Professional Documents
Culture Documents
ة اللّهِ وَبَركَاَت ُ ُ
ه م ُ ح َ م وَ َر ْ م عَلَيْك ُ ْ سال َ ُ اَل َّ
ه أَكْبَر ه أَكْبَر اَلل ُّ ه أَكْبَر اَلل ُّ ه أَكْبَر اَلل ُّ ه أَكْب َ ُر اَلل ُّ ُ لل َ ا ر
ُ َ بْ ك اَللّه أ َ
ُ
َ َ
ن اللّهِ حا َ سب ْ َ مد ُ للّهِ كَثِي ْ ًرا وَ ُ ح ْ ه أكْب َ ْر كَبِي ْ ًرا وَال ْ َ ه أكْبَر .اَلل ّ ُ اَلل ّ ُ
َ
ص َر صدَقَ وَعْدَه ُ وَن َ َ حدَهَُ ، ه وَ ْ ه إِال َّ الل ّ ُ صيْالً ،اَل إِل َ بُك ْ َرة ً وَأ ِ
ه إِال َّ الل ُّ
ه ل إَ ال ، ه د ح و اب ز ح جنْدَه وهَ َزم اأْل َ ز َ ع عَبده وأ َ
ِ َ ُ َ ْ َ َ َ ْ َ ُ َ ُ َّ ْ َ ُ َ
مدُ. ح ل ْ ا ه ّ ل ِ ل و ر ب ْ ك واللّه أَكْبر ،اَللّه أ َ
ْ َ ِ ُ َ َ ُ َ ُ َُ
نم ِ ت َ ج الْبَي ْ ِ ح ُّ اس ِ الن َّ ِ ل (وَللّهِ عَلَى مد ُ للّهِ الْقَائ ِ ِ ح ْ اَل ْ َ
حدَه ُ ال َ و ه ّ الل َّ ال إ ه ل إ اَل ن شه د أ ّ ْ استطَاع َ إلَيه سبيالً) ،وأ َ
ُ َ ْ َ ُ ْ ِ َ ِ َ ِ ْ ِ َ ِْ ْ َ
سوْل ُُ شه د أ َ ك لَه ،وأ َ
ه، ُ ََ ُ ر و ه ُ د ْ ب َ ع ا ً د م
ُ َّ ح َ م G
ا َ ن َّ ي ِ ب َ ن نَّ ُ َ ْ شرِي ْ َ ُ َ َ
َ
حابِهِ ص َ مد ٍ وَعَلَى آلِهِ وَأ ْ ح َّ م َ سيِّدِنَا ُ م عَلَى َ سال َ ُ صالَة ُ وَال َّ وَال َّ
ما بَعْد ُ) َ س ٍ َ
ن( .أ َّ ان إِلى يَوْم ِ الدِّي ْ ِ ح َ م بِإ ِ ْ ن تَبِعَهُ ْ م ْ ن وَ َ وَالتَّابِعِي ْ َ
قد ْ فَا َز ي بِتَقْوَى اللّهِ فَ َ ُ عباد اللّه ،أ ُ
ْ س
ِ ف
ْ َ ن ْ َو م ك ْ ي ص
ِ و
ِ ْ فَيَا ِ َ َ
ل الل ُّ
ه ن .ق َ َ ُ َّ َ َ َ ُ ُّ الْمتقُون وأ َ
مو ْ َ ْ ْ ُ ح
َ ر ُ ت م ك ل َ ع ل ِ ه ِ ت َ ع ا ط ى ل َ ع م
ْ ك ث ح
َ ُ َّ ْ َ َ
م يج الر ان َ ط ي َّ
الش ن م G ه ّ الل ب ُ ذ و ُ ع تعالَي في كتا به الْكَريم ,أ َ
ِ ْ ِ ِ َّ ْ َ ِ ِ ِ ْ ِْ ِ ِ ْ َِ ِ ِ ََ
ن إِاَّل َ
موت ُ َّ حقَّ تُقَاتِهِ وَال َ ت َ ُ ه َ منُوا اتَّقُوا الل َّ َ ين ءَا َ :يَاأيُّهَا الَّذ ِ َ
خ ُر ,يَا أَيُّهَا ي اَيَةٍ ا ُ َ ْ ِ ف ه
ُ ّ الل َ
ل ا َ ق َ و وقال ون. م ِ
َ ْ ُ ْ ُ ل س م م ُ ت ْ نوأ َ
ت لِغد ٍ م ْ ما قَد َّ َ س َ ف ٌ ه وَلْتَنْظ ُ ْر ن َ ْ منُوا اتَّقُوا الل ّ َ نآ َ الَّذِي ْ َ
َّ خبير بما تعملُون ,ياأ َ
منُوا ين ءَا َ َ ِ ذ ال ا َ ه ُّ ي ه َ ٌِْ ِ َ َْ َ ْ َ َ ن الل ّ َ ه إ ِ َّ وَّاتَّقُوا الل ّ َ
