You are on page 1of 16
Jurnal Imu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 : 1 - 63 RANTAU NAN KURANG ESA DUA PULUH Oleh: Asril Staf pengajar Pendidiakn Sejarah, Fakultas Keguruan daa Ilmu Pendi Universitas Riau, Pekanbaru ABSTRAK The aim of this research is to describe an area in Taluk Kuantan regency called ‘Rantan Nan Kurang Esa Dua Puluh” .The methods used in this research are snowball technique ( snoxbll sampling) and Book euiluation From previous research result, it shous that this area was once a federation as @ gift to have the utnust freedom( having the character of autonomy), but the highest power resided in the King’ hand . Keywords: Outonomy, federation A. PENDAHULUAN Kata Rantau berasal dari bahasa Minangkabau, Melayu dan Indonesia yang sama artinya. Dalam Karus Modern Bahasa Indonesia yang divulis oleh Sutan Mohamad Zain dikatakan bahwa kata rantau mula-mula artinya teluk kecil-kecil sepanjang pantai laut, Merantau mula-mula pergi ke teluk- teluk itu mencari kayu atau hasil hutan; lama-lama seluruh pesisir atau tanah datar di pinggir pantai itu disebut rantau'. Rantau berarti juga daerah Kerajaan Minangkabau yang terletak. di lembah-lembah sungai dan anak sungai yang airnya atau hulunya berasal dari daerah pegunungan bukit barisan, bermuara ke Laut Cina Selatan dan Selat Malaks’. Penduduk daerah rantau dahulunya berasal dari Darel yaitu dataran tinggi yang terletak di antara lembah Gunung Singgalang, Gunung ‘Tandikat, Gunung Merapi dan Gunung Sago yang disebut Alam Minangkabau. Kerajaan Minang- Jabau dahulunya dua rantaunya yaitu Rantau Mudik dan Rantau Hilir, Rantau Mudik terdiri dari Daerah Pesisir Barat Minangkabau dari Gunung Malintang di sebelah utara sampai Si Pisau-Pisau Hanyuik. Sebelah selatan Muko-Muko (dekat Bengkahulu) Rantau Hilir yaitu Kuantan, Inderagiri dan Siak. 'M. zein, Kamus Modern Bahasa Indonesia, hal 72 ? M. D. Mansoer, sejarah minangkabau, hal 2-3 *Thid Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 : 1 - 63 Selanjutnya M. D. Mansoer mengatakan bahwa pergi merantau dalam arti meninggalkan rumah orang tua, sanak saudara, dan kampung halaman untuk sementara waktu maupun selama-lamanya. Sepanjang perjalanan sejarah minangkabau, merantau telah menjadi darah daging bagi sebagain penduduk minang- kabaut. Pantun minangkabau yang menggambarkan tradisi merantau, yang terkenal berbunyi : Karakatau madang di hid Baluah babungo balun Marantan bujang dabule Di noma baguno balin Kebiasaan merantau bukan hanya sekarang saja, tapi sudah melembaga. Menurut Muchtar Naim dalam disertasinya “Merantau”, memperkirakan bahwa kebiasaan ini mungkin sudah bermula sejals 13 abad yang lalu’. *Thid Rantau Nan ‘Tigo Jurai adalah nama wilayah yang diberikan oleh orang-orang tua di daerah rantau kepada daerah yang terletak sepanjang sungai Batang Hari, Batang Kuantan dan Batang Kampar. Mereka percaya bahwa ketiga daerah ini dahulunya bersatu di bawah kekuasaan Pagaruyung’, Sedanglan Rantau Nan Kurang Esa Dua Puluh atau oleh penduduk disebut Rantau Nan Kurang Eso Duo Pulva diberikan kepada nama daerah yang terletak sepanjang Batang Kuantan. Menurut kepercayaan pemuka-pemuka adat daerah Rantau Nan Kurang Eso Duo Puluh itu pertama kali dinamakan dan dibentuk oleh dua orang utusan kerajaan Pagaruyung bernama Patih dan Tuk ‘Tumenggung’, Seorang bekas kontrolir belanda di kuantan bernama H. J. E. Scwarta dalam catatannya tentang Landschap Kuantan 1892 mengata- * Muchtar Naim, Merantau, Pola Migrasi Suku Minangkabau, 1979, hal xxiii © Marlely r. Asmuni, Kerajaan Kuantan, hal 1-2 7 Datuk perpatih dan tatuk ketemenggungan, dengan menaiki rakic kulim (mungkin scjenis perahu kebesaran) menghilir hulu batang kuantan sampai di daerah Itantan sekarang, ‘Kedua utusan tersebut adalah pembesar kerajaan adityawarman, Mereka adalah orang kuantan yang dahulu pernah mengikuti sang sapurba pada masa penobatannya di minangkabau, Kini mereka kembali ke kuantan untuk menyampailan pesan adityawarman kepada rakyat kuantan dan kampar. Karena bukan utusan perang, tetapi utusan yang menyampaikan pesan adit yawarman untuk membentuk suatu konfederasi dari negeri koto yang ada, kedua orang tersebut disambut dengan baik oleh rakyat kuantan, Tim unri, sejarah ria, 2006, hal 161. hat juga Astil, Sejarah lokal, 2007, 84 12 Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 : 1 - 63 kan bahwa dua orang utusan dari kerajaan pagaruyung itu bernama Po Patih atau Datuk Patih dan Po Gagah Komanggungan atau Datuk Kete- manggungan. Penduduk kuantan mengatakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari minangkabau. Melihat kenyataan yang terdapat di daerah ini, baik adat istiadat, bahasa dan kepercayaan penduduknya memang sama dengan yang dipakai oleh penduduk minangkabau, hal ini dapat juga dipercayai. ‘Tapi tidak ada yang tahu kapan nenck moyang mereka sampai dan menyebar ke daerah kuantan itu tidak ada yang tahu, tapi menurut tradisi dikatakan bahwa negeri pertama yang diduduki jalah Inoman yang menurut catatan Scwarts dibelakang nama Koto Tnoman terdapat dalam kurung kata “Pou Seng Kian” yaitu tempat berdiamnya Raja Muda dan Po ‘Tumanggung. Sebagian orang-orang tua mengatakan bahwa jauh sebelum kedatangan datuk-datuk dari Minang- kabau ke Rantau Kuantan ini, di sepanjang Batang Kuantan sudah terdapat beberapa koto, misalnya Sumpu, Kandis, Sarosa, Rembah, Kukok, Titian Modang, Maranai, Koto Mancabuak, Luak Lipai dan Koto Padang, Selain itu dari Babad Nagara- kartagama disebutkan pula beberapa nama kerajaan di sumatera yang jatuh di bawah pengaruh Majapahit yaitu Lampung, Pelambang, Jambi, Kari- tang, Muara Tebo, Darmacraya, Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar, Pano, Kampe, Aru, Mandahiling, Tamiang, Perlaks, Barat, Lawas, Samudara, Lamuri, Batam, Barus. Diantara urut-urutan nama kerajaan atau daerah di atas diantaranya terdapat nama-nama kerajaan atau daerah di wilayah aliran Batang Kuantan, Karitang* terletakdi bagian hilir Kabupaten Inderagiri Hulu, berbatasan dengan Jambi. Kandis’ terletak di daerah kecamatan Kuantan Mudik, sedangkan darma- craya berbatasan dengan daerah Kuantan Mudik. Ada kemungkinan * Kritang berasal dari kata akar dan itang, Itang adalah sebangsa tumbuhan yang byuk terdapat di pinggir anak sungai gangsal. Akr dan itang berubah menjadi akaricang akhirnya berubah menjadi kritang, Bersi lain mengatkan bahwa kritang berasal dari bahasa sansakert menyebutkan bahwa kritang bersama-sama dengan kerajaan lain mengandung pengertian bahwa Iritang bulanlah kampung yang kecil, etapi merupakan suatu kerajaan yang cukup besar dan sangat berarti bagi majapahit yang kekuasaannya demilkian besar. Tim unri, sejarah riau, 2006, hral 172. lihat juga asril, ibid ® keerajaan kandis merupakan kerajaan tua yang keberadaannya mendahului kuantan, Tim unsi, sejarah riau, hal 155 Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 : 1 - 63 bahwa Koto Lubuk Jambi dahulunya merupakan pelabuhan atau ibu kota Kerajaan Dharmacraya. Kapan berdirinya Kerajaan Karitang atau Kandis belum ada ditemukan informasi sampai saat ini, namun yang jelas bahwa Keritang dan Kandis itu sudah ada sejak buku Negarakertagama itu ditulis oleh Prapanca” tahun 1365. Dalam tradisi rakyat kuantan terkenal sebuah pantun “kandis kuantan” yang berbunyi sebagai berikut : Kandls dul kandls pusaka Raja berdatdat sejak dabudss Datang edaran putaran zamen Retia ch buareg orang lain Kandis turin datang kuantan Daailat pinclah sambamg bersamburg Semenjak bereuah santan Sarnpai beraja ke siantan Keratau medang di hilt Semuk resam di perladang Bult sigutang seiake dabule Balai rambahan ttian madang...¥ Dengan kembalinya Aditya- warman ke Malayu, ia berusaha untuk mengembangkan kerajaan_ itu, meneruskan apa yang sudah dilaksanakan oleh kakaknya Sri Maharaja Tribhuana Mauliwar- madewa. Meskipun Adityawarman berkemungkinan mempunyai darah Majapahit juga dalam dirinya, tapi berdasarkan Adat Melayu Mianglabau yang berpegang kepada hukum garis ibu? atau matrikhat, maka Aditya- warman sah dan berhak menduduki tahta kerajaan. ° dalam rangka perluasan kekuasaan Pagaruyung ini, Adityawarman membentuk pemerin- tahan Konfederasi Rantau Nan Kurang Esa Dua Puluh di Taluk Kuantan. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan pemerintahan Rantau Nan Kurang Esa Dua Puluh di Rantau Kuantan, B. METODE Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Hal ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa peneliti ingin membedah dan mengungkapkan serta mendiskripsikan pemerintahan Rantau Nan Kurang Esa Dua Puluh, ' Prapanca adalah seorang pentlis darikalangan istana majapahit di zamannya hayam wuruk dan gajah mada. * muchtar lutfi, sejarah riau, 1977, hal 830 * adityawarman anak dari dara jingga, putri melayu yang dibawa oleh rombongan pamalayu ke jawa pada tahun 1292 © marlely rahim, rantau nan esa kurang dua puluh, 1983, hal 80 14 Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 : 1 - 63 Penentwan informan diambil dengan menggunakan Teknik Bola Salju (snow ball sampling). Selain itu