You are on page 1of 15

P8-4C (Page 572 Fogler 4th ed.

The following is an excerpt from The Morning News, Wilmington, Delaware (August 3, 1977):
“Investigators sift through the debris from blast in quest for the cause [that destroyed the new
nitrous oxide plant]. A company spokesman said it appears more likely that the [fatal] blast
caused by another gas–ammonium nitrate–used to produce nitrous oxide. “An 83% (wt)
ammonium nitrate and 17% water solution is fed at 200oF to CSTR operated at a temperature of
about 510oF. Molten ammonium nitrate decomposes directly to produce gaseous nitrous oxide
and steam. It is believed that pressure fluctuations were observed in the system and as a result the
molten ammonium nitrate feed to the reactor may have been shut off approximately 4 min prior
to the explosion.
(a) Can you explain the cause of the blast?
(b) If the feed rate to the reactor just before shut off was 310 lb of solution per hour, what was
the exact temperature in the reactor just prior to shutdown?
(c) How would you start up or shut down and control such a reaction?
(d) What do you learn when you apply the runaway reaction criteria?
Assume that the time the feed to the CSTR stopped, there was 500 lb of ammonium nitrate
in the reactor. The conversion in the reactor is believed to be virtually complete at about 99.99%.
Additional information (approximate but close to the real case):
ΔHoRx = -336 Btu/lb ammonium nitrate at 500oF (constant)
CP = 0.38 Btu/lb ammonium nitrate.oF
CP = 0.47 Btu/lb of steam.oF
M
k V
-rAV = kCAV = V = kM (lb/h)
where M is the mass of ammonium nitrate in the CSTR (lb) and k is given by the relationship
below.
T (oF) 510 560
k (h-1) 0.307 2.912
The enthalpies of water and steam are
Hw (200oF) = 168 Btu/lb
Hg (500oF) = 1202 Btu/lb
(e) Explore this problem and describe what you find. [For example, can you plot a form of R(T)
versus G(T)?]
(f) Discuss what you believe to be the point of the problem.
The idea for this problem originated from an article by Ben Horowitz.

Jawaban
a) Mencari penyebab ledakan

N 2 O( g)+2H 2 O(g)
Persamaan reaksi yang terjadi :

Gambar 8-4.1 CSTR untuk reaksi amonium nitrat menjadi dinitrogen oksida
 Hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan:
Untuk meninjau penyebab ledakan sebenarnya perlu ditinjau kondisi sistem yang bekerja.
Pada reaktor adiabatis terdapat kondisi multiple steady state yang berarti terjadi 2 keadaan
dimana reaktor dapat dioperasikan secara tunak, yaitu :
 lower steady state dimana sistem bekerja secara tunak pada T yang rendah
 upper steady state dimana sistem bekerja secara tunak pada T yang tinggi.

Gambar 8-4.2 Ilustrasi multiple steady state: kurva T vs R(T), G(T)


Gambar 8-4.3 Ilustrasi multiple steady state: titik-titik upper and lower steady state
Untuk menentukan apakah sistem pada permasalahan beroperasi pada sistem yang mana dan
digunakan Hint : persamaan 8-75 (Halaman 543, Edisi 4) :
C P 0 ( i+κ )<S ¿

Dimana dengan persamaan ini kita bisa mengetahui bahwa :


¿
1. Jika C P 0 ( i+κ )<S ⟶ terjadi runaway reaction atau perpindahan dari lower steady
state ke upper steady state.

2. CP0 (1+ κ) >S*, ⟶ tidak terjadi runaway.

Perhitungannya sebagai berikut :

 Menghitung nilai E
− E/ RT 1
k1 Ae
= −E / RT
k2 Ae 2

Dari soal diketahui bahwa:


T1 = 510 0F = 970 0R; k1 = 0,301 h-1
T2 = 1050 0F = 1020 0R; k2 = 2,912 h-1
R = 1,987 BTU/lbmol.0R

Sehingga:
0 , 307 e−E /(R×970)
=
2 ,912 e−E /(R×1020)
− E/( 970R ) − E/(1020 R )
0 , 105=lne −ln e
E E
−2,25=− +
970 R 1020 R
−1020 RE+970 RE
−2,25=
989400 R2
−2226150 , 6 R 2=−50 RE
−2226150 , 6 R=−50 E
−2226150 , 6 R
=E
−50
44523 R=E

