You are on page 1of 7

FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN WASTING

PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN


DI PUSKESMAS TALANG BETUTU KOTA PALEMBANG

Rahmalia Afriyani1 Nura Malahayati2 Hartati3


1
Mahasiswa, 2,3 Program S2 IKM Universitas Sriwijaya Palembang
Email: rahmaliaapriyani@gmail.com

Abstract: Affecting Factors The Incident of Children Wasting in Ages 1-5 years in Talang
Betutu Community Health Center Palembang. Wasting is an acute malnutrition which could
indirectly cause of death in children. Currently wasting was serious public health problem in
Indonesia with 12.1% of prevalance. This study aimed to determine the incidence of wasting in
Talang Betutu Health Center in Palembang and the factors that influenced it. An analytic survey
with cross sectional design were used in this study, the sample were 100 by accidental sampling.
Data analyszed by univariate, bivariate using Chi-Square test, Rank Spearman test and Cochcran-
Mentel Haenzel to analized the conditional assosiation. The incidence of wasting were 19% as the
result, most of the respondents had children with nutrition in the poor category (51%), without
history of infectious diseases (66%), who had completed immunization (82%) and breastfed
exclusively (75%). Furthermore, most respondents who had food security (65%) and higher
income level (53%). The bivariate analysis showed significant association between nutritional
intake with the incidence of wasting (p-value: 0.001). There was a significant association between
a history of infection with the incidence of wasting disease by immunization status (p-value =
0.000) in children under five at Talang Betutu Health Centre Palembang 2015. It concluded that
the incidence of wasting in the Talang Betutu Health Center were still high. Factors affecting the
incidence of wasting was nutrition and a history of infectious diseases based immunization status.
Models of early detection of wasting and the infectious diseases and coverage imunization
surveilance in Talang Betutu Health Center were need to develop.

Keywords: Wasting, Incidence, Infectious disease, Immunization status

Abstrak: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Wasting pada Balita Usia 1-5 Tahun
di Puskesmas Talang Betutu Kota Palembang. Wasting merupakan masalah gizi kurang akut
yang secara tidak langsung dapat menyebabkan kematian pada balita. Saat ini wasting masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat serius di Indonesia dengan prevalensi 12,1%. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui angka kejadian wasting di Puskesmas Talang Betutu Kota Palembang
dan faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan survey analitik dengan rancangan
cross sectional, sampel adalah ibu/ pengasuh/ keluarga yang memiliki balita usia 1-5 tahun di
Puskesmas Talang Betutu Kota Palembang berjumlah 100 orang, didapat dengan teknik accidental
sampling. Analisis data univariat, bivariat menggunakan uji Chi Square, Spearman Rho dan
Cochran Mentel Henzel. Hasil penelitian dari 100 orang responden diperoleh angka kejadian
wasting sebesar 19% responden memiliki balita yang mengalami wasting, sebagian besar
responden memiliki balita dengan asupan nutrisi dalam kategori kurang (51%), tanpa riwayat
penyakit infeksi (66%), status imunisasi lengkap (82%) dan mendapat ASI secara eksklusif (75%).
Selanjutnya sebagian besar responden berada dalam kategori rumah tangga (65%), dan tingkat
pendapatan tinggi (53%). Analisa bivariat menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara
asupan nutrisi dengan kejadian wasting (p-value: 0.001). Terdapat hubungan yang signifikan antara
riwayat penyakit infeksi dengan kejadian wasting berdasarkan status imunisasi (p-value= 0,000)
dengan kejadian wasting pada balita di Puskesmas Talang Betutu Kota Palembang Tahun 2015.
Dapat disimpulkan bahwa angka kejadian wasting di Puskesmas Talang Betutu masih tinggi.
Faktor yang mempengaruhi kejadian wasting adalah asupan nutrisi dan riwayat penyakit infeksi
berdasarkan status imunisasi. Saran penelitian ini perlunya dikembangkan model deteksi dini
wasting, pemantauan penyakit infeksi dan cakupan status imunisasi.

