You are on page 1of 7
100 HERPES SIMPLEKS Soeharyo Hadisaputro PENDAHULUAN Herpesviruses berasal dari nama bahasa Yunani dari kata herpein yang berarti kain sutera pis, merupaken golongan. famili Herpesviridae. Lebih dari 100 virus herpes telah diisolasi dari berbagai macam hospes (host), di antaranya hhost mamalia, burung, ikan, repti, binatang amfibi dan ‘moluska, Delapan virus di antaranya terjadi pada manusia yang disebut Human Herpesvirusses (HHV). Jenis virus ddimaksud adalah avirus herpes simpleks-1, virus herpes simpleks-2, virus varicella-zoster, virus Epstein-Bahr, ‘human cytomegalovirus, human herpesvirus 6, human herpesvirus 7, dan Kapos's Sarcoma-Associated Herpesvirus (KSAHV.(Tabel 1) Virus Herpes Simpleks sering disingkat HSV, terditi dari ‘dua jenis virus yaitu herpes simpleks tipe 1 atau HSV-1 dan herpes simploks tipe 2 atau HSV-2. Virus herpes simpleks 1 dan 2 pertama kali menginfeksi sel epitel mukosa rongga ‘mulut, genital, kulit dan kornea, HSV-1 biasanya menginfeksi lewat bibir atau hidung pada anak antara usia 6 dan 18 bulan. Infeksilaten mungkin terjadi dan reaktivasi akibat hospes (host) mengalami stres, atau keadaan imuno-kompromais, yang kadang terjadi komplikasiserius yaitu ensefaltis, HSV-2 biasanya sebagai ‘agen penyebab herpes genital yang termasuk penyakit ‘menular seksual. Pada neonatus, infeksi dapat berbahaya HHV-1 Virus Herpes Simpleks tipe 1 (HSV-" HHV-2 Virus Herpes Simpleks tipe 2 (HSV-2) HHV-3 Virus Varicella Zonter (VZV) HHV-4 Virus Epstein Bahr (EBV) HHV-5 Virus Cytomegalo (CMV) HHV-6 Virus Herpes Human:6 HHV-7 Virus Herpes Human-7 HHV-8 Virus Herpes Human-8 (KSAHV) ‘Sumber : Cook GC and Zumla Al (2003) yang mengakibatkan mortalitas sekitar 54%, Walaupun Virus tersebut biasanya menginfeksi bagian muke untuk HSV-1 dan genital untuk HSV-2, tetapi pada beberapa kasus dapat pula terjadi sebaliknya yaitu infeksi HSV-1 pada genital dan HSV-2 pada muka. Virus masuk melalui permukaan mukosa kul, sistem saraf pusat dan mungkin terjadi pada organ viseral, selanjutnya dapat berkembang menjadi infeksilaten pada jung saraf dorsal dan ganglia trigeminal. Infeksi virus tersebut menimbulkan sindrom Klinik yang bervariasi, pada umumnya menginfeksi seorang anak dan dewasa sehat, tetapi dapat juga menginfeksi seseorang yang dalam keadaan imunokompromais, yang mengakibatkan. keadaan penyakit menjadi berat. ETIOLOG! Virus herpes simpleks merupakan golongan Alphaherpesvirinae, sebagai subfamili dari human herpesviruses bersama dengan virus varicella-zoster yang sering disebut human herpes-virus 3. Semua virus herpes pada manusia mempunyai karakteristik enveloped double stranded DNA viruses. HSV merupakan virus bentuk besar dengan inti berisi double stranded DNA yang dilapisi oleh icosahedron dengan 162 capsomeres. Partikel lengkap diameternya sekitar 120-200 nm, sedangkan naked virion tukurannye sekitar 100 nm. Virus masuk ke sel melalui fusi membran sel setelah menempel pada reseptor spesifik yaitu pembungkus glikoprotein. Virus herpes simpleks rmempunyai siklus replikasi dalam kurun waktu 18 jam. HSV-1 merupakan penyebab luka di bibir (herpes labiales) dan luka di kornea mata (herpes keratitis), biasanya dapat ditularkan melalui Kontak angsung dengan sekresi dari atau di sekitar mulut. HSV-2 merupakan Penyebab herpes