You are on page 1of 12

1

Effects of Obturator in Nutritional State of Cleft Palate Children at


Hasan Sadikin Hopital, Bandung

Conny Dianawati*, Asri Arumsari**, Rizki Diposarosa***


*Resident, Department of Oral and Maxillofacial Surgery, Faculty of Dentistry,
Padjadjaran University, Bandung, Indonesia
**Staff, Department of Oral and Maxillofacial Surgery, Hasan Sadikin Hospital,
Bandung, Indonesia
***Staff, Subdepartment of Pediatric Surgery, Department of General Surgery, Hasan
Sadikin Hospital, Bandung, Indonesia

Abstract
Objectives. Children with cleft palate associated with growth and developmental
disorders, malnutrition, recurrent otitis media, hearing loss, and speech delayed. In
Indonesia, especially in Hasan Sadikin Hospital there was no accurate data about the
nutritional state in cleft palate children. We performed this study to collect the data.
Method. A retrospective study was carried out on cleft palate children from 0-2 years
old from January 2009-December 2011 at Hasan Sadikin Hospital, Bandung,
Indonesia. The medical records of 254 patients were noted. The patient’s gender was
also reviewed.
Results. The amount of cleft palate with cleft lip (CLP) patients was 193 (90,6%) and
20 (9,4%) cleft palate without cleft lip (CPA) patients. The gender distribution of the
CLP patients was 112 boys (58,03%) and 81 girls (41,97%), while in CPA patients was
11 boys (55%) and 9 girls (45%). Well-nourished was 48 patients (22,54%),
undernourished was 129 patients (60,56%), and poorly-nourished was 36 (16,9%). The
well-nourished patients that had been using obturator were 40 patients (83,33%) and 8
patients (16,67%) without obturator. 124 undernourished patients had used obturator
(96,12%) and 5 patients (3,88%) without obturator, 8 poorly-nourished patients
(22,22%) had used obturator and 28 patients (77,78%) without obturator. The X2 count
was 2,95x10-22 (X2 table = 5,99; α=0,05) with summary there was no significant
relationship between the nutritional state of cleft palate patients with the usage of
obturator.
Conclusion. Obturator has not been proved as a significant factor in elevating
nutritional state of cleft patients. Further study should be performed to explore the
effort of improving the cleft patient’s nutritional state.
Keywords: malnutrition, cleft palate
2

Abstrak
Tujuan. Penderita dengan celah palatum sering dikaitkan dengan gangguan tumbuh-
kembang, malnutrisi, otitis media rekuren, gangguan pendengaran, dan keterlambatan
berbicara. Di Indonesia, khususnya di RSUP Dr. Hasan Sadikin, belum didapatkan data
tentang status nutrisi pada penderita celah palatum. Penelitian ini dilakukan untuk
memperoleh data tersebut.
1
Metode. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dalam kurun waktu Januari 2009 –
Desember 2011 dengan sampel berupa rekam medis dari 254 penderita celah palatum
berusia 0-2 tahun yang berobat di RSUP Dr Hasan Sadikin. Jenis kelamin penderita
juga disertakan.
Hasil. Dari 213 sampel yang memenuhi kriteria inklusi didapatkan jumlah penderita
celah palatum yang disertai dengan celah bibir (CBP) sebanyak 193 penderita (90,6%)
dan 20 penderita celah palatum saja (CPS) (9,4%). Distribusi jenis kelamin pada
penderita CBP, laki-laki sebanyak 112 penderita (58,03%) dan perempuan 81 penderita
(41,97%), sedangkan distribusi jenis kelamin pada penderita CPSSS, laki-laki sebanyak
11 penderita (55%) dan perempuan 9 penderita (45%). Status nutrisi baik sebanyak 48
penderita (22,54%), kurang 129 pasien (60,56%), dan buruk 36 pasien (16,9%).
Penderita celah palatum dengan status nutrisi baik yang telah menggunakan obturator
sebanyak 40 penderita (83,33%) dan 8 penderita (16,67%) tidak menggunakan. Pada
status nutrisi kurang, penderita yang telah menggunakan obturator sebesar 124 penderita
(96,12%), sedangkan sisanya 5 penderita (3,88%) tidak menggunakan, 8 penderita
(22,22%) dengan status nutrisi buruk menggunakan obturator dan 28 penderita
(77,78%) tidak menggunakan. Nilai X2 hitung = 2,95x10-22 (X2 tabel = 5,99; α=0,05)
dengan kesan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status nutrisi penderita
celah palatum dengan penggunaan obturator.
Kesimpulan. Obturator belum dapat dibuktikan sebagai salah satu faktor yang signifikan
dalam meningkatkan status nutrisi penderita celah palatum. Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk mencari upaya dalam meningkatkan status nutrisi pada penderita celah
palatum.
Kata kunci: malnutrisi, celah palatum
3