Kata Kunci: Wasting, Angka kejadian, Riwayat penyakit infeksi, Status imunisasi

Wasting adalah suatu kondisi gizi kurang dengan tinggi badan atau nilai zscore lebih dari -
akut dimana berat badan balita tidak sesuai 2SD. Wasting dapat mengakibatkan

66
Afriyani, Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Wasting pada Balita Usia 1-5 Tahun 67

terganggunya pertumbuhan jasmani dan kelengkapan imunisasi, dan pemberian ASI


kecerdasan anak (Depkes, 2002; Soendjojo dkk., eksklusif. Kejadian wasting juga dapat
2000) bahkan lebih buruknya akan berdampak diakibatkan oleh kesalahan dalam
terhadap kematian balita. Pada tahun 2012 penatalaksanaan yang memfokuskan pada
kematian balita berjumlah 6,6 juta jiwa artinya pengobatan serta rehabilitasi terhadap penderita
18.000 jiwa balita meninggal setiap harinya wasting bukan lebih kepada upaya preventif
(UNICEF, 2013) dimana secara tidak langsung terhadap kejadian wasting, hal ini wasting baru
wasting menyumbang 60% kematian balita dianggap sebagai masalah keasehatan setelah
sebagai underlying causes terhadap penyakit berada pada kategori wasting berat (UNICEF,
infeksi sebagai penyebab langsung kematian. 2013). Salah satu kelompok masyarakat yang
Tahun 2013 dari 161 juta jiwa balita di dunia rentan terhadap kejadian wasting adalah anak
menderita kelaparan dimana 51 juta jiwa balita usia 1–5 tahun karena pada usia ini anak sudah
diantaranya menderita wasting (WHO, 2014). tidak mendapatkan ASI sedangkan makanan
Prevalensi wasting di Indonesia masih yang dikonsumsi belum mencukupi kebutuhan
tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan gizi yang semakin meningkat, maka perlu
masyarakat. Berdasarkan data RISKESDAS dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor
tahun 2013, dari 33 provinsi di Indonesia di resiko kejadian wasting pada balita usia 1-5
tahun 2013 terdapat 4 provinsi dengan kategori tahun. Berdasarkan uraian teoritis dan data
kritis 17 provinsi dengan kategori serius. Wasting faktual di atas maka perlu dilakukan faktor resiko
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terhadap kejadian wasting pada balita usia 1-5
serius jika prevalensinya dalam rentang 10.0%- tahun di Puskesmas Talang Betutu Kota
14.0% dan dianggap kritis jika prevalensi Palembang.
wasting lebih dari 15% (WHO, 2010). Prevalensi
wasting di Indonesia pada tahun 2013 yaitu
12,1% (5,3% balita mengalami severed wasting METODE PENELITIAN
dan 6.8% balita mengalami wasting). Prevalensi
tersebut mengalami penurunan yang tidak terlalu Penelitian ini merupakan penelitian survei
signifikan dalam kurun satu dekade terakhir yaitu analitik, dengan tujuan memperoleh faktor yang
13,3% di tahun 2010 dan 13,6% di tahun 2007 berhubungan dengan kejadian wasting pada
(Depkes, 2013). balita. Pendekatan yang digunakan adalah cross
Wasting merupakan kelompok gizi kurang, sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di
secara langsung disebabkan oleh inadekuat Puskesmas Talang Betutu Kota Palembang
nutrisi dan penyakit infeksi sedangkan penyebab tanggal 16 September-16 Oktober 2015.
pokok masalah gizi kurag meliputi: ketahanan Populasi dalam penelitian ini adalah 1680 balita
pangan yang tidak memadai, perawatan ibu dan di wilayah kerja Puskesmas Talang Betutu Kota
pelayanan kesehatan yang tidak memadai Palembang tahun 2014. Sampel penelitian
(Persagi, 1999) dalam Supriasa (2012). Wasting berjumlah 100 orang diperoleh dari perhitungan
yang disebabkan oleh defisit asupan energi yang rumus Supriyadi (2014) tehnik penarikan sampel
terjadi secara alamiah sehubungan dengan dengan tehnik accidental sampling.
ketidaktahanan pangan serta kelaparan (Barasi, Data primer berupa data wasting
2007). Faktor resiko terjadi wasting meliputi: dikumpulkan dengan pengukuran antropometri
pemberian ASI, berat badan bayi lahir, kunjungan berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi
ANC, status pekerjaan ibu, tingkat pendidikan badan (BB/TB) menggunakan WHO Antro 2005
(Ricci dan Becker, 1996). Hasil penelitian yang (nilai Z skor <-2 SD s/d >-3 SD). Asupan
dilakukan oleh Olofin et al. (2013) menyatakan makanan pada balita dikumpulkan melalui food
bahwa semua tingkatan malnutrisi baik itu recall 1 x 24 jam. Data asupan makanan
undernutrition (gizi kurang), wasting, dan dibandingkan dengan AKG Kemenkes RI 2005,
stunting (balita pendek) secara signifikan Penyakit infeksi, status imunisasi, ASI eksklusif,
memiliki hubungan yang kuat terhadap ketahanan pangan rumah tangga, dan tingkat
peningkatan angka kematian pada balita, dimana pendapatan keluarga dikumpulkan dengan
wasting memiliki asosiasi yang lebih kuat metode wawancara dengan bantuan kuesioner.
terhadap peningkatan angka kematian balita dari Analisis data dengan menggunakan uji chi
pada stunting. square, rank spearman rho dan CMH dengan
Tingginya prevalensi kejadian wasting nilai p= 0,05 (derajat kepercayaan 95%), jika
tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor resiko nilai p> 0,05 maka Ho ditolak artinya tidak ada
seperti: faktor asupan nutrisi, pendapatan hubungan yang bermakna. Data–data yang telah
keluarga, riwayat penyakit infeksi, status
68 Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor 1, April 2016, hlm 66-72