data juga diperoleh dari Tinjauan Kepustakaan baik berupa Buku, Makalah, Jurnal maupun tulisan yang pernah dilakukan pada zaman Penjajahan Hindia Belanda di daerah Kuantan- Indonesia. Analisis data yang dilakukan melalui; Reduksi Data, Penyajian Data dan Penarikan Kesimpulan. C. HASIL DAN PEMBAHASAN, Sistem Pemerintahan Otonom dan Medebewind. Masyarakat kuantan hidup di dalam suatu “Koto”. Setiap koto dilingkungi dengan parit yang lebar dan dalam, biasanya hanya pada tiga sisinya, sedangkan satu sisi yang lain biasanya berbatas dengan Batang Kuantan. Tanah koto adalah tanah perumahan dan milik bersama seluruh warga negeri. Di koto itulah terdapat rumah adat (rumah gadang) milik satu-satunya suku menurut adat. Tanah untuk perladangan, padang penggembalaan (padang rumput) untuk ternak, dan perkandangan terletak di luar koto. Setelah negeri menjadi ramai, maka banyak orang membuat rumah dan berdiri di tanah perladangan masing-masing. Dengan demikian, timbul banjar-banjar. Semakin banyak penduduk suatu negeri, semakin ramai pula banjarnya. Penduduk kampung-kampung asli yang awalnya berdiam jauh dari batang kuantan dan hidup dari perladangan kasang™ sebagain besar pindah ke negeri-negeri yang baru didirikan tersebut dan membiasakan diri dalam perladangan padi pada tanah tetap, tetapi mereka masih sering berpindah. dalam setiap negeri terdapat empat suku, Oleh karena itu, tanah koto kemudian dibagi menjadi empat bagian. Pada tiap-tiap suku terdapat empat orang pemangku adat, yaitu seorang Penghulu sebagai kepala suku, seorang Monti atau Menti (Memteri), seorang Dubalang (Hulu- balang), dan seorang Pegawai Agama. Jadi pemerintahan dalam suatu negeri di Rantau Nan Kurang Esa Dua Puluh terdiri atas enam belas orang yang disebut dengan Orang Nan E namBels. Akan tetapi, dalam rapat-rapat negeri, hanya Penghulu saja yang berhak berbicara. Menti, Dubalang. dan Pegawai Agama hanya bertindak sebagai penasihat Penghulu yang hanya akan berbicara dalam rapat negeri atas permintaan Penghulu masing-masing. Dalam rapat-rapat “ Ladang berpindah-pindah. Setelah hutan di buka, mereka menjadikan areal perladangan. Setelah panen mereka membuka hutan yang baru dan sembuka ladang baru, ladang yang lama mereka tinggalkan begitu saja 15 Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 : 1 - 63 suku, ketiga orang pemuka adat tersebut memiliki kekuasaan dan hak yang sama dengan Penghulu karena masing-masing mengepalai atau mewakili sebagian dari suku. Di koto terdapat Lulai penghulu yang dinamakan balai adat. Tempat tersebut merupakan tempat penghilu nan berempat bersidang untuk memutuskan perkara-perkara dan membicarakan kepentingan negeri keseluruhannya. Di tiap-tiap banjar terdapat Balai Tua Banjar, yaitu tempat keempat orang Tua Banjar bersidang memutus- kan perkara-perkara kecil dan untuk membicarakan kepentingan banjar. Seorang Tua Banjar adalah wakil penghulu, tetapi tidak termasuk sebagai orang adat. Artinya, jabatan- nya tidak diwariskan menurut adat. Karena jumlah Penghulu ada empat orang, maka tiap-tiap banjar pun memiliki empat orang Tua Banjar. Saat akan mengangkat orang Tua Banjar, Penghulu harus berunding terlebih dahulu dengan ketiga orang pemang- ku adat tersebut. Tiap-tiap negeri merupakan daerah otonom yang memiliki wewe- nang penuh. Dalam tradisi adat kuantan dikatakan “genting memutuskan, bebiang mencabiakkan”, artinya memutuskan setiap masalah yang © Tim Unri, Sejarah Riau, 2006, hal 163 timbul dalam negeri. Pada mulanya, di setiap negeri terdapat satu orang gedang seorang sekoto. Alkan tetapi, lama kelamaan, orang gedang seorang sekoto terdesak oleh adanya semangat demolasisehingga fungsinya tidak lebih dari orang twa (penasehat penghulu) dan akhimya hilang sama sekali. Dengan adanya orang gedang seorang sekoto tersebut, maka satu dari empat suku tersebut memiliki dua orang Penghulu, yakni seorang Penghulu Suku dan seorang lagi Orang Gedang. Itulah sebabnya jabatan Orang Gedang tersebut lama kelamaan hilang dengan sendirinya"®, Untuk mengurus kepentingan bersama dengan negeri-negenitetangga, maka dibentuklah federasi-federasi. Sistim pemerintahan federasi ini memati sistem demokrasi diimbangi pula dengan pemerintahan sentral. Bentuk pemerintahannya tercermin dalam adat Bodi Caniago dan adat Koto Piliang'*. Daerah Rantau Nan Kurang Esa Dua Puluh pada mulanya terdiri dari: © Empat Koto di Atas; dibawah kekuasaan Datuk Patih berpusat di Lubuk Ambacang. Federasi ini terdiri dari Sampurago, Lubuk Ambacang, Koto Tuo dan Sungai Pinang. * Marleli