You are on page 1of 10

FAKTOR-FAKTOR PRESIPITASI YANG BERHUBUNGAN DENGAN TIMBULNYA

HALUSINASI PADA KLIEN GANGGUAN JIWA DI BPRS MAKASSAR


Sulaemana Engkeng*, Maslina**

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado


**Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Makassar

ABSTRACT
Hallucinations are perceptions of external stimuli where the stimuli does not really exist, hallucinations consist
of six types of vision, hearing, smell, taste, touch and cenestik. The contents of hallucinations may be
threatenimg, intimidating and master himself so that he could not control his behavior. For that purpose in
providing nursing care need to understang and identify the predisposing factors and precipitation factors that
could help prevent a more severe hallucinations. The purpose of this study is to prove the occurrence of
hallucinations associated with precipitation of factors: the need to sleep, consumption of coffee, self-esteem,
anxiety, social isolation and the environment. This research uses descriptive analytical method with cross
sectional approach, with a limit of significance p <0,05.The study population was the cliens mental
hallucinations core problem in the intermediate space (cananga, Nyiur, Wanuts and Palm) BPRS Dadi
Makassar with samples of 162 people. Statistical test used was chi-square test using SPPS program with which
to study the factors that precipitated the need to sleep less p=0,012 (p <0,05), for coffee consumption
precipitation factors values obtained p=0,011 (p <0,05), for precipitation factors of self-esteem low self-esteem
is derived p value = 0,023(p <0.05), for anxiety precipitation derived factors p value =0,002 (p <0,05), for
precipitation factors of social isolation obtained p value = 0,000 (p <0,05) and for factors precipitation
noisy environments obtained p value = 0,296 (p>0,05). So the conclusion of this there a relationship between
precipitation factors need to sleep, coffee consumption, self-esteem, anxiety, social isolation, but not significant
associations between environment factors with occurrence of precipitation hallucinations. Based on this study
suggested to the BPRS Dadi Makassar to overcome as soon as possible precipitation fartors experienced by the
client so that do not occur repeatedly on the client.

Keyword : Precipitation Factors, Hallucinations

ABSTRAK
Halusinasi adalah persepsi terhadap rangsangan ekternal dimana rangsangan tersebut sebenarnya tidak ada.
Halusinasi terdiri dari enam jenis yaitu penglihatan, pendengaran, pembau, pengecap, perabaan dan cenetik.
Isi halusinasi dapat mengancam, menakutkan dan mengusai diri sehingga ia tidak dapat mengontrol
perilakunya. Untuk itu dalam memberikan asuhan keperawatan perlu memahami dan mengidentifikasi faktor
presipitasi sehingga mampu membantu mencegah terjadi halusinasi yang lebih parah. Tujuan penelitian ini
adalah diketahuinya faktor-faktor presitasi yang berhubungan dengan timbulnya halusinasi pada klien
gangguan jiwa dengan faktor presipitasi berupa: kebutuhan tidur, konsumsi kopi, harga diri, kecemasan, isolasi
sosial dan lingkungan. Penelitian ini menggunakan deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional,
dengan batas kemaknaan p<0,05. Adapun populasi penelitian adalah klien gangguan jiwa yang mengalami inti
masalah halusinasi di ruang intermediate (Kanaga, Nyiur, kenari dan Swait) BPRS Dadi Makassar dengan
jumlah sampel sebanyak 162 orang. Uji statistik yang digunakan uji chi square yang menggunakan program
SPSS dengan hasil penelitian dimana untuk faktor presipitasi kebutuhan tidur yaitu kurang tidur p=0,0012
(p<0,05), untuk faktor presipitasi konsumsi kopi didapat nilai p=0,011 (p<0,05), untuk faktor presipitasi harga
diri yaitu harga diri rendah didapat nilai p=0,023 (p<0,05), untuk faktor kecemasan diperoleh nilai p=0,002
(p<0,05), untuk faktor presipitasi isolasi sosial diperoleh nilai p=0,000(p<0,05), dan untuk faktor presipitasi
lingkungan yaitu lingkungan bising diperoleh nilai p=0,296 (p>0,05). Jadi kesimpulan dari penelitian ini
adalah ada hubungan antara faktor presipitasi kebutuhan tidur, konsumsi kopi, harga diri, kecemasan dan
isolasi sosial dengan terjadinya halusinasi, namun tidak hubungan antara presipitasi lingkungan dengan
terjadinya halusinasi. Berdasarkan penelitian ini disarankan kepada pihak BPRS Dadi Makassar agar
secepatnya menanggulangi faktor-faktor presipitasi yang dialami oleh klien sehingga halusinasi tidak terjadi
secara berulang-ulang pada klien.