Pendahuluan
Celah palatum adalah defek yang sering ditemukan di seluruh dunia. Celah
palatum dapat terjadi sendiri (CPS) atau disertai dengan celah bibir (CBP), gambar 1. 1,2,3
Insidensi dari CBP adalah 1 : 750 kelahiran dan CPS adalah 1 : 2.500 pada populasi
Kaukasoid.1-4 Data epidemiologis menyebutkan bahwa CBP lebih sering terjadi pada
laki-laki, sedangkan CPS lebih sering terjadi pada perempuan.1-4 Distribusi CBP kurang
bervariasi pada berbagai grup etnis, tetapi CPS berbeda secara signifikan pada berbagai
grup etnis. CPS paling banyak terjadi di ras Indian Amerika (1 : 230 – 1 : 1.000),
kemudian Asia (1 : 400 – 1 : 850), dan paling sedikit pada Afrika-Amerika (1 : 1,300 –
1 : 5.000).2-4

Gambar 1. Gambaran klinis rongga mulut dan celah palatum2

Celah palatum adalah suatu kondisi kompleks dan multifaktorial. Celah palatum
terjadi akibat faktor genetik, faktor lingkungan, ataupun kombinasi dari kedua faktor
tersebut yang mempengaruhi embriogenesis pada minggu keenam hingga kesembilan
kehamilan.2-5 Faktor genetik meliputi mutasi dari gen tunggal (TBX22, IRF6, MSX 1),
delesi dari kromosom, dan teratogen.1-3,6 Faktor lingkungan yang sering dikaitkan
dengan celah palatum adalah paparan obat (seperti phenytoin, antikonvulsan), merokok
dan konsumsi alkohol selama trimester pertama kehamilan, dan kekurangan nutrisi
selama kehamilan (defisiensi asam folat).1,4,5 Celah palatum kadang merupakan gejala
klinis dari berbagai macam sindrom, sepert Ivan der Woude Syndrome, ectodermal
dysplasia, Treacher Collins syndrome, dan Pierre Robin Syndrome.1-3
Seorang anak yang terlahir dengan celah palatum akan mengalami beberapa
gangguan, seperti gangguan tumbuh-kembang, gangguan saat makan atau minum,
infeksi telinga yang berulang, gangguan pendengaran, gangguan berbicara, dan
4

gangguan sosial.1-5 Salah satu gangguan yaitu gangguan saat makan atau minum
merupakan gangguan yang tidak dapat dianggap remeh. Apabila gangguan ini tidak
ditangani dengan segera, penderita dapat mengalami malnutrisi yang dapat mengganggu
proses tumbuh-kembang. Malnutrisi yang terjadi pada dua tahun pertama kehidupan
dapat mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan pengurangan beberapa sentimeter dari
potensi tinggi badan serta gangguan kemampuan intelektual saat dewasa.7
Asupan nutrisi merupakan hal yang paling penting karena terkait langsung dengan
proses tumbuh kembang penderita.4,5 Penderita celah palatum sangat dianjurkan untuk
menggunakan obturator sedini mungkin. Penggunaan obturator berfungsi untuk
membantu menutup celah sehingga tekanan negatif diharapkan dapat terjadi pada saat
menghisap puting atau dot dan mencegah makanan atau minuman masuk ke dalam
rongga hidung sehingga mengurangi kemungkinan tersedak atau aspirasi, 5 gambar 2.
Obturator membutuhkan modifikasi supaya selalu fit dengan rongga mulut penderita
yang senantiasa berkembang. Dokter dapat memberikan instruksi cara pemberian
makanan atau minuman yang benar, yaitu posisi penderita diusahakan lebih tegak
(upright position) dengan cara menggendong penderita dengan sudut 35 o-45o terhadap
lantai supaya penderita tidak tersedak, posisi botol setegak mungkin untuk mencegah
masuknya udara ke nipple, dan menepuk punggung penderita sebanyak dua-tiga kali
selama feeding karena penderita seringkali lebih banyak menelan udara daripada bayi
normal.2-5

