl Kasper, Hanison's Principles of intemal Medicine 18th edition United States of America. Mcgraw Hill, 2012 Waspadil $. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo,Setiyohadi, Buku Ajar imu Penyakit Dalam. Edis V. Jakarta. Intemna Pubiishing:'2011 Konsensus Kaki Diabetik. Jakaria, Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinelogi Indonesia (PB PERKENI). 2008, . Pedoman Penatalaksanacin Kaki Diabetes: Jakarta, Perkeni.2010 aa ‘Adhiarta. Penatalaksanaan Kaki Diabetes. Dalam : Karladi SHKS, Ain AL, Adhlortd IGN, Permana H, Soetedjo NNM. Edltors. Naskah Lengkap Forum Diabetes Nasional V. Bandung. 2011 Ismiarto YD. Aspek Bedah Penanganan Luka Diabetes, Dalam : Kariadi SHKS, Afifin AYL, Adhiarta IGN, Permana H, Soetedjo NNM. Editors . Naskdh Léhidkdp Forum Diabetes Nasional V. Bandung, 2011 Perkumpulan Endokrinolog| Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia, PB PERKENI. Jakarta, 2011. SINDROM OVARIUM POLIKISTIK (PCOS) PENGERTIAN Sindrom avarium polikistik (PCOS) yang didapatkan pada sekitar S - 10% perempuan usia produktif, didefinisikan sebagai suatu sindrom klinis akibat resistensi insulin yang ditandai dengan obesitas, menstruasi tidak teratur, dan terdapat tanda berlebihan androgen (seperti hirsutisme, jerawat). Pada mayoritas pasien, ditemukan kista multipel dalam ovariumnya, dengan etiologi multifaktorial yang tidak jelas.’ Istilah lain PCOS adalah Gambaran Ovarium Polifolikular (polyfollicular ovarian appearance)? PENDEKATAN DIAGNOSIS Diagnosis biasanya ditemukan pada saat pemeriksaan hormon, kehamilan, atau infertilitas. Mayoritas perempuan dengan PCOS memiliki periode menstruasi yang tidak teratur (oligomenorea). Kriteria diagnosis Kriteria diagnosis PCOS dari Eshre/Asrm (Rotterdam)2003 dipenuhi minimal 2 dari 3 kriteria berikut:' 1. Disfungsi ovulasi yang menyebabkan menstruasi tidak teratur dan infertilitas 2. Hiperandrogenisme dengan bukti klinis atau laboratoris (biokimia) 3. Dengan USG pelvis atau transvaginal, pada bagian perifer dalam satu ovarium ditemukan > 10 kista folikular tampak seperti untaian mutiara, berukuran 2 - 6 mm atau kadang lebih besar berisi sel-sel atresia. Pemeriksaan Penunjang © Gula darah puasa/ sewakt (atau TTGO bila perlu) dan profil lipid untuk mencari adakah sindrom metabolik. + Hormon kortisol pada pagi hari (pk 08.00), untuk menyingkirkan sindrom Cushing + Hormon 17-hidroksi progesteron pada pagi hari, untukmenyingkirkan virilisme adrenal + DHEAS (dehydroepiandrosterone sulfate) serum, dinilai sebagai amenorea bila hasilnya abnormal + USG, juga untuk menyingkirkan viri DIAGNOSIS BANDING Hirsutisme idiopatik, hiperprolaktinemia, hipotiroidisme, hiperplasia adrenal non Klasik, tumor ovarium, tumor adrenal, sindrom Cushing, resistensi glukokortikoid, hiperandrogen dengan penyebab lain yang jarang.t TATALAKSANA? + Prinsip penatalaksanaan disesuaikan dengan gejala klinis dan apakah menginginkan kehamilan, + Setiap pasien PCOS yang overweight sebaiknya dimotivasi untuk menurunkan berat badannya, untuk memperbaiki manifestasi klinis (terutama menstruasi yang tidak teratur) dan menurunkan risiko DM tipe 2. - Metformin (untuk mengurangiresistenst insulin sehingga dapat mengembalikan siklus ovulast yang teratur) - Thiazolidinedione (tidak disarankan untuk perempuan yang ingin hamil) - _ Klomifen sitrat (untuk mengembalikan fertilitas agar kehamilan dapat terjadi) - _ Progesteron (medroksi progesteron 5 - 10 mg PO, 1 x/ hari, selama 10-14 hari tiap 1 - 2 bulan* - Progestogen-impregnated intra uterine coil PROGNOSIS**5 Wanita dengan PCOS memiliki risiko jangka panjang yang lebih besar untuk terjadinya: + intoleransi glukosa, DM tipe 2, hipertensi, hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia * obesitas ; bertambahnya rasio pinggang-pinggul + infertilitas involunter (17,5% vs 1.3% kelompok kontrol) + risiko hiperplasia atau kanker endometrium + risiko penyakit serebrovaskular dan kardiovaskular + hirsutisme UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan + RSnon pendidikan jivisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam agian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS Pendidikan * RSnon Pendidikan epartemen Obstetri dan Ginekologi ‘agian Obstetri-Ginekologi REFERENS! 1. 25 at & Kronenberg HM, Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR, editors. Disorders in female reproductive system. In: Williams Textbook of Endocrinology, 11" ed. Philadelphia, Pa: Saunders-Elsevier; 2008. Gazvani MR, Hamilton M, Kingsland CR, et al. Polycystic ovarian syndrome: a misleading label? Lancet, 2000; 355(9201):411-2, Colledge NR, Walker BR, Ralston SH, editors. In : Davidson's Principles and Practice of Medicine 21ed.ChurchillLivingstone-Elsevier: 2010 Porter RS, Kaplan JL, editors. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy 19th ed. USA: Merck Research Laboratories, 2011. Wild S, Pierpoint T, Jacobs H, et al. Long-term consequences of polycystic ovarian syndrome: results of a 31 year follow-up study. Hum Fertil (Camb) 2000;3(2):101-5. Wild S, Pierpoint T, McKeiqueP, et al. Cardiovascular disease in women with polycystic ‘ovary syndrome at long-term follow up: a retrospective cohort study. Clin Endocrinol (Oxt). 2000;52(5):595-600. STRUMA DIFUSA NON TOKSIK PENGERTIAN Pembesaran kelenjar tiroid difus tanpa adanya nodul maupun hipertiroid. Struma difusa non toksik paling sering disebabkan oleh defisiensi yodium dan disebut juga goiter endemik apabila menyerang >5% populasi. Pada area yang kekurangan iodium, pembesaran tiroid mencerminkan efek kompensasi untuk mempertahankan iodium sehingga tetap dapat memproduksi hormon yang cukup. WHO, UNICEF dan ICCIDD menganjurkan kebutuhan yodium sehari adalah 90 mcg untuk anak pra sekolah, 120 meg untuk anak sekolah dasar (6 - 12 tahun), 150 mcg untuk dewasa (di atas 12 tahun) dan 200 mcg untuk wanita hamil dan menyusui. Goiter endemik juga disebabkan oleh pajanan terhadap goitrogen lingkungan seperti singkong yang mengandung tiosianat, sayur-sayuran dari famili Cruciferae (kol, kembang kol) dan susu sapi pada area yang memiliki rumput yang mengandung goitrogen. Goiter juga dapat terjadi pada defek sintesis hormon tiroid yang diturunkan.* PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Goiter kebanyakan asimtomatik. Apabila goiter sangat besar, maka dapat menimbulkan gejala-gejala kompresi trakea atau esofagus. Goiter substernal dapat mengobstruksi thoracic outlet. Pemeriksaan Fisik’ + Palpasi kelenjar tiroid menunjukkan adanya pembesaran yang tidak nyeri, luna dan tidak adanya nodul pada kelenjar tiroid + Apabila terjadi obstruksi thoracic outlet didapatkan Pemberton’s sign positif (rasa pusing yang disertai dengan kongesti wajah dan obstruksi vena jugularis eksterna saat lengan dinaikkan di atas kepala) Pemeriksaan Penunjang:? + Tes fungsi tiroid: untuk menyingkirkan adanya hipotiroid atau hipertiroid. Pada simple goiter, kadar T4 dan TSH adalah normal. Pada bentuk yang baru dan lama T4 dapat ditemukan rendah + Antibodi TPO: untuk mengidentifikasi pasien dengan peningkatan risiko penyakit tiroid autoimun + Kadar iodium urin: rendah, <10 g/dl. * Scan tiroid: peningkatan ambilan yodium radioaktif + Pengukuran laju pernapasan/CT/MRI: diperlukan pada pasien goiter substernal yang memiliki gejala atau tanda obstruksi DIAGNOSIS BANDING Tiroiditis, adenoma non neoplastik, kista tiroid /paratiroid /tiroglosus, hyperplasia remnant post bedah, keganasan! TATALAKSANA Non farmakologis. Edukasi.” Farmakologis Terapi dengan iodium maupun hormon tiroid dapat mengecilkan goiter pada defisiensi iodium, tergantung pada lamanya goiter dan derajat fibrosis yang timbul. Pemberian hormon tiroksin harus berhati-hati terutama apabila TSH rendah atau normal. Pada pasien muda, dosis levotiroksin dapat dimulai pada 100 mcg/hari sedangkan pada pasien yang lebih tua dimulai pada 50 meg/hari. Regresi nyata biasanya terlihat dalam 3 ~ 6 bulan terapi. Bedah Terapi bedah dilakukan apabila terjadi kompresi trakea ataupun obstruksi thoracic outlet. Tirodektomi subtotal atau hampir total dapat dilakukan untuk kepentingan kosmetik. Operasi harus diikuti penggantian hormon dengan levotiroksin agar TSH tetap pada batas bawah nilai normal sehingga mencegah timbulnya kembali goiter. KOMPLIKASI Kompresi saluran napas dan esofagus, obstruksi thoracic outlet, sindrom vena kava superior, penekanan nervus frenikus atau laringeus rekuren, sindrom Horner. Stroke dan iskemik serebral dapat terjadi akibat kompresi arteri atau sindrom pintas tiroservikal.! PROGNOSIS Pada pasien tua, goiter yang telah lama diderita dan tingkat fibrosis yang lebih tinggi, kurang dari sepertiga yang menunjukkan respons dengan terapi farmakologis.* UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan ; Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSPendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam = RSnon Pendidikan REFERENSI 1. Djokomoeljanto. Gangguan akibat kekurangan iodium . In: Sudoyo A, Setiyohadi 8, Alwi |, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5" ed, Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian !imu Penyakit Dalam FKUI, 2009:2009 - 15 2. Lameson JL, Wetman AP. Disorders of the thytoid gland, In: Fauci A. KasperD, Longo D, Braunwald E, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J, editors, Harrison's principles of internal medicine. 18th ed. United States of America; The McGraw-Hill Companies, 2012: 2911 - 39 3. Fritzgerald PA. Endocrine disorders. In: McPhee S, Papadakis M, Rabow M. Current medical diagnosis and treatment 2011. 50" ed. Califomia; The McGraw -Hill Education. 2010:1061 - 90 4. Gardner DG, Shoback D, editors. Greenspan's basic and clinical endocrinology. 8" ed. San Fransisco 5. Peloquin JM, Wondisford FE. Nontoxic diffuse and nodular goiter. In: Wondisford FE, Radovick S, editors. Clinical management of thyroid, 1! ed. Philadelphia: Saunders, 2009: 339 - 47 STRUMA NODOSA NON TOKSIK (SNNT) PENGERTIAN Pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul, tanpa disertai tanda- tanda hipertiroidisme.’ Berdasarkan jumlah nodul, dibagi:!? * Struma mononodosa non toksik * Struma multinodosa non toksik Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif: « Nodul dingin * Nodul hangat * Nodul panas Berdasarkan konsistensinya: + Nodul lunak + Nodul kistik « Nodul keras + Nodul sangat keras PENDEKATAN DIAGNOSIS. Anamnesis* * Sejak kapan benjolan timbul * Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap * Cara membesarnya: cepat, atau lambat + Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan. atau hanya pembesaran leher saja * Riwayat keluarga + Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda + Perubahan suara © Gangguan menelan, sesak nafas + Penurunan berat badan + Keluhan tirotoksikosis Pemeriksaan Fisik** + Umum + Lokal: - Nodus tunggal atau majemuk, atau difus - Nyeri tekan - Konsistensi - Permukaan - Perlekatan pada jaringan sekitarnya - Pendesakan atau pendorongan trakea - Pembesaran kelenjar getah bening regional - Pemberton’s sign Penilaian risiko keganasan? Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid: + Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusa jinak + Riwayat keluarga dengn tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun. + Gejala hipo atau hipertiroidisme. + Nyeri berhubungan dengan nodul. + Nodul lunak, mudah digerakkan. + Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah keganasan tiroid:? + Umur < 20 tahun atau > 70 tahun * Jenis kelamin laki-laki + Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan nafas + Pertumbuhan nodul cepat ( beberapa minggu - bulan } + Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa (juga meningkatkan kejadian penyakit nodul tiroid jinak) + Riwayat keluarga kanker tiroid meduler + Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, iregular dan sulit digerakkan + Paralisis pita suara + Temuan limfadenopati servikal + Metastasis jauh ( paru-paru, dil) DIAGNOSIS BANDING‘ Struma nodosa pada: Peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin pada masa pertumbuhan, pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan, menopause, infekst, stres lain. Tiroiditis akut Tiroiditis subakut Tiroiditis kronis: limfositik (Hashimoto), fibrous-invasif (Riedel) Simple Goiter Struma endemik Kista tiroid, kista degenerasi ‘Adenoma Karsinoma tiroid primer, metastatik Limfoma PEMERIKSAAN PENUNJANG Biosi aspirasi jarunvhalus (BAJAH) nodul tiroid BAJAH merupakan prosedur diagnostik yang penting dilakukan pada kasus SNNT, dapat dilakukan tanpa menunggu hasil laboratorium bila klinis eutiroid. Laboratorium: T4 atau FT4, dan TSHs sesuai gambaran Klinis® USG tiroid: USG baik untuk mengukur jumlah, ukuran, dan karakteristik sonografi nodul. Karakteristik sonografi yang curiga keganasan adalah hypoechoic, mikrokalsifikast, makrokalsifikasi, intranodular vaskularity, taller-than-wide dimensions, dan batas yang samar.® Langkah diagnostik I: TSHs, FT4* Hasil klinis: Non-toksik ® Langkah diagnostik II: BAJAH nodul tiroid Hasil a. b. ©, d. Ganas Curiga Jinak Tak cukup/sediaan tak representative (dilanjutkan di tatalaksana) TATALAKSANA® Sesuai hasil BAJAH, maka Tata Laksana : ay 140 Panduan Praktik Klinis \etabolik Endokrin Padua er Sp Pry om don Nodul firoid ye 18H Pe Reodoh, enemukan kitetia Normal yang dlutataken a doiam teks RAU Hot Colel/tak spesitik ‘Mungkin nak, ‘adenoma toksik: ‘abiosi,reseks, 'aropl BAJAH medikamentosa Jinok Tek past Mencurigakan, Ganos (70%) 15%) (om) (5%) Observasi atau RAW Beda RAI Bedah terapisuprest Hot Coldd Hot Cold Mungkinjnak, adenoma toksik : ablasi, reseksi, tera! medixamentosa « oSEIREST 1: Agottne Pepwekoton Plognots Macy! Tro” Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) ie Ganas + Operasi Tiroidektomi near-total/ Total tiroidektomi 8, An undeterminate significance (AUS) Tabel 1. Rekomendasi Manajemen Sesuai Kriterla Bethesda RisIko Kategorl Diagnosis Keganasan Manajemen (A) 1. Non dlagnostik atau tidak memuaskan 14 Ulangi BAJAH dengan Kista pandvan ultrasonogratfi Spesimen aselular virtual Lain-tain (darah, artefak pembekuan. dil) 2. Jinak 03 Menindaklanjuti sesuai Konsisten dengan folkuler nodul jinak klinis Konsisten dengan Hashimoto tiroicitis Konsisten dengan tiroicitis granulomatosa Laindain 3. Atypla dal signifikasl yang belum ditentukan atav —~5-15 —_Ulangi BAJAH les! follkuler darl signtfkasl yang belum ditentukan 4, Neoplasma folikuler atau curlga neoplasma 15-30 Operasi lobektomi folikuler 5. Curiga keganason 60-75 Operasi tiroidektomi Curiga katsinoma papiler tiroid near-fotal atau operasi Curiga karsinoma meduler tiroid lobektomi* Curiga karisnoma metastasis Curiga limfoma Lain-ain, 6 Ganas 97-99 Operasitiroidektomi Karsinoma papier tiroid near-total* Karsinoma diferensiasi buruk Karsinoma meduler firoid Karsinoma anaplastik Karsinoma sel skuamosa Karsinoma dengan fitur campuran Karisnoma metastasis Non-Hodgkin limfoma Loindain "Dalam kasus dengan “kecutigaan adanya metastasis’ atau “Ganas” merupakan interpretasi yang menyatakan tumor metastasis daripada keganasan tiroid primer, maka tindakan operast tidak diindikasikan, + Operasi dengan lebih dahulu melakukan potong beku (VC) : Bila hasil = ganas—> Operasi Tiroidektomi near-total. Bila hasil * alternatif: Sidik tiroid. Bila hasil = cold nodule — Operasi = jinak > Operasi Lobektomi oh C. Tak cukup/sediaan tak representatif + Jika nodul Solid (saat BAJAH): ulang BAJAH Bila klinis curiga ganas tinggi -> Operasi Lobektomi Bila klinis curiga ganas rendah —> Observasi + Jika nodul Kistik (saat BAJAH): aspirasi. Bila kista regresi > Observasi Bila kista rekurens, klinis curiga ganas rendah > Observasi Bila kista rekurens, Klinis curiga ganas tinggi > Operasi Lobektomi D. Jinak Tata Laksana dengan Levo-tiroksin (LT'4) dosis subtoksis.(terapi supresi) + dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug (3 hari), + dilanjutkan 2 x 50 ug (3 - 4 hari), + bila tidak ada efek samping atau tanda toksis: dosis T menjadi 2 x 100 mg sampai 4 - 6 minggu, kemudian evaluasi TSH (target 0,1 - 0,3 mlU/L) + supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan + evaluasi dengan USG: apakah nodul berhasil mengecil atau tidak (berhasil bila mengecil > 50% dari volume awal) + Bila nodul mengecil atau tetap > L+tiroksin distop dan diobservasi: - Bila setelah itu struma membesar lagi, maka L-tiroksin dimulai lagi (target TSH 0,1 - 0,3 mlU/L). - Bila setelah I-tiroksin distop, struma tidak berubah, diobservasi saja. + Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi~ obat dihentikan dan operasi tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi — hasil PA: - Jinak: Observasi - Ganas: Tata Laksana dengan L-tiroksin + Individu dengan risiko ganas ting; rget TSH < 0,01 - 0,05 mIU/L + Individu dengan risiko ganas rendah : target TSH 0,05 - 0,1 mIU/L KOMPLIKASI Umumnya tidak ada, kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis akut/subakut PROGNOSIS Prognosis baik. Biasanya SNNT berkembang sangat lambat. Bila ada pertumbuhan yang cepat harus dievaluasi kemungkinan adanya degenerasi, perdarahan pada nodul, atau adanya neoplasma, UNIT YANG MENANGANI « RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendilian, Hfopian Panvalat Dale, ; UNIT TERKAIT + RS Pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam * RSnon Pendidikan :- Rage REFERENS! 1, _Bruniearal, Cheries F, Schwartz's Principle Of Surgery, 8” Edltion, Copyright @2007 The MeGraw- Hill Companies. ° 2) Gahohg, William F, BUKU Olaf ‘hsldlogt Kedokteran, Edisl 20. EGC, Jakarta, 2602 :'3b5-309. 3. Karladll SHKS, Struma Nodosa Non-Toksik. Daldm Wasp s, et al: (6ds): Buku Alerlmu Peniyaktt Dalam. Edis! 3. Jakarta, Balai Penerbit FKUL:757-65. 4, Cooper DS, Doherty GM, Haugen BR, et al. Revised Amerioap Trai apaeiaig ion menagement guidelines for patients with thyroid nodules and differentiated thyroid ‘cancer. Thiyrold. No\ 2009;19(11):1167-214. 5. Bahn RS, Castro MR. Approach to the patient with nontoxic multinodular goiter. J Clin Endocrinol Metab, May 2011:96(5):1202-12, (Mediine). 6, Subeiti| Suma Nodosa Non-Toksik(SNNT). In Simadibrata M, Sefiais, Alwil, Maryantoro, Gani “RA: Monger’ feds). PédotndniDldighosis dah ‘Tate’ Laksaria-dl-Bldahg imu Peryakit Odlam, Jakarta: Pusat informas! dan Penerbitan Baglan imu Penyakit Dalam FKUL,1999:187-9.. 7. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J : Harrison's Principles of intemal medicine, 18th edition : www.accesmedicine.com 8. Cooper DS, Doherty GM, Haugen BR, et al. Revised American Thyrold Assbclation management guidelines fer patients with thyréid nodules and differentiated thyroid cdricer. Thyrold. Nov 2009;19(11):1167-214, [Medline]. 9. Jameson JL, Weetman AP. Disorders of the Thyroid Gland. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL. Jameson JL. Harison's Principles of Intefn&l Metlicine.18" ed. NeW York: ‘McGraw-Hill, 2001:2060-84, 10, Bahn RS, Castro MR, Approach to the patient with nontoxic mulfinodylar goiter. J Clin Endocrinol Metab. May 2011;76'5):1202-12, STRUMA NODOSA TOKSIK PENGERTIAN Adalah nodul tiroid soliter berkapsul yang berfungsi secara autonom menghasilkan hormon tiroid. Disebut juga adenoma tiroid toksik.* Sebagian besar pasien mengalami mutasi somatik pada gen reseptor TSH. Mutasi ini menyebabkan peningkatan proliferasi dan fungsi sel folikular tiroid. Sebagian kecil mengalami mutasi pada gen protein Gs-alpha (G,,)2 PENDEKATAN DIAGNOSIS? Anamnesis Gejala tirotoksikosis ringan (kelelahan, tidak tahan panas, refleks hiperaktif, peningkatan berkeringat, peningkatan nafsu makan, palpitasi, polidipsia, tremor, berat badan turun) Pemeriksaan fisik Nodul tiroid yang biasanya cukup besar (2 3cm) sehingga dapat dipalpasi Pemeriksaan penunjang + Tes fungsi tiroid: TSH rendah * Thyroid scan: dapat menjadi tes diagnostik definitif, menunjukkan adanya uptake lokal pada nodul dan berkurangnya uptake pada bagian lain dari kelenjar tiroid + USG DIAGNOSIS BANDING Graves disease, struma multinodosa toksik, tiroiditis, nodul tiroid. TATALAKSANA. + Farmakologist - Antitiroid dan penyekat beta: - Dapat menormalkan fungsi tiroid namun bukan terapi jangka panjang optimal. » Bedah* - Lobektomi tiroid ipsilateral atau isthmusektomi (jika adenoma terdapat pada isthmus). Lebih dipilih pada pasien dengan gejala dan tanda kompresi pada leher, ukuran goiter besar (280 g), ekstensi substernal atau retrosternal, atau kebutuhan untuk koreksi cepat status tirotoksikosis. Kontraindikasi mencakup komorbiditas signifikan seperti penyakit kardiopulmoner dan kanker stadium akhir. Kontraindikasi relatif adalah kehamilan. « Radiasi* - Terapi radioiodin: Lebih dipilih pada pasien usia lanjut, memiliki komorbiditas, riwayat operasi atau jaringan parut pada anterior leher, dan ukuran struma kecil. Kontraindikasi mencakup kehamilan, laktasi, wanita yang merencanakan akan hamil dalam 4-6 bulan. © Terapi Lainnya*® - _ Injeksi etanol berulang atau ablasi termal radiofrekuensi per kutan. KOMPLIKASI Hipertiroidisme, tirotoksikosis, krisis tiroid. Komplikasi terapi: hipotiroid. PROGNOSIS Kebanyakan pasien yang diterapi memiliki prognosis baik. Prognosis buruk berhubungan dengan hipertiroid yang tidak ditangani, Jika tidak ditangani, hipertirold dapat menyebabkan osteoporosis, aritmia, gagal jantung, koma, dan kematian. Ablasi iodine” dapat mengakibatkan hipertiroid, pada beberapa pasien (menurut beberapa penelitian berkisar 73%, tergantung pada ukuran goiter dan dosis radioiodine) membutuhkan terapi ulang atau operasi pengangkatan tiroid, Hipotiroid setelah ablasi radioiodine telah dilaporkan pada 0-35% individu. Tatalaksana operatif terdiri dari lobektomi nodul yang hyperfungtioning. Tingkat hipotiroid berkaitan dengan prosedur ini, sangat rendah. Tingkat kekambuhan hipertiroid dengan operasi, dilaporkan berkisar 0-9%. UNIT YANG MENANGANI + RS Pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam ~ Divisi Metabolik Endokrin + RSnon Pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT RS Pendidikan : Departemen Ilmu Bedah RS non Pendidikan: Bagian Ilmu Bedah REFERENS! Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi 8, Alwi |, Simadibtata M, Sefiati§, penyunting. Buku ajar imu -Renyakit:dalam, Edisi V,.Jakartc:Interp@Publishing:,2002..haL...... Dalom;,Longo DL. Kasper DL. Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscaizo J, penyynting. Harrison's principle of intemal medicine. Edis XVIll. McGraw-Hill Componies; 2012. Hall Mandel SJ, Larsen PR, Davies TF. Thyrotoxicosis. Dalam: Melmed 5, Polonsky KS, Larsen PR, Kronenberg HM, penyunting, Willams textbook of endocrinology. Edis! XIl. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011 Bahn RS, Byrch HB, Cooper DS, Garber JR, Greenlee MC, Klein |, et al. . Hyperthyroidism and other causes of thyrotoxicosis: management guidelinesof the american thyroid dssociation and ‘american association of atinical endoctinologisis. Endocrine Practice 2011; 17(3):456-520 ‘SiegelRD, Lee SL. Toxic nodylar goiter; toxic adenoma and toxic multinodular goiter. Endocrinol Metab Clin North Am 1998; 27 (1): 151-68 Allahabadia A, Daykin J, Sheppard MC, et al, Radiolodine treatment of hyperthyroidism-prognostic factors for outcome. J Clin Endoctinol Metab. Aug 2001:86(8):361 1-7 TIROIDITIS PENGERTIAN Istilah tiroiditis mencakup kelainan-kelainan yang ditandai dengan adanya inflamasi ‘pada tiroid. Gejala yang timbul dapat hefupa asimtomatik sampai nyeri yang hebat pada tiroid, dengan atau tanpa manifestasi disfungsi tiroid maupun pembesaran kelenjar tiroid. Berdasarkan perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit, tiroiditis dapat dibagi atas tiroiditis akut, subakut serta tiroiditis kronis PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis dan pemeriksaan fisik masing-masing tipe tiroiditis dapat dilihat pada tabel 1. Pemeriksaan Penunjang + Kadar 3,14, TSH + Sidik tiroid DIAGNOSIS BANDING Jenis-jenis tiroiditis, karsinoma tiroid. TATALAKSANA Apabila pasien dalam keadaan hipotiroid dapat diberikan levotiroksin untuk mencapai kondisi eutiroid.* KOMPLIKASI Hipotiroidisme permanen, thyroid storm? Obstruksi trakea, paralisis pita suara, gangguan saraf simpatis regional, ruptur abses ke jaringan sekitar, trombosis vena jugularis internal (sindrom Lemierre), sepsis, abses retrofaring, mediastinitis, perikarditis, pneumonia? In Metabolik Endokri i £ é E AUD ype ey solueiey upipsequied —_uDynWEYp SuppoyBupoy “uojeueWs joDs yoI0B18q OPI DBBUIYes DAUIDI}YES JoJo UDBULIO[ DpEd J0¥9/8W OYEs NYDq Wades sey UDP UDYa} edu oduD} Jox8}0q OqO194 Pio sDlUSIey #(UD%8 ek yodopsa} HOPI UaIsod UDYOAUDGEY DPOd 228UOU PION sD|UDIOy HHILIAW snsD4 %OI oxBuopes ‘sujouuts‘snyp ‘}oUNOU UDIMYIN xE -Z PESuIY DAUUINWN poly sOlueIoq UOIDsequied Dgdie} 'sodjod OpEd usKDd 0s YOAUOGES yodowjoy0 PAUDPD UDYAWALIP xOPY ‘UDYS| YEU OPO xOPY ‘snyJp OSeqUISU 4DIPes OGDI9} PIOM IDIuaIay ‘yodousjoyo BAUDPO UOANWALIP AOPI 'UDYS} HOAU PO AOPI, ‘SNIP JOSBqWEL {PIPES DqDIe} PIOM} sOlUEISy “upye} JakU UDP sn JOseqUISU Posy sOlUe|ax OGoI9} \sodjod DPD yodousppjuuy ‘poy spluejoy pod OWOIYS ‘BON}INY "UXO! VOAN 3B UDPHIPOWIEN ruoyorsiet UP WnWUN esiojow ‘plosjoJododly OIIS6-Dj0186 UDP sodbu yoses “yoIEs IONS ‘DJ6O}sIp ‘YekU DSO) OduD} Jfai6o1d O1DDes sOlUDfay UDIDSequied »idojouaw udp udYoHed jnoUNU BUDA piolyodiy Djole6 UDBUEP HOXIP OWOYU! 250) DPE Piosyediy OIDIs6-010[96 ‘seY4e} 1p yoVEI Wades DsDy fas plosjodiy DAUDY sns0¥ S405 — OF UDP los plouediy ofuDY Ipoliay jodop snso¥ %or — Oz POY ‘Plowyjno UDBUEP YLAOIP Uop nBBuuw g -Z CUWID}Ss plogjodly Wp ‘sNoGD NDID UDUDSIed ypla\9s uoINg & - | APOM UNINY WOFOP INDUNW BUDA PloedIY DIED ‘UNULIO}ND POY sHHOAUEG DjYepUaLU DBION|Ox joADMY ‘NBBUIL g—Z sLpIO.Eq op nB6umu z — 1 inqui, BUDA UDBUU PlosPedIy DIDIe6-o}O!eB yodopie) (OPO njDIes 7OPY) Plousjedky DIEIe6-DIO!e6 UDP DIB|OIW ‘DIS{e10UD ‘osIO}OW! “wowWep ‘UdxO10B5ua} UDP 'BUDYO! ‘Buy, ‘uodep 1249) }OoduiDs sO}o/UEUL OID Plo4y JO{ueIey OPOd sojOqQIe{ NOs OsDI ‘ABBULW 9 - z Suns6UDHEq yOpopUsUL jodop BuOPOY-SUuDPDY !dOJe4 LOYD} jnqUU BUDA p45 DsDy Bu2u9} njoye] BUDA UDWDBued yngos UDDUNEBued JOA0MU “Plow JOlUE\93 JOfLI-JOfWELL jOADMy ‘plowy sOlu|=y OPOd 4s OsoY DAUUUNJaqG9s UDY 0-5 'S>IPD! JOADMW DY (Uni wos seicns ‘chuunjeqes pioay yHOAUEG) O»/SU 10}40} pAUDPD ‘uDdap 1649] {POS ‘O|UOJSIP ‘DIBDJSIp ‘IEIGBUoU “soUDd “DBUIJo} NJ up401058u9j 2 JO O[ueUL jodop ‘Pic. JO/Ua{9y Dpod joqeu BUDA IHS OsDY sjouwpuy leper - OJOWIYSOH ~ >NUOD| SHIPIOAL uoul|psied oysD4 4yos odup|, - wwsionesia - 4M} qs sHIPION, \soIp4 SUP (oayoundns) DsoIS{OIU MY - sory sHHPIOML PROGNOSIS + Tiroiditis akut : Apabila pasien diterapi dengan antibiotik yang tepat, maka kelainan tiroid ini umumnya bersifat self-limiting. Kelainan tiroid ini jarang menimbulkan komplikasi apabila diterapi dengan baik.? + Tiroiditis subakut : - Tiroiditis karena kehamilan : Sebanyak 20 ~ 50% kasus dapat terjadi hipotiroid permanen, 70% kasus kambuh pada kehamilan berikutnya.! - Tiroiditis de duervain's: Sebanyak 45% fungsi tiroid akan kembali normal dalam 6 sampai 12 bulan hanya 5% yang menetap hipotiroid + Tiroiditis kro - Tiroiditis Hashimoto : Sebanyak 24% pasien dengan hipotiroidisme karena tiroiditis autoimun kronik yang mendapat terapi tiroksin >1 tahun akan tetap menjadi eutiroid walaupun terapi sudah dihentikan.! - Tiroiditis Riedel merupakan penyakit self-limiting.” Apabila tidak diobati penyakit juga dapat menjadi progresif, kadang-kadang stabil atau regresi.t UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSpendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : - REFERENSI 1. Wiyono P. Tiroidit. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwil, Simadibrata M, Seta S, editors. Buku ajar iimy penyakit dalam. 5 ed. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian imu Penyakit Dalam FKUL, 2009:2016 - 2021 2. Lameson JL Weetmeain AP.Disorders of the thyroid gland. In: Fauci A. Kesper D, Longo D, Braunwald E, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison's principles of inteincl medicine. 18" ed. United States of America; The McGraw-Hill Companies, 2012: 2911 - 39 3. Yamada M, Satoh T, Hashimoto K. Thyroiditis, In: Wondisford FE, Radovick S, editors, Clinical management of thyroid disease. 1"! ed. Philadelphia; Saunders Elsevier, 2009: 191 - 203 Gardiner DG, Shoback D, editors. Greenspan's basic and clinical endocrinology. 8" ed. San Fransisco Slagnaro-Green A, Abciovich M, Alexander, et ol. Guidelines of the american thyroid association for the diagnosis and management of thyroid disease during pregnancy and postpartum. Thyroid, 2011:21(10):1081-125, Bayan CM, Daniels GH. Chronic autoimmune thyrcicitis. N Engl J Med. 1996:335(2):99-107 Bindra A, Braunstein GD. Thyroiditis. Am Fam Physician, 2006:73{10):1769-76 8. Pearce EN, Farwell AP, Braverman LE. Thyroiditis. N Engl J Med. 2003;348(26):2646-55 9. Slatosky J. Shipton 8. Wahba H. Thyroiditis: differential diagnosis and management. Am Fam, Physician. 2000;61 (4):1047-52, 1054 151 TIROTOKSIKOSIS PENGERTIAN Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif Penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang dikarakteristikkan dengan adanya antibodi terhadap reseptor tirotropin (TRAb). Penyakit Graves merupakan penyebab tersering hipertiroidisme.? Tabel 1. Macam-macam Penyebab Tirotoksikosls* Penyebab Thotoksikosis Frekvensl (%) Graves' disease 76 Struma multinedulcr 14 ‘Adenoma tiroid solter 5 Trois: * Sub akut (de Quervain’s) 3 * Post-parfum 05 lodidde-induced: * Oba! (contoh: amiodaron) Exirathyroid source of thyroid hormone: ‘+ Faclilious thyrotoxicosis 02 TsHinduced * T3H-secreting pitultary adenoma 02 + Follicilar carcinoma * metastases on Penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang dikarakteristikkan dengan hipertiroid karena adanya autoantibodi yang bersirkulasi dalam darah. TSH Receptors Antybody (TRAb) berikatan dengan reseptor tirotropin aktif sehingga menyebabkan kelenjar tiroid berkembang dan terjadi peningkatan sintesis hormon tiroid oleh folikel tiroid. PENDEKATAN DIAGNOSIS Gejala dan tanda Tirotoksikosis Gejala : Hiperaktivitas, iritabilitas, disforia, intoleransi panas, mudah berkeringat, palpitasi, lemah dan lesu, berat badan turun dengan peningkatan nafsu makan, diare, poliuria, oligomenorrhea, hilangnya libido Tanda: lembab, kelemahan otot, miopati proksimal, lid lag retraction dan lid retraction, ginekomastia’ ‘akikardi; atrial fibrilasi pada usia lanjut, tremor, goiter, kulit hangat dan Gejala dan tanda penyakit Graves Pada penyakit Graves selain gejala dan tanda tirotoksikosis, dapat ditemukan pula oftalmopati Graves, dermopati tiroid, akropati tiroid. Akronim untuk perubahan pada oftalmopati Graves, yaitu “NO SPECS”? lo Signs or symptoms Only signs (lid lag retraction dan lid rectraction), no symptoms ft-tissue involvement (periorbital edema) roptosis (>22 mm) RwnNHo Extraocular-muscle involvement (diplopia) 5 = Corneal involvement 6 = Sight lost Penunjang TSH, FT, T, (dengan indikasi) sidik tiroid DIAGNOSIS BANDING? + Hipertiroidisme primer: penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii, mutasi reseptor ‘TSH, obat: kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow) + Tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme: tiroiditis subakut, tiroiditis silent, destruksi tiroid (karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis factitia) + Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional Tirotoksikosis @ Tersangka Tirotoksikosis ‘Ukur TSH, T, bebas TsH rendah, T, TSH rendob, T, TSH normal atay TSH dan Té bebos bebas tinggi bebasnomal | — meningkat, T, bebastinggl normal Trotoksikosis T3H-secreting pituitary primer Ree adenoma atay thyroid hormone resistance syndrome Tidak dipertukan Ve Va tes tambahan T, tcksikosis Hipertioid subklinis Terdapat manifestasi Follow up penyakit Graves &12minggu Yo tidak _y Henares Goiter multinodulératau adenoma Kany, Tidak, Hipertiroid nodular toksik Pengambiian radionukielda rendah Ya Tidak Troiditis destruktif, kelebinan | Singkikan penyebab lain termasuk odin atau hormon tiroid stimutas| oleh gonadotropin kortonik Gambar 2, Algoritma Evalvas| TirotoksIkos!s* 153 TATALAKSANA Farmakologis 1. Obat Antitiroid + Propiltiourasil (PTU) dosis awal 300- 600 mg/hari, dosis maksimal 2.000 mg/ hari. + Metimazol dosis awal 20 - 40 mg/hari. + Indikasi: - Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan - sedang dan tirotoksikosis - Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan iodium radioaktif - Persiapan tiroidektomi - Pasien hamil, lanjut usia - Krisis tiroid 2. Penyekat adrenergik beta Pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian antitiroid. Propanolol dosis 40 ~ 200 mg dalam 2-3 dosis. Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta lab. FT4 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat antitiroid dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi relaps. Bedah' Indikasi + Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan antitiroid + Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi + Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima terapi iodium radioaktif * Adenoma toksik, struma multinodosa toksik + Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul Radioiodine'? Indikasi + Pasien berusia >35 tahun + Hipertiroidisme yang kambuh setelah dioperasi + Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat antitiroid « Tidak mampu atau tidak mau terapi obat antitiroid + Adenoma toksik, struma multinodosa toksik KOMPLIKASI' Penyakit Graves: penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid. PROGNOSIS Cenderung tidak mengalami remisi pada laki-laki usia < 40 tahun dengan ukuran gondok yang besar dan tirotoksikosis yang klinis lebih berat (didapatkan titer antibodi reseptor TSH yang tinggi." UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam * RSnon pendidikan —: Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT * RS pendidikan : Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Kardiologi - Departemen Penyakit Dalam, Departemen Neurologi, Departemen Radiologi/Kedokteran Nuklir, Patologi Klinik, Departemen Bedah-Onkologi. * RSnon Pendidikan _: Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Radiologi, dan Bedah. REFERENSI 1. Djokomoeljante R. Kelenjar tiroid, hipotiroigisme, dan hipertiroidisme. in: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi |, Simadibrata M, Setiati S, et al. Buku Ajar limu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: IntemaPublishing. 1993-2008. 2. Jameson JL, Weetman AP. Disorder of the Thyroid Gland. In : Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison's Principles of Internal Medicine. 18"ed. New York: McGraw-Hill; 2012, 2911-39 TUMOR HIPOFISIS PENGERTIAN Tumor hipofisis jarang ditemukan dan terdiagnosis biasanya karena gangguan hormonal, mass effect, atau tidak sengaja pada pemeriksaan CT Scan atau MRI karena trauma kepala atau nyeri kepala.! Tumor hipofisis, biasanya dapat berupa adenoma mikro (diameter < 10 mm) ataupun adenoma makro (diameter > 10 mm). Sekitar 92% lesi di sella tursika merupakan adenoma hipofisis. Adenoma hipofisis adalah neoplasma jinak yang muncul dari satu atau lima tipe sel hipofisis anterior. Tumor/ adenoma hipofisis merupakan penyebab tersering dari sindrom hiposekresi dan hipersekresi hormon hipofisis pada orang dewasa. Manifestasi secara klinis dan secara fenotipe biokimiawi dari tumor hipofisis, tergantung dari tipe sel tumor asal dan besar ukuran tumor tersebut". Sekitar 15 % neoplasma intrakranial merupakan tumor hipofisis yang ditemukan pada populasi dengan prevalensi 80/100.000 2. Paling sering ditemukan pada wanita usia reproduktif, dengan perkiraan insiden 1,2 - 1,7/ satu juta orang/ tahun di Denmark dengan 60% kasus hiperkortisolisme.’ Prevalensi pada growth hormone-secreting pituitary adenoma adalah 50 ~ 60 kasus/1,000,000 orang. Pada wanita lebih sering ditemukan corticotropin-secreting pituitary adenoma, daripada pria dengan perbandingan 8:13 Tumor hipofisis dapat pula digolongkan menjadi 2 jenis:*5 1. Functioning - Prolactin-secreting tumors, (kadar prolaktin serum >100 ug/L) - Growth Hormone-secreting tumors, - Corticotropin (adrenocorticotropic hormone [ACTH])-secreting tumors, = Thyrotropin (thyroid-stimulating hormone [TSH])-secreting tumors, and - Gonadotropin (Follicle-Stimulating Hormone [FSH]/ Luteinizing Hormone [LH])- secreting tumors Beberapa tumor mensekresi gabungan/campuran beberapa hormon, misalnya prolaktin dan hormon lain (contoh Growth Hormone), dengan kadar prolaktin serum berkisar antara 30-100 g/L. Tumor Hipofisis @ 2. Non-functioning Biasanya berupa adenoma hipofisis jinak, yang mengsekresi hormon hipofisis yang tidak dapat terdeteksi secara Klinis. Prolaktin disekresikan melalui penekanan pembuluh portal dan pituitary stalk, dengan kadar prolaktin serum 25-75 g/L (Stalk effect). PENDEKATAN DIAGNOSIS Manifestasi Klinik tumor hipofisis diakibatkan oleh massa tumor, hipopituitari, serta sekresi hormon yang berlebihan. Pada tiap kasus mungkin ditemukan gabungan dari ketiga efek tersebut. Anamnesis Gejala sakit kepala, migren, gangguan penglihatan, masalah lapangan pandang menyempit atau gangguan saraf ekstraokular.* Pada kecurigaan disfungsi gonad atau defisiensi hormon hipofisis, perlu ditanyakan bagaimana riwayat menstruasi: oligomenorea /amenorea ( 20 % wanita yang mengalami amenorea primer/ sekunder ®) dan infertilitas pada wanita usia reproduktif, atau disfungsi ereksi dan menurunnya libido pada pria.*# Pemeriksaan Fisik + Pemeriksaan luas lapangan pandang (visual field testing) untuk menilai fungsi optic chiasm dan traktusnya. + Akromegali (pembesaran akral, perubahan wajah), moon face, buffalo hump, penipisan kulit, osteoporosis, hirsutisme + Produksi keringat berlebih, nodul tiroid, tirotoksikosis, muscle wasting, tekanan darah meningkat Manifestasi klinis akibat efek massa tumor hipofisis terhadap struktur sekitar dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Manifestasi Klinik Akibat Efek Massa Tumor Hipofisis Terhadap Struktur yang Terkena? Struktur yang terkena ‘Manifestas!kdinis Struktur Hipofiss dan sekitar- Ganaguan pertumbuhan, hipogonadisme, hipotiroidisme, hipoadrenal: sme Traktus optikus Hilangnya penglihatan wama merah, hemianopsia bitemporal, defek lapang pandang superior atau bitemporal, skotoma, kebutaan Hipotalamus Disreguiasi temperatur, obesitas, diabetes insipidus. gangguan tidur. gangguan selera makan 157 158 Panduan Praktik Klinis \Metabolik Endokrin Festngunor Cote Spas enki Dalam dana Strukfur yang ferkena ‘Monifestas! kins Sinus kavermosus Diplopia, ptosis, oftalmoplegia, rasa baal di wajah Lobus temporal Kejong Lobus frontal Perubahan kepribadian Sentral Sakit kepala, hidrosefalus, pskosis, derensia. Neuroottaimoloal Penurunan tojam penglinatan, popil edema, nistagmus Pemeriksaan Penunjang? * Magnetic resonance imaging (MRI) * Computed Tomography (CT) Scan kepala, fokus pada hipofisis dan regio parasella + Pemeriksaan laboratorium hormon dalam darah : (1) prolaktin basal; (2) insulin-like growth factor (IGF) I; (3) ACTH; (4) FSH dan LH; and (5) Tes fungsi tiroid :TSH dan FT4. Selain itu, perlu juga diperiksa kadar hormon testosteron atau estradiol, dan kadar kortisol pk. 8 pagi h didapatkan abnormalitas spermatogenesis pada prolaktinoma. * Angiografi (untuk menyingkirkan adanya aneurisma) Pemeriksaan penapis pada adenoma hipofisis fungsional : Pemeriksaan laboratorium analisis sperma dapat Tabel 2. Pemeriksaan Penapis pada Adenoma Hipofisis FungsionaF: Jenis Sees Pemertksaan Keterangan ‘Akromegali_ IGF-I serum dan GH Dibandingkan terhadap nilai normal IGF-1 don GH berdasarkan usia dan jenis kelamin Toleransi giukosa oral dengan pemer- Orang normal mampu mensupresi kadar ikscan kadar GH pada menit ke 0, 30, GH <0.4ua/L dan 60 Prolaktinoma Prolaktin serum Hindari pemakaion obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar prolaktin Pemeriksaan MRI harus segera dikerjakan ‘apabila kadar projaktin meningkat Penyakit + Kadar kortisol bebas dalam urin 24 Cushing iam + Dexamethasone (1 mg) pada puku! Orang normal mampu menekan kadar 22.00 & midnight salivary corfisol___kortisol <5 g/L ‘ACTH Membedakan antara adenoma adrenal (ACTH tersupresi) dengan sekresi ACTH ektopik atau penyakit Cushing (ACTH normal atau meningkat) Tumor Hipofisis aN) Anaminesis dan Pemerksacin fs Gejala dan tanda akibat etek massa Sakit kepaia. Gangauan penglinatan a Kepaio i Evaluasi Hipotpitultori TSH. ACTH, FSH.LH Ullspeng Pengihatan eee ee) Galaktorea, (mpctens Gambaran kiinis Gambarain kiinis Amenerca ‘akromegall Cushing IGF don GH Kortisol Protas pasca pemoebanan dan a lukosa: ‘ACTH Mt MR MRI Kepalo, Kepata Kepala Catalan : Fada pasien éengan efek masta, sakit kepala, seta ganggvan pengihatar a dilakukan pemerkgan MRI ‘al pd enh Tonk pee on Pas poten dengan kecoloasn ceskon o pole genom canta pemenkgaan aporaictum Sanh Gambar 1. Penidékatan Kecutigaan Aulenoma Hipofils? DIAGNOSIS BANDING? + Prolaktinoma: + Kehamilan ~ Perdarahan postpartum - Hipotiroidisme primer - Penyakit padapayudara atau akibat stimulasi payudara - Penggunaan obat (fenotiazin, antidepresan, haloperidol, metildopa, reserpin, opiat, amfetamin, simetidin) * Gagal,ginjal kronik + Liver disease * Polycystic ovarian disease + Gangguan dinding dada + Lesi mediila spinalis + Riwayat iradiasi kepala 189 TATALAKSANA'25 Tata laksana tumor hipofisis harus bersifat komprehensif dan individualistik. Tujuan tata laksana meliputi beberapa aspek : 1. Mengontrol manifestasi klinis akibat kelebihan sekresi hormon, 2, Mempertahankan fungsi hipofisis yang normal semaksimal mungkin. 3. Memperbaiki gangguan fungsi hipofisis yang terjadi. 4, Mengendalikan pertumbuhan tumor serta efek mekanik yang ditimbulkan oleh tumor. Beberapa modalitas yang ada adalah tindakan bedah, radioterapi, serta medikamentosa. 1, Tindakan bedah ‘Tindakan operasi (mikro) transfenoid sangat efektif pada 90% kasus dengan angka morbiditas dan mortalitas yang rendah. Tindakan operasi transkranial biasanya dikerjakan pada tumor dengan perluasan ekstensif ke suprasella atau fossa media. Pembedahan atau radioterapi merupakan terapi pilihan pada tumor hipofisis nonsekretorik. Ketelitian saat follow up pasien sangat penting, terutama yang menjalani operasi pembedahan mikro trans-sfenoid, sebaiknya kontrol dalam 4 - 6 minggu untuk memastikan adenoma tersebut sudah diangkat seluruhnya dan masalah hipersekresi endokrin sudah teratasi. 2, Radioterapi (Stereotactic radio surgery) Radioterapi jarang merjadi pilihan pertama pada tata laksana tumor hipofisis. Radioterapi saat ini berperan sebagai terapi tambahan pada pasien adenoma fungsional maupun non fungsional, terutama yang gagal dengan terapi pembedahan. 3. Medikamentosa ‘Tata laksana medikamentosa dapat menjadi pilihan utama pada beberapa kasus tumor hipofisis. - Prolaktinoma(baik mikroprolaktinoma maupun makroprolaktinoma)> agonis dopamin/analog merupakan terapi lini pertama; yang sering digunakan adalah bromokriptin (per oral 1,5 - 10 mg dalam dosis terbagi) dan cabergoline. = Akromegali> pengcbatannya terdiri atas tiga golongan, yaitu agonis dopamin (bromokriptin 10 - 20 mg p.o tid - gid), analog somatostatin (octreotide 100 ig s.c), dan antagonis reseptor hormon pertumbuhan. Meskipun bromokriptin kurang efektif bila dibandingkan dengan octreotide, namun bromokriptin dapat diberikan per oral. - Adenoma Tirotropin > dapat digunakan analog somatostatin kerja panjang (octreotide; dosis seperti pada akromegali) - Penyakit Cushing > Ketokonazol, yang menghambat enzim sitokrom P-450 yang terlibat pada biosintesis steroid, efektif dalam penyakit cushing ringan- sedang, dengan dosis 600 - 1200 mg p.o per hari. PROGNOSIS + Meskipun telah menjalani operasi transfenoid, Penyakit Cushing dapat muncul kembali pada + 25 % pasien.” + Insiden (adjusted) dalam 3 tahun untuk terjadinya sindroma metabolik adalah 23,4% pada riwayat Penyakit Cushing vs 9,2 % pada riwayat adenoma hipofisis non-functioning (p= 0,01) + Tidak terdapat perbedaan bermakna pada insiden (adjusted) 3 tahun untuk terjadinya penyakit kardiovaskular atau penyakit serebrovaskular, atau diabetes melitus.? UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam * RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS Pendidikan : Departemen Mata, Departemen Neurologi, Departemen Bedah Saraf, Departemen Radioterapi * RSnon Pendidikan: Bagian IImu Penyakit Dalam REFERENSI 1. HallJE, Nieman LK. Editors. Contemporary Endocrinology: Handbook of Diagnostic Endocrinology. Humana Press. Totowa, NJ. 2003 2, Jameson JL, Melmed S. Disorders of the Anterior Pituitary and Hypothalamus. In : Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison's Principles of In'emal Medicine. 18" Edition. New York, McGraw-Hill, 2012. For FF. Editor. Ferti’s Clinical Advisor, 1: ed. Mosby Elsevier. 2009. McDermott MT. Editor. Endocrine Secrets, 4th edition. Eisevier Mosby. Rakel RE, Bope ET. Conn's Current Therapy, 60" ed. Saunders Elsevier. 2008 Pituitary Tumor. From: Dynamed. www.searchebscohost.com Clin Endocrinol Metab 2009 Jun:94(6):1897. Clin Endocrinol Metab 2010 Febe:95(2):630. ex anae 162 OBESITAS PENGERTIAN Obesitas merupakan suatu keadaan di mana terdapat massa jaringan adiposa yang. berlebih.' Penyakit ini bersifat multifaktorial dan dapat mengganggu kesehatan. Obesitas dapat juga terjadi secara sekunder akibat adanya penyakit penyebab. Beberapa peryakit yang dapat menyebabkan obesi adalah defisiensi hormon tiroid (hipotiroidisme), sindrom ovarium polikistik, sindrom Cushing, kelainan di hipotalamus, dan mutasi genetilc? Pada tahun 2000 WHO membuat klasifikasi berat badan berdasarkan IMT (Indeks Massa Tubuh), Obesitas didefinisikan bila IMT seseorang 2 30 kg/m?, Sedangkan wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan kriteria dan klasifikasi obesitas sendiri® PENDEKATAN DIAGNOSIS Diagnosis obesitas ditegakkan dengan cara pengukuran IMT, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2), Pada pemeriksaan fisik, harus diperiksa tekanan darah, nadi, suhu tubuh, berat badan, tinggi badan, IMT, dan lingkar perut. Berikut adalah klasifikasi berat badan lebih dan obesitas menurut kriteria Asia Pasifik (tabel 1). Tabel 1. Klasifikasi Berat Bedan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia Pasinike Risiko|Ko: Morbiditas Kiasifikast IMU (kg/m?) eater eae <90.cm ( laki-ioki ) 2 90 em ( faki-laki ) < 80.cm | perempuan } 2 80. cm | perempuan | Berat Badan Kurang <18,5 —— Rendah (risiko meningkat Sedang, pada masalah klinis lain ) Kiscran Normal 185-229 Secang Meningkat Berat Badan Lebih 2230 Berisiko 23,0~24,9 Meningkat Moderat Obes Tingkat | 250-299 Moderat Berat Obes Tingkat I 2300 Berat Sangal Berat Keterangan “Lingkar porut sebaiknya diukur pada pertengahan antara batas bawah iga dan krista aka, dengan menggunakan ulcuran pita secera hhorisontal pada saat ahr ekspirasi dengan kedua tungkat dilebarkan 20 ~ 30 cm. Gy Pansiuan Praktik Klinis Obesitas Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya penyakit endokrin lainnya sebagai penyebab obesitas, skrining untuk keadaan komorbid (sindrom metabolik), dan untuk melihat adanya komplikasi dari organ target." TATALAKSANA‘* Berikut adalah manajemen penanganan obesitas menurut IMT (tabel 2) ‘Tabel 2, Manajemen Penanganan Obesitas berdasarkan IMT* mt 23,05 24/9) 25,0=29,9 =300 Risiko Ringan Sedang Berat Nutrisi y v Aklivitas fsk Y v Teropi periioky y v y Medikasi ¥ Y Pembedahan ¥ Keterangan: *Dapat dipertimbangkan apabila terdapatfaktor risiko atau berat badan gagal terkontrol dengan modifi saya hidup Nonfarmakologis * Perubahan gaya hidup - Terapi diet : Bertujuan membuat defisit kalori sebesar 500 - 1000 kkal/hari - Aktivitas fisik : Program aktivitas fisik harus dibuat berdasarkan status kesehatan dan kondisi fisik pasien, Perlu juga diperhatikan asupan cairan pasien sebelum, saat, dan sesudah melakukan aktivitas fisik. Pada tahap awal dapat melakukan aktivitas fisik sedang selama 30 - 45 menit sehari, sebanyak 3 - 5 kali seminggu. Aktivitas fisik dapat ditingkatkan sesuai kemampuan pasien. Pasien juga harus melakukan latihan kekuatan otot dengan 1 - 3 set latihan untuk otot-otot utama setidaknya dua kali dalam seminggu. + Terapi perilaku Farmakologis Orlistat Pembedahan Indikasi: BMI 2 35 kg/m*; adanya satu atau lebih penyakit komorbid yang dapat teratasi secara signifikan dengan penurunan berat badan (imobilitas, artritis, DM Tipe 2); berat badan tidak dapat dikontrol setelah dilakukan pengontrolan diet, aktivitas fisik, terapi perilaku dan obat-obatan. 