You are on page 1of 9

SAINTIFIKASI JAMU SEBAGAI UPAYA TEROBOSAN UNTUK

MENDAPATKAN BUKTI ILMIAH TENTANG


MANFAAT DAN KEAMANAN JAMU

Siswanto2

ABSTRACT
Background: Jamu has been a long history as an ancient heritage and indigenous wisdom for maintaining and restoring
health of Indonesian people. However, as traditional medicine, jamu still lacks of scientific evidence in terms of efficacy and
safety. On the other hand, there is a great demand to use jamu in medical services, including the direction of Indonesian
President to raise jamu as a therapeutic modality of health care. Methods: To solve this problem, the Indonesian Ministry
of Health has established the Programme of Jamu Scientification, trying to provide scientific evidence through research
and development, regarding the efficacy and safety of jamu. Jamu Scientification can be seen as a breakthrough effort to
accelerate jamu research in down stream side. Jamu, as part of traditional medicine, use naturopathic approach, focusing on
healing instead of removing disease, as contrasted to allopathic medicine. Coventional medicine uses alloptahic approach,
implementing more radical treatment, i.e. modern drugs and surgeries. Results: Jamu Scientification is trying to synthesize
naturopathic approach and allopathic approach to be integrative medicine. Consequently, the evaluation of clinical outome
for Jamu Scientification is using holistic approach, as the phylosophy of integrative medicine. The clinical outcome is not
only measured by objective parameters (laboratory results and measurement) but also by subjective parameters (self-
responded outcome, quality of life, and wellnes index). By doing Jamu Scientification for obtaining the scientific evidence
of efficacy and safety, it is hoped that we can accelerate the integration of jamu into formal health services.

Key words: Jamu Scientification, breakthrough effort, naturopathic approach, allopathic approach, integrative medicine,
holistic approach

ABSTRAK
Jamu merupakan warisan turun temurun kearifan lokal masyarakat Indonesia untuk memelihara kesehatan dan
menyembuhkan penyakit. Namun demikian, sebagai pengobatan tradisional, jamu masih dianggap kekurangan bukti ilmiah
dalam hal khasiat dan keamanan. Di pihak lain, terdapat tuntutan yang tinggi untuk menggunakan jamu dalam pelayanan
kesehatan, termasuk arahan Presiden Indonesia untuk mengangkat jamu sebagai alternatif terapi pada pelayanan kesehatan.
Solusi terhadap hal ini, Kementerian Kesehatan telah meluncurkan program Saintifikasi Jamu untuk menyediakan bukti
ilmiah terkait khasiat dan keamanan jamu melalui penelitian dan pengembangan. Saintifikasi Jamu dipandang sebagai
upaya terobosan untuk mempercepat penelitian jamu di sisi hilir. Sebagai pengobatan tradisional, jamu menggunakan
pendekatan naturopati, diarahkan pada penyembuhan dari pada menyingkirkan penyakit sebagaimana kedokteran alopati.
Kedokteran konvensional, menggunakan pendekatan alopati, menerapkan terapi radikal seperti obat dan bedah. Saintifikasi
jamu mencoba mensintesis pendekatan naturopati dan alopati menjadi kedokteran integratif. Konsekuensinya, evaluasi
outcome klinik untuk Saintifikasi Jamu menggunakan pendekatan holistik, sebagai filosofi kedokteran integratif. Outcome
klinik tidak hanya diukur dengan parameter objektif (pengukuran fisik dan hasil laboratorium) namun juga parameter subjektif
(outcome penilaian sendiri oleh pasien, kualitas hidup, dan indeks kebugaran). Dengan diperolehnya bukti ilmiah khasiat
dan keamanan jamu, diharapkan dapat dipercepat integrasi jamu dalam pelayanan kesehatan formal.

Kata kunci: Saintikasi Jamu, upaya terobosan, pendekatan naturopati, pendekatan alopati, kedokteran integratif,
pendekatan holistik

Naskah Masuk: 3 Maret 2012, Review 1: 6 Maret 2012, Review 2: 6 Maret 2012, Naskah layak terbit: 15 Maret 2012

2 Ketua Komisi Nasional Saintifikasi Jamu, Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jl. Percetakan Negara 29 Jakarta
Alamat korespondensi: siswantos@yahoo.com