ممالَك ُْ ْ ع اتقُوا اللَّه وقُولُوا قَواًل سديدا ,يصلِح لَكُم أ َ
َ ْ ُ ْ ْ َ ِ ً ْ َ َ َّ
قد ْ فَا َز فَوْ ًزا ه فَ َ سول َ ُ ه وَ َر ُ ن يُط ِ ِع الل َّ َ م ْ م وَ َ م ذُنُوبَك ُ ْ ف ْر لَك ُ ْ وَيَغْ ِ
ما. عَظِي ً
اَللّه أَكْبر اَللّه أَكْبر اَللّه أَكْبر اَلل ّ َ
مد ُ ح ْ ه أكْب َ ُر وَلِلّهِ اْل َ ُ ُ َ ُ َُ ُ َُ
Segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam. Allah Yang Maha Rahman Rahim, yang
telah melimpahkan segala nikmat-Nya yang tak terhingga, terlebih nikmat iman bagi setiap
insan Muslim. Shalawat dan salam dihaturkan bagi Nabi Muhammad figur teladan dan Rasul
akhir zaman; serta bagi segenap keluarga, para sahabat, dan pengikutnya yang senantiasa taat
menjalankan ajaran Islam.
Pagi hari ini kaum Muslimin di seluruh tanah air dan sejumlah negeri menunaikan shalat ‘Idul
Adha 10 Dzuhlizah 1440 Hijriyah. Segenap hamba Allah yang beriman dengan khyusuk
mengumandangkan takbir, tahlil, tahmid, dan tasbih sebagai wujud penghambaan diri kepada
Allah Rabbul-‘Izzati. Marilah tunaikan shalat Idul Adha ini dengan khusyuk dan penuh
kepasrahan, agar hati dan pikiran tercerahkan, serta setiap diri Muslim menjadi insan-insan
muhsinin.
Umat Islam yang berada di tanah air menyambut hari raya Idul Adha yang mulia dengan takbir,
tahlil, dan tahmid sebagai ungkapan rasa syukur, sedangkan jutaan umat Islam di tanah suci
Makkah, Arafah dan Mina sedang berkonsentrasi menunaikan manasik haji. Mereka datang
dari berbagai pelosok dunia, dari berbagai bangsa dan suku, dari latar belakang yang berbeda,
menyatu dalam kepasrahan kepada Allah SWT. Mereka menanggalkan segala atribut duniawi,
meninggalkan berbagai aktivitas sehari-hari untuk menghadap Allah Yang Maha Pengasih dan
Penyayang dengan penuh khusyu dan keikhlasan. Secara serentak, mereka
mengumandangkan kalimat talbiyah:
Pada momen ini pula umat Islam yang mampu ditekankan untuk melaksanakan ibadah kurban.
Berbagi daging dan kebahagiaan kepada sesama. Menyembelih sebagian harta kita untuk
diberikan kepada orang lain, terutama yang membutuhkan.