 Menghitung nilai A

k(560) = 2,912 h-1

k = Ae-E/RT

2,912 = Ae-44523,15R/(R(560+460))

2, 912
A= −44523 , 15 /1020
=2 ,64×1019
e
 Menentukan nilai CP0

17 % 83 %
C P 0 =∑ Θ i C Pi →( ×Cp steam+ wt×Cp Ammonium Nitrat )
83 % 83 %
C P 0 =(0,2×0 , 47 )+(1×0 ,38 )=0 , 474

 Menghitung nilai τ
Pada T = 510 0F, k = 0,307 h-1 atau 1105,2 s.
τk X
X= →τ =
1+τk k ( 1−X )
0 , 9999
τ=
1105, 2⋅(1−0 , 9999)
τ =9 , 0472 s

 Karena kondisi operasi adalah adiabatis maka UA = 0, sehingga:


UA
κ= =0
CP0 F A0

 Menghitung Tc
κ T a+ T 0
T c=
1+κ
Karena κ = 0, maka Tc = T0 = 200 0F = 660 R.
 Menghitung nilai T*

T∗¿
E
2R [ √
T R
1− 1−4 C
E ] ( Persamaan 8−72 )

T∗¿
44523 R
2R
1− 1−4×
660 R
44523 R [ √ ]
T∗¿ 6700 R
 Menghitung nilai S*

−E/ RT∗¿ 19 −44523/( 670)


¿ Ae oE ¿ 9,0472⋅(2,64×10 )e 44523 ¿ −8
S =τ 2
(−ΔHRx) 2 (Persamaan8−73)¿S = (336) ¿S =4×10 ¿
19 −44523/(670) 2 2
(1+τAe
−E/RT∗¿) RT∗ ¿ (1+9.0472×2,64.10 e ) 670
 Sehingga:
¿
C P 0 ( 1+κ ) <S
0, 474 (1+0)<4×10−8
0, 474>1, 6648

Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa C P 0 ( 1+κ ) >S ¿ sehingga runaway tidak
terjadi pada kondisi awal (T reaktor pada kondisi biasa/normal). Pada hasil tersebut masih pada
kondisi lower steady state.
Sesaat sesudah shut off
k
X 
1 k
X ( 1+τk ) =τk
X + Xτk=τk
X =τk− Xτk
X =k ( τ −Xτ )
X
k=
( τ− Xτ )
0.9999
k=
9.0472−( 0.9999 ×9.0472 )
k =1105.204

Menghitung T umpan

 E 
k  A exp  
 RT2 
−E
T 2=
[ ]
R
k
ln
A

−44523
T 2=
1105, 204
ln
(
2 , 64×10 19 )
T 2 =1180. 60 R

T umpan disini dimaksudkan T reaksi karena umpan telah berhenti mengalir. Sehingga T

umpan disini adalah T umpan yang telah terakumulasi di dalam CSTR.

Dari sini, kita dapat menghitung T* baru dan S* baru:

T∗¿
E
2R [√
1− 1−4
TC R
E ]
T∗¿
44523 , 15 R
2R [ √
1− 1−4
1180. 6 R
44523 R ]
T∗¿1213 .9 0 R
19 −44523/(1213,9)
o E ¿ 9, 0472⋅( 2 , 64×10 ) e
−E/RT∗¿
¿ Ae 44523
S =τ 2
(−ΔHRx) 2 ¿¿S = 19 −44523/ ( 1213, 9 ) 2
(336) 2 ¿
(1+τAe
−E/ RT∗¿) RT∗ ¿ (1+9,0472×2,64.10 e ) 1213,9
¿
S =0,00036
Dimasukkan ke dalam persamaan :

0 , 474 (1+0)<0 , 00036 →0 , 474>0 , 00036


Dari hasil baru yang didapat masih tetap menunjukkan bahwa belum juga terjadi runaway atau
masih dalam keadaan lower steady state.