163 rin (GY) Panduan Prax utinis Metabolik Endok 1 1Y612M1940 UDp sDys9q0 UDUBBUDUEd DUNOBIY “| QUID pod yo1eq uojoyuoBued uD}oBD69y qogesued RN su sowyO "myOIEd dose, ‘yelp idosey ‘Buyosuoy >ypoued uD285 Wa UDP “BuB8urd 1064) ‘4you0q uoinynBued uoppg yo1aq uDYuDyoYEd 2ynyun UDxUDI0S on f uppoq 4018q uy <2 > wa epomlonied ye, * fodoo19} unin} yoyodo /idosey uoBupquiexied wa Bunyy uopnusey Iw Bunyty uorpnwiey Buo86ud 40x61 ‘uopod 654, ©, | gokuBpeq yoreq uuopo9 j0}eq Bun uoyurunuews Bu: ey 4 JO}405 weenie] yOplL t PA PA 144039} UNOS Z ‘upp uopog jo10q wojop Bunyip we uoununuad Ba}bs O85 Uuonin} oynuauoUs si ' uaisod Uop 19100, 20)904 2 = UDP [{d} DA, 2.06< IM) < INDIO 6'6z-2 Ns nyo Zw/64 0¢ 25 kg/m? berhubungan dengan peningkatan risiko kematian sebesar 30%° UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Metabolik Endokrin - Departemen Penyakit Dalam + RSnonpendidikan _: Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS Pendidikan : Semua Divisi di lingkungan Departemen IImu Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen Gizi, Departemen Bedah © RSnon Pendidikan: - REFERENS| 1. Flier J, Maratos-Flier M. Biology of Obesity; Introduction. In : Longo DL, Fauci AS, Kasper DL. Hauser SL, Jameson JL, Loscaizo J. Harrison's Principles of internal Medicine, 18" Edition. New York, MeGrow-Hill 2012. 2, Sugondo S. Obesitas. Dalam: Alwi|, SetiatS, Setiyohadi B, Simadibrata M, Sudoyo AW. Buku Ajar imu Penyakit Dalam Jlid Il Edisi V, Jakarta: Interna Publishing: 2010:1973-1983. 3. National Heart Lung and Blood Institute. Executive summary of the clinical guidelines on the identification, evaluation, and ireatment of overweight and obese adults. Arch Inter Med, 1998 Sep 28;158(17):1855-67. 4. Badorsono S, Moersadika N, Purnamasari D, Sukardii K, Tahapary D. Identification, Evaluation ‘and Treatment of Overweight and Obesity in Adults: Clinical Practice Guidelines of the Obesity Clinic, Wellnes Cluster Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia. 5. National Task Force on the Prevention and Treatment of Obesity. Medical care for obese patients: advice for health care professionals. Am Fam Physician. 2002 Jan 1:65(1}:81-8. 6. Institute for Clinical Systems Improvement. Prevention and Management of Obesity (Mature Adolescent and Adults). 5° ed. Bloomington, MN; Institute for Clinical Systems Improvement. April 2011 PENATALAKSANAAN PANDUAN PRAKTIK KLINIS fille GASTROENTEROLOGI Diare Kronik rasa reesesseseensoss OT Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) ...-s.-sssersteenel 72 Hematemesis Melena...... i 176 Hematokezia.. 182 lleus Parallitik zi = 186 Konstipasii...--e.e i vies 189 Pankreatitis Akut 5 ares 6 Penyakit Tukak Peptik ——_ << Tumor Gaster. or 208, Tumor Kolorektal ee e..;,. ose TOE ina amite'= OE i ee ee ee e ) PLANS OLIOT RATS ) WAUQHAG DIARE KRONIK PENGERTIAN Diarekronikadalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari sejak awal diare. Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan:* 1, Lama waktu: akut atau kronik 2, Mekanisme patofisiologi: sekretorik, osmotik,, dll 3. Berat ringannya diare: ringan atau berat 4. 5 Penyebab infeksi atau tidak: infektif atau non-infektif Penyebab organik atau tidak; organik atau fungsional PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis' 1. Waktu dan frekuensi diare 2. Bentuk tinja 3. Keluhan lain yang menyertai seperti nyeri abdomen, demam, mual muntah, penurunan berat badan 4, Obat-obatan: laksan, antibiotika, imunospresan, dll 5, Makanan/minuman Pemeriksaan Fisik’ Keadaan umum, status dehidrasi Pemeriksaan Penunjang' Pemeriksaan tinja, darah, urin Pemeriksaan anatomi usus sesuai indikasi: Barium enema/colon in loop (didahului BNO), Kolonoskopi, ileoskopi, dan biopsi, barium follow through atau enteroclysis, USG abdomen, CT Scan abdomen Fungsi usus dan pankreas: tes fungsi pankreas, CEA dan CA 19-9. 168 Fetenenon Dt Spats Panct# Odom rane Gastroenterologi Tabel 1. Diagnosis Banding Penyebab Tersering Diare Kronis di Indonesia’ Etiolog! Tersering Infeks! Malabsorpsi lemak Malabsorbsi karbohicrat Sindroma| sus iritabel Karena obat-obatan Keganasan Kelainan endokrin ‘Anamnesa Disertai gejala demam dan mual muntah Riwayat reseksi usus. Diare membaik setelah puasa. Tinja mengambang pada air toilet Riwayat makan makanan yang mengandung laktosa (susu), sorbitol {pemanis buatan), Disertai gejala kembung, kram abdomen, dan flatus fruktosa (sirup jagung). Tinja mengambang pada air toilet, dan berbau asam Diare pada pagi hari berhubungan dengan stress, berselang antara konstipasi dan diare. Banyak kelunan menyertai seperti perut begah, mual, nyeri daerah anus setelah defekasi, sendawa Diore berhenti dengan dihentikannya obat Disertai gejala demam, darah menyertai tinja normal, isertai nyeri abdomen terus menenus Tiroroksikosis: Berdebar-debar, tremor/gemetaran DIAGNOSIS BANDING Penyebab tersering diare kronis di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1. TATALAKSANA Nonfarmakologis Seperti tatalaksana pada diare umumnya. Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada tabel diare infeksi. Pemerlksaan Fisik Sesuai dengan etiologl infeksi Bila berat: malnutrsi Bila berat: mainuttisi Keadaan umum balk, dehidrasi (-} Tirotoksikosis: BB furun, suhu nak, Pembesaran kelenjar tiroid, tremor Penunjang Pemeriksaan tinja: leukosit(+) Darah: leukositosis Pemeriksaan tina ;berwama muda, bau busuk, ph > 68, tes sudan (+), jumiah lemok >14gram/24 jam, Pemeriksaan tinja: amilum|(+), pH <5,5, tes recuksi (+), Pemeriksaan tinja: dorah, samar (+), tes Phenolphthalein (+), Bisacody anthraquinon, phenolphthalein: pernerksaan kromatografi lapis tipis Pemeriksaan tinjas: eritrosit (+) Dorah : eusinofiia Petanda tumor Trotoksikosis Darah: 1SH, 13 uptake, FT4 DIARE KRONIS Kecuali masaiah iatroger Pengobatan, bedah Darah per | | Gamboran feses, | Nyerimemburuk sebelum Darah (}), rektum. curiga malabsorpsi BAB, hilang dengan BAB, malabsorbsi perasaan defekas! tidak funtos Kolonoskopi_ Usus halus:, ‘Curiga IBS Pertimbangkan + biopsi pencitraan, biopsi, diare fungsional caspirasi Terbatas untuk Darah (-). nyakit orgainik Pengecualian diet: sorbitol, laktosa ‘Gambar 1. Manajemen Diare Berdasarkan Gejala Penyerta® DIARE KRONIS iGfas untuk penyakit organk Hb dan albumin rendah. MCV & MCH abnormal, banyak lemak pada feses Semuc tes penapisan normal Reaksi opioid + tindak fanjut Volume feses, osmoiari- 408, pH; laxative screen ; hormonal screen Kolonoskopi + biopsi Usus kecil: X-ray, biopsi, aspirasi; lemak feses 48 jam Diare kronik persisten Transit usus Titrasi terapi untuk Lemak feses Nomaldenlemac] ap, "sus tras Terai >20 g/har, fungsi ase a tairest | scorer pankreas Gambar 2. Algoritma Pendekatan Diagnosis Diare Kronis Berdasarkan Laboratorium Sederhana® 169 Farmakologis Pengobatan diare kronik ditujuan terhadap penyakit yang mendasari. Sejumlah obat anti diare dapat digunakan pada diare kronik. Opiat mungkin dapat digunakan dengan aman pada keadaan gejala stabil.” 1, Loperamid: 4 mg dosis awal, kemudian 2 mg setiap mencret. Dosis maksimum 16 mg/hari. 2. Kodein: Karena memiliki potensi adiktif, obat ini sebaiknya dihindari, kecuali pada keadaan diare yang menetap. Kodein dapat diberikan dengan dosis 15-60 mg setiap 4 jam. Paregoric diberikan 4-8 ml. 3. Klonidin: 62 adrenergic agonis yang menghambat sekresi elektrolit intestinal. Diberikan 0,1-0,2 mg/hari selama 7 hari, Bermanfaat pada pasien dengan diare sekretorik, kriptosporodiosis dan diabetes. 4. Octreotide: Suatu analog somatostatin yang menstimulasi cairan instestinal dan absorbsi elektrolit dan menghambat sekresi melalui pelepasan peptida gastrointestinal. Berguna pada pengobatan diare sekretori yang disebabkan oleh Vipoma dan tumor carcinoid dan pada beberapa kasus diare kronik yang berkaitan dengan AIDS, Dosis efektif 50mg -250mg subkutan tiga kali sehari. 5. Cholestiramin: mengikat garam empedu dan mencegah reabsorsinya, berguna pada pasien diare sekunder karena garam empedu akibat reseksi intestinal atau penyakit ileum. Dosis 4 gr 1 s/d 3 kali sehari. 6. Atapulgit, biasanya dosis yang diberikan 3x2 tablet selama diare. KOMPLIKASI Dehidrasi sampai syok hipovolemik, sepsis, gangguan elektrolit, dan asam basa/ gas darah, gagal ginjal akut, kematian' PROGNOSIS Prognosis diare kronik ini sangat tergantung pada penyebabnya. Prognosis baik pada penyakit endokrin. Pada penyebab obat-obatan, tergantung pada kemampuan untuk menghindari pemakaian obat-obat tersebut.” UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan :Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan: Departemen Bedah Digestif, ICU/Medical High Care + RSnon pendidikan: ICV, Bagian Bedah Kolopaking SM. Pendekatan Diagnostik Diare Kronik. Dalam Alw' |, Seticti s, Setiyohadi B, Simadibrata M, Sudoyo AW. Buku Alar limu Penyakit Dalam Jilid | Edis V. Jakarta: Interna Publishing; 2010:534-559. McQuaid K. Chronic Diarrhea. In Lawrence M {Eds}. Current Medical Diagnosis & Treatment 37th Ed. Prentice Hall International inc, 1998: 544 Camilleri M, Murray JA. Diarrhea and Constipation. Dalam: Fauci A, Kasper D, Longo D, Braunwald E, Hauser $, Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison's principles of internal medicine. 18h ed. United States of America; The McGraw-Hill Companies, 2012. Chapter 40, 308. GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) PENGERTIAN Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) merupakan suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus, laring, dan saluran napas; akibat kelemahan otot sfingter esofagus bagian bawah (LES/Lower Esophageal Sfingter). Refluks dapat terjadi melalui 3 mekanisme yaitu refluks spontan pada saat relaksasi LES, aliran balik sebelum kembalinya tonus LES setelah menelan, meningkatnya tekanan dalam abdomen,” Faktor risiko terjadinya refluks esofagus yaitu alkohol, hernia hiatus, obesitas, kehamilan, skleroderma, rokok, obat-obatan seperti antikolinergik, beta blocker, bronkodilator, Calcium channel blockers, progestin, sedatif, antidepresi trisiklik.® ‘Terdapat dua kelompok pasien GERD yaitu pasien dengan esofagitis erosif yang ditandai dengan adanya mucosal break diesofagus pada pemeriksaan endoskopi (GERD) dan pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan mucosal break (non erosive reflux disease/NERD)." PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Dari anamnesis dapat ditemukan keluhan sepert + Keluhan paling sering: merasakan adanya makanan yang menyumbat di dada, nyeri seperti rasa terbakar di dada yang meningkat dengan membungkukkan badan, tiduran, makan; dan menghilang dengan pemberin antasida, non cardiac chest pain (NCCP). + Keluhan yang jarang dikelubkan: batuk atau asma, kesulitan menelan, hiccups, suara serak atau perubahan suara, sakit tenggorokan, bronchitis + Pada anamnesis juga perlu ditanyakan riwayat pemakaian obat-obatan. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik tidak ada yang khas untuk GERD. Pada pemeriksaan laring dapat ditemukan inflamasi yang mengindikasikan GERD. Pemeriksaan Penunjang Jika keluhan tidak berat, jarang dilakukan pemeriksaan penunjang, Pemeriksaan dilakukan jika keluhan berat atau timbul kembali setelah diterapi. Esophagogastroduodenoscopy (EGD): melihat adanya kerusakan esofagus Barium meal: melihat stenosis esofagus, hiatus hernia. Continuous esophageal pH monitoring: mengevaluasipasien GERDyang tidak respon dengan PPI (proton pump inhibitor), evaluasi pasien-pasien dengan gejala ekstra esophageal sebelum terapi PPI, memastikan diagnosis GERD sebelum operasi anti refluks atau mengevaluasi NERD berulang setelah operasi anti refluks. Manometri esofagus: mengevaluasi pengobatan pasien NERD dan untuk tujuan penelitian. Stool occult blood test: untuk melihat adanya perdarahan dari iritasi esofagus, lambung, atau usus. Pemeriksaan histopatologis: menentukan adanya metaplasia, displasia, atau keganasan. DIAGNOSIS BANDING? Dispepsia Ulkus peptikum Kolik bilier Eosinophilic esophagitis Infeksi esofagitis Penyakit jantung koroner Gangguan motilitas esofagus. TATALAKSANA Nonfarmakologis? a Modifikasi gaya hidup, menghentikan obat-obatan (anti kolinergik, teofilin) dan mengurangi makan makanan yang yang dapat menstimulasi sekresi asam seperti kopi, mengurangi coklat, keju dan minuman bersoda. Menaikkan posisi kepala saat tidur jika keluhan seringkali dirasakan pada malam hari. . Makanan selambat-lambatnya 2 jam sebelum tidur. Farmakologis?* 1. Histamine type-2 receptor antagonists (H2RAs) 2. Proton pump inhibitors (PPIs): umumnya diberikan selama 8 miggu dengan dosis ganda. 3. Untuk NERD, terapi inisial dengan dosis standar selama 8 minggu lalu diberikan pada saat keluhan timbul dan dilanjutkan sampai keluhan hilang.” 4. Antasida hanya untuk mengurangi gejala yang timbul Tindakan invasif** 1, Pembedahan anti refluks: Laparoscopic Nissen fundoplication 2 Terapi endoskopi: radiofrequency ablation, endoscopic suturing, endoscopic implantation, endoscopic gastroplasty KOMPLIKASI Refluks esofagus dapat menimbulkan komplikasi esofagus maupun ekstra esofagus. + Komplikasi esofagus: striktur, ulkus, Barrett's esophagus bahkan adenokarsinoa di kardia dan esofagus.” + Komplikasi ekstra esofagus: asma, bronkospasme, batuk kronik atau suara serak, masalah gigi,’ PROGNOSIS Pengobatan dengan penghambatsekresiasam lambung dapat mengurangikeluhan, derajat esofagitis dan perjalanan penyakit. Risiko dari striktur menjadi Barrett's esophagus atau adenokarsinoma yaitu 6% dalam 2-20 tahun pada kasus.’ UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan : Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU/Medical High Care + RSnon pendidikan : Bagian Bedah Makmun D. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Dalam: Sudoyo AW, et al editor. Buku Alar limu Penyaktt Dalam jiid | edis!1V, Jakarta: Pusat Penerbltan Departemen limu Penyaktt Dalam FKUI, 2006. him 317 - 321, Kahrilas PJ, Esophageal Structure and Function. In: Fauci A, Kasper D, Lange D, sraunwald E, Hauser §, Jameson J,Loscalzo |, editors. Harrison's principles of internal medicine. 18!" ed. United States of America; The McGraw-Hill Companies, 20)2. Longstreth GF. Gastroesophageal refiux disease. In, Pepic esophagitis Reflux esophagitis; GERD; Heartburn — chronic: Dyspepsla - GERD. 2011. Diunduh dati htip:// www.nebl. nim.nih.gov/pubmedhealth/ PMHOON13I1/ pada tanggal7 Mel 2012, Kelompokstudi GERD Indonesia, Konsensus Nasional Penatalaksanaan Fenyahlf RBtibes » Gastroesofaged dhindionesia, Perkumpulan!@astrdenteroiog|iinciomesia:2004;,:. HEMATEMESIS MELENA PENGERTIAN Hematemesis adalah muntah darah kehitaman yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam bentuk keluarnya darah segar per anum bila perdarahannya banyak. Melena (feses berwarna hitam) biasa berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifestasi dalam bentuk melena.! PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis'2 1, Jumlah, warna, perdarahan 2. Riwayat konsumsi obat NSAID jangka panjang 3. Riwayat merokok, pecandu alkohol 4, Keluhan Jain seperti mual, kembung, nyeri abdomen, dll Pemeriksaan Fisik'? Memeriksa status hemodinamik: 1. Tekanan darah dan nadi posisi baring . Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi . Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin) Kondisi pernapasan Produksi urin ye en Pemeriksaan Penunjang!? 1. Laboratorim: darah lengkap, elektrolit, fungsi hati, masa pembekuan dan perdarahan, petanda virus hepatitis, ratio BUN/Kreatinin 2, Radiologi: OMD (Oesophagus Maag Duodenum) jika ad aindikasi 3. Endoskopi saluran cerna Hematemesis Melena @ Tabel 1. Keparahan perdarahan saluran cema bagian atas berdasarkan skor Glasgow ~ Blatchford (Modifikas!) * Perianda|Risiko Nitai Skor Urea darah (mmol/L) > 65-79 2 8-9.9 3 10-249 4 225 é Hemoglobin (gr/ & remiik ice > £0. okan mombuluhkan intervens! Tabel 2. Beberapa Etlolog! Hematemesis Melena'* BHiolog! rasa tah Pemeriksoan fersering arora penunjang, Ulkus Hematemesis-melena nyeri Nyeri tekan| Gastroduodenoskopi duodenum — epigastrium berkaitan dengan makan, epigastrium tampak ukus sekitar 3 jam setelah makan (ulkus duodenum klasik membaik oleh makanan, sedangkan uikus lambung diperburuk oleh itu). perut kembung dan begah, mual, dan muntah bberlebihan, kehilangan nafsy makan don penurunan berat badan, riwayat Penggunaan NSAID jangka panjang. Pecahnya — Hematemesis, melena, Nyetl Asites, edema Darah: anemia, Varises epigastrium seperti terbakor, Riwayat perifer, penurunan leukopenia, esofagus hepatitis, iwayat peminum akohcl —_tekanan darah, —_trombositopenia, berat. anemia, spider OT/PT meningkat, navi, eritema hipoalbumin, paimaris PTT memanjang, petanda serologi virus hepatitis. Oesophagus maag duodenum, ‘endoskopi saluran cema atas 177 Panduan Praktik Klinis Gastroenterologi Etiologl Pemeriksaan < Anamnesis Pemeriksaan fistk Soares Gastritis Hemnatemesis, melena, riwayat Nyeri tekan Gastroduodenoskopi erosit erokok, pecandy alkohol. riwayat —_epigastrium ringan | fampak mukosa makan obat NSAID jangka panjang sembab, merah, mudah berdarah atau terdapat perdarahan spontan, erosi mukosa yang bervariasi DIAGNOSIS BANDING Hemoptoe, hematokezia.’ TATALAKSANA Stabilisasi hemodinamik‘+ 1. Jaga patensi jalan napas 2, Suplementasi oksigen 3. Akses intravena 2 line dengan jarum besar, pemberian cairan Normal Saline atau Ringer Laktat 4. Evaluasi laboratorium : waktu koagulasi, Hb, Ht, serum elektrolit, ratio Blood Urea Nitrogen (BUN) ; serum kreatinin 5. Pertimbangkan transfusi Packed Red Cell (PRC) apabila kehilangan darah sirkulasi > 30% atau Ht < 18% (atau menurun >6%) sampai target Ht 20-25% pada dewasa muda atau 30% pada dewasa tua 6. Pertimbangkan transfusi Fresh Frozen Plasma (FFP) atau trombosit apabila INR >1,5 atau trombositopeni 7. Pertimbangkan Intersive Care Unit (ICU) apabila : a. Pasien dalam keadaan syok b. Pasien dengan perdarahan aktif yang berlanjut . Pasien dengan penyakit komorbid serius, yang membutuhkan transfusi darah multipel, atau dengan akut abdomen Nonfarmakologis Balon tamponade untuk menghentikan perdarahan varises esophagus.* Farmakologis' * Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises transfusi sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non varises transfusi sampai dengan Hb 12gr%, Bila perdarahan berat (25-30%), boleh dipertimbangkan transfusi whole blood. 178 Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnyadekstran/ hemacel) atau NaCl 0,9% atau RL Untuk penyebab non varises : 1. Penghambat pompa proton dalam bentuk bolus maupun drip tergantung kondisi pasien jika tidak ada dapat diberikan Antagonist H2 reseptor. 2. Sitoprotektor : Sukralfat 3-4 x 1 gram atau Teprenon 3 x 1 tab atau Rebamipide 3x100 mg 3, _Injeksi vitamin K 3x1 ampul, untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati Untuk penyebab varises : 1. Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 mcg/jam intravena atau okreotide {sandostatin) 0,1 mg/2 jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah skleroterapi/ligasi varises esofagus. 2. Vasopressin : sediaan vasopressin 50 unit diencerkan dalam 100 ml dekstrosa 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam ; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infuse 0,1-0,5 U/menit. Pemberian vasopressin disarankan bersamaan dengan preparan nitrat misalnya nitrogliserin iv dengan dosis awal 40 mcg/menit lalu titrasi dinaikkan sampai maksimal 400 meg/menit. Hal ini untuk mencegah insufisiensi aorta mendadak. 3. Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan diastolik turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil hematemesis melena (-) 4. Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tablet/hari hingga kead _ umum stabil 5. Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari - Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan - Pada pasien dengan pecah varises/penyakit hati kronik/sirosis hati dapat ditambahkan : a. Laktulosa 4x 1 sendok makan b, Antibiotika ciprofloksacin 2x500 mg atau sefalosporin generasi ketiga. Obat ini diberikan sampai konsistensi dan frekuensi tinja normal. HEMOSTASIS ENDOSKOPI Untuk perdarahan non varises: Penyuntikan mukosa disekitar titik perdarahan 10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml. Penyuntikan ini harus dikombinasi dengan terapi endoskopik lainnya menggunakan adrenalin seperti klipping, termo koagulasi atau eleltro koagulasi. Untuk perdarahan varises: dilakukan ligasi atau sklerosing TATALAKSANA RADIOLOGI Terapiangiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan. Pada varises dapat dipertimbangkan TIPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt). Pada keadaan sumber perdarahan yang tidak jelas dapat dilakukan tindakan arteriografi, Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau elektif. KOMPLIKASI Syok hipovolemik, pneumonia aspirasi, gagal ginjal akut, sindrom hepatorenal, koma hepatikum, anemia karena perdarahan* PROGNOSIS Pada umumnya penderita dengan perdarahan SCBA yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain, Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya terjadinya pecahnya varises pada pasien. UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSpendidikan : Divisi Hematologi - Onkologi Medik - Departemen Penyakit Dalam, Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU/ Medical High Care + RSnon pendidikan : ICU, Bagian Beda REFERENS! Adi P. Pengelolaan Perdarah saluran Cema Bagian Atas. Dalam Ali |, Setiati $, Setiyohadi 8, Simadibrata M, Sudoyo AW. Buku Ajar limu Penyakit Dalam Jilid | Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010:447-452. 2. Cirrhosis and its Complications, Peptic Ulcer Disease and Related Disorders. Dalam: Fauci A, Kasper D, Longo D, Braunwald E, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison's principles of intemal medicine. 18th ed. United States of America; The McGraw-Hill Companies, 2011 a 5 Stephens JR, Hare NC, Warshow U, Hamad N, Fellows HJ, Pritchard C, Thatcher P, Jackson L, Michell N, Murray IA, Hyder Hussain! S, Dalton HR. Management of minor upper gastrointestinal haemorthage in the community using the Glasgow Blatchford Score. Eur J Gastroenterol Hepatol. 2009:21(12}:1340-6, Iuccaro G Jr. Management ef;the adil potient with acute lower gastrointestinal bleeding. ‘American College of Gastroenterology. Practice Parameters Committee. Am J Gastroenterol. 1998:93(8):1204, Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN). Management of acute upper and lower gastrointestinal bleeding. A national clinical guideline. SIGN publication; no. 105. Edinburgh {Scotiand): Scottish intercollegiate Guidelines Network (SIGN); 2008 HEMATOKEZIA PENGERTIAN Hematokezia merupakan suatu gejala perdarahan gastrointestinal, yaitu keluarnya darah segar atau merah marun dari rektum.! Hematokezia lebih sugestif ke arah perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB), namun pada 10% kasus, dapat juga berasal dari perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yang masif.? Apabila hematokezia merupakan gejala klinis dari perdarahan SCBA, maka akan terjadi instabilitas hemodinamik dan terjadi penurunan hemoglobin.! Evaluasi diagnostik perdarahan SCBB lebih sulit secara signifikan dibandingkan dengan perdarahan SCBA. Hal ini disebabkan oleh: 1) lokasi perdarahan dapat terjadi di traktus gastrointestinal manapun, 2) perdarahan seringkali bersifat intermitent (hilang-timbul), 3) bukti adanya perdarahan aktif mungkin tidak jelas sampai perdarahan berhenti, dan 4) operasi kegawatdaruratan mungkin dibutuhkan untuk diagnosis spesifik dan lokalisasi perdarahan? PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Anamnesis dan pemeriksaan fisik biasanya tidak dapat mendiagnosis sumber perdarahan, Endoskopi merupakan pilihan pemeriksaan pada pasien dengan perdarahan SCBA dan sebaiknya dilakukan secepatnya pada pasien dengan instabilitas hemodinamik (hipotensi, takikardi, atau perubahan postural nadi dan tekanan darah).! DIAGNOSIS BANDING Tabel 1. Diagnosis Banding Perdarahan SCBB berdasarkan Karakteristik Klinis** Hematokezia Btiolog! Karaktertstik Kilnis Kolits * Kolilisiskemik _Self-limited,, diare bberdarah dikuti dengan nyeri perut okut agian bawah pada pasien dengan faktor rsko jantung + Koliisinfeksius _Diare berdarah disertai demam, dan risiko diet tinggi atou 9-21 penggunaan antibiotik sebelumnya * Penyakit Crohn _Diare berdarah disertai berat badan turun dan nyeriperut rekuren Karsinomakolon —_ Lambat, perdarahan kronis dengan perubahan pola BAB atau 11-14 ‘anemia defisiensi Fe Pasca polipektomi —_Perdarahan self-limited yang terjadi dalam 30 hari setelah 11-14 tay perdarah polipektomi atau biopsi sebelumnya an posca biopsi endoskopik Hemoroid Perdarahan yang terkait dengan pergerakan BAB dan pruritus 4—10 ‘ani; umumnya tidak nyeri, tapi dapat juga nyeri pada trombosis hemorold Perdarahan SCBA Meningkatnya BUN terhadap ratio kreatinin, atau terdapat_ 0-11 aspirasi darah (+) pada NGT Pemeriksaan Penunjang'* + Laboratorium: darah lengkap, elektrolit, koagulasi, golongan darah * Kolonoskopi = Merupakan pemeriksaan penunjang diagnostik utama terpilih pada penderita perdarahan SCBB. Selama prosedur berlangsung, operator dapat mengevaluasi perubahan mukosa kolon, patologi infeksius, kolitis, dan perubahan iskemik untuk menyingkirkan diagnosis banding. = Sebaiknya dilakukan dalam 12-48 jam saat gejala pertama kali muncul, dan setelah dilakukan persiapan bilas kolon (1 L polyethylene glycol solution tiap 30-45 menit selama sedikitnya 2 jam atau sampai cairan jernih) + Pencitraan radionuklir (Blood pool scan): - Dilakukan apabila kolonoskopi gagal mengidentifikasi lokasi sumber perdarahan. © Angiografi: - Injeksi zat kontras ke dalam arteri mesenterika superior dan inferior dan cabang-cabangnya untuk menentukan lokasi perdarahan. TATALAKSANA Penatalaksanaan perdarahan SCBB memiliki 3 komponen yaitu:'** 1. Resusitasi dan penilaian awal 2. Identifikasi sumber perdarahan > dengan pemeriksaan penunjang tersebut diatas 3. Intervensi terapeutik untuk menghentikan perdarahan a. Endoskopi: injeksi epinefrin, elektrokauter, pemasangan endoklip, lem fibrini b. Angiografi: infus vasopresor intra-arterial, embolisasi c. Bedah: apabila diperlukan transfusi dalam jumlah besar (contoh: >4 unit PRC dalam 24 jam), instabilitas hemodinamik yang tidak merespon terapi medis, perdarahan berulang yang tidak merespon terapi, perdarahan divertikular 2 2 episode Resusitasi dan penilaian awal Resusitasi > lihat Klasifikasi syok hipovolemik dan penanganannya pada bab Hematemesis - Melena Protokol Penilaian Awal® + Pertimbangkan rawat jalan dengan follow-up apabila: = Usia < 60 tahun = Tidakada tanda gangguan hemodinamik (sistolik2 100 mmHg, nadi < 100 x/menit) - Tidak ada tanda perdarahan rektal yang terlihat jelas - Sumber perdarahan jelas pada pemeriksaan rektal/ sigmoidoskopi + Pertimbangkan rawat inap dan endoskopi dini apabila: - Usia 2 60 tahun (semua pasien > 70 tahun harus dirawat) - Ada tanda gangguan hemodinamik (sistolik < 100 mmHg, nadi = 100 x/menit) - Adanya tanda perdarahan per rektal yang terlihat jelas (gross rectal bleeding) -_ Riwayat konsumsi aspirin atau NSAID - Memiliki penyakit komorbid KOMPLIKASI Syok hipovolemik, gagal ginjal akut, anemia karena perdarahan PROGNOSIS Meskipun sebagian besar perdarahan divertikular bersifat self-limited dan sembuh spontan’4, hilangnya darah bersifat masif dan cepat pada 9-19% pasien.?” Pada pasien dengan penyakit komorbid, malnutrisi, atau penyakit hati, memiliki prognosis buruk.' Penggunaaan aspirin dan NSAID berkaitan erat dengan meningkatnya risiko perdarahan divertikular (odds ratio = 1,9-18,4)."! UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan ; Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSpendidikan : Divisi Hematologi - Onkologi Medik - Departemen Penyakit Dalam, Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU/Medical High Care = RSnon pendidikan : ICU, Bagian Bedah REFERENSI 1. Laine L. Gastrointestinal Bleeding. In : Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscaizo J. Harriscn’s Principles of Interal Medicine 18th Edition. New York: MeGraw- Hill. 2012. 2. Bjorkman D. Gastrointestinal Hemorrhage and Occult Gastrointestinal Bleeding, In: Goldman, Ausiello. Cecil Medicine 23° Edition. Philadelphia: Saunders, Elsevier. 2008. 3. Currie G, Towers P, Wheat J. Improved Detection and Localization of Lower Gastrointestinal Tract Hemorrhage by Subtraction Scintigraphy: Phantom Analysis. J Nucl Med Technol 2006; 34:160-8. 4. Wilkins, Baird C, Pearson AN, Schade RR. Diverticular bleeding. Am Fam Physician. Nov 1 2009:80(9):977-83 5. Zuccaro G Jr. Management of the adult patient with acute lower gastrointestinal bleeding. American College of Gastroenterology. Practice Parameters Committee. Am J Gastroenterol. 1998:93(8):1204. 4 Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN). Management of acute upper and lower gastrointestinal bleeding. A national ciinical guideline. SIGN publication: No. 105. Edinburgh (Scotiard): Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN); 2008, 7. Stollman NH, Raskn JB. Diagnosis and management of diverticular disease of the colon in adults. Ad Hoc Practice Parameters Committee of the American College of Gastroenterology. Am | Gastroenterol. 1999:94(11):3110-21. McGuire HH Jr. Bleeding colonic diverticula. A reappraisal of natural history and management. Ann Surg, 1994:220(5}:653-6. 9. Browder W, Cerise EJ, Litwin MS. impact of emergency angiography in massive lower gastrointestinal bleeding. Ann Surg. 1986:204(5):530-6. 10. Peura DA, Lanza FL, Gostout CJ, Foutch PG. The American College of Gastroenterology Bleeding Registry: preliminary findings. Am J Gastroenterol. 1997;92(6):924-8. 11. Laine L, Smith R, Min K, Chen C, Dubois RW. Systematic review: the lower gastrointestinal adverse effects of non-steroidal antiinflammatory drugs. AlimentPharmacol Ther. 2006:24(5):751-67. ILEUS PARALITIK PENGERTIAN Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya.! Keadaan ini dapat disebabkan oleh tindakan/operasi yang berhubungan dengan rongga perut, hematoma retroperitoneal yang berhubungan dengan fraktur vertebra, kalkulus ureteral, atau pielonefritis berat, penyakit paru seperti pneumonia lobus bawah, fraktur iga, infark miokard, gangguan elektrolit (berkurangnya kalium), dan iskemik usus, baik dari oklusi vaskular ataupun distensi usus.? PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis* + Rasa tidak nyaman pada perut, tanpa nyeri kolik + Muntah sering terjadi namun tidak profuse, sendawa, bisa disertai diare, sulit buang air besar + Dapat disertai demam + Perlu dicari juga riwayat: batu empedu, trauma, tindakan bedah di abdomen, diabetes, hipokalemia, obat spasmolitik, pankreatitis akut, pneumonia, dan semua jenis infeksi tubuh Pemeriksaan Fisik? + Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, bisa disertai penurunan kesadaran, demam, tanda dehidrasi, syok. + Distensi abdomen (+), rasa tidak nyaman pada perut, perkusi timpani, bising usus yang menurun sampai hilang, + Reaksi peritoneal (-) (nyeri tekan dan nyeri lepas tidak ditemukan). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis. * Pada colok dubur: rektum tidak kolaps, tidak ada kontraksi Pemeriksaan Penunjang'? * Laboratorium: darah perifer lengkap, amilase-lipase, gula darah, elektrolit, dan analisis gas darah + Radiologis: foto polos abdomen, akan ditemukan gambaran air fluid level. Apabila meragukan, dapat mempergunakan kontras DIAGNOSIS BANDING Ileus obstruktif TATALAKSANA'? + Non farmakologis - Puasa dan nutrisi parenteral total sampai bising usus positif atau dapat buang angin melalui dubur - Pasang NGT dan rectal tube bila perlu - Pasang kateter urin * Farmakologis - Infus cairan, rata-rata 2,5-3 liter/hari disertai elektrolit - Natrium dan kalium sesuai kebutuhan/24 jam - Nutrisi parenteral yang adekuat sesuai kebutuhan kalori basal ditambah kebutuhan lain - Metoklopramid (gastroparesis), cisapride (ileus paralitik pasca operasi), klonidin (ileus karena obat-obatan) + Terapi Etiologi KOMPLIKASI Syok hipovolemik, septikemia sampai dengan sepsis, malnutrisi PROGNOSIS, ‘Tergantung penyebabnya UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan + RSnon pendidikan ivisi Gastroentero-Hepatologi- Departemen Penyakit Dalam : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT RS pendidikan : Divist Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU / Medical High Care RS non pendidikan : ICU, Bagian Bedah . REFERENS! i 2 Djumhana A, Syam A. lleus Paralitik. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi 8, Alwi |, et al, Buku Alar imu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid 1. 2009, Hal 307-8 silen W. Acute intestinal Obstruction, in: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscaizo J. Harrison's Principles of intemal Medicine. 18" Edition, New York, McGraw-Hill, 2012, 189 KONSTIPASI PENGERTIAN Konstipasi merupakan gangguan motilitas kolon akibat terganggunya fungsi motorik dan sensorik kolon. Keluhan ini sering ditemukan dalam praktek sehari-hari, dan biasanya merujuk pada kesulitan defekasi yang persisten atau rasa tidak puas. Meskipun konstipasi seringkali hanya menjadi suatu gejala yang mengganggu, hal ini dapat menjadi berat dan mengancam nyawa. Pada konstipasi fungsional, transit time biasanya normal, dan tidak ada kelainan evakuasi. Pasien sering mengeluh nyeri yang terkait dengan konstipasi, dan seringkali tumpang tindih dengan sindrom kolon iritabel dengan predominan konstipasi."* Tabel 1. Etiologi Konstipasi pada Dewasa” Tipe \Kénstipasl dan Etlologl Akut — Obstruksi kolon Spasme sfingter ani Obat-obatan Kronis_Sindrom kolon iritabel Obat-obatan Pseudoobstruksi kolon Ganggvan evakuasi rektum Gangguan Endoktrin Gangguan psikologi Gangguan nevrologi Kelemahan otot generalisata PENDEKATAN DIAGNOSIS Contoh Neoplasma: striktur: iskemik, divertikular, inflamasi Fisura ani, nyeri akibat hemoroid Predominan konstipasi, selang-seling Co* blockers, antidepresan Konstipasi transit-lambat, megakolon {jarang: Hirschsprung, Chagas} Disfungsi dasar panggul, anismus, descending perneum syndrome, prolaps mukosa rekti, rektokele Hipotiroldisme, hiperkalsemia, kehamilan Depresi, gangguan makan, obat-obatan Parkinsonisme, sklerosis multipel, cedera medulla soinalis Sklerosis sistemik progresif Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Pada konstipasi, sangat penting untuk membedakan suatu gangguan evakuasi, yang sering juga disebut sebagai obstruksi outlet fungsional, mulai dari konstipasi akibat waktu transit lama atau penyebab lainnya. Berikut merupakan gambaran klinis sugestif gangguan evakuasi (tabel 2). ay 190 Panduan PraktikKlinis Gastroenterologi Pererounan Doe Spesals enya Boa neo Tabel 2. Gambaran Klinis Sugestif Gangguan Evakuasi Pemerlksaan Rektal (posien dalam Manometti Anorektal dan ‘Anomnesis Ekspulsl Balon (pasien poals baterol kit) dalam posisi lateral kil) + Mengejan lama untuk Inspeksi : Tonus sfingter ani rata-rato mengelvarkan feses| + Anus “aitorik" ke depan saat saat istirahat >60 cm H,0 + Postur tubuh yang tidak mencoba mengedan selama atau tekanan mengedan biasa sact beraca di defekas > 240 cm H,0, kegagalan tollet untuk memfosiitas|_ + Lubang anus menurun<1cm —_ekspulsi baion meskioun pengeluaran feses atau >4cmsaatmengedan dengan tambahan berat + Dokungan perineum atau Balon perineum turun saat 2009 memosukkan jarike dalam —_ mengejan, dan mukosa rekturn vagina alau rektum untuk —_prolaps melalui anus memfasiitasipengosongan Palpas! : rektum + Tonus singter ani tinggi saat * Tidak depat mengeluarkan istirahat sehingga jari sulit masuk ¢airan enema (lanpa adanyo kondisi perianal + Konstipas setelah kolektomi rt isura ani) subtotal Untuk konstipasi eee est + Tekanan sfingter ani saat diminta mengedan sedikit lebin tinggi daripada saat istirahat + Petineum turun <1 cm atau> 4 ‘cm saat diminta mengedan + Otot puborektalis teraba nyeri melalui dinding posterior rektum + Prolaps mukosa teraba saat mengedan + "Defek" dinding anterior rektum, sugestif rektokele Perlu juga diperhatikan apakah ada tanda-tanda “alarm” seperti penurunan berat badan, perdarahan rektum, atau anemia, terutama pada pasien usia > 40 tahun, harus dilakukan sigmoidoskopi atau kolonoskopi untuk menyingkirkan penyakit struktural seperti kanker atau strikturt Pemerikscan Penunjang!? + Laboratorium: darah perifer lengkap, glukosa dan elektrolit (terutama kalium dan kalsium) darah, fungsi tiroid + Anuskopi (dianjurkan dilakukan secara rutin pada semua pasien dengan konstipasi untuk menemukan fisura, ulkus, hemoroid, dan keganasan) + Foto polos perut harus dikerjakan pada pasien konstipasi, terutama yang terjadinya akut untuk mendeteksi adanya impaksi feses yang dapat menyebabkan sumbatan dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat dilanjutkan dengan barium enema untuk memastikan tempat dan sifat sumbatan. * Pemeriksaan yang intensif dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan bila pengobatan konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan konstipasi tertentu. Uji yang dikerjakan dapat bersifat anatomis (enema, proktosigmoidoskopi, kolonoskopi) atau fisiologis (trans time di kolon, sinedefekografi, manometri, dan elektromiografi). Proktosigmoidoskopi biasanya dikerjakan pada konstipasi yang baru terjadi sebagai prosedur penapisan adanya keganasan kolon-rektum. Bila ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari rektum atau adanya riwayat keluarga dengan kanker kolon perlu dikerjakan kolonoskopi. Trans time suatu bahan radio-opak di kolon dapat diikuti dengan melakukan pemeriksaan radiologis setelah menelan bahan tersebut. Bila timbunan zat ini terutama ditemukan di rektum menunjukkan kegagalan fungsi ekspulsi, sedangkan bila di kolon menunjukkan kelemahan yang menyeluruh, Sinedefekografi adalah pemeriksaan radiologis daerah anorektal untuk menilai evakuasi feses secara tuntas, mengidentifikasi kelainan anorektal dan mengevaluasi kontraksi serta relaksasi otot rektum. Uji ini memakai semacam pasta yang konsistensinya mirip feses, dimasukkan ke dalam rektum. Kemudian penderita duduk pada toilet yang diletakkan dalam pesawat sinar X, Penderita diminta mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebut. Dinilai kelainan anoreKtal saat proses berlangsung. Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rektum dan saluran anus saat istirahat dan pada berbagai rangsang untuk menilai fungsi anorektal. Pemeriksaan elektromiografi dapat mengukur misalnya tekanan sfingter dan fungsi saraf pudendus, adakah atrofi saraf yang dibuktikan dengan respons sfingter yang terhambat. Pada kebanyakan kasus tidak didapatkan kelainan anatomis maupun fungsional, sehingga penyebab dari konstipasi disebut sebagai non-spesifik. Kriteria Diagnosis* Dalam menegakkan diagnosis konstipasi fungsional, digunakan kriteria Rome ll yaitu munculnya gejala dalam 3 bulan terakhir atau sudah dimulai sejak 6 bulan sebelum terdiagnosis: 1, Terdapat 22 gejala berikut: a enor Mengejan sedikitnya 25% dari defekasi Feses keras sedikitnya 25% dari defekasi Sensasi tidak puas saat evakuasi pada sedikitnya 25% dari defekasi Sensasi obstruksi anorektal pada sedikitnya 25% dari defekasi Diperlukan manuver manual untuk memfasilitasi pada sedikitnya 25% dari defekasi (evakuasi jari, bantuan dasar panggul) 2 Panduan Praktik Klinls Gastroenterologi -atimgunan Dee Spool Peyot Calan lgonnto f. Defekasi < 3 kali dalam seminggu 2. Feses lunak jarang terjadi tanpa penggunaan laksatif 3. Kriteria tidak memenuhi sindrom kolon iritabel TATALAKSANA‘ Non-farmakologis - Apabila diketahui bahwa konsumsi obat-obatan menjadi penyebab, maka menghentikan konsumsi obat dapat menghilangkan keluhan konstipasi. Namun pada kondisi medis tertentu, konsumsi obat tidak boleh dihentikan sehingga digunakan cara-cara lain untuk mengatasinya.* - Bowel training. Pasien dianjurkan untuk defekasi di pagi hari, saat kolon dalam keadaan aktif, dan 30 menit setelah makan, dengan mengambil keuntungan dari refleks gastrokolon." Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini. - Asupan cairan yang cukup dan diet tinggi serat."® Rekomendasi asupan serat adalah 20 ~ 35 gram per hari - Aktivitas dan olahraga teratun* Farmakologis Apabila terapi nonfarmakologis diatas tidak mampu meredakan gejala, maka dapat digunakan obat-obatan seperti tercantum pada tabel 3. Tabel 3. Golongan Obat yang Digunakan pada Kenstipasi Kronik! Golongan Obat Formula Dosls dewasa Bulk laxatives Methyiceliulose —— Bubuk: 2.gram (dilarutkan dalam 240 mi ait) 1~3x/hari Tablet: 500 mg 2tablet/hari (maksimal éx/har) Polycarbophil Tablet: 625 mg 1-4x2tablet/harl Psylium Bubuk: 3,4 gram (diiarutkan dalam 240 mI air) 1 =4x/hari Pelunak feses/Laksatif emollen Docusate calcium Kapsul: 240 mg 1x 1/hari Docusate sodium Kapsul: $0 atau 100 mg 50-300 mg*/har Caran: 150mg per 1§ mu Sip: 60 mg per 15 mL Laksatif osmotik Loktulosa Cairan: 10 g per 15 mt 15 ~ 60 ml*/hexi Magnesium sitrat Cairan: 296 mi per botol = 1 botol/hori Magnesium Cairan: 400 mg per § mL. 15~ 60 mL*/hari hidroksida Polyethylene Bubukc 17 gram [dllarutkan cialam 240 mci) havi alycol 3350 Konstipasi a Golongan Obat Formula Dosis dewasa Sodium bifosfat Cairan: 45 mL. (dilarutkan dalam 120 mI ai) 20-45 mi/hari 90 mL (dilarutkan dalam 240 mi air) Sorbitol Cairn: 480 mL 30-150 mi/hari Laksatff stimulan Bisacody! Tablet: 5mg 5-15 mg/hari Cascara sagrada Cairan: 120 mt 1xSmUhari Tablet: 325mg 1x1 tablet/hari Castor oft Cairan: 60 mi 15-60 mL*/hori Senna Tablet: 8.6 mg 2atau 4 tablet sekali atau dua kail/hari ‘Agen Prokinetlk Teguserod Tablet: 2mg, émg 2x1 tablet**/nari Keterangan: *Dapat dibagi dalam beberapa dosis *Diberikan pada konstipas! pada wanita yang bethubungan dengan sindrom kolon iritabel * Terapi lainnya® - Bakterioterapi (probiotik): lactobacillus, bifidobacterium - Complimentary Alternative Medicine: herbal, akupuntur - Bedah - Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Secara umum, tindakan pembedahan tidak dianjurkan pada konstipasi yang disebabkan oleh disfungsi anorektal.* - Kolektomi subtotal dengan ileorektostomi merupakan prosedur pilihan bagi pasien dengan konstipasi transit lama yang persisten dan sulit dikontrol.” - Koreksi pembedahan dibutuhkan bagi pasien dengan rektokel besar yang mengganggu defekasi.' Terapi Konstipasi pada Kehamilan Konstipasi pada kehamilan lanjut merupakan masalah yang sering terjadi karena meningkatnya sirkulasi hormon progesteron, yang memperlambat motilitas gastrointestinal.’ Suplementasi serat terbukti dapat meningkatkan pergerakan usus dan melunakkan feses.’ Meskipun laksatif stimulan lebih efektif daripada bulk laxativ namun mereka lebih cenderung menyebabkan diare dan nyeri perut.’ Oleh karena itu, wanita hamil sebaiknya dianjurkan untuk menambah asupan serat ke dalam makanan, namun apabila konstipasi menjadi persisten, dapat diberikan laksatif stimulan, 193 KOMPLIKASI Sindrom delirium akut, aritmia, ulserasi anorektal, perforasi usus, retensio urin, hidronefrosis bilateral, gagal ginjal, inkontinensia urin, inkontinensia alvi, dan volvulus daerah sigmoid akibat impaksi feses, serta prolaps rektum.5 PROGNOSIS Secara umum, konstipasi memiliki dampak signifikan terhadap indikator kualitas hidup (quality of life) terutama pada usia lanjut.’ Hampir 80% dari 300 anak yang dievaluasi pada usia 16 tahun memiliki prognosis baik. Prognosis buruk setelah usia 16 tahun secara signifikan berhubungan dengan usia ketika onset gejala, lamanya jeda antara onset gejala dengan kunjungan pertama ke dokter, dan rendahnya frekuensi defekasi (sekali seminggu) saat datang berobat. Risiko prognosis buruk sebanyak 16% pada tipikal pasien dengan onset keluhan saat usia 3 tahun, tertundanya berobat selama 5 tahun, frekuensi defekasi dua kali seminggu, dan 10 episode inkontinensia per minggu. Apabila penundaan antara onset dan berobat 1 tahun, risiko berkurang menjadi 7%, dan bila jeda waktu 9 tahun, risiko meningkat menjadi 31%.” UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSpendidikan _: Departemen Bedah Digestif, Departemen Gizi Klinik + RSnon pendidikan : Bagian Bedah, Bagian Gizi REFERENS! 1. Camilleri M. Disordersof Gastrointestinal Motility. In: Goldman, Ausiello. Cecil Medicine. 23° Ealition, Philadelphia. Saunders, Eisevier. 2008 2. Camilleri M, Murray J. Diarrhea and Constipation. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, Harrison's Principles of Intemal Medicine. 18"ed. New York: McGraw Hil: 2012, 3. Functional Constiparion. Rome lil Diagnostic Criteria for Functional Gostrointestinal Disorders, Diunduh dari http://www.romecriteria. org/assets/pdt/19_RomelllapA_885:898,pdf pada tanggal 9 Mei 2012, 4. Hsieh C. Treatment of Constipation in Older Adults. Am Fam Physician 2005:72:2277-84, 2285, Thomas DR, Forrester L, Gloth MF, Gruber J, Krause RA, Prather C, et al. Clinical consensus: the constipation ctiss in long-term care. Ann Long-Term Care 2003:Suppl:3-14 6. Leung L Riutta T. Kotecha J, Rosser W. Chronic Constipation: An Evidence-based Review. J Am Board Forn Med 2011;24:436 - 451 9. 10. ‘Cameron JL. Current surgical therapy. 7th ed. St. Louis: Mosby, 2001 Jewell DJ, Young G. Interventions for treating constipation in pregnancy. Cochrane Database ‘Syst Rev 2001;(2):CD001142. O'Keefe EA, Talley NJ, Zinsmeister AR, Jacobsen SJ. Bowel disorders impair functional status and quality of life in the elderly: a population based study. J Gerontol A Biol Sci Med Sci 1995:50: Mi84-9, Bongers ME, van Wijk MP, Reitsma JB, Benninga MA. Long-term prognosis for childhood constipation: Clinical outcomes in adulthood. Pediatrics 2010 ; 126(1}:e156-62 PANKREATITIS AKUT PENGERTIAN Pankreatitis akut adalah proses peradangan pankreas yang reversibel.! Hal ini memiliki karakteristik episode nyeri perut yang diskret (menyebar) dan meningkatnya serum amilase dan lipase.? DIAGNOSIS Anamnesis Gejala Klinis khas pada pankreatitis akut adalah onset nyeri perut bagian atas yang akut dan persisten, dan biasanya disertai mual dan muntah. Lokasi tersering adalah regio epigastrium dan periumbilikalis. Nyeri dapat menjalar ke punggung, dada, pinggang, dan perut bagian bawah. Pasien biasanya sulit tidur dan membungkuk ke depan (knee-chest position) untuk meredakan nyeri karena posisi supine dapat memperberat intensitas nyeri.! Pemeriksaan Fisik + Demam (biasanya <38,5°C), takikardi, gangguan hemodinamik (hipotensi), nyeri perut berat, guarding /defans muscular, distres pernapasan, dan distensi abdomen, Bising usus biasanya menurun sampai hilang akibat ileus. Ikterus dapat muncul tanpa adanya batu pankreas sebagai akibat dari kompresi duktus koledokus dari edema pankreas.** + Pada serangan akut, dapat terjadi hipotensi, takipneu, takikardi, dan hipertemi. Pada pemeriksaan kulit dapat terlihat daerah indurasi yang nyeri dan eritema akibat nekrosis lemak subkutaneus.* + Pada pankreatitis dengan nekrosis berat, dapat muncul ekimosis besar yang terkadang muncul di pinggang (tanda Grey Turner) atau area umbilikus (tanda Cullen); ekimosis ini diakibatkan oleh perdarahan dari pankreas yang terletak di daerah retroperitoneal.? * Perlu juga dicari: tanda Murphy untuk membedakan dengan kolesistitis akut.> Pemeriksaan Penunjang** * Laboratorium: darah rutin (biasa ditemukan leukositosis), serum amilase, lipase, Pankreatitis Akut iN) gula darah, serum kalsium, LDH, fungsi ginjal, fungsi hati, profil lipid, analisis gas darah, elektrolit + Radiologis: USG abdomen, foto abdomen, CT scan abdomen dengan kontras, MRI abdomen (lebih baik untuk ibu hamil dan pasien yang memiliki alergi terhadap- zat kontras) ‘Tabel 1. Diagnosis Pankreatitis Akut Berdasarkan Etiolog?