Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah
satu kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi
menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan
pasien. Selama ini kompetensi komunikasi dapat dikatakan terabaikan, baik
dalam pendidikan maupun dalam praktik kedokteran/kedokteran gigi.
Dalam makalah ini yang bertemakan “ Komunikasi Dokter Pasien”, salah
satu tugas penting yang diberikan mahasiswa keperawatan gigi adalah
membuat materi dan menjelaskan materi tersebut. Salah satunya adalah yang
berkaitan dengan komunikasi tenaga medis pasien.
Tidak mudah bagi dokter untuk menggali keterangan dari pasien karena
memang tidak bisa diperoleh begitu saja. Perlu dibangun hubungan saling
percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan
kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing. Dengan
terbangunnya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan
keterangan yang benar dan lengkap sehingga dapat membantu dokter
dalam mendiagnosis penyakit pasien secara baik dan memberi obat yang
tepat bagi pasien.
Komunikasi yang baik mempunyai pengaruh yang bagus terhadap
pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Sebaliknya, tidak lancarnya
komunikasi, diakui ataupun tidak, akan menuai banyak masalah. Upaya
membangun jalinan dokter - pasien tidak sesederhana yang dibayangkan,
bahkan adakalanya sulit manakala menyangkut perbedaan bahasa dan kultur.
Tapi niscaya semua kendala yang mempengaruhi komunikasi dokter-pasien
akan dapat dilalui jika dilandasi niat yang sungguh-sungguh.
1
c. Apa saja hambatan yang muncul dalam komunikasi dokter –
pasien ?
d. Apa strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul dalam
komunikasi dokter – pasien ?
e. Apa saja tindakan yang mendukung komunikasi dokter-pasien ?
1.3 Tujuan
a. Memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Dasar sebagai pengganti
Mid Test.
b. Mengetahui masalah – masalah yang terjadi dalam komunikasi
dokter– pasien.
c. Mampu mengambil langkah tepat dalam bidang kerja nantinya
dalam berkomunikasi
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Hubungan dokter-pasien secara efektif yaitu hubungan yang berlangsung
secara efisien, dengan tujuan pemberian informasi yang diperlukan psdien
dalam membangun kerja sama.Dokter melakukan anamnesis dengan tujuan
agar mendapatkan informasi riwayat penyakit oleh pasien. Selain itu, dokter
harus mempunyai cara, pengetahuan dan ketrampilan dalam berkomunikasi
yang baik.
4
2.3 Hambatan dalam Komunikasi Dokter – Pasien
1.1 Hambatan yang muncul dari dokter
Mengerti apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain (empati) dapat
memperkuat hubungan. Menurut para ahli tentang komunikasi dokter dan
pasien, ada dua hambatan utama untuk mengerti apa yang dipikirkan dan
dirasakan orang lain. Pertama adalah bahwa orang itu tidak pernah berpikir
untuk bertanya. Kedua adalah karena dia tidak tahu bagaimana caranya
bertanya. Kemudian para ahli juga menyebutkan tentang bagaimana kurikulum
kedokteran gigi sangat sedikit memberikan pelajaran tentang komunikasi.
Kurikulum kedokteran gigi berorientasi secara intensif pada tehnik.
Sehingga mahasiswa tidak mendapatkan latihan yang cukup untuk mengerti
hubungan yang kompleks yang memberi karakter pada pertukaran dokter gigi
dengan pasien karena waktu kuliah yang padat dan kurangnya minat fakultas
pada hal ini. Setelah lulus, percakapan dokter gigi dengan pasien pada
umumnya satu arah, dimana sang dokter bicara pada pasien yang ‘mulutnya
penuh’ sehingga tidak mungkin merespon secara positif artinya dokter saja
yang dapat diajak bicara. Karena hal ini, sang dokter umumnya tidak
mempelajari bagaimana pikiran dan perasaan pasien. Akibatnya, dokter gigi
sering bicara pada pasiennya berdasarkan asumsi dan kerangka pikirannya saja.
Akhirnya sang dokter berpikir bahwa pasien selalu akan mengerti, setuju dan
mengikuti apa yang dipikirkan oleh sang dokter. Pendekatan melalui tindakan
mendengar dan berkomunikasi secara empatik dan efektif untuk mengetahui
respon pasien tidak menjadi bagian dari latihan seorang dokter gigi. Karena itu,
sang dokter umumnya menerima jawaban ‘ya’ atau anggukan sebagai
penerimaan pada rekomendasi dan idenya.