Gambar 2. Penggunaan obturator pada penderita celah bibir dan palatum.2

Bahan dan Metode Penelitian


5

Subyek dari penelitian ini adalah penderita celah palatum yang berobat ke RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung pada periode Januari 2009 sampai Desember 2011. Data
diambil secara retrospektif dari status rekam medik 254 penderita yang menjalani rawat
inap di RSUP Dr. Hasan Sadikin. Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah penderita
celah palatum yang diagnosis pastinya ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, penderita
berusia di bawah 2 tahun, dan status penderita lengkap di bagian Rekam Medis RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung. Kriteria eksklusi adalah usia penderita di atas 2 tahun dan
status penderita tidak lengkap. Dari 254 sampel yang diperoleh, terdapat 41 sampel
yang tidak memenuhi kriteria inklusi karena status tidak lengkap (23 sampel) dan usia
penderita di atas 2 tahun (18 sampel).
Data yang telah diperoleh dari status rekam medis selanjutnya dipresentasikan
dalam bentuk grafik. Data dasar disertakan berupa diagnosis dan jenis kelamin. Hasil
yang disajikan dalam bentuk grafik merupakan persentase variabel-variabel yang diteliti
kemudian dilaporkan. Celah palatum dibagi menjadi dua, yaitu celah palatum saja
(CPS) dan celah palatum disertai dengan celah bibir (CBP). Penilaian status nutrisi
penderita dilakukan dengan mencocokkan data (berat badan)masing-masing sampel
dengan Kartu Menuju Sehat (KMS). Apabila titik berada di daerah berwarna hijau atau
hijau kekuningan bermakna status nutrisi baik, apabila titik berada di daerah berwarna
kuning bermakna status nutrisi kurang, dan apabila titik berada di bawah garis merah
bermakna status nutrisi buruk. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
uji korelasi dengan chi-squared test untuk menguji hubungan antara penggunaan
obturator dengan status nutrisi penderita.

Hasil
Dari hasil penelitian retrospektif yang telah dilakukan didapatkan 213 sampel yang
memenuhi kriteria inklusi. Pada tabel 1 dan gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat 193
penderita CBP (90,6%) dan 20 penderita CPS (9,4%). Pada penderita CBP didapatkan
jenis kelamin laki-laki sebanyak 112 penderita (58, 03%) dan perempuan sebanyak 81
penderita (41,97%), tabel 2. Pada penderita CPS, didapatkan 11 penderita (55%) laki-
laki dan 9 penderita (45%) perempuan, tabel 3.
6

Tabel 1. Diagnosis penderita celah palatum


Keterangan Jumlah Persen (%)
CBP 193 90,6
CPS 20 9,4
Jumlah total 213 100

Tabel 2. Jenis kelamin pada penderita CBP


Jenis kelamin Penderita CBP Persen (%)
Laki-laki 112 58,03
Perempuan 81 41,97
Jumlah total 193 100

Diagnosis

200
180
160
140 Jumlah
120
100
80
60
40
20
0
CBP CPS

Gambar 3. Sebaran Sampel Penderita Celah Palatum berdasarkan diagnosis

Tabel 3. Jenis kelamin pada penderita CPS


Jenis kelamin Penderita CPS Persen (%)
Laki-laki 11 55
Perempuan 9 45
Jumlah total 20 100
7

Perbandingan jenis kelamin pada penderita CBP


dan CPS
120
100
laki-laki
80
perempuan
60
40
20
0
px CBP
px CPS

Gambar 4. Perbandingan jenis kelamin pada penderita CBP dan CPS

Status nutrisi pada penderita celah palatum dibagi menjadi tiga, yaitu status nutrisi
baik pada 48 penderita (22,54%), status nutrisi kurang pada 129 penderita (60,56%),
dan status nutrisi buruk pada 36 penderita (16,9%), tabel 4. Pada penderita dengan
status nutrisi baik, sebanyak 40 penderita (83,33%) telah menggunakan obturator dan
sisanya sebanyak 8 penderita tidak atau belum menggunakan obturator (16,67%). Pada
penderita dengan status nutrisi sedang, sebanyak 124 penderita (96,12%) telah
menggunakan obturator dan 5 penderita (3,88%) tidak atau belum menggunakan
obturator, dan pada penderita dengan status nutrisi buruk, sebanyak 8 penderita
(22,22%) telah menggunakan obturator dan sisanya sebanyak 28 penderita tidak atau
belum menggunakan obturator (77,78%), tabel 5.