Kata Kunci : Faktor-Faktor Presipitasi, Halusinasi

23
PENDAHULUAN yang tidak berhubungan dengan timbulnya
Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah halusiansi yaitu harga diri rendah (saifudin,
kesehatan global bagi setiap negara di dunia. 2006). Tujuan umum diketahuinya faktor-
Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan faktor presipitasi yang berhubungan dengan
teknologi informasi memberikan dampak timbulnya halusinasi pada klien gangguan jiwa
terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada di BPRS dadi Makassar sedangkan tujuan
masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang khusus : diketahunya hubungan kebutuhan
mempunyai kemampuan yang sama untuk tidur dengan timbulnya halusinasi pada klien
menyesuaikan dengan berbagai perubahan, gangguan jiwa, diketahunya hubungan
serta mengelola konflik dan stress tersebut. konsumsi kopi dengan timbulnya halusinasi
Menurut Direktur Jenderal Pembinaan pada klien gangguan jiwa, diketahunya
Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) hubungan harga diri dengan timbulnya
Departemen Kesehatan dan World Health halusinasi pada klien gangguan jiwa,
Organization (WHO) memperkirakan tidak diketahunya hubungan kecemasan dengan
kurang dari 450 juta penderita gangguan jiwa timbulnya halusinasi pada klien gangguan
ditemukan di dunia. Bahkan berdasarkan studi jiwa, diketahunya hubungan isolasi sosial
World Bank di beberapa Negara menunjukkan dengan timbulnya halusinasi pada klien
8,1% dari kesehatan global masyarakat gangguan jiwa, diketahunya hubungan
(Global Burden Disease) menderita gangguan lingkungan dengan timbulnya halusinasi pada
jiwa. Halusinasi yang merupakan gangguan klien gangguan jiwa.
persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. METODE
Diperkirakan sebanyak 0,7% dari populasi di Metode penelitian yang dipakai dalam
dunia menderita halusiansi. Tingginya angka penelitian ini adalah metode deskriptif analitik
kejadian penderita gangguan jiwa khususnya dengan pendekatan cross sectional, dimana
halusinasi secara globalisasi tidak terlepas juga variabel independen dan dependen
dengan Indonesia, yang dimana insidensi dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.
halusinasi di Indonesia juga tinggi. Hal ini (Notoatmodjo S, 2005). Populasi dalam
dibuktikan dengan jumlah penderita halusinasi penelitian ini adalah seluruh klien dengan
diberbagai rumah sakit jiwa di Indonesia, halusinasi di ruang Intermediat (kenanga,
misalnya di rumah sakit jiwa Prof. dr. Soeroyo nyiur, kenari dan sawit) BPRS Dadi Makassar
Magelang mencapai 34,78% menderita dengan jumlah keseluruhan 272 kasus. Sampel
halusinasi dari total pasien, rumah sakit jiwa dalam penelitian ini terdiri dari 162 responden
Soeharto Grogol mencapai 42,57% menderita dengan menggunakan teknik random
halusinasi dari 2040 pasien, sementara itu, sampling. Dimana jumlah sampel tersebut
rumah sakit jiwa Marzoeki Mahdi Bogor diperoleh dari rumus sebagai berikut:
mencapai 46,24%. Berdasarkan data dari n= N
Medical Record Badan Pelayanan Rumah 1+N(d2)
Sakit (BPRS) Dadi Makassar menunjukkan Data primer dari penelitian ini adalah data
pasien halusinasi yang dirawat pada dua tahun yang diperoleh langsung dari klien melalui
terakhir sebagai berikut: pada tahun 2007 hasil wawancara dengan menggunakan
jumlah kasus 9245 dengan kasus halusinasi kuesioner dan untuk memperoleh informasi
sebanyak 4430 (49%), sedangkan pada tahun yang lebih lengkap, instrument yang
2008 terjadi peningkatan dengan jumlah kasus digunakan dalam penelitian ini berbentuk
halusinasi yaitu menjadi 5264 (49,52%) dari kuesioner dengan metode wawancara langsung
jumlah keseluruhan 10467 kasus. Penelitian kepada responden dengan menggunakan skala
ini sebelumnya telah dilakukan oleh guttman yang terdiri dari 2 alternatif jawaban
mahasiswa dari universitas lain dengan rumah yaitu nilai untuk jawaban yang ya dan 0 untuk
sakit jiwa yang berbeda yaitu rumah sakit jiwa jawaban yang tidak. Bentuk kuesioner ini
Madani daerah propinsi Sulawesi Tengah , dikembangkan dengan berpedoman pada hal-
dengan hasil penelitian yaitu dari keempat hal yang berhubungan dengan faktor
variabel yang diteliti (kurang tidur, harga diri presipitasi yang dapat menimbulkan halusinasi
rendah, kecemasan dan isolasi sosial) yang pada klien gangguan jiwa. Yang mana
dimana merupakan faktor presipitasi dikatakan kurang tidur bila klien memperoleh
timbulnya halusinasi, hanya satu variabel saja skor ≥3 dan cukup tidur bila < 3, sedangkan