Rahim, Rantau Nan Kurang Esa Dua Puluh, 1983, hal 81 Jurnal mu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 : 1 - 63 © Lima Koto di Tengah; di bawah kekuasaan Datuk Bandaharo” Lelo Budi bertempat di Kari, Daerah Limo Koto di ‘Tengah ini terdiri dari Kari, Taluk, Siman- dolak, Siberakun dan Sibuaya. Datuk Bandaro Lelo Budi berkedudukan di koto Kari. @ Empat Koto Dihilir; dibawah kekuasaan Datuk Ketemanggu- ngan berkedudukan di koto Inuman”. Daerah Empat Koto di Hilir terdiri dari Pangian, Baserah, Inoman dan Cerenti. Disebut orang juga Inoman Negeri Asa, Cerenti Ujuang Tanah Kerajaan, Baserah Koto Tuo, Koto Rajo. @ Empat Koto di Mudik (Empat Koto Gunung); di bawah kekua- saan Datuk Bandaro berkedudu- kan di Gunung. Negeri yang termasuk dalam federasi ini ialah Gunung, Toar, Teluk Ringin, Lubuk Terontang, © Lubuk Jambi; disebut Gajab Tunggal, ujung tanah minang- kabau. Julukan si gajah tunggal menunjukkan bahwa koto Lubuk Jambi mungkin dahulunya sebuah koto besar, atau nama julukan tersebut ada hubungannya dengan gelar Adinawurman Matainginioa. Berat dugaan bahwa koto Lubuk Jambi yang terletak di tepi Batang Kuantan ini dahulunya pernah menjadi ibu kota Dharmacraya, apalagi kalau dihubungkan dengan persamaan nama dengan kota Jambi yang terletak di Muara Sungai Batang Hari. Selain itu di dekat kota ini ditemukan pula bekas pening- galan agama Hindu berupa runtuhan Candi di Padang Candi. © Padang Tarap; terletak dihulu Batang Kuantan tidak jauh dari Lubuk Ambacang yang sekarang masuk daerah Sumatera Barat. ” Gelar Bendaro mengingatkan kita pada gelar salah satu Basa Ampok Balai yang St membawahi urusan adat (pemerinsahan) bergelar Datuk Bandaro. Ada ke ngkinan di limo koto di tengah lahir sebagai daerah pembatas antara daerah yang berada di bawah kekuasaan Datuk Patih dan Datuk Tumenggung setelah terjadinya perselisihan antara keduanya. Tentu saja hal ini terjadi sesudah kedua tokoh adat ini meninggal, di mana keluasaan dilanjuckan oleh keturunan mereka. Ibid. "Koto kari termasuk koto tertua yang ada di rantau kuantan, terlihat pada adat istiadat dan cerita tradisi yang masih hidup di kalangan masyarakatnya. Ibid ” Koto Inuman dipercayai sebagai koto pertama nenek moyang penduduk Kuantan. (cambang tercacak di inoman, taliterantang ketanah darek, artinya koto inuman adalah tempat pertama yang didjami, Tambang artinya tali perahu atau rakit pertama kali ditambarkan ialah di Inoman, sedangkan tali terantang ka tanah darek artinya bahwa antara inoman dengan minangkabau ada hubungan. Ibid, hal 82 Jurnal Inu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 : 1 - 63 Tiap-tiap koto dikepalai oleh seorang Penghulu, yang dinamai Penghulu Suku Segala Penghulu. Salah seorang dari mereka dipilih menjadi pimpinan, Di atas Penghulu yang dituakan itu ada lagi seorang Datuk yang mengepalai Luhak, biasanya berkedudukan di ibu kota Luhak. Dia langsung diangkat oleh Raja Minang- kabau yang tentu saja dari Suku Koto Piliang. Mereka ini sering juga disebut orang Godang yang langsung menerina perintah dari raja dan bertanggung jawab atas segala-galanya. Dalam pelaksanaan pemerintahan pada setiap koto Urang Godang tidak campur tangan, dalam arti kata masing-masing koto bebas melak- sanakan pemerintahan dan peraturan mereka masing-masing secara de facto mereka bebas, seperti halnya sebuah republik mini, tetapi secara de jure koto-koto itu berada di bawah pengawasan Raja Minangkabau. Mereka mengakui kekuasaan Raja Pagaruyung berdasarkan tradisionil, karena bukankah raja itu merupakan inkarnasi dari raja asal mereka Sang Sapurba yang telah mereka nobatkan bersama dahulu sebagai Raja Minangkabau oleh rakyat Kuantan, Untuk menunjukkan penalian mereka dengan Raja Minangkabau selain dari pada lembaga tradisionil seperti adat, juga dalam arti politis dan ekonomis berupa upeti. Sekali dua atau tiga tahun Raja Minangkabau mendatangi rantau ini, Selain untuk mengadakan kontak dengan rakyat, barangkali berhu- bungan dengan pemungutan pajak atau penaikan tagihan. Menurut adat raja tidak boleh lebih dari empat belas hari tinggal di daerah Kuantan. Menurut tradisi, rombongan raja biasanya dijemput di Silukah. Perjalanan raja di Rantau Kuantan terakhir ialah sampai di Muara Rambangan. Raja juga akan datang bila akan menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara Negari atau Luhak yang sudah tidak bisa lagi diputuskan sendiri, Raja datang apabila sudah diminta bantuannya, dan raja sebagai orang yang bijaksana dan dianggap suci akan menyelesaikan