You are on page 1of 11

JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018, Vol.

20 (1): 45-55_______________ ISSN 1410-8356


Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro

DAMPAK PEMBANGUNAN INDUSTRI PARIWISATA


TERHADAP ALIH FUNGSI LAHAN
(Studi Tentang Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Desa Teluk Bakau,
Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau)
1 2 3
Miswanto , Mat Safaat

Submitted Article: 13 February 2018 Reviewed Article: 11 April 2018 Accepted Article: 14 June 2018

Abstract

Riau Islands as one of the tourism destinations in Indonesia that has unique tourist
uniqueness. The uniqueness and potential of tourism in the Riau Islands is developed
as one of the tourism destinations based on culture and supported by the beauty of
nature is very interesting. The emergence of maritime tourism as the most popular
place impacts the tourism in the Riau Islands region. Many changes occur due to the
development of tourism. However, the most attention is the high level of tourism
accommodation development with a very limited amount of land. The limitation does
not necessarily stop development and even leads to a higher level of functional
alteration that threatens the existence of green open spaces that also impact to other
areas as happened in Teluk Village Mangrove, Gunung Kijang District. Besides that,
the lack of human resources, especially in Teluk Bakau Village, Gunung Kijang Sub-
district, is still not able to compete in tourism sector either in local, national or
international scale. If this is left is not impossible that tourism was originally expected
to be able to improve the welfare of society it will threaten the welfare of the
community itself. Intangible is seen there is movements of people who are now tend
to orient towards profit financially or profit oriented. Because, tourism industry is
seen as a profitable activity and able to bring in great revenue. But, reality in the field
shows that the development of Tourism Village has not been side with the community
of Teluk Bakau Village. As the development of coastal tourism is a tourism asset sold
for tourist satisfaction. However, the development of tourist villages is not aligned
with people's lives. The socio-economic life of the Bakau Bay community is
unchanged while investors reap huge profits from this tourism activity. In fact, if there
is no coastal tourism industry tourism in Teluk Bakau Village will not grow.
Keywords: Development, Tourism, Land Function Transfer

Abstrak
Kepulauan Riau sebagai salah satu destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki
keunikan wisata yang khas. Keunikan dan potensi pariwisata yang ada di Kepulauan
Riau yang dikembangkan sebagai salah satu destinasi pariwisata berbasiskan pada
budaya serta ditunjang oleh keindahan alam yang sangat menarik. Munculnya wisata
bahari sebagai tempat yang paling diminati berdampak kepada kepariwisataan di
daerah Kepulauan Riau. Banyak perubahan terjadi akibat dari perkembangan
pariwisata. Namun yang paling menarik perhatian adalah tingginya tingkat

1
Dosen Jurusan Ilmu Sosiologi, STISIPOL Raja Haji, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau
2
Korespondensi Penulis, email: miswanto0584@gmail.com
3
Mahasiswa Jurusan Ilmu Sosiologi, STISIPOL Raja Haji Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p45-55.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
45 | P a g e
Dampak Pembangunan Industri Pariwisata

pembangunan usaha akomodasi pariwisata dengan jumlah lahan yang sangat


terbatas. Keterbatasan tersebut tidak serta merta menghentikan pembangunan
bahkan mengakibatkan semakin tingginya tingkat alih fungsi yang mengancam
eksistensi ruang terbuka hijau yang juga berimbas ke daerah lain sebagai mana yang
terjadi di Desa Teluk Bakau, Kecamatan Gunung Kijang. Disamping itu juga, minimnya
sumber daya manusia yang ada khususnya di Desa Teluk Bakau, Kecamatan Gunung
Kijang, masih belum mampu bersaing dalam sektor pariwisata baik dalam skala lokal,
Nasional maupun Internasional. Jika hal ini dibiarkan bukan tidak mungkin pariwisata
yang awalnya diharapkan mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
justru akan mengancam kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Secara intangible
terlihat ada sebuah pergerakan dari masyarakat yang kini cenderung berorientasi
kearah keuntungan secara finansial atau profit oriented. Karena, Industri pariwisata
dipandang sebagai kegiatan yang menguntungkan dan mampu mendatangkan
pendapatan yang besar. namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
pengembangan Desa Wisata belum berpihak kepada masyarakat Desa Teluk Bakau.
Seperti pembangunan pariwisata yang mengarah ke pinggir pantai merupakan aset
pariwisata yang dijual untuk kepuasan wisatawan. Namun, pengembangan desa
wisata tidak berpihak kepada kehidupan Masyarakat. Kehidupan Sosial-ekonomi
masyarakat Desa Teluk Bakau tidak mengalami perubahan sementara investor
meraup keuntungan besar dari aktivitas pariwisata ini. Padahal, jika tidak ada lahan
pinggir pantai industri pariwisata di Desa Teluk bakau tidak akan berkembang.
Kata kunci : Pembangunan, Pariwisata, Alih Fungsi Lahan