203
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 2 April 2012: 203–211

PENDAHULUAN kedokteran gigi. Pasal 51 huruf a mengamanatkan


bahwa dokter dan dokter gigi dalam menjalankan
Pengobatan tradisional telah berkembang
praktik wajib memberikan pelayanan medis sesuai
secara luas di banyak negara dan semakin populer.
standar profesi dan standar prosedur operasional
Di berbagai negara, obat tradisional bahkan telah
serta kebutuhan medis pasien. Penjabaran lebih
dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan, terutama
rinci mengenai standar pelayanan kedokteran ini
dalam pelayanan kesehatan strata pertama. Negara-
diterjemahkan dalam PerMenkes No. 1438 tahun 2010
negara maju, yang sistem pelayanan kesehatannya
tentang Standar Pelayanan Kedokteran, yang secara
didominasi pengobatan konvensional, dewasa ini
prinsip menganut filosofi evidence-based medicine.
juga menerima keberadaan pengobatan tradisional,
UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan memuat
walaupun mereka menyebutnya dengan pengobatan
pelayanan kesehatan tradisional dalam bab (bagian)
komplementer/alternatif (complementar y and
tersendiri, yakni Bagian Ketiga tentang Pelayanan
alternative medicine), misalnya Amerika Serikat
Kesehatan Tradisional mulai Pasal 59 sampai dengan
dan negara-negara Eropa. Pengobatan tradisional
Pasal 61. Pasal 59 membagi pelayanan kesehatan
juga banyak dipraktikkan di berbagai negara di
tradisional menjadi pelayanan kesehatan tradisional
Asia, misalnya Cina, Korea, India, Jepang, termasuk
berbasis keterampilan dan pelayanan kesehatan
Indonesia. tradisional berbasis ramuan. Pasal 60 mengamanatkan
Indonesia memiliki kekayaan tanaman obat dan bahwa pelayanan kesehatan tradisional harus
ramuan jamu dari berbagai suku yang tersebar di aman dan bermanfaat. Pasal 61 mengamanatkan
berbagai wilayah indonesia, mulai Sabang sampai bahwa masyarakat diberi kesempatan untuk
Merauke. Jamu adalah warisan leluhur bangsa mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan
yang telah dimanfaatkan secara turun temurun pelayanan kesehatan tradisional.
untuk pengobatan dan pemeliharaan kesehatan. Tentunya, yang dimaksud pelayanan kesehatan
Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010, tradisional berbasis ramuan dalam Pasal 59 UU
menunjukkan bahwa 49,53% penduduk Indonesia No. 36 tahun 2009 adalah obat tradisional. Definisi
menggunakan jamu baik untuk menjaga kesehatan obat tradisional ialah bahan atau ramuan bahan
maupun untuk pengobatan karena sakit. Dari yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral,
penduduk yang mengkonsumsi jamu, sebanyak sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan
95,6% menyatakan merasakan manfaat minum jamu. tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan
Hasil Riskesdas tahun 2010 juga menunjukkan bahwa untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat
dari masyarakat yang mengkonsumsi jamu, 55,3% tradisional Indonesia atau obat asli Indonesia lebih
mengkomsumsi jamu dalam bentuk cairan (infusum/ dikenal dengan nama “jamu”. Salah satu arahan
decoct), sementara sisanya (44,7%) mengkonsumsi Presiden RI untuk pengembangan Jamu Indonesia
jamu dalam bentuk serbuk, rajangan, dan pil/kapsul/ pada Gelar Kebangkitan Jamu Indonesia tahun 2008
tablet (Badan Litbang Kesehatanb, 2010). adalah melakukan penelitian dan pengembangan
Meskipun jamu secara sosial budaya telah diterima jamu dan mengintegrasikan pelayananan kesehatan
oleh masyarakat Indonesia sebagai cara pengobatan komplementer alternatif berbasis jamu sebagai sistem
tradisional, namun jamu belum dapat diterima dengan ganda (dual system) di fasilitas pelayanan kesehatan
baik oleh kalangan profesi medis sebagai alternatif (PT Kimia Farma, 2010).
terapi. Hal demikian dapat dipahami karena pada Menjembatani amanah UU No. 36 tahun 2009
umumnya jamu belum mempunyai bukti ilmiah yang dan juga amanah Presiden RI tentang pengembangan
kokoh terkait khasiat dan keamanannya. Di pihak lain jamu Indonesia dengan UU No. 29 tahun 2004
profesi medis (dokter dan dokter gigi) berkewajiban tentang Praktik Kedokteran, maka dibuatlah program
untuk menjalankan keputusan klinis (pilihan terapi) terobosan yang disebut Saintifikasi Jamu, dituangkan
berbasis bukti (evidence-based medicine). Hal ini dalam PerMenkes 003 tahun 2010. Saintifikasi Jamu
sejalan dengan UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian
Kedokteran. Pasal 44 ayat 1 mengamanatkan bahwa berbasis pelayanan. Tujuan Saintifikasi jamu adalah
dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik (1) memberikan landasan bukti ilmiah (evidence
wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran dan base) penggunaan jamu melalui penelitian berbasis