segala masalah dengan seadil- adilnya. ® Abdullah Ibn Abdulkadir Munsji, Sejarah Melayu, 1952, hal 35. dalam Tubfat Al Nalis dijelaskan bahwa abbir abad 13 Sang Sapurba melaleukan perjalanan panjang untuk menghidupkan kembali Kerajaan Sriwijaya. Dari gunung sailan ia pergi ke bintan dan mengawinkan anaknya Sang Nila Utama dengan Wan Sri Beni, Sang Nila Utama menditilean kerajaan Tumasik. Kemudian ia pergi ke Taluks Kuantan dan menjadi raja. Setelah itu ia pergi ke pagaruyung diiluti oleh pembesar taluk kuantan (Datuk Paiih dan Ketemanggungan) dan ‘menjadi raja di Pagaruyung serta menggabungkan kerajaan Pagaruyung dengan Taluk Kuantan dengan pusat kerajaan di Pagaruyung, Lihat juga Tim Unri, Sejarah Riau, 2006, hal 141-143, 18 Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 : 1 - 63 Bila perselisihan menimbulkan peperangan, raja bukan mengaman- kan negeri yang berperang itu dengan mengirimkan angkatan perangnya, tapi cukup dengan mengirimkan seorang wakil raja dengan berada di padang antara kedua pihak yang berperang, yaitu dengan meman- cangkan panji-panji kuning raja sajapun dapat menghentikan pepe- rangan yang terjadi, demikianlah penghormatan orang kepada raja, Karena raja tidak saja diakui sebagai lambang adat, tapi juga dianggap suci. ‘Tanah yang terletak antara dua negeri adalah tanah netral dan dianggap tanah raja, itulah sebabnya raja berada di tanah antara kedua negeri yang berperang. Dengan demikian raja memperlihatkan sifat sebagai orang yang adil atau orang tengah?'. Bila terjadi__perselisihan mengenai adat yang cukup penting tidak hanya mengenai soal-soal negara saja, terlebih dahulu diselesaikan sendiri di dalam musyawarah. Misalnya bila terjadi masalah dalam daerah koto piliang, maka akan diselesaikan dahulu dalam rapat Daroh Koto Piliang sendiri. Bila belum juga dapat diselesaikan oleh rapat Daroh Koto Piliang, maka masalah itu dibawa ke Musyawarah Luhak, kemudian bila belum juga » ibid, hal 56-57 putus naik lagi ke jenjang berikutnya yaitu di bawa ke Rajo Adat Datuk Bandaro di Sungai Tarab, bila perlu juga dapat sampai ke Rajo Alam di Pagaruyung. Berbeda halnya dengan di daerah Bodi Caniago. Bila terjadi sengketa di daerah ini, kalau tidak bisa dihabisi oleh musyawarah intern Bodi Caniago, maka masalah itu dibawa ketingkat lebih tinggi yaitu Musyawarah Luhak, dan kalau belum juga dapat diputuskan langsung dibawa Kemusyawarah Balai Nan Panjang di Tabek, jadi tanpa melalui Raja Adat (Raja Ampek Balai) dan Rajo Tigo Selo. Balai Nan Panjang adalah suatu lembaga hukum yang bersifat netraP?. Dari gambaran pelaksanaan pemerintahan di daerah Rantau Nan Kurang Esa Dua Puluh di Rantau Kuantan dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintahan dilaksanakan dalam dua macam yaitu : @ Pemerintahan yang berdasarkan hak otonomi yang diberikan kepada daerah yang dikuasai oleh adat Bodi Caniago. @ Pemerintahan yang dijalankan tidak dengan hak penuh, diberikan kepada daerah yang memakai adat Koto Piliang pemerintahan dilaksanakan atas " Rusli Amran, Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang, 1981, hal 54 Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 : 1 - 63 perintah dari atas (raja), tapi dalam melaksanakan pemerintahan dapat mengaturnya sendiri. Dalam hal ini raja memberikan hak Medebewind, di mana Datuk atau Urang Godang menjalankan tugas sebagai Kepala Daerah (Luhak) tapi juga sebagai wakil Raja Pagaruyung, atau alat pemerintah kerajaan. Dengan semakin melemahnya kekuasaan raja di Pagaruyung atau karena jauhnya pusat kedudukan raja sehingga hukum atau pengadilan tidak bisa dijalankan terhadap daerah- daerah rantau, maka persengketaan- persengketaan berakhir dengan jalan peperangan antara satu negeri dengan negeri yang lain, Tuang Sakato, Cilako Basilang adalah lambang adat Minangkabau. Terjadi perselisihan antara datuk Ketemanggungan dengan Datuk Prapatih Nan Sabatang. Datuk Ketumanggungan bersama istrinya dan pengiringnya secara diam-daim meninggalkan istananya menuju arah selatan. Dalam perjalanan itu ia menotak sebatang pohon Durian besar, kemudian dikenal dengan nama Durian di Tekuak Rajo dijadikan lambang perbatasan daerah per- batasan antara Minangkabau dengan Jambi. > ibid, hal 60 Dalam berbagai tulisan sejarah dapat dilihat masalah perselisihan antara datuk Ketemanggungan dengan Datuk Perpatih Nan Sabatang sebagai berikut : Pertentangan-pertentangan antara echua perrbesar Minanghabau itu memang pemah terjaci. Barangkali pertemangan itu ada hubungannya dengan perebutan pengaruh