Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Istilah diplopia berasal dari bahasa Latin: diplous yang berarti ganda, dan
ops yang berarti mata. Diplopia (penglihatan ganda) adalah keluhan subjektif
yang umum atau yang sering didapatkan selama pemeriksaan pada mata.
Selain itu, diplopia sering menjadi manifestasi pertama dari banyak kelainan,
khususnya proses muskuler atau neurologis, atau kelainan pada organ lainnya.
Oleh karena etiologinya sangat bervariasi mulai dari akibat astigmatisme yang
tidak terkoreksi sampai kelainan intrakranial yang mengancam jiwa, para klinisi
intermiten; variabel atau tidak berubah; terjadi pada saat objek jaraknya dekat
atau jauh; terjadi saat melihat dengan satu mata (monokuler) atau dua mata
Bila anamnesis dan pemeriksaan sudah lengkap dan menyeluruh akan sangat
diplopia yang sifatnya mengancam jiwa. Selain itu, diagnosis yang tepat juga
komplikasi.1,3,4
1
BAB II
Diplopia
2.1 Definisi
Istilah diplopia berasal dari bahasa Latin: diplous yang berarti ganda, dan
ops yang berarti mata. Diplopia atau penglihatan ganda adalah keluhan berupa
Pada dasarnya, kita “melihat” dengan otak. Mata hanyalah sebuah organ
mengartikan rangsangan yang diterima oleh retina. Saraf optikus dan jalur
pengaturan yang lebih tinggi. Sistem motorik membantu proses ini dengan
mengarahkan kedua mata pada objek sehingga gambaran yang sama dibentuk
penglihatan binokuler. Hubungan antara sistem sensoris dan motoris ini tidak
mempunyai titik fiksasi yang sama, yang akan berada di fovea sentralis
2
kedua mata. Bayangan kedua objek yang selalu sampai ke area identik
berlaku untuk jarak fiksasi berapapun. Oleh karena itu, gambar di kedua
pensil vertikal pada sebuah garis sesuai dengan axis visual subjek,
dengan pensil kedua jaraknya kira-kira 2 kali jauhnya dari pada subjek
pertama. Ketika subjek fokus pada 1 pensil, pensil yang lain akan
tampak ganda. 5
2. Fusi: hanya saat kedua retina membuat impresi visual yang sama, yakni
diplopia. 5
sama. Objek yang berada di depan atau di belakang lingkaran ini tidak
3
atau disparate. Hasilnya, objek-objek ini akan dianggap sebagai 2 benda
kedalaman. 5
Gambar 1a. Horopter Geometrik. Berkas sinar dari titik fiksasi mencapai fovea
sentralis pada kedua mata pada penglihatan simultan normal. Karena itu, objek
A dan B pada horopter geometrik diproyeksikan pada titik korespondensi di
retina. 1b. Horopter Fisiologis. Pada jangkauan sempit di depan dan di
belakang horopter (area Panum) 2 gambaran retinal masih bisa berfusi. Titik A
dan B yang berada di luar area Panum, diproyeksikan ke titik nonkoresponden
di retina.5
4
2.3 Pembagian Diplopia
1. Diplopia Monokuler
mata yang sakit saat mata yang lain ditutup. Diplopia monokuler
pembiasan sinar pada mata, maka berkas sinar tidak homogen sampai
teratur. Hal ini juga terjadi pada pemakaian lensa kontak lama atau
katarak dini. Hal ini juga akibat berkas sinar tidak difokuskan dalam satu
diplopia. 6
2. Diplopia Binokuler
5
Diplopia binokuler adalah penglihatan ganda terjadi bila melihat
dengan kedua mata dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Pada
parese atau paralisis otot penggerak mata ekstraokuler. Saraf kranial III
okuler (misal defek kornea, iris, lensa, atau retina). Kunci paling penting untuk
korespondensi visual objek pada retina kedua mata. Dengan kata lain, sebuah
objek yang sedang dilihat tidak jatuh pada fovea kedua retina, maka objek akan
tampak pada dua tempat spasial berbeda dan diplopia pun terjadi. 1,7
6
Pada hampir semua keadaan, diplopia monokuler disebabkan oleh aberasi
lokal pada kornea, iris, lensa, atau yang jarang yaitu retina. Diplopia monokuler
Mekanisme diplopia yang ketiga dan jarang terjadi adalah disfungsi korteks
2.5 Anamnesis
berguna dalam menangani pasien dengan diplopia. Setiap upaya dibuat untuk
kelainan di mata.1,7
7
binokuler, pasien disuruh melihat sebuah objek yang ada di ruang
ganda menetap jika mata kanan ditutup atau menetap jika mata kiri yang
2. Apakah deviasi sama pada semua arah gaze (pandangan) atau oleh
3. Apakah objek kedua terlihat horizontal (bersisian) atau vertikal (atas dan