Setelah CSTR shut down


Saat CSTR telah shut down, sisa amonium nitrat di dalam CSTR masih beroperasi pada
temperatur 510oF, perlu ditinjau juga kemungkinannya terjadi runaway steady state.
TR = 510oF = 970 R
Menghitung nilai Cpo(1+ĸ), karena ketika reactor dimatikan (shut off) tidak ada aliran masuk
(Feed) maka nilai Θ setiap komponen akan menjadi 0 dan nilai Cpo(1+ĸ) akan menjadi:
Cpo=Θ A Cp A + Θ B Cp B
Cpo=0 x 0.38+0 x 0.47
Cpo=0
Menentukan nilai koefisien reaksi pada saat reaktor telah dimatikan dengan cara:
X
k=
τ−τx
Waktu tinggal komponen dalam reaktor adalah 4 menit sebelum reaktor tersebut meledak atau
0.067 jam. Sehingga,
0.9999
k=
0.067−0.067(0.9999)
k =149238.81
Menentukan suhu di dalam reaktor sebelum meledak dengan persamaan Arrhenius.
k = A . e−E / RT
149238.81=2.31 x 1019 . e−44523/ T c2

T c2 =1352.68° R=893.01℉
Menghitung nilai T*2

T∗¿
E
2R[ √
1− 1−4
Tc 2 R
E ]
T∗¿
87818
2(1. 987 ) [ √
1− 1−4
1352. 68 x1 . 987
87818 ]
T∗¿ 1396 .83 R
Sehingga nilai S* menjadi:

S∗¿τA exp¿¿¿¿ ¿
¿
Dilihat dari perhitungan, diketahui bahwa Cpo(1+ĸ) < S* sehingga dapat disimpulkan
bahwa penyebab ledakan berasal dari reaksi yang terjadi ketika reactor telah dimatikan, pada
saat itu terjadi perbedaan temperatur yang sangat tinggi sehingga menggeser reaksi menuju
kondisi melewati keadaan upper steady state.
Hal ini memungkinkan ada faktor dari kandungan air yang terdapat di dalam laju alir
umpan. Namun setelah reaktor telah shut down, tidak ada lagi suplai reaktan termasuk air
(17%). Panas yang terbangkitkan oleh reaksi memungkinkan digunakan untuk menguapkan
air pada umpan tersebut.
Dengan kata lain, untuk menjaga suhu reaktor tetap stabil ini, dalam aliran umpan
diikutsertakan air sebagai komponen penyerap kalor yang dihasilkan reaksi atau lebih jelasnya
air berfungsi sebagai pendingin. Air mempunyai kalor laten yang besar sehingga untuk
merubah fasanya menjadi fasa uap membutuhkan waktu yang lama.
Analisa untuk kasus ini, ketika operator menemukan bahwa ada fluktuasi tekanan, ia
mematikan aliran feed yang berarti komponen air (pendingin) ikut terhenti. Hal ini tentu saja
menyebabkan reaksi yang tadinya kontinyu berubah sistem menjadi batch. Selama ini, reaksi
dalam CSTR tetap berlangsung dan semakin cepat dikarenakan suhu ikut naik (eksotermis)
dan suhu mempercepat laju reaksi. Karena air sudah terhenti, maka semua air pada CSTR
sudah menguap. Dalam hal ini, kalor laten sudah tidak berpengaruh lagi. Yang berpengaruh
adalah kalor sensible yang menyebabkan terus naiknya suhu reaktor.
Diketahui bahwa reaksi menghasilkan produk gas sehingga reaksi semacam ini
(eksotermis) sangat menentukan tekanan yang dihasilkan. Karena tekanan terus naik akibat
naiknya suhu, maka ada suatu titik dimana reaktor tidak kuat menahan tekanan dari fasa gas
produk sehingga akhirnya ledakan pun terjadi dengan selang waktu yang cepat (karena suhu
memengaruhi laju reaksi).
Kesimpulannya, ledakan disebabkan oleh “runaway” keadaan steady-nya dari lower
steady state menuju ke upper steady state empat menit setelah aliran umpan telah berhenti.

b) Jika laju umpan ke dalam reaktor sebelum shut off sebesar 310 lb/hr, berapa suhu
reaktor sebelum shut off?

Digunakan :
M : massa NH4NO3 dalam reaktor
FA0 : lbs/hr NH4NO3 yang diumpankan ke dalam reaktor
Neraca massa : FA0 - FA0 (1-X) = -rAV = kM
k (T )M
X=
F A0
 Menghitung laju alir massa A (Amonium nitrat)
F A 0=%w t A × total feed rate
lbm
F A 0=83 % ×310
hr
lb NH 4 NO 3
F A 0=257,3
hr
EA
Menghitung R
k1 = 0,307
T1 = 510 0F (970 R)
k2 = 2,912
T2 = 560 0F (1020 R)
k 2 −E 1 1
ln ( ) ( )
k1
= −
R T2 T1