A. PENDAHULUAN menjanjikan mendatangkan pendapatan


besar bagi negara terlebih di daerah-daerah

P
ada hakekatnya, pembangunan yang memiliki sumber daya alam maupun
adalah proses perubahan yang terus sumber daya budaya yang melimpah. Ber
menerus dilaksanakan untuk menuju bagai potensi digali untuk menarik minat
keadaan yang lebih baik berdasarkan para wisatawan untuk datang berkunjung
norma-norma yang berlaku di masyarakat. sehingga diharapkan mampu meningkatkan
dapat di artikan juga bahwa pembangunan kesejahteraan masyarakat. Kepulauan Riau
merupakan proses dimana antara sistem sebagai salah satu destinasi pariwisata di
sosial yang satu dengan yang lainnya saling Indonesia yang memiliki keunikan wisata
bertalian, Negara satu dengan Negara yang yang khas. Keunikan dan potensi pariwisata
lain. Namun secara umum ada suatu yang ada di Kepulauan Riau yang
kesepakatan bahwa pembangunan merupa dikembangkan sebagai salah satu destinasi
kan proses untuk melakukan perubahan pariwisata berbasiskan pada budaya serta
(Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, ditunjang oleh keindahan alam yang sangat
2005: 26). Menurut Siagian (1994), menarik. Munculnya wisata bahari sebagai
memberikan pengertian tentang pembangu tempat yang paling diminati berdampak
nan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian kepada kepariwisataan di daerah Kepulauan
usaha pertumbuhan dan perubahan yang Riau. Banyak perubahan terjadi akibat dari
berencana dan dilakukan secara sadar oleh perkembangan pariwisata. Namun yang
suatu bangsa, negara dan pemerintah, paling menarik perhatian adalah tingginya
menuju modernitas dalam rangka tingkat pembangunan usaha akomodasi
pembinaan bangsa (nation building)”. pariwisata dengan jumlah lahan yang sangat
Disamping itu juga, Pariwisata terbatas.
merupakan sebuah industri jasa yang Keterbatasan tersebut tidak serta merta
perkembangannya kian pesat setiap tahun menghentikan pembangunan bahkan
nya. Di Indonesia sektor pariwisata mengakibatkan semakin tingginya tingkat
dikembangkan sebagai sektor yang
DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p45-55.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional

46 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018, Vol. 20 (1): 45-55_______________ ISSN 1410-8356
Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro

alih fungsi yang mengancam eksistensi mengancam kesejahteraan masyarakat itu


ruang terbuka hijau yang juga berimbas ke sendiri. Secara tangible (wujud) dampak dari
daerah lain sebagai mana yang terjadi di kegiatan pariwisata di Desa Teluk Bakau
Desa Teluk Bakau Kecamatan Gunung memberikan bukti bahwa kegiatan
Kijang. Warga Desa Teluk Bakau yang pariwisata saat ini hanya berorientasi
berprofesi sebagai nelayan semakin jauh kepada kuantitas dan pembangunan
untuk kepantai. Para warga yang berprofesi setinggi-tingginya. Tercermin apa yang
sebagai nelayan harus menempuh jarak terjadi saat ini, kegiatan pariwisata mulai
sejauh 5-10 Km untuk menuju tempat memberikan dampak terhadap konvensi
berlabuh sampan atau pompong yang lahan tepi pantai dalam mencari sarana
menjadi alat transportasi mereka untuk akomodasi yang semakin pesat setiap
mencari atau membawa hasil tangkapan tahunnya.
ikan. Hal ini sangat dirasakan oleh warga Seiring perubahan tata guna lahan di
desa Teluk Bakau, apalagi pembangunan Desa Teluk Bakau, industri pariwisata
pariwisata yang mengeksploitasi alih fungsi memberikan dampak secara intangible (tak
lahan pesisir semakin gencar dilakukan oleh berwujud) bagi kehidupan sosial-budaya
pihak pengembang pariwisata. Warga Desa masyarakat. Namun untuk menilai dampak
Teluk Bakau semakin khawatir dengan pariwisata secara intangible (tak berwujud)
keadaan ini. masyarakat beranggapan yang berkaitan dengan kehidupan
bahwa untuk kedepannya mereka tidak bisa masyarakat tidak lah mudah. Ada banyak
lagi menjalankan rutinitas mereka sebagai faktor kontaminasi yang ikut berperan
nelayan, karena sepanjang daerah pesisir didalam mempengaruhi perubahan yang
pantai sudah dipagar oleh pengembang terjadi. Di satu sisi Dinas Pariwisata
pariwisata, sehingga masyarakat kesulitan Kabupaten Bintan sejauh ini kurang
mengakses untuk menuju perahu di berperan aktif dalam mengawasi pembangu
pinggiran pantai, pemerintah daerah juga nan yang dilakukan oleh pengembang
harus memperhatikan Peraturan Presiden pariwisata dalam menegakkan peraturan
Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas terkait tata-guna lahan dengan menyertakan
Sempadan Pantai, di mana dalam aturan kearifan lokal yang ada di Desa Teluk
tersebut yang mengarahkan pada Bakau. Selanjutnya, usaha yang dilakukan
pembangunan di wilayah pantai dan harus oleh pihak Dinas Pariwisata dalam
mengacu kembali RTRW yang berlaku di memberikan pemahaman terhadap masyara
masing-masing kabupaten/kota. kat desa Teluk Bakau, untuk menjaga
Disamping itu juga, minimnya sumber kelestarian lingkungan sosial-budaya
daya manusia yang ada khususnya di Desa mereka juga tidak tampak sehingga
Teluk Bakau Kecamatan Gunung Kijang, mengancam kehidupan sosial-budaya
yaitu sebagian besar penduduknya adalah masyarakat itu sendiri.
masyarakat yang bermata pencaharian
sebagai nelayan 62%, pedagang 19%, B. KONSEP TEORITIS
petani 13% dan pegawai negeri sipil 4,6%, a. Pengertian Dampak
disamping itu juga tingkat pendidikan
masyarakat tergolong rendah yaitu tidak oerjono Soekanto (2006) menjelaskan
tamat sekolah dasar 68%, tamat sekolah
dasar 18%, tamatan sekolah menengah
pertama 11% dan tamat sekolah menengah
S bahwa, secara etimologis dampak
memiliki pengertian pelanggaran,
tubrukan, atau benturan, sedangkan
umum 9%. dari data diatas dapat di lihat pendekatan secara sosiologis dapat diarti
bahwa, secara umum masyarakat belum kan sebagai penggunaan konsep dasar
mampu bersaing dalam sektor pariwisata untuk menelaah sebuah gejala sosial dalam
baik dalam skala kecil, menengah, maupun artian dampak sosial merupakan sebuah
besar. Jika hal ini dibiarkan bukan tidak efek dari fenomena sosial yang terjadi dalam
mungkin pariwisata yang awalnya kehidupan masyarakat.
diharapkan mampu untuk meningkatkan Soerjono Soekanto juga menambahkan
kesejahteraan masyarakat justru akan bahwa, dampak sosial memiliki dua sifat

DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p45-55.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
47 | P a g e
Dampak Pembangunan Industri Pariwisata

yaitu bersifat positif dan bersifat negatif, dengan kata lain interaksi antar kelompok
atau yang sering kita sebut sebagai masyarakat. Budaya juga merupakan
manifestasi dan latency.. Manifestasi kesatuan proses kegiatan yang memang
mempunyai sebuah kecenderungan hara secara langsung atau pun tidak langsung
pan yang diinginkan dari suatu proses sosial bertahan sebagai sebuah warisan kepada
yang terjadi sementara itu latency generasi selanjutnya karena dilakukan
merupakan bentuk yang tidak diharapkan, berulang-ulang kali.
tapi secara alamiah selalu menyertai atau Dalam penelitian ini, pengertian sosial
muncul. budaya memiliki pertalian yang tidak bias di
Sementara itu, Menurut Faizun (2009) pisahkan. begitu juga dalam melihat dampak
dampak dari pariwisata adalah perubahan pariwisata terhadap sosial-budaya. Mathie
yang terjadi terhadap masyarakat sebagai son dan wall dalam Pitana dan Gayatri
komponen dalam lingkungan hidup sebelum (2005) mengatakan jika tidak ada
ada kegiatan pariwisata dan setelah ada perbeadaan yang jelas antara gejala sosial
kegiatan pariwisata. Begitu juga menurut dan budaya, sehingga para ahli mengga
Pitana dan Gayatri (2005) dampak pariwi ata bungkan dampak sosial dan dampak
terhadap masyarakat dan daerah tujuan budaya ke dalam satu judul yaitu dampak
wisata mencakup: dampak terhadap sosial- sosial-budaya.
ekonomi, dampak terhadap sosial-budaya,
dan dampak terhadap lingkungan. d. Pengertian Perubahan Sosial
Burker (2003) mengatakan istilah
b. Pengertian Pariwisata perubahan sosial dipandang sebagai istilah
John Urry (1990) mengatakan bahwa yang taksa (ambigius). Kadangkala istilah ini
pariwisata adalah aktivitas bersantai waktu digunakan dalam pengertian yang sempit,
luang yang dilakukan seseorang bebas dari yang mengacu kepada perubahan-
pekerjaan. sementara itu menurut Inskeep perubahan struktur sosial, tapi juga kadang-
(1991) mengatakan bahwa, di berbagai kadang digunakan pula dalam pengertian
macam literatur dimuat berbagai macam yang sangat luas yang mencakup organisasi
komponen wisata. namun ada beberapa politik, perekonomian dan kebudayaan. Di
komponen wisata yang selalu ada dan dalam bukunya, Burker menyebutkan teori
merupakan komponen dasar dari wisata perubahan sosial dari Spencer merupakan
salah satunya adalah akomodasi. model yang menekankan pada evolusi
Akomodasi yang dimaksud disini adalah sosial, dengan kata lain perubahan sosial
berbagai macam hotel dan berbagai jenis yang berlangsung secara perlahan-lahan
fasilitas lain yang berhubungan dengan dan komulatif (evolusi) dan masyarakat
pelayanan untuk para wisatawan yang berubah dari tingkat peradaban sederhana
berniat untuk bermalam selama perjalanan ke tingkat peradaban yang lebih komplek
wisata yang mereka lakukan.Jadi yang dan perubahan tersebut tidak selalu
dimaksud akomodasi pariwisata dalam mengarah kearah yang lebih baik namun
penelitian ini adalah berbagai macam perubahan bisa mengarah pada
fasilitas yang berhubungan dengan kehancuran.
pelayanan untuk menunjang kegiatan Perubahan sosial dapat dipengaruhi oleh
wisatawan saat berlibur disuatu destinasi faktor dari dalam dan luar masyarakat itu
yang bisa berupa hotel maupun vila. sendiri. Adapun faktor yang berasal dari luar
antara lain menurut Elly dan Usaman (2010)
c. Pengertian Sosial – Kebudayaan yaitu sebab-sebab yang berasal dari
Menurut Koentjaraningrat (1981), lingkungan alam fisik yang ada disekitar
budaya dapat diarti sebagai keseluruhan manusia dan pengaruh kebudayaan
gagasan dan karya manusia yang harus di masyarakat lain. Dalam penelitian ini
biasakan dengan belajar serta keseluruhan menggunakan teori evolusi dari Spencer
dari hasil budi pekerti. Budaya juga bisa yaitu dampak industri pariwisata terhadap
diwariskan melalui kontak sosial atau kehidupan sosial masyarakat terjadi secara

DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p45-55.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional

48 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018, Vol. 20 (1): 45-55_______________ ISSN 1410-8356
Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro

perlahan-lahan dilihat dari perkembangan meningkatkan perekonomian masyarakat


nya dan kegiatan industri pariwisata adalah setempat serta mengentaskan kemiskinan.
faktor luar yang mempengaruhi perubahan Proses kegiatan pariwisata yang ada di
yang terjadi di Desa Teluk Bakau, Desa Teluk Bakau serupa dengan apa yang
Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten disebut sebagai manifestasi dan latency
Bintan. Sementara itu faktor dari dalam yang oleh Soerjono. Kegiatan pariwisata yang
mempengaruhi masyarakat adalah terjadi berlangsung di Desa Teluk Bakau
nya kecemburuan sosial yang mengakibat memunculkan harapan bagi masyarakat
kan konflik antara masyarakat tempatan untuk mendapatkan keuntungan yang
dengan pengembang pariwisata sebagai sebesar-besarnya dari kegiatan tersebut.
mana yang terjadi di desa teluk bakau. Harapan untuk mendapatkan keuntungan
karena komunikasi antara pengembang dari kegiatan pariwisata kemudian
pariwisata dengan masyarakat tidak berjalan diwujudkan oleh masyarakat melalui
sebagai mana mestinya. penyediaan layanan-layanan pariwisata
untuk melengkapi kebutuh wisatwan yang
C. HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN berkunjung seperti pembangunan sarana
1. Dampak Pembangunan Indus akomodasi pariwisata seperti hotel, villa, dan
tri Pariwisata Terhadap Alih guest house. Dari sini kemudian masyarakat
Fungsi Lahan Secara Tangible Desa Teluk Bakau memperoleh keuntungan
(wujud). terutama finansial yang sangat besar.
Munculnya wisata bahari yang
merupakan pariwisata di wilayah kawasan