1.2 Hambatan yang muncul dari pasien
Komunikasi antara dokter-pasien mempunyai karakteristik yang khas
karena penerima pesan dalam hal ini pasien mempunyai peran sakit. Yang
menyebabkan adanya gangguan emosional seperti depresi, bingung atau takut.
Pada sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan
dokter(superior-inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya
5
menjawab sesuai pertanyaan dokter saja. Jika dalam hal ini dokter tidak pandai
dalam berkomunikasi, pasien tidak mengerti keadaannya karena dokter tidak
menjelaskan, hanya mengambil anamnesis atau sesekali bertanya, singkat dan
mencatat seperlunya, melakukan pemeriksaan, menulis resep, memesankan
untuk kembali, atau memeriksakan ke laboratorium/foto rontgen, dan
sebagainya.
Pasien merasa dokter tidak memberinya kesempatan untuk bicara, padahal
ia yang merasakan adanya perubahan di dalam tubuhnya yang tidak ia mengerti
dan karenanya ia pergi ke dokter. Ia merasa usahanya sia-sia karena sepulang
dari dokter ia tetap tidak tahu apa-apa, hanya mendapat resep saja. Pasien
merasa tidak dipahami dan diperlakukan semata sebagai objek, bukan sebagai
subjek yang memiliki tubuh yang sedang sakit. Sehingga pasien ragu, apakah
ia harus mematuhi anjuran dokter atau tidak.
Buat pasien merasa bahwa dokter peduli terhadap apa yang mereka alami.
Berikan kesan mendalam pada pasien bahwa dokter menghargai mereka
sebagai manusia seutuhnya.
6
Dokter memiliki kemampuan untuk mengerti dan bekerja sama dengan
pasien yang berbeda budaya, nilai dan sejarah hidup.
7
pesannya, bukan kemudian menyimpannya dalam hati dan
menyampaikannya, bahkan mengadukan pada orang lain.
b. Empathy
Diketahui bahwa hampir semua pasien yang harus ditangani atau diobati
oleh dokter memiliki rasa takut yang besar. Yang terutama adalah
ketakutan pada rasa sakit yang ditimbulkan oleh alat-alat yang digunakan.
Rasa takut itu sudah muncul hanya dengan melihat alat-alat yang sudah
siap di meja sebelah kursi, bahkan jika alat itu tidak menimbulkan
kesakitan misalnya cermin. Seorang dokter gigi diharapkan menyadari dan
peduli pada perasaan ini atau empati dan menunjukkan pada pasien bahwa
ia perduli. Kejujuran seorang dokter yang mengatakan “Anda akan
merasakan sakit sebentar…” justru akan menenangkan pasien karena
pasien merasa tidak sendirian dalam merasakan sakit sebab ada orang lain
yang perduli.
c. Supportiveness
Ketika seorang pasien nampak ragu untuk memutuskan sebuah pilihan
tindakan, dokter diharapkan memberikan dukungan agar keraguan itu
berkurang atau bahkan hilang. Sehingga si pasien menjadi percaya diri dan
berani saat memilih keputusan itu. Walaupun akibat keputusan itu akan
menimbulkan ‘derita’, dengan dukungan dokter, derita akan dianggap
konsekuensi oleh pasien, bukan resiko yang diakibatkan posisi sebagai
‘korban’. Akan lebih baik jika dokter mencontohkan walaupun hanya
sebuah karangan bahwa dia juga akan mengambil keputusan yang sama
dengan pasien jika dia memiliki masalah seperti itu.
d. Equality
Yang dimaksud dengan kesamaan atau kesetaraan adalah bahwa diantara
dokter gigi dan pasien tidak boleh ada ‘kedudukan’ yang sangat berbeda
seperti misalnya dokter yang menguasai semua keadaan dan pasien yang
tidak berdaya. Walaupun dalam relasi ini dokter diakui lebih mengerti dan
lebih ahli, dokter tidak boleh lalu memperlakukan pasiennya hanya
sebagai objek yang ‘bodoh’ dan tidak boleh berpendapat atau bahkan
8
bertanya. Lebih lagi pasien tidak boleh diperlakukan sebagai benda mati
yang tidak pernah ditanyai kabar atau kesiapannya menjalani pemeriksaan,
penanganan atau pengobatan. Jika memungkinkan, pasien sebaiknya
merasa bahwa dokter giginya adalah teman, bukan orang asing yang tidak
boleh ditanyai apapun.