antara keduanya, Sumber informasi yang pernah didengar Westonocide?, juga Saloson Mullor wankers Lerkuogung ke Minarghaban pada tabu 1840 mengatakan babua untuk menghindari. pertentangan itu datuk Ketemanggyingan terpaksa menyingkir ke erah Jarnbi. Sciak iu terjadh pembagian cherah kekuasaan Datuk Prapati Nan Sabatang derean Datuk Ketemarggungan. Datuk Katerrenggurgan raja di rartandan Datuk Prapatih Nan Sabatang raja di Padang, Pembagian daerah kekuasaan antara kedua tokoh adat itu di daerah uantan jelas sckali batasryx, seperti apa pang dicatat oleh» Obdoyn seorang A sisten Resid Irikagiri dalam tulisan berjudid “Do Langeah Lam Dor Orang Mamak Van Indragiri”; antara lain berbenyi : Zeals in ot begin can dit opstelroock wrreld, wis too patih het oorspronkelijke hoofd dor mamaks. Hij wis cn miangkabauschen oorsprong, ‘was via de konantan naar incbaginigfgezalet, nar hij v. Obdeyn, De Langkah Lama Der Orang Mamak Van Indragiri, hal 412 Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 : 1 - 63 zich als hogfd der autocsthone bewlking, ‘ist op te werpen. Omzidh tegen de inwusies cer onckre arch-anade raja vit pagarcgiuerg tehandhaven, riep bij de hulp inwan dobore. Daartoe door toe patih aargezodht, zond de soeltan win dit rij eenzijner familieledon, di tot jam tooan we indbagin: coer verhsecen, Met too patih bestuur toe teronggoong nis raja dinantast, toe patih wan raja di padang. De band tusschon pagaroojoong berbapak ke djhora Do Gohoreeche jam tooan brache welgelingen made wan bot land zijner hereonst, Een decor, teven gurstoling, werd becifigd mot do wardi gheid wan datoe bendahara, -wnardoor men kreog; too patil raja padang, too temonggoong raja di rantau, too bendahara raja di bala Bowen heb ike reods gosedbtat hoo langeamarband neg eon raja moada on con soctan mocda aan het bestaur zijn gokonen. Het verhaal zegt, dat toen toe pati naar dhore owrstak, bij cen rakit kulim, cen dot wn koclimbeut lot werenadigen om zigh naar de naaste afschoop plaats to Datule Tuarenggung yung diname- kan raja ci Rantausselain berfuresi sebagei wiki Raja Paganayuong di daerah Rantas (Kuantan), juga bertugas untuk mengauasi * ibid, hal 412 penalanan pemerintahan dan keamaman. Karena itw ia selalu mengadakan perlawatan atau inspeksi ke koto-koto, kampung. Rampung disun, teratak yang ada dh rantan ini uote dilaporkean kepada raja, Hal ini menimbulkan pertertangan dengan Datude Patth, arena campur targa. Dengan semakin lemabnya edenasaan raja h pusat keraiaan, murghin arena jauds, sdbingga buku tidak lagi berjalan sebagai mana mestinya, maka Pertentangan-pertentangan antara satu lubak dengan lubak yang lain tidak bisa lag dcegah, Hal ini menimbullean pileizan bagi datu patih-yarg menjack perguuasa bagi suet talang murack untae menpuoayti raja sendiri agar negeri dapat diatur sebuike mungkin. Maksud Datuk Patih ini mendapat tantangan dari Datuk Ketemenggungan, tapi Datuk Patih tetap pada putusarmya untuk mencari seorang Putra Raja ke Malaka’, Dengan semakin lemabnya kekuasaan raja di Pagargung, ruka daerab-daerah yang jah letakrn seperti Ranta Kuantan tidak dapat lagi beyjalan crea bail, sebab undlang-undang iki sudah banyak dilanggar, ane beraleibat tindbulrya kekacaan Datule Turenggng geang Lertanggung jaewnb tentang kearanan * Tentang kisah mencari raja ke Malaka masih populer di kalangan rakyat Inderagiri bernama kisah Menjemput Raja Ke Malaka Dengan Rakit Kulim. Rakit Kulim merupakan tiga buah sampan berhias ulcran kepala naga yang merupalsan lambang kebesaran kerajaan Inderagiri Dua sampan yang terletak satu dikiri dan satu di kanan berguna untuk keseimbangan agar tidak mudah terbalik oleh ombak yang besar. Dengan rakit kulim inilah datule patih menculile putra mahkota kerajaan Malaka, dan dirajakan di Inderagiri, Tengku Arif, Rakit Kulim Menjemput Suktan Dari Malalsa, hal 4 21 Jurnal Imu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 263 tidak bisa lagi merpelesaikamnya, Murghin ini merupakan salah satu sebab kenapa akbirrya datuk pati meruttuskan untide menauri seorang raja ke malalea, seperti tergarbar pada katackata melayn ci bran ia Negeri lab lama tak berpenghuli Tebing bertingkat tidak dengan jan Reantaie di tart dengan undang-undang Disualah melaras Nan patab tak tumbuh Nan hilang take berganti nan patah minta ditumbbkan nan hilang minta diganti nan terendam minta ditimbulkan nanusang patutu diperbabardi 7 Datuk Ketemanggungan kemu- dian menetap di Rantau Kuantan bagian Hilir yang kemudian menurunkan raja di Rantau Inderagiri, Sejak