8
2.6 Diplopia Monokuler
1. Penyebab Oftalmik
kelainan refraksi yang tidak terkoreksi dan defek kornea yang lain (Tabel
lebih ringan dan kurang jelas. Defek retina yang melibatkan makula
2. Penyebab Neurologis
saat penutupan mata kanan ataupun kiri. Polipia serebral (melihat 3 atau
9
lebih gambaran) dan diplopia serebral adalah penyakit kortikal yang
multipel yang segera hilang bila menoleh dari objek atau setelah objek
homonimus (defisit pada sisi yang sama untuk kedua mata) sering
dihubungkan dengan ilusi visual kortikal ini. Meskipun pasien tidak selalu
3. Penyebab nonpatologis
10
2.7 Diplopia Binokuler
Dari mata hingga ke otak, terdapat 7 mekanisme berikut dan lokasi yang
binokuler:
oftalmopati terkait-tiroid.
pembedahan mata.
distrofi muskuler.
5. Disfungsi saraf kranial III, IV, atau VI: iskemia, hemoragik, tumor atau
mutipel.
saraf kranial III, IV atau VI: stroke, hemoragik, tumor atau massa,
penyakit neurodegeneratif.
pada arah gaze tertentu, atau memburuk saat melihat jauh atau dekat. Diplopia
11
dengan kontrol dan pergerakan otot rektus medial, rektus lateral, atau
otot rektus inferior, rektus superior, oblik inferior, oblik superior, atau kombinasi
itu impaired. Gejala neurologis lain juga harus dinilai: kelemahan otot proksimal,
proses orbital.
12
Gambar 3. Kerja otot ekstraokuler dan saraf kranial dari sisi pemeriksa. Tanda
panah yang tebal adalah kerja primer otot, dan tanda panah tipis adalah kerja
sekunder otot. Otot rectus superior dan obliks superior intorsi (berputar ke
dalam), dan otot rectus inferior dan obliks inferior ekstorsi (berputar ke luar)
yang ditandai dengan tanda panah melengkung.7
Singkatnya, jika diplopia binokuler horizontal lebih buruk pada arah gaze kiri,
maka bisa saja karena mata kiri tidak dapat abduksi (palsi saraf VI) atau karena
oleh pemeriksa. Sebagai contoh, tanda seperti retraksi kelopak mata dan
13
kurang nyata pada stadium awal penyakit. Foto lama atau foto SIM
juga harus ditanyai tentang operasi mata, trauma dan nyeri mata
sebelumnya. 7
dicari. 7
dijumpai pada pagi hari dan memburuk secara progresif sepanjang siang
hari atau memburuk saat membaca merupakan gejala yang umum pada
14
kelainan neuromuscular junction terbanyak, ditandai dengan ptosis dan
pemahaman yang baik mengenai jalur saraf kranial III, IV, dan VI dari
berat dan palsi saraf III terisolasi dengan midriasis, dan pupil yang
Saat palsi saraf kranial terjadi dalam isolasi, pasien harus ditanya
mikrovaskuler dari saraf kranial III, IV, dan VI dapat terjadi. Vaskulitis
gejala klaudikasio rahang, sakit kepala, tender kulit kepala, dan artralgia
harus ditanyakan pada pasien usia tua dengan diplopia karena palsi
saraf kranial. 7
15
Palsi saraf kranial III biasa dengan gejala diplopia vertikal dan horizontal
yang akan membaik bila mata yang terkena diabduksi karena otot rektus
biasa dengan diplopia vertikal yang memburuk atau hanya muncul saat
melihat dekat dan gaze ke bawah dalam arah yang berlawanan dari
mata yang terkena. Karena otot oblik superior mengintorsi mata, pasien
pada pandangan ke lateral ke sisi mata yang terkena) atau saat melihat
Lesi pada batang otak pada jalur supranuklear, nuklei saraf kranial, atau
6. Jalur supranuklear
16
Jalur supranuklear membuat koneksi ke dan antara nuclei saraf kranial
dan berasal dari korteks, batang otak, serebelum, dan struktur vestibuler
parese yang setara pada arah gaze yang sama karena lesi supranuklear,
atau korteks frontal dan palsi gaze vertical konjugata berlokasi ke otak
pada mata di sisi yang sama dengan lesi dengan nistagmus simultan
mata yang abduksi selama gaze lateral, dan sering dikaitkan dengan
atau sistem vestibuler perifer. Tidak seperti palsi gaze konjugat, palsi
Seperti pada luka saraf kranial dan nukleinya, lesi jalur supranuklear
sering disertai gejala dan tanda neurologis lain. Banyak struktur dan
17
rasa, impairment kognitif, ketidakseimbangan, inkoordinasi, disfagia,
okuler perlu dalam evaluasi diplopia. Tajam penglihatan yang paling baik
terhadap cahaya, dan fundus posterior harus diperiksa pada setiap pasien.