e. Openess
Jadi pertanyaannya “bagaimana cara anda untuk mengembangkan
hubungan dokter-pasien?, kata kuncinya adalah kepercayaan. Kepercayaan
adalah apa yang membuat hubungan baik antara dokter-pasien. Cara
terbaik untuk mempertahankan kepercayaan antara pasien dan dokter
adalah dengan komunikasi yang baik. Dengan menciptakan suasana yang
santai misal adanya musik instrumental lembut sebagai latar belakang di
ruang praktek, keakraban dapat dibangun dan diharapkan pasien bersedia
menyampaikan apa yang dikhawatirkannya, tindakan apa yang sebenarnya
diinginkan dilakukan oleh dokternya. Sebaliknya adalah bahwa dokter
diharapkan juga lebih bersedia bercerita tentang apa yang sedang
dilakukannya saat demi saat. Jika perlu, dokter dapat mengatakan
kesulitan yang dihadapinya saat menangani masalah pasien, masalah yang
akan dihadapi pasien, dan sebagainya. Dengan keterbukaan komunikasi ini
maka akan terbangun kepercayaan atau trust dari pasien pada dokternya.
Para pengamat mengatakan salah satu elemen yang akan membawa
hubungan ini adalah komunikasi yang baik. Dengan menempatkan
penanganan pasien lebih dulu, dokter gigi akan memeriksa si pasien,
mendiskusikan semua opsi yang berhubungan dengan perawatan,
membuat rekomendasi perawatan dan menjelaskan hasil yang
berhubungan dengan penanganan yang potensial. Di lain pihak, si pasien
mungkin ingin mengetahui tentang penanganan padanya dan akibat
perawatan jangka panjang atau jangka pendek, berapa biaya yang harus
dikeluarkan, apa yang akan atau tidak akan tercantum dalam perawatan
gigi dan setiap tanggung jawab pembayaran yang harus ditanggung pasien.
9
2.6 Tindakan yang Mendukung Komunikasi Dokter – Pasien
Kebiasaan umum yang sudah berjalan lama sekali memang sulit diubah.
Hubungan dokter dengan pasien seolah memang ‘ditakdirkan’ seperti itu.
Garis antara dokter sebagai penentu, pengambil keputusan, dan pasien
sebagai ‘objek penderita’ digambar dengan sangat tebal, hampir
menyerupai dinding yang tidak bisa dirobohkan. Nyaris tidak pernah
terjadi komunikasi yang sesungguhnya. Yang ada hanyalah kalimat
pendek, atau bahkan hanya kata yang dianggap perlu saja. Masing-masing
memperlakukan lawannya sebagai mahluk asing
Namun seperti sudah disampaikan pada awal tulisan, buruknya kualitas
komunikasi antara dokter dan pasien tidak bisa lagi dibiarkan atau tidak
diperdulikan oleh dokter gigi yang diharapkan dapat mengambil inisiatif
sebagai pihak yang ‘berkompeten’ dalam hubungan dokter dengan pasien.
Ini berarti bahwa dokter yang harus belajar lebih dahulu untuk mampu
berkomunikasi secara efektif, sesibuk apapun sang dokter dalam
menjalankan profesinya.
Hal-hal yang harus dijalankan oleh dokter agar tercapai komunikasi yang
baik antara dokter-pasien sebagai berikut :
a. Suasana
Hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan mulai memperhatikan
suasana ruang praktek. Selama ini ruang praktek dokter gigi (menurut
pengalaman) sangat bernuansa ‘gigi’ dengan gambar model gigi dalam
berbagai bentuk, dan biasanya model gigi yang buruk. Dalam ruang praktek
tidak ada benda lain yang kecuali peralatan yang siap digunakan untuk
‘menangani’ pasien. Dan biasanya sepi, tanpa musik. Suasana ini selalu
menumbuhkan suasana menegangkan untuk pasien, bukan hanya pada anak
kecil.
Gantilah suasana ini dengan mulai menambahkan dekorasi lain, seperti
misalnya lukisan berwarna cerah. Sementara gambar gigi bisa ditempatkan
di tempat lain dan hanya digunakan jika memang perlu diperlihatkan
sebagai contoh pada pasien. Kemudian hadirkanlah musik lembut hanya
10
sebagai latar belakang. Instrumental akan lebih baik sehingga tidak
mengganggu perbincangan antara dokter dan pasiennya.
b. Sambutan
Walaupun sekedar basa basi, sapalah pasien layaknya seorang tamu yang
berkunjung ke rumah tetapi tidak perlu disuguhi minum atau makanan.