204
Saintifikasi Jamu sebagai Upaya Terobosan untuk Mendapatkan Bukti Ilmiah (Siswanto)

pelayanan, (2) mendorong terbentuknya jejaring dokter No. 1334 tahun 2010 dibentuklah Komisi Nasional
atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai Saintifikasi Jamu (Komnas SJ). Tugas dan wewenang
peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif, kuratif Komnas SJ adalah:
dan rehabilitatif, (3) meningkatkan penyediaan jamu 1. Membina pelaksanaan Saintifikasi Jamu
yang aman dan berkhasiat teruji secara ilmiah, baik 2. Meningkatkan pelaksanaan penegakan etik
untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas penelitian jamu
pelayanan kesehatan. 3. Menyusun pedoman nasional berkaitan dengan
pelaksanaan saintifikasi jamu (metodologi
METODE penelitian jamu)
4. Mengusulkan kepada Kepala Badan Litbangkes
Upaya Terobosan bahan jamu, khususnya segi budi daya, formulasi,
Program Saintifikasi Jamu, di mana menggunakan distribusi dan mutu serta keamanan, yang layak
pendekat an penelitian ber basis pelayanan, digunakan untuk penelitian
merupakan suatu upaya terobosan (breakthrough) 5. Melakukan koordinasi dengan peneliti, lembaga
dalam rangka mempercepat penelitian jamu di sisi penelitian dan universitas serta organisasi profesi
hilir (sisi pelayanan). Sebagaimana kita ketahui, dalam dan luar negeri, pemerintah maupun
penelitian terkait jamu (tanaman obat Indonesia) swasta di bidang produksi jamu
sudah banyak sekali dikerjakan di sisi hulu, yakni 6. Membentuk jejaring dan membantu peneliti
penelitian terkait budidaya dan studi pre-klinik, baik dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan
in-vitro maupun in-vivo (uji hewan), sementara uji lainnya yang melakukan praktik jamu dalam
klinik pada manusia terkait khasiat dan keamanan seluruh aspek penelitiannya
masih sangat terbatas (Badan Litbang Kesehatanc, 7. Membentuk forum antar tenaga kesehatan dalam
2011). Hal ini terbukti dengan kenyataan bahwa baru saintifikasi jamu
terdapat enam fitofarmaka yang sudah mendapat 8. Memberikan pertimbangan atas proses dan
ijin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan hasil penelitian yang aspek etik, hukum dan
(Badan POM) (Anonim, 2011). metodologinya perlu ditinjau secara khusus
Dalam program Saintifikasi Jamu, di samping kepada pihak yang memerlukannya
penelit i annya sendir i, yang k r usial adalah 9. Melakukan pendidikan berkelanjutan meliputi
pengembangan infrastr uk tur jejar ing dok ter pembentukan dewan dosen, penentuan dan
Saintifikasi Jamu (dokter SJ), yang ber fungsi pelaksanaan silabus dan kurikulum serta
sebagai jejaring penelitian berbasis pelayanan sertifikasi kompetensi
(konsep penelitian-pelayanan/lit-yan). Dengan 10. Mengevaluasi secara terpisah ataupun
pengembangan infrastruktur jejaring dokter SJ maka bersamaan hasil penelitian pelayanan termasuk
akan berkembang ujung tombak pelaku uji klinis jamu, perpindahan metode/upaya antara kuratif dan
sehingga penelitian di sisi hilir dapat diakselerasi. non kuratif hasil penelitian pelayanan praktik/
Sebagaimana dimaklumi, bahwa dua hal penting klinik jamu
untuk dapat berjalannya penelitian klinis (termasuk 11. Mengusulkan kelayakan hasil penelitian menjadi
uji klinis) adalah adanya himpunan pasien (subjek) program sinergi, integrasi dan rujukan pelayanan
dan himpunan peneliti. The crucial points of clinical jamu kepada Menteri melalui Kepala Badan
research, there must be available the pooling patients Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
and the pooling of researchers (Goh Pik Pin, 2010). 12. Membina Komisi Daerah Saintifikasi Jamu di
Dengan adanya jejajaring dokter SJ, baik praktik Provinsi atau Kabupaten/Kota
mandiri, praktik di puskesmas, maupun praktik di poli 13. Memberikan rekomendasi perbaikan dan
komplementer dan alternatif rumah sakit, maka akan keberlanjutan program Saintifikasi Jamu kepada
dapat disediakan pasien sebagai subjek penelitian Menteri.
uji klinik jamu dan juga dokter peneliti jamu (alumni
dokter SJ). Melihat tugas dan kewenangan Komnas SJ
Untuk menjalankan program Saintifikasi Jamu tersebut, tampak bahwa pada prinsipnya tugas
tersebut, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Komnas SJ adalah menjadi “dirigen” pada penelitian