24
variabel konsumsi kopi, harga diri, kecemasan, dengan jumlah 15 responden dan yang paling
isolasi diri dan kebisingan dikatakan ‘ ya’ bila banyak adalah belum kawin dengan jumlah 73
skor ≥2 dan ‘tidak’ bila klien hanya responden, sedangkan pendidikan terakhir
memperoleh 1 skor saja. Klien dikatakan yang paling sedikit jumlahnya adalah
berhalusinasi bila klien diwawancara dan tidak perguruan tinggi dengan jumlah responden dan
berhalusinasi bila tidak mengalami halusinasi yang terbanyak adalah tamat SMA dengan
pada hari terakhir. Dalam metode pengolahan jumlah 54 responden. Berikut ini disajikan
data terdapat 3 bagian yaitu : (1). Editing distribusi frekuensi jenis kelamin, umur, status
adalah setelah data terkumpul maka dilakukan perkawinan dan pendidikan terakhir klien yang
pemeriksaan ulang tenteng kelengkapan telah dijadikan sampel dalam penelitian ini.
kuesioner, juga terkait dengan kemungkinan Dari tabel 1 dibawah ini dari hasil penelitian
kesalahan pengisian, (2). Koding adalah untuk dengan faktor resiko halusinasi, jenis kelamin
memudahkan pengolahan data semua jawaban yang terbanyak adalah laki-laki yaitu 106
atau data disederhanakan kedalam bentuk responden (65,4%) dan perempuan 56
angka-angka sesuai format kode yang telah responden (34,6%). Didapatkan responden
disiapkan, (3). Tabulasi adalah pengkajian data dengan usia terbanyak > 40 tahun sebanyak 50
dalam bentuk table diolah dengan responden (30,9%), usia 31-35 tahun sebanyak
menggunakan SPSS kemudian data dianalisa 40 responden (24,7%), usia 36-40 tahun
secara statistik. Analisa univariat dilakukan sebanyak 25 responden (15,4%), usia 26-30
tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis ini tahun sebanyak 22 responden (13,6%), usia
nantinya akan menghasilkan distribusi dan 21-25 tahun sebanyak 17 responden (10,5%)
persentasi dari tiap variabel yang diteliti. dan usia 16-20 tahun sebanyak 8 responden
Analisa bivariat dilakukan untuk memperoleh (4,9%). Berdasarkan status perkawinan dapat
gambaran atau informasi tentang hubungan dilihat bahwa kelompok dengan status
antara variabel sebab (independen) dengan perkawinan yang terbanyak adalah belum
variabel akibat (dependen). Dengan kawin sebanyak 73 responden (45,1%), kawin
menggunakan uji statistik Chi Square dengan sebanyak sebanyak 55 responden 15
tingkat ketepatan (d=0,05). responden (9,3%). Didapat responden dengan
pendidikan terakhir yang terbanyak adalah
HASIL DAN PEMBAHASAN tamat SMA sebanyak 54 responden (33,3%),
Penelitian yang dilakukan selama 15 hari ini tamat SD sebanyak 33 responden (20,4%),
berjumlah 162 responden, yang dimana terdiri tamat SMP sebanyak 29 responden (17,9%),
dari 106 laki-laki dan 56 perempuan, umur tidak tamat SD sebanyak 28 responden
yang termudah dari responden adalah 16 tahun (17,3%) dan perguruan tinggi sebanyak 18
dan yang tertua 58 tahun, status perkawinan responden (11,1%). Selengkapnya dapat di
yang paling sedikit jumlahnya adalah janda lihat tabel 1.