Dari sinilah kita semua belajar tentang kesetaraan manusia di hadapan Allah, tanpa
memandang jabatan, status sosial, latar belakang pendidikan, suku, bangsa, serta kelas
ekonomi. Ibadah kurban memberikan pesan kepada umat Islam tentang pentingnya solidaritas,
empati terhadap orang lain, serta menyembelih ego pribadi untuk kemanfaatan bersama.
مَ ل ن مو تْ ف رَ ع نم ىَ لَ ع م َ الس ال ُ وتقْرأ،تطْعِم الطَّعام
ْ ْ َ َ َ َ ْ َ َ َّ َ ََ َ َ ُ ُ
)ف (رواه البخاري ومسلم ْ ِتَعْر
“Memberi makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan kepada
orang yang tidak kamu kenal.” (HR. Bukhari, No: 28, Muslim, No: 126).
Dari hadis di atas, sepintas kita menyaksikan betapa agungnya nilai-nilai Islam yang sejalan
dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Tidak hanya masalah ibadah saja yang diajarkan
Islam, tetapi masalah-masalah kehidupan sosial pun menjadi sorotan. Hadis tersebut mengajak
umat Islam, bahkan umat manusia secara keseluruhan untuk memperhatikan nasib masyarakat
di sekitarnya. Tanggung jawab untuk menyantuni orang-orang lemah, fakir miskin, yatim piatu,
para manula, dan mereka yang membutuhkan, tidak hanya dilimpahkan kepada para pemimpin.
Tetapi itu semua merupakan tanggung jawab setiap orang yang mengaku dirinya sebagai
muslim.
Jawaban Rasulullah ketika ditanya seorang sahabatnya tentang amalan Islam apakah yang
paling baik, beliau langsung mengarahkan orang itu untuk memberikan bantuan dan
memasyarakatkan salam kepada siapa saja, baik pada orang yang dikenal maupun pada orang
yang belum dikenal sebelumnya. Bantuan tersebut bukan hanya berupa dana atau makanan,
tetapi juga meyangkut segala kebutuhan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya
memberikan ilmu, pengalaman, nasihat, kebijaksanaan dan sebaginya. Sedangkan menebar
salam maksudnya memasyarakatkan suasana yang damai dan saling mencintai antara sesama
umat manusia.
Pengertian hadis di atas menyebutkan bahwa makanan untuk satu orang dapat mencukupi dua
orang, makanan untuk dua orang dapat mencukupi empat orang, dan seterusnya. Hadis ini
mengarahkan supaya setiap orang muslim memiliki kepedulian kepada mereka yang lemah dan
miskin, sehingga dapat mengantarkan mereka pada kehidupan yang layak. Selain dari itu,
hadis ini mengisyaratkan juga agar setiap orang, mengonsumsi makanan secara sederhana
dan tidak berlebihan. Hal ini sangat berkaitan erat dengan pola hidup sederhana dan kesehatan
fisik maupun mental manusia. Mengonsumsi makanan secara berlebihan akan mengantarkan
seseorang untuk menggali kuburnya sendiri. Makan berlebihan dapat menyebabkan berbagai
penyakit yang membinasakan dan merusak terhadap fisik dan rohani umat manusia.
Seorang muslim yang senantiasa menginfakkan sebagian rezekinya pada orang-orang yang
membutuhkan, akan merasa cukup dengan segala karunia Allah kepadanya. Meskipun
rezekinya tidak banyak, tetapi itu dirasakan sebagai suatu kecukupan yang tetap ia syukuri.
Hatinya selalu tentram dan hidupnya pun nyaman. Dengan kedermawanannya, banyak orang
yang bersimpati kepadanya, dan berdoa untuk kebaikan orang tersebut dalam segala
kehidupannya. Inilah yang dimaksud dengan keberkahan. Dalam hal memperoleh rezeki, umat
Islam diarahkan agar meraih keberkahan dari rezeki tersebut, bukan meraih banyak jumlahnya.