* MOLoG! Alkohot Batu empedu Obstruksi pankreas Obet dan toksin Faktor metabolik Faktor genetik Trauma dan faktor iatrogenik Idiopatik Keterangan: ANAMNESIS! Riwayat konsumsi alkohol (25g atau 2 gelas/harip ‘dalam 5-10 tahun terakhir, kebiasaaan merokok, diet finggi lemok Riwayat puasa lama, TPN", penurunan berat badan secara cepat, konsumsi octreotide atau ceftriaxone Riwayat askariasis Riwayat konsums insektisica, methanol, organofosfat, Imunosupresan (azathioprine, siklosporin, tacrolimus), kotrimoksazol, pentamicin, ddl'*, terapi estrogen, tetrasikin pada penderita fatty liver Riwayat hiperkolesterolemia Riwayat pankreatitis pada kelvarga Riwayat trauma tumpul abdomen, pasca operasi manipulasi pankreas atau area periampuia, menurunnya perfusi vaskulor (contoh syok) Penyakit autoimun, transplantasi ginjal atau jantung, infeksi mumps dan coxsackievirus, infeksi CMV"** pada penderita AIDS [PN =Total Porenteral Nutifon "ddl = 2:3-didecxyinoxine “CMV = Infets stomegaiovius Nafas bau alkohol, pada muntah terdapat bau alkohol Tanda Murphy (+) Berat badan 4, adanya acing pada muntahan atau feses Obesitas Jejas hematoma pada regio abdomen PENUNJANG: Hiperamilasemia, hiperlioasemia, ‘enzim isosomal 4, ratio tripsinogen- ‘ripsin pankreas 4, hipettigiiseridemia Hiperamilasemia, hiperlipasemia Hiperamilasemi hiperlipasemia, USG, manometer sfinater Odai Tes toksikologi urin Serum triglserid > 1000 mg/dl, hiperkalsemia Tes genetik usc. Manometer sfingter Oddi, analisis Kristal bller, tes genetik 197 DIAGNOSIS BANDING Perforasi ulkus peptikum, kolesistitis akut, kolik bilier, obstruksi intestinal akut, oklusi pembuluh darah mesenterika, kolik renal, infark miokard, diseksi aneurisma aorta, kelainan jaringan ikat dengan vaskulitis, pneumonia, diabetes ketoasidosis.2* TATALAKSANA Nonfarmakologis + Suportif: pada pankreatitis ringan, oral feeding sebaiknya dimulai dalam 24-72 jam setelah onset, Apabila pasien tidak dapat mentoleransi, dapat dipertimbangkan enteral feeding dengan NGT. Nutrisi parenteral hanya diberikan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi enteral feeding atau pemberian infus yang adekuat tidak dapat dicapai dalam 2-4 hari? + Resusitasi cairan dengan kristaloid (sampai dengan 10 L/hari bila terjadi gangguan hemodinamik pada pankreatitis berat)."" Koloid seperti packed red cells diberikan apabila Ht < 25% dan albumin apabila serum albumin <2 mg/dL. + Bedah: dapat dipertimbangkan nekrosektomi apabila terjadi infeksi pada nekrosis pankreas atau peripankreas. Teknik debridement yang dapat dipertimbangkan adalah open packing atau single necrosectomy with continuous lavage. Pada pankreatitis bilier, dapat dipertimbangkan kolesistektomi.?*" Farmakologis?4101 + Analgesik dan sedatif + Antibiotik sistemik diberikan apabila ada tanda-tanda infeksi/sepsis sambil menunggu hasil kultur, Apabila hasil kultur negatif, maka antibiotik dihentikan. KOMPLIKASI? + Lokal: nekrosis pankreas yang terinfeksi, infeksi pankreas atau peripankreas, ascites, pseudokista pankreas + Sistemik: gagal ginjal, gagal napas PROGNOSIS ‘Tergantung berat-ringannya pankreatitis akut, maka disusun sistem skoring prognostik berdasarkan klinis pasien seperti tercantum pada tabel 2 dan tabel 3. Pankreatitis Akut @ Tabel 2. Sistem Skoring Prognostik Pankreatitis Akut berdasarkan Klinis ‘skoring Balthazar Skala APACHE I reer Sistem Skoring imrte Kterla Ranson'* Perhitungan Nilo CT. * Usia > 55 forun Saat didiagnosis/ menggunokan usa, suhy A = normal (nila 0} + Leukosit > 15.000/mm3 —— dirawat: rektal, mean arteriol B=pembesaran fokal/ + GDS> 180 mg/dL pada + Usia> $5 tohun pressure, nadi, Pa0,"*, ifs pankreas (nilai 1} pasien non-DM * Leukost > 16.000/men3 PH arterl serum No, K, C= 8+inflamasi + Serum LOH > 600 U/L + GDS > 200 mg/dl kreatinin, Ht, leukosit, GCS, ekstapankreas (nilai2} + Serum SGOT/SGFT > 100» Serum LDH > 350 U/L keadaan umum. D=adanyacoianbebas di U/L + Serum SGOT > 250 U/L 1 fokas (ea 3) + Serum Ca<8 mg/L Dalam 48 jam pertama: skoring: dapat dinitung E=cairanbebas diz2 + PaO, < 60 mmHg Ht I> 10%. melakihttp://wwwasfor. _fokasidan/atay adanya + Serum albumin <3.29/dL_» BUN t > Sma/dL org/scores2/apache22, udara bebas didalam + Serumurea> 45 mg/dl * Base deficit > 4 himiitcalcul lau sektarpankreos (16 mmol/\| mmol/L (rita 4) + Sekvestrasi coran > 6,000 mL + Pa0, < 60 mmHg ‘Skor nekrosis ‘koring: 1 poin untuk tiap Tidak ada {nila 0) keiteria terpenuni, 48 jam Skoring: 1 poin untuk <30% (nla 2} setelah dirowat inap ‘lap kriteria terpenuhi 30-50% (nila 4} > 50% (nilai 6) Skoring: nila CT-+ skor nekrosis Kelerangan: “APACHE II= Acute Physiology and Chronic Health Evaluation “PaO, = partial arterial oxygen tension Tabel 3. Nilai Prediksi dari Sistem Skoring Prognostik Pankreatitis Akut! Sistem Skoring Konsekvens LR*posttf LR negatif APACHE IIskor2. Perlu drawat ai ICU, infeksi pankreas berat. infeks! 7-4) 025 dolar 24 jam sekunder, gagal organ, rawat inap lama, kematian Skorimfie 23 ‘Akumulas| coiran pankrees, leparahan, kemation 46 0.36 Ksiteria Ranson > 3 Kompikasi mayor, keparahan, gagal organ. nekrosis, © 24-25 O47 dalam 48 jam pankreas, rawat inap fama, kematian Ksterangon ART etnood ro UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi- Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan : Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU / Medical High Care * RSnon pendidikan : ICU, Bagian Bedah 199 REFERENSI 1 3. 10. i. Carrell, Hettick 8, Gipson T,-et ol, Acute Pancreattlis: Dlaghds Fam Physician, 2007 75(10):1513-20, Owyang C. Pancreatitis: In: Goldman, Ausiello, Cecil Medicine. 23rd Edition. Philadelphia. Saunders, Elsevier, 2008 Numan A. Pdnkreatitis Akut. Dalam; Sudoyo A, Setlyohddl B, Alwi, et al. Buku AJar Iimu Penyakit Dalam. Edis! V. Jhlid 1. 2009. Hail 731-8 Greenberger N; Conwell D, WU 8, ét al, Acute and Chronic Pancreat. In: Longo DL, Faucl AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscaizo J, Harrison's Principles of Internal Medicine. 18thed. New York: McGraw-Hill; 2012, Urbano F, Carroll M. Murphy's Sign of Cholecystitis. Hospital Physician. 2000;11:51-2. Knaus WA, Zimmerman JE, Wagner DP, Draper EA, Lawrence DE. APACHE-acute physiology health evaluation: a physiologically based classification system. Crit Care Med sis, Prognosis, andTteatment. Am Balthazar EJ, Robinson DL, Megibow AJ, Ranson JH. Acute pancreatitis: value of CTin establishing prognosis. Radiology 1990;174:331-6, Mortele K, Wiesner W, intriere Let al, A Modified CT Severity Index for Evaluating Acute Pancreatitis: Improved correlation with Patient Outcome. AJR 2004;183:1261-5. Blamey SL, Imrie CW, O'Neill J, Gilmour WH, Carter DC. Prognostic factors in acute pancreatitis. Gut 1984:25:1340-6. Ranson JH. Eticlogical and prognostic factors in human acute pancreatitis: a review. Am J Gastroenterol 1982;77:633-8. Talukdar R, Vege S. Recent developments in acute pancreatitis. Clinical Gastroenterology and Hepatology.2009:7:53-S9. Forsmark CE, Baillie J. AGA Institute technical review on acute pancreatitis. Gastroenterology 2007; 132:2022-44, PENYAKIT TUKAK PEPTIK PENGERTIAN Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa. Dispepsia diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Bedasarkan Rome III, dispepsia fungsional merupakan rasa penuh (kekenyangan) setelah makan (bothersome postprandial fullness), perasaan cepat kenyang, nyeri ulu hati, rasa terbakar di ulu hati, dan tidak ditemukan kelainan struktural yang dapat menjelaskan keluhan saat dilakukan pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas (SCBA). (lebih lanjut lihat di bab Dispepsia Fungsional). Sedangkan dipepsia organik banyak disebabkan oleh tukak peptikum, penyakit refluks gastroesofagus, keganasan lambung atau esofagus, kelainan pankreas atau bilier, intoleran makanan dan obat, infeksi, atau penyakit sistemik* ‘Tukak peptik adalah salah satu penyakit saluran cerna bagian atas yang kronis. Tukak peptik terbagi dua yaitu tukak duodenum dan tukak lambung, Kedua tukak ini seringkali berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori. H.pylori adalah organisme yang hidup pada mukosa gaster, gram negative berbentuk batang atau spiral, mikroaerofilik berflagela, mengandung urease, hidup di bagian antrum dan migrasi ke proksimal lambung berubah menjadi kokoid suatu bentuk dorman bakteri; dan diperkirakan berhubungan dengan beberapa penyakit. ** Tukak adalah suatu gambaran bulatatau oval berukuran >5 mm mencapai submukosa pada mukosa lambung dan duodenum akibat terputusnya integritas mukosa, Faktor yang berperan yaitu faktor agresif dan faktor defensif. Faktor agresif yaitu H.pylori, obat nonsteroid antiinflamasi (OAINS), sedangkan faktor defensif yaitu:* + Faktor preepitel: = Mukus dan bikarbonat: untuk menahan pengaruh asam lambung atau pepsin = Mucoid cap: struktur terdiri dari mucus dan fibrin yang terbentuk sebagai respon terhadap rangsangan inflamasi = Active surface phospholipid: meningkatkan hidrofobisitas membran sel dan meningkatkan viskositas mukus 202 Panduan Pratik Klinis Gastroenterologi hnpunen Doi Sposa Penal Ceeminsoneis + Faktor epitel: - _ Kecepatan perbaikan mukosa rusak ~ Pertahanan seluler - Kemampuan transporter asam-basa - _ Faktor pertumbuhan, prostaglandin, dan nitrit oksida + Faktor subepitel - Aliran darah (mikrosirkulasi) - Prostaglandin endogen Faktor lain yaitu stres beperan sebagai faktor agresif dan defensif, Stress ulcer merupakan erosi mukosa lambung atau timbulnya ulkus dengan perdarahan pada pasien penderita syok, sepsis, luka bakar masif, trauma berat, atau cedera kepala. Ulkus paling banyak terjadi pada daerah fundus dan corpus yang merupakan lokasi produksi asam lambung. Peningkatan asam lambung juga menjadi faktor penyebab khususnya pada pasien dengan trauma kepala (Cushing's ulcer) dan luka bakar berat (Curling’s ulcer), selain itu iskemik mukosa lambung dan rusaknya jaringan mukosa juga berperan dalam terjadinya stress ulcer? DIAGNOSIS Diagnosis tukak duodenum dan tukak gaster yaitu:® ‘Tabel 1. Diagnosis Tukak Gaster dan Tukak Duodenum® Tukak Gaster nyeri epigastrium, Rasa sakit tidak menghilang dengan Pemberian makanan, Dispepsia, mual, muntah, anoreksia dan kembung ‘Anamnesis Pemeriksaan Fisk Tidak khas, seperti nyeri fekan epigastrium, distensi abdomen. Tanda-tanda peritonitis ja disertai perforasi Endoskopi (SCBA) Biopsi untuk mendeteksi H.pylori Foto barium kontras ganda Modifikasi gaya hidup menghindari faktor resiko H.pylori: inat tabel 4 Non H.Pylori: PPI, H,RA, Antasida: linat tabel 3 Pemeriksaan Penunjang Penatalaksanaan Tokak|Duodenum Nveti epigastrium atau hunger pain food relief, Rasa sakit menghilang dengan antasida atau makanan Rasa nyeri seringkali muncul tengah malam Dispepsia, muai, muntah, anoreksia dan kembung. Tidak khas, seperti nyeri tekan epigastrium, distensi abdomen. Tand-tanda peritonitis ka disertai Perforasi Erdoskopi (SCBA) Biopsi untuk mendeteksi H.pylori Foto barium kontras ganda ‘Modifikasi gaya hidup dan menghindarl faktor resiko H.pylor: lihat tabel 4 Non H.Pylori: PP, H,RA, Antasida: lihat tabel 3 Penyakit Tukak Peptik — @y Secara umum jika ditemukan rasa nyeri yang konstan, tidak reda dengan obat antasida atau makanan, menjalar ke punggung menindikasikan adanya perforasi. Sedangkan nyeri yang bertambah dengan makanan, mual, memuntahkan makanan yang tidak tercerna mengindikasikan gastric outlet obstruction. Nyeri mendadak dapat dikarenakan adanya perforasi.S Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan pula ada tidaknya alarm symptom yaitu:* + Usia >45-50 tahun keluhan pertama kali muncul + Adanya perdarahan hematemesis atau melena + BB menurun > 10% + Anoreksia atau rasa cepat kenyang + Riwayat tukak peptik sebelumnya + Muntah yang persisten + Anemia yang tidak diketahui sebabnya Jika tukak dicurigai disebabkan karena H.Pylori, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Tes untuk Mendeteksi H.pylor Sensttivitas Spesifisitas Tes Keterangan (%) (%) 2 Rapid ease 80-95 95-100 Simpel, False negative: P?I, antibiotik, komponen bismut Histologi 80-90 295, Memibutuhkan proses pewarnaan Kultur A A Mabel, lebih sult, tergantung keahlian, dapat memberikan informosiresistens! terhadap 80 >90 Murah, tide berguna untuk follow up awa Urea breath 390 >90 simpel, cepat, berguna untuk follow up awal test False negatives dengan PPI, antibiotik. komponen bisraut Stool antigen >90 >90 Murah, nyaman untuk pasien Indikasi endoskopi pada kasus dyspepsia:* 1. Individu dengan alarm symptom 2. Usia> 55 tahun dengan onset dispepsia <1 tahun dan berlangsung minimal 4 minggu Endoskopi tidak perlu dilakukan pada kasus:° 1. Pasien sudah terdiagnosa ulkus duodenum yang respon dengan terapi 2. Usia < 55 tahun dengan dispepsia tanpa komplikasi Sebelumnya sudah pernah dilakukan endoskopi akibat keluhan yang sama. 203 i Panduan Praktik Klinis Gastroenterologi Dispepsia belum. diinvestigasi selama: 3 bulan atau lebin PF, anamnesis, singkirkan penyebab dyspepsia organik, misainya obat-obatan Tidk Tanda bahayat "2° __,/ferapi empirs Yo] Rujuk Rujuk Respon setelah Lanjotkan }—__» Endoskopi SCBA - Tidak 2minggu Ya terapi | Temuan menjelaskan, gejala Apabila ada indikasi: parasit dan dafah samar tinja, kimia dorah, dan/atay pencitraan abdomen | Hasil pemeriksacn menijelaskan gejaia Dispepsia organik |= «——___ ——— Dispepsia fungsional etercngor: ‘Tanda Bohaya: penwtunan bora! badan unrtandec), dita regres mantch rekuren/penien.perdarahan slyon cama, anemia, dram, mows dash sore Baga cha, meet iekerpaarte intung, atpenes Own ben ts paon nesta Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Dispepsiat DIAGNOSIS BANDING ¢ + Akalasia + Penyakit refluks gastroesofagus + Pankreatitis * Hepatitis + Kolesistitis + Kolik bilier + Keganasan esofagus atau gaster + Inferior myocardial infarction + Referred pain (pleuritis,perikarditis) + Sindrom arteri mesenterium superior Terapi TATALAKSANA. Tanpa Komplikasi ? + Suportif: nutrisi + Memperbaiki atau menghindari faktor risiko + Pemberian obat-obatan: Obat yang dipergunakan dapat berupa antasida, antisekresi asam lambung (PPI misalnya omeprazol, rabeprazol dan lansoprazol dan atau H2-Receptor Antagonist [H2RA)), prokinetik, dan sitoprotektor (misalnya rebamipid,teprenon, sukralfat), dimana pilihan ditentukan berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat pengobatan pasien sebelumnya. Masih ditunggu pengembangan obat baru yang bekerja melalui down-regulation proton pump yang diharapkan memiliki mekanisme kerja yang lebih baik dari PPI, yaitu DLBS 2411.° Dengan Komplikasi Pada tukak peptik yang berdarah dilakukan penatalaksanaan umum atau suportif. sesuai dengan penatalaksanaan hematemesis melena secara umum.? Talaksanaan atau tindakan khusus: * * Tindakanatau terapihemostatikper endoskopik denganadrenalin dan etoksisklerol atau obat fibrinogen trombin atau tindakan hemostatik dengan klipping, heat probe atau terapi laser atau terapi koagulasi listrik atau bipolar probe. + Pemberian obat somatostatin jangka pendek. + Terapi embolisasi arteri melalui arteriografi. + Terapi bedah atau operasi, bila setelah semua pengobatan tersebut dilaksanakan tetap masuk dalam keadaan gawat | s.d, Il maka pasien masuk dalam indikasi operasi (Lihat pada Bab Hematemesis-Melena) KOMPLIKASI* + Perdarahan: hematemesis, melena disertai tanda syok jika perdarahan masif + Anemia defisiensi besi jika perdarahan tersembunyi * Perforasi + Penetrasi tukak yang dapat mengenai pankreas + Obstruksi atau stenosis + Keganasan: jarang Feshmpuan Doe SpeilsPenyait Ooiomngoreia a Panduan Praktk Kiinis Gastroenterologi Tabel 3. Obat-obatan untuk Ulkus Peptikum? ‘Obat Conton Dosis ‘Acid-suppressing drugs Antasicia 100-140 meqy/, 1 dan 3 jam setelah makan. H, receptor antagonists Simeticin 400 mg bid Roniticin 300 mg hs Famotidin 40 mg hs Nezatiain 200mg hs Proton pump inhibitors Omeprazole 20mg/d Lansoprazole 20mag/a Rabeprazole 20 mg/d Pantoprazole 40ma/d Esomeprazole 20mg/d ‘Mucosal protective agents Sukraifat Veqid Teprenone 50 mg fic Rebamipide 100 mg fie Prostaglandin analogue Misoprostol 200.9 aid Tabel 4. Kombinasi Eradikasi H. Pylori® ‘Obst Dosis: Dorast UNI PERTAMA, PPP 2x1 7-14 hori “Amoksisiin 1000 mg (2x1) Klaritromisin ‘500 mg (2x1) Didaerah yang diketahul reststens! kiarttromisin >20%: Prt 2x1 714 hori Bismut subsaiislat 2x2 tablet Metronidazole 500 mg (3x1) Tetrasiin 250 mq (4x1) Jika tblsmut tidak ada: PPI 2x1 7-14 hori Amoksisiin 1000 mg (2x1) Klaritromisin 500 mg (2x1) Metronidazole 500 mg (3x1) LINI KEDUA: Golongan obat in! dipakal bila gagal dengan reJimen yang mengandung klarltoromisin PPIr 2d 7-14 hori Bismut subsalisiat 22 tablet ‘Metronidazole 500 mg (3x1) Tetrasikiin 250 mq (4x!) PP xt 7-14 hori ‘Amoksisiin 1000 mg (2x1) Levofloksasin 500 mg (2x1) UNI KETIGA: JIka gagal dengan rejimen lin! kedua. Bila memungkinkan, pillhan ditentukan berdasarkan ujiresistensi dan/atau perubahan kilinis. PPI 2x1 7-14 hori ‘Amoksisilin 1000 mg (2x1) Levofloksasin 500mg (2x1) Rifabutin Keterongan: “Pl yang cigunakon antara an rbeprazoe 20 mg, tasoprazsle 30/mg, emeprazole 20 mg, pantoprazole 40 mg. esomeprazole 40mg. Catatan: Tetapsekuensal (dapat eberkan sebagai ni pertama apatla idak ada ate resstenstartromisin: PPI + amokssin seloma 5 hos kt PPI + klstromisin don ritoimidazole (nidazole) solama & har 206 PROGNOSIS Tukak gaster yang terinfeksi H.pylori mempunyai angka kekambuhan 60% jika tidak dieradikasi dan 5% jika dieradikasi, Sedangkan untuk tukak duodenum yang terinfeksi ‘Hpylori mempunyai angka kekambuhan 80 % jika kuman tetap ada dan 5 % jika sudah dilakukan eradikasi. Tukak yang disebabkan karena pemakaian OAINS menunjukkan penurunan keluhan dispepsia jika dikombinasi dengan pemberian PP] pada 66% kasus.” Risiko perdarahan merupakan komplikasi tukak tersering pada 15-25 % kasus dan tersering pada usia lanjut, di mana 5% kasus membutuhkan tranfusi. Perforasi terjadi 2-3 % kasus. Kasus perdarahan dapat terjadi bersamaan dengan kasus perforasi pada 10% kasus. Sedangkan obstruksi saluran cerna dapat terjadi pada 2-3% kasus. Adapun angka kematian sekitar 15.000 dalam setahun karena komplikasi yang terjadi. ? UNIT YANG MENANGANI * RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam * RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT * RS pendidikan : DepartemenPenyakit Dalam (RS tertentu ) + RSnon pendidikan :- REFERENSI 1. Qustamanolakis P, Tack J. Dyspepsia: Organic Versus Functional, Journal of Clinical Gastroenterology. 2012:46(3}: 175-90. 2. Valle JD. Peptic Ulcer Disease. In: Fauci A, Kasper D. Longo D, Braunwld & Hauser S. Jameson J, Loscaizo J, editors. Harrison's principles of internal medicine 18! ed, New York: The McGraw-Hill Companies, 2012. 3. Tarigan Pengarepan. Tukak Gaster. Dalam: Alwi |, Setiati $, Setiyohadi 8, simaciibrata M, Sudoyo AW. Buku Ajar limu Penyakit Dalam Jilid | Edis! V. Jakarta: Interna Publishing: 2010: Hall 513-522 4, AKIIHAM, Tukak Duodenum. Dalam: Ali |, Setiat S, Setiyohadi, Simadibrata M, Sucioyo AW. BUkU Alar limu Penyakit Dalam Jilid | Edis! V. Jakarta: Interna Publishing; 2010: Hal 523-8. 5. DyspepsiaManageemntGuidelines.iritish Society of Gastroenterology. 2002, Dunduh dari www. bsg.org.uk/ pa_word_docs/dyspepsia.doc pada tanggal 7 Mei 2012, 6. Kolopoking MS, Makmun D, Abdullah M, et al. Kensensus nasional penatalaksonaan dispepsia dan infeksi Helicobacter pylori. Jakarta, 2014, 7. NHS. Dyspepsia-proven peptic uicer-what is the prognosis? Diunduhdarihttp:/ /www. cks.nhs. uk/ dyspepsia_proven_peptic_ulcer/ background. information / progno: pada tanggal 7 mei 2012 TUMOR GASTER PENGERTIAN Tumor merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi berasal dari bahasa latin, yang berarti bengkak. Istilah tumor ini digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan biologi jaringan tidak normal. Karsinoma gaster adalah pertumbuhan abnormal secara tidak terkontrol dari sel-sel pada gaster, yang membentuk masa (tumor).' Klasifikasi tumor gaster dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Klasiikas! Tumor Gaster* PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Berat badan turun, nyeri epigastrium, muntah, keluhan pencernaan, anoreksia, disfagia, nausea, kelemahan, sendawa, hematemesis, regurgitasi, dan cepat kenyang.' Faktor risiko kanker gaster: diet tinggi garam, nitrat (pengawet makanan), obesitas, merokok, hormon reproduksi, riwayat kanker pada keluarga, riwayat ulkus gaster.? Pemeriksaan Fisik Mungkin ditemukan adanya masa didaerah epigastrium. Jika sudah metastasis ke hati maka hati teraba ireguler, teraba pembesaran kelenjar limfe Klavikula.t Pemeriksaan Penunjang' + Radiologi * USG abdomen * Gastroskopi dan biopsi: curiga ganas jika ditemukan mukosa merah, erosi pada permukaan dan tidak adanya pedikle. * Endoskopi ultrasound + Pemeriksaan darah pada tinja, darah samar (+), test benzidin + Sitologi: pemeriksaan papanicolaou dari cairan lambung. DIAGNOSIS BANDING' Karsinoma esofagus TATALAKSANA' Beberapa tatalaksana yang dapat dilakukan: 1. Pembedahan: reseksi tumor dan jaringan sekitar, pengambilan kelenjar linfe 2. Kemoterapi: SFU, trimetroxote, mitomisin C, hidrourea, epirubisin, dan karmisetin 3. Radiasi KOMPLIKASI Perforasi, hematemesis, obstruksi, adhesi, metastasis. PROGNOSIS. Faktor yang menentukan prognosis adalah derajat invasi dinding gaster, adanya penyebaran ke kelenjar limfe, metastasis di peritoneum dan tempat lain. * Kanker ay 210 Panduan Praktik Klinis Gastroenterologi Potirgunon Cote Spas eryokl Daa adone gaster lanjut memiliki rata-rata bertahan dalam 5 tahun sebesar 60-80%, tumor yang menginvasi subserosa memiliki angka bertahan 5 tahun sebesar 50%. Pada pasien dimana kelenjar limfe telah terkena sekitar 16 kelenjar limfe, angka bertahan 5 tahun adalah 44%, sementara apabila yang terkena 7-15 kelenjar limfe maka angka bertahannya sekitar 30%. Pada GIST, Pada MALToma, angka bertahan 5 tahun sebesar 99% pada kelompok risiko rendah, 85-88% pada kelompok risiko sedang dan 27% pada kelompok risiko tinggi. Pada GIST, angka kekambuhan pada risiko rendah adalah 24%, 1,9% pada risiko sedang dan 62,5% pada risiko tinggi. Penggolongan tingkat risiko pada GIST, dapat dilihat pada tabel 15 Tabel 1. Penggolongan Tingkat Risiko pada GIST! Klasinkas! Ukuran tumor Kecepatan mitosis Risiko sangat rendah <2cm < 5/50 HPF Risko Rendah 25cm < 5/50 HPF Risko sedang 10cm Berapa soja kecepatan mitosis Kelerangan: HPF: high power field UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan : Divisi Hematologi - Onkologi Medik ~ Departemen Penyakit Dalam, Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah, ICU/ Medical High Care + RSnon pendidikan : ICU, Bagian Bedah REFERENSI 1. Julius. Tumor Gaster. Dalam Atwi |, Setiati S, Setiyohadi B, Simadibrata M, Sudoyo AW. Buku Ajar imu Penyakit Dalam Jilid | Edisi V. Jakarta: Intema Publishing; 2010:576-580. 2. Park DY, Lauwers GY. Gastric polyps: classification and management. Arch Pathol Lab Med. 2008;132(4):633-40. 3. Bearzi|, Mandolesi A, Arduini F, Costagliola A, Ranaldi R. Gastrointestinal stromal tumor. A study of 158 cases: clinicopathological features and prognostic factors. Anal Quant Cytol Histol 2006:28(3):137-47, TUMOR KOLOREKTAL PENGERTIAN Tumor kolorektal dapat dibagi dalam dua kelompok yakni polip kolon dan kanker kolon. Polip adalah tonjolan diatas permukaan mukosa, Makna klinis yang penting dari polip ada dua yakni pertama kemungkinan mengalami transformasi menjadi kanker kolorektal dan kedua dengan tindakan pengangkatan polip, kanker kolorektal dapat dicegah.' Faktor risiko kanker kolorektal:? 1. Umur risiko terkena kanker kolorektal meningkat dengan bertambahnya usia. Kebanyakan kasus terjadi pada usia 60 - 70 an tahun, 2. Adanya polip (tumor jinak) pada usus besar, polip (terutama adenomatous), Riwayat kanker: wanita yang memiliki kanker ovarium, rahim, atau payudara juga berisiko tinggi terserang penyakit kanker koloreKtal. 4. Adanya riwayat kanker usus besar pada keluarga, terutama keluarga dekat (atau bisa juga beberapa kerabat) yang terkena sebelum usia 55 tahun bisa meningkatkan resiko kanker ini. Selain itu, keberadaan Familial adenomatous polyposis (FAP) membawa resiko yang mendekati 100% terkena kanker kolorektal pada usia 40 tahun jika tidak diobati. Juga perlu diperhatikan bahwa Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) atau syndrome Lynch, yaitu kondisi genetik autosomal dominan yang memiliki risiko tinggi kanker usus besar serta kanker lainnya. 5. Merokok. Perokok lebih cenderung meninggal karena kanker kolorektal dibandingkan non-perokok. Sebuah studi American Cancer Society menemukan bahwa wanita yang merokok lebih dari 40% lebih cenderung meninggal karena kanker kolorektal dibandingkan wanita yang tidak pernah merokok, sedangkan pria perokok memiliki lebih dari 30% peningkatan risiko kematian akibat penyakit ini dibanding laki-laki yang tidak pernah merokok. 6. Makanan. Studi menunjukkan bahwa konsumsi tinggi daging merah dan kurang mengkonsumsi buah segar, sayuran, ikan, dan unggas meningkatkan resiko terkena kanker kolorektal. 7. Fisik tidak aktif, 30 = 8. Primary sclerosing cholangitis (PSC) - penyakit hati kronis ~ membuka peluang terkena risiko independen untuk colitis ulseratif. 9. Radang usus. Sekitar satu persen pasien kanker kolorektal memiliki riwayat ulcerative colitis kronis. 10, Alkohol. terutama peminum berat, dapat memiliki risiko terkena kanker ini (Khususnya pada pria). NIAAA (melalui studi epidemiologi) telah menemukan hubungan dosis kecil (tapi konsisten/sering) minuman ber-alkohol dengan kanker kolorektal (walaupun peminum itu juga mengkonsumsi makanan serat tinggi dan rendah lemak). PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis! 1. Perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus (hematokezia, dan konstipasi). 2. Gejala obstruksi: a. Parsial: nyeriabdomen b, Total: nausea, muntah, distensi, dan obstipasi 3. Invasi lokal bisa menimbulkan tenesmus, hematuria, infeksi saluran kemih berulang, dan obstruksi urethra. 4. Anamnesa adanya faktor risiko kanker kolorektal seperti tercantum diatas. Pemeriksaan Fisik? Dapat ditemukan masa yang nyeri pada abdomen. Nyeri dapat menjalar ke pinggul sampai tungkai atas. Bila ada obstruksi dapat ditemukan distensi abdomen. Tumor pada kolon kiri lebih sering menyebabkan gejala obstruksi, Metastasis paling sering ke organ hati, dapat ditemukan hati teraba ireguler. Pemeriksaan Penunjang' + Laboratorium: perdarahan intermitten dan polip yangbesar dapat dideteksi melalui darah samar feses atau anemia defisiensi Fe. * Radiologi; Kolonoskopi + Evaluasihistologi: gambaranatipikberat menunjukkan adanya fokuskarsinomatous yangbelum menyentuh membrane basalis. Bilamana sel ganas menembus membrane basalis tapi tidak melewati muskularis mukosa disebut karsinoma intra mukosa. Berikut dijelaskan mengenai strategi penapisan kanker kolorektal. DIAGNOSIS BANDING* Tumor Retrorektal, Volvulus, Prolaps rekti TATALAKSANA' 1. Kemoprevensi; obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) termasuk aspirin. Beberapa OAINS seperti sulindac dan celecoxib telah terbukti secara efektif menurunkan insidens berulangnya adenoma pada pasien dengan FAP (Familial Adenomatus Polyposis) 2. Endoskopi dan operasi * Bila ukuran <5 mm maka pengangkatan cukup dengan biopsy atau elektrokoagulasi bipolar + Hemikolektomi apabila tumor di caecum, kolon ascending, kolon transfersum tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon desending + Tumor disigmoid dan rektum proksimal dapat diangkat dengan tindakan LAR (Low Anterior Resection) 3. Terapi ajuvan SFU (pada Dukes C), irnotecan (CPT 11) inhibitor topoisomer, Oxaliplatin. Manajemen kanker kolorektal yang non reseksibel: + N@-YAG foto koagulasi laser + Self expanding metal endoluminal stent KOMPLIKASI 1, Perdarahan masif dapat menyebabkan anemia defisiensi besi, 2, Metastase PROGNOSIS Pada Familial adenomatous Polyposis, kemungkinan berkembang menjadi kanker noncolorektal adalah 11% pada usia 50 tahun dan 52% pada usia 75 tahun’ Pada kanker kolorektal, prognosis tergantung pada stadium kanker. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 1. 214 Pasnereunon Oot Spesal Pony label 1. Strategi Penapisan Kanker K Pasien dengan tisiko umum ‘Asimptomatik > 50 tahun (pada afrika-amerika > 45) Kolonoskopi setiap 10 tahun Tes fecal immunochemical setiap tahun, pemeriksaan fecal DNA setiap 3 tahun CT colonografi setiap 5 tahun Flexible sigmoidoscopy setiap 5 tahun, Double-contrast barium enema setiap 5 tahun Riwayat kanker/polip kolorektal 1 atau 2 adenoma kecil { 1cm atau memnilki dysplasia staclium tinggi atau villus features 210. adenoma Piecemeal removal pada sessile polyp Polip hiperplastik kecil (2 serrated polyp, alau berapapun seated polyp atau polip hiperplastik > 1. cm Pengangkatan serrated polip 21cm yang tidak kompiit Kanker kolon Inflammatory Bowel Disease Colitis uiseralif lama (>8 tahun} atau crohn's colitis, atau colts ulseratif sisi kiri> 15 tahun Ulang Kolonoskopi dalam 5 tahun Ulang kolonoskopi dalam 3 tahun, kolonoskopi berikuinya tergantung penemuan Kolonoskopi , 3 fahun tergantung keputusan klinis Pemeriksaan dalam 2-6 bulan untuk mengecek tuntasnya Pengambilan Kolonoskopi dalam 10 tahun Ulangi kolonoskopi dalam 3 tahun Pemeriksaan dalam 2-6 bulan untuk mengecek tuntasnya Pengambilan Evaluasi keseluruhan kolon selama reseksi, lalu lang kolonoskopi dalam 3 tahun Kolonoskopi dengan biopsi setiap 1-3 tahun Riwayat polip alau kanker kolorektal pada keluarga Keluorga derajat pertama dengan adenoma tubular ‘kecil Sama seperti risiko umum, Gastroenterologi Keterangan Pertimbangkan strategi Pencegahan kanker Strategi deteksi kanker, gagal mendeteksi polip Iain atau kanker lain Perkembangan teknologi Gagal mendeteksi polip kolon roksimal dan kanker Kurang sensitif dari kolonoskopi atau CT colonografi, terlewatkan beberapa polio Fektosigmoid dan kanker. Dengan asumsi reseksi poli komplit Dengan asumsi reseksi polip komplit Pertimbangkan evaluasi FAP atau HNPCC Tumor Kolorektal a Rekomendas! Keterangan 1 orang keluarga derajat_ Sama seperti rsiko umum pertama dengan kanker kolorektal atau aderoma lanjut pada usia > 60 tahun lorang keluarga derajat_ —_Kolonoskopi setiap 5 tahun pertama dengan kanker dimulai pada umur 40 tahun kolorektalatav adenoma atau 10 tahun lebih muda fingkat fanjut pada usia pada saat kelvarga tersebut < 60 tahun, atau 2 crang didiagnosis kelvarga derajat pertama dengan kanker kolerektal atau adenoma tingkat lanjut pada segala usia FAP Sigmoidoskop| atau Pertimbangkan konseling dan kolonoskopi setiap 1 tahun, —__pemeriksacn genetik dinulai pada umur 10-12 tahun HNPCC Kolonoskopi setiap 2 tahun Pertimbangkan evalvasi mulal vasia 20-25 tahun sampai_ histology atau microsatellite usia 49, selanjutnya setahun—_instability pada spesimen sekali tumor atau pada pasien yang ditemukan kriteria Bethesda ; pertimbangkan konseling dan pemeriksaan genetik. Tabel 2. Stadium dan Prognosis Kanker Kolorektal' ‘STADIUM Dukes NM Derajat Deskrips! histopatologls Bertahan 5 tahun (%) A T.NMy ' Kanker terbatas pada mukosa/ >90 submukosa BI T.NMo, 1 Kanker mecapai muskularis 85 B2 W Kanker cenderung masuk atau 70-80 melewati lapisan serosa c a Tumor melibatkan KGB regional 35-65 Oo Vv Metastasis § UNIT YANG MENANGANI + RSpendidikan : Divisi Gastroentero-Hepatologi - Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan : Divisi Hematologi-Onkologi Medik ~ Departemen Penyakit Dalam, Divisi Bedah Digestif - Departemen Bedah » RSnonpendidikan : Bagian Bedah 215 REFERENSI"* ” 1 2. 3. 4 Abdullah, M, Tumor kolorektal. In: Aiw/ |, Setiat!S, Setiyohadi B, SImadibrata M, Sudéyo AW. Buku Ajar imu Penyakit Dalam Jilld | Edlsi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010: Hal §567-75, ‘Cohen, AM. Colorectal tumors. Oxford Textbook of Surgery 2nd Edition, Gastrointestinal endoscopy. in: Favol.A, Kasper D; Longo D, Braunwald; Hauser $, Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison's principles ’of Intetnal medicine 18th ed: United New York: The McGraw-Hill Companies, 2012. ‘Colon; rectum and’-anus, In; Bruriiccinal, Charles F. Schwartz's Principles of Surgery 8ttr Edition. Chapter 28. Wehbi M. Familial adenomatous polyposis. Diunduh dari : http://emedicine. medscape.com/ article/175377-followup#a2650 PENATALAKSANAAN DI BIDANG ILMU PENYAKIT DALAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS Abses Hati Batu Sistem Bilier Hepatitis Imbas Obat Hepatitis Virus Akut Hepatitis B Kronik Hepatitis C Kronik Hepatitis D Kronik Hepatoma... Ikterus : Kolangitis ... Kolesistitis Kolesistitis Kronik Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Sirosis Hati Tumor Pankreas. Tumor Sistem Bilier ABSES HATI PENGERTIAN ‘Abses hati adalah rongga patologis yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi bakteri, parasit, jamur, yang bersumber dari saluran cerna, yang ditandai adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi, atau sel darah di dalam parenkim hati, Abses hati dapat terbentuk soliter atau multipel dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Abses hati terbagi 2 yaitu abses hati amebik (AHA) dan piogenik (AHP). "* Abses hati piogenik adalah rongga supuratif pada hati yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi bakteri seperti enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella pneumonia, bacteroides, fusobacterium, staphylococcus aureus, salmonella typhi. Sedangkan abses hati amebik disebabkan infeksi Entamoeba histolytica Abses hati amebik lebih banyak terjadi pada laki-laki dan jarang pada anak-anak? Abses hati piogenik dapat terjadi karena beberapa mekanisme: + Infeksi dari traktur bilier (kolangitis, kolesistitis) atau dari fokus septik sekitarnya (pylephlebitis) + Komplikast lanjut dari sfingterektomi endoskopik untuk batu saluran empedu atau 3-6 minggu setelah operasi anastomosis bilier-intestinal. + Komplikasi bakteremia dari penyakit abdomen seperti divertikulitis, apendisitis, ulkus peptikum perforasi, keganasan saluran cerna, inflammatory bowel disease, peritonitis, endokerditis bakteria, atau penetrasi benda asing melalui dinding kolon. + 40% abses hati piogenik tidak diketahui sumber infeksinya. Adanya flora dalam mulut diduga menjadi penyebabnya, terutama pada pasien dengan penyakit periodontal berat. Sedangkan abses hati amebik terjadi karena* + Entamoeba histolytica keluar sebagai trofozoit atau bentuk kista. Setelah terinfeksi, kista melewati saluran pencernaan dan menjadi trofozoit di kolon, lalu menginvasi mukosa dan menyebabkan ulkus flask shaped. Selanjutnya organisme dibawa 218 Panduan Praktik Klinis Peshimgure Cote Seta Pera Doone Hepatologi menuju hati dan dapat menyebabkan abses di paru-paru atau otak, Abses hati dapat ruptur ke dalam pleura, perikardium, dan rongga peritoneum. DIAGNOSIS Tabel 1. Diagnosis Abses Hatt? ‘Anamnesis Pemeriksaan ‘sik: Pemeriksaan Penunjang ‘Abses hat plogenik) Demam, nyeri spontan perut kanan atas, Pasien jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di tasnya. Jika letaknya dekat dengan diafragma dapat terjadiiritasi diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu kanan, batuk, ataupun atelektasis. Gejala lain yaitu mual, muntah, penurunan berat badan, berkurangnya nafsu makan, disertai malaise, ikterus, buang air besar seperti dempul, dan buang air kecil berwama gelap. Peningkatan suhu tubuh, ikterus, hepatomegali yang nyeri tekan, nyeri tekan perut kanan ats. Jika AHP telah kronik dapat ditemukan asites dan tanda- tanda hipertensi portal + OPL: leukositosis, pergeseran ke kir, anemia, peningkatan laju endap darah (LED) + Alkali fosfatase, enzim transaminase, dan serum bilirubin: meningkat * Albumin serum: dapat menurun * Waktu protrombin: dapat memanjang ‘Tes serologis: untuk menyingkirkan diagnosis banding * Kultur darah + Foto toraks: diatragma kanan meninggi. efusi pleura, atelektasis bilier, empiema, atau abses paru. Pada poss! PA sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah diafragma terlihat air fuid level Foto polos abdomen ‘Abses hat! amebik Periode laten antara infeksi interstinal dan infeksi hati dapat berlangsung beberapa minggu. Kurang dati 10 % kasus mengeluhkan ‘adanya diare berdarah karena disentri amebik. Keluhan lain yaitu nyeri perut teriokalisisr pada kuadran kanan atas. Demam dapat terjadi intermiten. Malaise, mialgia, dan artraigia. Dapat aitemukan keluhan paru-paru. ikterik jarang aitemukan dan jka aca ikterik merupakan Penanda prognosis buruk. Pasien cenderung untuk tidur dengan pesisi miring ke kin, Peningkatcn suhy tubuh dan menggigil < 10 har, ikterik, nyeri tekan abdomen yang dapat menjalar dengan batuk atau inspirasi dalam dan sering dirasokan pada malam hari, terihat ada masa di kuadrankanan atas abdomen, terdengar fiction rub ei het Seperti paca abses hati piogenik Tes serologis: ELISA dan hemaglutinasi indirek, cellulose acetate precipitin counterimmunoelectrophoresis, antibodi immunoftuorescent, dan rapid latex agglutination tests. Serum antibodi dapat bertahan sampai setahun sefelah sembuh, Sensitivitas dan spesifsitas pemerikscan ini mencapai 95% dan >95%. Hasil false negative dapat terjadi pada 10 hari pertama infeksi + Pemeriksaan PCR untuk mendetetsi DNA amuba ELISA untuk mendeteksi antigen amuba pada serun. + Organisme dapat diisolasi di tinjas hanya pada 50% kasus. Abses Hati | @y ‘Abses hatl plogenik ‘Abses hail amebik * Angiografik: daerah avaskvlar +Imajing tidak dapat membedakan *CT scan abdomenidapat mendeteks! abses disebabkan oleh amuba lesi ukutan perempuan Lokesi Semua lobus hati Lobus kanan dekat diafragma, Onset Subakut Akut Ikterik Ringan Sedang Diagnosis USG atau CT scan USG atau CT scan dan serologis Terapi Drainase + antibiotik iv Antibiotik + drainase DIAGNOSIS BANDING Hepatoma, kolesistitis, tuberkulosis hati, aktinomikosis hati TATALAKSANA Abses hati plogenik?? + Pencegahan dengan mengatasi penyakit bilier akut dan infeksi abdomen dengan adekuat + Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein + Antibjotika spektrum luas atau sesuai hasil kultur kuman: - Kombinasi antibiotik sebaiknya terdiri dari golongan inhibitor beta laktamase generasi | atau II] dengan/atau tanpa aminoglikosida. Pasien yang tidak dapat mengkonsumsi golongan beta laktamase dapat diganti dengan fluorokuinolon. - Kombinasi lain terdiri dari golongan ampisi aminoglikosida (jika dicurigai adanya sumber infeksi dari sistem bilier), atau sefalosporin generasi III (jika dicurigai adanya sumber infeksi dari kolon) dan klindamisin atau metronidazol (untuk bakteri anaerob). 219 - Jika dalam waktu 4-72 jam belum ada pebaikan klinis,maka antibiotika diganti dengan antibiotika yang sesuai hasil kultur sensitifitas. Pengobatan secara parenteral selama minimal 14 hari lalu dapat diubah menjadi oral sampai 6 minggu kemudian, Jika diketahui jenis kuman streptokokus, antibiotik oral dosis tinggi diberikan sampai 6 bulan. + Drainase terbuka cairan abses terutama pada kasus yang gagal dengan terapi konservatif atau bila abses berukuran besar (> 5 cm). Jika abses kecil dapat dilakukan aspirasi berulang, Pada abses multipel, dilakukan aspirasi jika ukuran abses yang besar, sedangkan abses yang kecil akan menghilang dengan pemberian antibiotik. * Surgical drainage: dilakukan jika drainase perkutaneus tidak komplit dilakukan, ikterik yang persisten, gangguan ginjal, multiloculated abscess, atau adanya ruptur abses. Abses hati AMEBIK? + Metronidazol - harus diberikan sebelum dilakukan aspirasi - Metronidasol 3x 750 mg setiap hari per oral atau secara intravena selama 7-10 hari. + Amebisid luminal: - lodoquinol 3x650 mg setiap hari selama 20 hari - Diloxanide furoat 3x500 mg setiap hari selama 10 hari - Aminosidin (paromomisin) 25-35 mg/kg berat badan setiap hari dalam dosis terbagi tiga selama 7-10 hari + Aspirasi cairan abses: - Indikasi: * Tidak respon terhadap pemberian antibiotik selama 5-7 hari ° Jike abses di lobus hati kiri berdekatan dengan perikardium ° Dilakukan jika diagnosa belum dapat ditentukan (merah tengguli) - Adanya cairan aspirasi berwarna merah-kecoklatan mendukung diagnosis ke arah abses amebik - Tropozoit jarang dapat terindentifikasi. KOMPLIKASI Abses hati piogenik * Empiema paru + Efusi pleura atau pericardium = Trombosis vena portal atau vena splanknik = Ruptur ke dalam perikardium atau thoraks + Terbentuknya fistel abdomen + Sepsis + Metastatic septic endophthalmitis terjadi pada 10 % pasien dengan diabetes mellitus karena infeksi Klebsiella pneumonia. Abses hati AMEBIK Koinfeksi dengan infeksi bakteri, kegagalan multiorgan, dan ruptur ke dalam peritoneum, rongga thoraks, dan perikardium®, Lain-lain dapat sama dengan komplikasi abses piogenik di atas. PROGNOSIS Jika diterapi dengan antibiotika yang sesuai dan dilakukan drainase, angka kematian adalah 10-16%. Abses piogenik yang unilokular abses di lobus kanan hati mempunyai prognosis lebih baik dengan angka harapan hidup 90%. Jika abses multipel terutama yang mengenai traktur bilier, akan mempunyai prognosis lebih buruk. Pada abses amebik yang berada di lobus kiri lebih besar kemungkinan ruptur ke peritoneum. Prognosis buruk jika terjadi keterlambatan diagnosis dan penanganan serta hasil kultur memperlihatkan adanya bakteri yang multipel, tidak dilakukan drainase, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleura, atau adanya penyakit lain seperti keganasan bilier, disfungsi multiorgan, sepsis.* UNIT YANG MENANGANI + RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam ~ Divisi Gastroentero- Hepatologi + RSnon Pendidikan: Bagian Penyakit Dalam UNIT YANG TERKAIT + RS Pendidikan : Depariemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Tropik Infeksi, Departemen Bedah -Divisi Bedah Digestif, Departemen Parasitologi * RSnon Pendidikan; Bagian IImu Penyakit Dalam, Bagian Bedah Digestif REFERENSI 1 2 Sherlock $, Dooley J. Tumours of the Gallbladder and Bile Ducts.ni: Dooley J, Lok A, Burroughs ‘A.Heathcote . Diseases of the Liver and billary System. 12 ed. UK; Blackwell Sclence. P,632-657. Kim AY, Chung RT. Bacterial, Parasitic, and Fungal Infections of the Liver, including Liver Abscess. . In: Feldman M, Friedman L, Brandt. Slelsenger and Fordtran's Gastrointestinal and LiverDiséase: Pathophysiolpay/Djagnosis/Management. 9, ed, USA; Elsevier. Chapter 82. Nozir NT, Penfield JD, Haijar V. Pyogenic liver abscess. Cleveland Clinic Journalof Medicine July 2010 vel. 777-426-427. Diunduh dari http://www.ceim.org/conient/77/7/426.tull pada tanggal 20 Juni 2012, BATU SISTEM BILIER PENGERTIAN Pembentukan batu pada sistem bilier, baik di kandung empedu (kolesistolitiasis) maupun di saluran empedu (koledokolitiasis). Menurut gambaran makroskopik dan kimiawinya batu empedu dibagi menja batu kolesterol (komposisi kolesterol >70%), batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate dan batu pigmen hitam. Insiden terjadinya batu di duktus koledokus meningkat dengan seiringnya usia (25% pada pasien usia lanjut). ** Faktor risiko terbentuknya batu:? + Usia dan jenis kelamin: batu kolesterol jarang sering terjadi pada anak-anak dan remaja, insiden meningkat sesuai pertambahan usia dan wanita lebih banyak terkena daripada laki-laki. Pada wanita usia 70 tahun insiden meningkat sampai 50%. + Diit: makanan mengandung tinggi kalori, kolesterol, asam lemak tersaturasi, karbohidrat, protein, dan garam dengan jumlah serat yang rendah meningkatkan insiden batu empedu. + Kehamilan dan paritas: kehamilan meningkatkan risiko terjadinya biliary sludge dan batu empedu. Selama kehamilan, empedu menjadi lebih lithogenic karena peningkatan kadar estrogen sehingga terjadi peningkatan sekresi kolesterol dan supersaturated bile. Selain itu hipomotilitas kendung empedu menyebabkan peningkatan volume dan stasis empedu. * Penurunan berat badan terlalu cepat menyebabkan peningkatan sekresi kolesterol oleh hati selama restriksi kalori, peningkatan produksi musin oleh kandung empedu, dan gangguan motilitas kandung empedu. Sebagai profilaksis dapat diberikan Ursodeoxy Cholic Acid (UDCA) 600 mg setiap hari + Total parenteral nutrition (TPN) dalam jangka waktu lama akan menyebabkan gangguan pada relaksasi sfingter Oddi sehingga menimbulkan aliran ke kandung empedu. Sebagai profilaksis dapat diberikan cholecystokinin (CCK) octapeptide 2 kali sehari intravena. * Biliary sludge: mencetuskan kristalisasi dan glomerasi kristal kolesterol dan mempresipitasi kalsium bilirubinat. * Obat-obatan: estrogen, clofibrate, oktreotid (analog somatostatin), seftriakson. + Abnormalitas metabolisme lemak: hipertrigliseridemia berhubungan dengan peningkatan insiden batu empedu. + Penyakit sistemik: obesitas, diabetes melitus, penyakit crohn * Trauma sarafspinal: diperkirakan meningkatkan risiko batu empedu karena gangguan relaksasi kandung empedu menyebabkan meningkatnya risiko stasis empedu, DIAGNOSIS Anamnesis Biasanya asimtomatik, ada juga yang menimbulkan keluhan kolik bilier, yakni nyeri di perut bagian atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam.’ Pemeriksaan fisik Ikterus, nyeri epigastrium, dan tanda-tanda komplikasi seperti kolesistitis, kolangitis.* Pemeriksaan penunjang"? + Pemeriksaan fungsi hati + Foto polos abdomen: sebatas hanya untuk mendeteksi batu terkalsifikasi." + USG: Pencitraan utama untuk deteksi batu kandung empedu** + ERCP: sensitifitas 90 %, spesifitas 98 %, dan akurasi 96 %.'* + MRCP: Pencitraan saluran empedu sebagai struktur yang terang dengan gambaran batu sebagai intensitas rendah."? + EUS (endoscopic ultrasonoraphy): gambaran sama dengan USG abdomen tetapi melalui pendekatan pra endoskopi + Pemeriksaan empedu untuk melihat kristal kolesterol (tes Meltzer Lyon) DIAGNOSIS BANDING + kolesistolitiasis: tumor kandung empedu, sludge, polip. * Koledokolitiasis: tumor saluran bilier TATALAKSANA Kolelitiasis "* + Pasien batu asimtomatik tidak memerlukan terapi bedah + Kolesistektomi laparoskopik jika bergejala « ESWL: Kriteria untuk dilakukan ESWL (Tabel 1): Batu Sistem Bilier Tabel 1. Kriteria Dilakukan ESWL? ‘Stage penyakit Nyeri Biller ianpa komplikasi Fungsikandungempedu —_Opasifkasi kandung empedu dengan kolesistografi oral. Hasil normal untuk stimulated cholescintigraphy Hasil normal untuk ulrasonografi fungsional Karokteristik batu Radiolusen pada radiografi sodens atau hipodens terhadap empedy, tidak adanya kabsifikasi pada CT scan Single Diameter < 20mm. Koledokolitiasis? + Kolesistektomi baik secara laparoskopik maupun endoskopik (ERCP) dikerjakan pada pasien: - Gejala cukup sering maupun cukup berat hingga menggangguaktifitas sehari-hari, - Adanya komplikasi batu saluran empedu = Adanya faktor predisposisi pada pasien untuk terjadinya komplikasi + Terapi farmakologik dengan menggunakan Ursodeoxy Cholic Acid (UDCA) untuk mencegah dan mengobati batu kolesterol dosis 8-10 mg/hari selama 6 bulan sampai 2 tahun, persentase keberhasilan lebih baik pada batu diameter < 10 mm.!? Kriteria untuk diberikan terapi farmakologik: Tabel 2. Kriteria Pemberian Tatalaksana Farmakologik’ ‘Stage! penyakit Nyeribiiertanpa kompikail Fungsi kandung Opasifikasi kandung empedu dengan kolesistografi oral empedu asii normal untuk stimulated cholescintigraphy Hasil normal untuk ulrasonograli fungsional Karakteristik batu Radiolusen pada radiografi sodens atau hipodens terhadap empedy, tidak danya kaliifikasi pade CTscan single Diameter < 6 mm {opsional) atau 6-10 mm (acceptable) KOMPLIKASI Kolesistitis akut, kolangitis, apendisitis, pankreatitis, secondary biliary cirrhosis.'** PROGNOSIS Adanya obstruksi dan infeksi di dalam saluran bilier dapat menyebabkan kematian. Akan tetapi dengan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat, prognosis umumnya baik. 225 UNIT YANG MENANGANK un) <1 + RS Pendidikan : Departemen limu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero- Hepatologi * RSnon Pendidikan : Bagian IImu.Penyakit Dalam UNIT YANG TERKAIT + RSPendidikan _: Departemen Bedah - Divisi Bedah Digestif + RSnon Pendidikan; Bagian Bedah REFERENS! 1. Lesmana L.A. Penyakit Batu Empedy. Dalam: Sudeyo A.W., Setyohadi B., Idrus |. dkk. Buku Ajar limu Penyakit Dalam, Jiid |. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010. h.721-6, 2. Greenberger NJ. Diseases of the Gallbladder and Bile Ducts. in: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Lauser SL, Jameson JJ, et al, eds, Hartison's Principles of Internal Medicine. Ecisi ke-17. New York: McGraw-Hill 2008. Chapter 311. 3. Wang DG, Afdhal NH. Gallstone Disease. In; Feldman M, Friedman L, Brandt L. Sleisenger and Fordtran's Gastrointestinal and Liver Disease: Pathophysiology/Diagnosis/Management. 9" ed. USA: Elsevier. Chapter 64. 