E k2 1 1 −1

R
=−ln ( )( )
k1
× −
T2 T1
−1
E 2,912 1 1
R
=−ln (
0,307
× − )(
1020 970 )
E
=−2,25 ×−19788
R
E
=44523
R
 Menghitung A0
k1 0 , 307
A 0= E
= 1
=2 , 64×1019
− −44 . 523
RT 970
e e
 Suhu reaktor sesaat sebelum shut down :
M = 500 lbm
−E A
RT
k = A0 e
F A 0 X=kM
−EA
RT
F A 0 X= A 0 e ∙M
−44523
19 Tr
257,3 ×0,9999=2,64 ×10 e ∙500
−44523
Tr
e =1,95× 10−20
−44523
=−45,38
Tr

T r=9810 R
T r=5210 F
Jadi temperatur di dalam reaktor sesaat sebelum shut down adalah 521 0F.

c) How would you start up or shut down and control such a reaction?
Start up:
Feed diumpankan ke dalam reaktor secara kontinyu. Namun, pada sistem ini, reaksi
berlangsung secara eksotermis sehingga untuk CSTR dengan sistem adiabatis sangat penting
untuk dijaga keamanannya. Feed dialirkan perlahan hingga mencapai keadaan yang stabil
sesuai dengan konversi yang diinginkan dan suhu yang tidak membahayakan sistem.
Kondisi harus dijaga stabil supaya tidak melebihi upper steady state atau bahkan melebihi T
ignition yang dapat menyebabkan ledakan.
Shut off:
Reaksi bersifat eksotermis sehingga air yang bersifat penjaga suhu sangat diperlukan untuk
menjaga suhu operasi reaktor. Dengan menghentikan aliran feed (shut-off), maka air tidak
akan mengalir. Hal ini akan berbahaya bagi reaktor yang suhunya akan semakin naik seperti
penjelasan pada bagian a. Sehingga sebaiknya yang dilakukan adalah menurunkan laju alir
umpan supaya air masih mengalir untuk menyerap kalor dari reaksi yang ada. Selain itu,
dapat memperbanyak aliran air agar kalor yang terserap juga lebih banyak.
Kontrol:
Untuk mengontrol variabel-variabel penting dalam reaksi ini digunakan beberapa alat,
yakni:
 Flowmeter Control (FC) yang berfungsi mengontrol laju alir feed ke dalam reaktor.
 Temperature Control (TC) yang berfungsi mengontrol suhu yang ada di dalam reaktor.
 Pressure Control (PC) yang berfungsi untuk mengontrol tekanan di dalam reaktor.

Ketiga sistem kontrol ini untuk mengendalikan reaksi karena menghasilkan fasa gas yang
dipengaruhi suhu. Dan peningkatan suhu dalam reaktor berhubungan dengan laju alir feed.

d) Apa yang anda pelajari saat menerapkan reaksi runaway?


Yang dipelajari saat menerapkan reaksi runaway :
Pada kebanyakan sistem reaksi, temperatur upper steady state yang tinggi, yang biasanya
tidak diinginkan beroperasi atau mungkin membahayakan sistem, dibutuhkan pada kondisi
ini. Untuk CSTR, kita akan mempertimbangkan runaway akan terjadi ketika kita
memindahkan dari kondisi lower steady state menuju upper stady state.
Dari persamaan bagian a :
¿
1. Jika C P 0 ( i+κ )<S ⟶ upper steady state tercapai, terjadi runaway reaction.
2. CP0 (1+ κ) > S*, ⟶ upper steady state tidak tercapai, runaway reaction tidak terjadi.

Dalam menjalankan runaway reaction maka faktor yang harus diperhatikan :

 Jika suhu umpan berada pada ignition temperatur, sedikit gangguan akan menyebabkan
kenaikan suhu umpan akan meningkatkan suhu reaktor cukup besar. Jadi perlu
diperhatikan sistem kontrol dari temperatur, tekanan dan komposisi umpannya.