D
ampak pariwisata di berbagai daerah
di Kepulauan Riau mulai mengancam pesisir yang terletak di sepanjang garis
dan tidak bisa dielakan lagi. Seiring pantai yang merupakan sebagai tempat
dengan gencarnya perkembangan pariwi paling diminati berdampak kepada
sata membawa pengaruh dan efek negatif kepariwisataan di daerah Kepulauan Riau.
terutama bagi kehidupan sosial-budaya Banyak perubahan terjadi akibat dari
pada masyarakat. kegiatan pariwisata yang perkembangan pariwisata. Namun yang
erat kaitanya dengan proses sosial secara paling menarik perhatian adalah tingginya
perlahan mulai mempengaruhi semua tingkat pembangunan usaha akomodasi
elemen didalam pariwisata termasuk pariwisata dengan jumlah lahan yang sangat
masyarakat. Soerjono Soekanto (2005) terbatas. Keterbatasan tersebut tidak serta
mengenai analisisnya yang sering kita merta menghentikan pembangunan bahkan
ketahui adalah manifestasi dan latency. mengakibatkan semakin tingginya tingkat
Suatu proses sosial mempuyai sebuah alih fungsi yang mengancam eksistensi
kecenderungan harapan yang diinginkan ruang terbuka hijau yang juga berimbas ke
dari suatu proses sosial yang terjadi yang daerah lain seperti di Desa Teluk Bakau,
disebut manifestasi namun ada bentuk- Kecamatan Gunung Kijang. Warga Desa
bentuk yang tidak diharapkan dalam proses Teluk Bakau yang berprofesi sebagai
sosial tersebut, tapi secara alamiah selalu nelayan semakin jauh untuk kepantai. Para
menyertai atau muncul yang disebut se warga yang berprofesi sebagai nelayan
dangkan latency. artinya bahwa, dalam harus menempuh jarak sejauh 5-10 Km
sektor pariwisata diharapkan mampu untuk menuju tempat berlabuh sampan atau
sebagai mesin pengerak ekonomi bagi pompong yang menjadi alat transportasi
pembangunan ekonomi di Desa Teluk mereka untuk mencari atau membawa hasil
Bintan yang harus mampu memberikan tangkapan ikan.
sumbangsih dalam mensejahterakan Hal ini sangat dirasakan oleh warga desa
masyarakat tepatan yaitu dengan harapan Teluk Bakau, apalagi pembangunan
mampu memberikan kesempatan kepada pariwisata yang mengeksploitasikan alih
seluruh masyarakat disekitar pariwisata fungsi lahan pesisir semakin gencar
yang berada di Desa teluk Bakau untuk dilakukan oleh pihak pengembang
berusaha dan bekerja sehingga mempu pariwisata. Warga Desa Teluk Bakau
memberi andil yang cukup besar dalam semakin khawatir dengan keadaan

DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p45-55.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
49 | P a g e
Dampak Pembangunan Industri Pariwisata

pengembangan pariwisata yang sedang ada di Desa Teluk Bakau sangat


berjalan. Mereka beranggapan bahwa untuk mempengaruhi pertumbuhan villa-villa
kedepannya mereka tidak bisa lagi ini. Alih fingsi lahan juga dipicu oleh
menjalankan rutinitas mereka sebagai adanya Agro Resort sejak tahun 2002,
nelayan, karena sepanjang daerah pesisir jadi semakin banyak bule yang datang ke
pantai sudah dipagar oleh pihak sini.”(14/11/2017)
pengembang pariwisata. disamping itu juga,
minimnya sumber daya manusia yang ada Jika dilihat dari pernyataan tersebut,
khususnya di Desa Teluk Bakau, tersirat bahwa pertumbuhan villa dan guest
Kecamatan Gunung Kijang, masih belum house tersebut semakin mengancam
mampu bersaing dalam sektor pariwisata eksistensi nelayan yang ada di Desa Teluk
baik dalam skala kecil, menengah, maupun Bakau. Dengan demikian, Desa Teluk
besar. Jika hal ini dibiarkan bukan tidak Bakau yang masuk ke dalam kawasan
mungkin pariwisata yang awalnya Kabupaten Bintan sebagai wilayah wisata
diharapkan mampu untuk meningkatkan bisa dipertanyakan. Masih pantaskah
kesejahteraan masyarakat justru akan kawasan Kepulauan Riau khususnya Desa
mengancam kesejahteraan masyarakat itu Teluk Bakau ini ditetapkan sebagai kawasan
sendiri. wisata di tengah pelanggaran kebijakan
mempertahankan wilayah Kabupaten Bintan
a. Alih Fungsi Lahan di Desa Teluk sebagai kawasan wisata dalam arti luas
Bakau yang di maksud dengan kawasan wisata
adalah kawasan yang di bangun sebagai
Secara tangible dampak dari kegiatan tempat wisata dan disediakan untuk
pariwisata yang terjadi di Desa Teluk Bakau wisatawan melakukan aktifitas serta
memberikan bukti bahwa kegiatan pembangunan-pembanguna yang sudah di
pariwisata saat ini hanya berorientasi peruntukan sebagai kawwasan wisata dan
kepada kuantitas dan pembangunan mencegah alih fungsi lahan pinggir pantai
setingg-tingginya. Tercermin dari apa yang dengan meningkatkan produktivitas dan
terjadi saat ini, kegiatan pariwisata mulai pendapatan nelayan mengalami banyak
memberikan dampak terhadap konvensi pelangaran di berbagai sisi.
lahan pinggir pantai menjadi sarana Pengaruh-pengaruh pariwisata secara
akomodasi yang semakin pesat setiap perlahan berdampak negatif terhadap
tahunnya, sehingga sekitar 80% lahan kelestarian alam lingkungan di Desa
pinggir pantai sudah dikuasai oleh pihak Teluk Bakau. Dampak pembangunan
pengembang pariwisata. Seperti pernyataan pariwisata dapat kita lihat secara langsung
bapak ZA salah satu warga RW 02/ RT 03 seperti yang terjadi di Desa Teluk Bakau ini.
Desa Teluk Bakau dari hasil wawancara Wilayah ini merupakan wilayah yang
yang dilakukan oleh peneliti yaitu sebagai merasakan langsung pengaruh dari
berikut: perkembangan pembangunan pariwisata
yang berdampak terhadap perubahan fisik
“Kalau masalah lahan pinggir pantai, saat lahan di Desa Teluk Bakau.
ini masih ada tetapi jumlahnya tidak Secara tangible pertumbuhan jasa
seluas dulu. Sekarang sudah banyak penginapan untuk wisatawan di Desa Teluk
yang berubah lahan pinggir pantai yang Bakau seperti hotel dan villa ternyata
tersisa masih sekitar 30% yang banyak berdampak negatif. Dan jika
disebabkan pertumbuhan vila dan guest dikaitkan dengan pendekatan manifestasi
house yang dibangun diatas lahan dan latency, fenomena ini adalah latency
pinggir pantai, sehingga menyulitkan atau sebuah bentuk yang tidak diharapkan
kami untuk menambat bot atau sampan dari proses perkembangan pariwisata yang
untuk melaut karna lahan pinggir pantai secara alamiah selalu menyertai atau
di Desa Teluk Bakau ini banyak yang muncul. Adapun dampak negatif tersebut
sudah dipagar untuk dibangun tempat adalah tata guna lahan pinggir pantai yang
wisata. Perkembangan pariwisata yang terancam eksistensinya karena pembangu
DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p45-55.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional

50 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018, Vol. 20 (1): 45-55_______________ ISSN 1410-8356
Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro

nan hotel dan villa diatas lahan pinggir pembuangan sementara yang berada tidak
pantai yang dikelola masyarakat sebelum jauh dari perumahan warga.
nya. Secara tangible dampak dari kegiatan Dari sisi mata pencaharian, kegiatan
pariwisata di Desa Teluk Bakau memberikan pariwisata memberikan peluang yang besar
bukti bahwa kegiatan pariwisata saat ini bagi masyarakatnya untuk bekerja dan
hanya berorientasi kepada kuantitas dan senantiasa terbuka baik yang bersifat formal
pembangunan setinggi-tingginya. Tercermin maupun informal. Dari sisi informal
apa yang terjadi saat ini, kegiatan pariwisata masyarakat diberikan keuntungan dari
mulai memberikan dampak terhadap kegiatan pariwisata yang cukup besar.
konvensi lahan tepi pantai dalam mencari Pariwisata yang berkembang di Desa Teluk
sarana akomodasi yang semakin pesat Bakau membuka peluang bagi masyarakat
setiap tahunnya. untuk membuka usaha seperti membuka
peluang masyarakat untuk mendirikan kios-
kios dan warung makanan. Dibidang formal
b. Kehidupan Sosial Masyarakat masyarakat diberikan keuntungan sebagai
Dampak pariwisata terhadap tata-guna tuan rumah untuk bekerja di hotel maupun
lahan seperti beralihnya fungsi lahan vila yang ada di Desa Teluk Bakau.
pertanian menjadi sarana akomodasi Munculnya pembangunan pariwisata pada
pariwisata memberikan dampak sosial bagi akhirnya mengakibatkan semakin banyak
masyarakat Desa Teluk Bakau yang dapat warga Desa Teluk Bakau yang bekerja
dilihat dari mobilitas penduduk dan terhadap disektor pariwisata dan mulai meninggalkan
mata pencaharian (perubahan pekerjaan). pekerjaan tradisional mereka yang mereka
Semakin banyaknya jumlah penduduk kerjakan sebelum adanya pariwisata seperti
memberikan dampak terhadap kehidupan bekerja sebagai petani, dan nelayan.
sosial warga masyarakat. Bertambahnya Meskipun lapangan pekerjaan yang di
jumlah penduduk yang tinggal di Desa Teluk sediakan oleh pihak pariwisata untuk
Bakau berdampak terhadap tingkat masyarakat Desa Teluk Bakau tidak cukup
kriminalitas yang terjadi. membantu terutama bagi masyarakat yang
Ada beberapa kasus pernah terjadi di berprofesi sebagai nelayan, dengan alasan
Desa Teluk Bakau seperti pencurian di penghasilan yang mereka dapatkan dari
tempat penginapan wisatawan. Bahkan hasil melaut lebih besar jika dibandingkan
tingkat kriminalitas berupa pencurian dengan penghasilan sebagai karyawan
semakin marak terjadi. Pada tahun 2012 pariwisata setiap bulannya. Hal ini
terjadi dua kali pencurian yang menyasa seharusnya menjadi perhatian khusus bagi
pada salah satu rumah warga. Hal ini pemerintah atau dinas terkait. Namun,
dipandang sebagai hal yang sangat sayangnya pemerintah atau dinas terkait
mengkawatirkan karena semakin pesatnya kurang berperan aktif dalam memperhatikan
perkembangan pariwisata dan jumlah pemasalahan-permasalahan terkait adanya
penduduk tidak diimbangi dengan tingkat alih fungsi lahan yang dilakukan oleh pihak
keamanan yang ada di Desa Teluk Bakau. pariwisata.
Tidak saja masalah keamanan yang Disamping itu, pentingnya pengemba
menjadi masalah di Desa Teluk Bakau. ngan ekonomi kreatif sangat membantu
Masalah kebersihan juga sedang dihadapi perekonomian masyarakat Desa Teluk
oleh warga desa. Semakin banyaknya Bakau. Ekonomi kreatif dan sektor wisata
jumlah wisata mengakibatkat jumlah merupakan dua hal yang saling
sampah yang diproduksi semakin banyak. berpengaruh dan dapat saling bersinergi jika
Sampah yang muncul ini ternyata tidak dikelola dengan baik (Ooi, 2006). Konsep
diimbangi oleh tempat pembuangan yang kegiatan wisata dapat didefinisikan dengan
memadai. Di Desa Teluk Bakau sendiri tidak tiga faktor, yaitu harus ada something to
ada tempat pembuangan akhir untuk see,something to do, dan something to buy
sampah-sampah yang diproduksi. Sampah (Yoeti, 1985). Something to see terkait
yang dihasilkan biasanya dibuang ditempat dengan atraksi di daerah tujuan wisata,
something to do terkait dengan aktivitas

DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p45-55.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
51 | P a g e
Dampak Pembangunan Industri Pariwisata

wisatawan di daerah wisata, sementara


something to buy terkait dengan souvenir 2. Dampak Pembangunan Industri
khas yang dibeli di daerah wisata sebagai Pariwisata Terhadap Alih Fungsi
memorabilia pribadi wisatawan. Dalam tiga Lahan Secara Intangibel (tak ber
komponen tersebut, ekonomi kreatif dapat wujud)
masuk melalui something to buy dengan
eiring perubahan tata guna lahan di
menciptakan produk-produk inovatif khas
daerah.

c. Kebudayaan masyarakat
S
ble
Desa Teluk Bakau pariwisata
memberikan dampak secara intangi
bagi kehidupan sosial-budaya
masyarakat. Namun untuk menilai dampak
Seperti umumnya desa-desa yang ada di pariwisata secara intangible yang berkaitan
Kabupaten Bintan, Desa Teluk Bakau dengan kehidupan masyarakat lokal tidaklah
merupakan desa yang memiliki kebudayaan mudah. Pitana dan Gayatri (2005) ada
yang hampir sama dengan daerah lainya. banyak faktor kontaminasi yang ikut
Kegiatan ritual keagamaan, pertunjukan, berperan di dalam mempengaruhi peruba
kelompok yang dimiliki hampir tidak ada han yang terjadi.
perbedaan dengan daerah lain. Kegiatan Dalam kaitanya dengan dampak
ritual keagamaan seperti mandi sapar, yang pembangunan pariwisata terhadap
di maksud dengan mandi safar di sini adalah kehidupan masyarakat,harus dilihat dari
aktifitas masyarakat yang di lakukan secara banyak faktor yang mempengaruhi
turun menurun setiap bulan safar sebagai perubahan tersebut, seperti pendidikan,
tolak bala adalah sebagai simbol media masa, dan komunikasi yang menjadi
membersihkan diri dengan harapan agar wahana perubahan sosial tersebut.
bersih dan terhindar dari hal-ha yang tidak Meskipun ada banyak faktor yang
baik. misalnya biasanya dilakukan oleh mempengaruhi perubahan yang terjadi di
masyarakat Desa Teluk Bakau di bulan dalam masyarakat, tetap saja pengaruh
Sapar, lalu masyarakat beramai-ramai pariwisata sangat kuat kaitannya dengan
mandi di pantai, namun semenjak dampak pariwisata yang terjadi di Desa
pembangunan pariwisata ritual itu tidak Teluk Bakau. Dampak pariwisata secara
diadakan lagi karena adanya alih fungsi intangible ini sepintas nampaknya
lahan pinggir pantai. Bagi generasi penerus sederhana. Akan tetapi konsekuensi secara
hal ini sangatlah memperihatinkan, budaya jangka panjang akan sangat fundamental,
yang pernah menjadi bagian dari kehidupan seperti hilangnya jati diri dari masyarakat.
masyarakat Desa Teluk Bakau.k kini tidak Ada banyak faktor kontaminasi yang ikut
bisa lagi diwariskan kepada generasi berperan didalam mempengaruhi perubahan
penerusnya. yang terjadi. Drs. B. simandjuntak, S.H.
Dampak sosial-budaya pariwisata terha (1992: 120) mengatakan “masyarakat dalam
dap kehidupan masyarakat local merupakan interaksinya merupakan suatu sistem
suatu pekerjaan yang sangat sulit, terutama dimana nilai-nilai sosial yang melandasinya
dari segi metodologisnya. Salah satu merupakan suatu konfigurasi yang terjalin
kendala yang hamper tidak dapat diatasi satu sama lain. Perubahan sosial yang
adalah benyaknya faktor kontaminasi yang cepat dapat menimbulkan ketidak-
ikut berperan di dalam mempengaruhi seimbangan diantara berbagai nilai sosial,
perubahan yang terjadi. Melihat dampak sektor kehidupan masyarakat atau
sosial-budaya pariwisata terhadap masya menimbulkan perkembangan yang tidak
rakat setempat, masyarakat tidak dapat sejalan dalam berbagai sektor kehidupan”.
dipandang sebagai suatu yang internally artinya masyarakat didalam berinteraksi
totally integrated entity, melainkan harus di harus berlandaskan nilai-nilai yang terjalin
lihat segmen yang ada atau melihat bersama masyarakat yang satu dengan
berbagai interest groups, karena dampak yang lainnya, sehingga meminimalisir
terhadap kelompok sosial yang satu dengan terjadinya kontaminasi akibat perubahan
yang lainnya belum tentu sama. sosial yang terjadi.
DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p45-55.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional

52 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018, Vol. 20 (1): 45-55_______________ ISSN 1410-8356
Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro

Untuk menghadapi permasalahan di atas pariwisata yang kebetulan mayoritasnya


diperlukan perencanaan sosial yang adalah muslim.
kompherensif untuk menjaga agar situasi Secara intangible terlihat ada sebuah
kembali kondusif. St. Vembriarto (1977:13) pergerakan dari masyarakat yang kini
perencanaan atau rencana (Planning) cenderung berorientasi kearah keuntungan
adalah “penerapan secara sistematik dari secara finansial atau profit oriented. Industri
pengetahuan untuk mengontrol dan pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang
mengarahkan arah kecenderungan peruba menguntungkan dan mampu mendatangkan
han menuju kepada tujuan yang ditetapkan”. pendapatan yang besar. Sehingga banyak
Prof. Dr J.W. Schorl (1980:295) mengatakan dari mereka yang memutuskan untuk
“perencanaan sosial ini meliputi penetapan mengeluti dunia industri pariwisata meski
rencana-rencana untuk kegiatan yang akan ada banyak hal yang harus dikorbankan
datang yang berhubungan dengan lembaga- termasuk waktu luang. Terbatasnya waktu
lembaga dan sumber-sumber sosial”. dalam luang akhirnya membuat seseorang harus
pengembangan pariwisata harus melakukan memilih. Disinilah sifat individualisme mulai
perencanaan sosial untuk aktivitas yang muncul di dalam diri masyarakat. Dampak
akan datang atau yang kita kenal dengan nya, seseorang lebih memilih sesuatu yang
istilah pembangunan pariwisata yang dirasa lebih menguntungkan untuk dirinya
berkelanjutan. dan mengabaikan kepentingan di masyara
kat seperti partisipasinya didalam
a. Pergeseran Nilai dan Solidaritas berorganisasi.
Masyarakat Pandangan-pandangan seperti ini mulai
muncul ketika industri pariwisata mulai
Pitana dan Gayarti (2005) mengatakan berkembang. Perkembangan industri
kegiatan industri pariwisata disuatu daerah pariwisata banyak memberikan pilihan-
dikatakan telah mengahncurkan sifat-sifat pilihan yang memaksa beberapa pihak
kebersamaan didalam masyarakat dan untuk bertindak diluar jalur yang semestinya
kemudian digantikan oleh sifat indivi mereka lakukan. Budaya hidup yang
dualisme pragmatis. Sebelum masuknya menempatkan kepentingan pribadi dibawah
industri pariwisata mayarakat yang kepentingan umum secara perlahan telah
sebagaian besar belum bergelut dalam berubah digantikan pandangan baru yang
kegiatan industri pariwisata memiliki tingkat tentunya jika di kaitakn dengan budaya
partisipasi yang tinggi didalam berorganisasi masyarakat Melayu akan bertolak belakang.
dan memiliki waktu luang yang cukup untuk Menurut Isjoni (2007: 30), budaya
berorganisasi. Seiring pertumbuhan Melayu merupakan konsep yang menjelas
pariwisata, kesibukan semakin bertambah, kan satu keseluruhan cara hidup Melayu di
dan sering mengorbankan kegiatan di dalam alam Melayu. Orang Melayu di mana juga
masyarakat. berada akan menyebut fenomena budaya
Dengan bergabungnya masyarakat di mereka sebagai “ini adat kaum” masyarakat
dalam dunia industri pariwisata, mampu Melayu mengatur kehidupan mereka
melumpuhkan partisipasi masyarakat dengan adat agar setiap anggota adat hidup
terhadap upacara keagamaan yang beradat, seperti adat alam, hukum adat,
dianggap sakral bagi masyarakat tersebut, adat beraja, adat bernegeri, adat
salah satu contohnya adalah sholat Idul Fitri. berkampung, adat memerintah, adat berlaki-
Dengan kesibukan dan tuntutan kewajiban bini, adat bercakap, dan sebagainya.
yang dimiliki oleh masyarakat yang Secara kasat mata industri pariwisata
bergabung didalam dunia industri pariwisata mempengaruhi sifat-sifat individu dalam
memaksa mereka untuk tidak mengikuti mengambil keputusan. Terabaikannya
upacara keagamaan yang bagi masyarakat anggapan bahwa kita harus mementingkan
umat muslim pada umumnya sangatlah kepentingan umum sebelum kepentingan
sakral, khususnya bagi sebagian pribadi memunculkan sifat-sifat individualis
masyarakat Desa Teluk Bakau yang didalam pengambilan keputusan tersebut.
bergabung di dalam kegiatan industri Sifat “Gotong Royong” atau bermasyarakat,

DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p45-55.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
53 | P a g e
Dampak Pembangunan Industri Pariwisata

secara intangible mulai sedikit berubah Perlunya peran aktif dari Dinas
mengarah kesifat individualis yang dalam Pariwisata Kabupaten Bintan dalam
kehidupan bermasyarakat bisa berdampak mengawasi pembangunan yang dilakukan
negative seperti mulai munculnya stigma oleh pihak industri pariwisata dalam
negative yang bisa memunculkan konflik. menegakkan dan mempertegas peraturan
terkait tata-guna lahan dengan menyertakan
kearifan lokal yang ada di Desa Teluk
3. Peran Pemerintah Dalam Pengem Bakau. Selanjutnya, usaha yang dilakukan
bangan Industri Pariwisata di Desa oleh pihak Dinas Pariwisata dalam
Teluk Bakau memberikan pemahaman terhadap masya
Sebagai industri perdagangan jasa, rakat desa Teluk Bakau, untuk menjaga
kegiatan pariwisata tidak terlepas dari peran kelestarian lingkungan sosial-budaya
serta pemerintah baik pemerintah pusat masyarakat juga tidak tampak sehingga
maupun pemerintahdaerah. Pemerintah mengancam kehidupan sosial-budaya
bertanggung jawab atas empat hal utama masyarakat itu sendiri.
yaitu; perencanaan (planning) daerah atau Masuknya pemilik modal dalam
kawasan industri pariwisata, pembangunan pengembangan desa wisata membangun
(development) fasilitas utama dan pendu area kompetisi ekonomi. Kompetisi tidak
kung pariwisata, pengeluaran kebija kan saja dalam perebutan lapangan pekerjaan
(policy) pariwisata, dan pembuatan dan juga dalam hal modal. Kelompok kapitalis
penegakan peraturan (regulation). lokal bersaing dengan pemodal kuat dari
Namun, kenyataan di lapangan luar desa bahkan berasal dari luar
menunjukkan bahwa pengembangan Desa Kepulauan Riau. Jika kondisi ini dibiarkan
Wisata belum berpihak kepada masyarakat akan menimbulkan ketidakadilan ekonomi
Desa Teluk Bakau. Karl Marx (1883) dengan antara masyarakat lokal dengan pendatang.
konsep economic mode of production, yaitu Ketidakadilan berpotensi terjadinya konflik.
menghasilkan kelas yang mengeksplotasi Oleh karena itu, memberi ruang gerak bagi
dan kelas yang tereksplotasi, bahwa tumbuhnya ekonomi kerakyatan sangat
masyarakat ada dalam situasi stabil dan diperlukan. Jika tidak, kenyamanan kehidu
tidak berubah sebaliknya masyarakat selalu pan sosial-budaya masyarakat Desa Teluk
dilihat dalam kondisi tidak seimbang atau Bakau akan dipertaruhkan. Pariwisata dapat
tidak adil, karena terdapat kelompok- menghancurkan sendi-sendi kehidupan
kelompok yang memagang kekuasaan, bias sosial-budaya masyarakat Desa Teluk
di lihat secara fakta bahwa, lahan pinggir Bakau.
pantai merupakan aset pariwisata yang
dijual untuk kepuasan wisatawan. Ada D. KESIMPULAN
kemiripan apa yang di katakan oleh Marx