diolah dan dianalisis disajikan dalam bentuk tabel ASI secara eksklusif. Selanjutnya sebagian besar
dan narasi. responden berada dalam kategori rumah tangga,
dan tingkat pendapatan rendah.

HASIL 2. Hubungan Faktor Ketahanan Pangan


Rumah Tangga, Tingkat Pendapatan
1. Karakteristik Sampel Penelitian Keluarga, Status Imunisasi, dan ASI
Ekslusif dengan Asupan Nutrisi dan
Faktor penyebab pokok wasting meliputi Riwayat Penyakit Infeksi
ketahanan pangan rumah tangga, tingkat
pendapatan keluarga, status imunisasi, dan Asi Hubungan antara faktor penyebab pokok
ekslusif. Sedangkan faktor penyebab langsung dan langsung kejadian wasting diperoleh melalui
kejadian wasting terdiri dari asupan nutrisi dan analisis rank spearman dan chi square seperti
riwayat penyakit infeksi (Tabel 1). Wasting pada Tabel 2.
merupakan variabel dependen yang dikategorikan
menjadi wasting dan normal (Tabel 1). Tabel 2. Hubungan Ketahanan Pangan
Rumah Tangga, Jumlah
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pendapatan Keluarga, Status
Karakteristik Sampel Penelitian Imunisasi, Asi Ekslusif dengan
(n= 100) Asupan Nutrisi dan Riwayat
Variabel Penelitian Persentase(%) Penyakit Infeksi
Balita Asupan Riwayat
Kejadian Wasting Nutrisi Penyakit Infeksi
Wasting 19
P OR P OR
Normal 81
Asupan Nutrisi Ketahanan 0,003 3,593 0,856 -
Kurang 51 pangan
Baik 49 rumah tangga
Riwayat Penyakit Infeksi Tingkat 0,017 2,658 0,670 -
Ya 34 pendapatan
Tidak 66 keluarga
Status Imunisasi
Status 0,926 - 0,000 28,444
Tidak Lengkap 18
imunisasi
Lengkap 82
Asi Eksklusif Asi ekslusif 0,299 - 0,003 4,421
Tidak 25
Ya 75
Ketahanan Pangan Rumah a= Rank Spearman rho, b= Chi square
Tangga
Rumah Tangga Tidak Tahan 35 Tabel 2 menunjukan faktor yang
Pangan berhubungan dengan asupan nutrisi pada balita
Rumah Tangga Tahan 65 usia 1-5 tahun di Puskesmas Talang Betutu Kota
Pangan Palembang adalah ketahanan pangan rumah
Jumlah Pendapatan tangga (p= 0,003), dan tingkat pendapatan
Pendapatan Rendah keluarga (p= 0,017). Sedangkan faktor yang
(<Rp 1.600.000) 53 berhubungan dengan riwayat penyakit infeksi
Pendapatan Tinggi adalah status imunisasi (p= 0,000) dan ASI
(≥Rp. 1.600.000) 47 ekslusif (p= 0,003)

Distribusi frekuensi variabel penelitian 3. Hubungan Faktor Asupan Nutrisi dan


ditampilkan pada Tabel 1 menunjukan angka Riwayat Penyakit Infeksi dengan
kejadian wasting masih tinggi. Sebagian besar Kejadian Wasting
responden memiliki balita dengan asupan nutrisi
dalam kategori kurang, tanpa riwayat penyakit Hubungan faktor asupan nutrisi dan
infeksi, status imunisasi lengkap dan mendapat riwayat penyakit infeksi dengan kejadian wasting
pada balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Talang
Afriyani, Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Wasting pada Balita Usia 1-5 Tahun 69