Sebagai tambahan, jika respons cahaya pupil abnormal untuk salah satu mata,
maka respons pupil saat melihat target yang dekat harus dicatat (bagian dari
target jarak jauh dan dekat pada semua arah gaze, dan evaluasi duksi, versi,
saccade, dan pursuit harus dilakukan. Alat yang sangat berguna untuk
melihat melalui lubang kecil. Pinhole dapat mengeliminasi kelainan refraktif dan
refraktif. 7
dilakukan untuk refraksi dan pemeriksaan kornea, iris, lensa, media okuler, dan
retina untuk setiap pasien yang mengeluh diplopia monokuler. Jika pinhole
18
mengoreksi diplopia, maka penyebabnya mungkin melibatkan kornea atau
lensa. Kelainan macula retina tidak akan membaik dengan pinhole. Amsler
dilakukan. 7
salah satu mata atau perbedaan lebih dari 2 mm antara tiap mata
pemeriksa dapat melihat mata dari satu sisi atau dari atas untuk
mengevaluasi asimetri. 7
Fungsi palpebra dan posisinya juga harus diperiksa. Posisi palpebra atas
harus sedikit berada di bawah puncak iris. Jika kelopak atas berada di
19
atas iris dan sklera tampak, didiagnosis sebagai retraksi palpebra, dan
disebut lid lag. Kedua tanda ini sangat umum pada pasien dengan
menyebabkan retraksi palpebra tapi tidak lid lag. Ptosis timbul bila jarak
antara reflex cahaya kornea di tengah pupil (terlihat saat pasien fiksasi
pada cahaya yang diarahkan padanya) dan palpebra atas kurang dari 4
palpebra, yang dikontrol oleh saraf kranial III, atau dari disfungsi otot
Muller, yang dikontrol oleh inervasi simpatis. Ptosis dari kelemahan otot
proses akut vs kronik yang melibatkan bola mata, orbita, dan kelopak. 7
atau jari pemeriksa yang berada pada jarak 12 sampai 14 inci dari mata
20
mata kearah di mana ada keterbatasan. Jika tidak ada tahanan maka
saraf III atau IV parsial. Maddox rod- sebuah lensa merah dengan ridge-
atau sebuah lensa merah tanpa ridge dapat dipakai untuk menentukan
depan mata kanan, sedangkan pasien melihat cahaya putih pinpoint dari
oleh pemeriksa. Lokasi dari bar merah dilihat oleh pasien menggunakan
Maddox rod, atau cahaya merah dilihat oleh pasien menggunakan lensa
Tes duksi dan versi berulang otot ekstraokuler tanpa istirahat atau
21
oftalmoplegia. Kelemahan pada otot levator palpebra menyebabkan
pada sebuah target pada gaze primer (lurus ke depan). Jika saat kembali
ke gaze primer palpebra yang ptosis terangkat dan jatuh dengan cepat,
Misalignment okuler paling nyata pada arah gaze dari otot yang
mengalami kelemahan.