Tabel 4. Status nutrisi pada penderita celah palatum

Status nutrisi Baik Kurang Buruk Total

Jumlah 48 129 36 213


8

Status nutrisi pada penderita celah palatum

baik
kurang
buruk

Gambar 5. Status nutrisi pada penderita celah palatum

Tabel 5. Status nutrisi penderita celah palatum dibandingkan dengan penggunaan


obturator
STATUS OBTURATOR
TOTAL
NUTRISI Ya Tidak
baik 40 8 48
kurang 124 5 129
buruk 8 28 36
TOTAL 172 41 213

Data mengenai status nutrisi dan penggunaan obturator selanjutnya diolah dengan
menggunakan chi square dan didapatkan χ2 hitung 2,95x10-22. Nilai χ2 kurang dari χ2
tabel (5,99, α=0,05) sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status
nutrisi penderita celah palatum dengan penggunaan obturator.

Pembahasan
Hasil penelitian retrospektif yang tercantum pada tabel 1 dan gambar 1
menyebutkan bahwa terdapat 193 penderita CBP (90,6%) dan 20 penderita CPS
(9,4%). Hal ini sesuai dengan penelitian pada populasi Kaukasoid yang menyebutkan
bahwa CBP lebih sering terjadi daripada CPS. Kemudian dari gambar 3 didapatkan
bahwa pada penderita CBP didapatkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 112 penderita
9

(58, 03%) dan perempuan sebanyak 81 penderita (41,97%), sedangkan pada penderita
CPSS, didapatkan 11 penderita (55%) laki-laki dan 9 penderita (45%) perempuan. Pada
sebaran jenis kelamin penderita CBP sesuai dengan data yang menyebutkan bahwa
penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Tetapi kasus yang berbeda
ditemukan pada sebaran jenis kelamin penderita CPS, yaitu jumlah penderita laki-laki
lebih banyak daripada perempuan. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah sampel yang
tidak memenuhi kriteria inklusi, dengan jenis kelamin penderita mayoritas adalah
perempuan (30 sampel), penderita CPS tidak berobat ke RSUP Dr. Hasan Sadikin
dengan berbagai alasan, seperti telah berobat ke RS jejaring, tidak memiliki biaya untuk
berobat ke RSUP Dr. Hasan Sadikin, atau bahkan tidak mengetahui tentang kelainan
celah palatum yang diderita, sehingga tidak termasuk ke dalam sampel.
Status nutrisi kurang didapatkan pada 129 penderita (60,56%) dari sampel penderita
celah palatum dan status nutrisi buruk pada 36 penderita (16,9%). Hal ini mendukung
pernyataan yang menyebutkan bahwa penurunan status nutrisi merupakan salah satu
gangguan yang sering ditemukan pada penderita celah palatum. Penelitian serupa di
Uganda menyebutkan bahwa penderita dengan celah palatum lebih rentan mengalami
malnutrisi daripada penderita yang tidak memiliki celah palatum.8 Hal ini disebabkan
gangguan pada saat feeding sejak penderita lahir akibat ketidakmampuan untuk
membentuk seal di sekitar puting ibu atau menghasilkan tekanan negatif yang
diperlukan untuk proses menghisap puting.2-4 Penderita celah palatum sangat dianjurkan
menggunakan obturator untuk membantu menghasilkan tekanan negatif tersebut.
Pemakaian obturator disarankan sedini mungkin (pada saat penderita berusia 1-2
minggu).
Pada penelitian ini didapatkan data bahwa penderita dengan status nutrisi baik,
sebanyak 40 penderita (83,33%) telah menggunakan obturator dan sisanya sebanyak 8
penderita tidak atau belum menggunakan obturator (16,67%). Pada penderita malnutrisi,
sebanyak 132 penderita (80%) telah menggunakan obturator dan 33 penderita (20%)
tidak atau belum menggunakan obturator. Uji korelasi dengan menggunakan chi square
menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status nutrisi
penderita celah palatum dengan penggunaan obturator. Status nutrisi penderita celah
palatum tidak hanya dipengaruhi oleh penggunaan obturator tetapi juga dipengaruhi
10