 Suhu umpan yang rendah dilakukan sebisa mungkin untuk menghasilkan konversi yang
cukup tinggi. Maka sebaiknya jumlah komponen inert dalam umpan dinaikkan dan
komponen reaktan utama dikurangi. Temperatur umpan harus selalu diawasi dan
dikontrol.

e) Explore this problem and describe what you find. [For example, can you plot a form of
R(T) versus G(T)?]
Untuk kurva ini, kami melakukan analisis stabilitas steady state pada suhu 510oF dan melihat
apakah gangguan dapat membawa ke sebuah suhu yang lebih panas, sebuah upper steady
state.
Untuk mendapatkan grafik yang diinginkan, digunakan :
Persamaan kurva G(T):
G ( T )=(−ΔH 0rx ) ( −r A V /F A 0 )
(Pers. 8.58 hal. 533)

dengan:
M
−r A V =kC A V =k V =kM
V (lb/h)

E 1 1
k =k 1 exp
[ ( )]−
R T1 T

Sehingga G(T) menjadi:


E 1 1
G ( T )=( ΔH 0rx ) k 1 exp
( )
− M /F A 0
R T1 T
0
−ΔH Rx ×kM
G(T )=
Menjadi : F A0 adalah energi yang diproduksi per unit massa A feed.
Sebenarnya bisa dilakukan dalam satuan mol, namun, massa merupakan basis yang mudah
dalam kasus ini.

G(T) selain menggunakan rumus di atas, dapat juga dengan menggunakan rumus seperti di
bawah ini:
0 −E / RT
−ΔH Rx τ Ae
G ( T )= −E /RT
1+ τ Ae
namun, satu parameter belum diketahui yaitu . Nilai  dicari pada saat aliran feed ke reaktor
dihentikan, yaitu pada saat T = 953.85F dan pada konversi sebesar 99.99%.
V X
τ= =
v 0 k ( 1− X )
k pada saat T = 953.85F dihitung dengan menggunakan persamaan Arrhenius:

E 1 1
k =k 1 exp
[ ( )]

R T1 T

diperoleh nilai k = 0.141.


Sedangkan R(T) dicari dengan menggunakan rumus:
R ( T )=H g −H l +C p 0 ( T −T 1 )
0
Dengan memasukkan nilai-nilai: ΔH rx , k1, E, R, T1, T, FA0,  dimana:
0
 ΔH rx = -336 Btu/lb amonium nitrat pada 500oF (konstan)

 R = 1.987 btu/lbmol.R
 T1 = 200 oF
 T = 200 – 1500 oF
 Cp0 = 0.47 Btu/lb
  = 9,0472 s
 Hw (200oF) = 168 Btu/lb
 Hg (500oF) = 1202 Btu/lb
T (oF) 510 560
k (h-1) 0.307 2.912
Dan grafiknya menjadi :

T vs G(T),R(T)
400
350
300
250
G(T), R(T)

R(T)
200
G(T)
150
100
50
0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
T (oF)

Gambar P8-4.4 Kurva T vs G(T), R(T)

Jika keadaan steady state dibawa ke suhu yang lebih tinggi, R(T) > G(T) dan sistem akan
lebih dingin (karena T reaktor = 5100F). Jika G(T) > R (T) maka sistem akan lebih panas.
Analisis ini hanya terbatas untuk gangguan yang kecil, sehingga sistem ini stabil. Dan
keputusan untuk menghentikan aliran umpan (feed) adalah ide yang buruk.

Untuk membuat grafik sesudah shut down, data-data tidak memungkinkan. Karena dengan
bertambahnya suhu maka akan merubah Cp komponen dan ∆H reaksi.

f) Inti dari kejadian ledakan reaktor reaksi Ammonium nitrate yang menghasilkan
Nitrous oxide:
 Reaksi berlangsung secara eksotermis pada reaktor CSTR adiabatis dan tidak isotermal.
NH4NO3 N2O + 2H2O adalah reaksi eksotermis dengan ΔHRx = -59 kJ/mol pada 250
0
C (482 0F). Reaksi orde satu ini memerlukan energi aktivasi sekitar 150-200 kJ/mol
pada keadaan standarnya (273 K, 1013 mbar).
 Feed dihentikan mendadak menyebabkan temperatur dan tekanan pada reaktor semakin
besar. Karena saat reaksi berjalan normal (aliran umpan juga mengalir normal), pada
kondisi steady state-nya panas yang terbangkitkan oleh reaksi (generation heat)
digunakan untuk:
 Menguapkan kandungan air yang terbawa oleh umpan (17%).
 Menaikkan suhu fresh liquid amonium nitrat (panas sensibel).
 Terjadinya heat loss (walaupun sedikit).
 Pada runaway reaction memperhatikan persamaan 8-75 (halaman 543).
Ledakan terjadi karena kesalahan dalam menghentikan aliran umpan (reaktan)

You might also like