Betutu Kota Palembang ditampilkan pada Tabel tingkat ketahanan pangan rumah tangga maka
3. semakin baik pula tingkat asupan nutrisi pada
balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Talang Betutu
Tabel. 3 Hubungan Faktor Asupan Nutrisi Kota Palembang.
dan Riwayat Penyakit Infeksi dengan Hasil penelitian ini didukung oleh
Kejadian Wasting penelitian Tarassuk (2001) dimana keluarga, ibu
Variabel p-value OR dan anak dengan kategori rumah tangga tidak
Asupan nutrisi 0,003a
7,010 tahan pangan dapat mempengaruhi asupan nutrisi
berdasarkan 0,101BD (p-value= 0,003). Keluarga yang rawan pangan
ketahanan pangan 0,001CMH asupan nutrisinya terbatas, hal ini disebabkan
oleh kurangnya konsumsi sayuran, buah, daging.
Asupan nutrisi 9,457 Simatupang (2007) juga menyatakan bahwa
berdasarkan tingkat 0,200BD pangan yang telah diperoleh dalam jumlah yang
pendapatan 0,002CMH cukup (ketahanan pangan) kemudian diolah dan
keluarga dikonsumsi dengan baik maka kebutuhan akan
zat gizi secara berimbang akan tercukupi
Riwayat penyakit 0,000b 9,457 sehingga akan terbentuk ketahanan nutrisi.
infeksi berdasarkan 0,001BD 3,512ORCMH Dengan demikian, apabila elemen pemanfaatan
imunisasi 0,010CMH pangan (zat gizi) dimasukkan sebagai persyaratan
tambahan maka ketahanan pangan akan identik
Riwayat penyakit 0,000b dengan ketahanan nutrisi. Dimana penggunaan
infeksi berdasarkan 0,717BD pangan (utilization) merupakan salah satu kriteria
ASI eksklusif 0,000CMH persyaratan ketahanan pangan sehingga
persyaratan nutrisi dapat terpenuhi.
a= Rank spearman rho; b= Chi square; BD= Tabel 2 menunjukan terdapatnya hubungan
Breslow-Day; CMH= Cochcran Mentel Haezel; yang signifikan antara tingkat pendapatan
MH= Mentel Haenzel; ORCMH= Odds Ratio keluarga dengan asupan nutrisi (p= 0,017). Hal
Mentel Haenzel ini disebabkan oleh karena sebagian besar
responden memiliki tingkat pendapatan yang
Tabel 3 menunjukan faktor asupan nutrisi rendah dengan mata pencarian pengrajin batu-
dan riwayat penyakit infeksi berhubungan bata, batako dan bertani. Masyarakat dengan
dengan kejadian wasting pada balita. Selanjutnya tingkat pendapatan rendah kurang mampu
terdapat interaksi antara 3 variabel yaitu status memenuhi asupan nutrisi balitanya dengan
imunisasi, riwayat penyakit infeksi dan kejadian memanfaatkan hasil tani untuk pemenuhan
wasting (OR= 3,512). Hal ini berarti balita yang asupan nutrisi sehari-hari.
memiliki status imunisasi tidak lengkap dan Hasil penelitian ini berbeda denga
riwayat penyakit infeksi cenderung akan penelitian Ernawati (2009) yang menyatakan
mengalami wasting sebesar 3,512 kali lebih bahwa tidak ada hubungan antara tingkat
besar. pendapatan per kapita dengan tingkat konsumsi
energi (r= 0,100 dan p= 0,389), tidak terdapat
perbedaan tingkat konsumsi energi dan protein
PEMBAHASAN antara anak dari keluarga miskin dengan anak
yang berasal dari keluarga yang tidak miskin.
1. Hubungan Faktor Ketahanan Pangan Nasution dkk. (2009) menambahkan tidak
Rumah Tangga, Tingkat Pendapatan didapatkan hubungan antara pendapatan keluarga
Keluarga, Status Imunisasi, dan ASI Ekslusif dengan prevalensi menderita penyakit infeksi.
dengan Asupan Nutrisi dan Riwayat Penyakit Lebih lanjut menurut pendapat yang
Infeksi dikemukakan oleh Punarsih (2010), tingkat
ekonomi keluarga yang tinggi akan dapat
Hasil penelitian menunjukan terdapat memenuhi kebutuhan pangan keluarga yang
hubungan yang signifikan (p= 0.003) antara sesuai dengan gizi seimbang.
ketahanan pangan dengan asupan nutrisi, dan Di sisi lain terdapat hubungan yang
didapatkan OR= 3,593 artinya responden yang signifikan antara status imunisasi dengan riwayat
berada dalam kategori rumah tangga tahan penyakit infeksi (p= 0.000, OR= 28,444). Ibu
pangan berkecenderungan sebesar 3,593 kali yang memiliki balita dengan status imunisai tidak
lebih besar untuk memiliki balita dengan asupan lengkap memiliki kecenderungan sebesar 28,444
nutrisi kurang dengan kata lain semakin baik kali lebih besar untuk memiliki balita dengan
70 Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor 1, April 2016, hlm 66-72