25
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Data Demografi yang dirawat di BPRS Dadi
Makassar
Variabel Frekuensi Persen
Jenis Kelamin
Laki-laki 106 65,4
Perempuan 56 43,6
Umur
15-20 tahun 8 4,9
21-25 tahun 17 10,5
26-30 tahun 22 13,6
31-35 tahun 40 24,7
36-40 tahun 25 15,4
> 40 tahun 50 30,9
Status Perkawinan
Belum Kawin 73 45,1
Kawin 55 34,0
Janda 15 9,3
Duda 19 11,7
Pendidikan
Tidak tamat SD 28 65,4
Tamat SD 33 20,4
Tamat SMP 29 17,9
Tamat SMA 54 33,3
PT 18 11,1
Sumber : Data Primer

Analisis Univariat
Distribusi frekuensi faktor presipitasi kebutuhan tidur tampak dalam Tabel 2 dapat dilihat bahwa dari
162 responden, yang mengalamikurang tidur sebanyak 99 responden (61,1% )dan yang cukup tidur 63
responden (38,9%).

Tabel 2. Distribusi frekuensi faktor presipitasi kebutuhan tidur pada klien gangguan jiwa di BPRS
Dadi Makassar.
Faktor Presipitasi Kebutuhan Tidur Frekuensi (n) Persen (%)
Kurang Tidur 99 61.1
Cukup Tidur 63 38.9
Jumlah 162 100
Sumber: Data Primer
Distribusi frekuensi faktor presipitasi konsumsi kopi tampak dalam Tabel 3 dapat dilihat bahwa dari
162 responden, yang konsumsi kopi sebanyak 113 responden (69,8%) dan tidak konsumsi kopi 49
responden (30,2%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Faktor Presipitasi Konsumsi Kopi pada Klien Gangguan Jiwa di BPRS
Dadi Makassar.
Faktor Presipitasi Konsumsi Kopi Frekuensi (n) Persen (%)
Konsumsi Kopi 113 69.8
Tidak Konsumsi Kopi 49 30.2
Jumlah 162 100
Sumber: Data Primer
Distribusi frekuensi faktor presipitasi harha diri tampak dalam Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 162
responden, yang mengalami harga diri rendah sebanyak 98 responden (60,5%) dan yang harga diri
ideal 64 responden (39,5%).

26
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Faktor Presipitasi Harga Diri pada Klien Gangguan Jiwa di BPRS Dadi
Makassar.
Faktor Presipitasi Harga Diri Frekuensi (n) Persen (%)
Rendah 98 60.5
Ideal 64 39.5
Jumlah 162 100
Sumber: Data Primer
Distribusi frekuensi faktor presipitasi kecemasan tampak dalam Tabel 5 dapat dilihat bahwa dari 162
responden, yang mengalami cemas sebanyak 95 responden (58,6%) dan yang tidak cemas sebanyak
67 responden (41,4%).

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Faktor Presipitasi Kecemasan pada klien gangguan jiwa di BPRS Dadi
Makassar.

Faktor Presipitasi Kecemasan Frekuensi (n) Persen (%)


Cemas 95 58.5
Tidak Cemas 67 41.4
Jumlah 162 100
Sumber: Data Primer
Distribusi frekuensi faktor presipitasi isolasi sosial tampak dalam Tabel 6 dapat dilihat bahwa dari
162 responden, yang mengalami isolasi sosial sebanyak 115 responden (71,0%) dan yang tidak isolasi
sosial sebanyak 47 responden (29,0%).

Tabel 6. Distribusi frekuensi faktor presipitasi Isolasi Sosial pada Klien Gangguan Jiwa di BPRS Dadi
Makassar
Faktor Presipitasi Sosial Frekuensi (n) Persen (%)
Isolasi Sosial 115 71.0
Tidak Isolasi Soaial 47 29.0
Jumlah 162 100
Sumber: Data Primer
Distribusi frekuensi faktor presipitasi lingkungan tampak dalam Tabel 7 dapat dilihat bahwa dari 162
responden, yang lingkungan bising sebanyak 82 responden (50,6%) dan yang lingkungan tenang
sebanyak 80 responden (49,9%).

Tabel 7. Distribusi frekuensi faktor presipitasi lingkungan pada di BPRS Dadi Makassar.
Faktor Presipitasi Lingkungan Frekuensi (n) Persen (%)
Lingkungan Bising 82 50.6
Lingkungan Tenang 80 49.4
Jumlah 162 100
Sumber: Data Primer
Dalam Tabel 8 dapat dilihat bahwa dari 162 responden terdapat 59 responden (36,4%) yang
berhalusinasi dan ada 103 responden (63,6%) yang tidak berhalusinasi.

