You are on page 1of 23
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA PASIEN DENGAN APPENDISITIS OLEH 1 GEDE PATRIA PRASTIKA NIM. PO7120319048 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN PRODI NERS 2020 A. Konsep Dasar Penyakit L Definisi Appendiks adalah ujung seperti jari yang keeil, panjangnya kira-kira 10 em (4 inchi), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif’ dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002), Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, muris trichiura, dan Enterobius vermikularis (Ovedolf, 2006) Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang, 2010) Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntimya apendiks atau pembuluh darahya (Corwi Penyebab / Factor Predisposisi Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik, tetapi ada factor yaita pr a. Obstruksi lumen iposis Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena’ 1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak 2) Adanya fackolit dalam lumen appendiks 3) Adanya benda asing seperti biji-bijian 4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya. b. Infeksi Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E, Coli dan Streptococcus c. Jenis kelamin Laki-laki lebih banyak menglami daripada wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun, Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut. 4. Anatomi apensiks 1) Appendik yang terlalu panjang 2) Massa appendiks yang pendek 3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks 4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009) 3. Pathway Apendicitis Invansi & Hipertermia Febris Multiplikasi Bakteri 7 I Peradangan pada | | Mekanisme Apendicitis dinding apendiks kompensasi tubuh Apendiktomi Secresi mucus berlebih pada lumen apendik + ¥ Luka insisi Apendic teregang = oO Merangsang Spasme dining Tekanan nosiseptor apendik intraluminal lebih dari tekanan vena | Hipoxia jaringan apendic Risiko Perdarahan ¥. Ulcerasi Efek samping anestesi Nausea Jalan masuk kuman 4. Klasifikasi a, Apendisitis akut Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasamnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks. Penyebab obstruksi dapat berupa 1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks. 2) Fekalit 3) Benda asing 4) Tumor. Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. ‘Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis) Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada di fing appendiks dan menimbulkan trombosis, Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum. Apendisitis kronik Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen |. Apendissitis rekurens Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apendiktomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan, Namun, apendisitis tidak pernah kembali ke bentuk asli ya karena terjadi frib is dan jaringan parut, Resiko untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut. Mukokel Apendiks Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang, mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas, Pend sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah, Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewakiu apendiktomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi. Karsinoid Apendiks Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah, tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas. Meskipun diragukan sebagai _keganasan, karsinoid temyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan Manifestasi Klinik a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan - Nyeri tekan local pada titik McBumey bila dilakukan tekanan Nyeri tekan lepas dijumpai a9 ‘Terdapat konstipasi atau diare Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter h, Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis, i, Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan, j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi, Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks. Nama pemeriksaan Tanda dan gejala Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan. Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan’ ekstensi dari panggul kanan, Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah. Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri_ pada hipogastrium atau vagina. Dunphy’ sign Pertambahan nyeri ketika batuk atau mengedan Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi Tembut pada korda spermatic kanan Kocher (Kosher)’s | Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar sign pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah. Sitkovskiy Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan (Rosenstein)’s sign | bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri Aure-Rozanova' Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit iriangle kanan (akan positif Shchetkin-Bloomberg’s sign) Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri Tepas, Palpasi pada kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba 6. Pemeriksaan Penunjang a Laboratorium Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10,000-18,000/mm* (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%, b. Radiologi Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT- scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum, Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%. 1. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan apendisitis yang akan menjalani operasi menurur Mansjoer (2001) a. Pre Operatif 1) Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi 2) Pemasangan kateter untuk control produksi urin 3) Terapi Cairan IV (rehidrasi) 4) Antibiotic dengan spectrum luas dan dosis tinggi diberikan secara IV 5) Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh — pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tereapai ©) Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi. b. Intra Operatif 1) Apabila apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika. 2) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari 3) Tindakan apendiktomi ‘Ada dua teknik operasi apendiktomi yang biasa digunakan, yaitu : a) Operasi terbuka : satu sayatan akan dibuat (sekitar 5 em) di bagian bawah Kanan perut. Sayatan akan lebih besar jika apendisitis sudah mengalami perforasi b) Laparoskopi : sayatan dibuat sekitar dua sampai empat buah, Satu didekat pusar, yang lainnya diseputar perut. Laparoskopi berbentuk seperti benang hhalus denagn kamera yang akan dimasukkan melalui sayatan tersebut Kamera akan merekam bagian dalam perut kemudian ditampakkan pada monitor. Gambaran yang dihasilkan akan membantu jalannya operasi dan peralatan yang diperlukan untuk operasi akan dimasukkan melalui sayatan di tempat lain. Pengangkatan apendiks, pembuluh darah, dan bagian dari apendiks yang mengarah ke usus besar akan diikat. ©. Post Operatif 1) Observasi TTV, 2) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan Jambung dapat dicegah 3) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler 4) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan. 5) Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal 6) Berikan minum mulai 1Sml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 mi/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. 7) Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. 8) Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di Tuar kamar. 9) Hari ke-7 jahitan dapat diangkat. Secara umum, penatalaksanaan pasien appendicitis yang akan menjalani operasi adalah sebagai berikut a, Pre operati’ 1) Persetujuan operasi (informed consent) 2) Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan jenis operasi, fisik, dan kehendak pasien 3) Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal 4) Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology) Kelas T Pasien sehat tanpa kelainan organik, biokimia, atau psikiatri Kelas 1 | Pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang, tanpa limitasi aktivitas sehari-hari. Kelas i | Pasien dengan penyakit sistemik berat, yang membatasi aktivitas normal. Kelas 1V__| Pasien dengan penyakit berat yang mengancam nyawa dengan ‘maupun tanpa operasi. Kelas V | Pasien sekarat yang memiliki harapan hidup Kecil tapi tetap dilakukan operasi sebagai upaya resusitasi Kelas VI | Pasien dengan kematian batang otak yang organ tubuhnya akan diambil untuk tujuan donor E Operasi emergensi, statusnya mengikuti Kelas I— VI diatas. 5) Puasa Pada pasien dewasa umumnya puasa dilakukan 6-8 jam sebelum operasi, anak kecil 4-6 jam, dan pada bayi 3-4 jam, Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam, dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh I jam sebelum induksi anesthesia. 6) Terapi cairan sebagai pengganti puasa Dapat terjadi defisit cairan Karena kurang makan, puasa, muntah, atau penghisapan isi lambung. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml/kgBBjam. 