205
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 2 April 2012: 203–211

dan pengembangan jamu, khususnya pada sisi hilir, alam (the power of nature). Berasal dari kata “natur”
yakni menyangkut evaluasi manfaat dan keamanan yang berarti alam dan “pathy” (path) yang berarti jalan.
jamu. Untuk itu, Komnas SJ telah berhasil menyusun Kedokteran naturopati berusaha menyembuhkan
“Pedoman Metodologi Saintifikasi Jamu untuk penyakit melalui kekuatan alam (Fundukian, 2005).
Evaluasi Keamanan dan Kemanfaatan Jamu” dan Dengan pendekatan alam, kedokteran naturopati
“Body of Knowledge Sistem Pengobatan Tradisional menggunakan seminimal mungkin inter vensi
Indonesia (PTI)”. yang bersifat obat modern (sintesis) dan tindakan
pembedahan, namun lebih mengedepankan pada
HASIL DAN PEMBAHASAN terapi bahan alam, diet, dan perubahan perilaku.
Pendekatan naturopati ini sering disebut dengan
Pendekatan Kedokteran Integratif pendekatan holistik (holism) (Fundukian, 2005). Harus
Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa di dunia disadari bahwa paradigma pengobatan tradisional
ini telah berkembang dua aliran ilmu pengobatan, (termasuk jamu) berakar pada pendekatan holistik. Hal
yakni kedokteran alopati (allopathic medicine) dan ini tentunya berimplikasi pada metodologi pembuktian
kedokteran naturopati (naturopathic medicine). terkait manfaat dan keamanan jamu. Perbedaan
Kedokteran alopati adalah sinonim dari kedokteran kedokteran alopatik dan kedokteran holistik dapat
konvensional. Kedokteran alopati/konvensional dilihat pada Tabel 1.
menganggap penyakit sebagai benda asing yang Dalam Saintifikasi Jamu, karena pelakunya adalah
harus diserang (diobati) dengan obat atau diambil dokter, maka pendekatan yang kita usulkan untuk
dengan tindakan bedah. Berasal dari kata “allo” yang digunakan adalah kedokteran integratif (integrative
berarti asing dan “pathy” (path) yang berarti jalan. medicine). Pada dasarnya kedokteran integratif
Dengan kata lain, kedokteran alopati mengobati adalah pendekatan mengkombinasikan kedokteran
pasien menggunakan prinsip menyingkirkan penyakit konvensional dengan komplementer alternatif. Definsi
(Fundukian, 2005). Sementara, kedokteran naturopati, kedokteran integratif adalah sintesis yang optimal
sebagai lawan kedokteran alopati, melihat penyakit dari kedokteran konvensional dan alternatif yang
sebagai “proses ketidakseimbangan” antara fisik, dipraktikkan dengan pendekatan pribadi pasien
emosi, mental, spiritual dan lingkungan secara secara utuh (holistic) dilaksanakan dengan prinsip
bersama-sama, sehingga pengobatannya adalah kesucian dan kemanusiaan. Integrative medicine is
dengan penyeimbangan kembali faktor-faktor an optimal synthesis of conventional and alternative
penyebab penyakit dengan menggunakan kekuatan medicine practiced with a whole person approach

Tabel 1. Perbedaan antara kedokteran alopatik dan kedokteran holistik (dimodifikasi dari Lewith, Jonas &
Walach, 2005)
No Kedokteran alopatik Kedokteran holistik
1 Mengobati gejala Melihat pola dan penyebab
2 Bersifat spesialistik dan mengobati bagian tubuh seseorang Mengobati keseluruhan diri pasien
3 Nyeri dan penyakit diinterpretasikan sebagai sesuatu yang Nyeri dan penyakit (“dis-ease”) diinterpretasikan sebagai pertanda yang
negatif membantu dalam mengenali adanya ketidakseimbangan internal
4 Penyakit dimaknai sebagai situasi yang “buruk” Penyakit dimaknai sebagai “proses”
5 Tubuh dilihat sebagai “mesin” yang perlu direparasi bila Tubuh dilihat sebagai sistem dinamis dari kesatuan “body-mind-spirit” dan
bermasalah “medan energi”
6 Intervensi utama adalah bedah, obat, radiasi (the “cut-poison- Intervensi bersifat minimal dengan mengkombinasikan berbagai teknologi
burn” approach) non-invasif seperti diet, suplemen makanan, olah raga, perubahan
perilaku, bahan alam, dan sebagainya.
7 Bertumpu utamanya pada informasi kuantitatif, seperti hasil Bertumpu pada informasi kualitatif, seperti pernyataan dan sikap pasien,
tes laboratorium, hasil pengukuran, grafik, dan sebagainya. perasaan pasien, persepsi pasien, testimoni, dan sebagainya.
8 Pengobat (dokter) mempunyai otoritas penuh dan pasien Pasien (klien) mempunyai tanggung jawab terhadap proses kesembuhan
sangat bergantung pada pengobat dan lebih otonom
9 Pencegahan dilihat sebagai bagian dari proses pemeriksaan Pencegahan adalah proses keterhubungan yang utuh antara tujuan
dan tes laboratorium hidup, pekerjaan, nutrisi, perilaku, dan sebagainya