genitals, terutama ditularkan melalui 739 740 kontak langsung dengan luka selama melakukan hubungan seksual oleh karena itu herpes tersebut dianggap sebagai salah satu penyakit menular seksual (PMS). EPIDEMIOLOGI Infeksi herpes simpleks dapat terjai di seluruh dunia. Hal ini telah terdokumentasi dar studi seroepidemiologi dengan berbagai uli (assay), seperti fiksasi komplemen, neutralisasi, imunofluoresensi indirek, hemaglutinasi pasit radioimunoassay dan enzymed-linked immunsorbent assay, Tetapi untuk membedakan infeksi HSV-1 den HSV-2, dibutuhkan alat tes senditi dimana yang paling tumum digunakan adalah pengukuran antibodi terhadap glikoprotein G HSV-1 (gG1) dan HSV-2 (gG2), dengan Uji Western blot, berbagai protein tipe-spesifik juga dapat mendeteksi beberapa tipe virus herpes simpleks (HSV). Keadaan laten yang lama setelah infeksi primer sangat mungkin terjadi, lnfeksi HSV terjadi tidak tergantung musim atau cuaca, dimana virus ini dapat bertahan dalam fase laten dalam tubuh hospes dan kemungkinan adanya infeksi ulangan, Ekskresi virus tertinggi pada pasien dengan lesi aktif, tetapi ekskresi virus juga dapat terjadi pada 15% pasien yang asimptomatik atau keadaan subklinik, Prevalensi antibodi HSV-2 tinggi pada seseorang dengan tingkat sosio ekonomi rendah dan di antara kelompok orang dengan banyak partner seksual Penyebab frekuensi kekambuhan pada pasien infeksi HSV menunjukkan variasi secara individual, yang mungkin dipicu oleh karene keadaan atau paparan tertentu, seperti infeksi lain, paparan sinar matahari, demam, menstruas, stres fsik atau emosional, penekanan sistem kekebalan, obat-obatan atau makanan tertentu atau bahkan trauma secara umum, Reaktivasi infeksi genital HSV-2 lebih banyak dibandingkan HSV-1 dan umumaya karena ekambuhan herpes genital. Diperkirakan 30% pasien ‘mengalami kekambuhan lebin dari 8-9 kal top tahun, Herpes neonatal terjai sekitar 1 dalam 5.000 kelahiran di Amerika, pada beberapa daerah lain bahkan lebih tinggi. Sebagian besar anak (75%) terinfeksi dalam proses persalinan selama melewati traktus genitalis. Tingkat beratnya penyakit tidak tergantung dari jenis HSY, tetapi tergantung pada keadaan prematuritas dan persalinan dengan intervensi instrumen. Banyak penelitian juga ‘enunjukkan tidak ada hubungan antara HSV dan kanker pada serviks. Pada umumnya infeksi HSV-1 lebih sering dan lebih awal didapatkan dibandingkan dengan infeksi HSV-2, Lebih dari 90% orang dewasa memilki antibodi terhadap HSV-1 pada usia 50 tahun, sedangkan pada populasi dengan status sosial ekonomi rendeh virotost kebanyakan mendapatkan infeksi sebelum usia 30 tahun. Survei serologik menunjukkan bahwa 20% populasi di ‘Amerika Serikat memiliki antibodi terhadap HSV-2, Pada pemeriksaan obstetrik secara rutin dan klinik keluarga berencana, didapatkan 25% wanit memiliki antibodi tethadap HSV-2, walaupun hanya 10% melaporkan riwayat adanya lesi genital. Sebanyak 50% orang dewasa heteroseksual yang menghadiri klik penyakit menular sseksual mempunyai antibodi terhadap HSV-2, Berbagai survei serologi telah menunjukkan seroprevalensi serupa ‘atau bahkan lebih tinggi dari HSV-2 di sebagian besar Eropa Tengah, Amerika Serikat dan Afrika. Prevalensi antibodi tersebut rata-rata 5% lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria, dan beberapa studi ‘menunjukkan bahwa banyak dari pasien tersebut tanpa ‘gejala atau asimptomatik ‘Transmisi infeksi HSV akibat dari kontak langsung, dapat lewat ciuman atau sentuhan, yang sebagian besar rmerupakan infeksi primer tanpa gejala. PATOGENESIS Paparan HSV-1 pada permukaan mukosa atau kulit yang terluka memungkinkan masuknya virus dan dilanjutkan dengan inisiasireplikasi dalam sel epidermis dan dermis. Infeksi HSV biasanya diperoleh dari keadaan subklinik, \walaupun infeksi yang menimbulkan gejala klinik sangat berhubungan dengan adanya replikasi virus yang ‘memungkinkan masuk ke dalam ujung saraf sensork atau pun otonom, Pada awal masuknya virus ke dalam sel saat, ddimana terjadi replikasi di ganglia dan jaringan saraf yang berdekatan, yang kemudian menyebar ke permukaan kulit lainnya, dan ke mukosa melalui migrasi virion infeksius secara sentrifugal melalui saraf sensoris perifer. Cara penyebaran ini membantu menjelaskan luasnya daerah permukean yang ikut terkena dan banyaknya lesi baru ‘yang jauh dari infeksi primer berupa vesikel infeksi HSV di daerah genital maupun daerah bibir dan mulut, termasuk ‘menjelaskan terjadinya penyembuhan pada daerah yang Jauh dari pintu masuknya virus. Respans tubuh terhadap infeksi HSV berpengaruh tethadap timbulnya penyakit , tingkat beratnya infeksi, resistensi yang nantinya berkembang menjadi infeksi laten maupun frekuensi rekurensi. Kedua antibodi yaitu ‘mediated dan reaksi cell-mediated memiliki ati penting secara klinis. Pada pasien immunokompromais dengan defek kekebalan cell mediated ablasi imfosit yang terkena infeksi HSV akan menjadi berat dan Iuas, dibandingkan infeksi pada pasien dengan defisit imunitas humoral, seperti agamaglobulinemia. Berbagai manifestasi klinis penyakit HSV tampaknya terkait dengan respons kekebalan hospes. HERPES SIMPLEKS 741 GAMBARAN KLINIK lnfeksi HSV primer terjadi ketika virus masuk ke dalam tubuh pertama kali, sehingga ada yang membagi HSV menjadi dua kelompok yaitu penyakit primer dan re- ‘aktivasi, Manifestasi klik sangat tergantung dari letak/ ‘anatomi daerah yang terinfeksi. Sindrom Klinik akibat infeksi HSV-1 (orofacial, terdii dari gingivostomatitis(vesikel dan ulkus di sektar gusi dan. ‘mulut), herpes okular (mata), keratitis, keratokonjungtivitis (wesikel dan ulkus pada mata, konjuntiva, kornea) dan meningoensefalitis. Sindrom klinik akibat infeksi HSV tipe 2 (anogenital), bentuknya berupa balanophosthitis (vesikel dan ulkus pada ujung dan gland penis), vulvovaginitis (vesike! dan ulkus pada mukosa vulva dan vagina) dan ‘anoproctiti (vesikel dan ulkus pada sekitar kulit anus dan di dalam anus} Bentuk lain sindrom klinik pada kulit yang dapat dijumpai adalah (1) Herpetic ‘whitlow’ suatu bentuk vesikel herpes simpleks pada ujung jari. Bentuk ini terjadi pada seorang dokter, paramedis atau petugas anastesi yang tidak sengaja terkontaminasi dengan pasien yang ter-infeksi virus herpes simpleks. Lesi hampir sama dengan infeksi stafilokokus ‘whitlow’, dimana eksudat tidak purulent tetapi serous. (2) Kaposi's varicelliform-eruption, bentuk ini merupakan superinfeksi herpes simpleks pada kulit yang mengalami dermatitis, terutama pada anak-anak yang dapat berkembang menjadi penyakit yang gawat dengan kematian tinggi. (3) Infeksi neonatal. Infeksi genital primer pada ibu (HSV-2) dapat menyebabkan infeksi neonatus berat, sehingga akibatnya anak menjadi ikterik, hepatosplenomegali, trombositopenia dan lesi vesikel pada kulit. Angka kematian pada keadaan ini ‘cukup tinggi Infeksi HSV primer, baik HSV-1 atau HSV-2, saat hospes tidak memilki antibodi HSV dalam serum, sering disertai dengan tanda-tanda dan gejala sistemik. Infeksi primer melibatkan baik mukosa dan ekstramukose, ‘seddangkan reaktivasi pada umumnya menimbulkan gejala yang lebih lama, lesi luas, dan adanya komplikasi ‘Masa inkubasi berkisar dari 1 sampai 26 hari (median 6 sampai 8 har’). Kedua subtipe virus dapat menyebabkan infeksi alat kelamin dan daerah muka serta sekitar rongga, ‘mulut, yang secara klinis tidak dapat dibedakan. Namun, frekuensi reaktivasi infeksi dipengaruhi oleh tempat anatomi dan jenis virus, Infeksi HSV-2 cenderung reaktivasi dan berulang 8 sampai 10 kali lebih sering dibandingkan dengan infeksi HSV-1 Gingivostomatitis dan faringitis adalah manifestasi klinis yang paling sering pada infeksi pertama HSV-1, sedangkan herpes reaktivasi infeksi herpes labialis juga ‘merupakan manifestasi klinis yang sering dijumpai pada HSV-2. Gingivostomatitis dan faringitis biasanya akibat dari infeksi primer dan paling sering terlihat pada anak- anak dan dewasa muda. Gejala dan tanda klinis yang meliputi demam, malaise, mialgia, ketidakmampuan uuntuke makan, lekas marah, berlangsung selama 3-14 hari Lesi sangat mungkin berkembang atau meluas ke palatum, gingiva, lidah, bibir, dan daerah wajah. Pada infeksi HSV-1 atau HSV-2 biasanya menghasilkan lesi ceksudatif atau ulseratif dari faring posterior dan/atau tonsil. Lesi lidah, mukosa bukal, atau gingiva dapat terjadi, yang kadang sulit untuk membedakan dengan infeksi bakter, mycoplasma pneumoni dan ulserasi akibat sindrom Stevens-Johnson. Pada pasien imunosupresi, infeksi dapat meluas ke lapisan kulit, mukosa yang lebih dalam, kerapuhan, nekrosis, perdarahan, sakit parah, dan terjadi ketidakmampuan untuk makan atau minum Infeksi herpes genital primer ditandai dengan demam, sakit kepala, malaise, mialgia, nyeri, gata, disuria, keluar cairan dari vagina dan uretradan limfa-denopat inguinal Luasnya lesi bersifat bilateral pada genitalia eksterns merupakan tanda yang spesifik. Lesi mungkin dapat dalam berbagai fase seperti vesikel, pustula atau uikus critematosus yang terasa nyeri Gangguan pada serviks dan uretra saat infeksi primer pada wanitaterjadi hampir 80%. Kekambuhan pada umumnyaterjadi hampir 90%, dimana ekambuhan infeksi HSV-2 lebih sering dibandingkan dengan infeksi HSV-1, dengan perbandingan 4:1. Infeksi dapat simpromatik dan asimptomati, dimana virus yang dikeluarkan dapat menularkan infeksi pada pasangan seksual Herpes okular, merupakan infeksi HSV-1 pada mata yang sering menyebabkan kebutaan, banyak ditemukan di Amerika, Pada herpes okular terjai keratitis dengan ‘onset rasa nyer akut, mata kabur, konjunativtis, dan lesi kornea yang khas. Penggunaan glukokortikoid topikal 6 bulan) atau- Valasiklovir (00 mg oral 1-2 kalihari selama > 6 bulan) atau Famsiklovir (250 mg oral dua kal/hari selama > 6 bulan) Asiklovi (5-10 mg/kg Intravena 3 kali/hari selama 7-21 hari) atau penyebaran VZV ‘Sumber :Anzivino Eet al (2008) dan/atau program pendidikan yang terbatas. Penggunaan kontrasepsi (terutama