227 HEPATITIS IMBAS OBAT PENGERTIAN Hepatitis imbas obat atau yang sekarang lebih dikenal dengan drug-induced liver injury (DILI) merupakan suatu peradangan pada hati yang terjadi akibat reaksi efek samping obat atau hepatic drug reactions ketika mengkonsumsi obat tertentu, Hepatitis imbas obat merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit hati akut maupun kronis.! Pada umumnya, ada 2 tipe hepatotoksisitas utama yaitu toksik langsung (direct toxic) dan idiosinkrasi. Hepatitis toksik langsung dapat diduga terjadinya pada individu yang terpapar dengan obat tertentu dan tergantung dosis (dose dependent). Periode laten antara paparan dan j hati biasanya singkat (seringkali hanya beberapa jam), meskipun manifestasi klinisnya dapat terlambat 24-48 jam. Faktor risiko hepatotoksisitas imbas obat tercantum pada tabel 1. Tabel 1. Faktor Risiko Hepatotoksisitas Imbat Oba? Btek faldor Faktor risiko tethadap Contoh obat hepatotoksisitas Usia ‘Anak-anak ‘Asem valproat, salsiat > 60 tahun Halotan, isoniazid (INH), paracetamol (PCT), diclofenac Jenis kelamin Wanita Halotan, diclofenac, INH, flucioxacilin Pris Azathioprine Nuts Obesitas Methotrexate, holotan Puasa PCT Konsums! akohol PCT, INH beriebinan Dosis Konsenirasi darah CT, ospirin Dorasi Methotrexate, vitanin A, fucloxacilin Obet lainnya Rifampisin, pirazinamid, INH Hepatitis B, Terapl HAART, INH Faktorgenetik —_HLA-B*5701 Flucloxacilin genotype Slow acetylator INH Keterangan = meringkat, HAART = highy active entretowra!nerapy Panduan Praktik Klinis a 228 Panduan Praktik Klinis Hepatologi DIAGNOSIS Anamnesis* Riwayat konsumsi obat atau jamu dalam 5-90 hari terakhir ‘Tanggal mulai dan tanggal berhenti konsumsi untuk tiap obat dan jamu Riwayat hepatotoksisitas dan konsumsi obat yang dimaksud Onset gejala (demam, ruam, lelah, nyeri perut, nafsu makan menurun) Penyakit lainnya, dari obat yang dikonsumsi Episode hipotensi akut Pemeriksaan Fisik* Ikterik, ram, demam, klinis adanya pruritus Hepatomegali, splenomegali Stigmata penyakit hati kronis Pemeriksaan Penunjang* Laboratorium - Rutin: darah perifer lengkap dan hitung jenis leukosit (ditemukan gambaran eosinofilia), trombosit protein total, albumin/globulin, prothrombin time (PT)/ INR, kreatinin GOT, SGPT, alkali fosfatase, bilirubin total/direk, gamma GT - Serologis: IgM anti-HAV, HBsAg, IgM anti-HCV, HCV RNA, anti-HEV, anti-EBV, anti-CMV - Autoantibodi: antibodi antinuklear, antibodi otot polos, antibodi - Kimia hati: antimitokondrial - Khusus: serum besi, ferritin, ceruloplasmin, a-1-antitrypsin Radiologis: USG, CT scan, MRI/MRCP (atas indikasi) Biopsi hati, dengan indikasi : - Apabila hubungan temporal antara konsumsi agen hepatotoksik dengan onset jejas hati tidak jelas! Tabel 2, Terminologi Jejas Hati Imbas Obat menurut Kriteria Konsensus CIOMS* Terminoiogi Kite Jejas hepatoselular ALT terisolasi > 2x normal, atau ALT/ALP 2 5 Jejas kolestatik ALP terisolasi > 2x normal, atau ALT/ALP s 2 Jejas kombinasi ALT dan ALP meningkat, atau 2 3 bulan Istilah ini hanya dipokai setelah konfirmasi pemeriksaan histologis Keterangan: CIOMS = Council for International Organizations of Medical Sciences; ALP = alkaline phosphatase, ALT= alanine aminotransferase DIAGNOSIS BANDING Hepatitis viral akut, hepatitis autoimun, syok hati, kolesistitis, kolangitis, sindrom Budd-Chiari, penyakit hati alkoholik, penyakit hati kolestatik, kondisi hati yang berhubungan dengan kehamilan, keganasan, penyakit Wilson, hemokromatosis, ‘Tabel 3. Aksis dan Skoring Jejas Hati Imbas Obat gangguan koagulas NADPRS Ale $000 Kiera reenslogi Onset tidak 18/42 Selah Pejionon Os/dvi penal Betti 5/02 penyebab on fechalonge | -1s/d2 Responds! placebo Kensentios | Os/d +1 chelaen rmontonn Hebungan | Os/dl oss Fopaon 08/01 sebeurneya don reaktvios song CIOMS/RUCAM) Alas, ‘sao keiterio kronologis Darikonsumsi +1 s/d+2 coat s/d onset Datibethenti Os/d+1 ‘bat s/d onset Perlanan —-2s/d +3 penyakit Foktorrisko Os/d+i Alkchol atau Os/d+1 kehomilan. Terai 85/40 korkomitan Bskusi 35/42 penyebab Jain Invormasi sid +2 sebelumnya Rechallenge -2s/d+3 may Alais Kterion kzonologis Bari konsumst ‘obat s/a, onset Dar berhenti ‘obat s/d onset Perjolanan, penyakit Eksklust penyebab loin Informasi sebelumnya Rechallenge Manifestasi ‘ekstrohepatik (tuam, demam, omralgia, eosinophil, Stopenia shar thd +3, 35443 38/4 +3 -35/d+3 Osis +2 Osd+3 Osid+3 Dow-5 ‘Akal Kteria kronologis Dari konsurst ‘obat s/d, onset, Dar bernent obat sid onset Perjolonon penyakit Faaktorrsiko Alkohol atau kehamitan® Ekskiust penyebab lain Informasi sebelumnya Rechalienge Manifestasi eksirahepatik ‘eosinophilia $o00 awd +2 Osi +1 23/843 Os/d+1 -3s/d42 osid +1 sid +3 Os/d+1 229 230 Panduan Praktik Klinis Hepatologi NADPRS. CIOMS/RUCAM, Mav DDW-3 Aisle sa Aksis s Aksis s Alas soon Temvan —0s/d+1 Dist Osid+2 obyekiif 29 Definit >8 Definitt 218 Definii 25 Defitif 5-8 Probabel «6-8 += Probabel_ «14-17 ——_—Probabel 3-4 Prooa: bel 1-4 Mungkin 3-5 Mungkin 10-13 Mungkin <2 Tidak murgkin <0 Tidak 1-2 Tidak 6-9 Tidak mungkin mungkin mungkin <0 Bksklust <5 Eksktusl kolestatik/mixed cases: DLST: drug lymphocyte stimulation test TATALAKSANA Terapi sebagian besar bersifat suportif, kecuali pada hepatotoksisitas acetaminophen. Pada pasien dengan hepatitis fulminan akibat hepatotoksisitas obat, maka transplantasi hati dapat menyelamatkan nyawa. Penghentian konsumsi dari agen yang dicurigai diindikasikan pada tanda pertama terjadinya reaksi simpang obat. Pada kasus toksin direk, keterlibatan hati sebaiknya juga diperhatikan keterlibatan ginjal atau organ lain, yang juga dapat mengancam nyawa. Glukokortikoid untuk kepatotoksisitas obat dengan gambaran alergi, silibinin untuk keracunan jamur hepatctoksik, dan ursodeoxycholic acid untuk hepatotoksisitas obat kolestatik tidak dianjurkan? KOMPLIKASI Gagal hati sampai dengan kematian. PROGNOSIS Tergantung etiologi dan respons terapi. Pada sebagian besar kasus, fungsi hati akan kembali normal apabila obat dihentikan. UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam — Divisi Gastroenterologi- Hepatologi + RSnon pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan + RSnon pendidikan REFERENS! 1 Teoh NC, Chitturi S, Farrell GC. Liver Disease Caused by Drugs. In : Feldman M,. Friedman LS, Brandt LJ. Slelsenger and Fordtrand’s Gastrointestinal and Liver Disease. 9th Edition. Philadelphia: Saunders, Elsevier. 2010. Hal 1431-9. Dienstag J. Toxic and Drug-induced Hepatitis. In : Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL. Jameson JL, Loscaizo J. Harrison's Principles of Internal Medicine. 18" Edition. New York, McGraw- Hill, 2012. Mitchell S, Hilmer SN. Drug-induced liver injury in older adults. Therapeutic Advances in Drug Safety 2010;1:65. Seeff LB, Fontana RJ. Drug-induced Liver injury. in : Dooley JS, Lok ASF, Burroughs AK, et al, Sherlock's Diseases of the Liver and Biliary System. 12" Ealition. United Kingdom: Blackwell Publishing Lid, 2011 HEPATITIS VIRUS AKUT PENGERTIAN Hepatitis virus akut adalah inflamasi hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama <6 bulan.* DIAGNOSIS Anamnesis Anoreksia, nausea, muntah, fatique, malaise, atralgia, myalgia, sakit kepala, 1-5 hari sebelum ikterus timbul. Urine pekat dan kadang feses seperti dempul. Setelah ikterus timbul, gejala-gejala diatas menjadi berkurang. Demam tidak terlalu tinggi, biasa terjadi pada hepatitis A dan E (jarang pada B dan C). Pemeriksaan Fisik Ikterus, hepatomegali, splenomegali.’ Laboratorium SGOT, SGPT, bilirubin. Serologi hepatitis : 1. Hepatitis A: IgM anti HAV (+) 2. Hepatitis B: dapat dilihat pada tabel 2 3. Hepatitis C : HCV RNA (+) setelah 7-10 hari pajanan, anti HCV (+) 5-10 minggu setelah pajanan dan dapat bertahan seumur hidup- 4, Hepatitis D : HDV Ag, HDV-RNA and Ig M anti-HDV (+) sekitar 30-40 hari setelah gejala awal timbul.* 5. Hepatitis E : Ig G dan Ig M anti HEV? Hepatitis Virus Akut a) Tabel 1. Epidemiologi dan Manifestasi Klinis Hepatitis Virus.” Masa inkubasi (hori) ‘Onset Usiar Penularan Feka-oral Perkutaneus Perinatal Seksval ‘Manifestas! Kilns Keparanan Kegonasan Progresiftas menjadikronis Karier Risiko konker Prognoss Profilakss KKeterongan fabel HAV 15-45, rata? 30 Akut Anak, dewasa muda Tidak biaso Ringan O1% Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sangat baik IG, vaksin inaktiv HBV. 30-180, rata? 40-90 Insidious / acute Dewasa muda (seksual dan perkutaneus), bayi, balta +H cra Kadangkala berot O.1-1% Kadangkala (110%) (90% of neonatal) 0.1-30%¢ + {terutama infeksi neonatal) Memburuk tergantung usia HBIG, voksin recombinant eV HV, 18-160, rata? 50 30-180. rata? 60-90 Insidious Insidious / akut Umurberapa Sama seperti gia, tapi HBV umumnya pada dewasa +e + 2 +” Sedang Kadangkola berat 01% 5-20%° Umum (85%) Umum? 15-32% Voriatit! Sedang Akut, kronis baik, buruk Tidak oda: Vaksin HBV Primer dengan koinfaks HIV cn level tingg viremia pada index kas Hisko $% Hinge 5% pada toinfeks) HBV/HDV akut, sompal dengan 20% pada superinfeks! HDV dat ines! keris HEV Pada Koiniotl #BV/HDV tu, ekuersi menu kronis sama Pada wanite nam 10-20% Umum pada Hoyura meciterania, orang pada amerka utera don eran haat be €. Teigantung populas a Tabel 2. Pola Serologis pada Infeksi Virus Hepatitis B Hepatitis B Hepatitis B Sembuh ““Wonik — Catler Uji serologis Anfi-HBs Anti-HBc Anli:HBe HBeAg HBsAg HBV DNA Vaksin hepatitis 8 + sepert HBV: pada sypernfelsl HOY, kelvonban fetop ‘akut : + : a igManti Totalanti_ Totalanti_ Total HBC. HBC HBC anti HBC + = + he 2 : + (710) +(<10%) HEV’ 14-60, rata? 40 Akut Dawasa muda (20-40 tahun) Ringon 12% Tidak ada Tidak ada Tidak oda Baik Vaksin + [<10} 233 DIAGNOSIS BANDING Hepatitis akibat obat, hepatitis alkoholik, penyakit saluran empedu, leptospirosis. TATALAKSANA + Hepatitis A akut: Terapi suportif? + Hepatitis B akut Hepatitis B akut ringan-sedang: Terapi suportif Tidak ada indikasi terapi anti virus. Hepatitis B akut berat: pemberian antivirus mungkin dapat dipertimbangkan Monitor pasien dengan pemeriksaan HBV DNA, HBsAg 3-6 bulan untuk mengevaluasi perkembangan menjadi hepatitis B kronik.’ + Hepatitis C akut Peginterferon alfa-2o. (180 1g) atau alfa-2b (1.5 g/kg) seminggu sekali selama 12 minggu pada genotipe non 1, pada genotipe 1 selama 24 minggu. + Hepatitis D akut: Terapi suportif.’ Lamivudine dan obat antiviral, tidak efektif melawan replikasi virus? + Hepatitis E akut: Terapi suportif. KOMPLIKASI Hepatitis fulminan, kolestasis berkepanjangan, hepatitis kronik.! PROGNOSIS + Hepatitis A akut Biasanya sembuh komplit dalam waktu 3 bulan, tidak menyebabkan hepatitis virus kronik, Rata-rata angka mortalitas < 0,2%.? + Hepatitis B akut Sekitar 95-99% pasien dewasa penderita hepatitis B yang sebelumnya sehat, sembuh dengan baik. Pada pasien dengan hepatitis B berat sehingga harus dirawat, rata-rata tingkat kematian sebesar 1% tetapi meningkat pada usia lanjut dan yang memiliki komorbit, Pada pasien pengguna obat suntik, penderita hepatitis B dan D secara bersamaan, dilaporkan rata-rata kematian 5%.? Risiko berkembang menjadi kronis tergantung pada usia, yaitu: 90% pada bayi, sekitar 30% pada infant, < 10% pada dewasa* * Hepatitis C akut Sekitar 50-85% berkembang menjadi kronik.? + Hepatitis D akut Risiko fulminant hepatitis pada koinfeksi sekitar 5%.° + Hepatitis E akut Pada wabah hepatitis E di India dan Asia, rata-rata tingkat kematian adalah 1-2% dan 10-20% pada wanita hamil.4 UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Departemen [mu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero- Hepatologi + RSnon pendidikan : Bagian IImu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSpendidikan —:~ + RSnon pendidikan : - REFERENSI 1. Sanityoso, Andi. Hepatitis Viral Akut. Dalam : Sudoyo A, Setiychadi B, Alwi|, Simadibrata M, Setiati 5, editors, BukU ojar imu penyakit dalam. 5" ed. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian limu Penyakit Dalam FKUI, 2009:644-652. 2. Acute Viral Hepatitis, Dalam : Fauci A, Kasper D, Longo D, Braunwald E, Hauser S, Jameson J. Loscalzo J, editors. Harrison's principles of internal medicine. 18” ed. United States of America; ‘The McGraw-Hill Companies, 2012. 3. Acute Viral Hepatitis. Dalam : Ausiello. Goldman. Cecil Medicine 23% edition. Saunders : Philadhelphia. 2007. 4, Liver and Biliary tract. Dalam : McPhee, Stephen J. Papadakis, Maxine A. Current Medical Diagnosis and Treatment. The McGraw Hills Companies. 2011. 5. Usotti A, AzzaroliF, Buonfiglioll F, Montagnani M, AlessandrelliF, Mazzelia G. Lamivudine treatment for severe acute HBV hepatitis. Int J Med Sci 2008; 5{6):309-312. Available from http://www. medsci.org/v05p0309.hIm 4. Heathcote, J.et all. Management of acute viral hepatitis. World Gastroenterology Organisation, 2007. 7. Totbenson M, Thomas DL. Occult Hepatitis B. Lancet Infect Dis 2002;2:479-86. HEPATITIS B KRONIK PENGERTIAN Suatu sindrom Klinis dan patologis yg disebabkan oleh virus hepatitis, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati, dimana seromarker virus hepatitis positif pada 2 kali pemeriksaan berjarak 2 6 bulan. DIAGNOSIS Anamnesis Dapat tanpa keluhan, tetapi dapat juga berupa fatigue, malaise, anoreksia, ikterus persisten atau intermiten, Faktor risiko penularan virus hepatitis yaitu pengguna narkoba suntik, infeksi hepatitis B pada ibu, pasangan atau saudara kandung, penerima transfusi darah, perilaku seksual risiko tinggi, riwayat tertusuk jarum suntik atau terkena cairan tubuh pasien berisiko.* Pemeriksaan fisik Dapat ditemukan hepatomegali, demam subfebris, ikterus (jarang). Bila telah terjadi komplikasi, dapat ditemukan asites, ensefalopati, dan hipersplenisme. Pemeriksaan penunjang? + Seromarker hepatitis : HBsAg (+), pemeriksaan selama 6 bulan, Anti-HBc (+), IgM anti-HBe (-), Anti-HBs (-) + Aminotransferase meningkat (100-1000 unit), alanin aminotransferase (ALT) lebih meningkat daripada aspartate aminotransferase (AST), alkali fosfatase normal atau meningkat ringan. * Serum bilirubin meningkat (3-10 mg/dL), hipoalbuminemia, protrombin time (PT) memanjang. + USG hati: gambaran penyakit hati kronis (inhomogen echostructure, permukaan mulai ireguler, vena hepatika mulai kabur/terputus-putus), sirosis (parmukaan hati yang iregular, perenkim noduler, hati mengecil, dapat disertai pembesaran limpa, pelebaran vena porta), atau adanya karsinoma hepatoselular. + Biopsi hati: untuk mengetahui derajat nekroinflamasi, harus dilakukan sebelum memulai terapi antivirus, dan dianjurkan pada pasien dengan SGPT normal. * Tumor marker karsinoma hepatoseluler: Alfa feto protein (AFP), PIVKA-II (Prothrombine Induced by Vitamin K Absence). * Monitoring untuk deteksi dini kanker hati dan progresivitas penyakit SGOT, SGPT tiap 1-3 bulan dan USG abdomen dengan AFT tiap 6 bulan. KRITERIA DIAGNOSTIK Hepatitis B: dikatakan hepatitis B kronik bila HBsAg positif dalam 2 kali pemeriksaan berjarak 6 bulan. DIAGNOSIS BANDING Perlemakan hati TATALAKSANA?* + Interferon: 1x 5 juta unit atau 10 juta unit 3 kali seminggu, subkutan, selama 4-6 bulan untuk HBeAg (+), dan setidaknya 1 tahun untuk pasien dengan HBeAg (-), bila dengan pegylated interferon baik HBeAg (-) dan HBeAg (+) diberikan selamal tahun + Lamivudine: 1x100 mg + Adefovir dipivoxil: 1 x 10 mg + PEG IFN o- 2a (monoterapi): 180 gram atau PEG IFN a- 2b 1,5ug/KgBB + Entecavir: 1x0,5 mg + Telbivudine: 1x600 mg + Tenofovir: 1x300 mg + Thymosin 1 selama 6 bulan + Lamapemberian antivirus tergantung pada status HBeAg pasien ketika memulai terapi dan target pencapaian HBV DNA serta HBeAg loss KOMPLIKASI Sirosis hati, karsinoma hepatoselular. PROGNOSIS S-year mortality rate adalah 0-2% pada pasien tanpa sirosis, 14-20% pada pasien dengan sirosis kompensasis, dan 70-86% yang dekompensasi. Risiko sirosis dan karsinoma hepatoselular berhubungan dengan level serum HBV DNA." Feshirpunon Det Spass renyest Dla asa a HBsAg (+) HBV DNA < 20.000 lu/- imi (<10° kopi/m) ALT normal ALT normal ALT 1-2« ULN Tidak ada tera- | Tidak ada tera-| Tidak ada tera- pi, pantau HBV | pi, pantay HBV] pi, pantau HBV DNA, HbeAg, | DNA, HbeAg, | DNA, HbeAg, AlTsetian +6 | AlTsefiap3 | ALT setigp 1-3 bulan bulan bulan Biopsi hati jka usta > 40 tahun, ferapl jka pada biops! tampak fibrosis atau inflamasi sedang atau membesar Gambar 1. Algoritme Managemen Infeksi Hepatitis B Kronik dengan HBsAg Positif. 238 as a Hepatologi HBV DNA > 20.000 1U/mi (>10° kopi/ml) ALT 2-5x ULN, Terapi jka pe- nyokit persisten selama 3-6 bulan atau ada kecurigaon dekompensasi hai. Lini pertama: interferon, ente- covir, tenefovir, telbivudine, lami- udiine, adefovir. Respon Pantou HBV. DNA, HbeAg, ALT setiap 1-3 bulan =e ALT >5x ULN, Indikosi terapi Jk: HBV DNA > 2x106 IU/ml @ obser: asi serokonversi se- Jama 3 bulan jike ti- dak ada kecurigaan dekompensasi hati. Jika ada dekompen- sasi hat, rekomedasi terapi : interferon, entecovir, tenefovir, telbivucine, lamivu- dine, adefovir Tidak Respon Pertimbangkan strategi lain termasuk transplantasi hati Hepatitis B Kronik (ia HBV DNA > 2.000 IU/ml {>10' kopi/m|) HBV DNA < 2.000 IU/ml (<10* kopi/m) ALT normal ALT normal ALT 1-2x ULN ALT >2x ULN, Tidak ada. Tidak ada Tidak ada, Terapi ka penya- ferapi, pantau terapl, pantau terapi, pantau kit persisten sela- HBV DNA, ALT HBV DNA, ALT HBV. DNA, ma 3-6 bulan atau setiap 6-12 setiap 3 bulan AlTsetiap 1-3 ada kecurigaan bulan bulan dekompensasi hall. Linl pertama ‘interferon, ente- covi, tenofovir, telbivudine, iart- vudine. Bibutuh- kan terapi antivirus Jangka panjang ie Biopsi hati jika usla > 40 tahun, terapt jika pada biopsi tampak fibrosis atau Respon Tidak Respon inflamasi sedang atau membesar Pdinfau HBV Lanjutkan terapi DNA. ALT sefiap untuk mergenali 1-3 bulan fespon jombat, setelah terapi pertimbangkan strategilain Gambar 2. Aigoritme Managemen Infeksi Hepatitis B Kronik dengan HbsAg Negatif." 239 HEPATITIS C KRONIK PENGERTIAN Suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh virus hepatitis, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati, dimana penanda virus hepztitis positif pada 2 kali pemeriksaan berjarak 2 6 bulan. DIAGNOSIS. Anamnesis Umumnya tanpa keluhan, tetapi dapat juga berupa fatigue, malaise, anoreksia. Paktor risiko: penggunaan narkoba suntik, menerima transfusi darah, tingkat ekonomi rendah, perilaku seksual risiko tinggi, tingkat edukasi rendah, menjalani tindakan invasif, menjalani hemodialisis, tertusuk jarum suntikatau terkena cairan tubuh pasien berisiko’ Pemeriksaan Fisik Dapat ditemukan hepatomegali, demam subfebris, ikterus (jarang). Bila telah terjadi komplikasi, dapat ditemukan asites, ensefalopati, dan hipersplenisme. Manifestasi ekstrahepatik (cryoglobulinemia, porfiria kutanea tarda, glomerulonefritis membranoproliferatif, dan sialoadenitis limfositik).? Pemeriksaan Penunjang © Seromarker hepatitis (Anti HCV) + Jumlah virus: HCV RNA kuantitatif dan genotipe + Enzim hati: SGOT dan SGPT, untuk menilai aktifitas kerusakan hati dan keputusan pengobatan antivirus + USG hati: gambaran penyakit hati kronis (inhomogen echostructure, permukaan mulai iregular, vena hepatik mulai kabur/terputus-putus), sirosis (parmukaan hati yang iregular, parenkim noduler, hati mengecil, dapat disertai pembesaran limpa, pelebaran vena porta), atau adanya karsinoma hepatoseluler. + Biopsi hati: untuk mengetahui derajat nekroinflamasi, dianjurkan untuk dilakukan sebelum memulai terapi antivirus, terapi antivirus sangat dianjurkan diberikan pada fibrosis F2 dan F3 (skor METAVIR). * Alfa feto protein (AFP), PIVKA-II (Prothrombine Induced by Vitamin K Absence). + Monitoring tahunan untuk deteksi dini kanker hati dan progresivitas penyakit SGOT, SGPT tiap 1-3 bulan dan USG abdomen serta AFT per 6 bulan Kriteria Diagnosis Hepatitis C kronik: anti HCV positif dan HCV RNA terdeteksi dalam 2 kali pemeriksaan berjarak 6 bulan. DIAGNOSIS BANDING Perlemakan hati TATALAKSANAS* Pada infeksi hepatitis C kronis genotip 1: + Terapi dengan pegylated interferon (peg-IFN) dan ribavirin selama 1 tahun ~ 72 minggu. Peg-IFNa-2a 180 g seminggu sekali atau peg-IFNa-2b 1,5 mg/kg BB. Bila menggunakan Peg-IFNa-2a. Dosis ribavirin 1000 mg (BB 75 kg) dan 1200 mg (BB >75mg), bila menggunakan peg-IFNa-2b dosis ribavirin + 15 mg/kg BB, ribavirin diberikan dalam 2 dosis terbagi. + Jikarespon virologis cepat (serum HCV RNA tidak terdeteksi (<50 1U/ml) dalam 4 minggu), maka terapi dapat distop setelah 24 minggu, bila HCP RNA < 4x 105 1U/ml. + Jika respon virologis dini (serum HCV RNA tidak terdeteksi (< 50 IU/ml) atau terjadi penurunan 2 log serum HCV RNA dari level awal setelah 12 minggu), terapi dilanjutkan sampai 1 tahun. + Terapi distop jika pasien tidak mencapai respon virologis dini dalam waktu 12 minggu Pada infeksi hepatitis C kronik genotip 2 dan 3: Interferon konvensional dan ribavirin atau peg-IFN-dengan ribavirin selama 24 minggu. Dosis Interferon/Feg IFN sama dengan geotipe 1, hanya dosis ribavirin 800 mg sehari dalam 2 dosis terbagi. Pada infeksi hepatitis c kronik genotip 4, berikan terapi peg-IFN+ribavirin selama 48 minggu, dosis Peg IFN dan ribavirin sama dengan geotipe 1. Pantau kemungkinan terjadinya efek samping terapi Ribavirin, yaitu anemia. Dosis ribavirin sedapat mungkin dipertahankan, bila terjadi anemia dapat diberikan eritropoietin untuk meningkatkan Hb. Pantau kemungkinan efek samping terapi interferon, yaitu neutropeni, trombositopenia, depresi, dan lain-lain. Bagi pasien yang memiliki kontaindikasi penggunaan interferon atau tidak berhasil dengan terapi interferon maka berikan terapi ajuvan : * Flebotomi + Urcedeoxycholic acid (UDCA) 600mg/hari © Glycyrrhizin * Medikasi herbal: silymarin atau sili inin Antiviral terbaru untuk terapi hepatitis C kronik (terutama genotip 1) adalah: + Teleprevir, dikombinasikan dengan peg-IFN + Ribavii + Boceprevir, dikombinasikan dengan peg-IFN + Ribavirin ‘+ Direct Acting Antiviral (DAA), lain seperti: sofosbuvir, ledipasvir dll, antiviral (DAA) dapat diberikan pada pasien yang kontraindikasi pada interveron atau gejala pengobatan dengan interveron tersebut. in. KOMPLIKASI Sirosis hati, karsinoma hepatoselular: PROGNOSIS Rata-rata per tahun terjadinya karsinoma hepatoselular pada pasien sirosis dengan infeksi hepatitis C adalah 1-4%, muncul setelah 30 tahun infeksi virus hepatitis C. Indikator prognosis pada hepatitis C kronis adalah dengan biopsi hati. Pasien dengan nekrosis dan inflamasi sedang-berat atau adanya fibrosis, progresifitas ke arah sirosis sangat tinggi dalam 10-20 tahun kedepan, Diantara pasien dengan sirosis kompensasi yang terkait hepatitis C, angka bertahan 10 tahun adalah 80%, mortality rate 2-6%, sementara pada sirosis dekompensasi terkait infeksi virus hepatitis C mortality rate 4-5%/tahun, dan 1-29%/tahun pada karsinoma hepatoseluler terkait infeksi virus hepatitis C4 HEPATITIS D KRONIK Hepatitis D kronik biasa mengikuti infeksi hepatitis B. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sama seperti pada hepatitis B2 TATALAKSANA? + Sesuai dengan Hepatitis B kronik UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi- Hepatologi + RSnon pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT RS pendidikan —:- RS non pendidikan :- REFERENSI 1 5. Gunawan, Stephanus. Soemahardjo, Soewignio. Hepatitis B Krenik, Dalam : Sudoyo A, Setiyohadi 8, Alwi|, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar imu penyakit dalam. 5” ed, Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian limu Penyakit Dalam FKUI, 2009:653-661. Chronic Viral Hepatitis. Dalam : Fauci A, Kasper D, Longo D, Braunwald E, Hauser $, Jameson J, Loscako J, editors. Harrison's principles of internal medicine. 18" ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies, 2012: 2911 - 39 Ligw YF, Leung N, Kao JH, et al. Asian-Pacific consensus statement on the management of chronic hepatitis B: a 2008 update. Hepatol int 2008. Available at: hitp://www.springeriink.com/content/ ‘dU475u12q655175)/ Accessed July 27, 2008. Liver and Biliary tract. Dalam : McPhee, Stephen J. Papadakis, Maxine A. Current Medical Diagnosis and Treatment. The McGraw Hills Companies. 2011. Asian Pacific Association for the Study of the Liver consensus statements on the diagnosis, management and treatment of hepatitis C virus infection. Diunduh dari: http://onlinelibrary. wiley.com/doi/10.1111/).1440-1746.2007.04883.x/pdf pada tanggal 30 mei 2012. Amarapurkar, D. Et all. APASL guidelines on the management chronic hepatitis. Feb 16-19, 2012 HEPATOMA PENGERTIAN Hepatoma (hepatocarcinoma/hepatocellular carcinoma/HCC) merupakan kanker yang berasal dari sel hati.! HCC merupakan kanker no. 5 tersering di dunia dan no. 3 yang paling sering menyebabkan kematian. Insidens HCC bervariasi di setiap negara, secara umum bergantung pada prevalensi penyakit hati kronis, khususnya hepatitis virus kronis, Faktor risiko hepatoma dibagi menjadi 2 yaitu :? * Umum: sirosis karena sebab apapun, infeksi kronis Hepatitis B atau C, konsumsi etanol kronis, NASH/NAEL, aflatoxin B, atau mikotoksin lainnya + Lebih jarang: sirosis bilier primer, hemokromatosis, defisiensi-antitrypsin, penyakit penyimpanan glikogen, citrullinemia, tirosinemia herediter, penyakit Wilson DIAGNOSIS Anamnesis Penurunan berat badan, nyeri perut kanan atas, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan atas, jaundice, nausea. Pemeriksaan Fisik Hepatomegali berbenjol-benjol, stigmata penyakit hati kronik.? Pemeriksaan Penunjang? * Laboratorium: anemia, trombositopenia, kreatinin meningkat, prothrombin time (PT) memanjang, partial thromboplastin time (PTT), fungsi hati; aspartat aminotransferase (AST) dan alanin aminotransferase (ALT) meningkat (AST>ALT), bilirubin meningkat. * Serologis: peningkatan Alfa Feto Protein (AFP), AFP-L3, des-y-carboxy prothrombin (DCP), atau (PIVKA-2), vitamin B12, ferritin, antibodi a hepatitis B, dan C. itokondria, serologis, * Biomarker terbaru: profil genomik berbasis jaringan dan serum © Radiologis: - _USG: lesi fokal/ difus di hati. - CT-Scan abdomen atas dengan kontras 3 fase/multifase: nodul di hati yang menyangat kontras terutama di fase arteri dan ‘early wash out’di fase vena (typical pattern). DIAGNOSIS BANDING Abses hati TATALAKSANA Algoritma terapi pada hepatoma dapat dilihat lebih lengkap pada gambar 1. KOMPLIKASI Ensefalopati hepatikum, ruptur tumor spontan, hematemesis melena, kegagalan hati! PROGNOSIS Pasien dengan hepatoselular karsinoma dini dapat bertahan selama 5 tahun setelah dilakukan reseksi, transplantasi hati atau terapi perkutaneus sebesar 50- 70%. Kekambuhan tetap dapat terjadi walaupun telah dilakukan terapi kuratif. Kesintasan 1 dan 2 tahun adalah masing-masing 10-72% dan 8-50%. Demikian pula, HCC stadium lanjut dan Child-Pugh C mempunyai prognosis yang sangat buruk. Dilaporkan kesintasan untuk 6 bulan sebesar 5% pada HCC stadium Child-Pugh C dengan peritonitis bakteri spontan dan stadium lanjut.2 Prakik Minis Hepatologi yal alam esa A Massa < em pad USG obser kos hat 1 SG wang dolom 34 bulen Kedepon ieee Stab dalam ee 24 lon | oe Kemble pratoko! Totsona: ‘andar Era see uioranes Uus6 dolam £12 buon a ‘Massa 1-2.6m pada USG observes! sto ha t uo ud pendtcen dnaris ola vskil Yok pada 2 ‘hed penctroan dinars ‘ota APP> 2e0ngiroL t { Diagnosis Hoe eps 4 Non Pola vasa ipl Pola vaskvo apa! ‘Sengan sa tink ‘pada keds Teknik Vang blopsl toy Poste + penetraan lonjten ognoste {Mie dengan wortras t rusus/l8o kontas, elven vlaroniprott figng Hit ‘dan tes ppenetraan None e Matsa > em pad US obierel Hoi hall —_ee Pola vaikulerofpikal pada) / "Pla eller eka ‘oka penciraan dinars pada I Toknik ‘olay AFP> 200ng/me penetraan dams : | Dagres Sood» NwHeeT Sy Wang bopsl tay ‘penctrann lniion (het dengan kontas + Drnva3e kent Peribchan uecroniprot ' ane tops! sonatas | enetacn Gambar 1. Aigotitma Tatalaksana Hepatoma* 246, Hepatoma ay PSOCP-A PS 0/2 CP-A/B PS >2CP-C Single <2.cm <3lesd:<3.em Multinodular —tnvasi vena porta FS-0 PS-0 NIM1 PSI-2 Single 3nodul<3.cm Terminat Tekangn portal, Meningkat Ya Tidak bliirubin Kemoembol Soratenib ¥ Normal Ponydkit terkait Terapi simptomattk Tidak Ya Reseksi ou PEV/RFA Kesintasan 5 tahun 50-70% Kesintasan 5 tahun 40:50% jasan 10 tahun 10% ‘Gambar 2. Skema Stadium dan Strategi Tatalaksana Hepatoma berdasarkan Barcelona Cancer of the Liver Clinic (BCLC). * 247 248 Panduan Praktik Klinis Hepatologi aaron Cote Soosats Pye Ona senso Klasifikasi dan stadium Hepatoma dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Stadium Hepatoma Menurut Berbagal Klasifiast Kiasitkas! Tipe Stadium Referens! Stadium Okudat Sistem 3 Stadium Wl 7 French* Nilai 3 A: 0 point 26 21-5 point C:2 6 point cure Nici 7 0.1,2.3.4,5,6 7 Stadium BCLC’ Stadium 5 u 8: Sedong C:Lanjut D: Stadium aknir cure Nila 3 Risiko rendah : nila < 1 28 Sedang :2-7 Risiko tinggo :> 8 Stadium TM? Sistern 3 Stator 4, Fa sisi Nii 4 Stadum | i, IV 20 ERM Sistem 2 ER wild type 31 8 variant UNIT YANG MENANGANI * RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero- Hepatologi * RSnon Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS Pendidikan : Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Bedah, Divisi Bedah Digestif, Radiologi Intervensi + RSnon Pendidikan; Bagian Bedah, Bagian Radiologi REFERENSI 1. Webster's New World Medical Dictionary. 3* Edition. Wiley Publishing. 2008. 2. CarrBI, Tumors of the Liver and Bilary Tree. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscaizo J. Harrison's Principles of Internal Medicine, 18" Edition, New York, McGraw-Hill 2012. 3. Sherman M. Primary Maligncnt Neoplasms of the Liver. In : Dooley JS, Lok ASF, Burroughs AK, et al, Sherlock's Diseases of ine Liver and Biliary System. 12 Edition, United Kingdom: Blackwell Pubishing Ltd. 2011. Hal 681-96. 4 Olucio K, Otttsuki T, Obata H, Tomimatsu M, Okazaki N, Haregawwa H, et al. Natural history of hepatocellular carcinoma and prognosis in relation to treatment. Cancer, 1985;56:918-28. 5S. Chewet S, Tiinchet JC, Mathieu D, Rached AA, Beaugrand M, Chastang C. A new prognostic Clossification for predicting survival in patients with hepatoceliuiar carcinoma. J Hepatol. 199931:133-41. : & cur. Trompaciive vckaon ofthe chip 3ékb LG peta ea omen wh cits ond hepcttocellulor corcinoma. Hepatology 2000 :31:840-5. 7. Uowel IM, Bru C. Bruix J. Prognosis of hepatocellular carcinoma: the BCLC staging classiication. Semin Liver Dis. 1997;19-329-38. & Leung TW, Tang AM. Zee B, Lau WY, Loi PB, Leung KL, et al. Construction of the Chinese University Prognostic Inclex for hepatocellular carcinoma and comparison with the TNM stagiiy system, ‘ihe Okwela skaging system, and the Cancer of the Liver Italian Program stoging system: a study ‘based on 925 potients. Cancer. 2002:94:1760-69. 9. Nesitihey J, Laiuvters Gi \Estiaola N, Do KA, Belghiti'J/Mirza N, et bl. Simpliied staging for hepptocalluler corcinoma. J.Clin Oncol. 2002;20:1527-36. 10. KugioM, Chung Hi. Osaki Y. Prognostic staging system for hepatocellular carcinoma (CUP score): {ts Weide anc! limitiations. and a proposal for a new staging path the Jopan integrated Staging ‘Score (ulS score} J Gastroenterol. 2003;38:207-15. 11. Vill E, Collantoni A. Camma C, Grottola A, Buttafoco. P; Geimini-R, et ol. Estrogen redeptor clossificalion for hepatocellular carcinoma: comparison with clinical staging systems, J Cin (Oncol. 200321:441-6. 12. Pons. Varaic M, Lovet JM, Staging systems in hepatocelslr carcinoma, HPB (Oxford). 2005: AN}: 35-41 IKTERUS DEFINISI Tkterus adalah warna kuning pada jaringan tubuh karena deposit bilirubin.* Terlihatnya ikterus jika level bilirubin > 3 mg/dL? (tergantung dari warna kulit?). Ikterus diklasifikasikan menjadi tiga kategori, tergantung pada bagian mana dari mekanisme fisiologis mempengaruhi patologi. Klasifikasi ikterus tersebut adalah : 1. Pra-hepatik: Patologi yang terjadi sebelum hati. 2, Hepatik: Patologi terletak di dalam hati. 3. Post-hepatik: Patologi terletak setelah konjugasi bilirubin dalam hati. DIAGNOSIS Anamnesis! + Penggunaan obat-obatan jangka panjang seperti anabolik steroid, vitamin, herbal, dll. + Riwayat penggunaan obat-obatan suntik, tato, aktivitas seksual risiko tinggi + Riwayatkonsumsi makanan dengan kontaminasi yang tidak baik, konsumsi alkohol jangka panjang + Atralgia, mialgia, rash, anoreksia, berat badan turun, nyeri perut, pruritus, demam, perubahan warna urin dan warna feses Pemeriksaan Fisik' * Stigmata penyakit hati kronis: spider nevi, palmar eritema, gynecomastia, caput medusa, + Atrofi testis pada sirosis hepatis dekompensata. + Pembesaran kelenjar limfe supraclavicular atau nodul periumbilical: curiga keganasan abdomen + Distensi vena jugular, gejala gagal jantung kanan: pada kongesti hati * _Efusi pleura kanan, ascites: pada sirosis hati dekompensata + Hepatomegali, splenomegali Ikterus 2 Laboratorium"? + Daral : Alkalin fosfatase (ALP), Aspartat aminotranferase (AST), Alanin Aminotransferase (ALT), bilirubin total, konjugasi bilirubin, bilirubin tak terkonjugasi, albumin, protrombim time (PT) + Urin: urobilinogen, bilirubin urin Tabel 1. Klasifikasi Ikterus? Tes fungs! Tera IS Pra hepatik hepatik Pos hepatik Bilirubin total Normal/meningkat Meningkat Meningkat Biirbin terkonjugas! (cirect) Meningkat Nomal Meningkat Bilirubin tak terkonjugesi (indirect) Meningkat Normal/meningkat Normal Urobilinoegen Meningkat Normal/meningkat —- Merurun atou negattt ‘Wora urine Normal Gelap Gelap Warra feses Normal Normal Pucat Alkaline fostatase Normal Meningkat Meningkat Alanin aminotransferase dan Normal Meningkot Meningkat ospartat aminotransferase Bilirubin terkonjugasi dalam urin Tidok ada Ada ada Penyakit yang berhubungen ——-Malltia, spherositosis, Hepatitis vis. sirosis_ Balu soluran ‘anemia hemo biler primer ‘empedu, kanker sickle cells anemia pancreas, kanker saluran empedu DIANOSIS BANDING Hiperkarotenemia TATALAKSANA' 1. Tatalaksana suportif: koreksi cairan dan elektrolit, penurun demam (jika disertai demam), dan lain lain. 2. Tatalaksana sesuai dengan penyakit yang mendasari, dapat dilihat pada bab malaria, hepatitis virus akut, sirosis hati, batu sistem bilier. KOMPLIKAS! Sepsis, komplikasi lain sesuai dengan penyakit penyebabnya, PROGNOSIS Prognosis tergantung penyakit penyebabnya, lebih lengkap dapat dilihat pada bab malaria, hepatitis virus akut, sirosis hati, batu sistem bilier, dan lain lain. 251 ny 252 Panduan Prakiik Mims }epqtologi Pein Dale Spm Roswell he Hpsbinheria mans) [Renee REE et ek aren enaigkolon ALAST Sepere = 35) pannghalon ls sve ree Obot:tompin || Kaldinon bowaan | robenead satin Jtrson |. serctogs ius: antigen | sreccmme. rotors bermuaan Hep 8. Mt EE sree Hep A.core antibody otc: vu te Kalahari bow (GMiepCRNe” en Oemant tah: Gherssecome. 2. Seng kerocunon ; ee a ieeeiagnen feria —— 85.6 mol/L atau 5 mg/dl dicurigai adanya batu di duktus koledokus), kultur darah * _USG hati: penebalan dinding kandung empedu (double layer) pada kolesistisis akut, sering ditemukan pula sludge atau batu + Cholescintigraphy ‘Tabel 1. Kriteria Diagnosis Kolesistitis Aku! Tanpa Batu! Teknik’ Hasil Pemerikscan Klinis dan laboratorium —_Nyeri tekan kuadran kanan atas, demam, leukositosis, amylase meningkat Utrasonograf Penebalan dinding kandung empedu (> 4mm) tanpa adanya asites dan hipcalbuminemia, Adanya cairan di perikolesisti, Muphy’s sign yang positif pada ulirasonograft Ctscan Penebalan dinding kandung empedu (> 4mm) tanpa adanya asites dan hipoalbuminemia. Adanya cairan di perikolesistik, ecema subserosal (tanpa adanya asites), gas intramural, atau kerusakan mukosa: Scintigraphy Tidak fampak kandung empedu dengan ekskresi radionuklr yang normal ke hepatobilior dalam duktus bilier dan duodenum. Kriteria Diagnosis Kolesistitis Akut dengan Batu :? + Tanda Murphy (+) * Ultrasonografi : - Penebalan dinding kandung empdu (> 5 mm) - Distensi kandung empedu - _Adanya cairan di perikolesistik - Adanya edema subserosa (tanpa asites) - Adanya udara intramural - Kerusakan membran mukosa - Kolesistisis (+) DIAGNOSIS BANDING Angina pektoris, infark miokard akut, apendisitis akut retrosaekal, tukak peptik perforasi, pankreatitis akut, obstruksi intestinal? TATALAKSANA Kolesistitis Akut Tanpa Batu? - Tirah baring 257 - Pemberian diet rendah lemak pada kondisi akut atau nutrisi parsial/parenteral bila asupan tidak adekuat - Hidrasi kecukupan cairan tambahkan hidrasi intravena sesuai klinis - Pengobatan suportif (antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan mengoreksi kelainan elektrolit) ~ _ Antibiotika parenteral; untuk mengobati septikemia dan mencegah peritonitis dan empiema. - _ Anibiotik yang bersprektrum luas seperti golongan sefalosporin, dan metronidazol - Kolesistektomi awal lebih disarankan karena menurunkan morbiditas dan mortalitas. Jika dilakukan selama 3 hari pertama, angka mortalitas 0.5 %. Ada juga yang berpendapat dilakukan setelah 6-8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaan umum pasien lebih baik. Kolesistitis Akut dengan Batu? - Pengobatan suportif (antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan mengoreksi kelainan elektrolit) - Antibiotika parenteral - Surgical Cholecystectomy dan Cholecystostomy segera - Percutaneous Cholecystostomy dengan bantuan ultrasonografi: jika kondisi umum pasien buruk - Transpapillary Endoscopic Cholecystostomy - Endoscopic Ultrasound Biliary Drainage (EUS-BD) KOMPLIKASI Gangren/empiema kandung empedu, perforasi kandung empedu, fistula, peritonitis umum, abses hati, kolesistitis kronik? PROGNOSIS Penyembuhan total didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu, dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi rekuren, maksimal 30 % akan rekuren dalam 3 bulan ke depan. Pada 50 % kasus dengan serangan akutakan membaik tanpa operasi, dan 20 % kasus memerlukan tindakan operasi. Tindakan bedah akut pada usia lanjut (> 75 tahun) mempunyai prognosis yang buruk.? Pencegahan kolesistitis akut dengan memberikan CCK 50 ng/ kg intravena dalam 10 menit, terbukti mencegah pembentukan sludge paca pasien yang mendapatkan total parenteral nutrition® KOLESISTITIS KRONIK PENGERTIAN Kolesistitis kronik adalah inflamasi pada kandung empedu yang berlangsung lama dan berhubungan dengan adanya batu di kandung empedu, kolesistitis akut atau subakut yang berulang, atau iritasi dinding kandung empedu karena batu. Adanya bakteria di dalam empedu ditemukan pada > 25 % pasien dengan kolesistitis kronik.* DIAGNOSIS Anamnesis Gejala sangat minimal dan tidak menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium, dan nausea setelah makan makanan berlemak. Perlu ditanyakan riwayat batu empedu dalam keluarga, ikterus, kolik berulang,? Pemeriksaan Fisik Ikterus, nyeri tekan pada daerah kandung empedu, tanda Murphy (+)? Pemeriksaan Penunjang' + Ultrasonografi: melihat besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95 % * MRCP (Magnetic Resonance Choledochopancreaticography): melihat adanya batu di kandung empedu dan duktus koledokus + ERCP (Endoscopy Retrogade Choledochopancreaticography): bisa digunakan juga untuk terapi + Kolesistografi oral: gambaran duktur koledokus tanpa adanya gambaran kandung. empedu DIAGNOSIS BANDING Intoleransi lemak, ulkus peptik, kolon spastik, karsinoma, kolon kanan, pankreatitis, kronik, dan kelainan duktus koledokus.® TATALAKSANA Jika gejala + dengan/tanpa batu empedu : kolesistektomi? KOMPLIKASI Keganasan kandung empedu, jaundice, pankreatitis, empiema dan hydrops, gangren, perforasi, pembentukan batu kandung empedu dan fistula.** PROGNOSIS Angka rekurensi mencapai 40 % dalam 2 tahun. Jarang menjadi karsinoma kandung empedu dalam perkembangan selanjutnya? UNIT YANG MENANGANI + RSPendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero- Hepatologi * RSnon Pendidikan: Bagian [lmu Penyakit Dalam UNIT YANG TERKAIT * RS Pendidikan - * RSnon Pendidikan :- REFERENS| 1, Pridady. Kolesisttis. Dalam Dalam: Suyono, S. Waspadii, S. Lesmana, L. Alwi, I. Sefiati, S, Sundaru, H. ok, Buku Ajar imu Penyakit Dalam. Jlid |, Edis! V. Jakarta: interna Pubishing: 2010. Hall718-726 2. Shetlock 8, Dooley J. Gallstones and Benign Biliary Disease. In: Dooley J, Lok A, Burroughs A. Heathcote E. Diseases of the Liver and biliary System. 12" ed, UK : Blackwell Science. P257-293 3. Andersson KL, Friedman LS. Acalcvlous Bilary Pain, Acalculous Cholecystitis, Cholesterolosis, Adenomyomatosis, and Polyps of the Gallbladder. in : Feldman M, Friecman L, Brandt L. Sleisenger ‘and Fordtran's Gastreintestinal and Liver Disease: Pathophysiology/Diagnosis/Management., 9° ed. USA: Elsevier. Chapter 67. Greenberger NJ. Diseases of the Gallbladder and Bile Ducts. In: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Lauser SL, Jameson JJ, et al, eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. Edisi ke-17. New York: McGraw-Hill 2008. Chapter 311 PENYAKIT PERLEMAKAN HAITI NON ALKOHOLIK PENGERTIAN Penyakit perlemakan hati non alkoholik (NAFLD/Non Alcoholic Fatty Liver atau NASH/ Non Alcoholic Steatohepatitis) merupakan suatu sindrom Klinis dan patologis akibat perlemakan hati, itandai oleh berbagai tingkat perlemakan, peradangan dan fibrosis pada hati. Perlemakan hati (Fatty liver atau steatosis) merupakan suatu keadaan adanya lemak di hati (sebagian besar terdiri dari trigliserida) melebihi 5% dari seluruh berat hati yang disebabkan kegagalan metabolisme lemak hati dikarenakan defek di antara hepatosit atau proses transport kelebihan lemak, asam lemak, atau karbohidrat karena melebihi kapasitas sel hati untuk sekresi lemak. Kriteria non alkoholik disepakati bahwa konsumsi alkohol < 20 gram/hari, Terjadinya perlemakan hati melalui 4 mekanisme yaitu :* + Peningkatan lemak dan asam lemak dari makanan yang dibawa ke hati. + Peningkatan sintesis asam lemak oleh mitokondrial atau menurunnya oksidasi yang meningkatkan produksi trigliserida + Kelainan transport trigliserid keluar dari hati + Peningkatan konsumsi karbohidrat yang selanjutnya dibawa ke hati dan dikonversi menjadi asam lemak. Faktor risiko : obesitas, diabetes melitus, hipertrigliserida, obat-obatan (amiodaron, tamoksifen, steroid, estrogen sintetik), dan toksin (pestisida).? Berdasarkan tingkat gambaran histopatologik ada beberapa perjalanan ilmiah penyakit ini yaitu perlemakan hati sederhana, steatohepatitis, steatohepatitis yang disertai fibrosis dan sirosis. Hipotesis terjadinya NAFLD yaitu :? * First Hit terjadi akibat penumpukan lemak di hepatosit akibat peningkatan lemak bebas pada dislipidemia, obesitas, diabetes mellitus. Bertambahnya asam lemak bebas di dalam hati akan menimbulkan peningkatan oksidasi dan esterifikasi lemak pada mitokondria sel hati sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kerusakan mitokondria itu sendiri** + Second Hit peningkatan stres oksidatif dapat terjadi karena resistensi insulin, peningkatan endotoksin di hati, peningkatan aktivitas un-coupling protein mitokondria, pe- ningkatan aktivitas sitokrom P 450, peningkatan cadangan besi, dan menurunnya aktivitas anti oksidan. Ketika stres oksidatif yang terjadi melebihi kemampuan perlawanan anti oksidan, maka aktifasi sel stelata dan sitokin pro inflamasi akan berlanjut dengan inflamasi progresif, pembengkakan hepatosit dan kematian sel, pembentukan badan Mallory, serta fibrosis. "? DIAGNOSIS Anamnesis Umumnya pasien tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda penyakit hati, Beberapa pasien mengeluhkan rasa lemah, malaise, rasa mengganjal di perut kanan atas. Riwayat konsumsi alkohol, riwayat penyakit hati sebelumnya.? Pemeriksaan Fisik Dapat ditemukan adanya kelebihan berat badan, hepatomegali, komplikasi sirosis yaitu asites, perdarahan varises. Sindrom resistensi insulin : obesitas (lemak viseral).! Pemeriksaan Penunjang?* + Fungsi hati : peningkatan ringan (<4 kali) AST (aspartate aminotransferase), ALT (alanine aminotransferase). AST>ALT pada kasus hepatitis karena alkohol. + Alkali fosfatase, gamma GT (glutamil transferase) : dapat meningkat + Bilirubin serum, albumin serum, dan prothrombin time: dapat normal, kecuali pada kasus NAFLD terkait sirosis hepatis. + Gula darah, profil lipid, seromarker hepatitis. + ANA, anti ds DNA: titer rendah (< 1: 320) + USG: gambaran bright liver * CT Scan + MRI: deteksi infiltrasi lemak * Biopsi hati: baku emas diagnosis. Ditemukan 5-10 % sel lemak dari keseluruhan hepatosit, peradangan lobulus, kerusakan hepatoselular, hialin Mallory dengan atau tanpa fibrosis. Kegunaan biopsy hati : membedakan steatosis non alkoholik dengan perlemakan tanpa atau disertai inflamasi, menyingkirkan etiologi penyakit hati lain, memperkirakan prognosis, dan menilai progresi fibrosis dari waktu ke waktu. Grading dan staging NAFL : DIAGNOSIS BANDING Hepatitis B dan C kronik, penyakit hati autoimun, hemokromatosis, Penyakit Wilson's, defisiensi a, antitripsin TATALAKSANA Non farmakologis Mengontrol faktor risiko : penurunan berat badan, kontrol gula darah, memperbaiki profil lipid, memperbaiki resistensi insulin, mengurangi asupan lemak ke hati, dan olah raga’? Gambar 1. Algoritma Pendekatan Diagnosis pada NAFLD* Farmakologis Antidiabetik dan insulin sensitizer: ** - metformin 3x500 mg selama 4 bulan didapatkan perbaikan konsentrasi AST dan ALT, peningkatan sensitivitas insuin, dan penurunan volume hati. Cara kerja: meningkatkan kerja insulin pada sel hati dan menurunkan produksi glukosa hati melalui penghambatan TNF-a. + Tiazolidindion (pioglitazon): memperbaiki kerja insulin di jaringan adipose® + Obat anti hiperlipidemia®® ~ Gemfibrozil: perbaikan ALT dan konsetrasi lipid setelah pemberian 1 bulan - Atorvastatin: perbaikan parameter biokimiawi dan histologi + Antioksidan2#s - Tujuan: mencegah steatosis menjadi steatohepatitis dan fibrosis - Vitamin E, vitamin C, betain, N-asetilsistein, - Vitamin E 400, 800 IU/hari dapat menurunkan TGF-B, memperbaiki inflamasi dan fibrosis, perbaikan fungsi hati dengan cara menghambat produksi sitokin oleh leukosit. - Betain berfungsi sebagai donor metil pada pembentukan lesitin dalam siklus metabolik metionin, dengan dosis 20 mg/hari selama 12 bulan terlihat perbaikan bermakna konsentrasi ALT, steatosis, aktivitas nekroinflamasi, dan fibrosis. - Ursideoxycholic acid (UDCA) adalah asam empedu yang mempunyai efek imunomodultor, pengaturan lipid, efek sitoproteksi. Dosis 13-15 mg/kg berat badan selama satu tahun menunjukkan perbaikan ALT, fosfatase alkali, gamma GT, dan steatosis tanpa perbaikan bermakna derajat inflamasi dan fibrosis. * KOMPLIKASI Sirosis hati, karsinoma hepatoselular * PROGNOSIS Pada 257 pasien NAFL yang dipantau selama 3,5 tahun sampai 11 tahun melalui biopsi hati, didapatkan 28 % mengalami kerusakan hati progresif, 59 % tidak mengalami perubahan, dan 13 % membaik. Pasien steatohepatitis non alkoholik memiliki kesintasan yang lebih pendek yaitu 5-10 tahun, kesintasan 5 tahun hanya 67% dan kesintasan 10 tahun 59%, Banyak faktor yang mempengaruhi mortalitas yaitu obesitas, diabetes melitus dan komplikasinya, komorbiditas lain yang berkaitan dengan obesitas, serta kondisi hati sendiri.? Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa NAFI. merupakan kondisi yang berlangsung kronik (beberapa tahun) dan tidak akan berkembang menjadi penyakit hhati berat. Fungsi hati tetap stabil dalam beberapa waktu. Pada beberapa pasien, NAFLD dapat berkembang menyebabkan kerusakan hati pada 3% pasien, 54 % tetap stabil, dan 43 % pasien memburuk Risiko menjadi sirosis yaitu 8-26 %. UNIT YANG MENANGANI + RS Pendidikan : Departemen Iimu Penyakit Dalam ~ Divisi Gastroentero- Hepatologi + RSnon Pendidikan: Bagian [imu Penyakit Dalam UNIT YANG TERKAIT ° RS Pendidikan * RSnon Pendidikan 1, ShetiockS, Dooley I.INon-alcoholic Fatty Liver Disease and Nutrition. In: Dooley J, Lok A, Burroughs ‘A Heathool. Diseases of the Liver and bifiory System. 12° ed. UK : Blackwell Science. P546-567 2. Hason lisan. Petiemakan Hati Non Alkohol. Dalam: Suyono, $. Waspadii, $. Lesmana, L. Alwi. | Seti S. Sundoru, H. dk. Buku Ajor imu Penyokit Batam. Siid i. Ecisi V. Jakarta: Intema Publishing: 2010. Hols7S-701 3. Kapila Mt. Nonalcoholic steatohepatitis INASH|. Diunduh dari http//www.u ptodate.com/ contents/patlient-nfomation-nonalcohoic-steatohepatitis-nash-beyond-the-basics pada tonggal 22 tei 2012 4. Reid AE. Nonatcoholic fatty liver disease. In : Feldman M, Fiedman L, Brandt L. Sleisenger and Fordtiran’s Gostrointestinol ond Liver Disease: Pathophysiology/Diagnesis/ Management. 9” ed. USA: Bsevier. Chapter 85. 5, SomycAJ, ChalosaniN, Kowdley KV et all. Pioglitazone, Vitamin E, or Placebo for Nonalcoholic Steatohepatiis. N Engl J Med! 2010-362:1675-85. SIROSIS HATI PENGERTIAN Sirosis adalah penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobulus normal oleh fibrosis, dengan destruksi sel parenkim disertai dengan regenerasi yang membentuk nodulus. Penyakit ini memiliki periode laten yang panjang, biasanya diikuti dengan pembengkakan abdomen dengan atau tanpa nyeri, hematemesis, edema dan ikterus. Pada stadium lanjut, gejala utamanya berupa asites, jaundice, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat yang dapat berakhir menjadi koma hepatikum."