27
Tabel 8. Distribusi frekuensi yang mengalami halusinasi pada klien gangguan jiwa di BPRS Dadi
Makassar.
Mengalami Halusinasi Frekuensi (n) Persen (%)
Berhalusinasi 59 36.4
Tidak Berhalusinasi 103 63.6
Jumlah 162 100
Sumber: Data Primer
responden (12,3%) dan yang tidak berisiko
Analisa Bivariat halusinasi sebanyak 56 (34,6%). Tabulasi
Berdasarkan tabel 9 dibawah ini dapat dilihat silang antara faktor presipitasi kebutuhan tidur
penelitian pada responden dengan uji statistik dengan risiko halusinasi didapat nilai p=0,012
Chi Square yang kurang tidur dan berisiko yang berarti ada hubungan antara faktor
halusinasi sebanyak 39 responden (24,1%) dan presipitasi kebutuhan tidur dengan risiko
yang tidak berisiko halusinasi sebanyak 47 terjadinya halusinasi.
responden (29,0%), sedangkan responden
yang cukup tidur dan berisiko halusinasi 20

Tabel 9. Hubungan Faktor Presipitasi Kebutuhan Tidur dengan Terjadinya Halusinasi Pada Klien
Gangguan Jiwa Di BPRS Makassar.
Halusinasi
Faktor Presipitasi Berhalusinasi Tidak Jumlah
Kebutuhan Tidur Berhalusinasi p value
n % n % n %
Kurang Tidur 39 24,1 47 29,0 86 53,1
Cukup Tidur 20 12,3 56 34,6 76 46,9 0,012
Jumlah 59 36,4 103 63,6 162 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat hasil halusinasi 11 responden (6,8%) dan yang tidak
penelitian pada responden dengan uji statistik berisiko halusinasi sebanyak 39 (69,1%).
Chi Square yang konsumsi kopi dan berisiko Tabulasi silang antara faktor presipitasi
halusinasi sebanyak 48 responden (29,6%) dan konsumsi kopi dengan risiko halusinasi
yang tidak berisiko halusinasi sebanyak 64 didapat nilai p=0,011 yang berarti ada
responden (39,5%), sedangkan responden hubungan antara faktor presipitasi konsumsi
yang tidak konsumsi kopi dan berisiko kopi dengan risiko terjadinya halusinasi.

Tabel 10. Hubungan Faktor Presipitasi Konsumsi Kopi dengan Terjadinya Halusinasi Pada Klien
Gangguan Jiwa Di BPRS Makassar.
Halusinasi
Faktor Presipitasi Berhalusinasi Tidak Jumlah
Konsumsi Kopi Berhalusinasi p value
n % n % n %
Konsumsi Kopi 48 29,6 64 39,5 112 69,1
Tidak Konsumsi Kopi 11 6,8 39 24,1 50 30,9
0,011
Jumlah 59 36,4 103 63,6 162 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat hasil berisiko halusinasi sebanyak 39 responden
penelitian pada responden dengan uji statistik (24,1%) dan yang tidak berisiko halusinasi
Chi Square yang harga diri rendah dan sebanyak 49 responden (30,2%), sedangkan

28
responden yang harga diri ideal dan berisiko diri dengan risiko halusinasi didapat nilai
halusinasi 20 responden (12,3%) dan yang p=0,023 yang berarti ada hubungan antara
tidak berisiko halusinasi sebanyak 54 (33,3%). faktor presipitasi harga diri dengan risiko
Tabulasi silang antara faktor presipitasi harga terjadinya halusinasi.

Tabel 11. Hubungan Faktor Presipitasi Harga Diri dengan Terjadinya Halusinasi Pada Klien
Gangguan Jiwa Di BPRS Makassar.
Halusinasi
Faktor Presipitasi Harga Berhalusinasi Tidak Jumlah
Diri Berhalusinasi p value
n % n % n %
Rendah 39 24,1 49 30,3 88 54,3
Ideal 20 12,3 54 33,3 74 45,7
0,023
Jumlah 59 36,4 103 63,6 162 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat hasil responden (4,9%) dan yang tidak berisiko
penelitian pada responden dengan uji statistik halusinasi sebanyak 37 (22,8%). Tabulasi
Chi Square yang cemas dan berisiko silang antara faktor presipitasi kecemasan
halusinasi sebanyak 51 responden (31,5%) dan dengan risiko halusinasi didapat nilai p=0,002
yang tidak berisiko halusinasi sebanyak 66 yang berarti ada hubungan antara faktor
responden (40,7%), sedangkan responden presipitasi Kecemasan dengan risiko
yang tidak cemas dan berisiko halusinasi 8 terjadinya halusinasi.