Karena harta yang banyak dan berlimpah kalau tidak disertai keberhakan akan menjadi sia-sia
dan bahkan akan menjerumuskan orang tersebut dalam prilaku yang tercela.
Manusia muslim harus memperhatikan nasib masyarakat yang berada di bawah garis
kemiskinan yang lebih sulit dan menderita dari dirinya. Ia harus empati dan iba untuk menolong
dan meringankan beban mereka. Jika hal itu terwujud, maka jurang kemiskinan pun bisa
diminimalisir dan angka gejolak sosial pun dapat ditekan. Dengan demikian, masyarakat muslim
akan sejahtera sesuai dengan tatanan dan tuntunan agamanya. Alangkah agungnya ajaran
Islam yang memandang semua umatnya adalah bersaudara yang harus saling membantu dan
menolong antara satu dengan yang lain. Bahkan, lebih jauh lagi, Islam melalui sabda
Rasulullah SAW memandang bahwa iman seseorang tidak sempurna sehingga ia mencintai
saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
Selain menyerukan untuk empati atau solidaritas pada sesama, pengarahan berikutnya dari
hadis di atas adalah menyebarkan salam. Ia merupakan pesan yang sangat tinggi bagi
kemanusiaan berupa tegur sapa yang mengandung arti perdamaian dan kesejahteraan. Karena
mengandung nilai perdamaian dan kesejahteraan itulah, ucapan tersebut harus disebarluaskan
pada setiap orang, baik orang yang dikenal maupun tidak. Hidup yang damai dan sejahtera
adalah dambaan semua manusia yang beradab. Tidak ada seorang pun yang menginginkan
adanya kekerasan, dan tindakan yang tidak berperikemanusiaan mengenai dirinya. Oleh
karena itu, Islam sebagai agama yang membawa rahmat untuk semesta alam (rahmatan lil
alamin), sesuai namanya, juga menyerukan umatnya untuk menebarkan perdamaian dan saling
mencintai antar sesama manusia. Cinta kasih adalah modal utama untuk mewujudkan hidup
rukun, aman, dan tentram. Tetapi jika ada pihak atau sekelompok manusia yang menginginkan
untuk mencabik nilai-nilai yang tinggi itu, maka Islam melalui sabda Nabi Muhammad SAW,
dengan tegas menyatakan bahwa mereka tidak akan memperoleh kesuksesan di dunia dan
akhirat.
Demikianlah, ajaran Islam yang paripurna dan senantiasa relavan untuk diamalkan umat
manusia sampai akhir masa, demi mencapai kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Bangsa yang
berkeadaban adalah umat yang selalu memperhatikan nasib masyarakat sekitarnya. Mereka
dapat hidup tenang dan damai, jika masyarakatnya berkecukupan. Sebaliknya mereka merasa
gundah dan gelisah, jika masyarakatnya hidup susah. Hal ini digambarkan Nabi SAW
sebagaimana hadis dari Nu’man bin Basyir:
لG َ َ ك،م
ِ Gَ مث ْ ِ فهِ ُ اطGGَم وَتَع
ْ ِ م وَتَوَادِّه
ْ ِ مه
ِ ح
ُ ين فِي ت َ َرا
َ ِ منِ ْ مؤ
ُ ت َ َرى ال
ِدِهG س َ ج َ ائ ِ ُرG سَ هُ G َ دَاعَى لG َ وًا تG ضْ ُ تَكَى عG اش ْ إِذَا، ِ دG س َ ج َ ال
)مى (رواه البخاري ومسلم َّ ح
ُ سهَرِ وَالَّ بِال
“Kamu melihat kaum mukminin dalam hal sayang menyayangi, cinta mencintai, dan kasih
mengasihi, bagaikan satu tubuh, jika ada salah satu anggota tubuh yang mengeluh (sakit),
maka anggota-anggota tubuh lainnya ikut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan merasa
demam”. (HR. Bukhari, No 6011; Muslim, No 2586).