206
Saintifikasi Jamu sebagai Upaya Terobosan untuk Mendapatkan Bukti Ilmiah (Siswanto)

delivered with reverence and humanism (Wisneski & kedokteran integratif ini, diagnosis dapat dibagi
Anderson, 2009). ke dalam empat kategori (1) diagnosis secara etik
Dengan pendekatan kedokteran integratif, (kedokteran konvensional/ICD 10), (2) diagnosis
diharapkan metodologi program Saintifikasi Jamu, secara emik (apa yang dirasakan pasien), (3) diagnosis
yang menggunakan tenaga dokter konvensional karakter pasien (sanguinis, kholeris, melankolis,
sebagai pelaku di lapangan, dapat dijembatani atau phlegmatis), dan (4) diagnosis kualitas hidup, yang
bahkan diperluas keilmuannya antara paradigma meliputi kebugaran (wellness) dan tingkat keparahan
alopatik dan naturalistik. Hal ini sebagaimana telah penyakit menurut pasien (skor penyakit) (Badan
dikembangkan di beberapa universitas di Amerika Litbang Kesehatana, 2011). Dengan menambahkan
(University of Georgia, University of Arizona) diagnosis secara emik, karakter pasien, dan kualitas
dan juga di National Institute of Health Amerika, hidup pasien, maka pendekatan pengobatan dapat
bahwa kedokteran integratif adalah kedokteran dilakukan secara kausal dan holistik.
yang berorientasi penyembuhan (healing-oriented Melalui pendekatan kedokteran integratif, variabel
medicine), mempertimbangkan wilayah “mind-body- luaran klinik yang diukur tidak hanya mencakup
spirit”, berusaha mengkombinasikan ilmu modern parameter objektif, misalnya hasil laboratorium dan
dengan keagungan cara penyembuhan tradisional/ pengukuran, namun juga memperhatikan parameter
komplementer. subjektif, yakni skor penyakit sesuai penilaian pasien
Dengan pendekatan kedokteran integratif, maka (patient’s self-responded outcome), kualitas hidup
diagnosis utama tetap menggunakan kedokteran pasien, dan indeks kebugaran pasien. Dengan cara
konvensional (misalnya, ICD 10), namun dapat pengukuran luaran klinik yang demikian diharapkan
ditambahkan diagnosis secara naturopati dan uji klinik jamu menjadi lebih sensitif, meskipun tetap
tradisional sebagai tambahan informasi, sehingga memperhatikan prinsip-prinsip metodologi penelitian
terapi holistik dapat dilakukan. Dengan pendekatan yang kokoh.

Ilmu
Biomedis
Pendekatan
Naturopati
Pendekatan
Pengobatan holistik
Asli Kedokteran
Indonesia Integratif
(Jamu) Mind‐Body‐
Spirit
Pendekatan
Konvensional Diagosis: Etik, Emik, Karakter
Pasien, Kualitas Hidup

Luaran klinik: Parameter obyektif,


Skor penyakit menurut pasien,
kualitas hidup, indeks kebugaran

Gambar 1. Alur pikir program Saintifikasi Jamu dengan pendekatan kedokteran integratif.