7) Pemberian obat-obatan premedikasi Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan sebagai berikut: a) Meredakan kecemasan dan ketakutan b) Memperlancar induksi anesthesia ©) Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus @) Meminimalkan jumlah obat anestetik ©) Mengurangi mual muntah pasca bedah ) Menciptakan amnesia 2) Mengurangi isi cairan lambung h) Mengurangi reflek yang membahayakan Obat-obat yang dapat digunakan untuk premedikasi No. | Jenis Obat Dosis (Dewasa) 1 | Sedatif: Diazepam 5-10 mg Difenhidramin 1 mgkgBB Promethazin 1 mgkgBB Midazolam 0,1-0,2 mg/kgBB 2 | Analgetik Opiat Petidin 1-2 mg/kgBB Morfin 0,1-0,2 mg/kgBB Fentanil 1-2 ugikeBB Analgetik non opiate Disesuaikan 8) 3 _ | Antikholinergik : Sulfas atropine 0,1 mg/kgBB 4 | Antiemetik Ondansetron 4-8 mg (iv) dewasa Metoklopramid 10 mg (iv) dewasa 3__| Profilaksis aspirasi Cimeti Dosis disesuaikan Ranitidine Antasid Pemberian premedikasi dapat diberikan secara_suntikan intramuskuler (diberikan 30-45 menit sebelum induksi anestesia), suntikan intravena (diberikan 5-10 menit sebelum induksi anestesia). Komposisi dan dosis obat premedikasi yang akan diberikan kepada pasien serta cara pemberiannya disesuaikan dengan masalah yang dijumpai pada pasien. Persiapan di kamar operasi Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah a) Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan b) Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya ©) Alat-alat resusitasi (STATICS) Sietoscope untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope: pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang Pipa trakea, pilih sesuai usia, Usia <5 tahun tanpa balon (cuffed) dan >S tahun dengan balloon (cuffed) Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (nasi-tracheal airway) Pipa ini menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk mengelakkan sumbatan jalan napas. S [Scope T Tubes ‘A | Airways T | Tapes Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut. 1 [Introducer Mandarin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan, C_ | Connector Penyambung antara pipa dan _peralatan anastesia S| Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya. 4d) Obat-obat anestesia yang diperlukan e) Obat-obat resusitasi, misalnya; adrenalin, atropine, aminofilin, natrium bikarbonat dan lain-lainnya £) Tiang infu, plaster dan lain-lainnya ) Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG dipasang, fh) Alatalat pantau yang lain dipasang sesuai dengan indikasi, misalnya; “Pulse Oxymeter” dan “Capnograf”. i) Kartu catatan medic anestesia i) Selimut penghangat khusus untuk bayi dan orang tua. b. Intra Operatif 1) Induksi anestesi Teknik anestesi yang biasa digunakan pada tindakan apendiktomi adalah general anestesi (GA) atau regional anestesi / spinal (RA). Obat yang sering digunakan pada anestesi spinal adalah bupivacaine hiperbarik dan tetrakain, sementara obat yang sering digunakan pada general anestesi adaah propofol, dengan maintenance berupa gas N2O. 2) Induksi endotrakeal Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan, Intubasi trakea bertujuan untuk a) Mempermudah pemberian anestesi b) Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas, ©) Mencegah kemungkinan aspirasi lambung 4) Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial ¢) Pemakaian ventilasi yang lama 1) Mengatasi obstruksi laring akut. 3) Terapi cairan Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi a) Ringan=4 mV/kgBB/jam b) Sedang = 6 ml /kgBB/jam ©) Berat = 8 ml /kgBB/jam Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10% EBV (Estimate Blood Volume), maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10%, maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali darah yang adalah 70 cclkgBB. 4) Monitoring pasien ilang. EBV pada orang dewasa rata-rata Parameter yang biasanya digunakan untuk monitor pasien selama anestesi adalah a) Frekuensi napas, kedalaman, dan karakter b) Heart rate, nadi, dan kualitasnya ©) Warna membran mukosa, dan capillary refill time d) Kedalaman/stadium anestesi (tonus rahang, posisi mata, aktivitas reflek palpebra) e) Kadar aliran oksigen dan obat anestesi inhalasi 4) Pulse oximetry: tekanan darah, saturasi oksigen, suhu. Monitoring tanda vital selama operasi biasanya dilakukan setiap 5 menit ©. Post Operatif’ 1) Monitoring pasien Segera setelah operasi, pasien akan dipindah ke post-anesthesia care unit (PACU), biasa disebut dengan recovery room. Pasien yang dilakukan regional anestesi, lebih mudah mengalami recovery dibandingkan dengan general anestesi, Hal ini dikarenakan pasien dalam posisi sadar, sehingga komplikasi yang terkait airway, breathing, dan circulation lebih minimal, Meskipun demikian, tetap harus dilakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi, dan frekuensi nafas sampai pasien benar-benar stabil. Fungsi neuromuskuler harus, dinilai misalnya mengangkat kepala. Monitoring tambahan berupa penilaian nyeri (skala deskriptif atau numerik), ada atau tidak mual atau muntah, input ddan output cairan termasuk produksi