* Etiologi sirosis dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Etiologi Sirosis DIAGNOSIS Anamnesis* + Perasaan mudah lelah dan berat badan menurun * Anoreksia, dispepsia + Nyeri abdomen + Jaundice, gatal, warna urin lebih gelap dan feses dapat lebih pucat * Edema tungkai atau asites + Perdarahan : hidung, gusi, kulit, saluran cerna + Libido menurun + —Riwayat: jaundice, hepatitis, obat-obatan hepato toksik, transfusi darah « Kebiasaan minum alkohol + Riwayat keluarga : penyakit hati, penyakit autoimun + Perlu juga dicari gejala dan tanda: = Gejala awal sirosis (kompensata): Perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun. - Gejala lanjut sirosis (dekompensata): Bila terdapat kegagalan hati dan hipertensi portal, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam subfebris, perut membesar. Bisa terdapat gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, hematemesis melena, ikterus, perubahan siklus haid, serta perubahan mental. Pada laki-laki dapat impotensi, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Pemeriksaan Fisik** + Status nutrisi, demam, fetor hepatikum, ikterus, pigmentasi, purpura, clubbing finger, white nails, spider naevi, eritema palmaris, ginekomastia, atrofi testis, distribusi rambut tubuh, pembesaran kelenjar parotis, kontraktur dupuytren— (dapat ditemukan pada sirosis akibat alkoholisme namun dapat juga idiopatik), hipogonadisme, asterixis bilateral, tekanan darah. + Abdomen: asites, pelebaran vena abdomen, ukuran hati bisa membesar/normal/ kecil, splenomegali + Edema perifer + Perubahan neurologis: fungsi mental, stupor, tremor Pemeriksaan Penunjang?* 1. Laboratorium: a. Tes biokimia hati + SGOT/SGPT: dapat meningkat tapi tak begitu tinggi, biasanya SGOT lebih meningkat dari SGPT, dapat pula normal * Alkali fosfatase: dapat meningkat 2-3x dari batas normal atau normal «GGT: dapat meningkat atau normal + Bilirubin: dapat normal atau meningkat + Albumin: menurun + Globulin meningkat: rasio albumin dan globulin terbalik «Waktu protrombin: memanjang Gq Panduan Praktik Klinis Hepatologi b, Laboratorium lainnya Sering terjadi anemia, trombositopenia, leukopenia, netropenia dikaitkan dengan hipersplenisme. Bila terdapat asites, periksa elektrolit, ureum, kreatinin, timbang setiap hari, ukur volum urin 24 jam dan ekskresi natrium urin. 2, Pencitraan + USG:sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan ada tidaknya massa, pada sirosis lanjut hati mengecil dan nodular, permukaan ireguler, peningkatan ekogenitas parenkim hati, vena hepatika sempit dan berkelok-kelok. * Transient Elastography (fibroscan®) + CT scan : informasi sama dengan USG biaya relatif mahal, MI + EEG bila ada perubahan status neurologis 3. esofagugastroduodenoskopi, skrining varises esofagus. 4. Biopsi hati : Algoritma biopsi pada pasien dengan hepatitis virus kronis dapat dilihat pada gambar 1. 5. Cek AFP untuk skrining hepatoma. 6. Mencari etiologi: serologi hepatitis (HbsAg, anti HCV), hepatitis autoimun (ANA, antibodi anti-smooth muscle), pemeriksaan Fe dan Cu (atas kecurigaan adanya penyakit Wilson), pemeriksaan «,-antitripsin (atas indikasi pada yang memiliki riwayat merokok dan mengalami PPOK), biopsi hati. Hepatitis vieus kronis { Lokukan 2 fes fibrosis non inewosit ———_—_, Hasil bertentangan Host sesuoi | a eT Biopsi hanya bila hasiinya _Bukti odonya | |HasT intermediate ‘akon mempengaruhi —_brosisringan 123] Fa fotalaksana ron} | | Biopsifidak = Biopsihamyciibily = Biopsi fidkak ditokukon hosiinyo okon dilokukory mempengaruti tattainksoma Gambar 1. Algoritma Biopsi pada Pasien dengon Hepallis Vius Kronis* 268 Sirosis Hati ® Tabet 2. Gamboran Histopolologss dari Biologi Sirosis* Globul_ Mal- Hepatosit Acido- ttt att tem SE peu Jom bile “PAS tory ground en erenn Wepatits8 Akron Se i take, ae ; ocklor tepamsC (Mckwiatso | st | | odor Alicathett eiilcroytrmaker + + + - + + odor Heroine [somo] +] - | ¢ tom a a = oo Detiensic- Mtmaimatoo | tt [orp ey crip Noor Moxpiimer Bor ee E ction vena Opercsi Miiomeciinr + - - + - + (Dyposs uss Seooumoes | M@aceoddor mest : timation ied everanepare tutor tek te, # mrgin aa, + oem es DIAGNOSIS BANDING Hepatitis kronik akti£? KOMPLIKAS! Varises esofagus/gaster, hipertensi portal, peritonitis bakterial spontan, sindrom fhepatorenal, sindrom hepatopulmonal, gangguan hemostasis, ensefalopati hepatilum, gastropati hipertensi portal." TATALAKSANA** + Istirahat cukup * Diet seimbang (tergantung kondisi klinis) + Pada pasien sirosis dekompensata dengan komplikasi asites: diet rendah garam. + Laktulosa dengan target BAB 2-3 x sehari. + Terapi penyakit penyebab, lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 1. Festina Deir Spotl Penk Dalam hones Gy Panduan Praktik Klinis PROGNOSIS Lihat pada tabel 3 dan 4. Tabel 3. Beberapa Penyebab Tersering Sirosis Hepatis* Penyebab| Sirosis alkohol Sirosis karena virus Hepatitis Sirosis bier Diagnosis Anamnesis Jumiah dan durasi konsums! alkohol, pada pria dapat terjadi gejala ginekomasti {rambut tubuh menghilang, atrofi testis) Laboratorium Pada alkoholik berat dapat terjadi anemia hemoltik (spur cells don akantosit); Tieve's syndrome, nodul biasaya berdiameter <3mm (miktonodul), perbandingan serum AST:ALT = 2:1 Laboratorium Sirosis Hep. C : Anti HCV, RNA serologis hepatitis B : HosAg, anfi-H8s, HBeAg, anti HBe, dan HBV DNA kuanfitatif iosis bller primer ‘Anamnesa : rasa telah, pruritus (intermiten, biasa apada sore- malam hari) Pemeriksacan fisk : hiperpigmentasi, xanthelesma, xantoma, likenifkas! karena gorukan. Laroratorium : serum ALT dan AST meningkat, tes AMA (+) rim jolanaiti (psc). Anamnesa : rasa lelah, pruritus steatorhea, defisiensi vitamin larut lemak. Laboratorium : serum Alkaline Phosphatase (ALP) meingkat 2x, Endoscopic Retrograde ‘CholangioPancreatography (ERCP) : striktur. Hepatologi Tetapl Stop konsumsi alkohol. Medikamentosa 6 proftombin normal) Klasifikasi A B c Jumlah poin total 5-6 79 10-15 Prosentase hidup dalam 1 tahun pertama 100% 80% AS% UNIT YANG MENANGANI + RS Pendidikan! : Departemen ilinu Penyakit Dalam - Divisi Gastroentero- Hépatélogi + ‘RSnén Pendidikan : Bagian'lirhu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + Rs Pendidikan + RS riot Pendidikan REPERENSI 1. BBHand's tlustrated-Médical Dictionary. 29/6'Ed, Philadelphila. Elsevier. 2007 2. Bacon BR. Cirrhosis ariditts Complications. in’: Lengo Bis Favel AS; Kasper DL, HausersL, Jamesoh Jk, Lgseqize J. Harison's Principles of internal Medicine, 18"Ecition, NewYork, M¢GrawcHil, 2012, 3. Nutdjanah S. Sirosis Hati. Dalgm ; Sudoye A, Setiyohadi B, Ali |, et al, Buky Ajar imu Penyokit Balart, Jil : Bast v: Jékde: itera Publishing, 260%. Hal 668-73. 4. MéCbimnickPA:Hépatic Cithidit: In :Dodiéy 35, Lok ASF, BoroUGhs AK, at al: Sherlock's Disedies of the Liver and Bilary System:,12" Edition: United Kingdom: Blackwell Rubishing Ltd, 201 1,.Hal 103-19 $. Bkayed EY, Riad GS, Keddeas MW. Prognostic: Vale OF MELD Score in Acute Variceal Bleeding. Researcher 201¢ 27\ TUMOR PANKREAS PENGERTIAN Tumor pankreas dapat diklasifikasikan sebagai neoplasma eksokrin atau endokrin berdasarkan asal dari selnya dan morfologi tumor (solid atau kistik). Kasus adenokarsinoma duktus terjadi sekitar 90% dari kasus neoplasma pankreas. Adenokarsinoma duktus infiltrat merupakan tumor pankreas yang paling sering terjadi. Karsinoma sel asinar, tipe lain dari tumor pankreas solid, menyerupai bola kecil sel epitel yang berbentuk piramid. Tumor pankreas eksokrin ini lebih banyak mengenai pria. Seringkali overproduksi lipase menyebabkan sindrom metastasis nekrosis lemak, yang dikarakteristikan dengan nekrosis lemak perifer, eosinofilia, dan poliartralgia. Tumor pankreas kistik termasuk neoplasma (tipe musin, serosa), dan tumor solid-pseudopapillary sangat jarang terjadi, umumnya jinak dan dapat disembuhkan dengan reseksi bedah. Namun terkadang, tumor kistik memi komponen invasif yang memberikan prognosis buruk secara keseluruhan.' Klasifikasi tumor primer pankreas menurut WHO dapat dilihat pada tabel 1. Karsinoma pankreas merupakan penyakit kanker no.4 yang menyebabkan kematian terbanyak di Amerika Serikat dan sering dikaitkan dengan prognosis buruk. Faktor risiko yang dapat menyebabkan karsinoma pankreas antara lain merokok (20- 25%), pankreatitis kronis, dan diabetes." Pembagian stadium karsinoma pankreas tidak menggunakan sistem tumor-nodus-metastasis (TNM), namun dibagi menjadi 3 kategori primer yaitu 1) terlokalisir, dan dapat direseksi; 2) lokasi meluas, dan tidak dapat direseksi; dan 3) adanya metastasis? Skrining rutin CA 19-9 dan carcinoembryonic antigen (CEA) tidak dianjurkan karena tidak memiliki sensitivitas yang cukup, dan computed tomography (CT) tidak memiliki resolusi yang adekuat untuk mendeteksi displasia pankreas. Endoscopic ultrasound (EUS) merupakan alat skrining yang menjanjikan, dan merupakan usaha preklinis untuk mendeteksi biomarker yang dapat mendeteksi stadium awal karsinoma pankreas.* Tumor Pankreas @ Tabel 1. Klasifikas! WHO Terhadap Tumor Eksokrin Pankreas* I Benign i Serous cystadenoma it. Mucinous cystacenoma i Intraductal papillary mucinous adenoma wv, Mature cystic teratoma a Bordertine (berpotensl ganas) i Mucinous cystic tumor dengan displasia sedang Intraductal papillary mucinous dengan displasia sedang Solid-pseudopapilary tumor " Malignant i. Ductal adenocarcinoma it Osteoclast-ike giant cell tumor i. Serous cystadenocarcinoma w. ‘Mucinous cystadenacarcinoma {invasif atau noninvasif) v. Infraductal papillary mucinous carcinoma {invasif atau noninvasif) Acinar cell carcinoma Pancreatoblastoma Solid-pseudopapillary carcinoma ix Karsinoma lainnya DIAGNOSIS Anamnesis! + Rasa tidak nyaman pada perut, mual, muntah, pruritus, letargi, penurunan berat badan © Jarang : nyeri epigastrium, nyeri punggung, diabetes new onset + Penyakit komorbid seperti pankreatitis kronis, diabetes + Riwayat kebiasaan merokok Pemeriksaan Fisik' + Ikterik, kakesia, tanda bekas garukan * Kandung empedu teraba (tanda Courvoisier) «Tanda metastasis jauh : hepatomegali, asites, limfadenopati supraklavikular kiri (nodus Virchow), limfadenopati periumbilikus (nodus Sister Mary Joseph) Pemeriksaan Penunjang'* * Laboratorium - Rutin : darah perifer lengkap dan hitung jenis leukosit, amilase, lipase, serum bilirubin, alkali fosfatase, protein total, albumin/globulin, 273 ~ Tumor-associated carbohydrate antigen 19-9 (CA 19-9) + Radiologis: CT scan, ERCP, MRI, Positron-emission tomography with flucrodeoxyglucose positron emission tomography (FDG-PET), EUS * Sitologi : EUS-guided fine needle aspiration (EUS-FNA) + Laparoskopi DIAGNOSIS BANDING. Diagnosis ini harus dipertimbangkan pada semua pasien > 40 tahun dengan ikterik progresif atau intermiten, terutama bila diperkuat dengan gejala seperti nyeri abdomen persisten atau tidak dapat dijelaskan, lemah dan berat badan menurun, diare, glikosuria, faecal occult blood (+), hepatomegali, limpa teraba atau tromboflebitis migrans? TATALAKSANA?* 1. Reseksi (pancreaticoduodenectomy / operasi Whipple) 2. Adjuvan: §-fluorouracil (5-FU), asam folinik 3. Paliatif: diberikan pada pasien yang tidak dapat menjalani reseksi untuk meredakan ikterik, obstruksi duodenum atau nyeri Pendekatan Diagnosis = Gambar 1. Aigoritma Diagnosis Kanker Pankreas? Tumor Pankreas GY Stadium kanker pankreas dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Stadium Kanker Pankreas* ‘Stadium saat sracata™ stadium NM Jangkavan tumer woe presentasl (14% tidak diketahul) 1 TI/NO Terbatas pada pankreas, < 2. cm 20% 1h T2/NO Terbatas pada pankreas, > 2cm T3ataUNI —_ Melewati pankreas atau metastase 8% 26% kelenjar limfe regional mM T4atau Napa Melibatkan celiac axis atau arteri soja mesenterka superior Vv M1 Metastase jauh_ % 53% KOMPLIKASI Ikterik, nyeri, obstruksi usus, penurunan berat badan.** PROGNOSIS Prognosis tumor pankreas dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3. Tabel 3. Prognosis Tumor Pankreas! Klasifikas! penyaktt Saat diagnosis Bertahan § tahun (%) Lokal 7 22 Locally advanced / tidak dapat direseksi 26 9 Metastase 8 2 UNIT YANG MENANGANI * RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam — Divisi Gastroentero- Hepatologi + RSnon Pendidikan : Bagian [lmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS Pendidikan : Departemen Bedah Digestif + RSnon Pendidikan : Bagian Bedah REFERENS! |. Hidolgo M. Progress in Pancreatic Cancer: Where Are We Now and Where Must We Go?. Optimal Treatment of Locally Advanced/Metastatic Pancreatic Cancer: Current Progress and Future Challenges. Clinical Care Options Oncology. Diakses melalui http://www.clinicaloptions.com/ Oncology/Treatment%20Updates/Pancreatic/Modules/Progress/Pages/Page%202.aspx pada tanggal 25 Juni 2012. 275 Jimenez RE, Castillo CF. Tumors of the Pancreas. In: Feldman, Friedman, Brandt. Sleisenger and Forditran's Gastrointestinal and liver Disease. 9th Edition, Vol |. 2010 Chong |, Cunningham D, Pancreatic Cancer. In : Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL. .oscaizo J. Harrison's Principles of internal Medicine, 18th Edition. New York, McGraw: Hill, 2012, KoA, Pancreatic Adenocarcinoma. CCO in Practice. Diakses melalui htlp://Avww. clinicaloptions, ‘com/inPractice/Oncology/Gastrointestinal_Cancer/ch13_GlPancreas.aspx pada tanggal 22 Mei 2012. Koll RS, Davidson BR. Malignant Biliary Diseases. In : Dooley JS, Lok ASF, Burroughs AK, et al. Sherlock's Diseases of the Liver and Biliary System. 12th Edition, United Kingcom: Blackwell Publishing Ltd. 2011. Hal 302-8. TUMOR SISTEM BILIER ‘Tumor sistem bilier dibagi berdasarkan anatomis yaitu tumor jinak dan ganas kandung, empedu, tumor jinak saluran empedu ekstrahepatik, karsinoma saluran empedu intrahepatik (cholangiocarcinoma). Pada bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai karsinoma kandung empedu dan cholangiocarcinoma. = a Gambar 1. Algoritma Pembagian Tumor Sistem Biller’ A. KARSINOMA KANDUNG EMPEDU PENGERTIAN Merupakan kanker yang berawal di dalam kandung empedu, termasuk dalam keganasan yang jarang terjadi. Jenis keganasan tersering yaitu adenokarsinoma (adenokarsinoma papilla), jenis lain yang lebih jarang terjadi yaitu adenoskuamosa, karsinoma sel skuamosa, dan small cell carcinoma. Faktor risiko terjadinya karsinoma kandung empedu : batu empedu, porcelain gallbladder, jenis kelamin perempuan, obesitas, usia lanjut, etnis Amerika-Meksiko, adanya kista koledokus, abnormalitas duktus bilier, polip kandung empedu, paparan bahan kimia, tifoid kronik, riwayat keluarga menderita karsinoma kandung empedu.? DIAGNOSIS Anamnesis Pada stadium awal umumnya tidak menimbulkan gejala sampai pada stadium lanjut. Beberapa keluhan pasien yaitu nyeri abdomen kuadran kanan ates, mual dan muntah, ikterik, napsu makan menurun, kehilangan berat badan, pembengkakan abdomen, gatal-gatal, tarry stools? Pemeriksaan Fisik Pasien tampak ikterik, dapat ditemukan pembesaran kandung empedu atau teraba masa pada area kandung emperu, nyeri tekan abdomen’? Pemeriksaan Penunjang * Tes fungs! hati dan kandung empedu : bilirubin, albumin, alkalin fosfatase, AST (aspartate aminotransferase), ALT (alanine aminotransferase), and Gama GT (glutamil transferase), + Tumor markers : CEA dan CA 19-9 + Pemeriksaan urin dan feses * Ultrasonography : adanya masa di lumen kandung empedu + CT'Scan (Computed Tomography) : masa di daerah kandung empedu sebagai diagnosis awal, menentukan staging dari penyebaran tumor dan keterlibatan lymph nodes, juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam biopsi dengan jarum, Dapat dilakukan CT scanner (CT angiography) untuk melihat keadaan pembuluh darah hepatik dan portal. * Magnetic resonance imaging (MRI) scan : melihat secara detail kandung empedu dan salurannya, serta organ sekitar. Salah satu jenis MRI yang berguna pada kasus ini yaitu MR cholangiopancreatography (MRCP) yang dapat melihat langsung ke dalam saluran empedu dan MR angiography (MRA) yang dapat melikat keadaan pembuluh darah hepatik dan portal. + Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) : melihat adanya sumbatan pada duktus biliaris atau duktus pankreatikus. + Percutaneous transhepatic cholangiography (PTC): dapat digunakan untuk mengambil sampel cairan atau jaringan + Laparoskopi : membantu, merencanakan operasi atau terapi lain, konfirmasi staging kanker, pengambilan sampel biopsi, mengangkat kandung empedu pada kasus batu empedu atau inflamasi kronik (laparoscopic cholecystectomy). + Biopsi Tumor Sistem Bilier Gy Tabel 1. staging untuk Karsinoma Kandung Empedu’ Stoge 0 Sel abnormal ditemukan pads lapisan dalam mukosa kandung empedu, (Carcinoma in Situ) dapat menjadi sel kanker dan menyeoar ke jatingan normal ' Sel kanker menyebar ke di antara tapisan mukosa ke pembuluh darah atau lapisan otot. 0 Sel kanker menyebar ke lapisan otot dan jaringan ikat sekitar otot. WA Sel kanker menyebar ke jaringan yang melapisi kandung empedu dan/ atau ke hati dan/atau organ terdekat (seperti lambung, usus kecil, Kolon, pankreas, atau duktus bilier ekstrahepatik) MB Sel kanker menyebar ke kelenjar getch bening dan lapisan dala kandung empedy, lapisan ofot, atau sampoi pembuluh darah; atav melewati lapisan otot ke jaringan ikat sekitar ofot, atau menyebar melalui jaringan yang mefapisi kandung empadu dan/atau ke hati dan/atau organ terdekat [seperti lambung, usus kecil, kolon, pankreas, atau duktus bilier ekstrahepatik) IVA Sel kanker menyebar ke pembuluh darah utama hati atau minimal ke 2 organ terdekat atau area lain dari hati, Sel kanker mungkin telah menyebar ke kelenjar getah bening tardekat. Ive Sel kanker telah menyebor ke kelenjar getah bening sepanjang arteri besar di dalam abdomen dan/atau dekat bagian bawah dari tulang belakang: atau ke organ atau area yang jauh dori kandung empedu. DIAGNOSIS BANDING Batu kandung empedu, sludge TATALAKSANA + Operasi : kolesistektomi + Radiasi + Kemoterapi KOMPLIKASI Metastasis, obstruksi sistem bilier PROGNOSIS Faktor yang menentukan prognosis yaitu staging dari kanker, kanker dapat diangkat seluruhnya atau tidak, tipe dari kanker (dilihat dari mikroskop), kanker pertama kali didiagnosis atau rekuren. Prognosis umumnya buruk karena umumnya tidak dapat dioperasi saat terdiagnosis. Pada 50 % kasus sudah terjadi metasta jauh, Rata-rata harapan hidup dari saat terdiagnosis yaitu 3 bulan, 14 % dapat bertahan sampai 1 tahun. Kanker jenis papilari dan well-differentated adenokarsinoma mempunyai harapan hidup lebih lama dibandingkan jenis tubuler dan undifferentiated. 18 Berdasarkan staging angka harapan hidup dalam 5 tahun yaitu :? 279 280 Hepatologi Tabel 2. Angka Harapan Hidup sesuai staging* Stage 5-Year Survival Rate 0 a% iA 50% H 29% WA 9% iB 7% IVA 3% vB 2% B. KOLANGIOKARSINOMA PENGERTIAN Kolangiokarsinoma adalah keganasan yang berasal dari sel epitel bilier, dapat timbul pada saluran intra- dan ekstrahepatik. Merupakan keganasan primer hepatik yang kedua terbanyak. Umumnya tumor ini jenis adenokarsinoma.‘ Klasifikasi terbagi menjadi intrahepatik dan ekstrahepatik (terbagi lagi menjadi hilar dan distal). Kolangiokarsinoma berhubungan dengan kolitis ulseratif dengan/atau tanpa kolangitis sklerosing, usia lanjut >60 tahun, jenis kelamin laki-laki.! Faktor risiko untuk kolangiokarsinoma :* + Prosedur drainase bilier-enterik + Penyakit Caroli + Kista duktus koledokus + Sirosis hepatik + Infeksi Clonorchis sinensis «Hepatitis C + Hepatolithiasis © Infeksi Opisthorchis viverrini + Primary sclerosing cholangitis * Toksin (dioksin, polivinil klorida) Klasifikasi Bismuth-Corlette Khusus untuk kolangiokarsinoma yang terletak pada daerah perihilar, dibagi berdasarkan keterlibatan duktus hepatikus menjadi : + Tipe I: tumor distal dari pertemuan duktus hepatikus + Tipe II: tumor mencapai daerah pertemuan kedua duktus + Tipe IMI: tumor yang mencakup duktus hepatikus komunis dan salah satu duktus hepatikus (duktus hepatikus kanan tipe Illa, duktus hepatikut kiri tipe II!b) + Tipe lV: tumor yang multisentrik, atau mencakup daerah pertemuan kedua duktus dan kedua duktus kanan dan kiri. Bila tumor melibatkan daerah pertemuan kedua duktus maka disebut klatskin dan kanan tumor. Adenokarsinoma dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan bentuk pertumbuhannya: nodular, sklerosis, dan papiler. * Sklerosis: terdapat banyak jaringan yang fibrosis, cepat menginvasi dinding duktus. Jenis yang terbanyak. + Noduler: lesi anular yang mengkonstriksi duktus bilier, sangat invasif. + Papiler: lesi tampak sebagai massa yang jelas pada duktus biliaris komunis, menyebabkan obstruksi bilier sejak awal penyakit. eee Tipe Il Tipe Illa Tipe Illb cl Tipe IV Gamboar 2. Klasifikasi Bismuth-Corlette untuk Kolangiosarkoma’ PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Umumnya tidak bergejala sampai timbul obstruksi bilier. Gejala yang sering dikeluhkan yaitu pruritus, nyeri abdomen, terasa sebagai nyeri tumpul di region kanan atas, penurunan berat badan, demam, tinja berwarna seperti dempul, urin warna gelap Pemeriksaan Fisik Ikterus, hepatomegali, massa abdomen bagian kanan atas, penurunan berat badan, tanda Courvoisier: (kandung empedu teraba), biasanya karena sumbatan tepat di distal duktus sistikus." Pemeriksaan Penunjang + Laboratorium! Peningkatan bilirubin total dan direk, alkali fosfatase, 5’-nukleotidase, dan y-glutamiltransferase SGOT, dan SGPT dapat meningkat pada obstruksi bilier lama ‘Tumor marker: CEA, CA 19-9 Billiary insulin-like growth factor Fluorescence in situ hybridization + Imaging * USG: dapat ditemukan gambaran massa, dilatasi duktus bilier intrahepatik pada sumbatan proksimal (pada tumor duktus intrahepatik atau pada pertemuan kedua duktus), dilatasi duktus intra- dan ekstrahepatik pada sumbatan distal. Klatskin tumor tampak sebagai tidak menyatunya duktus hepatikus kanan dan kiri, Tumor papiler: massa intralumen polipoid. Tumor noduler : massa diskret disertai penebalan dinding duktus. CT scan: berguna untuk mendeteksi tumor intrahepatik, level obstruksi bilier, dan adanya atrofi hepar. MRCP: massa hipointens pada T1, hiperintens pada 2. Dapat juga untuk melihat struktur anatomis sekitar > evaluasi resektabilitas Kolangiografi: melalui endoscopic retrograde pancreatography (ERCP) atau perkutan, dengan percutaneous transhepatic cholangiogram (PTC). ERCP/PTC + > sampel empedu/sitologi brushing Endoscopic ultrasonography (EUS): dapat menunjukkan gambaran massa, lebih baik untuk lesi distal. Tumor Sistem Bilier a - PET scan: dapat mendeteksi mulai dari lesi 1 cm, dan lesi - lesi metastasis - Angiografi : Digunakan untuk melihat adanya pembuluh darah yang melingkari lesi, sekaligus mendeteksi trombosis vena porta. Kriteria diagnosis untuk kolangiokarsinoma (tabel 3). Tabel 3. Kriteria Diagnosis untuk Kolangiokarsinoma* ‘+ Stktur mengarah ke keganasan DAN serum CA 19-9 > 129 U/ml yang persisten tanoa ‘adianya kolangitis bokterial Lesi massa pada pemeriksaan imaling Hasil pemeriksaan sitolog! konvenslonal yang posttf Hasll pemeriksaian biops! spesimen (transluminal) yang positif Fluorescence In situ hybridization (FISH) manunjukkan stiktur dan polisom ‘Suspek kolangiokarsinoma ¥ Pemeriksaan CA 19-9, kolangiografi endoskopi (brushing, sitologi, FISH) feed ad Striktur dominan, CA 19- + Tidak ada striktur 9 > 129 U/ml. Biopsi, Rech dominan, CA 19-9 < 129 sitologi, atau FISH ngerte pene. U/ml. Biopsi, sitologi, atau polisomi yang positif | FISH polisomi yang negatif MRI Mass vascular Negatif encasement Klinis Klinis signifkan tidak signifkan —*} PET scan — Penatalaksanaan . ___‘Hofspot| | Negalif ————»_ Observasi kolangiokarsinoma Gambar 3. Algortima Pendekatan Dlagnosts Kolanglokarsinoma* 283 a Panduan Praktik Klinis. Hepatologi etmpunn Onto Spr arya? Otor ono Staging kolangiokarsinoma berdasarkan :° + Klasifikasi Bismuth-Corlette + Klasifikasi TNM (tabel 4). Tabel 4. Klasifikeas! TNM* ik Tumor primer tidak dapat diniiai To Tidak ada tumor Tis Karsinoma in situ uN ‘Tumor terbatas pada duktur biller secara histologi Tea Tumor menginvas' jaringan lemak yang berada di dinding kandung empedu T2b Tumor menginvasi parenkim hepor B Tumor menginvasi cabang unilateral vena porta atau arteri hepatik 4 Tumor menginvasi vena porta atau cabangnya (bilateral), arteri hepatika, radix bier biloteral/unilateral Regional Lymph Nodes (N) Nx Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai No Tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening NI Mengenai kelenjar getah regional N2 Mengenai kelenjar getah periaorta, pericava, arteri mesenterike superior, dan/atau arteri celiac Distant Metastasis (M) MO Tidak ada metastasis MI Metastasis jauh Stage Grup StageO Tis NOMO. Stagel _T1 NOMO Stage ll T2a-T2b NOMO Stage lllA —T3NO MO Stage iB TI-13 NI MO StageIVA —T4 Any NMO StageIVB Any TN2MO Any NMI DIAGNOSIS BANDING Koledokolitiasis, striktur duktus biliaris jinak, kolangitis sklerotikans, keganasan pankreas, pankreati kronik TATALAKSANA! + Terapi diutamakan reseksi pada yang masih memenuhi kriteria + Radioterapi dengan atau tanpa sensitisasi menggunakan kemoterapi + Brakiterapi intralumen + Terapi fotodinamik + Kemoterapi : gemcitabin. 284 KOMPLIKASI Kolangitis, kematian. PROGNOSIS Prognosis tergantung lokasi tumor, lokasi lebih distal lebih besar kemungkinan direseksi daripada yangdi hilus. Secara histologik well-differentated lebih baik prognosisnya daripada yang undifferentiated. Jika direseksi, angka harapan hidup 1 tahun sebesar 50%, 2 tahun 20%, dan 3 tahun 10%." UNIT YANG MENANGANI + RS Pendidikan : Departemen Imu Penyakit Dalam ~ Divisi Gastroentero- Hepatologi « RSnon Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam. UNIT YANG TERKAIT + RS Pendidikan : Departemen Bedah Digestif * RSnon Pendidikan : Departemen Bedah REFERENSI 1. Shetlock S, Dooley J. Tumouts of the Gallbladder and Bile Ducts. In: Dooley J, Lok A, Burroughs ‘A Heathcote E Diseases of the liver and biliary System. 12" ed. UK : Blackwell Science. P294-311 2, American Cancer Society. Gallbladder Cancer. 2012. Diunduh dati hitp:// www. cancer.org/ Cancer/GalibladderCancer/DetailedGuide/gallbladder-cancer pada tanggal 21 Mei 2012 3. National Cancer institute. Gallbladder Cancer Treatment. 201 1. Diunduh dari hitp:// www.cancer. gov/cancertopics/paq/treatment/gallbladder/Patient/page1 pada tanggal 21 Mel 2012. 4, BiechaczB, Gores G. Tumors of the Bile Ducts, Galibladder, and Ampulla. In :Feldman M, Friedman L, Brandt L. Slelsenger and Fordiran's Gastrointestinal and Liver Disease: Pathophysiology/ Diagnosis/Management. 9" ed. USA: Elsevier. Chapter 69. 5. Blechacz BR, Gores GJ. Cholangiosarcoma. Clin Liver Dis 2008; 12:131-150. 6 DeOliveira ML, Schulic RD, Nimura Y et all, New Staging System and a Registry for Perihilar Cholangiocarcinoma, HEPATOLOGY 201 1'53:1363-1371). PENATALAKSANAAN DIBIDANG ILMU PENYAKIT DALAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS GERIATRI Dehidrasi .. ensauenikegaiti Ringan dan Demensia imobilisasi Inkontinensia Urin Ins-abilitas dan Jatuh Tatalaksana Nutrisi Pada “Frailty" Usia ertor st Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri (Comprehensive Geriatric Assessment) Sindrom Delirium Akut Ulkus Dekubitus Sarkopenia 287 290 297 302 305 316 321 «+331 338 344 + WAUGKAS Ae, NITRA DEHIDRASI PENGERTIAN Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama (dehidrasi isotonik), atau hilangnya natrium yang lebih banyak daripada air (dehidrasi hipotonik).* Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/Liter) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/Liter). Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145 mmol/Liter) dan osmolalitas efektif serum (270-285 mosmol/Liter). Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/Liter) dan osmolalitas efektif serum (Kurang dari 270 mosmol/Liter). Penting diketahui perubahan fisiologi pada usia lanjut. Secara umum, terjadi penurunan kemampuan homeostatik seiring dengan bertambahnya usia. Secara khusus, terjadi penurunan respons rasa haus terhadap kondisi hipovolemik dan hiperosmolaritas. Di samping itu juga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin, aldosteron, dan penurunan tanggapan ginjal terhadap vasopresin. DIAGNOSIS Anamnesis Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, mengantuk. Pemeriksaan Fisik Aksila lembab/basah, suhu tubuh meningkat dari suhu basal, diuresis berkurang. Penurunan turgor dan mata cekung sering tidak jelas. Penurunan berat badan akut lebih dari 3%. Hipotensi ortostatik. Laboratorium Urin : berat jenis (BJ) urin >1,019 (tanpa adanya glukosuria dan proteinuria), serta rasio Blood Urea Nitrogen/Kreatinin >16,9 (tanpa adanya perdarahan aktif saluran cerna). Kriteria ini dapat dipakai dengan syarat: tidak menggunakan obat-obat sitostatik, tidak ada perdarahan saluran cerna, dan tidak ada kondisi overload (gagal jantung kongestif, sirosis hepatis dengan hipertensi portal, penyakit ginjal kronik stadium terminal, sindrom nefrotik). Jika memungkinkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan pengukuran kadar natrium. plasma darah, osmolaritas serum, dan tekanan vena sentral. TATALAKSANA Lakukan pengukuran keseimbangan cairan yang masuk dan keluar secara berkala sesuai kebutuhan, Pada dehidrasi ringan, terapi cairan dapat diberikan secara oral sebanyak 1500-2500 ml/ 24 jam (30 ml/kg berat badan/24 jam) untuk kebutuhan dasar, ditambah dengan penggantian defisit cairan dan kehilangan cairan yang masih berlangsung. Menghitung kebutuhan cairan sehari, termasuk jumlah insensible water loss sangat perlu dilakukan setiap hari, Perhatikan tanda-tanda kelebihan cairan seperti ortopnea, sesak napas, perubahan pola tidur, atau confusion. Pemantauan dilakukan setiap 4-8 jam tergantung beratnya dehidrasi. Cairan yang diberikan secara oral tergantung jenis dehidrasi. + Dehidrasi hipertonik: cairan yang dianjurkan adalah air atau minuman dengan kandungan sodium rendah, jus buah seperti apel, jeruk, dan anggur + Dehidrasi isotonik: cairan yang dianjurkan selain air dan suplemen yang mengandung sodium (jus tomat), juga dapat diberikan larutan isotonik yang ada di pasaran + Dehidrasi hipotonik cairan yang dianjurkan seperti di atas tetapi dibutuhkan kadar sodium yang lebih tinggi Pada dehidrasi sedang sampai berat dan pasien tidak dapat minum per oral, selain pemberian cairan enteral, dapat diberikan rehidrasi parenteral. Jika cairan tubuh yang hilang terutama adalah air, maka jumlah cairan rehidrasi yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus: Defisit cairan (liter) = Cairan badan total (CBT) yang diinginkan - CBT saat ini ginkan = Kadar Na serum x CBT saat ini 140 CBT yang CBT saat ini (pria) = 50% x berat badan (kg) CBT saat ini (perempuan) = 45% x berat badan (kg) Jenis cairan kristaloid yang digunakan untuk rehidrasi tergantung dari jenis dehidrasinya, Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan Na Cl 0,9% atau Dekstrosa 5% dengan volume sebanyak 25-30% dari defisit cairan total per hari. Pada dehidrasi hipertonik digunakan cairan NaCl 0,45%. Dehidrasi hipotonik ditatalaksana dengan mengatasi penyebab yang mendasari, penambahan diet natrium, dan bila perlu pemberian cairan hipertonik.’ KOMPLIKASI Gagal ginjal, sindrom delirium akut, kejang. PROGNOSIS Deteksi dan terapi dini dehidrasi menghasilkan prognosis kesembuhan yang baik. Bila tidak ada komplikasi maka keseimbangan cairan akan terkoreksi. KOMPETENS! + Spesialis Penyakit Dalam : A3, B4 + Konsultan Geriatri UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Geriatri, Departemen Rehabilitasi Medik * RSnon pendidikan : Departemen Imu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam REFERENS! 1. Kuswardhani, RA Tuty. Sari, Nin Kemala. Dehidrasi don gangguan elektroiit. Dalam :Sudoyo, Aru W. Setyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus. Setiatl, Siti, Buku ajar limu Penyakit Dalam Edis! V. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen imu Penyakit Dalam FUE RSCM ; 2009. Halaman 797-801. GANGGUAN KOGNITIF RINGAN DAN DEMENSIA PENGERTIAN Antara fungsi kognitif yang normal untuk usia lanjut dan demensia yang jelas, terdapat suatu kondisi penurunan fungsi kognitif ringan yang disebut dengan mild cognitive impairment (MCI) dan vascular cognitive impairment (VCI), yang sebagian akan berkembang menjadi demensia, baik penyakit Alzheimer maupun demensia tipe lain, Mild cognitive impairment (MCI) merupakan suatu kondisi “sindrom predemensia’ (kondisi transisi fungsi kognisi antara penuaan normal dan demensia ringan), yang pada berbagai studi telah dibuktikan sebagian akan berlanjut menjadi demensia (terutama demensia Alzheimer) yang simtomatik.* Vascular cognitive impairment (VCl) merujuk pada keadaan penurunan fungsi kognitif ringan dan dihubungkan dengan iskemia serta infark jaringan otak akibat penyakit vaskular dan aterosklerosis. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual (berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis, dan visuospasial) dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran, sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna.! Demensia Alzheimer merupakan demensia yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer; munculnya gejala perlahan-lahan namun progresif, Demensia vaskular merupakan demensia yang terjadinya berhubungan dengan serangan strok (biasanya terjadi 3 bulan pasca strok); munculnya gejala biasanya bertahap sesuai serangan strok yang mendahului (step ladder). Pada satu pasien pasca strok bisa terdapat kedua jenis ini (tipe campuran). Pada kedua tipe ini lazim terdapat faktor risiko seperti: hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, dan faktor risiko aterosklerosis lain? Demensia dapat disertai behavioral and psychological symptoms of dementia (BPSD) yang lazim disebut sebagai perubahan perilaku dan kepribadian. Gejala BPSD dapat berupa depresi, wandering /pacing, pertanyaan berulang atau manerism, kecemasan, atau agresivitas, Gangguan Kognitif Ringan dan Demensia PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Memori pasien, tingkat aktivitas sehari-hari, juga diperlukan anamnesis dari orang terdekat pasien, riwayat stroke, hipertensi, diabetes.’ Pemeriksaan Penunjang' * Pemeriksaan neuropsikiatrik dengan the Mini-Mental State Examination (MMSE), The Global Deterioration Scale (GDS), dan The Clinical Dementia Ratings (CDR). Nilai MMSE dipengaruhi oleh umur dan tingkat pendidikan, sehingga pemeriksa harus mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan MMSE. « Fungsi tiroid, hati, dan ginjal + Kadar vitamin B,, + Kadar obat dalam darah (terutama yang bekerja pada susunan saraf pusat) * CT scan, MRI Untuk kriteria diagnosis MCI dan VCI dapat dilihat pada Tabel 1, sementara kriteria diagnosis demensia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Kriteria Diagnosis untuk MCI dan VCI Mild Cognitive Impairment (MCI) * Kelunan memon, yang diperkuat olen informan + Fungsi memori yang tidak sesuai untuk umur dan pendicikan + Fungsi kognitit umum masih balk + Aktivitas sehari-hari masih bork * Tidak demensia Vascular Cognitive Impairment (VCI) + Gangguan kognitif ingan sampai sedang, terutama fungsi eksekutit Tidak memenuhi kriteria demensia Mempunyai penyebab vaskviar berdasarkan adanya tanda iskernia atay infark jaringan otak Bukti lain adanya aterosklerosis Hachinski Ischemic Score (HIS) yang tinggi Tabel 2. Kriteria Diagnosis untuk Demensia (Sesuai dengan DSM IV)? Munculnya defisit kognitif multipel yang bermanifestasi pada kedua keadaan berikut: A. Gangguan memati {ketidakmampuan untuk mempelajarlinformasi baru atau untuk mengingat informasi yang baru saia dipelaiari Satu {atau lebih) gangguan kognitif berikut 1. Afasia (gangguan berbohasa) 2. Aprcksia (ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik mash normal) 3. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi bende walaupun fungsi sensorik masih normal) 4, Gangguan fungsi eksekutif (seperti merencanakan, mengorganisasi, berpikir runut, berpikir abstiak) Defisit kognitif yang terdapat pada kriteria Al dan A2 menyebabkan gangguan bermakna pada fungsi sosial dan okupasi seria menunjukkan penurunan yang bermakna dari fungsi sebelumnya. Defsit yang terjadi bukan terjaci khusus saat timbulnya delirium, iy 291 ay 292 Panduan Praktik Klinis Geriatri DIAGNOSIS BANDING Transient ischemic attack, delirium, depresi, factitious disorder, normal aging. Kondisi klinis lain yang juga harus dibedakan adalah pengaruh obat-obatan dan defisit sensori pada orang tua, Beberapa jenis obat yang sering dikatakan menimbulkan confusi adalah opiat, benzodiasepin, neuroleptik, antikolinergik, H2 blockers, dan kortikosteroid. Gangguan sensoris pada orang tua seperti impairment of hearing dan vision juga sering menyebabkan identifikasi yang salah dengan demensia. (current) Demensia sering terdapat bersamaan dengan depresi dan/ atau penyakit Parkinson? Tabel 3. Kriteria untuk Diagnosis Klinis Penyakit Alzheimer menurut the National Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke (NINCDS) dan the Alzheimer's Disease and Related Disorders Association (ADRDA)* 1. kriteria diagnosis kiinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup: + Cemensia yang ditegakkan oleh pemeriksaan klnis dan tercatat dengan pemeriksaan the min-mental fest, Blessed Dementia Scale, atau pemerksaan sejenis, dan cikonfimas! oleh tes neuropsikoloais Defisit pada dua atau lebih area kognitit Tidak ada gangguan kesadaran ‘Awitan antara umur 40 dan 90, umumnya setelah umur 65 tahun Tidak adanya kelainon sistemik atau penyakit otak lain yang dapat menyebabkan detsit progresif pada memori dan kognitif Diagnosis probable penyakit Alzheimer didukung oleh: + Penurunan progresif fungsi kognitif spesitk seperti afasia, apraksia, dan agnosia + Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku ‘+ Rwayat kelvarga dengan gangguan yang sama, terutama bila sudah dikontrmasi secara neuropetolog! Hosil laboratorium yang menunjukkan Pungsi lumbal yang normal yang dievaluasi dengan teknik standor Pola normal atau perubahan yang nonspesitk pada EEG, seperti peningkatan oktivitas slow-wave Budi adanya atrofl otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan terdokumentasi oleh pemerksacn serial 3. Gambaran Kins iain yang konsisten dengan diagnosis probable penyakit Alzheimer, setelah “mengetsilusi penyebab demensiaselain penyakit Azneimer: Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat {plateau} * Gejala-gejaia yang berhubungan seperti depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, halusinasi, verbal katastrofik, emosional, gangguan seksual, dan penurunan berat badan + Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien, terutama pada penyakit tahap lanjut, seperti peningkatan tonus otot, mioklonus, dan gangguan melangkah (gait disorder) + Kejong pada penyakit yang lanjut + Pemeriksaan CT normal untuk usianyar 4, Gambaran yang membuat diagnoss probable penyakit Alzheimer menjadi tidak cocok adalah: * Onset yang mendadak dan apolectic + Terdapat defsit neurologls fokal seperti hemiparesis, gangguan sensor, defisit lapang pandang, dan inkoordinasi pada tahap awal penyakit; dan kejang atau gangguan melangkah pada saat ‘witan atau tahap awa! perjalanan penyakit 5. Diagnosis possible penyakit Alzheimer: + Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia, tanpa adanya gangguan neurologis, psikiatrik, Grau sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia, dan adanya varias! pada awitan, gejala klnis, atau perialanan penyakit + Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atay sistemik sekunder yang cukup untuk menyebaibkan demensia, namun penyebab primemya bukan merupakan penyebab demensa Gangguan Kognhitif Ringan dan Demensia 6. Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah: > kriteria kinis untuk probable penyakit Alzheimer + Buktihistopatologi yang didapat dari biops! atau autopsi 7. Klosifkasi penyakt Alzheimer untuk tujuan peneliian dllakukan bilo terdapat gambaran khusus yang mungkin merupakan subtipe penyakit Alzheimer, seperti ‘= Banyak anggota keluarga yang mengalami hal yang sama ‘Awitan sebelum usia 65 tahun + Adanya trisomi-21 Terjadi bersanaan dengan konaisi lain yang relevan seperti penyakit Parkinson Tabel 4, Penatalaksanaan tethadap Faktor RisIko Timbulnya Gangguan Kogniif pada Usia Lanjut Faktor Risiko Hipertensi Dislipidemia Diabetes Melitus ‘Obesitas Gagal jantung, fibrilasi atrium, hiperkoagulas, hiperagregas! trombosit, hipethomosisteinemia, PPOK Penatalaksanaan Kurangi supan garam bat antihipertensi: awal dengan diuretik. dapat dikombinaskkan dengon ACE inhibitor, ARB, penyekat 6 (8 -blocker), atau antagonis kalsium Target: TDS <130 mmHg, TOD <80 mmHg. Kurangi asupan makanan berlemak Obat antidisiipidernik Target: triglserida < 150 mg/dL, HDL kolestero! > 40 mg/dL untuk lakitak dan > 50 mg/dl. untuk perempucn serta LDL kolesterol < 100 mg/dl}. 5 pllar penatalaksanaan DM: edukasi, perencanaan makan {diet}, latihan fisik, obat hipoglikemik oral, dan insulin Perhatian pada pemilihan OHO dan insulin, disesucikan dengan penurunan fungsi organ Target: GDP <120 mg/dL, pada usia lanjut GDP <160 mg/dl masih diterima Penatalakscnaan sejak usia dini Target: IMT <25 kg/m Identifikasi etiologi yang bisa cikoreksi Terapi farmakoiogis dan nonfarmakclogis yang sesuai untuk mengendalkan dan mengatasinya Rujuk ke konsultan yang sesuai pada keadaan-keadaan khusus Keferangan| Rekomendasi INC Vii dan penelitian ALLHATT Konsensus Pengendalian Dislipidemia yang dikeluarkan oleh. PERKENI dan NCEP- ATP Il Beberapa penulis melaporkan statin dapat menurunkan fungsi kognii (terutama memory loss) Konsensus. Penatalaksanaan DM tipe 2 oleh PERKENI Penggunaan insulin seting menimbukan efek hipogikemia pada usia lanjut yang dapat bermanifestas! sebagai gangguan kognitit Keterangan: ACE=angiofensin-converfing-enzyme. ARB=angiotensin receptor blocker, TDS=tekanan darah sist, TOD=tekanan dorah diastolk. HDL=high-density-poprotein, LDL=low-density-lpoprotein. INC Vil= the seventh report of the Joint National Commiliee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressur. PERKENI=Perkumpulan Endokrinoiog! Indonesia, DM= diabetes melitus, OHO=obat hipogtkemik oral, GOP=gula ‘darah puasa, IMTsindeks massa tubuh 293 294 Panduan Praktik Klinis Geriatri TATALAKSANA'2® + Libatkan seorang usia lanjut pada kehidupan sosial yang lebih intensif serta partisipasi pada aktivitas yang merangsang fungsi kognitif dan stimulasi mental maupun emosional untuk menurunkan risiko penyakit Alzheimer dan memperlambat munculnya manifestasi Klinis gangguan kognitif. + Latihan memori multifaset dan latihan relaksasi + Penyampaian informasi yang benar kepada keluarga, latihan orientasi realitas, rehabilitasi, dukungan kepada keluarga, manipulasi lingkungan, program harian untuk pasien, reminiscence, terapi musik, psikoterapi, modifikasi perilaku, konsultasi untuk pramuwerdha, jaminan nutrisi yang optimal + Pemberian obat pada BPSD ditujukan untuk target gejala tertentu dengan pem- batasan waktu. Tentukan target gejala yang hendak diobati, identifikasi pencetus gejala; psikoterapi dan konseling diberikan bersama dengan obat (risperidon, sertralin, atau haloperidol, sesuai dengan gejala yang muncul + Tatalaksana pada demensia berat terutama modalitas non-farmakologi + Tatalaksana faktor risiko gangguan kognitif + Medikamentosa dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Obat-obatan yang Dipergunakan untuk Menghambat Penurunan dan Memperbaiki Fungsi Kognilif pada Demensia dan Gangguan Kognifif Ringan*# NamalObat Karakterisik Donepezil —Rivastigmin -Galantomin --_ Memantin ‘Mekanisme kerja inhibitor Inhibitor Inhibitor Antagonis kolinesterase _kolinesterase _kolinesterase__reseptor-NMDA Waktu untuk mencapai 35 05-2 05-1 37 konsentrasi maksimal (jam) ‘Absorpsi dipengaruhi Tidak Ya Yo Tidok makanan Waktu-patuh serum (jam) 70-80 2 57 60-80 Metabolsme Sitokrom 450 NenthepatikSitokromP:450 Non-hepatik Dosis {inisil/maksimal) 1x5mg/ 2x1,5mo/ 2x4mo/ 2x5ma/ 1x10mg 2xémg 2x 12mg 2x 10mg “Modiikasi dari Curnmings (2004). NM, -methy! o-ospartate KOMPLIKASI Jatub, rusaknya struktur sosial keluarga, isolasi, malnutrisi PROGNOSIS Rata-rata harapan hidup pasien demensia sekitar delapan tahun dengan kisaran 1-20 tahun. Pasien dengan awitan dini atau memiliki riwayat demensia dalam keluarga, progesifitasnya lebih cepat. 10-15% pasien berpotensi untuk kembali ke kondisi awal jika terapi dimulai sebelum terjadi kerusakan otak permanen.? Gangguan Kognitif Ringan dan Demensia a asen usa tanjt dengan keluhan memo subyekat/ 28- pengelcaan —_ — ‘one eee Steers «lot eae Neeieaies eel Edukos! Evalos! ngs! ee een) itor baleen rth totoves Togniltop Ral SOR eee ey Toan” | :aithoaas ero neh Jnr rafal ‘kor MMSE Skor MMSE vice? ‘stpnavn ment Eee Evalvasi 6 bulan serat lorut or Repent yang bak Teer ake feel pent poet Gambar 1. Algoritme Evalvasi dan Penatalaksanaan Pasien Usia Lanjut dengan Penurunan Fungsi Kognitif KOMPETENSI + Spesialis Penyakit Dalam + Konsultan Geriatri UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Geriatri + RSnon pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan : Departemen Psikiatri - Divisi Psikiatri-Gerlatri + RSnon pendidikan : Bagian Psikiatri 295 REFERENS! 1, Dementia, Dalam : Fauc! A, Kasper D, Longo D, Braunwald E, Hauser S, Jameson J, Loscaizo J, editors, Harrison's principles of intemal medicine. 18 ed, United States of America: The MeGraw- Hill Companies, 2011 2, Dementia, Dalam : Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry 10" Edition. Lippincott Wiliams ‘& Wilkins, 2007 \ Wasilah. Murtl, KUnijore Hari, Bemensia; Dalam :Sudoyo, Aru W. Setyohadi, Bambang. Ati Idrus. Simadibrala, Marcellus, Settall Sif. BUKU farmed Penyakit Dkam Edis V. Jakariax: Pusat Infofmas! dan Periettsitary Departémen limu Penyakit Dalam FKUFRSCM ; 2009, Halaman 837-844. 4, McKhan Guy et al. Clinical diagnosis of alzheimer disease. Report of the NINCDSADRDA Work group neurology, Neurology 1984(34):939-943, 5. Current: Sink KM, Yaffe K. Cognitive impairment and dementia. in: Willams BA, Chang A, Ahalt C, Conant R, Ritchie C, Chen H, Landefeld CS, Yukawa M. Current Diagnosis and treatment Geriatrics, 2nd ed. New York: Mc Graw Hil, 2014, 297 IMOBILISASI PENGERTIAN Mobilisasi tergantung pada interaksi yang terkoordinasi antara fungsi sensorik persepsi, keterampilan motorik, kondisi jasmani, tingkat kognitif, dan kesehatan premorbid, serta variabel eksternal seperti keberadaan sumber-sumber komunitas, dukungan keluarga, adanya halangan arsitektural (kondisi lingkungan), dan kebijaksanaan institusional." Imobilisasi didefini: perubahan fungsi fisiologis, yang dalam praktek sehari-hari dapat diartikan sebagai an sebagai kehilangan gerakan anatomik akibat ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas mobilitas di tempat tidur, transfer, atau ambulasi selama lebih dari tiga hari. Imobilisasi menggambarkan sindrom degenerasi fisiologis yang diakibatkan penurunan aktivitas dan “deconditioning’. ‘Berbagai faktor jasmani, psikologis, dan lingkungan yang dapat menyebabkan imobilisasi pada usia Janjut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Penyebab Umum Imobilisasi pada Usia Lanjut' Gangguan muskuloskeletal = Ariritis + Osteoporosis Fraktur (ferutama panggul dan femur) Problem kaki (bunion, kalus) Lain-lain (misainya penyakit Paget) Gangguan nevrologis + Strok + Penyokit Parkinson + Lain-ain (dlisfungs! serebelar, neuropati) Penyakit kardiovaskular + Gagal jantung kongestif (berat!) + Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering) + Penyakit vaskular perifer {kiaudikasio yang sering) Penyakit paru +) Periyakit paru Obstruktif kronis (berat) Faktor sensorik + Gangguan pengihatan + Takut (instabiltas dan takut akan jatuh) Penyebab lingkungan + imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau panti werdha) + Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat Nyerl akut atau kionik Lain-lain = Dekonaisi (setelah tirah baring lama pada keadaan sakit okut) + Malnutis + Penyakitsistemik berat (misainyo metastasis luas pada keganasan} + Depresi + Efek samping obat (misainya kekakuan yang disebabkan obat antipsikotik) + Perjalanan lama yang menyebabkan seseorang tidak bergerak a DIAGNOSIS Anamnesis' + Riwayat dan lama disabilitas/imobilisasi + Kondisi medis yg merupakan faktor risiko dan penyebab imobilisasi + Kondisi premorbid © Nyeri + Obat-obatan yang dikonsumsi © Dukungan pramuwerdha + Interaksi sosial + Faktor psikologis * Faktor lingkungan Pemeriksaan Fisik' + Status kardiopulmonal + Kulit * Muskuloskeletal: kekuatan dan tonus otot, lingkup gerak sendi, lesi dan deformitas kaki + Neurologis: kelemahan fokal, evaluasi persepsi dan sensorik * Gastrointestinal * Genitourinarius * Status Fungsional: Antara lain dengan pemeriksaan indeks aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) Barthel * Status Mental: Antara lain penapisan dengan pemeriksaan geriatric depression scale (GDS) * Status Kognitif: Antara lain penapisan dengan pemeriksaan mini-mental state examination (MMSE), abbreviated mental test (AMT) * Tingkat Mobilitas: Mobilitas di tempat tidur, kemampuan transfer, mobilitas di kursi roda, keseimbangan saat duduk dan berdiri, cara berjalan (gait), nyeri saat bergerak. Pemeriksaan Penunjang' * Penilaian berat ringannya kondisi medis penyebab imobilisasi (foto lutut, ekokardiografi, dil) dan komplikasi akibat imobilisasi (pemeriksaan albumin, elektrolit, glukosa darah, hemostasis, dll. TATALAKSANA' Tatalaksana Umum + Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan pramuwerdha + Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien + Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi * Temukenali dan tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/kondisi penyerta lainnya + Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentikan bila memungkinkan. + Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral * Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis sudah tercapai, meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan lingkup gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguatan otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/keseimbangan (misalnya berjalan pada satu garis lurus), transfer dengan bantuan, dan ambulasi terbatas. + Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan ambulasi * Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet TATALAKSANA KHUSUS + Tatalaksana faktor risiko imobilisasi (lihat Tabel 1) + Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi + Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis yang kompeten + Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien-pasien yang mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mencegah imobilisasi lebih lanjut —] ay 300 Panduan PraktikKlinis Geriqtrj Feshmeunan Cote Spas ery Darn none + Upayakan dukungan lingkungan dan ketersediaan alat bantu untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen + Low dose heparin (LDH), dan Low Molecular Weight Heparin (LMWH), pencegahan kontraktur dan pneumonia (gerakan-gerakan yang harus dikerjakan, pencegahan ulkus dekubitus} KOMPLIKASI Trombosis, emboli paru, kelemahan otot, kontraktur otot dan sendi, osteoporosis, ulkus dekubitus, hipotensi postural, pneumonia dan infeksi saluran kemih, gangguan nutrisi (hipoalbuminemia), konstipasi dan skibala.