B
erdasarkan hasil penelitian di atas,
dan Engels menyebutkan bahwa, para maka dapat ditarik beberapa
penguasa sebagai kaum bourgeoisie, dan kesimpulan bahwa Wilayah Desa
masyarakat sebagai kaum proletar yang Teluk Bakau merupakan salah satu
tertindas dan pada akhirnya akan destinasi wisata asing yang sangat diminati
menyebabkan perlawanan atas dasar yang disebabkan oleh keindahan alam
ketidak adilan. Namun, pengembangan baharinya. Hal tersebut dibuktikan dengan
desa wisata tidak berpihak kepada adanya beberapa tempat wisata dan
kehidupan Masyarakat. Kehidupan Sosial- penginapan yang ada di wilayah Desa
ekonomi masyarakat Desa Teluk Bakau Teluk Bakau antara lain, seperti Agro
tidak mengalami perubahan sementara Risort, White Island, Nikoi Island, Spa Villa,
investor meraup keuntungan besar dari Gurindam Risort, Sahid Bintan Hotel, dan
aktivitas pariwisata ini. Padahal, jika tidak wisata bawah laut atau Snorkling.
ada lahan pinggir pantai industri pariwisata Dapat kita lihat bahwa, dengan adanya
di Desa Teluk bakau tidak akan pembangunan Pariwisata tersebut menunjuk
berkembang. kan bahwa adanya perubahan yang secara
DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p45-55.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional

54 | P a g e
JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018, Vol. 20 (1): 45-55_______________ ISSN 1410-8356
Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro

perlahan-lahan memberikan dampak bagi yang profit oriented (mengutamakan


kehidupan sosial masyarakat, yang keuntungan) harus diubah menjadi environ
diakibatkan dengan semakin berkembang ment oriented for tourism (berorientasi pada
nya kegiatan industri pariwisata. yang erat lingkungan untuk pariwisata) agar kedapan
kaitanya dengan proses sosial secara nya masyarakat lebih perduli terhadap
perlahan-lahan mulai mempengaruhi semua lingkungan sosial-budaya mereka sehingga
elemen di dalam kehidupan sosial dampak negative dari pariwisata tidak
masyarakat baik itu bersifat Tangible (wujud) mengancam kehidupan sosial-budaya ma
dan intangible (tak Wujud). syarakat.
Sejauh ini Dinas atau instansi terkait
harus berperan aktif dalam melakukan
pengawasan terhadap kegiatan industri E. UCAPAN TERIMAKASIH
pariwisata, sehingga banyak memberikan

P
dampak negative bagi kehidupan sosial enulis mengucapkan terimakasih
masyarakat. Contohnya pengawasan dan kepada pihak redaksi Jurnal
menegakkan peraturan terkait tata-guna Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya,
lahan dengan menyertakan kearifan lokal. Universitas Andalas, atas perkenannya
begitu juga dengan pola pikir masyarakat mempublikasikan artikel ini.

Daftar Pustaka

Agus Dipayana, Nyoman Sunarta, (2015). “Dampak Pariwisata Terhadap Alih Fungsi Lahan
Di Desa Tibu Beneng Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung (Studi Sosial-
Budaya)”, Jurnal Destinasi Pariwisata, Vol. 3 Denpasar.
Bungin, Burhan. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Burker, Peter. (2003). Sejarah dan Teori Sosial.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Pitiana, I. Gede dan Sayantri, Putu G. (2005). Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi
Simanjuntak, S.B. (1992). Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijaksanaan Pemerintah
Terhadap Daya Saing Perusahaan Kepala Sawit Indonesia. Desertasi: Program
Pasca Sarjana IPB. Bogor
Soekadijo, R,G. (1995). Anatomi Pariwisata: Memahami Pariwisata sebagai “Systemic
Linkage”. Jakarta: Gramedia.
Soekadijo, R,G. (1997). Wisata Minat Khusus. Yogyakarta: PAU Studi Sosial Universitas
Gadjah Mada.
Schorl. JW. (1980). Modernisasi Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara
Sedang Berkembang.Jakarta: Gramedia, 1980.
Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir. (1992)..Pembangunan dan Alih Fungsi
Lahan. Lampung: Universitas Lampung.
Vembriarto. St. (1977). Sosiologi Pendidikan. Yayasan Pendidikan Paramita

DOI: 10.25077/jantro.v20.n1.p45-55.2018
JANTRO ISSN: 2355-5963 (Online)
under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
55 | P a g e

You might also like