207
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 2 April 2012: 203–211

Untuk memperjelas alur pikir program Saintifikasi menggunakan paradigma naturalistik, yang mengobati
Jamu, maka alur pikir tersebut dapat dilihat pada pasien sebagai pribadi yang utuh (body-mind-spirit),
Gambar 1. dan berusaha memperbaiki ketidakseimbangan fisik,
Sebagaimana dimaklumi, kerangka pengetahuan mental, spiritual, dan lingkungan secara simultan.
(body of knowledge) pengobatan tradisional Dengan demikian, penelitian dan pengembangan
Indonesia (termasuk jamu) tidak berkembang dan Jamu haruslah berbeda dengan penelitian dan
terdokumentasikan dengan baik, sebagaimana pengembangan obat moder n. Obat moder n
saudaranya seperti Ayurveda dan Traditional Chinese dikembangkan melalui pencarian dan identifikasi
Medicine. Jamu memang sudah terdokumentasikan senyawa kimia baru yang belum pernah digunakan pada
pada relief candi Borobudur yang diperkirakan didirikan manusia. Oleh karena itu, tahapan pengembangan
pada abad ke 9 Masehi (Sutarjadi, Rahman & Indrawati, obat baru selalu dimulai dengan pencarian senyawa
2012). Namun, penggunaannya hanya bersifat turun baru yang berpotensi obat, kemudian dilakukan uji
temurun, dipelajari berdasarkan pengalaman dari satu pre-klinik (uji in-vitro dan uji in-vivo mencari profil
generasi ke generasi berikutnya, tanpa dibukukan farmakokinetik, farmakodinamik, dan toksisitas),
dengan baik atau diajarkan secara formal. barulah kemudian diujikan pada manusia melalui
Untuk itu, Komnas SJ mencoba mengembangkan berbagai tahapan uji klinik, yakni uji klinik fase 1, fase
Body of Knowledge Pengobatan Tradsional Indonesia 2, dan fase 3.
(Jamulogi) sebagai konsep awal pengembangan Uji klinik fase 1 pada dasarnya bertujuan untuk
kedokteran integratif sistem Pengobatan Tradisional melihat profil farmakologis (farmakokinetik dan
Indonesia (termasuk Jamulogi). Pendekatannya farmakodinamik) dan toksisitas pada manusia (human
adalah dengan menggali sistem pengobatan asli pharmacology and toxicity). Uji klinik fase 2 bertujuan
Indonesia, kemudian mensintesisnya dengan untuk melihat efek terapeutik awal dan keamanan
pendekatan naturopati, lalu mengintegrasikannya (therapeutic exploratory). Uji klinik fase 3 bertujuan
dengan kedokteran konvensional. Hasil akhirnya untuk melihat efektivitas dan keamanan (therapeutic
adalah kedokteran integratif yang merupakan sintesis confirmatory) (Lee et al, 2006). Setelah uji klinik fase
dari pendekatan naturopati dan konvensional. Implikasi 3 menunjukkan efektivitas yang baik untuk indikasi
dari pendekatan ini adalah bahwa pada program tertentu dan aman, barulah obat dapat dipasarkan
Saintifikasi Jamu, ilmu penopangnya adalah tetap (dengan persetujuan Badan POM).
ilmu biomedis, namun pendekatan terapi dan evaluasi Bagaimana dengan pembuktian manfaat dan
hasil terapi adalah pendekatan holistik. Dengan model keamanan Jamu? Apakah harus mengikuti semua
pendekatan seperti ini maka diharapkan modalitas tahapan pengembangan obat modern? Jamu adalah
terapi Jamu (Jamulogi) dapat diterima di kalangan obat tradisional yang sudah digunakan secara turun
kedokteran sebagai alternatif modalitas terapi. Karena temurun dari generasi ke generasi, sehingga bila ada
penjelasan mekanisme kerja jamu tetap menggunakan efek samping pasti sudah dikenali oleh masyarakat.
pendekatan biomedis (sains modern), maka harus Dengan kata lain, untuk jamu turun temurun boleh
dicari penjelasan hubungan antara luaran klinis dikatakan aman untuk digunakan. Oleh karena itu,
dengan modalitas terapi ramuan jamu. Oleh karena tahapan uji klinik jamu turun temurun dibedakan dengan
itu, pengetahuan terkait farmakologi tanaman obat formula jamu baru. Saintifikasi Jamu mengusulkan
tetap diperlukan dalam Saintifikasi Jamu. tahapan pembuktian manfaat dan keamanan jamu
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa tujuan baik untuk formula turun temurun maupun formula
program Saintifikasi Jamu adalah menyediakan bukti baru adalah sebagaimana Gambar 2.
ilmiah tentang manfaat dan keamanan jamu, khususnya Guna mendapatkan data dasar tentang jenis
terkait dengan penggunaan jamu untuk komunitas. tanaman, ramuan tradisional, dan kegunaan ramuan
Sudah disadari banyak pihak, bahwa Jamu secara tersebut, tahap pertama penelitian dalam program
turun temurun sudah digunakan untuk memelihara Saintifikasi Jamu adalah dengan melakukan studi
kesehatan dan mengobati penyakit, namun belum etnomedisin dan etnofarmakologi pada kelompok
didukung bukti ilmiah yang terstruktur terkait khasiat etnis masyarakat tertentu. Dari studi etnomedisin dan
dan keamanannya. Juga sudah diuraikan di depan etnofarmakologi ini diharapkan dapat diidentifikasi
bahwa pengobatan tradisional termasuk Jamu, jenis tanaman, bagian tanaman yang digunakan,