* PROGNOSIS Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasari imobilisasi dan komplikasi yang ditimbulkannya, Perlu dipahami, imobilisasi dapat memperberat penyakit dasarnya bila tidak ditangani sedini mungkin, bahkan dapat sampai menimbulkan kematian. Tabel 3. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ ‘Organ/Sistem Perubahan yang Terjadi Akibat Imoblilsasi Muskuloskeletal Osteoporosis. penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan ofot, penurunan area potong intang otot, kontraktur, degenerasi rawan sendi, ankilosis, peningkulur tekanan Intraortikular, berkurangnya volume sendi Kardiopulmonal dan pembuluh_Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi miokard darah intoleran terhadap ortostatik, penurunan amblian oksigen maksimal (VO, max), deconditioning jantung, penurunan volume plasma, perubahan uj fungsi poru, atelektasis poru, pneumonia, peninakatan stasis veno, peningkatan agregas| trombosit, dan hiperkoagulas| Integumen Peningkatan risiko uikus dekubitus dan maserasi kullt ‘Metabolik dan endokrin Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiura, natriuresis dan deplesi natrium, resistensi insulin {intoleransi glukosa), hiperipidemia, seria penurunan absorpsi dan metabolisme vitamin/minerai Neurologl dan psikiatsl Depresi dan psikosis, atrofi korteks motork dan sensork gangguan keseimbangan, penurunan fungsi kognitif, neuropati kompresi, dan rekrutmen neuromuskular yang tidak efisien Traktvs gastrointestinal dan Inkontinensia urin dan av, infeksi saluran kemih, pembentukan urinarlus atu kalium, pengosongan kandung kemih yang. tidak semputna dan distensi_ kandung kemih, impaksi feses, don konstipasi, penurunan motiitas usus, ‘efuks esofagus. aspirasi saluran napas, dan peningkatan isk perdorahan gastrointestinal KOMPETENSI + Dokter Spesialis Penyakit Dalam. + Konsultan Geriatri UNIT YANG MENANGANI * RS pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam - Divisi Geriatri, Departemen Rehabilitasi Medik + RSnon pendidikan ; Departemen Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Departemen Iimu Penyakit Dalam REFERENS! 1. Setiati, Siti. Roosheroe, Aya Govinda. Imobllisasi Pada Usia Lanjut. Dalam :Sudoyo, Aru W. Setyohadi, Bambang. Alvi, Idrus. Simadibrata, Marcellus. Setiati, Sif, Buku Ajar limu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen imu Penyakit Dalam FKU- RSCM : 2009, Halaman 859-864. 2. Stechmiller JK, Cowan L, Waitney JD, et al. Guidelines for the prevention of pressure ulcers. Wound Repair Regen 2008; 16(2}:151-168 INKONTINENSIA URIN PENGERTIAN Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali sehingga menimbulkan masalah higiene dan sosial. Inkontinensia urin merupakan masalah yang sering dijumpai pada pasien geriatri dan menimbulkan masalah fisik dan psikososial, seperti dekubitus, jatuh, depresi, dan isolasi sosial." Inkontinensia urin dapat bersifat akut atau persisten. Inkontinensia urin yang akut dapat diobati bila penyakit atau masalah yang mendasarinya diatasi seperti infeksi saluran kemih, gangguan kesadaran, vaginitis atrofik, obat-obatan, masalah psikologik, dan skibala. Inkontinensia urin yang persisten biasanya dapat pula dikurangi dengan berbagai modalitas terap: Inkontinensia urin persisten dapat dibedakan menjadi: ? + Inkontinensia urin tipe urgensi dicirikan oleh gejala adanya sering berkemih, keinginan berkemih yang tidak tertahankan (urgensi), yang disebabkan oleh overaktivitas otot detrusor karena hilangnya kontrol neurologis atau iritasi lokal + Inkontinensia urin tipe stres adalah kegagalan mekanisme sfingter menutup ketika ada peningkatan tekanan intra-abdomen mendadak seperti bersin, batuk, mengangkat barang berat dan tertawa. + Inkontinensia urin tipe overflow dicirikan oleh menggelembungnya kandungkemih melebihi volume yang seharusnya dimiliki kandung kemih, post-void residu (PVR) >100 ce. Penyebab reversibel dari inkontinentia (DIAPPERS):? Delirium or confusion = delirium atau acute cofusional state Infection, urinary symptom. Atrophic genital tract changes (vaginitis or urethritis) = atrofi traktus genitalia (vaginitis atau urethritis) Pharmaceutical agents = obat-obatan atau zat yang menimbulkan efek sering berkemih infeksi, gejala traktus urinarius Psychological factors = faktor psikologi Excess urine production (excess fluid intake, volume overload, metabolic such as hyperglycemia or hypercalcemia) = kelebihan produksi urin (konsumsi cairan yang banyak, kondisi overload atau metabolik seperti hiperglikemia atau hiperkalsemia) Restricted mobility (chronic illness, injury or restraint) = mobilitas terbatas (penyakit kronis, kecelakaan atau restraint/diikat) Stool impaction = skibala DIAGNOSIS Anamnesis Frekuensi, urgensi, nokturia, disuria, hesitancy, pancaran lemah, tanyakan frekuensi miksi, banyaknya kejadian inkontinensia, konsumsi cairan, gejala ginekologis: perdarahan pervaginam, iritasi vagina.‘ Pemeriksaan Fisik Pemeriksaaan neurologis: kesadaran, nervus cranialis, fungsi motorik, refleks spinal, dan fungsi sensoris. Pemeriksaan pelvis : inflamasi atau infeksi traktus genitalia dapat meningkatkan sensasi aferen yang menyebabkan irritative voiding symptoms.* Pemeriksaan Penunjang Urin lengkap dan kultur urin, PVR, kartu catatan berkemih, gula darah, kalsium darah dan urin, perineometri, urodynamic study. TATALAKSANA Terapi untuk inkontinensia urin tergantung pada penyebab inkontinensi urin.* + Untuk inkontinensia urin tipe urgensi dan overactive bladder, diberikan latihan otot dasar panggul, bladder training, schedule toiletting, dan obat yang bersifat antimuskarinik (antikolinergik) seperti tolterodin, solifenacin, propiverine atau oksibutinin, Obat antimuskarinik yang dipilih seyogyanya yang bersifat uroselektif. + Untukinkontinensia urin tipe stres, latihan otot dasar panggul merupakan pilihan utama, dapat dicoba bladder training dan obat agonis alfa (hati-hati pemberian agonis alfa pada orang usia lanjut). + Untuk inkontinensia tipe overflow, perlu diatasi penyebabnya. Bila ada sumbatan, perlu diatasi sumbatannya (misalnya hipertrofi prostat).. KOMPLIKASI Inkontinensia urin dapat menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, lecet pada area bokong sampai dengan ulkus dekubitus karena selalu lembab, serta jatuh dan fraktur akibat terpeleset oleh urin yang tercecer. PROGNOSIS + Inkontinensia urin tipe stres biasanya dapat diatasi dengan latihan otot dasar panggul, prognosis cukup baik. + Inkontinensia urin tipe urgensi atau overactive bladder umumnya dapat diperbaiki dengan obat-obat golongan antimuskarinik, prognosis cukup baik. + Inkontinensia urin tipe overflow, tergantung pada penyebabnya (misalnya dengan mengatasi sumbatan/retensi urin). KOMPETENS! + Spesialis Penyakit Dalam ; A3, B4 + Konsultan Geriatri UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam ~ Divisi Geriatri + RSnon pendidikan _: Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RS pendidikan : Divisi Geriatri-Departemen Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Departemen Penyakit Dalam REFERENSI 1. Setiat, Sit, Pramantara, | Dewa Putu. Inkonfinensia Urin dan kandung kemih hiperaktif. Dalam ‘Sudoyo, Aru W. Setyohadi, Bambang. Aiwi, Idrus. Simadiorata, Marcellus, Setiall, Siti, BUkU ajar llmu Penyakit Dalam Edis! V. Jokarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen limu Penyakit Dalam FKULRSCM ; 2009. Halaman 837-844, 2. Clinical problems of aging. Dalam : Fauci A, Kasper D, Longo D, Braunwald E, Hauser S, Jameson J, Loscatzo J, editors, Harrison's principles of internal medicine. 18" ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies, 2011 Resnick NM, Urinary incontinence in the elderly. Medical Grand Rounds 1984;3:281-90. Botros, SyiviaM. sand, Peter K. Urinary Incontinence. Diunduh pada :hitp://www.menopausemgmt. com/issues/13-05/MM13-5_ Incontinence. pdf pada tanggal 28 Mei 2012. INSTABILITAS DAN JATUH PENGERTIAN Stabilitas adalah proses menerima dan mengintegrasikan input sensorik serta merencanakan dan melaksanakan gerakan untuk mencapai tujuan yang membutuhkan postur tegak, atau mengontol pusat gravitasi tetap berada di atas landasan penopang.* Instabilitas adalah kekurangan atau kehilangan kemampuan mempertahankan stabilitas®, Jatuh adalah suatu kondisi seseorang mengenai lantai atau posisi yang lebih rendah karena ketidak hati-hatian (inadvertently) dengan atau tanpa penurunan kesadaran.? ‘Adanya instabilitas membuat seseorang berisiko untuk jatuh. Kemampuan untuk mengontrol posisi tubuh dalam ruang merupakan suatu interaksi kompleks sistem saraf dan muskuloskeletal yang dikenal sebagai sistem kontrol postural. Jatuh terjadi manakala sistem kontrol postural tubuh gagal mendeteksi pergeseran dan tidak mereposisi pusat gravitasi terhadap landasan penopang (kaki, saat berdiri) pada waktu yang tepat untuk menghindari hilangnya keseimbangan. Kondisi ini seringkali merupakan keluhan utama yang menyebabkan pasien datang berobat (keluhan utama dari penyakit-penyakit yang juga bisa mencetuskan sindrom delirium akut).' Terdapat faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik untuk terjadinya jatuh. Faktor intrinsik terdiri atas faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor intrinsik lokal: osteoartritis genu/vertebra lumbal, plantar fasciitis, kelemahan otot kuadrisep femoris, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan pada alat keseimbangan seperti vertigo yang dapat ditimbullean oleh gangguan aliran darah ke otak akibat hiperkoagulasi, hiperagregasi, atau spondiloartrosis servikal. Faktor intrinsik sistemik: penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumonia, infark miokard akut, gagal jantung, infeksi saluran kemih, gangguan aliran darah ke otak (hiperkoagulasi, strok, dan transient ischemic attact/TIA), diabetes melitus dan/atau hipertensi (terutama jika tak terkontrol), paresis inferior, penyakit atau sindrom parkinson, demensia, gangguan saraf lain serta gangguan metabolik seperti hiponatremia, hipoglikemia atau hiperglikemia, dan hipoksia. Faktor risiko ekstrinsik/lingkungan antara lain: alas kaki yang tidak sesuai, kain/pakaian bagian bawah tubuh yang terjuntai, lamp 306 Panduan Praktik Klinis) Gerigtri ruangan yang Kurang terang, lantai yang licin, basah, atau tidak rata, furnitur yang terlalu rendah atau tinggi, tangga yang tak aman, kamar mandi dengan bak mandi/ closet terlalu rendah atau tinggi dan tak memiliki alat bantu untuk berpegangan, tali atau kabel yang berserakan di lantai, karpet yang terlipat, dan benda-benda di lantai yang membuat seseorang terantuk.? Tabel 1. Penyebab jatuh’ Penyebab Jatuh Keferangan Kecelakaan Kecelakaan mumi (terantuk, terpeleset, cll) Inferaksi_anfara_bahaya di lingkungan dan faktor yang meningkatkan kerentanan. Sinkop Hilangnya kesadaran mendadak Drop attacks Kelemahan tungkai bawah mendadak yang menyebabkan jatuh tanpa kehilangan kesadaran Penyakit vestibular, penyakit sistem saraf pusat Dizziness dan/ atau vertigo Hipovolemia atau cardiac output yang rendah. disfungsi otonom, gangguan aliran darah balik vena, tirah baring lama, hipotens! akibat obat-obatan, hipotensi postprandial Hipotens! ortostatik Diuretika, antihipertensi, antidepresi golongan trisiklik, sedat, antipsikotik, hipogiikemia, clkohol, Obat-obatan Berbagai penyakit akut, Kardiovaskular: ariimia, penyakit katup jantung [stenosis aorta), sinkop sinus karotid Proses penyakit Neurologis: TIA, strok, kejang, penyakit Parkinson, spondilosis lumbal atau servikal (dengan kompres! pada korda spinalis atau cabang sarat), penyakit serebelum, hidrosefalus tekanan normal {gangguan gaya berjatan). les sister sara! pusal (tumor, hematom subdural) Idiopatic Tak ada penyebab yang dapat diidentifikasi DIAGNOSIS Anamnesis Terdapat keluhan perasaan seperti akan jatuh, disertai atau tanpa dizziness, vertigo, rasa bergoyang, rasa tidak percaya diri untuk transfer atau mobilisasi mandiri. Riwayat jatuh, frekuensi, dan gejala yang dirasakan saat jatuh, riwayat pengobatan, dan faktor risiko jatuh perlu ditanyakan.* Pemeriksaan Fisik Pendekatan dalam pemeriksaan jasmani dapat menggunakan singkatan “I HATE FALLING" yaitu ‘5 1 : inflamasi pada sendi (deformitas sendi) H : hipotensi (orthostatik) instabilitas dan Jatuh A:: auditory and visual abnormalities T : tremor (penyakit Parkinson atau penyebab lain) E: equilibrium problem F : Foot problem A: aritmia, heart block atau penyakit katup jantung L:: leg-length discrepancy (akibat fraktur femur misalnya) L: lack of conditioning (generalize weakness) 1: illness N : nutrisi (status nutrisi buruk, kehilangan berat badan) G: gait disturbance Pemeriksaan lain dapat dilakukan seperti pada Tabel 2.'* Tabel 2. Evalvas! pada Paslen Usia Lanjut yang Jatuht Evalvas! ‘Anamnesis Riwayat medis umum. Tingkat motiltas Riwayat jatuh sebelumnya Obat-obatan yang dikonsumsi ‘Apa yang dipikirkan pasien sebagai penyebab jatuh? Lingkungan sekitar_ tempat jotuh Gejala yong terkait Hilangnya kesadaran Pemeriksaan Jasmani: Tanda vital Kulit Mata Kardiovaskulor Ekstremitas Neurologis Keteranoan Terutama obat antihipertensi dan psikotropika ‘Apakah pasien sadar bahwa akan jatuh?; Apakah kejadianjatuh tersebut sama sekali tak terduga?; Apakah pasien terpeleset atau terantuk? Waktu cian tempat jatuh; Saksi: kaitannya dengan perubahan postur, botuk, buang air kecil, memutar kepala Kepala terasaringan, dizziness, vertigo; palpitasi, nyeri dada, sesak; gejala neurologis fokal mendadak (kelemahan, gangguan sensorik, disartria, ataksia, bingung, afasia); Aura; Inkontinensia: Urin atau alvi ‘Apakah yang langsung diingat segera setelah jatuh? ‘Apokah pasien dapat bangkit kembali setelah jatuh dan jika dapat, berapa lama waktu yang diperiukan untLk dapat bangkit setelah jatun? Apakah adanya hilangnya kesadaran dapat dijslaskan @ Demam, hipotermia, frekvensi pernapasan, frekuensi nadi dan tekanan darah saat berbaring, duduk. dan bercit. Tutgor, trauma, kepucaton Visus Atitmia, bruit karotis, tanda stenosis aorta, sensitvitas sinus kerotis, Penyakit sendi degeneralif, fingkup gerck sendi, deformitas, fraktur, masalah podiatrik (kalus, bunion, Ulserasi, sepatu yang tidak sesval, Kesempitan/ kebesaran, atau rusak) Status mental, tanda fokal, otot {kelemahan, rigiiitas, spastisitas), saraf perifer (terutama senscsi posi), proprioseptif, refleks, fungsi saraf kranial, fungsi serebelum (terutama uj tumit ke tulang keting), gejala ekstrapiramidal: tremor saat istanat, bradikinesia gerakan involunter Iain, keseimbangan dan cara berjaian dengan mengobservasi cara pasien berditi dan berjaian (ujiget up and go) 307 Pemeriksaan penunjang Beberapa pemeriksaan (dapat dilihat pada bab prosedural) seperti the timed up-and-go test (TUG), uji menggapai fungsional (functional reach test), dan uji keseimbangan Berg (the Berg balance sub-scale of the mobility index) dapat untuk mengevaluasi fungsi mobilitas sehingga dapat mendeteksi perubahan klinis bermakna yang menyebabkan seseorang berisiko untuk jatuh atau timbul disabilitas dalam mobilitas. Instrumen untuk memeriksa keseimbangan dan mobilitas fungsional dapat dilihat pada lampiran 1.1 Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk membantu mengidentifikasi faktor risiko; menemukan penyebab/pencetus:* + Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal, adakah cerebro vascular disease atau transient ischemic attack; lakukan brain CT scan jika ada indikasi + Darah perifer lengkap + Elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah + Analisis gas darah + Urin lengkap dan kultur resistensi urin + Hemostasis darah dan agregasi trombosit + Foto toraks, vertebra, genu, dan pergelangan kaki (sesuai indikasi) + EKG + Identifikasi faktor domisili (lingkungan tempat tinggal) Penilaian Risiko Jatuh Ada beberapa metode untuk menilai risiko jatuh pada geriatri seperti the downtown fall risk index dan rumus seperti di bawah ini :°7 Rumus menghitung kemungkinan jatuh pada geriatri :° Kemungkinan exp [-7.519 + 0.026 x (reaction time) - 0.07 1x (ABC) ~ 2.139 x (Berg 14) | Fach 1 + exp /-7.519 + 0.026 x (reaction time) ~ 0.071x (ABCI) ~ 2.139 x (Berg 14)) x 100% Keterangan : + Skala uji keseimbangan Berg : lihat di lampiran + Reaction time: merupakan waktu yang diukur dari pemberian unexpected stimulus sampai merespon terhadap stimuli tersebut + Skala Activities-specific Balance Confidence (ABC) : terdiri dari 16 poin (subscale), subjele diminta untuk ‘menentukan tingkat kepercayaan diri mereka ketika diminta menyelesaikan suatu aktivitas, Catalan: ko jatun dengan cums a otas lebih banyak untuk kepentingan peneltion, Instabilitas dan Jatuh a Tabel 3. Penilaian Klinis dan Tatalaksana yang Direkomendasikan bagi Orang Usia Lanjut yang Berisiko Jatuh’ Penilaian'dan Faktor Risiko Lingkungan saat jatuh sebelumnya Konsumsi obat-obatan = Obat-obat berisiko tinggi (benzodiazepin, obat tidur lain, neuroleptik, antidepresi, antikonvulsi, atau antiorit elas IA) = Konsumsi 4 macam obat atau lebih Penglihatan = Visus <20/60 - Penurunan persepsi kedalaman (depth perception) = Penurunan sensitivitas terhadap kontras - Katarak Tekanan darah postural (setelah 25 menit dalam possi berboring/supine, segera setelah berdiri, dan 2 menit setelah berdi) tekanan sistolik turun > 20 mmHg (atau > 20%), dengan atau tanpa gejala, segera atau setelah 2 menit berdii. Keseimbangan dan gaya berjalon - Laporan pasien atau observasi adanya ketidakstabiian - Gangguan pada penilaian singkat (uji get up and go atau performance-oriented assessment of mobility) Pemeriksacn neurologis = Gangguan proprioseptif - Gangguan kognitit - _ Penurunan kekvaton otot Tataiaksanal Perubahan lingkungan dan aittvitas untuk mengurangi kemungkinan jatuh berulang Review dan kurangi konsumsi obat-obatan Penerangan yang tidak menyilaukan; _ hindori pemakaian kacamata multifokal saat berjalan: rujuk ke dokter spesialis mata Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar jika memungkinkan: review dan kurangi obat-obatan; modifikasi dari restriksi garam; hdrasi yang adekuat: strategi kompensasi (elevasi bagian kepala tempat fidur, bangkit perlahan, atau lalihan dorsofieks)); stoking kompresi: terapi farmakologis jka strategi ci tas gagal. Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar Jka memungkinkan; kurangi obat-obatan yang, menggonggu keseimbangan; intervensi ingkungan: Tujuk ke rehabilitasi medik untuk alat bantu dan latinan keseimbangan serta gaya berjalan Diagnosis dan tatalaksana penyebab dasar jika memungkinkan; tingkatkan input proprioseptif (dengan alat bantu atau alas kaki yang sesuci, dengan hak rendah dan bersol tipis); kurangi obat- ‘obatan yang mengganggu fungsi kognitif: ruluk ke rehabilitasi medik untuk latihan gaya berjalan, keseimbangan, dan kekuatan ay 310 Panduan Praktik Klinis Gerjqtri Tabel 4. The downtown fall risk index’ Penllaian Skot Riwayat jatuh sebelumnya Tidak Yo Obat-obatan Tidak ada Sedatif/ tranquilizers Diuretic Obat anti hipertensi (selain ‘Obat anti parkinson bat anti depres! Obat-obatan lain Defisit sensorik Tidak aida Gangguan penglihatan Gangguan pendengaran Gangguan anggota tubuh (limb) Status mental Orientasi Confused (gangguan kognitif) Gait Normal aman tanpa alat bantu) ‘Aman dengan alat bantu untuk berjaian Tidak aman (dengan/atau tanpa alat bantu) Tidak mampu berjalan o|—Jelo lo l=)-|=] 016} -/21-e}—|e)— lel Keterongan :skor 23 ko Hing untuk jatoh TATALAKSANA + Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah identifikasi faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik, mengkaji dan mengobati trauma fisik akibat jatuh; mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh; memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai; mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup; pegangan; lantai yang tidak licin, dan sebagainya.* + Latihan desensitisasi faal keseimbangan, latihan fisik (penguatan otot, fleksibilitas sendi, dan keseimbangan), latihan Tai Chi, adaptasi perilaku (bangun dari duduk perlahan-lahan, menggunakan pegangan atau perabot untuk keseimbangan, dan teknik bangun setelah jatuh) perlu dilakukan untuk mencegah morbiditas akibat instabilitas dan jatuh berikutnya.* + Perubahan lingkungan acapkali penting dilakukan untuk mencegah jatuh berulang karena lingkungan tempat orang usia lanjut tinggal seringkali tidak aman sehingga upaya perbaikan diperlukan untuk memperbaiki keamanan mereka agar kejadian jatuh dapat dihindari + Keluarga harus dilibatkan dalam program pencegahan jatuh berulang + Penatalaksanaan faktor risiko juga dilakukan seperti pada Tabel 3.1 * Suplementasi vitamin D dengan dosis 800 IU setiap hari dapat diberikan pada usia lanjut yang berisiko jatuh, adanya defisiensi vitamin D, adanya gangguan keseimbangan atau gait? + Algoritme pendekatan dan penanganan jatuh pada usia lanjut®? dapat dilihat pada Tampiran 2. KOMPLIKAS! Fraktur (tersering tulang vertebra, panggul, ibu jari, tungkai, pergelangaa kaki, lengan atas, tangan), memar jaringan lunak, isolasi dan depresi, imobilisasi?” PROGNOSIS Kemungkinan jatuh berulang lebih dari satu kali setiap tahunnya, terjadi pada 50% penghuni rumah perawatan/panti werdha, 10-25% mengalami komplikasiserius. Jatuh dapat memengaruhi kualitas hidup. Ketakutan mengalami jatuh dialami 25-40% orang berusia lanjut." Jatuh menyebabkan kematian karena kecelakaan dan terbanyak menyebabkan perawatan di rumah sakit. Sebanyak 20-30% kasus jatuh menyebabkan luka berat seperti laserasi, fraktur panggul, atau trauma kepala (46%). Kematian berhubungan dengan usia ( 82% kasus terjadi pada usia > 65 tahun), jenis kelamin laki-laki, ras kulit putih, non-Hispanics.° KOMPETENSI + Spesialis Penyakit Dalam + Konsultan Geriatri UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Geriatri + RSnonpendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam UNIT YANG TERKAIT + RSpendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam + RSnon pendidikan : Departemen IImu Penyakit Dalam REFERENSI 1. Setiati Siti, Laksmi Niko Adhi. Gangguan Keseimbangan Jatuh dan Fraktur. Dalam: Suyono, S. Waspadij, S. Lesmana, L. Alwi, |, Setiati, S. Sundaru, H. dkk. BUKU Ajar imu Penyakit Dalam. Jilid |, Edisi V. Jakarta: Interna Publishing: 2010, HalL812-826. Instability. Dorland's Medical Dictionary for Health Consumers.2007. Diunduh dati http://medical- dictionary. thefreedictionary.com/instabilty pada tanggal 29 Mei 2012. Yoshida S. A Global Report on Falls Prevention Epidemiology of Falls. Diunduh dati http://www. who int/ageing/projects/|.Epidemiology%200'%20falls%20in%200lder%20age.pdi pada tanggal 20 Mei 2012. 2010 AGS/BGS Clinica! Practice Guideline: Prevention of Falls in Older Persons. http://www. ‘americangeriatrics.org/files/documents/heaith_care_pros/Falls.Summary .Guide.pat Sloan JP. Mobility failure. in: Protoco's in primary care geriatrics. New York: Springer, 1997:33-8. Lajoie ¥, Gallagher S. Predicting fails within the elderly community:comparison of postural sway, reaction time, the Berg balance scale and the Activities specific Balance Confidence (ABC) scale for comparing fallers and non-fallers. Arch. Gerontol. Geriatr. 38 (2004) 11-26. Diunduh dari http://mrvar.fdv.uni}.si/sola/info4 /tina/clanki/dolinar_eva. pdf pada tanggal 28 Mei 2012. Rosendahl E, Prediction of falls mong older people in residential care facilities by the Downtowm Index. Aging Clin Exp Resp, vo! 15, no 2. 2002. Diunduh dari hitp://ourfuture.eu/OurFuturezU/ Files /results//Health%20and%20soclal%20Services/Home%20Visis/PredictionysZ00t%20Fallsy~20 ‘among%20older%20people%20%200FRI.paf pada tanggal 29 Mei 2012. Summary of the Updated American Geriatrics Society/Brilish Geriatrics Society Clinical Practice Guideline for Prevention of Fallsin Older Persons. e Panel on Prevention of Fails in Older Persons, American Geriatrics Society and British Geriatrics Society, http://www. americangeriatrics.org/ files /documents/nealth_care_pros/JAGS Falls, Guidelines.pdt Fetrucci L. Clinical Problems of Aging. . In: Longo Faucl Kasper, Harrison's Principles of intemal ‘Medicine 18" edition United Stctes of America. Mcgraw Hill. 2012 Falls Among Older Adults. Centers for Disease Controland Prevention, 2012. Diunduh dati htto:// www.cde.gov/HomeandRecreationalsafety/Falls/aduitfalls.html pada tanggal 20 Mei 2012. Instabilitas dan Jatuh Lampiran 1 UJI THE TIMED UP AND GO Tujuan : mengukur mobilitas, keseimbangan, dan pergerakan.* Cara pelaksanaan : subyek bangun dari kursi setinggi 46 cm dengan sandaran lengan dan punggung, berjalan sepanjang 3 meter, berbalik arah kembali menuju kursi, dan duduk kembali.? Hasil Tabel 4. Hasi pemeriksaan The Timed Up and Go! Waktu (detiky Tingkatmobiitas <10 Kemangirion penuh, <20 Umumnya mandiri untuk berbagai aktivitas mobiitas seperti akivitas mandi, ampu untuk baik tangga, dan bepergian senciti 20:29 Vatiasi dalam mobilitas dan keseimbangan >30 Mobittas terganggu dan ketergantungan pada kebanyakan aktivitas karena tisko jatuh tinggi UJI MENGGAPAI FUNGSIONAL Tujuan : menilai kontrol postural dinamis * Cara pelaksanaan : mengukur jarak terjauh seseorang yang berdiri mampu menggapai atau mencodongkan badannya ke depan tanpa melangkah * Hasil ‘Tabel 5. Hasil pemeriksaan uji menggapai fungsional" Kriterla Usia (tahun) Jenls kelamin Hasil pemeriksaan Normal 41-69 Lakilaki 14,98 inci 2,21 Perempuan 13,81 inci 2.2 70-87 Loki 13,16 incl 1,55 Perempuan 10.47 inci 3.4 Berisiko jatuh >70 <6éinci UJI KESEIMBANGAN BERG ‘Tujuan : menguji aktivitas dan keseimbangan fungsional dengan menilai kemampuan mengerjakan 14 tugas.* Hasil : Setiap tugas dinilai dengan rentang dari angka 0 jika tidak mampu melakukan sampai angka 4: mampu mengerjakan dengan normal sesuai dengan waktu dan jarak yang ditentukan. Skor maksimum 56! ‘Tugas-tugas yang dinilai dalam 10-20 menit® + Duduk tanpa bantuan + Bangkit dari duduk ke berdiri 313 Berdiri ke duduk Transfer Berdiri tanpa bantuan Berdiri dengan mata tertutup Berdiri dengan kedua kaki rapat Berdiri dengan kedua kaki-dalam posisi tandem Berdiri dengan satu kaki Rotasi punggung saat berdiri Mengambil obyek tertentu dari lantai Berputar 360% swe et9 Melangkahi kursi tanpa sahdaran Menggapai ke arah depan saat berdiri Lampiran 2 Menanyakan rwayat Jotuh dalam setahun terakhir | Jatuh > 1 Kall, kesulttan dalam keseimoangan dan galt, mencar_ <— enyebab medis. | | + Anamnesis mengenaljatuh + Riayat pengobaion + Pemeriksaan keseimbangan dan gait + Kognisi, visual + Fungs!sendl ekstremitas bawah + Keloinan neurolog’s + Kekuatan ofot + Delakjantung dan rama Jentung + Hipotens! postural + Environment hozard <— keseimbangen <— Instabilitas dan Jatuh ay Peneagahan jatuh, eddkesi, dan pragrom latiban melipul kesalmbangan, ga, lathon ‘oorlinatl atthan kekuaton \ Tidak ada jatuh ——» 1 kal jotuh Tidak ada dolom é bulan, ‘masalah Gangguan | Pemeriisaan adakah Sinoat ‘gangguan keseimbangan don gait + Intervensifaktorfsko + Penyesuaian obat + Merencanakan program latthon individual ‘+ Mengobatt kelalnan visual + Mengatasi hipotensi postural + Menangani gangguan detak Jentung dan rama jantung + Suplementas! dengan vitamin D + Mengurangi bohaya yang ada dilingkungon + Edukosi dan lathan penanganan ‘mandi dan perubahan tingkah late. Gambar 1. Algoritme pendekatan dan penanganan jatuh pada usia lanjut* 315 TATALAKSANA NUTRISI PADA “FRAILTY” USIA LANJUT ANOREKSIA PADA USIA LANJUT Asupan makanan berkurang sekitar 25% pada usia 40-70 tahun. Mekanisme anoreksia pada usia lanjut dipengaruhi faktor fisiologis, psikologis, dan sosial yang berpengaruh pada nafsu makan dan asupan makanan, Termasuk perubahan rasa kecap dan pembauan, meningkat sensitifitas efek kenyang (satiati) makanan, kesulitan mengunyah, dan gangguan fungsi usus.*? Penyebab lain anoreksia pada usia lanjut adalah peran hormon yang mempengaruhi nafsu makan, yaitu kolesistokinin, ghrelin, dan leptin. Kehilangan nafsu makan atau anoreksia dengan bertambahnya umur, berperan pada asupan makanan yang kurang, protein-energi malnutrisi dan berat badan turun Faktor psikologis misalnya depresi dan demensia, dan faktor sosial misalnya hidup dan makan sendiri, Asupan makanan kurang dan diet yang monoton pada orang usia lanjut berisiko terjadi asupan nutrient yang tidak adekuat (malnutrisi). Nutrisi buruk menyebabkan menurunnya kapabilitas fisik, sebaliknya menurunnya kekuatan otot dan kapabilitas fisik menyebabkan meningkatkan risiko nutrisi buruk yang merupakan lingkaran “setan” yang saling berhubungan.+ FRAILTY Frailty merupakan sindroma geriatri yang dihasilkan dari kumulasi penurunan sistem fisiologi yang multipel, dengan gangguan cadangan homeostatik dan penurunan kapasitas terhadap stress, termasuk kerentanan terhadap risiko jatuh, perawatan ulang, dan mortalitas, Fried dkk, menyatakan terdapat tiga atau lebih gejala : penurunan berat badan, kelelahan, kelemahan, kecepatan berjalan menurun dan aktifitas fisik lambat. Frailty dan sarkopenia tumpang tindih; sebagian besar usia lanjut yang frail memperlihatkan sarkopenia, dan beberapa usia lanjut yang sarkopenia juga mengalami frail.’ Sarkopenia adalah sindroma yang ditandai dengan menurunnya kekuatan dan massa otot secara progresif yang dapat menyebabkan disabilitas, kualitas hidup menurun dan kematian.* Salah satu penyebab sarkopenia adalah asupan energi dan protein tidak adekuat, misalnya malabsorpsi, gangguan gastrointestinal atau obat-obatan.> NUTRISI PENTING PADA FRAILTY/SARKOPENIA Asupan makanan yang menurun pada usia lanjut menyebabkan kekuatan dan massa otot berkurang. Asupan energi rendah yang tidak sesuai dengan energi “expenditure”, memicu penurunan berat badan, termasuk massa otot berkurang." Asupan makanan yang sedikit, mikronutrient pada tubuhpun berkurang. Nutrisi penting yang berhubungan dengan frailty dan sarkopenia pada usia lanjut adalah protein, vitamin D, dan sejumlah antioksidan misalnya carotenoid, selenium, vitamin E dan C”’ Penelitian lain membuktikan long-chain polyunsaturated fatty acid berpengaruh pada kekuatan otot usia lanjut.* Protein Protein merupakan suatu “kunci” nutrient pada usia lanjut. Diet protein yang mengandung asam amino diperlukan untuk sintesis protein otot. Absorbsi asam amino mempunyai efek stimulasi pada sintesis protein otot setelah makan.!? Pada asupan makanan yang kurang dan konsumsi protein bersamaan dengan karbohidrat, menyebabkan respon sintesa asam amino tidak bekerja baik pada usia lanjut.*" Asupan protein pada usia lanjut perlu ditingkatkan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan mencegah kehilangan otot pada sarkopenia.’ Suplementasi asam amino dapat meningkatkan massa otot dan meningkatkan fungsi fisik." Pada kondisi sarkopenia terjadi penurunan massa otot 3-8% per dekade. Untuk mencegah atau memperlambat terjadinya sarkopenia, seorang usia lanjut perlu mengkonsumsi protein dalam jumlah adekuat, Untuk memaksimalkan sintesis protein tot, asupan protein 25-30 gram protein dengan kualitas tinggi per kali makan (setara dengan 10 gram asam amino esensial), Leusin, suatu insulin secretagogue, dapat meningkatkan sintesis protein otot, sehingga suplementasi leusin ke dalam asupan makanan dapat mencegah terjadinya sarkopenia.'™"* Vitamin D Hubungan defisiensi vitamin D osteomalasia dan myopati sudah dikenal sejak beberapa tahun yang lalu."* Tetapi, peranan vitamin D langsung terhadap kekuatan otot dan fungsi fisik masih kontroversial.'° Mekanisme status vitamin D terhadap fungsiotot cukup kompleks, termasuk peranan genomik dan nongenomik."*"° Reseptor vitamin D, suatu target organ telah diisolasi dari otot skeletal.'* dan polimorfisme reseptor vitamin D berhubungan dengan perbedaan kekuatan otot.” Pada tingkat genomik, ikatan bentuk aktif biologis vitamin (1,25-dihidroksivitamin D) meningkatkan transkripsi protein, termasuk metabolisme kalsium.'t Mekanisme nongenomik vitamin D belum sepenuhnya dipahami."* Banyak penelitian yang menyatakan terdapat efek langsung vitamin D terhadap kekuatan otot, Penelitian NHANES III pada usia > 60 tahun status vitamin D rendah (serum 25-hidroksivitamin D < 15 ng mL ) berhubungan dengan empat kali peningkatan risiko frailty (18). Studi metanalisis suplementasi vitamin D (700-1000 1U per hari) menunjukkan berkurang risiko jatuh 19%."° Antioksidan Kerusakan yang disebabkan stres oksidatif dapat menyebabkan gangguan pada fungsi fisik usia lanjut.”° Kerusakan DNA, lipid, dan protein dapat terjadi bila reactive oxygen species (ROS) pada sel meningkat. Kerja ROS diimbangi oleh mekanisme pertahanan antioksidan yang termasuk enzim dismutase peroksidase dan peroksidase gluthation, sebagai antioksidan eksogen pada diet, misalnya selenium, karotenoid, tokopherol, flavonoid, tanaman polyphenol yang lain.**° Pada usia lanjut, akumulasi ROS memicu kerusakan oksidatif dan berperan pada hilangnya massa dan kekuatan otot.”” Sejumlah studi observasional menunjukkan hubungan positif antara status anti oksidan tinggi dengan pengukuran fungsi fisik.’ Pada studi cross-sectional dan longitudinal, status oksidan rendah merupakan prediksi penurunan fungsi fisik. Studi InCHIANTI pada usia lanjut laki-laki dan wanita, kadar karotenoid plasma tinggi berhubungan dengan risiko yang rendah terhadap disabilitas berjalan yang berat, di- follow-up selama enam tahun. Pada studi ini setelah diperhitungkan faktor perancu termasuk level aktifitas fisik dan morbiditas yang lain, OR 0,44 (95% CI 0,27-0,74).* Long-Chain Polyunsaturated Fatty Acids (LCPUFAs) Sarkopenia merupakan suatu keadaan inflamasi yang diperantarai sitokin dan stres oksidatif# Salah satu mediator dan regulator inflamasi adalah eicosanoids yang berasal dari 20-carbon polyunsaturated fatty acid. Peningkatan eicosanoids didapat dari asupan diet seimbang yang mengandung n-3 dan n-6 LCPUFAs. n-3 LCPUFAs adalah agen anti inflamasi yang potent.’ Studi observasional membuktikan bahwa kekuatan genggaman (grip strength) pada usia lanjut meningkat setelah konsumsi minyak ikan, sumber makanan yang kaya kandungan n-3 LCPUFA @) Studi lain pada pasien rheumatoid artritis yang mengkonsumsi minyak ikan, dapat meningkatkan kekuatan genggaman." Pada penelitian randomized controlled trial, suplementasi n-3LCPUFA (cicosapentaenoic dan docosahexaenoic acids) meningkatkan respon anabolik asam amino. Stimulasi sintesis protein otot oleh n-3 LCPUFA berguna untuk pencegahan dan tatalaksana sarkopenia.”* NUTRIS! DAN EXERCISE Intervensi “exercise” terbukti efektif meningkatkan kekuatan otot dan fungsi fisik pada usia lanjut.® Kombinasi asupan nutrisi dan exercise lebih efektif dari asupan nutrisi saja dalam mengatasi frailty/sarkopenia. Studi tentang efek interaksi diet dan exercise pada perbaikan fungsi fisik telah banyak dilakukan, terutama yang berhubungan dengan suplementasi protein/asam amino. Konsumsi asupan tinggi protein dapat meningkatkan sintesa protein otot pada usia lanjut sampai 50%, sedangkan kombinasi asupan tinggi protein dengan exercise dapat meningkatkan sintesa lebih dari 100%.?° KESIMPULAN Perlu pemahaman strategi mencegah atau menunda frailty /sarkopenia pada usia lanjut. Faktor gaya hidup (lifestyle) berpengaruh pada penurunan massa dan kekuatan otot. Hal yang penting dalam diet adalah asupan nutrisi yang adekuat dalam hal kualitas dan kuantitas yang mencakup nutrient protein, vitamin D dan antioksidan. Nutrisi dan diet adekuat selama hidup merupakan kunci dalam pencegahan sarkopenia dalam meningkatkan kapabilitas fisik pada usia lanjut, Gabungan asupan nutrisi yang adekuat dan exercise lebih baik dalam pencegahan dan tatalaksana sarkopenia, REFERENS! 1. Nieuwenhuizen WF, Weenen H. Rigby P, Hetrington MM. Older adults and patients in need of nutritional support: review of current treatment options and factors influencing nutritional intake. Clin Nutr 2010; 29(2):160-69. 2. Murphy C. The chemical senses and nuttition in older adults. Jour Nutr Eld| 200827 (3-4):247-65. Richard N, Baumgartner, Water's DL. Sarcopenia and sarcopenic-obesity. In; Pathy MSJ, Sinclair ‘AJ, Motley JE, eds Principles and Practice of Geriatric Medicine. 4” ed, John Witwy & sons Ltd. 1 2006.p. 909-27. 4, Robinson 8, Cooper C, Sayer AA. Nutrition and sarcopenia: a review of the evidence and -ations for preventive strategies. Jour Aging Research 2012: 1-6. 5. Cruzjentoft AJ, Boeyens JP, Bauer JM, Boilie Y, Cederholm T, LandiF. ef al. Sarcopenia:European consensus on definition and diagnosis. Age and Ageing 2010; 39: 412-23. 6 Delmonico MJ, Haris TB, Lee JS et al. Alternative definitions of sarcopenia, lower extremity performance,and furctional impairment with aging in older men and women. J Am Geriatr Soc 2007; 55: 769-74. 7. Kaiser M, Bandinelli, Lunenfeld B. Frailty and the role of nutrition in older people. A review of the ferature. Acta Biomedica 2010; 81(5): 37-45. 18. 16. 7 18. 19, a. 24, 25, Calder PC. N-3 Polyunsaturated fatty acid, inflammation, and inflammatory disease. Am Jour of Clin Nutr 2006; 83/6): 15055-15198. Wolfe RR, Miller SL, Miller KB. Optimal protein intake in the elderly. Clin Nutr 2008; 27(5): 675-84. kim JS, Wilson JM, Lee SR. Dielary implication on mechanisms of sarcopenia: roles of protein, ‘amino acids and antioxidants. Jour Nutr Biochem 2010; 21(1): 1-13. - Paddon-Jones D, Rasmussen BB. Dietary protein recommendations and the prevention of sorcopenia, Curr Opin Clin Nutr Metab Care 2009: 12{1): 86-90. Borsheim E, BUI GT, Tissier S, Kobayashi, Ferando A, Wolfe RR. Effect of amino acid supplementation ‘on muscle mass, strength and physical function in elderly. Clin Nut 2008; 27(2): 189-95. Konsensus pengelolaan nutisi pada usia lanjut 2012. PB Pergemi Hamilton 8. Vitamin D and human skeletal muscle. Scandinavian Jour Mec Sci Sports 2010; 20(2): 182.90. AnnweilerC, Schott AM, Berrut G, Fantino B, Beauchet O. Vitamin D-related changes in physical performance: a systematic review. Jour Nutr Health Aging 2009: 13(10}: 893-98. Ceglia L. Vitamin D and its role in skeletal muscle. Cur Op Clin Nutr Mata Care 2009; 12(6): 628-33, Geusens P, Vandevyver C, Vanhoof J, Cassiman JJ, Boonen S, Raus J. Quadriceps and grio slrength are related to vitamin D receptor genotype in elderty nonobese women. Jour Bon Min Research 1997; 12(12}: 2082-88, Wihelm-Leen ER, Hall YN, de Boer IH, Chertow GM. Vitamin D deficiency and frailty in older ‘Americans. Jour Int Med 2010; 268(2): 171-80. Bischoff-Ferrari HA, Dawson-Hughes B, staiehelin HB e! al. Fall prevention with supplemental and active forms of vitamin D: ¢ meta-analisis of randomised controlled trials, British Med Jour 2009; 339: ID b 3692, ‘Semba RD, FerruciL, Sun et al. Oxidative stress and severe walking disability among older women. ‘Am Jour Med 2007; 120(12}: 1084-89. Louretani F, Semba RD, Bandinelli $, et al. Carotenoids as protecton against disability in older persons. Rejuvenation Research 2008; 11(3): $57-63. Jensen GL. Inflammation: roles in aging and sarcopenia. Jour Parent Ent Nutr 2008; 32(6): 656-59. Robinson SM, Jameson KA, Batelann SF et al. Diet and its relationship with grip strength in community-dwelling older men and women: the Hertfordshire cohort study. Jour Am Ger Soc 2008; 56(1): 84-0. Smith Gi, Atherton P, Reeds DN et al. Dietary omega-3 fatty acid supplementation increases the fate of muscle protein synthesis in older adults: ¢ randomized controlled trial, Am Jour Clin Nutr 2011; 93(2): 402-12. Liu CJ, Latham NK. Progressive resistence strength training forimproving physical function in older adults. Cochrane Database of Systematic Review 2009; 3: article IDCD002759. Symons TB, Sheffield-Moore M, Mameraw MM, Wolfe RR, Paddon-Jones D. The anabolic response to resistence exercise and a protein-rich meal is not diminished by age. Jour Nutr Health Aging 2010; 15(5): 376-8). PENDEKATAN PARIPURNA PASIEN GERIATRI (COMPREHENSIVE GERIATRIC ASSESSMENT) BATASAN DAN URAIAN Pendekatan paripurna pasien geriatri/P3G (comprehensive geriatric asssessment/ (CGA) merupakan prosedur evaluasi multidimensi. Pada prosedur ini berbagai masalah pada pasien geriatri diungkap, diuraikan, semua aset pasien (berbagai sumber dan kekuatan yang dimiliki pasien) ditemu-kenali, jenis pelayanan yang dibutuhkan diidentifikasi, rencana asuhan dikembangkan secara terkoordinir, dimana semua itu berorientasi kepada kepentingan pasien. Pendekatan dalam evaluasi medis bagi pasien berusia lanjut (berusia 60 tahun atau lebih) berbeda dengan pasien dewasa muda, Pasien geriatri memiliki karakteristik multipatologi, daya cadangan faali yang rendah, gejala dan tanda klinis yang menyimpang, menurunnya status fungsional, dan gangguan nutrisi. Selain itu, perbaikan kondisi medis kadangkala kurang dramatis dan lebih lambat timbulnya. Karakteristik pasien geriatri yang pertama adalah multipatologi, yaitu pada satu pasien terdapat lebih dari satu penyakit yang umumnya bersifat kronik degeneratif. Kedua adalah menurunnya daya cadangan faali, yang menyebabkan pasien geriatri amat mudah jatuh dalam kondisi gagal pulih (failure to thrive). Hal ini terjadi akibat penurunan fungsi berbagai organ atau sistem organ sesuai dengan bertambahnya usia, yang walaupun normal untuk usianya namun menandakan menipisnya daya cadangan faali, Ketiga adalah penyimpangan gejala dan tanda penyakit dari yangklasik, misalnya pada pneumonia mungkin tidak akan dijumpai gejala khas seperti batuk, demam, dan sesak, melainkan terdapat perubahan kesadaran atau jatuh. Keempat adalah terganggunya status fungsional pasien geriatri. Status fungsional adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Status fungsional menggambarkan kemampuan umum seseorang dalam memerankan fungsinya sebagai manusia yang mandiri, sekaligus menggambarkan kondisi kesehatan secara umum. Kelima adalah adanya gangguan nutrisi, gizi kurang, atau gizi buruk, Gangguan nutrisi ini secara langsung akan mempengaruhi proses penyembuhan dan pemulihan. Jika karena sesuatu hal pasien geriatri mengalami kondisi akut seperti pneumonia, maka pasien geriatri juga seringkali muncul dengan gangguan fungsi kognitif, depresi, instabilitas, imobilisasi, dan inkontinensia (sindrom geriatri). Kondisi tersebut akan semakin kompleks jika secara psikososial terdapat hendaya seperti pengabaian (neglected) atau kemiskinan (masalah finansial). Berdasarkan uraian di atas tidak dapat disangkal lagi bahwa pendekatan dalam evaluasi medis bagi pasien geriatri mutlak harus bersifat holistik atau paripurna yang tidak semata-mata dari sisi bio-psiko-sosial saja, namun juga harus senantiasa memperhatikan aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Komponen atau domain dari Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri /P3G (Comprehensive Geriatric Assessment/CGA) meliputi status fisik medik, status fungsional, status kognitif, status emosional/psiko-afektif, status nutrisi dan status sosial ekonomi. STATUS FISIK MEDIK Dalam melakukan penilaian fisik medik pada pasien geriatri, maka anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap merupakan suatu keharusan. Anamnesis yang dilakukan adalah anamnesis sistem organ yang secara aktif ditanyakan oleh dokter (mengingat seringkali pasien geriatri memiliki hambatan dalam menyampaikan keluhan atau tidak menganggap hal tersebut sebagai suatu keluhan) dan pemeriksaan fisik lengkap yang mencakup pula pemeriksaan neurologis dan muskuloskeletal, STATUS FUNGSIONAL Pendekatan yang dilakukan untuk menyembuhkan kondisi akut pasien geriatri tidak akan cukup untuk mengatasi permasalahan yang muncul. Meskipun kondisi akutnya sudah teratasi, tetapi pasien tetap tidak dapat dipulangkan karena belum mampu duduk, apalagi berdiri dan berjalan, pasien belum mampu makan dan minum serta membersihkan diri tanpa bantuan. Pengkajian status fungsional untuk mengatasi berbagai hendaya menjadi penting, bahkan seringkali menjadi prioritas penyelesaian masalah. Nilaj dari kebanyakan intervensi medis pada orang usia lanjut dapat diukur dari pengaruhnya pada kemandirian atau status fungsionalnya. Kegagalan mengatasi hendaya maupun gejala yang muncul akan mengakibatkan kegagalan pengobatan secara keseluruhan. Mengkaji status fungsional seseorang berarti melakukan pemeriksaan dengan instrumen tertentu untuk membuat penilaian menjadi obyektif, antara lain dengan indeks aktivitas kehidupan sehari-hari (activity of daily living/ADL) Barthel atau Katz. Pasien dengan status fungsional tertentu akan memerlukan berbagai program untuk memperbaiki status fungsionalnya agar kondisi kesehatan kembali pulih, mempersingkat lama rawat, meningkatkan kualitas hidup dan kepuasan pasien. STATUS KOGNITIF Pada pasien geriatri, peran dari aspek selain fisik justru terlihat lebih menonjol terutama saat mereka sakit. Faal kognitif yang paling sering terganggu pada pasien geriatri yang dirawat inap karena penyakit akut antara lain memori segera dan jangka pendek, persepsi, proses pikir, dan fungsi eksekutif. Gangguan tersebutdapat menyulitkan dokter dalam pengambilan data anamnesis, demikian pula dalam pengobatan dan tindak lanjut, Adanya gangguan kognitif tentu akan mempengaruhi kepatuhan dan kemampuan pasien untuk melaksanakan program yang telah direncanakan sehingga pada akkhirnya pengelolaan secara keseluruhan akan terganggu juga. Gangguan faal kognitif bisa ditemukan pada derajat ringan (mild cognitive impairment/MCI dan vascular cognitive impairment/VCI) maupun yang lebih berat (demensia ringan, sedang, dan berat). Hal tersebut tentunya memerlukan pendekatan, diagnosis dan terapeutik tersendiri, Penapisan adanya gangguan faal kognitif secara obyektif antara lain dapat dilakukan dengan pemeriksaan neuropsikiatrik seperti Abbreviated Mental Test (AMT) dan the Mini-Mental State Examination (MMSE). STATUS EMOSIONAL/PSIKO-AFEKTIF Kondisi psikologik, seperti gangguan penyesuaian dan depresi, juga dapat mempengaruhi hasil pengelolaan. Pasien yang depresi akan sulit untuk diajak bekerja sama dalam kerangka pengelolaan secara terpadu. Pasien cenderung bersikap pasif atau apatis terhadap berbagai program pengobatan yang akan diterapkan. Hal ini tentu akan menyulitkan dokter dan paramedik untuk mengikuti dan mematuhi berbagai modalitas yang diberikan. Keinginan bunuh diri secara langsung maupun tidak, cepat atau lambat akan mengancam proses penyembuhan dan pemulihan. Instrumen untuk mengkaji status emosional pasien misalnya Geriatric Depression Scale (GDS) yang terdiri atas 15 atau 30 pertanyaan, Instrumen ini bertujuan untuk menapis adanya gangguan depresi atau gangguan penyesuaian. Pendekatan secara profesional dengan bantuan psikiater amat diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti. STATUS NUTRISI Masalah gizi merupakan masalah lain yang mutlak harus dikaji pada seorang pasien geriatri, Gangguan nutrisi akan mempengaruhi status imun dan keadaan umum pasien. Adanya gangguan nutrisi seringkali terabaikan mengingat gejala awal seperti rendahnya asupan makanan disangka sebagai kon‘ geriatri, Sampai kondisi status gizi turun menjadi gizi buruk baru tersadar bahwa memang ada masalah di bidang gizi. Pada saat tersebut biasanya sudah terlambat atau setidaknya akan amat sulit menyusun program untuk mengobati status gizi buruk. Pengkajian status nutrisi dapat dilakukan dengan anamnesis gizi (anamnesis normal yang terjadi pada pasien asupan), pemeriksaan antropometrik, maupun biokimiawi, Dari anamnesis harus dapat dinilai berapa kilokalori energi, berapa gram protein, dan berapa gram lemak yang rata-rata dikonsumsi pasien. Juga perlu dievaluasi berapa gram serat dan mililiter cairan yang dikonsumsi. Jumlah vitamin dan mineral biasanya dilihat secara lebih spesifik sehingga memerlukan perangkat instrumen lain dengan bantuan seorang ahli gizi, Pemeriksaan antropometrik yang lazim dilakukan adalah pengukuran indeks massa tubuh dengan memperhatikan perubahan tinggi tubuh dibandingkan saat usia dewasa muda, Rumus tinggi lutut yang disesuaikan dengan ras Asia dapat dipakai untuk kalkulasi tinggi badan orang usia lanjut. Pada pemeriksaan penunjang dapat diperiksa hemoglobin dan kadar albumin plasma untuk menilai status nutrisi secara biokimiawi. Instrumen untuk mengkaji status nutrisi pasien geriatri yaitu dengan Mini Nutrisional Assessment (MNA). Mini Nutrisional Assessment terdiri dari pertanyaan penapisan dan pengkajian meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Instrumen untuk mengkaji status fungsional, kognitif, emosional dan nutrisi dapat dilihat pada lampiran. REFERENSI 1, Sogjono CH. Pengkajian paripuma pada pasien geriatri, In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I Simadibrata M, Setiat S, Buku Ajar imu Penyakit Dalam. Edis’ V. InteinaPublishing Pusat Penerbitan Deportemen limu Penyakit Dalam, 2010,p.768-75 2. Reuben DB, Rosen S. Principles of Geriatric Assessment. In : Halter JB, Ousiander JG, Tinetti ME, Studinski S, High KP, Asthana S. Eds. Hazzard's Geriatric Medicine and Gerontology. 