kondom) mengurangi kemungkinan penularan infeksi HSV-1, khususnya selama periode asimtomatik ekskresi virus. Ketika lesi berupa vesikel,infeksi HSV dapat ditransmisikan dari kulit-ke-kulit meskipun menggunakan kondom. Namun demikian, data yang tersedia menunjukkan bahwa enggunaan kondom yang konsisten adalah cars yang ‘efektif untuk mengurangi risiko penularan infesi HSV-2. Studi terbaru menunjukkan bahwa terapi antivirus harian jJangka lama dengan valasiklovir juga dapat mengurangi infeksi HSV-2, khususnya i kalangan perempuan rentan, Pencegahan infeksi HSV neonatal memerlukan pencegahan terutama pada ibu hamil trimester ketiga kehamilan. Identifikasi wanita atau pasangan rentan tertiadap akuisisi HSV pada kehamilan melalui pemeriksaan serologi adalah hal yang perlu dilakukan, REFERENSI Anzivino E, loriti D, Mischitelli M, Bellizzi A, Barucca V, Casini F et al. Hepes Simple Infection in pregnancy andl inneonate status of at of epidemiology, diagnosis, therapy and prevention. Virology Journal, 2009.6 40: 1-11. Askley RL, Engleton M, Phifer N. Ability of a rapid serology test to detect seroconversion to herpes simplex virus type 2 glycoprotein G soon after infection, J Clin Microbiol 199; 3716323. CCarter JB and Saunders VA : Herpesviruses, in Texbook of ‘Virology, Principles and Applications, John Wiley and Sons Ltd Atehim, England, 2007: 122-13, (Cook GC and Zumla AT: Cutaneous Viral Diseases, in Texbook of ‘Manson’s Tropical Diseases, 1 ed. 2008: 835-51 CCusini M, Glislanzoni M: The importance of diagnosing genital herpes, J Antimicrob Chemother 2001, 47: 9-16 Dwyer DE and Cunningham AL : Herpes Simplex and Varicella- zoster virus infections, MJA 200, 177: 267-73 ‘Asikiovirjangka panjang mungkin diperlukan untuk ensefalitis rekuren Folker E, Oranje AP, Dulvenvoorden JN, Veen JP van der, ‘Riaarsdam JU, Emsbrook JA : Tzanck smear in diagnosing, genital herpes Gentorin Med 1988, 64:249-254, Hanson KE, Alexander BD, Wood C : Validation of laboratory screening criteria for herpes simplex virus testing of cerebrospinal fui. J Clin Microbiol 2007; 45: 721 Harcison, Herpes Simplex, in Texbook Principle of Internal ‘Medicine, 15ed Me Grehll Omp. Inc. USA, 2009 1857-61 Joong-wook, LEE : Herpes Simplex in Texkbook Control Of ‘Communicable Diseases, 18 ed World Health Organization, 20089: 129-31, Parker JN and parker FM, Herpes Simplex: A Medical Dictionary, Bibliography and Annotated Research Guide to Internet Reference, 2008 Reil H, Baztlime A, Drerup J, Grewing T, Korn K : Clinical validation of new triplex real-time polymerase chain reaction assay forthe detection and discrination of Herpes simplex. virus type 1 and 2 J Mol Diagn 2008, 10361-7, ‘Swiss Flerpes Management Forum : Swiss recommendations for the management of genital herpes and herpes simplex views infection in the neonate, Swiss Med Wkly 2004, 134: 205-14 ‘Hotta E and Heddevik G : Herpes Simplex Virus (HSV1 and HSV2),, Texkbook of Virology, John Wiley & Sons Canada, Ltd, 2002: 127-36. White DO, Fenne JJ: Herpes Viruses, in Medical Virology, 4 ec Aledin Press, Sandiago, New York, 323-9, Xu Slember MR, Kolti Bj, McQuilan GM, Lee FK, Nahmias AJ ‘Berman SM, Markowitz LE: Trens in herpes simplex virus type 1 and type? seroplrvalencein the United States, [AMA 2006, 296: 964-73,

You might also like