Sikap dan cara pandang itulah yang harus kita usung bersama, yaitu solidaritas terhadap
sesama. Dalam nuansa Idul Adha ini, di balik merayakan kegembiraan dan kemenangan kita
dengan takbir, tahlil, dan tahmid, kita pun harus menengok saudara-saudara kita yang masih
hidup dalam garis kemiskinan. Kepada mereka, kita ulurkan tangan. Untuk mereka, kita
hentikan gaya hidup yang berlebihan. Marilah kita berbagi dan empati dalam kerangka
solidaritas sosial untuk bahu membahu mewujudkan masyarakat yang mapan dan sejahtera.
Berkaitan dengan hal inilah maka pada hari Idul Adha dan hari-hari Tasyriq (tanggal 11, 12, 13
Dzul Hijjah), diperintahkan kepada kita agar melaksanakan ibadah kurban. Kurban itu diarahkan
agar dilakukan secara ikhlas, semata-mata mengharap keridhaan Allah SWT. Ibadah itu
dilaksanakan karena Allah, dan mengahrap keridhaan-Nya. Sedangkan daging kurbannya
adalah diperuntukkan bagi mereka yang hidup dalam kekurangan dan amat membutuhkan
protein hewani. Tidaklah akan sampai kepada Allah darah dan daging kurban itu, yang sampai
kepada Allah adalah ketakwaan dari mereka yang melakukan kurban tersebut.
ْ ُ منْك
م ِ ه التَّقْوَى ُ ُ ن يَنَالْ ِ ماؤُهَا وَلَك َ ِ مهَا وَال د ُ حو ُ ُه ل
َ َّ ل الل َ ن يَنَاْ َل
ِ شر ْ ُ ما هَدَاك
ِّ َ م وَب َ ه عَلَى َ َّ م لِتُكَب ِّ ُروا الل
ْ ُ خ َرهَا لَك َّ س
َ ك َ ِ كَذَل
ين
Gَ ِ سنِ ح ْ مُ ْ ال
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi
ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah Telah menundukkannya
untukmu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepadamu. dan berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Haj, 22:37).
ُ
ِ دG ْ ذَا الْعِيG هِ فِي هG وَى اللGGق ْ َ ي بِت ْ G ْس ْ ُ يْكG ص
ِ م وَنَف ِ ْهِ أوG عبَادَالل
ِ
َ َ َ فَمن أ،السعِيد وأَحثُّكُم عَلَى طَاعَتِه
ُ عِيْدG السَّ وGG
َ ُ ُه ف هG َ ع ا ط ْ َ ِ ْ َ َ ِ ْ َّ
ل قَGGوْل ِ ْ
ي ل الْبَعِيْدِ ،أَقُGGوْ ُضال َ ِض وَتَوَلَّى فَهُوَ فِي ال َّ ن أع ْ َر َ
وم َ
َ َ ْ
َ
نمي ْ َ
سGGل ِ ِ
م ْGGع ال ْ ُ
مي ْ ِ
ج ِم وَل ِ َم لِي وَلَك ُ ْ
ه الْعَظِي ْ َف ُر الل َ هذَا وَأ ْ
ستَغْ ِ
م.