6” ed, New ‘York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2009, .141-52, 3. Evaluating the geriatric patient. In : Kane RL, Oustlander JG, Abrass iB, Resnick B. Eds. Essentials of Ciinical Geriatrics. 6" ed. New York: McGraw-Hil, 2009,9.41-77 4, Steinweig KK. Initial assessment, In: Ham RJ. Sloane PD. Warshaw GA, Bernard MA. Flaherty E, Eds. Primary care geriatrics a case-based approach. 5* ed Philadelphia: Mosby Elsevier. 2007,p.50-71 Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri/ a Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) Lampiran 1 INDEKS AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI BARTHEL (AKS BARTHEL)* No Fungs! 1 Mengendalikan rangsang pembuangan tinja 2. Mengendalikan rangsang berkemih 3 Membersinkan aii (seka muka, sisirramout, sikat gigi) 4 Penggunaan jamban, masuk dan keluar (melepaskan, memakai celona, membersihkan, menyiram) 5) Makan 6 Berubah skap dati berbaring ke duduk 7 Berpindah/bejjalan 8 — Memakal baju 7 Berpindah/beralan 8 | Memokai baju 9 Naik turun tanga: 10 Mandi TOTAL SKOR Ketorangan : Skor AKS BARTHEL 2 Manat 12.19 Ketergantungan angon 9-11 Ketergantungan sedang Skor =e -oN-on-o ono eS oo oe os oa Keterangan: ud Tak terkendali/tak teratur (perl. pencahar) Kadiang-kadang tak terkendat Ix seminggu) Terkendaii teratur Tak terkendali atau pakai kateler Kadang-kadang tak terkendaii hanya 1x/24 jam} Mandir Butuh perfolongan orang lain Mandir Tergantung pertoiongan orang|ain Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendii beberapa kegiatan yang lain Mandi Tidok mampu Perlu ditolong memotong makanan Mandir Tidak rampu erly banyak bantuan untuk bisa duduk {2 orang) Bantuan minimal 1 orang Mandir Tidak mampu Bisa (pindah) dengan kursi roda Berjalan dengan bantuan 1 orang Mandi Tetgantung orang lain Sebagian di bantu (miscinya mengancing baju) Mandi Tidak mampu Bisa (pindah) dengan kursi roda Berjalon dengan bantuan 1 orang Mandi Tergantung orang lain Sebagian di bantu (miscinya mengancing baju) Mandir Tidak mampu Butuh pertolongan Mandi Tergantung orang lain Mandi Ketexgantungan berat Ketergantungan total 325 a Panduan Praktik Klinis Geriatri Lampiran 2 ABBREVIATED MENTAL TEST (AMT)’ TUNE oo eseeseeeeeeteane TONUN 0. Salah 1, Benar 2. Waktu / jarn sekarang 0,5alah 1. Benar 3. Alamat tempat tinggal ... sent 0. Salah 1, Benar 4. Tahun sekarang . " 0. Salah |, Benar 5. Saat ini berada di manda ..... 0. Salah 1, Benar 6. Mengenali orang lain di ruangan (pengantar responden, 0. Salah 1, Benar satpam, pewawancara, atau petugas bank) 7. Tahun kemerdekaan RI 8, Nama presiden RI yang pertorna .. 9. Tahun kelahiran anda send. 10. Menghitung tertoalik (20 s/d 1). 0. Salah 1. Benar 0. Salah 1. Benar 0. Salah 1, Benar 0. Salah 1. Benar SkOF AMT Skor AMT : 0-3: gangguan ingatan berat 47: gangguan ingatan sedang 810: normal 11, Perasoan hati 1. Baik 2. Labil 3, Depresi 4, Gelisah 5, Cemas Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri/ Lampiran 3 NILAIMAKS —NILAI 2 {) 1 O 3 ) JUMLAH NILAI () Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE) CORIENTAS! Sekarang ini {tahun}, (musim), (bulan}. (tanggal), (hari) apa? kita berada dimana # (negara). (propinsi) {kota}, (rumah sakit), (lantai/ kamar} REGISTRASI Pewawancara menyebutkan nama 3 buch benda : satu defik untuk setiap benda. Kemudian pasien diminta mengulangi nama ketiga, objek taci. Berilah nila 1 untuk tiap nama objek yang disebutkan bencr. Ulangi lagi sampai pasien menyebut dengan benar : (bola, Kursi, buku) Hitungiah jumiah percobaan dan catatiah ATENS! DAN KALKULASI Pengurangan 100 dengan 7. Nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar. Hentkan setelah 5 jawaban, atau eja secara terbalik kata“ wah yu” {nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan: misal : uyahw = 2 nia) .- kali MENGENAL KEMBALI Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama objek diatas tadi, Berikan nilai | untuk tiap jawaban yang benar BAHASA, Apakah nama benda ini? Perlihatkaniah pinsii dan arloji Pasien disuruh mengulangj kalimat berikut : “jka tidak, dan atau tapi" Pasien disuruh melakukan perintah : “ambil kertas itu dengan tangan ‘anda, lipatiah menjadi dua dan letakkan di lantai Pasien aisuruh membaca, kemudian melakukan perintah kalimat " pejamkon mata anda" Pasien disutuh menulis kalmat lengkap dengan spontan (tulis apa saja) Pasien disuruh menggambar bentuk di bawah ini 327 GY Panduan Prawn Mins Geriatr Lampiran 4 GERIATRIC DEPRESSION SCALE (GDS) Pilihlah jawaban yang paling tepat, yang sesuai dengan perasaan pasien/responden dalam dua minggu terakhir. Jawaban yang bercetak tebal diberi nilai 1. 1. Apakah Bapak/Ibu sebenarnya puas dengan kehidupan Bapak/ibu @ Ya TIDAK 2, Apakah Bapak/lbu telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat_ YA Tidak ‘atau kesenangan Bapak/lbu ¢ 3. Apakah Bapak/lbu merasa kehidupan Bapak/lbu kosong ? YA Tidak 4, Apakah Bapak/ibu sering merasa bosan @ YA Tidak 5. Apokch Bopak/lou mempunyal semangat yang balk setiap saat ? Ya TIDAK 6 Apakah Bopak/llbu takut bahwa sesuatu yang buuk akan teriadipada YA Tidak Bapak/lbu ? ‘Apakah Bapak/Ibu merasa bahagia untuk sebagian besarhidup Bapak/. Ya‘ TIDAK Ibu? 8. Apakah Bapak/Ibu sering merasa tidak berdaya ? YA Tidak 9. Apakah Bapak/ibu lebih senang tinggal di rumah daripada pergikeluar YA Tidak dan mengerjakan sesuatu hal yang baru @ 10. Apokah Bapak/ibu meraso mempunyai banyak masalah dengan deya YA — Tidak ingat Bapak/ibu dibandingkan kebanyakan orang # 11. Apakah Bapak/ibu pikir bohwa hidup Bapak/Ibu sekarang ini Ya TIDAK menyenangkan # 12, Apakah Bapak/lbu merasa tidak berharga seperi perasaan Bapak/Iby YA Tidak saat ini ? 13, Apakah Bapak/Ibu merasa penuh semangat @ Yo TIDAK 14, Apakah Bapak/lbu merasa bahwa keadaan Bapak/ibu tidak ada YA — Tidak harapan 15, Apokali Bupuk/ibu pikit buhwa orang lain leblh balk keadaannya dat YA Tidak Bapak/Ibu # Total Nitai : .. {hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal) Setiap jawaban yang bercetak tebal/huruf KAPITAL mempunyai nilai 1 Nilai antara $9: kemungkinan besar depresi INilai 10 atay lebih : depresi 328 Lampiran 5 ‘MINI NUTRITIONAL ASSESSMENT (MNA) Nama : Umur Jenis kelamin : TB : BB: No. Rekam Medis : Tanggal pemeriksaan : Jawablah pertanyaan (PENAPISAN) berikut ini dengan menulis angka yang tepat pada kotak. Jumiahkan jawabannya, jika skor 1] atau kurang, teruskan dengan PENGKAJIAN untuk mendapatkan SKOR INDIKATOR MALNUTRISI. PENAPISAN (SCREENING) A. Apakah ada penurunan asupan makanan dalam jangka waktu 3 bulan oleh karena kehilangan nafsu makan, masalah pencemaan, kesulitan menelan, atau mengunyah? \afsu makan yang sangat berkurang .afsu makan sedikit berkurang (sedang} = nafsu makan biasa saja B, Penurunan berat badan dalam 3 bulan terakhir: penurunan berat badan lebih dari 3 ka jolak tahu 2= penurunan berat badan 1-3 kg 3 = tidak ada penurunan berat badan C. Mobilitas 0 = harus berbaring di tempat tidur atau menggunakan kursi roda 1 = bisa keluar dari tempat fidur atau kursi roda, tetapi tidak bisa ke Ivar rumah. 2= bisa keluar rumah D. Mendetita stres psikologis atau penyakit akut dalam 3 bulan terakhir O=ya 25 tidak Lt E. Masalah neuropsikologis demensia berat atau depresi berat demensia ringan = dak ada masalah psikologis F. Indeks massa tubuh (IMT) (berat badan dalam kg/tinggi badan dalam m:) IMT< 191 =IMT19-<21 IMT21-<23 3= IMT 23 atau lebih Skor PENAPISAN (subtotal maksimum 14 pein) Skor 212 normal, tidak berisiko > tak periu melengkapi form pengkajian Skor $11 kemungkinan malnutrisi slanjutkan pengkajian fidak tergantung orang Iain (bukan di rumah sakit atau panti O= tidak 1 =ya | H. Minum obat lebih dari 3 macam dalam 1 hari O=ya 1 tidak |. Terdapat ulkus dekubitus/Iuka tekan atau luka di kulit O=ya 1 = tidak — J. Berapa kali pasien makan lengkap dalam 1 hari ? 0= 1 kali 1 = 2 kali 2=3 kali kK. Konsumsi bahan makanan tertentu yg diketahui sebagai bahan makanan sumber protein (asupan protein} * Sedikitnya 1 penukar dari produk susu (susu, keju, yogurt) per hari (ya/tidak) + Dua penukar atau lebih dari kacang-kacangan atau telur perminggu (ya/tidak) * Daging, ikan, atau unggas tiap hari (ya/tidak) ¢. 0 atau 1 pertanyaan jawabannya ‘ya’ a 2 pertanyaan jawabannya ‘ya’ = jika 3 pertanyaan jawabannya ‘ya’ L. Adakah mengkonsumsi 2 penukar atau lebih buah atau sayuran per hari ? O=tidak 1 =ya M. Berapa banyak cairan (air, jus.kopi,teh, susu,...) yang diminum setiap hari 2 0,0 = kurang dari 3 gelas 1,0 = lebih dari 5 gelas N. Cara makan idak dapat makan tanpa bantuan akan sendiri dengan sedikit kesulitan lapat makan sendiri tanpa masalah ©. Pandangan pasien terhadap status gizinya 0 = merasa ditinya kekurangan makan/kurang gizi idak dapat menilai/tidak yakin akan status gizinyo }erasa tidak ada masalah dengan status gizinya. P.Dibandingkan dengan orang lain yang seumur, bagaimana pasien meiihat status kesehatannya ? 0,0 = tidak sebaik mereka .5 = tidak tahu 1,0 = sama baik 2,0 = lebih baik @. Lingkar Lengan atas (LLA) dalam em 0.0=LLA<21 0.5 =LLA 21 -<22 10=LLA2 22 R._ Lingkar betis (LB) dalam cm O=1B<311=18231 Skor PENGKAJIAN ( maksimum 16 poin) Skor PENAPISAN PENILAIAN TOTAL (maksimum 30 poin} SKOR INDIKATOR MALNUTRIS!_ 17 sampai 23,5 poin : berisiko malnutrisi kurang dari 17 poin : mainutisi. 331 SINDROM DELIRIUM AKUT PENGERTIAN Sindrom delirium akut (acute confusional state/ACS) adalah sindrom mental organik yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan atensi serta perubahan kognitif atau gangguan persepsi yang timbul dalam jangka pendek dan berfluktuasi, Penyebabnya yaitu defisiensi neurotransmiter asetilkolin, gangguan metabolisme oksidatif di otak yang berkaitan dengan hipoksia dan hipoglikemia, meningkatnya sitokin otak pada penyakit akut; sehingga mengganggu transduksi sinyal neurotransmiter serta second messenger system dan akibatnya menimbulkan gejala serebral dan aktivitas psikomotor. Faktor predisposisi dan fator pencetus yaitu:' Tabel 1. Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus Sindrom Delirium Akut! Faktor/predispoalal + Usia sangat lanjut > 80 tahun + Jenis kelamin pri * Gangguan faal kognitifringan (mild cognitive impairment/MC!) sampai demensia + Gangguan ADL + Gangguan sensorium (penglihatan dan/atau pendengaran) + Usia lanjut yang rapuh (fragile) * Usia lanjut yang sedang menggunakan obat yang menaganggu facl neurotransmiter otak (simetidin, ranitidin, siprofoksasin, psikotropika) + Polfarmasi + Komorbiditas PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Fakor pencetus latrogenik : pembedahan, katerisasi urin, physical restraints Gangguan metabolik/cairan : insufisiensi ginjal, dehidrasi, hipoksia, azotemia Penyakitfsik/psikiatnik : pneumonia, infeksi saluran kemnih, hipogikemia, hipergikemia, hipematremia, hipokolemia, demom, infeksi, sess, fraktur, malnuttis, gangauan pola ticur, CVD (cerebro vascular disease) Overstimulation : perawatan ICU, perpindahan ruang rawat Infoksikas! alkohol, pemakaian obat antikolinergik Gejala yang dapat dijumpai yaitu gangguan kognitif global berupa gangguan memori jangka pendek, gangguan persepsi (halusinasi, ilusi), gangguan proses pikir (disorientasi waktu, tempat, orang), komunikasi tidak relevan, autoanamnesis sulit dipahami, Pasien mengomel terus atau terdapat ide-ide pembicaraan yang melompat- Panduan Prakuk Klinis (7) lompat, gangguan siklus tidur (siang hari tertidur sedangkan malam hari terjaga). Gejala-gejala tersebut terjadi secara akut dan fluktuatif, dari hari ke hari dapat terjadi perubahan gejala secara berganti-ganti, Pada anamnesis perlu ditanyakan fungsi intelektual sebelumnya, status fungsional, awitan dan perjalanan konfusi, riwayat serupa sebelumnya, Faktor pencetus dan faktor predisposisi juga perlu ditanyakan pada anamnesis." Pemeriksaan Jasmani Perubahan kesadaran dapat dijumpai. Perubahan aktivitas psikomotor baik hipoaktif (23%), hiperaktif (25%), campuran keduanya (35%), atau normal (15%). Pasien dapat berada dalam kondisi fully alert di satu hari namun hari berikutnya pasien tampak gelisah. Gangguan konsentrasi dan perhatian terganggu saat pembicaraan.'Pemeriksaan neurologis, tingkat kesadaran (Glasgow Coma Scale), pemeriksaan tanda-tanda vital (adanya demam).? Pemeriksaan Penunjang’ Diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis; menemukan penyebab/ pencetus: Lakukan pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal, adakah cerebro vascular disease atau transient ischemic attack; lakukan brain CT scan jika ada indikasi Darah perifer lengkap Elektrolit (terutama natrium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah, fungsi hati, Analisis gas darah Urin lengkap dan kultur resistensi urin Foto toraks EKG Kultur darah Uji atensi (mengurutkan nama hari dalam seminggu, mengurutkan nama bulan dalam setahun, mengeja balik kata “pintu”) Uji status mental : MMSE (Mini-mental State Examination), Delirium Rating Scale, Delirium Symptom Interview. Pemeriksaan lain sesuai indikasi yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan jasmani :? - CT Scan : jika ditemukan kelainan neurologis - Kadar B,, dan asam folat - Analisis gas darah - Kultur sputum ~ Pungsi lumbal jika dicurigai adanya meningitis Kriteria diagnosis menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) : Meliputi gangguan kesadaran yang disertai penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian, perubahan kognitif (gangguan daya ingat, disorientasi, atau gangguan berbahasa) atau timbulnya gangguan persepsi yang bukan akibat demensia, gangguan tersebut timbul dalam jangka pendek (jam atau hari) dan cenderung berfluktuasi sepanjang hari, serta terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan jasmani, atau pemeriksaan penunjang bahwa gangguan tersebut disebabkan kondisi medis unum maupun akibat intoksikasi, efek samping, atau putus obat/zat. Berdasarkan DSM-IV telah disusun algoritme (CAM/ Confusion Assessment Methode) ditambah wji status mental lainnya yang dapat dipakai sebagai uji baku emas diagnosis." Gambar 1. Algoritme Confusion Assessment Methode! ay juan Praktik Klinis Geriatri etimguran Dot Spent Peal Onl ndenesa SISTEM PENSKORAN PASCA-OPERASI Ada beberapa sistem penskoran untuk menentukan risiko demensia setelah. tindakan operasi seperti :dapat dilita pada tabel 2. ‘Tabel 2. Sistem Skoring untuk Faktor Risiko Setelah Tindakan Operasi® Faktorisike) Usia > 70 tahun Riwayat ketergantungan alkohol ‘Adanya gangguan kognitit Kelainan jasmani berat (menurunnya kemampuan berjalan atau melakukan aktivitas sehari-hari) ‘Abnormalitas hasil pemeriksaan darah, elektrolit, atau glukosa Qperasi thorax noncoraiac Qperasi aneurisma akdominal aorta Keterangan: skor0: riko timbuinya delrlum post operesl xebetor 2% Bor | 2: feka fimBuinya delilum past operas seberar 11 skor2 3 ko timbuinya delur pos! oparas sabesor 50% DIAGNOSIS BANDING Demensia, psikosis fungsional, kelainan neurologis, gangguan cemas, gangguan depresi, gangguan kognitif pasca operasi (GKPO)." Jumiah poin 1 1 i 1 Tabel 3. Confusion Assessment Method (CAM) dalam Mendiagnosis Delirium* No. i Gejala ‘Onset akut atau berfiuktuas! ‘Anamnesis didapatkan darikeluarga atau perawat dengan menanyakan adakah perubahan status mental akut? Apakah abnormalitas tingkah taku berfiuktuasi dalam sehati, cenderung muncul atau hitang, meningkat atau menurun keparahannya? Inattention ‘Apakah posien mempunyai gangguan atens! seperti mudiah teralihkan perhatiannya atau mempunyai kesulitan mengingat apa yang dikatakan. Pemikiran tidak teratur ‘Apakah pasien berpikir inkoheren seperti melantur atau percapakan irelevan, ide pemikitan yang tidak jelos atau tidak logis, atau berpindah dari satu subjek ke subjek fain, Altered level of consciousness Menilai kesaciaran pasien apakah alert (normal, waspada (hyperalert), letargi (mengantuk, mudah dibangunkan}, stupor (sulit untuk dibangunkan}, atau koma. Diagnosis delirium ditegakkan jika ada nomor 1 dan 2 atau 3 dan 4. Delirium Ya Tidak Sindrom Delirium Akut Gy PENATALAKSANAAN' Tujuan pengobatan: menemukan dan mengatasi pencetus serta faktor predisposisi - Penanganan tidak hanya dari aspek jasmaniah, namun juga aspek psikologik/ psikiatrik, kognitif, lingkungan, serta pemberian obat. + Berikan oksigen, pasang infus dan monitor tanda-tanda vital pasien setidaknya 4 jam sekali - Segera dapatkan hasil pemeriksaan penunjang untuk memandu langkah selanjutnya; tujuan utama terapi adalah mengatasi faktor pencetus. + Jika khawatir aspirasi dapat dipasang pipa naso-gastrik + Kateter urin dipasang terutama jika terdapat ulkus dekubitus disertai inkontinensia urin + Awasi kemungkinan imobilisasi (lihat topik imobilisasi) - Hindari sebisa mungkin pengikatan tubuh untuk mencegah imobilisasi. Jika memang ¢iperlukan, gunakan dosis terendah obat neuroleptik dan atau benzodiazepin dan monitor status neurologisnya; pertimbangkan penggunaan antipsikotik atipikal. Kaji ulang intervensi ini setiap hari; targetnya adalah penghentian obat antipsikotik dan pembatasan penggunaan obat tidur secepatnya (algoritme 2). - Kaji status hidrasi secara berkala, hitung urine output setiap 4 jam Berisiko menyatkiti diri sendii/orang lain Tidak Poranoid/delusi hritabel Non-urgent treatment agitation/aggression * Lorazepam 0.5-1mgpo | Lorazepam 0.5-1 mg po + Gangguan tidur: [per oral) sampai 2 mg/24 jam ~ Topiicone 3.75-7.5 mg + Haloperidol 0.5mg - Img ~ Tradozone 50 ma (titrasi) + Holusinasi/delusi = Lorazepam 0.5-1 mg po - Haloperido! 0.5 mg po Gambar 2. Algoritme pedoman pemberian sedasi? 335 ~ Ruangan tempat pasien harus berpenerangan cukup, terdapat jam dan kalender yang besar dan jika memungkinkan diletakkan barang-barang yang familiar bagi pasien dari rumah, hindari stimulus berlebihan, keluarga dan tenaga kesehatan harus berupaya sesering mungkin mengingatkan pasien mengenai hari dan tanggal, jika kondisi klinis sudah memungkinkan pakai alat bantu dengar atau kacamata yang biasa digunakan oleh pasien sebelumnya, motivasi untuk berinteraksi sesering mungkin dengan keluarga dan tenaga kesehatan, evaluasi strategi orientasi realitas; beritahu kepada pasien bahwa dirinya sedang bingung dan disorientasi namun kondisi tersebut dapat membaik KOMPLIKAS! Fraktur, hipotensi sampai renjatan, trombosis vena dalam, emboli paru, sepsis PROGNOSIS Gejala dan tanda sindrom delirium dapat bersifat akut maupun menetap sampai berbulan-bulan. Pasien dengan sindrom delirium mempunyai risiko 1,71 kali lebih tinggi untuk meninggal dalam tiga tahun kedepan, Peningkatan risiko demensia pasca delirium sebesar 5.97. Delirium berhubungan dengan status fungsional yang lebih rendah, baik pada kelompok dengan maupun tanpa demensia. Pasien dengan sindrom delirium mempunyai skor ADL Barthel (Activities of daily living) yang lebih buruk dibandingkan dengan kontrol. Gejala sisa delirium dari125 pasien didapatkan hanya 44 % dari pasien yang gejalanya sudah tidak sesuai kriteria diagnostic DSM-IV untuk delirium, Setelah enam bulan pascarawat terdapat 13% pasien menunjukkan gejala delirium, 69% pasien menunjukkan gejala perubahan aktivitas namun tidak sesuai kriteria diagnostik delirium, dan hanya 18% pasien menunjukkan gejala resolusi komplit. Risiko kematian meningkat jika komorbiditasnya tinggi, penyakit yang lebih erat, dan jenis kelamin laki-laki. Pencegahan delirium : UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Departemen Penyakit Dalam - Divisi Geriatri + RSnon pendidikan : Bagian Penyakit Dalam UNIT YANG TERKAIT + RSpendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Saraf, Departemen Psikiatri * RSnon pendidikan : Bagian I!mu Penyakit Saraf, Bagian Psikiatri Sindrom Delirium Akut Tabel 2. Pencegahan Delirlum dan Keluarannya’* Panduan Intervensi Tindaken Keluaran Reorientas Memasang jam dinding, kalender Memulinkan orients! Memulhkansiklus —Memaciamkan lampu, minum susu hangat_—_Tidur tana obat fidur aiau feh herbal, musk yang tenang, pemijatan punggung Mobilisasi Latihan lingkup tuang sendi, mobilisas! Pulinnya mobilitas bertahop, batos| penggunaan restraint Penglihatan Kenakan kacamata, menyediakan bacaan Meningkatkan dengan huruf berukuran besor kemampuan, pengiihatan Pendengaran: Bersiikan cerumen prop, alat bantu dengar Meningkatkan kernampuan pendengaran Rehidrast Diagnosis dini dehidras’, tingkatkon osupan —_-BUN/kreattnin < 18 cairan oral. pemberlan cairan infus sesual incikas! REFERENSI 1, Soejone Czeresna H.Sindrom Delirium Akut (Acute Confusional State. Dalam; Suyono, S. Waspadi, 5, Leaman, L. Alwi, |. Seta, §. Suncaru, H. dkk. Buku Ajor imu Penyakit Oalam, Jd | Eds V. Jakarta: Interna Publishing; 2010. Hal.907-912. 2, Purchos M, Guidelines for the Diagnosis and Mcnagement of Acute Confusion. Diunduh daa http://www.acutemed.co.uk pada tanggal 19 Mei 2012. 3. Morcantonié £8, Goldman LMangione GM, et ai. A clinicaf prediction rule for detirum after elective noncardiac surgery. JAMA 1994; 271:134-139, 4. Inouye Sk, van Dyck CH, Alessi CA, Balkin, Siegal AP, HorwitzRI. Clarifying confusion: the confusion assessment method. A new method for detection of delirium. Ann Intern Med (1990) 113:941-8. 5. Guidelines for he prevention, diagnosis and management of delium in olderpeoplein hospital. Brlsh Geriatrics Soclety CinicalGuidelines.2006.Diundiuhiarhttpy//www Jogs.org.uk/Publications/ Clinical%20Guidelines/clinical!-2_fulidelirium.htm pada tanggal 19 Mel 2012. 337 338 ULKUS DEKUBITUS PENGERTIAN Ulkus dekubitus (UD) atau luka akibat tekanan merupakan salah satu komplikasi imobilisasi pada usia lanjut. UD adalah luka akibat peningkatan tekanan pada daerah kulit yang sama secara terus-menerus. Pada posisi berbaring, tekanan akan memberikan pengaruh pada daerah kulit ,dimana terjadi penonjolan tulang yang menyebabkan aliran darah terhambat, dan terbentuknya anoksia jaringan dan nekrosis.' UD dapat terjadi dimana saja, namun 80%-nya terjadi pada tumit, malleolus lateralis, sakrum, tuberositas ischium, dan trochanter mayor? Opini bahwa semua UD dapat dicegah masih kontroversial. Beberapa faktor risiko UD pada geriatri tercantum pada tabel 1. Tabel 1. Beberapa Faktor Risiko Ulkus Dekubitus pada Geriatri* Inirinstic Mobilitas terbotas : jejas medula spinal, _penyokit serebrovaskular, kelainan neurologis progresif (Parkinson, Alzheimer, sklerosis muttipel), nyori, fraktur, prosedur pasca. ‘operasi, koma atau sedasi, artropati Nutisi buruk : anoreksia, dehidrasi, gigi keropos, restriksi makanan, lemahnya sensasi kecap atau penghidu, kemiskinan atau berkurangnya akses makanan Penyakit komorbid : diabetes, depresi atau psikosis, vaskulits atau penyakit vaskular kolagen lainnya, penyakit vaskviar perifer, berkurangnya sensasi nyeri, imunodefisiensi atau terapi korlikosteroid, gagal jantung kongestif, keganasan, gagal ginjal, demensia, penyakit paru obstruktif kronik Kullt menua : elastisitas menghilang, berkurangnya alan darah kutaneus, perubahan pH kulit, hilangnya lemak subkutaneus, berkurangnya aiiran darah epidermis-demis, flattening of rete ridges DIAGNOSIS Anamnesis* Bastrinsik Tekanan dari berbagai permukaan keras (seperti tempat fidur, kursi foda, atau brankar/strctcher) Friksi dari ketidakmampuan pasien untuk bergerak dengan balk ai tempat tidur Tergores (shea) akibat gerakan otot involunter Kelembaban (menyebabkan maserasi}: inkontinensia—_urin atau buang ir besar, keringat berlebihan, drainase Iuka + Identifikasi faktor-faktor risiko seperti tercantum pada Tabel 1 + Onset dan durasi ulkus + Riwayat perawatan luka sebelumnya Panduan Praktik Klinis ulkus Dekubitus | (@y « Identifikasi faktor lainnya: kesehatan fisiologis, status kognitif dan perilaku, sumber daya sosial dan finansial, akses terhadap caregiver dan kemungkinan penelantaran (abuse/neglected case) Pemeriksaan Fisik** © Inspeksi kulit dari kepala hingga ujung kaki, depan hingga belakang, palpasi sesuai indikasi: perhatikan jumlah, lokasi, ukuran (panjang, lebar, kedalaman) ulkus dan periksalah apakah ada eksudat, bau, traktus sinus, formasi nekrosis atau eschar, undermining(cekungan), tunneling (terowongan), infeksi, penyembuhan (granulasi dan epitelialisasi), dan batas luka. Kemudian klasifikasikan ke dalam stadium klinis seperti tercantum pada Tabel 2. Penilaian ulang kulit tiap 8-24 jam, dengan perubahan kondisi atau level of care * Tanda infeksi Tabel 2. Stadium Uikus Dekubitus menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP)? ‘Stadium. Deskripsi Suspek jejasjaringan Perubahan wana ungu atau marun pada area terlokatisir, kulit utuh profunda (suspected (intact) atau iuka lecet terisi darah yang cisebabkan oleh kerusakan deep-tissue injury) pada jaringan lunak akibat tekanan atau goresan (shear); diskoloras’ ini dopat muncul sebelum rasa nyori, keras, lunak, basah, lebih hangat atau lebih dingin daripadia jaringan sekitamya 1 Kenerahan non-blanchable terlokalisir pada kul utuh, biesanya pada puncak tulang: pada kult hitam, worna pucat mungkin tidak teriinat, dan area yang terkena dapat berbeda dengan sekitamya; area yang terkena mungkin nyeri, keras, lunak, lebih hangat atau lebin dingin daripada jaringan sekitamya f Partial-thickness (oss dati dermis yang tampak sebagai uikus dangkal, tetbuka, dengan dasar kemerahan, tanpa slough [tidak bergaung); Iuka dopat juga tampak utuh atau terouka dan terisi serum; stadium ini tidak temasuk luka robek (tear). Iuka bakar adhesif (tape bums). dermatitis perineum, maserasi, atau ekskorias| W Fultthickness tissue loss; lemok subkutan dapat terllhat, dasor luka dapat bergaung, tapi tidak dapat menentukan kedalaman hilangnya jaringan; depat termasuk undermining dan tunneling Vv Ful-thickness tissue loss dengan otot, tulang, dan tendon yang terilhat; dosarluka dapat bergaung atau eschar, seringkali termasuk undermining don tunneling Tidak dapat ——Fullthickness tissue loss dengan dasar ulkus tertutup gaung {kuning, diklosifkaskan ——_fan#?, abu-abu, hijau atau coklat} atau nekrosis/eschar (tan#?, coat, [unstageable) —_atav hitam) Kelerangan: kecolaman UD stacium It lau IV bervares!tergantung lokas! anatoms. Karena jombatan’ jaringonantara lang, elnga, okspvt, dan mallelus fica mem jaringan subkutan, maka ukus pada doerah ii dapat canal Sebalkaya, area dengan janngan lemak yang cukup dapat berkombang menjaci ukus stacium il dan NV diam Pade vikus Stadium WV. tang atau tendon capa feroksbes atau dipaipas! secara langsung 339 ay Panduan Praktik Klinis) Geriatri PEMERIKSAAN PENUNJANG*> + Laboratorium (sesual indikasi) : darah perifer lengkap, protein total, albumin, gula darah + Sesuai indikasi: foto toraks, USG, termografi DIAGNOSIS BANDING‘ + Eritema non-palpable yang menghilang pada penekanan, penyebab lainnya + Dermatitis terkait kelembaban (moisture-associated dermatitis) * Luka kronis tipe lainnya (ulkus diabetikum, ulkus venosus, ulkus arteriosus) + Ulkus dekubitus atipikal + Pioderma gangrenosum + Osteomielitis TATALAKSANA oe | | ar ace Dressing Bersihkan Bersinkan luka, Infeksi protektif ka. dressing dressing lembo- ‘loka bila peru lembab absorbent Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Ulkus Dekubitus? Pencegahan: skrining risiko dengan Skala Braden, yang menilai durasi dan intensitas tekanan eksternal (fungsi sensoris, alttivitas, mobilisasi), hindari kulit terhadap faktor yang berpotensi melukai (kelembaban, status gizi kurang, friksi).° Preventive positioning (miring 30° ke kanan dan ke kiri setiap dua jam) diberikan untukmencegah dekubitus pada sakrum dan spina iliaca anterior superior (SIAS). Therapeutic positioning diberikan dengan teknik yang sama namun dilakukan setiap satu jam. Komponen dasar tatalaksana UD: mengurangi tekanan pada kulit, membersihkan luka, debridement jaringan nekrotik, mengatasi kolonisasi dan bacterial load, dan pemilihan wound dressing} Status gizi pada semua stadium UD: pada pasien malnutrisi, diet tinggi kalori (30-35 kal/kg/hari) tinggi protein (1,25-1,5 g/kg/hari) dan hidrasi cukup dapat membantu penyembuhan luka, durasi rawat inap lebih pendek, dan komplikasi yang lebih sedikit. Protein, vitamin C, dan suplemen zinc dapat dipertimbangkan apabila intake kurang atau terdapat bukti defisiensi.** Antibiotik sistemik diberikan bila terdapat bukti selulitis, osteomielitis, atau bakteremia, Rejimen terapi ditujukan untuk gram positif, negatif, dan anaerob. Karena tingginya angka mortalitas, antibiotik empiris dapat diberikan pada suspek sepsis atau bakteremia, Antibiotik topikal tidak diindikasikan® Tempat tidur khusus: penggunaan kasur anti-dekubitus yang berisi udara (alternating pressure air mattress) menurunkan angka kejadian ulkus dekubitus pada tumit daripada kombinasi matras viskoelastis dan reposisi tiap 4 jam, namun tidak untuk sakral? Perawatan Luka: luka harus dibersihkan sebelum mengganti dressing (pemilihan dressing dapat dilihat pada Tabel 3). Debridement jaringan nekrotik secara pembedahan atau dengan menggunakan kompres kasa dengan normal saline. Antiseptik seperti povidone iodine, asam asetat, hidrogen peroksida, dan sodium hipoklorit (larutan Dakin) harus dihindari karena menghancurkan jaringan granulasi. Antibiotik topikal seperti silver sulfadiazin sebaiknya digunakan selama 2 minggu untuk membersihkan luka yang tidak sembuh seperti seharusnyasetelah perawatan optimal 2-4 minggu.* Konsultasi Bedah dipertimbangkan pada UD stadium III dan IV yang tidakrespon dengan perawatan optimal atau bila kualitas hidup pasien dapat meningkat dengan penutupan luka secara cepat.* Wrap therapy dapat dipertimbangkan pada UD stadium III dan IV." Manfaat terapi elektromagnetik, ultrasound, oksigen hiperbarik masih belum jelas.* Tranplantasi kulit (skin grafting) sesuai indikasi ‘Terapi sel punca (stemcell therapy) (masih dalam fase penelitian pendahuluan) 342 Panduan Praktik Faminoxnan Deer Spas Pera Da Tabel 3. Pemilihan Dressing’” rae Stadium il Stadium il! Drainaseringan roinave © Dralnase film transparan* Fa v Hidrokoloid* v v v v v Alginates Pz va v Foam v v v v Hydrogels** v v Hydroflbers v v Keterangan 3pat digunakan pada UD stadium | jindikasikan pada dasar iuka kering untuk rehidrasi atau rehicras! jaringan nekrosls untuk debridement KOMPLIKASI Hipoalbuminemia, anemia, Infeksisepsis® PROGNOSIS Prognosis ulkus dekubitus stadium I dapat diprediksi dengan penilaian awal dan manajemen yang sesuai.’ Studi di Texas menunjukkan angka mortalitas sebanyak 68,9% ditemukan pada pasien yang mengalami ulkus dekubitus stadium III-IV nosokomial, dengan rata-rata 47 hari mulai dari onset ulkus dekubitus hingga kematian. Menurut penelitian ini, pasien dengan beban penyakit berat yang mendekati akhir hidupnya, berkembangnya ulkus dekubitus full-thickness nosokomial merupakan suatu proses patologis komorbid.”? KOMPETENSI + Spesialis Penyakit Dalam: A3, B3 + Konsultan Geriatri : A3, B3/B4 UNIT YANG MENANGANI + RS pendidikan : Departemen Imu Penyakit Dalam - Divisi Geriatri, Departemen Rehabilitasi Medik, Bedah Ortopedi, Bedah Plastik, Bedah Vaskular, Departemen Gizi Klinik + RSnon pendidikan ; Departemen IImu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT + RSpendidikan : Bidang Keperawatan, Departemen Kulit dan Kelamin + RSnon pendidikan :- REFERENS! 1 5. 10. n 12, Setiati $, Rocsheroe AG. Imobilsasi Pada Usia Lanjut. Dalam : Sudoyo A, Sefiyohadi 8, Aiwi|, et Gl. Buku Ajariimu Penyakit Dalam. Edisi V. Jif {. 2009. Hai 859-63. Caruso LB. Geriatric Medicine. In : Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser L, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison's Principles of Internal Medicine, 17® Edition. New York, McGraw-Hill, 2008 Bivestein D, Javaheri A. Pressure Ulcers : Prevention, Evaluation, and Management. Am Fam Physician. 2008;78|10):1186-1194, 1195-1196, Diunduh dari htip://www.aatp.org/afp/2008/1115/ P1186.pdf pada tanggal 25 Mei 2012. Insfitute for Clinical Systems Improvement, Health Care Protocol: Pressure Ulcer Prevention and Treatment Protocol. 3rd Edition, January 2012. Diakses melalui http://www.icsi.org/pressure_ulcer_ freatment_protocol_review_and_comment_/pressure_uicet_tteatment_protocol_,himlpada tanggal 25 Mei 2012. Sato M, Sanada H, Konya C, et al. Prognosis of stage I pressure ulcers and related factors. Int Wound J, 2096 Deci3{4):355-62. [Abstract] Anders J, Heinemann A, Leffmann C, et al, Decubitus Ulcers: Pathophysiology and Primary Prevention. Dtsch Arztebl Int. 2010 May; 107(21): 371-382. Diunduh dari hitp://www.nebi.nim.nin, gov/pme/atticles/PMC2883282/pdt/DIsch_Arzteb|_Int-107-0371 pdf pada tanggal 25 Mei 2012. Pressure Ulcer. Tersedia di http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/378/ diagnosis/ differential.htmi ivesley NJ, Chow AW. Infected Pressure Ulcers in Elderly Individuals, Clinical Infectious Diseases, 2002; 35:1390-6. Diunduh dari http://cid.oxlordjournals.org/ content/35/11/1390.ful,pdf pada tanggal 25 Mei 2012. Vanderwee k, Grypdonck MH, Deftoor T. Effectiveness of an alternating pressure air mattress for the prevention of pressure uicers. Age and Ageing 2005; 34: 261-267. Diunduh dari htto://ageing. ‘oxfordjournals.org/content/34/3/261 full,odf pada tanggal 25 Mei 2012. Lyder CH. Pressure Ulcer Prevention and Management. JAMA 2003:289(2):223-6, Bito S, Mizuhara A, Conish!s, ef al. Randomised controlled tral evaivating Ihe elficucy of wrap therapy for wound healing acceleration in patients with NPUAP stage II and Ill pressure ulcer. BMJ Open 2012;2:6000371. Diunduh dari http://omjopen.bmj.com/content/2/1/ 000371. full. pdf pada tanggal 25 Mei 2012. Brown G, Long-term outcomes of full-thickness pressure ulcers: healing and mortality. Ostomy Wound Manage 2003 Oct:49(10}:42-50. [Abstract] SARKOPENIA DEFINIS! SARKOPENIA Sarkopenia merupakan sindroma yang ditandai dengan berkurangnya massa otot rangka serta kekuatan otot secara progresif dan menyeluruh. Sarkopenia umumnya diiringi inaktivitas fisik, penurunan mobilitas, cara berjalan yang lambat, dan enduranst fisik yang rendah. Otot rangka mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya usia baik pada wanita ataupun pria, Massa dan kekuatan otottertinggi dicapai pada usia belasan sampai dengan dua puluhan dan kemudian mulai mengalami penurunan pada usia tiga puluhan. Kecepatan penurunan kekuatan otot sekitar 10- 15% per dekade setelah usia 50 tahun, dan akan menurun dengan cepat setelah usia 75 tahun. Definisi Sarkopenia menurut The European Working Group on Sarkopenia in Older People (EWGSOP) 2010 dapat ditegakkan bila didapatkan penurunan massa otot rangka ditambah salah satu atau lebih dari dua kriteria berikut yaitu kekuatan otot buruk dan atau performa fisik yang kurang, * Penurunan massa otot didefinisikan berdasarkan Indeks Otot Rangka (Skeletal Muscle Index/SMl) yaitu , massa otot rangka apendikular (Appendicular Skeletal Muscle/ASM) (Ig) dibagi dengan tinggi badan dalam meter kuadrat (SMI = kg/m?) Massa otot rangka apendikular didapatkan dari penjumlahan total dari massa otot rangka kedua lengan dan kedua kaki. Titik pintas (Cut-off) SMI adalah nilai kurang dari 2 kali standar deviasi referensi populasi laki-laki atau perempuan dewasa muda yang sehat di wilayah tersebut. Pemeriksaan massa otot rangka dapat dilakukan dengan pemeriksaan Dual-Energy X-ray Absorptiometry (DEXA) atau dengan Bioelectric Impedance Analysis (BIA).** Kriteria diagnosis tersebut sulit diterapkan di Indonesia karena belum ada data normatif besaran massa otot rangka pada populasi dewasa muda serta data referensi kekuatan otot pada berbagai kelompok usia dan jenis kelamin, Selain itu, hingga kini belum ada standar teknik pengukuran besaran massa otot untuk usia lanjut.!2 Sarkopenia Tabel 1. Kriterla Sarkopenia pada Populas! Asia* ree Metode Nlial Tik Pintas sesual jenis kelamin. —Negaro/ Etnik Massa Otot DXA ASM/ Tinggi badan? Jepang Klas 1 dan klas 2 sarkopenia Pria : 7,77 dan 6,87 ka/ m2 Wanita : 6,12 dan 5,46 kg/m2 ASM/Tinggi badan * China Pria < 5,72 ka/ m2 Wanita < 4, 82 kg/m2 ASM/ Tinggi badan * Korea Pria : 7,40 kg/m2 Wanita 5.14 kg/m2 SMI (%) BIA SMI Taiwan Pria <8,87 kg/m2 Wanita < 6,42 ka/m2 ASM /Tinggi2 Jepang Pria<7.0 ka/ m2 Wanita < 5.8 kg/m2 ASM/ Tinggi2 Korea Pria < 6,75 kg/m2 Wanita < 5.07 kg/m2 Kekvatan otot Kekuaton Pria : 30,3 kg Jepang Mengenggam Wanita : 19,3kg Pria<22.4kg Taiwan Wanita < 14.3kg Ekstensilutut Wanita < 1,01 Nmn/kg Jepang Fisk: Berjalan Kecepatan berjalan Jepang Pria < 1.27 m/detek Wanita < 1.19 m/dtk Kecepatan berjalan < Im/aitk Taiwan SPBB Nilai SPPB <9 Korea Saat ini teknik yang dianggap sebagai baku emas untik pemeriksaan masa otot adalah pemeriksaan dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), Bioelectric Impedance Analysis (BIA) computed tomography. magnetic resonance imaging, serta pengukuran ekskresi kreatinin urin, pengukuran antropometri dan aktivasi netron, ™* PENDEKATAN DIAGNOSIS Diagnosis Sarkopenia Berdasarkan European Working Group on Sarkopenta in Older People (EWGSOP) tahun 2010 oleh Cruz-Jentoft AJ dkk,, kriteria sarkopenia harus memenuhi yaitu adanya 345 a Panduan Praktik Klinis Gerigtri trnon Coe Spals enya Daa dnesa massa otot yang kurang disertai kekuatan otot yang berkurang dan atau perfoma aktivitas fisik yang menurun.®” Seperti terlihat pada gambar di bawah ini mengenai algoritma diagnosis sarkopenia Subjek Usia lanjut (> 65tahun ) Pemeriksaan Kecepatin Bericlon a 20, 8 meter/ detik £0.8 Meter/ cetik vonasads Kekuatan alas menggenggam Masa Otot ——— —————— Normal Menurun Menurun Normal ! I I Normal Sarkopenia Normal Gambar 3. Algoritma Diagnosis Sarkopenia menurut EWGSOP ” Menurut EWGSOP sarkopenia dibagi menjadi tiga tahap yaitu presarkopenia, sarkopenia dan sarkopenia berat, seperti terlihat pada tabel 3 di bawah ini. Dimana pada stadium presarkopenia hanya ditemukan penurunan masa otot tanpa adanya penurunan kekuatan dan performa otot, sedangkan pada sarkopenia ditemukan adanya penurunan masa otot disertai dengan penurunan kekuatan otot atau performa otot, sedangkan pada sarkopenia berat ditemukan penurunan dari ketiga hal tersebut.? Tabel 3. Kriterla Sarkopenia Tahapan Massa Otot Kekvatan Otot Pertoma Status Presarkopenia Sarkopenia ¥ atau ¥ Sarkopenia Berat v v ¥ Manajemen Sarkopenia Keberhasilan penatalaksanaan pada sarkopenia sangat bergantung pada latihan fisik, gaya hidup, dan pola makan, Latihan fisik memberikan dampak positif 346 pada sarkopenia terutama yang berkaitan dengan kondisi penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit jantung koroner. Pengaturan pola makan sebaiknya tetap dikombinasikan dengan program latihan fisik, mencakup latihan tahanan dan peregangan. Latihan tahanan progresif sebanyak 2-3 kali per minggu terbukti meningkatkan kapasitas fisik dan mencegah/mengurangi disabilitas dan kelemahan otot pada usia lanjut. Faktor psikologis pada pasien dengan sarkopenia dan frailty syndrome juga penting, sehingga terapi suportif psikologis diperlukan pada penatalaksanaan sarkopenia. Tujuan dari penatalaksanaan sarkopenia adalah tercapainya perbaikan dari keluaran primer dan sekunder. Untuk terapi yang bersifat intervensi EWGSOP merekomendasikan tiga variabel keluaran yaitu massa otot, kekuatan otot dan performa fisik LATIHAN DAN AKTIVITAS FISIK Latihan fisik dibedakan menjadi dua jenis latihan yaitu latihan aerobik dan latihan tahanan. Dalam latihan aerobik, sejumlah besar otot bergerak secara ritmis dalam waktu yang cukup lama sedangkan pada latihan tahanan adalah menitikberatkan pada daya tahan dalam melawan beban seperti pada olahraga angkat berat.*Latihan tahanan merupakan pilihan yang dapat digunakan untuk pencegahan dan penanggulangan sarkopenia. Program 2 minggu latihan tahanan dengan 60-90 % kekuatan maksimum, pada otot kuadrisep terbukti meningkatkan kecepatan sintestis protein sampai 100%. Latihan tahanan pada usia lanjut adalah meningkatnya kadar hormon yang akan meningkatkan IGF-1 plasma. IGF-1 plasma mempunyai efek anabolik yaitu merangsang sintestis protein dan selanjutnya menimbulkan hipertrofi otot. * Latihan tahanan merupakan stimulus hipertrofi otot yang jauh lebih kuat dibandingkan latihan aerobik (endurance). Kekuatan otot dan massa otot atlet angkat berat yang berusia lanjut lebih baik dibandingkan perenang. Latihan kekuatan otot pada usia lanjut perlu diawasi secara ketat. Pengawasan yang dilakukan menyangkut intensitas, lama, dan frekuensi latihan. Intensitas beban dimulai dari yang paling ringan misalnya 1 kg kemudian sedikit demi sedikit ditingkatkan. Lakukan 2-3 set dari setiap macam latihan, seminggu berlatih 2-3 kali dengan paling sedikit satu hari istirahat. Sebelum melakukan latihan penderita kiranya menjalani pemeriksaan medis terlebih dahulu. Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengetahui penyakit yang merupakan kontraindikasi dalam melakukan latihan beban. Berdasarkan American College of Sports Medicine, penderita dalam melaksanakan latihan harus sesuai dengan petunjuk tenaga medis, jika terdapat kondisi yang tidak stabil, seperti: diabetes yang tidak terkontrol, hiperetensi, hernia, katarak, dan perdarahan retina, Sedangkan latihan beban harus dihindari oleh pasien dengan irama jantung tidak teratur, gangguan kognitif berat dan demensia, American College Of Sport Medicine (ACSM) dan American Heart Association (AHA) merekomendasikan latihan dengan intensitas 70-90% dari 1-RM (Maximal Repetition) dengan frekuensi 2 hingga 3 kali per minggu secara tidak berurutan (selang 1 hari) cukup untuk meningkatkan massa dan kekuatan otot pada usia lanjut. Sedangkan pada latihan aerobik, walaupun peningkatan massa otot yang didapat tidak sebanyak pada latihan tahanan, namun latihan aerobik terbukti dapat mengurangi presentase lemak tubuh, dimana hal ini cukup berperan penting untuk meningkatkan fungsi otot relatif terhadap berat badan. NUTRISI Sebagian besar populasi usia lanjut tidak dapat memenuhi asupan nutrisi terutama protein sesuai jumlah yang dianjurkan sehingga terjadi pengurangan massa otot dan gangguan fungsional’ Hal ini disebabkan karena berkurangnya kemampuan ekonomi untuk membeli bahan makanan dengan nilai biologis tinggi, kesulitan mengunyah, ketakutan untuk mengkonsumsi terlalu banyak lemak atau kolesterol dan intoleransi terhadap beberapa jenis makanan. " Asupan protein yang tidak adekuat adalah barrier utama untuk mendapatkan peningkatan massa otot pada usia Janjut walaupun telah menjalani latihan tahanan dan aerobik. Asupan nutrisi merupakan kontributor utama proses menua terutama dalam terjadinya sarkopenia dan sindroma kerapuhan. Pada penelitian kohort 10 tahun di Amerika Serikat yang melibatkan 304 orang sehat dengan rerata usia 72 tahun saat penelitian dimulai, sindroma kerapuhan atau kematian dalam 10 tahun lebih banyak terjadi pada kelompok yang mengkonsumsi kalori lebih tinggi dari anjuran RDA (25- 30 kal/kgBB/ hari). Sebaliknya, pada kelompok yang mengkonsumsi protein lebih tinggi dari anjuran RDA (>0.8 gr/kgBB/hari) lebih sehat daripada kelompok yang mengkonsumsi protein lebih sedikit.: PROTEIN Protein merupakan nutrisi kunci pada usia lanjut. Asupan protein yang tinggi diperlukan untuk mencegah keseimbangan nitrogen negatif yang dapat memperburuk pengurangan massa otot secara progresif yang berhubungan dengan proses menua. Diit tinggi protein ini terbukti dapat memperbaiki status fungsional, meningkatkan kualitas hidup, mempercepat penyembuhan, memperpendek masa perawatan di rumah sakit, mempercepat penyembuhan trauma sehingga dapat menurunkan biaya Sarkopenia GY perawatan, Akibat penurunan massa otot, komposisi tubuh akan berubah sehingga komposisi lemak menjadi lebih tinggi. Usia lanjut dengan komposisi lemak yang lebih tinggi akan lebih mudah menderita gangguan toleransi glukosa dan diabetes dan resistensi insulin. Penurunan massa otot menyebabkan penurunan kekuatan otot dan berakibat pada gangguan kesehatan tulang™* Otot berperan dalam metabolisme protein tubuh sebagai cadangan asam amino untuk mempertahankan sintesa protein pada organ dan jaringan vital terutama pada saat tidak ada absorbsi usus melalui proses glukoneogenesis. Kondisi patologis dan penyakit kronis dapat menyebabkan pengurangan massa otot; Gangguan metabolism otot memainkan peranan terutama sebagai respons terhadap stress. “ Kekurangan asupan protein dan inaktifitas merupakan faktor utama penyebab deplesi otot. Asupan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan laju sintesa protein lebih rendah daripada degradasi protein otot sehingga dapat mempercepat terjadinya sarkopenia. Berdasarkan rekomendasi RDA, jumlah protein yang harus dikonsumsi untuk untuk dewasa adalah sebesar 0.8 gr/kgBB/hari tanpa melihat umur, Jumlah protein ini didasarkan pada penelitian keseimbangan nitrogen selama 10-14 hari. Jumlah tersebut merupakan perkiraan asupan protein minimal yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen pada dewasa muda yang sehat untuk mempertahankan kesehatannya secara optimal untuk mencegah kehilangan massa otot secara progresif pada populasi normal. Pada survey yang diselenggarakan oleh USDA tahun 1996 di Amerika Serikat, didapatkan data bahwa 32-41% wanita dan 22-38 % laki-laki berusia lebih dari 50 tahun dan lebih dari 40 % usia lanjut berusia lebih dari 70 tahun mengkonsumsi protein kurang dari jumlah tersebut. 