208
Saintifikasi Jamu sebagai Upaya Terobosan untuk Mendapatkan Bukti Ilmiah (Siswanto)

Saintifikasi Orientasi produk


Jamu komersial

Produk fitofarmaka
Data dasar x Studi etnomedisin dan
x Uji pre-klinik
(deskriptif) etnofarmakologi
x Uji klinik fase 1
x Uji klinik fase 2
x Uji klinik fase 3
Formula turun-temurun
x Uji klinik fase 2 (desain
pre-post study)
x Uji klinik fase 3 (desain
Evaluasi
randomized trial tanpa
manfaat dan
ketersamaran / blinding) Tahapan dan
keamanan
persyaratan uji pre-
klinik dan uji klinik
sesuai dengan
Formula baru peraturan yang
x Uji pre-klinik (uji toksisitas berlaku (Badan POM)
akut dan uji toksisitas sub-
kronik pada hewan, uji
efek farmakodinamik pada
hewan)
x Uji klinik fase 1 (uji
keamanan dan
tolerabilitas ramuan jamu)
x Uji klinik fase 2 (desain
pre-post study)
x Uji klinik fase 3 (desain
randomized trial tanpa
ketersamaran / blinding)

Gambar 2. Tahapan metodologi Saintifikasi Jamu dan keterkaitannya dengan metodologi.

ramuan tradisional yang dipakai, serta indikasi dari ahli farmakologi herbal untuk dilakukan skrining guna
tiap tanaman maupun ramuan, baik untuk tujuan ditetapkan jenis tanaman dan jenis ramuan yang
pemeliharaan kesehatan maupun pengobatan potensial untuk dilakukan uji manfaat dan keamanan.
penyakit. Data dasar ini menjadi sangat penting Untuk formula yang sudah turun temurun dan terbukti
sebagai “bahan dasar” pembuktian ilmiah lebih aman, maka dapat langsung pada tahap uji klinik
lanjut. fase 2 (WHO-TDR, 2005). Komnas SJ sepakat untuk
Dat a dasar hasil studi etnomedisin dan uji klinik fase 2 dalam rangka melihat efikasi awal
etnofarmakologi ini tentunya perlu dikaji oleh para dan keamanan, cukup menggunakan pre-post test