itu daerah Rantau Kuantan terbagi dua yaitu : @ Sembilan Koto di Mudik, sepuluh dengan Pantai Lubuk Ramo, di bawah kelsuasaan Datuk Prapatih. © Sembilan Koto di Hilir, sepuluh dengan Pantai Lubuk Ramo, di bawah kekuasaan Datuk Bandaro Lelo Budi. Kita lihat bahwa Padang Terap telah diganti dengan Pantai Lubuk Ramo yang sebenarnya tidak terletak ighu Arief, ibid, hal 17 ‘Tim Unri, Sejarah Riau, 2006, hal 166 di tepi Batang Kuantan, tetapi di tepi Batang Petai yang menjadi Hulu Batang Peranap. Sebenarnya Pantai Lubuk Ramo merupakan suatu federasi yang terdiri atas tiga negeri, yaitu Lubuk Ramo, Pantai, dan Air Buluh. Kepala federasi dipegang oleh Datuk Timbang ‘Tail. Datuk Timbang Tail adalah orang yang menjadi penengah antara Datuk Patih di Sembilan Koto di Mudik dan Datuk Bendaro Lelo Budi di Sembilan Koto di Milir. Ttulah sebabnya Pantai Lubule Ramo sebagai negeri sepuluh dalam Sembilan Koto di Mudik dan negeri kesepuluah di Hili?, Daerah Pantai Lubuk Ramo inilah yang dijadikan daerah netral antara kekuasaan datuk Pertapih dan Bendaro®, Pada waktu ini jumlah koto sudah semakin bertambah, karena semakin berkembangnya penduduk dan wilayah pemukiman. Semula koto-koto yang baru timbul itu merupakan bagian saja dari koto yang sudah ada, tapi karena sudah memenuhi syarat, lalu statusnya dinaikkan menjadi koto. Antara Lubuk Jambi dan Lubuk Ramo terdapat negeri Cengar yang didirikan orang Lubuk Jambi bersama orang Inuman. Negeri tersebut telah lama memenuhi syarat sebagai suatu negeri. Oleh konfederasi Rantau ” Marlely Rahim, Rantau Nan Kurang Esa Dua Puluh, 1983, hal 86. 22 Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 : 1 - 63 Kuantan, negeri tersebut dianggap sebagai Bunga Setangkai Negeri Lubuk Janki. Antara Taluk dan Logas (Singingi) terdapat negeri Jake yang dipandang sebagai Bunga Setangeai Negeri Taluke dan Kari, Antara Taluk sebelah hulu dengan Simandolak serta Siberakun sebelah hilirterdapat negeri Sentajo, Kopah, dan Benai yang tidak tersebut dalam bilangan federasi Lima Koto di Tengah, tetapi termasuk dalam lingkungan federasi tersebut. Barangkali negeri-negeri ini pun termasuk negeri yang telah ada sebelum Rakit Kulim Hilir. Negeri- negeri ini pada mulanya tidak mau masuk ke dalam konfederasi Rantau Kuantan dan tidak masulk pula dalam fderasi Lima Koto di Tengah. Kopah adalah negeri yang didirikan penduduk dari Kukok dalam Kerajaan Kandis, dalam lingkungan ini terdapat negeri Teratak Air Hitam yang merupakan suatu banjar dati negeri Sentajo. Tanah Darat dekat Pangian dalam lingkungan federasi Empat Koto di Hilir yang tidak disebut dalam bilangan adat Rantau Nan Kurang Esa Dua Puluh dan lima buah Teratak yang sudah tinggal dekat Lubuk ‘Ambacang yang bertalian dengan Empat Koto di Atas, yaitu Sumpu, * Tim Unri, 2006, hal 167 Sungai Kandis, Sarosa, Gunung dan Rambahan®, Teulah negeri-negeri yang ada dalam lingkungan konfederasi Rantau Kuantan. Seluruhnya ada sembilan belas, tetapi sebenarnya ada tiga puluh negeri atau bahkan lebih yang masih didiami orang. Mungkin mulanya hanyalah negeri-negeri yang sembilan belas tersebut yang sungguh-sungguh dapat disebut sebagai negeri-negeri otonom. Adat Pusaka yang berbunyis Berdatuke Ke Date Tumarggung, Beraja Yang Dipertuan Muda, Bertuan Ke Minangkabau (Paganiung?. Hal ini menggambarkan tentang perkem- bangan sejarah daerah Kuantan. Tebing Bertingkat Dengan Janji dan Rantau Diturut Dengan Undang Undang dapat dilihat dari perjanjian di bawah ini sebagaimana dicatat oleh seorang Belanda bernama Schwarts yang mengadakan penelitian di daerah ini sebelum Belanda masuk dan membentuk pemerintahan Landschap Kuantan : Dalam segala perkara orang- orang yang menentukan adalah Raja Muda, yang Dipertuan Muda dan Datuk Tumanggung. Hal ini di dapat dilihat dati perjanjian yang telah dibuat mereka yang berbunyi sebagai berikut: *\ HL JE. F Schwartz, Note Over Den Politieken On Ekonomischen Toestand Van Hot Landschap Kuantan, 1892, hal 16 Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 : 1 - 63 © Bila terjadi suatu sengketa atau perselisihan faham, haruslah Datuk Tumanggung dengan undangan dau yang berlima, sebagai orang tengah/ perantara menyelesaikan. Bila tidak berhasil, maka diserahkan kepada yang dipertuan (Raja Pagaruyung) yang memutuskan tambangan, kepada siapa kedua pihak yang berselisih harus menyerahkan putusannya. @ Orang Kuantan yang tinggal di Inderagiri langsung jadi anak buah Inderagiri, @ Raja Muda harus sekali dua tahun atau tiga tahun kalau Raja Minangkabau datang ke