Tabel 12. Hubungan Faktor Presipitasi Kecemasan dengan Terjadinya Halusinasi Pada Klien
Gangguan Jiwa Di BPRS Makassar.
Halusinasi
Faktor Presipitasi Berhalusinasi Tidak Jumlah
Kecemasan Berhalusinasi p value
n % n % n %
Cemas 51 31,5 66 40,8 117 72,2
Tidak Cemas 8 4,9 37 22,8 45 27,8
0,002
Jumlah 59 36,4 103 63,6 162 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat hasil halusinasi 1 responden (0,6%) dan yang tidak
penelitian pada responden dengan uji statistik berisiko halusinasi sebanyak 46 (28,4%).
Chi Square yang isolasi sosiaL dan berisiko Tabulasi silang antara faktor presipitasi isolasi
halusinasi sebanyak 58 responden (35,8%) dan sosial dengan risiko halusinasi didapat nilai
yang tidak berisiko halusinasi sebanyak 57 p=0,000 yang berarti ada hubungan antara
responden (32,2%), sedangkan responden faktor presipitasi isolasi sosial dengan risiko
yang tidak isolasi sosial dan berisiko terjadinya halusinasi.

29
Tabel 13. Hubungan Faktor Presipitasi Isolasi Sosial dengan Terjadinya Halusinasi Pada Klien
Gangguan Jiwa Di BPRS Makassar.
Halusinasi
Faktor Presipitasi Isolasi Berhalusinasi Tidak Jumlah
Sosial Berhalusinasi p value
n % n % n %
Isolasi Sosial 58 35,8 57 35,2 115 71,0
Tidak Isolasi Sosial 1 0,6 46 28,4 47 29,0
0,000
Jumlah 59 36,4 103 63,6 162 100
Sumber: Data Primer
Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat hasil berisiko halusinasi 17 responden (10,5%) dan
penelitian pada responden dengan uji statistik yang tidak berisiko halusinasi sebanyak 38
Chi Square yang lingkungan bising dan (23,5%). Tabulasi silang antara faktor
berisiko halusinasi sebanyak 42 responden presipitasi lingkungan dengan risiko halusinasi
(25,9%) dan yang tidak berisiko halusinasi didapat nilai p=0,296 yang berarti ada
sebanyak 65 responden (40,1%), sedangkan hubungan antara faktor presipitasi lingkungan
responden yang lingkungan tenang dan dengan risiko terjadinya halusinasi.

Tabel 14. Hubungan Faktor Presipitasi Lingkungan dengan Terjadinya Halusinasi Pada Klien
Gangguan Jiwa Di BPRS Makassar.

Halusinasi
Berhalusinasi Tidak Jumlah
Faktor Presipitasi Lingkungan Berhalusinasi p value
n % n % n %
Lingkungan Bising 42 25,9 65 40,1 107 66,0
Lingkungan Tenang 17 10,5 38 23,5 55 34,0
0,296
Jumlah 59 36,4 103 63,6 162 100
Sumber: Data Primer
Adapun pembahasan dari masing-masing stress yang ditimbulkannya yang dapat
hubungan antara faktor presipitasi dengan merangsang neurotransmitter cerebral
terjadinya halusinasi: manoaminergik yang dapat melepaskan
hormone halusinogenik sehingga klien
Faktor presipitasi dari kebutuhan tidur mengalami halusinasi (maramis, 2004).
Dengan menggunakan uji statistik Chi Square Adapun hubungan antara faktor presipitasi
untuk melihat ada tidaknya hubungan antara kebutuhan tidur yaitu kurang tidur dengan
variabel, didapatkan nilai p = 0,012 (<0,05) kejadian halusinasi menjadi bermakna
yang berarti dalam penelitian ini didapatkan dikarenakan dalam perawatan di BPRS Dadi
hubungan antara faktor presipitasi kebutuhan Makassar pada klien yang mengalami
tidur yaitu kurang tidur dengan kejadian gangguan jiwa, jika terjadi gangguan tidur
halusinasi. Kurang tidur dalam penelitian ini pada klien maka dilakukan psikoterapi
termasuk gangguan tidur, parasomnia, supportif dan pemberian obat tidur untuk
hipersomnia, serta kelainan jadwal bangun mengembalikan ritme tidur penderita. Ada
tidur. Insomnia yang berat biasanya kalanya dalam pemberian dosis psikotropika
merupakan gejala dari gangguan yang lain dan obat tidur sudah tidak cocok lagi dosisnya
atau dapat merupakan faktor penyebab bagi klien sehingga dapat mengakibatkan
(misalnya kelemahan badan, tremor, gangguan dan menyebabkan halusinasi.
berkurangnya konsentrasi serta dapat juga
dikatakan sebagai faktor pencetus karena