حي ْ ُ ه هُوَ الْغَفُوْ ُر َّ
الر ِ إِن َّ ُ
Khutbah II
ة اللّهِ وَبَركَاَت ُ ُ
ه م ُ ح َ م وَ َر ْ م عَلَيْك ُ ْ سال َ ُ اَل َّ
ه أَكْبَر ه أَكْبَر اَلل ُّ ه أَكْبَر اَلل ُّ ه أَكْبَر اَلل ُّ ه أَكْب َ ُر اَلل ُّ ُ لل َ ا ر
ُ َُ بْ ك اَللّه أ َ
َ اَللّه أ َ
ن اللّهِ حا َ سب ْ َ ً َ ُو ا ر ْ يِ ثَ ك ِ ه ّ لل ُ د م
ْ ح
َ ْ ال و
ْ ِ ً َا ر ْ ي بَ ك ر َ بْ ك أ ه
ُ ّ لل َ ا . ر َ ب ْ ك ُ
َ
ص َر صدَقَ وَعْدَه ُ وَن َ َ حدَهَُ ، ه وَ ْ ه إِال َّ الل ّ ُ صيْالً ،اَل إِل َ بُك ْ َرة ً وَأ ِ
َ
ه إِال َّ الل ّ ُ
ه حدَهُ ،الَإِل َ اب وَ ْ ح َز َ م اأْل َ ْ جنْدَه ُ وَهَ َز َ عَبْدَه ُ وَأع َ َّز ُ
واللّه أَكْبر ،اَللّه أ َ
ل (وَللّهِ ِ ِ َائ ق ْ ال ِ هّ لل ُ د م
ْ ح
َ ْ ل َ ا . ُ د مْ ح َ لْ ا ِ هّ لِ ل و
ُ َ ر َ بْ ك ُ َ ُ َُ
شهَد ُ سبِيْالً) ،وَأ َ ْ ستَطَاع َ إِلَيْهِ َ نا ْ ِ م ت َ ج الْبَي ْ ِ ح ُّ اس ِ ِ عَلَى الن َّ
َ ه ،وَأ َ ْ ّ
ن نَبِيَّنَاG شهَد ُ أ َّ ك لَ ُ شرِي ْ َ حدَه ُ ال َ َ ه وَ ْ ه إِال َّ الل ّ ُ ن اَل إِل َ أ ْ
سيِّدِنَا م عَلَى َ سال َ ُ صالَة ُ وَال َّ ه ،وَال َّ سوْل ُ ُ مدًا عَبْدُه ُ وَ َر ُ ح َّ م َ ُ
َ
ان
س ٍ ح َ م بِإ ِ ْ ن تَبِعَهُ ْ م ْ ن وَ َ حابِهِ Gوَالتَّابِعِي ْ َ ص َ مد ٍ وَعَلَى آلِهِ وَأ ْ ح َّ م َ ُ
ُ َ
ي
س ْ ف ِ م وَن َ ْ صيْك ُ ْ عبَاد َ اللّهِ ،أوْ ِ ما بَعْد ُ) فَيَا ِ ن( .أ َّ إِلى يَوْم ِ الدِّي ْ ِ
َ
َ
ْ ُ م عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّك
م ْ ُ حثُّك َ ن وَأ َ ْمتَّقُو ُ ْ قد ْ فَا َز ال َ َبِتَقْوَى اللّهِ ف
.ن
َ ْ مو ُ ح َ ت ُ ْر
ن م ه ّ الل ب ُ ذ و ُ عَ أ,ل اللّه تعالَي في كتا به الْكَريم َ َق
َ ِ ِ ِ ْ ِ ِْ ِ ِ َِ ْ ِ ََ ُ
َ
َّحق َ ه َ َّ منُوا اتَّقُوا الل َ ين ءَا َ ِ يَاأيُّهَا الَّذ: ِ جيْم ِ الر َّ ان ِ َ الشيْط َّ
ي ف ه ّ الل َ
ل اَ ق و وقال .ون م ِ لس م م ت نَ تقَاتِه وال َ تموتن إاَّل وأ
ْ ِ ُ َ ُ ْ ُ ْ َ ِ َّ ُ ُ َ َ ِ ُ ْ ُ
ُ ْ ّ َّ َ ي ا أ, خر
ما َ ٌ س ف
ْ َ ن ر ْ ظ ْ ن َ ت ل و
َ َ ه الل ُوا ق َّ ات وا ُ ن م آ
َ َ ن ْ ي ِ ذ ال ا َ ه ُّ ي َ ُ َ ُ اَيَةٍ ا
يَاأَيُّهَا,ن َ ْملُو َ ْما تَع َ ِ خبِي ْ ٌر ب َ ه َ ّ ن الل َّ ِ ه إ َ ّ وَّاتَّقُوا الل ٍ ت لِغد ْ م َ َّ قَد
ْ ُ ح لَك