Karena nanti akan merepotkan kerja dokter). Tanyailah pasien sedikit
tentang hal lain sebelum mulai pada pembicaraan inti. Topiknya bisa
apapun, karena memang peran komunikasi pembukaan ini lebih untuk
mencairkan suasana kaku. Tunjukkan kepedulian pada ‘diri’ pasien, bukan
hanya pada ‘gigi’nya. Cobalah untuk merasakan kekhawatiran yang ada
dalam diri pasien saat pertama bertemu.
c. Berbicaralah
Hal paling menegangkan, yang pada pasien dewasa biasanya mampu
disembunyikan, adalah saat duduk di kursi periksa, dengan ‘benda-benda
tajam’ di dekatnya. Dan pada saat itu biasanya dokter tidak langsung
mendekati tapi membiarkannya dulu karena ia harus menyiapkan hal lain.
Ketegangan meningkat karena pasien tidak pernah mengetahui apa yang
sedang dilakukan dokternya dan apa yang akan terjadi selanjutnya yang
sepertinya lebih menegangkan dibandingkan menonton film horor, karena
ini kejadian sungguhan.
Pada saat seperti inilah komunikasi sudah harus dimulai dengan dokter
sebagai inisiator. Katakan pada pasien apa yang sedang dilakukan dokter
dan apa yang akan terjadi selanjutnya. Sesederhana apapun penjelasannya
walaupun misalnya sekedar mengatakan, “Kotoran yang menyelip di gigi
seperti ini memang sulit dibersikan dengan sikat gigi. Saya harus
membersihkannya supaya tidak menghalangi perawatan.” Ini penting karena
pasien tidak pernah mengerti, walaupun sudah sikat gigi. Dokter selalu juga
mencungkili sesuatu di gigi depan, padahal yang bermasalah adalah gigi
geraham.
d. Bahasa
11
Bahasa yang digunakan oleh dokter tentu saja bahasa umum yang dikenal
pasien. Bukan bahasa medis yang semakin membuat pasien merasa bodoh
dan tidak berdaya serta bertambah ketakutan. Akan sangat baik sekali jika
dokter juga belajar bercanda. Dengan mengumpulkan cerita lucu, dan bukan
‘mengorbankan’ pasien untuk ditertawai. Atau jika pasien kebetulan
menawarkan sebuah candaan, tanggapilah dengan seimbang. Jika belum,
mungkin juga sang dokter perlu bercermin dan melihat apakah memiliki
wajah ramah (garis bibir tengah lebih rendah atau sama dengan garis bibir
pinggir). Kalau belum berlatihlah, akan lebih baik jika dokter
berpenampilan modis dan tidak kaku misalnya model kacamata yang sedang
model.
e. Terus terang
Jika dokter menemukan bahwa ada masalah besar pada gigi pasien dan
perlu perawatan khusus berbiaya tinggi, katakan langsung pada pasien
dengan menggunakan kalimat yang tidak menimbulkan ketakutan karena
pasien memang mudah merasa takut. Sertakan alternatif jika langkah
pertama sulit dan biaya tidak terjangkau. Jika memungkinkan, bantulah
pasien menemukan jalan keluarnya, misalnya dengan membuatkan surat
keterangan atau rekomendasi yang bisa digunakan pasien.
Dengan cara-cara berkomunikasi seperti itu, kepercayaan bahwa dokter
memperhatikan keadaan pasien akan memberikan ketenangan pada pasien.
Pasien seperti ini kemudian akan menjadi promotor karena ia akan
menceritakan pada orang lain dan merekomendasikan orang lain seperti
saudara atau temannya untuk hanya dirawat oleh sang dokter yang baik hati
ini.
12
Daftar Pustaka
Badudu, JS, 2003, Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia,
Penerbit Buku Kompas, Jakarta
Konsil Kedokteran Indonesia. 2005. Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien.
Jakarta: KKI.
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
Tim Redaksi KBBI. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Djauzi, S and Supartondo. 2004. “Komunikasi dan Empati Dalam Hubungan Dokter-
Pasien” Jakarta: Balai Penerbit FK-UI
13