oleh berbagai faktor, seperti: faktor ekonomi dari keluarga, tingkat pendidikan dari
orang tua penderita, dan faktor lingkungan.5-7 Banyaknya jumlah pengguna obturator
yang masih menderita malnutrisi kemungkinan disebabkan oleh kurangnya tingkat
pengetahuan orang tua akan pentingnya asupan nutrisi yang seimbang pada anak-anak
yang sedang dalam masa pertumbuhan, latar belakang sosial ekonomi yang berasal dari
keluarga yang kurang mampu, dan kurangnya penyuluhan dari puskesmas mengenai
cara pemberian nutrisi yang sesuai supaya penderita dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal. Walaupun dari hasil uji korelasi didapatkan kesan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara status nutrisi dengan penggunaan obturator, tetapi data
yang didapat menunjukkan bahwa 28 penderita dengan status nutrisi buruk tidak
menggunakan obturator dan 124 penderita dengan status nutrisi kurang menggunakan
obturator. Data ini menunjukkan bahwa lebih banyak penderita yang menggunakan
obturator berada dalam kondisi status nutrisi kurang daripada status nutrisi buruk.
Sebaliknya, lebih banyak penderita yang tidak menggunakan obturator memiliki status
nutrisi buruk daripada kurang. Penggunaan obturator sangat dianjurkan karena selain
berfungsi untuk membantu menghasilkan tekanan negatif pada saat menghisap,
obturator juga berfungsi untuk mencegah kebiasaan menghisap yang abnormal, menjaga
supaya maksila tidak kolaps (terutama pada penderita CBP), fatique dan intake kalori
yang tidak adekuat akibat prolonged feeding, mencegah masuknya makanan atau
minuman ke rongga hidung sehingga dapat menghindari tersedak (oronasal reflux) atau
bahkan aspirasi yang dapat berujung kepada kematian.2-4
Penanganan penderita celah palatum memerlukan koordinasi multidisipliner sejak
dini karena merupakan masalah yang kompleks, variatif, dan memerlukan waktu yang
lama serta membutuhkan beberapa ilmu dan tenaga ahli, seperti dokter anak, dokter
bedah mulut, prosthodontist, dokter THT, speech patologist, orthodontist, dan psikiater
atau psikolog untuk menangani masalah psiko-sosial penderita. 1-2,4 Konseling juga perlu
diberikan kepada orangtua untuk membantu mengurangi kecemasan orangtua atau
keluarga penderita, mengenai asupan nutrisi, memberikan informasi mengenai tindakan
operasi yang akan dilakukan, dan bagaimana tampilan penderita setelah dilakukan
operasi.4,6,7 Penderita sebaiknya kontrol rutin ke dokter spesialis anak untuk evaluasi
11

status gizi dan konsultasi asuhan medis, keperawatan, dan nutrisi yang sesuai dengan
usia penderita.6,7

Kesimpulan
Obturator belum dapat dibuktikan sebagai salah satu faktor yang signifikan dalam
meningkatkan status nutrisi penderita celah palatum. Penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk mencari upaya dalam meningkatkan status nutrisi pada penderita celah palatum.

Daftar Pustaka
1. Samanich. J. Cleft palate. Pediatrics in Review. 2009 June;30;6:230-233. Cited
in http://pedsinreview.aappublications.org/content/30/6/230
2. Tighe, D., Petrick, L., Cobourne, MT., Rabe, H. Cleft lip and palate: effects on
neonatal care. Neoreviews. 2011 June;12;6:e315-323. Cited in
http://neoreviews.aappublications.org/content/12/6/e315
3. Zarate, YA., Martin, LJ., Hopkin, RJ., Bender, PL., Xue, Z., Saal, HM.
Evaluation of growth in patients with isolated cleft lip and/or cleft palate.
Pediatrics 2010 February; 125; 3:e543-549. DOI: 10.1542/peds.2009-1656
4. Gani, B., Kinshuck, AJ., Sharma, R. A review of hearing loss in cleft palate
patients. International Journal of Otolaryngology. 2012. Article ID 548698: 1-
6.DOI:10.1122/2012/548698
5. Paradise, JL., McWilliams BJ. Simplified feeder for infants with cleft palate.
Pediatrics. 1974;53; 4:566-8.
6. Westergren, A., Wann-Hanson, C., Borgdal, EB., Sjolander, J., Stromblad, R.,
Klevsgard, R., et al. Malnutrition prevalence and precision in nutritional care
differed in relation to hospital volume – a cross-sectional survey. Nutrition
Journal. 2009 May; 8;20:1-8. Cited in BioMed Central.
7. Sri SN., Titis, P., Endang, DL. Julistio, D. Susanto, JC. Skrining malnutrisi
pada anak yang dirawat di rumah sakit. Health Technology Assessment
Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. 1-41.
8. Cubitt, J., Hodges, A., Galiwango, G., Lierde, K. Malnutrition in cleft lip and
palate children in Uganda. European Journal of Plastic Surgery. 2012 June; 35;
4:273-280.
12

LAMPIRAN 1
POSTER

You might also like