م ْ ِ صل ْ ُ ي, سدِيدًا َ ه وَقُولُوا قَوْاًل َ َّ منُوا اتَّقُوا الل َ ين ءَا َ ِ الَّذ
َ َه ف َُ سول َّ ُ ُ ُ َ ُ َ َأ
ْ قد ُ ََ َ ر و ه الل ع
ِ ِ ط ُ ي ن
ْ َ َ ْ م و م ك َ وب ُ ن ذ م
ْ ك ل ر
ْ ف
ِ ْ غَ ي و
َ ْ م ك ال م
َ ْ ع
َ َ َ َ
ه أكْب َ ُر ُ ّ ه أكْبَر اَلل ُ ّ ه أكْب َ ُر اَلل ُ ّ ه أكْب َ ُر اَلل ُ ّ اَلل.ما ً فَا َز فَوْ ًزا عَظِي
ُ مد ْ ح َ وَلِلّهِ اْل
Allohuakbar Allohuakbar Allohuakbar walillahilhamd.
Puji sinareng syukur urang sanggakeun ka hadrat Alloh Robbul Ghofur, anu masih keneh
maparinan kasempatan ka urang sadayana pikeun ngalaksanakeun parentah-Na. Mugia urang
sadayana dipaparinan kaistiqomahan dina taat ka Dzat anu nampi tobat.
Saba’dana ngalaksanakeun shalat sunat idul adha dugi ka surup panon poe tanggal 13
Dzulhijjah, disunatkeun meuncit hewan kurban anu dagingna dibagikeun utamina ka fakir
miskin. Alloh Ta’ala ngadawuh:
وGGُ ه َ
ك َ ئِ ان َ
GGش ن إ رۡ ح ۡ
ٱن و َ
ك ب ر ِ ل ِّ
ل GGص َ ف ر َ ث
وۡ َ ك ۡ ك
ٱل َ GG ن
يۡ َ طۡ
ع َ إنٓا أ
َ َّ ِ َ َ ِّ َ َ َ َ ٰ َّ ِ
َ
أ ۡٱل ۡبت َ ُر
“Saestuna Kami geus maparin ni’mat anu kacida lobana ka anjeun. Ku sabab eta anjeun kudu
solat jeung kudu kurban karana Pangeran anjeun. Saestuna nu ngewa ka anjeun bakal pegat
kahadeannana.”
Dina meuncit kurban urang nyawang kana kajadian rebuan tahun ka pengker, yakni
pengorbanan Nabi Ibrohim sinareng putrana nyaeta Nabi Ismail dina raraga ngalaksanakeun
parentahan Alloh SWT, Nabi Ibrohim ikhlas tur ridho ngorbankeun putrana dipeuncit ku
panangan anjeunna nyalira, nyakitu deui Nabi Ismail pasrah sumerah kalawan ikhlas
ngorbankeun nyawana demi turut tumut kana parentahan Alloh SWT. Allohu Akbar, kacida
agungna eta pangorbanan anak jeung bapak.
Nalika duanana (Nabi Ibrohim sareng Nabi Ismail) geus pasrah sumerah, Alloh ngagero ka Nabi
Ibrohim : “Wahai Ibrohim anjeun geus ngabenerken eta impenan, saestuna Kami geus
ngabales ka jalma–jalma anu migawe kahadean, saestuna eta teh jadi ujian anu nyata, jeung
ku Kami ditebus eta Ismail ku gibas anu gede.”