urin, drainase, dan perdarahan, 2) Terapi cairan Pemberian cairan pasea operasi ditentukan berdasarkan defisiteairan selama ‘operasi ditambah kebutuhan sehati-hari pasien 3) Pemindahan ke ruang rawat inap Semua pasien harus dievaluasi sebelum dikeluarkan dari PACU berdasarkan kriteria discharge yang diadopsi. Kriteria yang digunakan adalah Aldrete Score. Kriteria ini akan menentukan apakah pasien akan di-discharge ke Intensive Care Unit (ICU) atau ke ruangan biasa, Obyek Kriteria Nilai “Aktivitas ‘Mampu menggerakkan 4 ekstremitas 2 Mampu menggerakkan 2 ekstremitas 1 Tidak mampu_menggerakkan ekstremitas 0 Respirasi Mampu nafas dalam dan batuk 2 Sesak atau pemafasan terbatas 1 Henti nafas 0 Tekanan Berubah sampai 20 % dari pra bedah 2 darah Berubah 20-50% dari pra bedah 1 Berubah > 50% dari pra bedah 0 Kesadaran | Sadar baik dan orientasi baik 2 Sadar setelah dipanggil 1 ‘Tak ada tanggapan terhadap rangsang 0 Wama kulit | Kemerahan 2 Pucat agak suram 1 Sianosis 0 Nilai Total Idealnya, pasien di-discharge ke ruang rawat inap bila total skor 10 atau minimal 9, tanpa ada nilai 0 pada kriteria penilaian objektif, 8, Komplikasi Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis, Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan, Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Adapun jenis komplikasi diantaranya: a. Abses Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum b. Perforasi Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam, Perforasi dapat diketalui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5°C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphomuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis, ©. Peritononitis Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis, Bila infeksi tersebar Iuas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum, Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria, Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan a. Pengkajian primer 1) Airway: penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada Klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas tambahan seperti snoring, Namun pada kasus apendiksitis biasanya tidak terjadi gangguan pada system pemnafasan, 2) Breathing: kaji frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pemapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada, 3) Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi. 4) Disability : kaji tingkat kesadaran dan GCS. Penurunan tingkat kesadaran ‘merupakan tanda ekstrim pertama pada pasien yang membutuhkan pertolongan di ruang intensive 5) Exposure : pada saat stabil dapat ditanyakan riwayat dan pemeriksaan lainnya Pengkajian sekunder Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik sebagai berikut : 1) Keluhan utama klien : biasanya akan mendapatkan nyeri di sckitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus- ‘menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama, Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntal, panas. 2) Riwayat kesehatan masa lalu ; biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang 3) Diet: biasanya pasien mempunyai kebiasaan makan makanan rendah serat 4) Pemeriksaan Fisik a) Keadaan umum klien biasanya tampak sakit ringan/sedang/berat b) TV : tanda —tanda vital biasanya akan mengalami peningkatan ©) Head to toe : pada pemeriksaan abdomen, kemungkinan adanya distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Pada pemeriksaan rektal toucher, dapat teraba benjolan, dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi. 5) Aktivitas /istirahat : biasanya mengalami malaise 6) Eliminasi : dapat mengalami konstipasi pada awitan awal, diare kadang- kadang 7) Nyeri/kenyamanan : umumnya mengalami nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Me. Bumey, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak. 8) Data psikologis klien nampak gelisah, 2. Dingnosa Keperawatan Pre Operatif : a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis b. Hipertermia bd proses penyakit c. Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan Intra Operatif : a. Risiko infeksi yang dibuktikan oleh efek prosedur invasive b. Risiko perdarahan yang dibuktikan oleh tindakan pembedahan Post Operatif : a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik b. Nausea b.d efek agen farmakologis c. Risiko infeksi yang dibuktikan oleh efek prosedur infasif (SDKI, 2017) 3. Reneana Keperaveatan Dingnosi Keperamatan No ‘Tujuan dan Keiteria Hasil (SLK1) Intervens (SID) T [Nye alt bd agen encoders fisioloss fii 2 | Miperermia ba proses penyakit Seielah dilkukan asihan Keperawatan felama .. .. jam, lbarapan tidak terjadi ayer’ akut dengan kriteria has ingkat Nyeri ‘Tidak mengeluh ayer 2, Tidak meringis 3. Tidak ada sikap protektit 4. Tidak etisan 5. Tonda — tanda vital dalam batas normal (TD : 90 - 130 / 60 ~ 90 smmllg, N : 60 ~ 100 x'menit, RR 16-20 xmenit) Seielah diokikan asuhan Keperawatan selama x... jam, diharapkan tidak teria hipertermia dengan krteria has: ‘Termoregulasi 1 Tidak menggigil 2. Wara klit normal Manajemen Nyeri eniikasi lokasi, Karaktristik, das, frekuensi, kualites intenstas nyect deniikasiskala nyeri enikas fakior yang memperberat dan momperingan nyesi ‘Monitor tnd —tanda vital Beran teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa myer {iis : TENS, hypnosis, akupresure, terapi music, biofeedback, terapipijat,aromaterap, toknik imajinastterbimbing, kompees Fhangat atau dingin, trai bermain) 16. Fasiitasitrahat dan tdor 7. Berikan analgetik, jk pert Manajemen hipertermia Regulasi temperatur emiikasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi, rpapar Tingkungan panasm pengeaan incubator) 2. Monitor komplikas abst hiperteria 3. Monitor suhu tubub, tekanan darah, ftekuensi pernpasan dan 3. Tidak kejang 4. Subu tubuh dalam batas nocal (665°C -375°C) iad 4. Monitor watna dan suv kulit Berikan caran oral 6. Gani finen setigp bari atau lebih seting jk" mengalami hpeshidrosis(keringatberiebit) 7. Anjurkan rsh baring Kolaborasi pember 9. Kolaborasi ember “asiclas Tha) Seta diakukan asaan Keperaweian | Reduksi Ansietas Aekhawatizn selama x... jam, diharapkan tidak | 1. Monitor tanda~ tnda ansictas (verbal & non verbal) smengatami ‘erjadiansietas dengan itera hasil: | 2. Monitor tanda tanda vital Aegagalan “Tingkat Ansietas Borkn trap elaksasi napas dalam 1. Tidak tampak wajsh kebingungan Rhawatir 2 Tidak geisah “Tidak mengalami tremor 4. Tanda — tanda vital dalam baras normal (TD : 90 ~ 130 / 60 ~ 90 smimllg, N= 60) — 100 x'menit, RR 16-20 xmenit) Sclskan prosedur, ermasuk seasasi yang mungkin dalam Kolaborasi pemberan obat aniansetas, ia pert Risiko infest yang sibuktikan oleh prosedur invasive Setelak diberkan asubian keperawetan selama 0. jam, dibarapkan tidak teria infeksi dengan kriteria has TingkatInfeksi ‘Tidak ada demnam ‘Tidak ada kemerahan Tidak ada myer ‘Tidak bengkak ‘Tidak ada cairan berbau bus Kadar sel dara putih normal 5000 — 10000 / uty 7. Tanda — anda vit dalam bat sormal (TD : 90 ~ 130 / 60 ~ 90 smmilg, N = 60 — 100 x'menit, RR. 16 — 20 ximenit, § = 305% ~ ys'o) aR eR Pencegahan Tnfekst ‘Monitor anda dan geslainfeks lea dan sistem 2. Monitor anda tana vital 3. Berikan perawatan kulit pada area edema 4. Cui tangan sebelum dan sesudah Kontak dengan pasien da {ingkunganpasien 5. Pertabankan tknik aseptic pada pasin beso (6. Anjurkan meningkatkan asupan nurs 7. Anjutkan meninghatkan asupan cara 8. Kolaborasi pemberian antibiotik ja per ei TRisikopedarahan yang dibuktikan oleh tindakan ppemibedahan Setelah akan asihan Keperawatan selama x... jam, diharepkan tidak terjadi pordarahan berlebin dengan kritri hail ‘Tingkat Peras Pencegahan Pevdarahar ‘Monitor anda dan gala perdaraan Monitor lai hematocrit | hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan dara 3. Monitor Koagulasidarah (PT, PTT, fibrinogen, degrada Mbrin © Tidak tejadi perdaraban secara beri (© 200 c=) 7. Tekanan darah dalam batas nocmat (00~130/ 60-90 mn) 8, Frokuenst nadi dalam batas nocmal (60~ 100 ximenity ‘davatau plateley 4. Hen perdaraan, jk terjad 5. Kolaborasi pemberian obat pengontol perdarahan, ik perl (6. Kolaborasi pemberian produ dara, jie peru 6 |Nawea bd efek agen farmatologis Setelah dibkukan asuhan Keperawatan sel na oo X oo jam, diharphan sida teria nausea dengan kriteria has inghat Nausea ‘Tidak ada perasaaningin muna “Tidak ada perasaanasam di mulut [Nafsu makan baie Tidak oda mont 1 Manajemen Mual 1, Mentifikasi mual “Monitor asupan nuts dan kalor Kurangi atau hilanakan keadaan penyebab mual ‘erika makanan dalam jumfah Keil tapi sering Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi musl (miss! tehnk relaksas) {6 Kolaborasi pembsr mn antiemetic, ku pert DAFTAR PUSTAKA Doengoes, E Marilyn. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan (Buisi 3), Jakarta: EGC Elizabeth, J, Corwin, 2009. Biku saku Fatofisiologi. Jakarta: EGC Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner danSuddarth (Edisi 8). Nakarta: EGC Suratun. 2010. Asuhan Keperawaran Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal cet. 1. Jakarta’ Trans Info Media Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan, Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Denpasar, April 2020 ‘Nama Pembimbing / Cl Nama Mahasiswa NIP. NIM. ‘Nama Pembimbing / CT NIP.

You might also like