209
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 2 April 2012: 203–211

design (tanpa pembanding). Apabila pada uji klinik KESIMPULAN


fase 2 membuktikan efikasi awal yang baik, maka
Dari tulisan terkait program Saintifikasi Jamu ini
dapat dilanjutkan uji klinik fase 3, untuk melihat
dapat kita simpulkan hal-hal sebagai berikut:
efektivitas dan keamanannya pada sampel yang lebih
1. Jamu, sebagai obat tradisional asli Indonesia,
besar, pada target populasi yang sebenarnya. Desain
telah digunakan secara turun temurun oleh
uji klinik fase 3 Jamu ini sebaiknya menggunakan
nenek moyang bangsa Indonesia dari generasi
randomized trial meski tanpa ketersamaran (open
ke generasi dan dirasakan manfaatnya baik
label randomized trial). Sebagai pembanding (kontrol)
untuk memelihara kesehatan maupun mengobati
bisa menggunakan obat standar bila Jamu dipakai
penyakit, namun belum mempunyai bukti ilmiah
sebagai terapi alternatif, atau Jamu on-top (sebagai
yang kokoh terkait khasiat dan keamanannya.
terapi tambahan) pada obat standar, bila Jamu
2. Terdapat tuntutan yang semakin kuat agar modalitas
dipakai sebagai terapi komplementer. Hasil akhir uji
jamu dapat digunakan dan diintegrasikan dalam
klinik Saintifikasi Jamu adalah Jamu Saintifik, yang
sistem pelayanan kesehatan formal.
menunjukkan bahwa Jamu uji mempunyai nilai manfaat
3. Saintifikasi Jamu adalah upaya terobosan dalam
dan terbukti aman. Apabila perusahaan farmasi akan
rangka mempercepat penelitian di sisi hilir, yakni
mengembangkan Jamu Saintifik menjadi produk
pengujian terkait manfaat dan keamanan jamu
fitofarmaka, maka perusahaan farmasi berkewajiban
untuk upaya promotif, preventif, kuratif, paliatif,
untuk mengikuti tahapan pengembangan fitofarmaka
dan rehabilitatif, dengan membentuk jejaring
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
dokter yang mampu melaksanakan penelitian
Untuk formula jamu baru (bukan turun-temurun),
berbasis pelayanan.
maka tahapan uji klinik sebagaimana obat modern
4. Saintifikasi Jamu berupaya mengembangkan Body
tetap harus diberlakukan, yakni uji pre-klinik, uji klinik
of Knowledge sistem Pengobatan Tradisional
fase 1, fase 2, dan fase 3. Namun demikian, uji untuk
Indonesia (termasuk jamulogi) ke arah kedokteran
melihat profil farmakokinetik (absorbsi, distribusi,
integratif dengan pendekatan terapi secara
metabolisme, dan ekskresi) tidak perlu dilakukan,
holistik.
baik pada uji pre-klinik maupun uji klinik fase 1. Hal
5. M e t o d o l o g i p e n e l i t i a n S a i n t i f i k a s i J a m u
ini dikarenakan ramuan jamu berisi banyak zat kimia
dalam menguji manfaat dan keamanan jamu
(bisa ratusan) sehingga tidak mungkin untuk melacak
menggunakan pendekatan holistik, sehingga
absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi semua
luaran klinis tidak saja diukur dengan ukuran objektif
komponen zat kimia tersebut dalam tubuh hewan
(hasil laboratorium dan pengukuran) namun juga
coba maupun tubuh manusia (WHO-TDR, 2005).
dengan ukuran subjektif (self-responded outcome,
Dengan demikian, untuk formula baru yang belum
skor penyakit, dan kualitas hidup).
diketahui profil keamanannya, maka harus dilakukan
tahapan uji klinik yang runtut, mulai uji pre-klinik, uji
klinik fase 1, uji klinik fase 2, dan uji klinik fase 3. DAFTAR PUSTAKA
Bila uji klinik fase 3 menunjukkan efektivitas yang Anonim. MIMS Indonesia, Petunjuk Konsultasi. PT Bhuana
memadai dan aman, maka formula tersebut dapat Ilmu Populer. Jakarta, 2011.
digunakan di pelayanan kesehatan formal. Badan Litbang Kesehatana. Body of Knowledge Sistem
Bentuk sediaan yang dapat dipakai sebagai Pengobatan Tradisional Indonesia (PTI). Badan
bahan uji pada program Saintifikasi Jamu adalah jamu Litbang Kesehatan. Jakarta, 2011.
Badan Litbang Kesehatanb. Laporan Hasil Riset Kesehatan
tradisional, ramuan simplisia kering (untuk dijadikan
Dasar tahun 2010. Badan Litbang Kesehatan, Jakarta,
jamu “godhogan”), Obat Herbal Terstandar, ekstrak 2010.
dalam bentuk tanaman tunggal, campuran ekstrak Badan Litbang Kesehatanc. Metodologi Saintifikasi Jamu
tanaman, dan bentuk sediaan lainnya, yang tujuan untuk Evaluasi Keamanan dan Kemanfaatan Jamu.
akhirnya adalah untuk mendapatkan bukti ilmiah Badan Litbang Kesehatan, 2011.
tentang manfaat dan keamanan jamu, baik untuk Fundukian, LJ. The Gale Encyclopedia of Medicine. Gale,
tujuan promotif, preventif, kuratif, paliatif, maupun 2005.
rehabilitatif.

210
Saintifikasi Jamu sebagai Upaya Terobosan untuk Mendapatkan Bukti Ilmiah (Siswanto)

Goh Pik Pin. The Clinical Research Center, Ministry of Sutarjadi H, Rahman A & Indrawati NL. Jamu, Obat Asli
Health Malaysia (Presentation Material). Clinical Indonesia Pusaka Leluhur Warisan Nasional Bangsa.
Research Center, NIH Malaysia, 2010. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 2012.
Lee, C. et al. Clinical Trials of Drugs and Biopharmaceuticals. WHO-TDR. Operational Guidance: Information Needed to
CRC Press. London, 2006. Support Clinical Trials of Herbal Products. Special
Lewith G, Jonas WB. & Walach H. Clinical Research in Programme for Research and Training in Tropical
Complementary Therapies: Principles, Problems Diseases (TDR). Geneva, 2005.
and Solutions. Churchill Livingstone, Eastbourne. Wisneski LA & Anderson L. The Scientific Basis of Integrative
London, 2005. Medicine. CRC Press, New York, 2009.
PT Kimia Farma. Pengembangan Obat Asli Indonesia untuk
Meningkatkan Kesehatan Masyarakat. PT Kimia
Farma, 2010.

211

You might also like