ة
ً ف َ ْفقُوْدَة ً اَو
َ ْ ضعِي ْ م ْ ِ في عَالَم ِ اْال
َ ِ سالَم ْ ة
ُ َ حي
ِ ض
ْ َّ ت الت
ِ م َ مادَا َ
ح اَبَدًا
ٌ َ م فَال ْ ُجى لَه َ فَالَي ُ ْر
“Salagi pangorbanan di kalangan ummat islam leungit atawa lemah, pasti moal bisa
diharepkeun salilana kaunggulannana.”
Meuncit qurban lahiriahna mangrupa sodaqoh daging hewan qurban, tapi hakekatna mah
nyaeta marentahkeun ka urang sadayana supaya taqwa, turut tumut kana parentahan Alloh
SWT ku mangrupa daek berkorban, sabab lain mangrupa daging atawa getih hewan qurban
anu dugi kana karidoan Alloh SWT, tapi kataqwaan urang anu matak ngahontal kana ridona
Alloh SWT.
Dina ibadah haji aya sababaraha pelajaran anu bisa dipetik ku urang sadayana, nyaeta
ngadidik ka urang supaya taat kana aturan Alloh, rek jalma nu kumaha wae jabatannana,
kumaha wae pangkatna, rek profesor atawa lain, teu aya nu protes dititah ngulilingan ka’bah 7
kali nalika thowaf sanajan pasesedek jeung nu sejen, lumpat leutik antara shofa jeng marwah,
papanasan di padang arafah, jeung deuih teu aya perbedaan nalika make baju ihrom, rek
pejabat atawa lain, sadayana sami sabab nu ngabedakeun di payuneun Alloh mah nyaeta
Taqwa. Alloh ta’ala parantos ngadawuh:
Dina ngalaksanakeun sa’i nyaeta leumpang ngincid antara shofa jeung marwah tujuh balikan
eta ngandung pelajaran napak tilas Siti Hajar, istrina Nabi Ibrohim anu sabar, ulet tur gesit
nalika anjeunna jeung orokna yakni Nabi Ismail ditinggalkeun ku Nabi Ibrohim di gurun pasir.
Eta Siti Hajar sareng Nabi Ismail ngan dibekelan cai sakedik jeung sabeungkeut korma, ngan
cukup keur sababaraha poe. Siti Hajar tetep mantep ngabelaan Nabi Ismail neangan cai bulak
balik ti bukit shofa ka bukit marwah nepi ka tujuh balik bari ngadoa ka Alloh. Akhirna do’a Siti
Hajar diijabah ku Alloh SWT, teu jauh ti tempat Nabi Ismail kaluar cai ti jero taneuh anu ayeuna
katelah ku ngaran cai zam-zam.
عبادالله أ ُ
سعِيْد ِ ي بِتَقْوَى اللهِ فِي هذ َا الْعِيْد ِ ال َّ ْ س
ِ ف
ْ َ ن َ و م
G
ْ ُ كْ يصِ و
ِ َ َ ِ ْ
ض ْر ع َ أ ن م و د يِ ع س ال و هَ ف ه َ ع اَ ط َ أ ن م َ ف ، ه ِ َت ع اَ ط ى َ َل ع مG ُ كُّ ثح وأ َ
َ َ َ َ ْ ُ ْ َّ ُ ُ َ َ ْ ِ ْ َ َ
َ َ
ل الْبَعِيْدِ G،أقُGGوْ ُ
ف ُGر
سGتَغْ ِي هGذ َا وَأ ْ ل قَGGوْل ِ ْ ضال َ ِ وَتَوَلَّى فَهُوَ فِي ال َّ
ه هُGGوَ الْغَ ُفGGوْ ُر ن إِن َّ ُ مي ْ َG
س Gل ِ ِ
م ْ Gع ال ْ ُمي ِْ G ج ِم وَل ِ َ م لِي وَلَك ُ ْ ه الْعَظِي ْ َ الل َ G
م. حي ْ ُG الر َِّ
Khutbah II