30
Faktor presipitasi dari konsumsi kopi merasa terbuang oleh keluarga dan dianggap
Dengan menggunakan uji statistik Chi Square tidak berguna lagi.
didapatkan nilai p=0,011(<0,05), sehingga
secara statistik ada hubungan antara faktor Faktor presipitasi dari kecemasan
presipitasi konsumsi kopi dengan risiko Dengan menggunakan uji statistik Chi Square
halusinasi. Hubungan antara konsumsi kopi untuk melihat adanya hubungan antara
dan halusinasi terkait dengan hormone variabel independen dan dependen, didapat
kortisol. Halusinasi sendiri timbul saat tubuh nilai p=0,02(<0,05) yang berarti dalam
terlalu banyak memproduksi hormon kortisol. penelitian ini didapatkan hubungan antara
Hormon tersebut dihasilkan saat seseorang faktor presipitasi kecemasan dengan kejadian
mengalami stress yang mana dapat halusinasi. Hal tersebut diatas juga didukung
merangsang neurotransmitter cerebral oleh stuart dan sundeen 2005, yang
manoaminergik yang dapat melepaskan mengatakan bahwa kecemasan sangat
hormone halusinogenik sehingga klien mengganggu klien sehingga melibatkan
mengalami halusinasi. Konsumsi kafein juga peningkatan aktivitas motorik, menurunnya
memicu produksi hormone tersebut termasuk kemampuan dalam berhubungan dengan orang
kopi (Wahono, 2009). Hal tersebut juga lain, persepsi yang menyimpang serta
dibenarkan oleh Tim peneliti dari Universitas kehilangan pemikiran yang rasional sehingga
Dunham menyimpulkan bahwa orang yang dapat menimbulkan halusinasi. Adapun
minum lebih dari tujuh cangkir kopi sehari hubungan yang bermakna antara faktor
cenderung tiga kali lipat mudah mengalami presipitasi kecemasan dengan kejadian
halusinasi daripada orang yang hanya minum halusinasi yang terjadi pada klien gangguan
satu cangkir kopi sehari. Dari penelitian jiwadi BPRS Dadi Makassar dikarenakan
tersebut diatas diperoleh hasil bahwa banyak klien yang ingat keluarganya, ingin
banyaknya klien yang gemar mengkonsumsi pulang ataupun keinginan klien dijenguk oleh
kopi sebelum masuk BPRS Dadi Makassar, keluarganya selama menjalani perawatan di
dan masih banyak diantara klien yang selama rumah sakit. Berdasarkan hal tersebut bahwa
mengkonsumsi kopi masih mengalami cemas pada klien gangguan jiwa akan
pengalaman yang aneh seperti melihat, melibatkan komponen psikologisnya berupa
mendengar atau merasakan yang orang lain khawatir, tegang dan takut.
tidak mengalaminya.
Faktor presipitasi dari isolasi sosial
Faktor presipitasi dari harga diri Dengan menggunakan uji statistik Chi Square
Dengan menggunakan uji statistik Chi Square untuk melihat adanya hubungan antara
untuk melihat adanya hubungan antara variabel independen dan dependen, didapat
variabel independen dan dependen, didapat nilai p=0,000 (<0,05) yang berarti ada
nilai p=0,023 (<0,05) yang berarti dalam hubungan antara faktor presipitasi isolasi
penelitian ini didapatkan hubungan antara sosial dengan terjadinya halusinasi. Menurut
faktor presipitasi harga diri yaitu harga diri Stuart dan Sundeen 2005, mengadakan karena
rendah dengan kejadian halusinasi. Menurut halusinasi merupakan halusinasi merupakan
Ketiat 2004, harga diri rendah merupakan usaha untuk mendapatkan kebutuhan
perasaan negative terhadap diri sendiri, hilang (hubungan komunikasi, kontrol diri dan
kepercayaan diri dan merasa gagal mencapai pengakuan) yang mana hal tersebut tidak
keinginan membuat persepsi negatif terhadap didapatkan di dunia nyata. Halusinasi sebagai
diri sendiri, hilang kepercayaan diri dan bentuk pengganti dari Human Relation Ship
merasa gagal mencapai keinginan membuat yang tak dijumpai lagi, sehingga orang yang
persepsi negatif terhadap diri sendiri klien menarik diri lingkungan (isolasi diri)
yang mendorong klien berhalusinasi. cenderung untuk mengalami halusinasi.
Banyaknya klien yang mengalami harga diri Terjadinya isolasi pada klien gangguan jiwa
rendah pada klien gangguan jiwa di BPRS disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
Dadi Makassar terjadi akibat kurangnya kebanyakan dari klien gangguan jiwa merasa
interaksi sesame klien dan juga disebabkan komunikasi yang terjalin antara klien
oleh kurangnya kesadaran keluarga untuk gangguan jiwa yang lainnya tidak sesuai
sering membesuk keluarganya yang menderita dengan kehendak mereka atau mereka merasa
gangguan jiwa, hal ini menyebabkan klien komunikasi yang dijalin tidak nyambung dan