15 18 Beberapa penelitian membuktikan bahwa jumlah tersebut tidak cukup untuk mencegah terjadinya sarkopenia **¢ Gangguan sistem imun dan inflamasi kronis pada usia lanjut dapat menyebabkan katabolisme protein. Sitokin inflamasi yang berperan dalam hal ini adalah Tumor Necrosis Factor a (TNF a), Interleukin 6 (IL-6) dan C-reactive protein (CRP). Sitokin ini juga berhubungan dengan penurunan status fungsional, degradasi otot dan mortalitas pada usia lanjut. Pada Penelitian Framingham didapatkan hubungan antara tingginya IL-6 dan TNF @ berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dan meningkatkan mortalitas. Sebagian besar sitokin inflamasi berasal dari jaringan adiposa, sehingga peningkatan proporsi lemak karena penurunan massa otot menyebabkan terjadinya peningkatan sitokin inflamasi. Hal ini terutama terlihat pada usia lanjut dengan rheumathoid arthritis dan osteoarthritis dan disebut sarcopenic obesity. Penelitian juga membuktikan, sitokin inflamasi yang diproduksi oleh jaringan adiposa juga akan 349 memacu terjadinya katabolisme otot sehingga terjadi lingkaran setan yang menginisiasi dan mempertahankan terjadinya sarcopenic obesity. Penderita dengan sarcopenic obesity mempunyai risiko disabilitas 2-3 kali lebih besar daripada non-sarcopenic obesity. Berdasarkan hal tersebut, maka peningkatan massa otot dan penurunan komposisi lemak dapat menurunkan sitokin inflamasi dan selanjutnya mencegah terjadinya katabolisme protein. Sejumlah penelitian prospektif selama 3 tahun terakhir membuktikan bahwa kecukupan asupan protein berperngaruh secara positif terhadap preservasi otot dan mencegah terjadinya sarkopenia pada usia lanjut berusia lebih dari 70 tahun. *Penelitian terhadap 608 orang usia lanjut sehat etnis China mulai tahun 1993-1997 oleh Stookey, dkk membuktikan bahwa pada kelompok yang mendapat intake protein tinggi, terjadinya penurunan massa otot lebih rendah pada follow up selama 4 tahun dibandingkan pada kelompok yang mendapat intake protein rendah."” Penelitian lain dari Houston di Memphis dan Pitstburg pada 2732 usia lanjut selama 3 tahun membuktikan bahwa asupan protein merupakan faktor yang dapat dimodifikasi untuk terjadinya sarkopenia, pada kelompok usia lanjut dengan konsumsi protein rata-rata 1.1 gr/kg BB/ hari penurunan massa otot lebih rendah 40% dibandingkan pada kelompok yang mengkonsumsi protein sebanyak 0.7 gr/kgBB/hari. Manfaat dari pemberian diit tinggi protein ini juga terjadi pada usia lanjut dengan malnutrisi bahkan pada penderita perfusi organ. Peningkatan asupan protein dari 0.5 gr/kgBB/hari menjadi 1 gr/kgBB/hari selanjutnya ditingkatkan hingga 2 gram/ kgBB/hari per hari terbukti dapat meningkatkan sintesis protein secara progresif dan memperbaiki keseimbangan nitrogen. Efek positif asupan protein terhadap komposisi tubuh diperantarai oleh stimulasi insulin-like growth factor 1 (IGF-1). Pada usia lanjut, terjadi penurunan kadar IGF-1 yang berakibat pada penurunan sintesa protein dan mempercepat terjadinya penurunan massa otot. Intervensi nutrisi dapat meningkatkan kadar IGF-1 pada usia lanjut.? Efek Jain dari peningkatan kadar protein pada usia lanjut adalah peningkatan kepadatan tulang, Diit tinggi protein dapat meningkatkan retensi kalsium dalam otot terutama bila asupan kalsium rendah. Ini merupakan efek sinergistik dari diit tinggi protein dan kalsium bagi kesehatan tulang, Selain itu asupan protein tinggi meningkatkan kepadatan tulang melalui efek peningkatan massa otot dan kekuatan otot, Rangsang mekanis pada tulang merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kekuatan tulang dan massa tulang melalui peningkatan kekuatan kontraksi otot. Korelasi antara kekuatan otot yang diukur dengan hand grip dengan bone mineral content dan kepadatan tulang,.*® Sarkopenia GN Manfaatlain dari diit tinggi protein adalah dapat mempercepat penyembuhan luka yang dibuktikan melalui beberapa meta analisis. Pemberian suplementasi protein 61 atau 37 gram protein selama 8 minggu dapat memperbaiki penyembuhan luka secara signifikan.? ‘Terdapat hubungan antara asupan protein dengan fungsi kardiovaskuler, Penelitian Nurses Health Study dengan penelitian prospektif selama 14 tahun pada 80.000 wanita berumur 34-59 tahun menunjukkan terdapat hubungan antara asupan protein dengan angka kejadian penyakit jantung iskemik. Selain itu, diit tinggi protein mempunyai efek proteksi terhadap peningkatan tekanan darah. Diit tinggi protein dapat memperbaiki fungsi endotel kapiler sehingga mencegah kekakuan pembuluh darah. * Penelitian selama 6 bulan terhadap 82 penderita fraktur panggul berusia rata- rata 80 tahun , suplementasi kasein 20 gr/hari dapat meningkatkan serum IGF-I dan kekuatan kontraksi otot bisep sebesar 15.7 %"? Manfaat diit rendah protein pada penderita gagal ginjal dan untuk mencegah kerusakan ginjal masih dipertanyakan, Pada penelitian tehadap 585 orang penderita gagal ginjal yang diberikan protein 0.58 ~ 1.3 gr/kg BB /hari, tidak memberikan manfaat terhadap penurunan progresifitas gagal ginjal. Tidak ada bukti bahwa diit rendah protein memberikan manfaat bagi penderita yang tidak memiliki penyakit ginjal. Diit rendah protein hanya direkomendasikan bagi penderita gagal ginjal akibat diabetes, hipertensi dan polycystic kidney disease. Kontraindikasi pemberian protein tinggi adalah pada penyakit Parkinson yang diakibatkan oleh tingginya kadar asam amino L-dopa. Pada kelompok ini diperlukan asam amino spesifik yang mencukupi kebutuhan untuk sintesa protein yang tidak mempengaruhi produksi neurotransmitter. Berdasarkan berbagai penelitian tersebut, makan asupan protein lebih besar dari yang direkomendasikan tersebut dapat memperbaiki massa otot, kekuatan otot dan fungsi otot pada usia lanjut terutama pada keadaan gangguan status imun, penyembuhan luka, gangguan metabolisme tulang yang membutuhkan protein yang lebih tinggi. Jumlah asupan protein 1.5 gr/kgBB/hari atau 15-20 % total kalori merupakanjumlah yang cukup bagi usia lanjut untuk mengoptimalkan kesehatan tanpa mengganggu fungsi ginjal, kesehatan tulang dan fungsi kardiovaskular™’ Perubahan komposisi protein ini harus disertai dengan penurunan proporsi karbohidrat dan lemak sehingga jumlah kalori yang masuk tetap. Untuk memenubi kebutuhan protein tersebut, diperlukan suplementasi protein yang cukup untuk mencegah sarkopenia. oat 22 Jenis protein yang diperlukan dalam proses sintesa protein adalah asam amino esensial. Protein otot berespons terhadap pemberian 15 gram asam amino esensial 351 lebih baik dibandingkan dengan pemberian hormone anabolik termasuk testosteron, insulin dan growth hormone . Protein berkualitas tinggi seperti protein whey, kasein dan protein sapi menstimulasi sintesis protein otot sesuai proporsi asam amino esensial yang terkandung di dalamnya, Pada dosis rendah, asam amino esensial yang dikonsumsi usia lanjut kureng responsif dibandingkan dengan pada orang yang lebih muda, sehingga pada orang tua, jumlah asam amino esensial yang dibutuhkan juga lebih tinggi. ® Pemberian protein yang direkomendasikan per hari dibagi menjadi 3 kali pemberian untuk menghasilkan efek sintesis protein yang lebih tinggi seperti terlihat pada gambar di bawah ini, Pemberian suplementasi protein secara merata dalam 3 kali makan lebih baik dalam menghasilkan efek anabolik dibandingkan dengan pemberian protein dengan distribusi tidak merata 16 7% Pemberian asam amino esensial merupakan stimulus utama sintesa protein, Leusin adalah insulin secretagog yang penting dalam proses translasi, inisiasi dan sintesis protein, Leusin merupakan asam amino paling poten yang mempunyai efek anabolic dengan menstimulasi mTOR pathway (mammalian target of rapamycin). mTOR merupakan sensor nutrisi leusin pada ptpt. Asam amino esensial berperan secara sinergis dengan latihan fisik untuk meningkatkan fraksi sintesa protein. Pemberian 8 gram asam amino esensial selama 18 bulan pada usia lanjut dengan sarkopenia menurunkan produksi TNF-alfa, meningkatkan massa otot dan memperbaiki sensitivitas insulin.2" 1 KREATIN Kreatin adalah asam amino yang penting untuk otot. Kreatin berperan penting dalam metabolisme protein dan metabolisme seluler. Kreatin meningkatkan ekspresi faktor transkripsi miogenik seperti miogenin dan faktor regulasi miogenik yang akan meningkatkan massa dan kekuatan otot. Suplementasi kreatin akan meningkatkan kadar fosfokreatin otot. Hal tersebut akan meningkatkan kemampuan untuk melakukan latihan dengan intensitas tinggi, yang akan mendorong terjadinya proses sintesis protein otot.” Kreatin sebagai bahan alami makanan terutama terdapat pada produk daging dengan asupan harian rata-rata 2 gram per hari. Masih terdapat pertentangan mengenai suplementasi keratin karena dapat meningkatkan risiko terjadinya nefritis interstitial sehingga menjaci perhatian khusus pada pemberian terhadap orang usia Janjut. Kreatin saat ini bukan menjadi rekomendasi terapi sarkopenia. ” Sarkopenia GW B-HYDROXY -B-METHYLBUTYRATE (HMB) Usia lanjut yang mengalami imobilisasi selama 10 hari dapat kehilangan 1 kg massa otot yang selanjutnya dapat menurunkan kekuatan otot dan menyebabkan sarkopenia. Untuk mencegah terjadinya hal ini dapat diberikan campuran asam amino esensial (leusin, isoleusin dan valin). Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah pemberian B-Hydroxy ~B-methylbutyrate (HMB) yang merupakan metabolit dari leusin. Penelitian dengan memberikan makan dan 2 dosis HMB 1.5 g/ dosis dalam 10 hari tirah baring disertai dengan rehabilitasi dan latihan fisik 3 kali per minggu dapat mencegah penurunan massa otot 2 kg dibandingkan dengan plasebo.* Berdasarkan penelitian, HMB bermanfaat pada keadaan terjadinya penurunan massa otot karena AIDS, kanker, tirah baring atau pada periode defisit kalori, HMB juga aman dan dapat memperbaiki tekanan darah dan kolesterol LDL. Dosis yang dianjurkan adalah 1 gr HMB 3 kali per hari. Beberapa penelitian tentang efek samping HMB terutama berhubungan dengan efek antikataboliknya dan peningkatan ekspresi gen ubiquitin, Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang HMB”. Penemuan-penemuan baru dalam bidang fisiologi molekular telah mengidentifikasi beberapa target obat yang potensial yang berhubungan dengan perubahan otot rangka kualitatif dan kuantitatif yang dikenal dengan sarkopenia pada manusia yang menua. Beberapa contoh jalur potensial dan target molekular untuk obat sarkopenia dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel. Contoh Jalur Potensial dan Target Molekular untuk Obat Sarkopenia Target atau Jaiur Eek Potensial Menguntungkan pada Ott Reseptor androgen Meningkatkan massa dan kekuatan otot Peroxisome proiiferator-activated receptor-gamma Meningkatkan metabolisme oksidattif otot coactivator I-calpha Miostatin. Meningkatkan massa dan kekuatan ofot Peroxisome proliferator-activated receptor-delta Meningkatkan serabut tipe i dan metabolisme oksidatif Insulin-like growth factor ? Meningkatkan massa dan kekuatan otot B-adrenergic receptor Meningkatkan massa otot Neureguiin Meningkatkan massa otot dan penggunaan glukosa Angiotensin-converting enzyme Meningkatkan fungsi otot dan performa fisik Sitokin inflamatorik Menurunkan efek katabolik VITAMIN D Kadar vitamin D menurun sesuai dengan penambahan usia. Tidak jarang didapatkan kadar vitamin D yang sangat rendah pada orang usia lanjut. Studi longitudinal (jangka panjang) yang dilakukan di Amsterdam, Belanda oleh Visser dkk, (2003) menunjukkan bahwa kadar vitamin D yang rendah berhubungan erat dengan melemahnya kekuatan dan menurunnya massa otot rangka. Peranan vitamin D dalam osteoporosis telah lama diketahui. Pada beberapa tahun terakhir, peranan vitamin D dalam sarkopenia telah banyak diteliti. 2*Beberapa penelitian membuktikan bahwa penurunan kadar 1,25 hidroksivitamin D dan 25-hidroksivitamin D (25-OHD) berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, peningkatan body sway dan risiko jatuh, sindroma kerapuhan dan disabilitas pada usia lanjut. ** Kadar vitamin D yang rendah juga dapat disebabkan insufisiensi ginjal dan rendahnya asupan kalsium atau karena hiperparatiroid sekunder. Kadar vitamin D yang rendah berhubungan dengan sarkopenia ®> Reseptor vitamin D pada otot menurun sejalan dengan penambahan usia. Vitamin D dalam bentuk metabolit aktif 1.25(OH)2D menstimulasi diferensiasi mioblas yang selanjutnya menstimulasi masuknya kalsium ke dalam sel yang diperlukan dalam kontraksi otot. Kadar vitamin D menurun seiring dengan bertambahnyausia dan kadar vitamin D pada kulit usia lanjut lebih rendah empat kali lipat dibandingkan kadar orang dengan usia muda. Vitamin D memiliki peranan pada sintesis protein otot dan mendorong pengambilan kalsium melalui membran sel. Kadar vitamin D yang rendah biasanya berdampak pada kelemahan otot, kesulitan bangun dari tempat duduk, kesulitan menaiki tangga, dan masalah keseimbangan. Beberapa sumber makanan yang mengandung vitamin D antara lain: ikan, hati sapi, telur, dan sereal, 7" Sekitar 30-90 % usia lanjut mengalami defisiensi vitamin D terutama pada pasien rawat inap. Hal ini terutama disebabkan karena rendahnya paparan sinar matahari dan menurunnya kemampuan kulit usia lanjut untuk mensintesa vitamin D3. 5 Hubungan vitamin D dengan fungsi otot rangka adalah melalui reseptor Vitamin D (Vitamin D receptors/VDR) yang terdapat di otot rangka. Peran VDR pada otot rangka adalah dalam proses stimulasi sel-se] otot rangka untuk meningkatkan asupan fosfat-inorganik yang penting dalam menghasilkan senyawa fosfat kaya-energi seperti ATP dan Creatine-phosphate yang berperan penting dalam proses kontraksi otot. Peran VDR lainnya adalah bertugas dalam mengatur distribusi dan regulasi kalsium intraseluler. Keadaan defisiensi vitamin D juga dapat mengakibatkan suatu keadaan hipoparatiroidisme sekunder dimana hal tersebut menyebabkan perburukan pada fungsi otot. Pada studi percobaan yang dilakukan pada tikus, kadar PTH yang berlebihan meningkatkan proses katabolisme protein otot, mengurangi serabut otot tipe 2 dan senyawa fosfat intraseluler kaya energi, serta mengurangi asupan oksigen mitokondria.”* ‘Terdapat hubungan yang sangat erat antara osteoporosis dengan sarkopenia. Pasien-pasien osteoporosis biasanya disertai dengan menurunnya massa otot dan kekuatan otot, dimana hal ini menunjukkan bahwa berkurangnya kepadatan massa tulang berhubungan erat dengan berkurangnya massa otot. Pada pasien-pasien usia lanjut yang memiliki pola diet dengan asupan kalsium dan vitamin D yang buruk, disertai juga dengan menurunnya kemampuan menghasilkan vitamin D melalui kulit dan menurunnya produksi kalsitriol (1,25(OH)2 vit D) oleh ginjal, keadaan ini dapat meningkatkan risiko kejadian jatuh disebabkan karena terjadi suatu miopati proksimal yang disebabkan oleh karena defisiensi vitamin D dan hiperparatiroidisme sekunder. * Berbagai studi telah menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D dapat memperbaiki lemahnya kekuatan dan berkurangnya massa otot (sarkopenia), dan bahkan membalikkan proses ini. Suatu studi oleh Bischoff-Ferrari dkk. (2004) menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D memberikan suatu manfaat yang baik dalam meningkatkan kekuatan otot dan menurunkan risiko kejadian jatuh pada usia lanjut.2” Terdapat beberapa studi tinjauan sistematik dan meta-analisis yang dilakukan tentang pengaruh suplementasi vitamin D pada kekuatan otot. Latham dkk (2003) melakukan suatu tinjauan sistematik dan meta-analisis tentang efek suplementasi vitamin D pada kekuatan, performa fisik dan kejadian jatuh pada usia lanjut. Total sebanyak 13 studi dengan jumlah subjek sebanyak 2496 masuk sesuai kriteria inklusi. Walaupun disimpulkan masih kurang cukup bukti-bukti, namun beberapa data yang dianalisis menunjukkan manfaat suplementasi vitamin D disertai kalsium dalam meningkatkan kekuatan otot rangka pada usia lanjut.2 Suatu studi tinjauan sistematik dan meta-analisis berikutnya oleh Muir dkk (2011) memelajari pengaruh suplementasi vitamin D pada kekuatan otot, cara berjalan (gait), dan keseimbangan pada orang usia lanjut. Total sebanyak 714 artikel yang diulas dan 13 studi RCT yang masuk kriteria inklusi menunjukkan hasil bahwa suplementasi vitamin D dengan dosis berkisar antara 800-1000 IU secara konsisten memberikan efek yang menguntungkan pada kekuatan dan keseimbangan tubuh. Studi meta-analisis yang terakhir dilakukan oleh Beaudart dkk. (2014) dengan total subjek sebanyak 5615 dari 30 studi RCT dengan rerata usia 61 tahun menunjukkan bahwa suplementasi vitamin D memiliki efek yang baik dalam meningkatkan kekuatan otot, namun masih diperlukan suatu studi lanjutan untuk menentukan dosis vitamin D, durasi pemberian dan cara administrasi obat yang optimal dalam meningkatkan kekuatan otot dan memperbaiki keseimbangan tubuh. ” Suatu studi analisis kohort retrospektif menggunakan basis data pasien dari National Center Geriatrics and Gerontology di Jepang oleh Sadayuki dik. (2009) menunjukkan bahwa pemberian vitamin D Alfakalsidol, suatu vitamin D anabolik, pada kelompok pasien osteoporosis disertai massa otot rendah dibanding kelompok yang tidak diberikan Alfakalsidol dapat memberikan manfaat yang baik untuk massa otot. Pemberian Alfakalsidol dapat mempertahankan hilangnya massa otot sejalan dengan bertambahnya usia, dan terbukti dapat meningkatkan Indeks Massa Otot Rangka (Skeletal muscle index)” O'Donnel S. et al (2008) melakukan suatu tinjauan sistematik tentang manfaat dan bahaya pemberian Alfakalsidol dan kalsitriol dalam menghindarkan jatuh dan kejadian fraktur dimana dari penelitian tersebut didapatkan 51 penelitian metanalisis dari 1019 artikel, Alfakalsidol dan kalsitriol secara bermakna mengurangi risiko kejadian fraktur non vertebra karena diduga memiliki efek pleiotropik selain kepada tulang, yaitu efeknya kepada VDR yang terdapat di otot dimana kejadian fraktur non vertebra berhubungan erat dengan kejadian jatuh. Diduga pengaruh kalsitriol/kalsidol terhadap peningkatan kekuatan otot. ** Morley dkk. (2010) yang tergabung dalam The Society for Sarkopenia, Cachexia, and Wasting Disease di Amerika Serikat memberikan suatu rekomendasi tatalaksana nutrisi dalam penatalaksanaan sarkopenia, Rekomendasi yang dianjurkan adalah semua pasien usia lanjut dengan sarkopenia sebaiknya selalu diperiksakan kadar vitamin D (25 (OH) vitamin D) dan perlu diberikan suplementasi vitamin D yang sesuai untuk meningkatkan kadar vitamin D diatas 100 nmol/L. Vitamin D yang diberikan dapat berupa vitamin D2 maupun D3, dan dinyatakan dalam rekomendasi bahwa dosis vitamin D sampai 50.000 U per minggu aman diberikan tanpa efek samping yang bermakna. Heaney dkk, merekomendasikan rumus “Rule of thumb” dalam menentukan dosis suplementasi vitamin D yang diberikan, yaitu untuk setiap kenaikan 1 ng/ml (2.5 nmol/L) serum 25 OH Vit D maka diperlukan 100 IU asupan vitamin D. Sebagai contoh, pasien dengan kadar serum 25(OH)D 15 ng/ml akan memerlukan 1500 IU/ hari untuk mencapai kadar sampai 30 ng/ml. °° TERAPI| HORMONAL Proses penuaan akan dilkutl dengan penurunan kadar hormon-hormon esensial pada tubuh terutama hormon pertumbuhan (growth hormone) dan testosteron. Kekurangan atau minimalnya hormon testosteron berpengaruh pada berkurangnya massa dan kekuatan otot serta penurunan densitas tulang. Pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan risiko keterbatasan fungsional, disabilitas, fraktur dan risiko jatuh. Menopause juga berhubungan dengan penurunan densitas tulang dan penurunan kekuatan otot. °° * Growth hormone (GH) menstimulasi pertumbuhan pada fase awal kehidupan dan ini dibutuhkan untuk pemeliharaan otot dan tulang pada masa dewasa. Meskipun seseorang memiliki pola makan dan latihan yang baik, tanpa adanya kadar hormon pertumbuhan yang adekuat akan sulit untuk mempertahankan kekuatan otot, Pada orang usia lanjut terjadi ketidakseimbangan sekresi hormon pertumbuhan. Berbagai penelitian yang melibatkan percobaan dengan terapi pengganti hormon melaporkan insidensi berbagai efek samping contohnya retensi cairan, ginekomastia, dan hipotensi ortostatik. Pada penelitian pada tikus yang dilakukan oleh Briosche (2013), pemberian GH dengan dosis rendah dapat meningkatkan Jean body mass dan meningkatkan sintesis protein otot, Namun studi-studi mengenai suplemantasi growth hormone memberikan hasil kurang baik, bahkan GH meningkatkan mortalitas pada penderita yang mengalami sakit berat dengan malnutrisi. Efek samping yang didapatkan antara lain artralgia, edema, efek samping kardiovaskular, dan resistensi insulin membatasi penggunaan hormon ini. GH juga mempunyai efek karsinogenik.” » Hormon testosteron : pemberian hormon ini tidak dianjurkan sebagai terapi dari sarkopenia dikarenakan efek samping yang besar yaitu peningkatan kadar Prostat Specific Antigen (PSA), hematokrit dan risiko kardiovaskular dibandingkan dengan bukti-bukti yang lemah untuk peningkatan performa fisik. Studi lain untuk pemberian DHEA juga melaporkan tidak adanya perubahan dari kekuatan otot. + Estrogen dan tibolone: pada penelitian mengenaikekuatan otot dan komposisi tubuh, kedua hormon ini dapat meningkatkan kekuatan otot, tapi hanya tibolone yang dapat meningkatkan lean body mass dan menurunkan massa lemak total. ‘Tibolone adalah steroid sintetis yang mempunyai efek estrogenik, androgenik dan progestogenik. MIOSTATIN Miostatin baru-baru ini ditemukan sebagai inhibitor alami terhadap pertumbuhan otot, dan adanya mutasi pada gen miostatin ini mengakibatkan hipertrofi otot. Antagonis miostatin dapat meningkatkan regenerasi jaringan otot pada mencit dengan meningkatkan proliferasi dari sel satelit. Sel satelit ini sangat penting untuk regenerasi sel otot. Terapi dengan miostatin mungkin dapat digunakan pada sarkopenia di masa yang akan datang. ANGIOTENSIN Il CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACE INHIBITORS) Penelitian yang ada menunjukkan bahwa ACE inhibitors dapat mencegah terjadinya sarkopenia. Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron mungkin terlibat dalam proses sarkopenia. Angiotensin I] dapat menyebabkan atrofi otot, mekanisme stres oksidatif, metabolik dan aktivasi alur inflamasi. ACE inhibitors ini menurunkan kadar Angiotensin II pada otot polos di vaskular: Angiotensin II berperan dalam sarkopenia melalui jalur pembentukan sitokin proinflamasi. ACE inhibitors juga berperan dalam memperbaiki toleransi olahraga melalu komposisi rantai panjang dari miosin pada otot rangka, Polimorfisme dari gen ACE juga mempunyai efek anabolik dan efisiensi muskular setelah olahraga." INHIBITOR SITOKIN Inhibitor sitokin seperti talidomid dapat meningkatkan berat badan dan menimbulkan efek anabolik pada pasien AIDS. TNF a menyebabkan atrofi otot secara in vitro. Antibodi anti TNF a yang biasa diberikan sebagai terapi pada pasien artritis reumatoid dapat menjadi terapi alternatif pada sarkopenia. Akan tetapi sampai saat ini belum ada penelitian pada penderita sarkopenia, dan juga mengingatketerbatasan dana dan efek samping dari obat ini, Dari data-data epidemiologi didapatkan bahwa lemak ikan mempunyai efek anti inflamasi yaitu omega-3, dan zat ini mungkin dapat mencegah sarkopenia.! OBAT-OBAT LAIN Obat-obatan lain yang masih dalam tahap penelitian, misalnya: + Agonis B. Terdapat beberapa penelitian baik pada hewan maupun manusia yang menyelidiki efek agonis B pada otot rangka. Carter dan Lynch (1994) meneliti efek anabolik dari salbutamol atau klenbuterol dosis rendah pada tikus berusia tua, didapatkan hasil bahwa pemberian subkutan salbutamol dosis 1.03 mg/kg atau Klenbuterol dosis 600 mg/kg selama 3 minggu dapat meningkatken massa otot sebanyak 19% dengan salbutamol dan 25% dengan klenbuterol. Pada penelitian- penelitian selanjutnya dengan generasi agonis B yang lebih baru (formoterol dan salmeterol), Ryall (2006) menemukan bahwa formoterol dan salmeterol dapat memperlihatkan efek anabolik yang signifikan pada otot rangka bahkan dengan dosis yang sangat kecil dibandingkan dengan generasi agonis B yang lebih tua. Beberapa konsekuensi yang paling serius dari pemberian kronik agonis 8 berhubungan dengan respon sistemik aktivasi adrenoseptor- B. Penelitian saat ini berfokus pada penemuan metode baru untuk pemberian obat sehingga dapat menghindariefek samping sistemik yang tidak diinginkan, ** + Urokortin I, peptida ini merangsang pelepasan ACTH (adrenocoticotropic hormone) dari kelenjar pituitary. Urokortin I intravena dapat mencegah atrofi otot yang disebabkan pembalut gips dalam salah satu tatalaksana tulang fraktur atau obat- obatan tertentu. Tapi penggunaannya untuk membangun massa otot pada manusia belum diteliti dan tidak direkomendasikan. * + Bimagrumab, yang merupakan suatu antibodi monoklonal. Bimagrumab merangsang pertumbuhan otot dengan mengikat reseptor pada sel-sel otot yang normalnya mengikat miostatin, yang menghambat pertumbuhan otot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Brimagumab dosis tunggal setelah pembukaan gips pada 24 pasien yang mengalami imobilisasi selama 2 minggu, setelah 12 minggu didapatkan volume otot paha kembali normal dalam waktu 4 minggu dibandingkan pasien yang hanya mendapatkan placebo.** = SARM (Selective Androgen Receptor Molecules), yang saat ini sedang diteliti untuk mengetahui senyawa androgenik yang memiliki efek spesifik pada otot tapi dengan efek samping yang minimal. Ostarine adalah salah satu SARM yang meningkatkan massa otot dan performa fisik pada pasien usia lanjut. * REFERENSI 1. Cesari M, Ferrini A, Zamboni V, Pahor M. Sarcopenia: Current Clinical and Research Issues. The Open Geriatric Medicine Journal. 2008:1:14-23. 2. Cruz-Jentoft Aj, Baeyens Jp, Baer Jm, CederholmT, Landi f, Martin Fc, et al, Sarcopenia: European Consensus on definition and diagnosis. Report of the European Working Group on Sarcopenia in Older People. Age and Ageing 2010. 2010:39:412-23, 3. Nakasato, Yuri R., Cares, Bruce A. Myopathy, Polymyaigia Rneumatica, and Temporal Arterits in hazzard's geriatric medicine and gerontology Sixth Edition. Him 1475. 2009. Mc Graw Hill 4, Rom O, Kaisari $, Aizenbu D, Reznick AZ. lifestyle and Sarcopenia—tliology, Prevention, and Treatment. Rambam Maimonides Medical Journal 2012:3:1-12, 5. ChenL-, Liv L., Woo Jean, Assantachai P, Auyeung T, Bahyah K.S, Sarcopeniaiin Asia: Consensus Report of the Asian Working Group for Sarcopenia JAMDA 15 (2014) 95¢101 4 SefiatiS. Geriatric Medicine, Serkopenia, Frailty, dan Kualitas Hidup Pasien Usia Lanjut: Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan Pelayanan Kedokteran di indonesia. eJKl, 2013;1 Ne 3:236-45. Rosenberg I. Satcopenia: Origins and Clinical Relevance. J Nutr. 1997:127:990S-1S. Bergera MJ, Deherty TJ. Sarcopenia: Prevalence, Mechanisms, and Functional Consequences. Interaiscip| Top Gerontol Basel, Karger... 2010:37:94-114. 9. Visser M. Towards a definition of sarcopenic-resulds from epidemiologic studies The Journal of Nutrition, Health & Aging. 2009:13 No 8:713-16. 10. Janssen |, Shepard D, Katzmarzyk P, Roubenoff R. The Healthcare Costs of Sarcopenia in the United States. JAGS. 2004;52:80-5. 11. Data tables: results from USDA's 1996 Continuing Survey of Food Intakes by Individuals and 1996 Diet and Health Knowledge Survey. Online ARS Food Surveys Research: USDA Agricultural Research Service. 1996, 12. Vellas BJ, Hung WC, Romero LJ. Changes in nutritional status and pattems of morbidity among free-living elderly persons: A Oyear longitudinal study. . Nutrition 1997:13:515-9. 13. Wolfe RR, Miller SL. Miller KB. Optimal protein intake in the elderly. Clin Nutr 2008;27:675-84. 18, 19. ai. 22. 23. 24. 28. 26. 27. 31. 32, 33. Wolfe RR. The underappreciated role of muscle in health and disease. Am J Clin Nutt 2006:84:475- 82. . Mithal A, Bonjour JP, Boonen S, Burckhardt P, Degens H, Fuleihan GEH, et all. Impact of nuttiion ‘on muscle mass, strength, and performance in older adults. Osteoporos Int 2013:24:1555-66, Paddon-Jones D, Rasmussen 88. Dietary protein recommendations and the prevention of sarcopenia. Curr Opin Clin Nutr Metab Care 2009;12:86-90. Stookey JD AL, Popkin BM. . Do protein and energy intakes explain long-term changes in body composition? . J Nutr Health Aging. 2005:9:5-17. Houston DK, Nicklas BJ, Ding J, Harris TB. Tylavsky FA, Anne B Newman, et al, Dietary protein intake 's associated with lean mass change in older, community-dwelling adults: the Health, Aging, and Body Composition (Health ABC) Study. Am J Cin Nutr 2008, 2008;87:1.50-5. Schurch MA, Rizzoli R, Slosman D, Vadas L, Vergnaud P, Bonjour J. Protein supplements increase serum insulinlike growth factor levels and attenuate proximal femur bone loss in patients with recent hip fracture. A randomized, double-blind, placebo-controlled trial. . Ann Intem Med 1998:128:801-9. Catnpbell WW, Troppe TA, Wolfe RR, Evans WJ. The Recommended Dietary Allowance for Protein May Not Be Adequate for Older People to Maintain Rangka Muscle. Journal of Gerontology. 2001:56A(6):M373-80. Paddon-Jones D, Rasmussen BB. Dietary protein recommendations and the prevention of sarcopenia: Protein, amino acid metabolism and therapy. Curr Opin Clin Nuir Metab Care. 2009;12(1):86-90. Gafiney-Stomberg E, Insogna KL, Rodriguez NR, Kerstetter JE. Increasing Dietary Protein Requirements in Elderly People for Optimal Muscle and Bone Health. J American Geriatrics Society. 2009:57:1073-9. ‘Amal M-A, Mosoni L, Borie Y, Houller M-L, Morin L, Verdier E, et al. Protein pulse feeding improves protein retention in elderly women. Am J Clin Nutr 1999. 1999:69:1202-8. Wison GJ, Wilson JM, Manninen AH. Nutrition & Metabolism Review Effects of beta-hydroxy-beta- methyloutyrate (HMB) on exercise performance and body composition across varying levels of ‘age, sex,and training experience: A review. Nutrition & Metabolism 2008;5, Visser M, Deeg DJH, Lips P. Low Vitamin D ang High Parathyroid Hormone Levels as Determinants of Loss of Muscle Strength and Muscle Mass (Sarcopenia): The Longitudinal Aging Study Amsterdam. The Joumal of Clinical Endocrinology & Metabolism 88(12}:5766-5772. 2003/88} 12):5766-72. Mosekiide L. Vitamin D and the Elderly. Clinical Endocrinology (2005) 62,265-281 Bischott-Ferrarl HA, Dawson-Hughes B, Staenelin HB, Oray JE, STUCK Ak, Iheller K, et Gl, Fall prevention with supplemental and active forms of vitamin D: A meta-analysis of randomised controlled trials, BMJ. 2009;339:339. 63692 Latham N.K, Anderson CS, Reid LR. Effects of Vitamin D Supplementation on Strength, Physical Performance, and Falls in Older Persons : A Systematic Review. J Am Geriatr Soc 2003:51:1219-1226 Muir. W.S. Effect of Vitamin D Supplementation on Muscle Strength, Gait and Balance in Older Adults : Systematic Review and Meta-Analysis. J Am Geriatr Soc. 2011:1-10 Morley JE. Vitamin D redux. J Am Med Dir Assoc 2009;10:591-2. Burton L, Sumukadas D. Optimal management of sarcopenia. Crinical interventions in Aging 2010'5:217-28. Brass EP, Sielsema KE. Considerations in the Development of Drugs to Treat Sarcopenia. J Am Geriatric Soc. 201 1:59(3):530-535. Ryall JG, Lynch GS. Role of B-Adrenergic Signalling in Skeletal Muscle Wasting: Implications for Sorcopenia:: Sarcopenia - Age-related Muscle Wasting and Weakness. London: Springer: 2011 p. 449-471, 34, Biahd W. Sarcopenia with Aging. J Nutr Health Aging. Jul 2013;17(7):612-618, 35. Sava A. Experimental Treatment Shows Promise in Reversing Loss of Muscle Mass, The International Conference on Frailly & Sarcopenia Research 2014. Press Release. 36. Morley JE. Fraity: Pathy’s Principles and Practice of Geriatric Medicine, 5” edition. Oxford: John Wiley & Sons, Ltd: 2012. p. 1387-1393. PEWATALAKSANAAN DIBIDANG ILMU PENYAKIT DALAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS GINJAL HIPERTENS! Batu Saluran Kemih Gangguan Asam Basa pe rereret ser 368 Alkalosis Metabolik . 5: 1374 Alkalosis Respiratorik ocr ri 376 Gangguan Ginjal AkUt.......- one 379 Gangguan Katium as 388 Gangguan Kalsium = eescteeaneee 394 Gangguan Natrium Fane 40¢ Hiponatremia........ wee... secenese AOC Hipertensi..nsese : Je 1.408 Hipertrofi Prostat Benigna : Al’ Infeksi Saluran Kemih...... : = as ISK pada Wanita Hamil ; ann AD ISk yang Disebabkan oleh Jamur 42: Krisis Hipertensi a : 42 Penyakit Glomerular... : 43: Penyakit Ginjal Kronik 43 Penyakit Ginjal Polikistik , 44 Sindrom Nefrotik....... 4 44 a °c 71 ESTP © & es SB Oe ts oe a a1 saa 0h Ter MAUOURG NITHARY BATU SALURAN KEMIH PENGERTIAN Batu saluran kemih adalah batu di traktus urinarius mencakup ginjal, ureter, vesika urinaria.' Faktor resiko batu saluran kemih adalah:? © Volume urin yang rendah + Hiperkalsiuria, hiperoksalaturia + Faktor diet: asupan cairan kurang, sering konsumsi soda, jus aple, jus jeruk bali, asupan tinggi natrium klorida, rendah kalsium, tinggi protein + Riwayat batu saluran kemih sebelumnya + Renal tubular asidosis tipe 1 PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis' Nyeri/kolik ginjal dan saluran kemih, pinggang pegal, gejala infeksi saluran kemih, hematuria, riwayat keluarga, faktor resiko batu ginjal penyakit gout Pemeriksaan Fisik' Nyeri ketok sudut kostovertebra, nyeri tekan perut bagian bawah, terdapat tanda balotemen Pemeriksaan Penunjang + Laboratorium’ :hematuria + Radiologi: bayangan radio opak pada foto BNO, filling defect pada IVP atau pielogra antegrad /retrograd, gambaran batu di ginjal atau kandung kemih serta hidronefrosis pada USG DIAGNOSIS BANDING * Nefrokalsinosis * —Lokasi batu: batu ginjal, batu ureter, batu vesika + Jenis batu: asam urat, kalsium, struvite | Hlpertens So In Gi Panduan Praktik Klinis ay jouundojo up soxly : Bu 0001< WOUOY Un sin WOSsD D> jouundoyo UDP UU sDsIUNONY jouundojo upp ory 84 0001< yOUDY Un yDIN WDsD O>IP {YOUIOD ‘JP10 404s yox}0 uewa\dng wunus {Ojs0y UDP JOu!9 “BUKOPUAC "UDOD, p10 un\s}D4 “{DJOS{o YOpUL JI jpuuou N's} JIS YOPUAL 421g IDyI UDYUEG Busy yopea uund yopus! erp ‘iouundory :3yoinip ‘ulsjord 160ui ‘ON Yopus: Je1a dover 406 ‘yp1n woso njog sy ssOUBDI Dwepidediy ‘SOYSEqO ’DS09N)6 ISUDIO|O}U wolyc/Bu oze> suun OUND, Ivesi6-| Woso NE4O > UDP Ulin 40}Osy0 DAUjDABUIUEW wnt ¥¢/Bwy ¢Z < UUN JIAO iol ¥2z/Bus OF < UN JO|OHIO s's:0GIH (oud) wo! yz/Bu908< ‘{o4]40m) of 7z/Bu 0¢Z< un youn Wosy upysojslip yodop yop); BUDA DUNIsIONAdIY ‘DILIEs|OYOWION spouBo\g J9Pe18H, J94pa10H INYOIOAP XOPL J4IpaI9H J9P210H, s0seq snsn sored) uinysioy [opued 4ypjos;0 1BBuy 421g yodopip / s8ypei8H usspjdoen, va Joypaioy, Wojona yodorp| sno swogojew Worpuls youn Wns nog >odor njOq IpPAUed unyDsyloodiy, sound Dunyojos{oiediy DunjjOS\O1ed1y ouequg so1psjo.ediy 1210 IO |s1p [oua! so|ngy SISOPISY prompiodiodiy unsoysnuedity ayodorp, | punisoyedit| Winis}oy nya gogehued up ayoq ody 364 Batu Saluran Kemih wy yopad ‘oqomuyuy nyog edi, jiu eH s WAMIs MOS suUDYaUsd-g npad BUYSAD BLIHS ‘Dl Doty YOAUD BA UDHOD OAUoxBuueW ‘AjOg edlL J2)1D88H ut t @uysho nog et0i9) su Asoquoudsous euiuon6-eun, oud uoyAu jouundoyy -unxodhy yoy6uy okuurunueW Jaypee huipy = Bunoy “4927 WOIPUIS qoqehued ——uDuiecued.uoinjosoped = uoDsDIq peoqiedweul ‘uoIOS YOY _UOyOD UOBUO}IYay ‘SSSULDUY -By"UODWeDueg "1 2 sopued wdoiey s1s0U5Djq 160}0N3 2:1 0NDH, “ysojuatieg yop asojuasie, upp nipaedit 365 TATALAKSANA Nonfarmakologis' + Batu kalsium: kurangi asupan garam dan protein hewani + Batu urat: diet rendah asam urat. + Minum banyak (2,5 L/hari) bila fungsi ginjal masih baik Farmakologis + Antispasmodik bila ada kolik + Antimikroba bila ada infeksi + Batu kalsium: kalium sitrat + Batu urat: allopurinol, pemberian oral bicarbonate or potassium citrate untuk membuat pH urin menjadi basa? Bedah* + Extracorporeal shock-wave lithotripsy (untuk batu pada proksimal ginjal dan urethra <2cm) * Percutaneous lithotripsy (untuk batu >2cm) + Ureteroscopy (untuk batu pada ginjal dan ureter) * Pielotomi + Nefrostomi KOMPLIKASI Abses, gagal ginjal, fistula saluran kemih, stenosis urethra, perforasi urethra, urosepsis, renal loss karena obstruksi kronis.* PROGNOSIS Batu saluran kemih adalah penyakit seumur hidup. Rata-rata kekambuhan pada pertama kali batu terbentuk adalah 50% dalam 5 tahun dan 80% dalam 10 tahun. Pasien yang mamiliki risiko tinggi kambuh adalah yang tidak patuh pada pengobatan, tidak modifikasi gaya hidup, atau ada penyakit lain yang mendasari, Fragmen batu yang tersisa pada pembedahan biasanya keluar dengan sendirinya jika ukuran batu tersebut < 4mm. UNIT YANG MENANGANI * RSpendidikan —_: Divisi Ginjal-Hipertensi - Departemen Penyakit Dalam . didikan agian Penyak UNIT TERKAIT » RSpendidikan Departemen Bedah Urologi * RSnon pendidikan : Bagian Urologi REFERENS! |. [nfeksi saluran Kemih. In: Sudeye. A, Setiychadi 8, Atwi | Simgdiarata M, Setiati S, editors, BUKY ajar imy penyakit dolam. $4 ed. Jakarta; Pusat Infomasi dan Penerbitan Bagian imu Penyakit Dalam FKUI, 2009:2009 ~ 15 i a ; . 2. Nephrolithiasis, in: Fauci A, Kasper , Longo D, Braunwald E, Hauser $, Jameson J, Loscatzo J, _ editgrs. Harrison's principles of intemal medicine. 18° ed, United States of America; The McGraw SRE si ae 3, Nephrolithiass. Dalam : Acosta, Jose, Sabiston Textbook of Suigety 18 Edlifon, Stiindets. 2008 4, Stoller ML. Urinary stone disease. In : Tanagho EA, McAninch JW, eds. Smith's General Urology, 16" Edition. New York, NY:McGraw-Hill, 2004:256-291, GANGGUAN ASAM BASA PENGERTIAN Ganggguan asam basa terdiri dari dua yaitu asidosis dan alkalosis. Tingkat keasaman arteri (pH) dipertahankan 7.35-7.45. Asidosis jika pH <7.35 dan alkalosis jika pH > 7.45, Pengontrolan tekanan CO, (PaCO,) dilakukan oleh sistem saraf pusat dan sistem respirasi, sedangkan pengaturan bikarbonat plasma diatur oleh ginjal dengan mengekskresi dan meretensi asam atau basa. Regulasi pH darah digambarkan dengan rumus Henderson-Hasselbalch:'? 1.61 + log HCO, PaCO, x 0.0301 Tabel 1. Pengaruh Gangguan Asam-Basa terhadap Sistem Organ* Langkah-langkah mendiagnosis kelainan asam-basa* Memeriksa analisa gas darah dan elektrolit Memeriksa akurasi hasil anallisa gas darah dengan membandingkan pH dengan ion H 3. Memeriksa adakah kelainan asain basa (pH lebih tinggi atau lebih rendali dari nilai normal) 4, Memeriksa apakah kelainan asam basa respiratorik atau metabolik 5. Bila terdapat asidosis metabolik menghitung anion gap (AG) a. Untuk menentukan penyebab asidosis metabolik b. Jika AG meningkat: mencerminkan adanya anion yang tak terukur dalam Gangguan Asam Basa Gy plasma yang bersifatasam seperti asam bukan klorida yang mengandung bahan inorganik (fosfat, sulfat), bahan organik (asam keto, laktat, anion uremia), bahan eksogen (salisilat, toksin lain) Jika AG menurun: terdapat penurunan albumin atau peningkatan kation yang tidak terukur (kalsium, magnesium, kalium, bromine, imunoglobulin) Nilai normal 8-12 mEq/L AG meningkat menunjukkan adanya penambahan asam lain sedangkan jika AG normal menunjukkan bikarbonat yang kurang yang menjadi penyebab asidosis metabolik AG dihitung dengan rumus: [46 ya - (cls HCO,) Jika terjadi peningkatan glukosa plasma, gunakan kadar natrium yang diukur, jangan menggunakan kadar natrium terkoreksi. Mengetahui 4 penyebab high AG yaitu ketoasidosis, asidosis asam laktat, gagal ginjal, toksin Mengetahui 2 penyebab hiperkloremik atau asidosis nongap (hilangnya bikarbonat dari saluran cerna, renal tubular acidosis/RTA). Mengestimasi respon kompensasi (Tabel 2) Tabel 2. Gangguan Asam Basa Sederhana’ ‘Gangguan|Asam Basa Kompensasl yang diharapkan Prine HCO, pit Paco, Asidosis metabolik Menurun <7.35 Menurun 1,25 x AHCO, Aikalosis metabolk Meningkat _>7.45 — Meningkat_ «0.75 AHCO, Aikalosis respiratorik akut_ Menurun >7.45 Menurun 0.2xA Paco, Alkalosis respirator 04x Paco, kronik Asidosisrespiratorik akut_ — meningkat. «=< 7.35 Meningkat_——(0.1 x APaCO, Asidosis respiratorik kronik 0.4xAPaCO, Membandingkan AG dan HCO, a pees Menentukan ada tidaknya gangguan lain selain asidosis metabolik beranion gap yang mempengaruhi kadar bikarbonat Menghitung A HCO3 = 25 - HCO3 Menghitung A AG = AG hitung - AG expected AG expected = albumin x 2.5, Hasil perbandingan: A AG/ A HCO, 369 Tabel 2. Hasil AG dan HCO, 10, Membandingkan perubahan pada [CI] dengan perubahan pada [Na‘] ASIDOSIS METABOLIK PENGERTIAN Asidosis metabolik adalah adalah suatu keadaan patologis ditandai dengan penurunan HCO3 -1 dan sebagai kompensasi terjadi penurunan PCO2 . Asidosis metabolik dengan anion hgap(AG) disebabkan oleh: ketoasidosis, laktat asidosis, gagal ginjal, intoksikasi (metanol, salisilat, etilen glikol, propilen glikol, asetamonofen). Sedangkan asidosis metabolik tanpa AG disebabkan oleh diare atau asidosis tubulus renalis (RTA)" PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Riwayat penyakit yang diderita seperti penyakit ginjal (gagal ginjal akut), diabetes Icohol, riwayat konsumsi alkohol, kelaparan, gangguan herediter, obat-obatan yang rutin dikonsumsi, atau riwayat operasi sebelumnya. Pada kasus kronik pasien dapat tidak menunjukkan gejala (asimptomatik) atau merasa lelah, letih dan nafsu makan menurun.** + Kehilangan melalui saluran cerna: daire, fistula intestinal atau pankreas, drainase + Renal Tubular Acidosis + Gagal ginjal tahap awal + Intoksikasi: asetazolamid, kolestiramin, toluen + Dilusi karena infus bikarbonat terlalu cepat + Post-hypocapnia respiratory alkalosis * Renal wasting HCO, + Koreksi alkalosis respiratorik terlalu cepa + Diversi ureter Pemeriksaan Fisik Penurunan tekanan darah, takikardia, hiperventilasi (pernapasan Kussmaut's), kulit dingin dan lembab, disritmia, dan syok. ** Pemeriksaan Penunjang® + Analisis gas darah: pH < 7.35. PaCO, < 35 mmHg, bikarbonat < 22 mEq/L. + Elektrolit serum: mungkin terjadi peningkatan kalium. * Osmolalitas darah, glukosa darah, ureum, kreatinin + Keton urin * Skrining toksin « EKG: disritmia akibat hiperkalemia, memuncaknya gelombang T, penurunan segmen ST, penurunan ukuran gelombang R, menurun atau tidak terdapatnya gelombang P, dan melebarnya kompleks QRS. DIAGNOSIS BANDING! + AG normal: saluran cerna diare, fistula, ileal loop), ginjal (renal tubular acidosis, carbonic anhydrase inhibitor, post hypocapnia). + AGmeningkat: eksogen (salisilat, metanol, paraldehid), endogen (laktat asidosis, ketoasidosis, uremia) TATALAKSANA® + Terapi penyakit yang mendasarinya + Terapi asidosis metabolik dengan AG - Jika keton urin negatif: hitung osmolalitas gap (9G). Jika OG > 10: curiga intoksikasi. Osmolalitas gap = osmolalitas terukur - osmolalitas perhitungan Osmolalitas perhitungan = [2x Na] + [glukosa/18] + (BUN/2.8] + Terapi asidosis metabolik tanpa AG - Terapi penyakit yang mendasarinya - Periksa AG urin (UAG) [_UAG= [natrium urin + kalium urin] ~klorida urin = Hasil UAG yang negatif menunjukkan adanya peningkatan ekskresi NH4+ yang merupakan respon ginjal terhadap asidosis, adanya gangguan pada saluran cerna, RTA tipe Il, intoksikasi, atau dilusi. - _ Hasil UAG yang positif menunjukkan adanya kegagalan ginjal mensekresi NH,’, RTA tipe | atau LV, gagal ginjal tahap awal, + Terapi asidosis metabolik berat (pH < 7.2) - Ketoasidosis diabetik: insulin dan cairan - _ Ketoasidosis berhubungan alkohol: saline dan glukosa - Gagal ginjal akut: dialisis + Terapi bikarbonat dengan natrium bikarbonat? - Menghitung ruang bikarbonat/ Ru-bikar: - Ru-bikar: [0.4+ (2.6: HCO3)] x berat badan (kg) Ru-bikar : [0.4+ (2.6 : HCO3)] x berat badan (kg) Mengitung rerata Ru-bikar: [Ru-bikar dari hasil pemeriksaar HCO3] - [Ru- bikar dari hasil HCO3 yang diharapkan] - Jumlah bikarbonat yang dibutuhkan (mEq) = Rerata Ru-bikar x berat badan x [HCO, yang diharapkan - HCO, hasi pemeriksaan] - Diberikan melalui drip intravena dalam 1000 ml dekstrosa 5% dalam air (D,W) KOMPLIKASI Aritmia, koma dan kematian jika asidosis metabolik berat* PROGNOSIS Perjalanan penyakit tergantung penyakit yang mendasarinya. Pada 543 pasien yang menderita asidosis metabolik, 44 % di antaranya menderita asidosis laktat, 37% di antaranya menderita asidosis dengan AG yang tinggi, dan 19 % dengan asidosis hiperkloremik. Angka kematian mencapai 45% pada kasus asidosis metabolik, pasien dengan laktat asidosis 56%, asidosis dengan AG yang tinggi 39%, dan asidosis hiperkloremik 29%" ASIDOSIS RESPIRATORIK PENGERTIAN Peningketan PaCO, dengan kompensasi peningkatan HCO, Faktor resiko yaitu:> + Penyakit pernapasan akut: pneumonia,ARDS (acute respiratory distress syndrome) + Obat-obatan yang mendepresi susunan saraf pusat » Trauma dinding dada: flail chest, pneumotoraks » Trauma sistem saraf pusat: dapat menimbulkan depresi pernapasan » Kerusakan otot pernapasan: hiperkalemia, polio, sindroma Guillain-Barre » Asfiksia: obstruksi mekanik, anafilaksis PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Sesak nafas, asteriksis, gelisah menimbulkan letargi, perubahan status mental, dan koma* Pemeriksaan Fisik Peningkatan frekuensi jantung dan pernapasan, diaphoresis, dan sianosis. Dapat ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial seperti edema papil, dilatasi pembuluh darah konjungtiva dan wajah. Pemeriksaan Penunjang? + Analisa gas darah (AGD); PaCO, > 40 mmHG, pH < 7.40 + Elektrolit serum + Rontgen paru: melihat adanya penyakit pernapasan yang mendasari © Skrining obat DIAGNOSIS BANDING Dilihat dari beberapa faktor resiko yang dapat menyebkan terjadinya asidosis respiratori ? TATALAKSANA?? + Terapi penyakit yang mendasarinya + Menaikkan frekuensi napas dan menurunkan CO, + Akut: Oksigen jika saturasi oksigen rendah, ventilator + Kronik: oksigen, bronkodilator dan antibiotik sesuai indikasi, fisioterapi dada. KOMPLIKAS! Gagal napas, syok* PROGNOSIS Perjalanan penyakit tergantung penyakit yang mendasarinya. Jika cepat diatasi maka maka tidak ada efek jangka panjang. Asidosis respiratorik dapat terjadi secara kronik bersamaan dengan penyakit paru atau gagal napas yang membutubkan ventilasi mekanik? ALKALOSIS METABOLIK PENGERTIAN® Peningkatan HCO, dengan peningkatan PaCO, sebagai kompensasi. Penyebab alkalosis metabolik yaitu: * Saline responsive: kehilangan H’ melalui muntah, penghisapan dari selang NGT, adenoma villous, laksatif, cystic fibrosis; dari ginjal misalnya pemakaian diuretik + Saline resistant: kelebihan mineralokortikoid, hipokalemia berat, hipokalsemia atau hipoparatiroidisme, sindroma Bartter’s, sindroma Gitelman’s DIAGNOSIS. Anamnesis Gejala klinis kelemahan otot, ketidakstabilan saraf otot, menurunnya refleks, perubahan status mental seperti apatis, stupor. Riwayat penyakit sebelumaya dan obat-obatan seperti diuretik tiazid. ** Pemeriksaan Fisik Konfusi, aritmia, peningkatan kepekaan neuromuskular, dapat ditemukan ileus karena penurunan motilitas saluran pencernaan, ** Pemeriksaan Penunjang’* + Analisa gas darah (AGD): pH > 7.40, bikarbonat > 26 mEq/L + Klorida urin Elektrolit serum: umumnya dijumpai penurunan kalium dan klorida. EKG: melihat ada tidanya disritmia terutama pada kasus berat Gangguan Asam Basa ay | Atkalosis Metobotik = Klovidla urin < 20 Neorcawin>20 | | v Soline responsive Sofie resistant ‘ as {oY Kehiangan deri sot Diuretk __Seteioh hipokaipnio, Hipertens! Normal atau uron cema : muntoh, laksatt, cystic hipotens! dkelnase NGI, fibrosis cedenome wilus ¥ + Hiperaldoiteronisme + Hipokalemia berat derojot | civret, + Hiperaiosteronisme + sindroma fariter's derojat 2 non-mineraiocorticoid sindroma Gitelman's Aigoritme 1. Pendgkatan Alkalosls Metabollk* DIAGNOSIS.BANDING* ne + Sensitif terhadap klorida (‘klorida urin < 10 mEq/L): saline responsive + Kehilangan Klorida dari urin; pemakaian diuretik, kistik fibrosis, post hiperkapnia - Kehilangan Morida dan H* dari saluran cerna: ree selangNGT, muntah, kelainan kongenital + Resisten terhadap Klorida (Klorida urin >10 mEq/L): saline.resistant - Hipertensi: kelebihan mineralokortikoids sindrorn Custtingysindrom Conn, - Normotensif atau hipotensi: hipokalemia berat, sindrom Barttler. TATALAKSANA?** * Terapi penyakit yang mendasarinya ¢ Infus normal saline + Kalium:klorida (KEl) sesuai indikasi * Antagonis reseptor histamin H,, menurunkan produksi HCl dan mencegah alkalosis metabolik yang dapat terjadi akibat penghisapan dari NGT * Inhibitor karbonik anhidrase: asetazolamid 375 + Asam hidroklorida (HCI) 0.1 N juga efektif, tetapi dapat menyebabkan hemolisis dan harus diberikan melalui pembuluh darah sentral dan perlahan-lah KOMPLIKASI Aritmia jantung, gangguan elektrolik, koma PROGNOSIS Perjalanan penyakit tergantung penyakit yang mendasarinya. Angka kematian pada pH darah 7.55 sebesar 45 %, sedangkan angka kematian pada pH darah lebih dari 7,65 yaitu 80 %.2* ALKALOSIS RESPIRATORIK PENGERTIAN Penurunan PCO, dengan penurunan HCO, sebagai kompensasi, Terjadi karena peningkatan ventilasi alveolar. Penyebab terjadinya alkalosis respiratorik: ° + Hipoksia: hiperventilasi pada pneumonia, edema pulmonal, penyakit paru restriktif + Hiperventilasi primer: gangguan sistem saraf pusat, nyeri, cemas, obat (salisilat, progesteron, metilxantin), kehamilan, sepsis, gagal hati. PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis Gejala yang dikeluhkan: kepala terasa melayang, ansietsas parestesia, tetani, pingsan, dan kejang jika sudah berat. * Pemeriksaan Fisik Ditemukan adanya peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan* Pemeriksaan Penunjang* + Analisis gas darah (AGD): PaO, < 40 mmHG, pH > 7.40, PaO, menurun + Elektrolit serum + Fosfat serum: penurunan + EKG: disritmia

You might also like