Saraf kranial III menginervasi otot rectus superior, inferior, dan medial;
otot obliks inferior; otot sfingter pupil; dan levator palpebra superior. Lesi
adduksi; midriasis dan paralisis pupil total atau parsial; dan ptosis total
atau parsial dari mata yang terkena. Ketika mata yang normal fiksasi
pada target yang jauh pada gaze primer, mata yang sakit biasanya akan
ke bawah dan keluar karena kerja otot rektus obliks superior dan rectus
22
lateral yang diinervasi saraf IV dan VI yang tidak dapat dilawan. Paralisis
karena iskemia saraf III. Pada kasus palsi saraf III, Maddox rod atau tes
dan hiperdeviasi mata yang sehat pada gaze ke atas dikenal sebagai
intorsi mata. Saat mata yang normal fiksasi pada target yang jauh pada
pada gaze ke bawah sulit diamati secara langsung, palsi saraf IV kurang
bagi pemeriksa, pasien dapat disuruh melihat garis lurus pada kertas
yang ditempatkan dekat dan di bawah mata ke kanan dan ke kiri. Jika
Gambar yang salah harus berada di bawah garis dan miring pada kasus-
kasus palsi saraf IV yang membuat tanda panah yang menunjuk ke sisi
yang palsi. Oleh karena fungsi intorsi otot obliks superior, pemisahan
gambar ganda meningkat saat kepala dimiringkan ke arah sisi yang palsi
23
Saraf kranial VI menginervasi otot rectus lateral yang mengabduksi mata.
Saat mata yang normal difiksasi pada target yang jauh pada gaze primer,
Supaya dapat mengetahui fungsi batang otak, saraf III, IV, dan VI –juga
saraf kranial lain- harus dites. Tes kekuatan dan sensasi fasial, sensasi
kasus dengan lesi supranuklear, nuklei yang mengontrol saraf III, IV dan
VI masih intak dan fasikulus masih berfungsi normal. Oleh karena itu,
pada objek yang jaraknya 14-16 inci, seperti jempol pasien atau hidung
kanan dan kiri dan atas dan bawah. Gerakan kepala ini mengatasi
supranuklear. 7,8
7. Lain-lain
skotoma yang terjadi selama aura migraine klasik mungkin dapat dikira
24
sebagai diplopia. Karena axis visual hanya dapat bertempat di satu
lokasi pada ruang 3D, objek yang yang berada di depan atau belakang
tampak ganda. Hal ini dapat didemonstrasikan dengan fokus pada satu
jari sejauh lengan. Objek yang berada di belakang jari tampak kabur dan
belakang jari menyebabkan objek jadi tunggal, sedang jari tampak kabur
dan ganda. Jika seseorang tiba-tiba sadar akan diplopia ini menunjukkan
2.11 Penatalaksanaan
Pada kasus diplopia monokuler dilakukan koreksi refraksi. Untuk kelainan orbita
pemeriksaan CT scan dan MRI adalah suatu indikasi. Pada kasus-kasus kronik,
diplopia binokuler, MRI adalah suatu indikasi kecuali jika etiologi sudah jelas.
dapat mengurangi gejala diplopia bila etiologinya telah ditemukan dan keadaan
1. Klinis
yang mengganggu. 1
25
- Prisma Fresnel: prisma ini dapat melekat ke kacamata. Meski prisma
ini hanya cocok untuk deviasi stabil yang ada di semua arah gaze,
prisma ini mengaburkan gambar dari mata itu dan berfungsi dalam
2. Pembedahan
lateral dari kedua otot itu ke insersio otot rectus lateral. Jika tidak,
26
Dengan kelemahan permanen otot obliks superior, mungkin dapat
dilakukan pelemahan otot yoke mata yang lain (otot rectus superior)
juga yang merupakan antagonis direk (otot obliks inferior) pada mata
- Kemodenervasi
2.12 Komplikasi
ambliopia1
2.13 Prognosis
27
- Penyebab optikal (misal dislokasi lensa, kelainan korneal) dapat
diperbaiki.
yang serius dan dalam hal tumor primer atau sekunder, prognosisnya
jelek.
28
DAFTAR PUSTAKA
http://emedicine.medscape.com/article/1214490-overview
HIPERLINK http://www.optometry.co.uk
3. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. Basic and clinical science course:
Ophthalmology.2008.
http://www.eyenetmagazine.org
5. Recker D, Amann J, Lang GK. Ocular motility and strabismus. In: Lang
2000.
8. Rucker JC. Acquired ocular motility disorders and nystagmus. In: Kidd
Butterworth-Heinemann. 2008.
29