31
berdiam diri di dalam ruang, ada pula diantara 4. Ada hubungan antara faktor presipitasi
mereka yang merasa dirinya tidak gangguan kecemasan dengan kejadian halusinasi
jiwa lagi atau dia merasa sudah sembuh dari pada klien gangguan jiwa.
penyakitnya sehingga dia tidak mau 5. Ada hubungan antara faktor presipitasi
berkomunikasi dengan klien yang lain yang isolasi sosial dengan kejadian halusinasi
dianggapnya masih dan juga ada diantara pada klien gangguan jiwa.
mereka yang baru masuk diruang perawatan 6. Ada hubungan antara faktor presipitasi
tersebut jadi belum dapat beradaptasi dengan kebisingan dengan kejadian halusinasi
lingkungannya sehingga memilih untuk pada klien gangguan jiwa.
menyendiri dan berdiam diri.
SARAN
Faktor presipitasi dari lingkungan 1. Untuk meminimalisir kejadian halusinasi
Dengan menggunakan uji statistik Chi Square pada klien gangguan jiwa dibutuhkan
untuk melihat adanya hubungan antara dukungan dan pengetahuan keluarga
variabel independen dan dependen, dengan tentang halusinasi. Klien perlu dilibatkan
menggunakan Fisher’s Exact Test didapat nilai dalam kegiatan sehari-hari untuk
p=0,192 (>0,05) yang berarti tidak ada mengurangi faktor terjadinya halusinasi.
hubungan yang bermakna antara faktor 2. Dalam perawatan klien halusinasi
presipitasi lingkungan yaitu kebisingan dengan khususnya di BPRS Dadi Makassar
terjadinya. Namun dalam penelitian ini tidak disarankan secepatnya menanggulanggi
terdapat hubungan antara kebisingan dengan faktor-faktor presipitasi yang dialami klien
kejadian halusinasi, hal ini disebabkan oleh sehingga halusinasi tidak terjadi secara
situasi yang berbeda dimana responden dalam berulang-ulang pada klien.
penelitian ini klien yang sementara dirawat 3. Dalam bidang keperawatan jiwa
inap di BPRS Dadi Makassar selama 24 jam disarankan selalu mengadakan
dipantau oleh perawat pelaksana yang dimana pengembangan khususnya dibidang
lingkungan yang gaduh atau keributan yang penelitian agar dapat meningkatkan
terjadi di dalam ruang perawatan di dalam kualitas keperawatan jiwa khususnya
pengawasan, jika ada klien yang mengamuk dalam penerapan asuhan keperawatan
dan berteriak-teriak yang tidak dapat diberi jiwa.
peringatan lagi oleh perawat maka perawat 4. Diharapkan peneliti yang tertarik untuk
memberikan obat psikotropika sebagai obat mengembangkan penelitian ini agar
penenang, lingkungan sekitar juga terkendali menambah dan mengembangkan
dari keributan cuma ada suara kendaraan yang keilmuannya dahulu sebelum mengadakan
lalu lalang, suara TV, suara terapi music dan penelitian khususnya tentang halusinasi.
bunyi pemotong rumput bila ada dan suara-
suara lingkungan sekitar yang tidak terlalu DAFTAR PUSTAKA
menggangu keadaan psikis klien. Stuart & Sundeen, 2005, Buku Saku
Keperawatan Jiwa Edisi 3 catatan 1,
SIMPULAN EGC, Jakarta.
1. Ada hubungan antara faktor presipitasi Keliat, 2004, Kumpulan Proses Keperawatan
kebutuhan tidur (kurang tidur) dengan Masalah Keperawatan Jiwa, Universitas
kejadian halusinasi pada klien gangguan Indonesia, Jakarta.
jiwa. Notoatmodjo S, 2005, Metodologi Penelitian
2. Ada hubungan antara faktor presipitasi Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
konsumsi kopi dengan kejadian halusinasi Maramis WF, 2004, Catatan Ilmu Kedokteran
pada klien gangguan jiwa. Jiwa, Universiti Airlangga, Jakarta.
3. Ada hubungan antara faktor presipitasi Wahono (17 januari 2009), Kebanyakan Kopi
harga diri (harga diri rendah) dengan Bikin Halusinasi, http://m.kompas.com
kejadian halusinasi pada klien gangguan
jiwa.

32

You might also like