Kuantan menanti beban di Cerenti untuk menyerahkan barang-barang berupa pinggan, gelas, cambung, piring sambal, payung dan yang lain-lain yang setiap macam jumlahnya 100 buah, Waktu pertemuan ini mereka tidak boleh bertemu muka, harus dibatasi dengan sebelai tabir. @ Untuk mengadakan biaya perjalanan “dan harga persembahan tadi, Raja Muda berhak mengambil Bea Tebus kepada dari tiap orang Kuantan yang melalui Sungain Inderagiri yang pergi ke laut sebanyak satu tial, © Orang Kuantan sejak peraturan ini diperbuat tidak boleh memperlihatkan diri di daerah 24 Raja Muda dan Datuk Tumeng- gung yang menetap di Inoman (Po Seng Kian) kecuali Cerenti tidak diberati dengan peraturan ini, © Sedangkan Raja Muda tidak dibolehkan memasuki Daerah Kuantan, Perjanjian ini dikuatkan dengan sumpah setia oleh datul-datuk yang berlima. Dari isi perjanjian itu jelas bahwa bagaimana pun kekuasaan Sultan Inderagiri kepada Daerah Kuantan, tapi karena kebesaran Raja Minangkabau masih diakui, ternyata dengan adanya kekuasaan datu yang berlima (urang godang yang berlima). Pelarangan masuknya raja muda ke Daerah Kuantan, berarti menghindari campur tangan yang besar dari inderagiri terhadap Kuantan, Dengan demikian Kuantan membebaskan diri dari kekuasaan Inderagiri, karena adanya Raja Minagkabau di bela- kangnya. Setelah jatuhnya Kerajaan Minangkabau di bawah kekuasaan Belanda, maka berakhirlah pemerin- tahan Rantau Nan Kurang Esa Dua Puluh. D. SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Daerah awal pemerintahan Rantau Nan Kurang Esa dua puluh adalah : Jurnal [mu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 : 1 - 63 © Empat koto di atas; sampurago, Jubuk ambacang, koto tuo dan sungai pinang, ® Lima koto di tengah; kari, taluk, simandolak, siberalaun dan sibuaya, © Empat koto dihilir; pangian, baserah, inoman dan cerenti. © Empat koto di mudik (empat koto gunung); gunung, toar, teluk ringin, lubuk terontang. @ Lubuk jambi; disebut gajah tunggal, ujung tanah minang- kabau. @ Padang tarap; terletak dihulu batang kuantan tidak jauh dari lubuk ambacang yang sekarang masuk daerah sumatera barat. Dengan terjadinya perselisihan antara Datuk Patih dan Datuk ‘Tumenggung, daerah Rantau Nan Kurang Esa Dua Puluh Menjadi : @ Sembilan Koto di Mudik, sepuluh dengan Pantai Lubuk Ramo. ® Sembilan Koto di Hilir, sepuluh dengan Pantai lubuk ramo. Saran Kontroversi sejarah pada masa sekarang ini sebaiknya mendapat pelurusan yang jelas. Untuk itulah penglajian sejarah lola dalam spesifik suatu daerah terkecil sebaiknya dilakulan seefisien mungkin, dalam rangka menunjang sejatah nasional. Pengkajian sejarah lokal rantau Kuantan merupakan suatu faktor yang menunjang untuk pengkajian sejarah yang lebih jelas terhadap kerajaan pagaruyung dan indragir. DAFTAR PUSTAKA — (1998). Peradaban Muzeum Melaka. Abdullah Ibnu Abdulkadir Munsji (1952). Sejarah Melayu. Jambatan, Jakarta/ Amsterdam. Astil (2007). Sejarah Lokal. Cendekia Insani. Pekanbaru. HLE. B Schwarts (1892). Note Over Den Politieken On Ekonomis- chen To Estand Van Hot Landschap Kwantan, Overgo- drukt Van Hot Tijdschrift Voor Indische Taal Land On Volkenkunde, Deel Xxxvi, Albrecht & Rusche. Betawi. Hasan Yunus (2002). Kerajaan Indragiri. Unri Press. Pekanbaru. M.D. Mansoer (1970). Sejarah Minang- kabau. Bharatara, Jakarta, M. Zain (). Kamus Modern Bahasa Indonesia. Grafindo, Jakarta. Marleily Rahim (1981). Kerajaan Kuantan, Makalah. Jakarta. —— (1983). Rantau Nan Kurang Esa Dua Puluh. Lemlit UNRI. Pekanbaru ‘Muchtar Naim (1979). Merantauy Pola Migrasi Suku Minangkabau. UGM Press. Yogyakarta. R. Soekmono (1959). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia IL. Trikarya, Jakarta. 25 Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 4, No. 2 Tahun 2008 : 1 - 63 Raja Ali AF Haji Riau Diterjemahkan Inche Munir Bin Ali (1965). Tuhfat Al Nafis; Sejarah Melayu Dan Bugis. Malaysia Publications Ltd. Singapura. Rusli Imran (1981). Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang, Sinar Harapan. Jakarta. Slamet Mulyana (1981). Kuntala, Sriwijaya Dan Swarnabhumi. ‘Yayasan Idayu. Jakarta. Tengku Afief. (—) Rakit Kulim Menjemput Raja Ke Malaka. Sila-Sila Raja-Raja Dan Sari 26 Sejarah Kerajaan Indragiri 1298-1963, ‘Tim Universitas Riau (2006). Sejarah Riau; Masa Prasejarah — Kedatangan Bangsa Barat. Pt. Sutra Benta Perkasa. Pakanbaru. U. U. Hamidi (1981). Sikap Orang Melayu Terhadap Tradisinya Di Riau. Bumi Pustaka. Pekanbaru. *V. Obdeyn (1930). Do Langkah Lama Der Orang Mamak Van Indragiri.

You might also like