riwayat penyakit infeksi dibandingkan responden logistik diperoleh nilai OR= 8,958, ini berarti
yang memiliki balita dengan status imunisasi balita yang mengkonsumsi ASI tanpa cairan lain
lengkap. Status imunisasi bukan faktor yang kurang dari enam bulan berpeluang 8,958 kali
secara langsung menyebabkan asupan nutrisi menderita ISPA Pneumonia dibandingkan
menjadi lebih baik atau lebih buruk. Akan tetapi dengan balita yang mengkonsumsi ASI tanpa
status imunisasi berhubungan dengan riwayat cairan lain lebih atau sama dengan enam bulan.
kejadian penyakit infeksi pada balita. Balita Menurut Cicih (2011) ASI yang
dengan status imunisasi tidak lengkap cenderung mengandung imunoglobulin dan zat lain
lebih cepat tertular penyakit infeksi seperti ISPA memberikan kekebalan pada bayi terhadap
dan diare yang kemungkinan mempengaruhi infeksi bakteri dan virus. Baduta yang pernah
tingkat asupan nutrisi balita itu sendiri. mendapatkan ASI mempunyai status kesehatan
Hasil penelitian ini sejalan dengan yang lebih baik dari pada yang tidak pernah
penelitian yang dilakukan oleh Fanada & Muda mendapatkan ASI. Pemberian makanan atau zat
(2012) bahwa terdapat hubungan yang signifikan gizi yang belum baik dalam hal jumlah dan mutu,
antara status imunisasi lengkap dengan kejadian waktu pemberian yang tidak tepat, masalah
pneumonia yang merupakan salah satu penyakit dalam pengolahan makanan akan memberi
ISPA p-value= 0.000 dan OR= 7.6. Dari dampak pada gangguan pertumbuhan dan
penelitian ini balita yang status imunisasinya munculnya beberapa penyakit infeksi (Azwar,
tidak lengkap lebih banyak yang menderita 2004).
pneumonia dari pada balita yang status
imunisasinya lengkap, ini karena kekebalan 2. Hubungan Faktor Asupan Nutrisi dan
tubuh anak balita juga dipengaruhi oleh status Riwayat Penyakit Infeksi dengan
imunisasi, oleh karena itu imunisasi sangat Kejadian Wasting pada Balita Usia 1-5
penting karena peluang untuk terkena penyakit Tahun di Puskesmas Talang Betutu Kota
terutama pneumonia lebih kecil yaitu 7,6 kali Palembang
dibandingkan dengan anak yang status
imunisasinya tidak lengkap. Status imunisasi Terdapat hubungan yang signifikan antara
berhubungan secara langsung dengan kejadian asupan nutrisi dengan kejadian wasting pada
penyakit ISPA dan diare bahkan dapat balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Talang Betutu
diperburuk dengan tingkat asupan nutrisi yang Kota Palembang dengan p-value= 0.003. Setelah
kurang (Muqni, 2009). dikontrol dengan variabel tingkat ketahanan
Menurut Chandra (1999) bahwa perubahan pangan variabel asupan nutrisi memiliki
kekebalan tubuh merupakan respon awal dari kecenderungan meningkatkan peluang kejadian
perjalanan kekurangan gizi. Imunitas tubuh akan wasting sebesar 7,010 kali lebih besar, dimana
semakin memburuk di saat kondisi tubuh responden dan asupan nutrisi yang kurang
melemah seperti pada saat masa pengobatan atau cenderung berpeluang untuk memiliki balita yang
pasca operasi maka akan semakin tinggi peluang mengalami wasting sebesar 7,010 kali lebih
tubuh untuk menderita penyakit infeksi. besar dari pada responden yang memberikan
ASI eksklusif berhubungan signifikan asupan nutrisi yang baik dalam tiap kategori
dengan riwayat penyakit infeksi dengan p= 0.003 rumah tangga tahan pangan dan tingkat
dan OR= 4,421. Responden yang tidak pendapatan keluarga (Tabel 3).
memberikan ASI eksklusif memiliki Menurut penelitian Ernawati (2009) yang
kecenderungan 4,421 kali lebih besar untuk menyatakan bahwa ada hubungan tingkat
memiliki balita dengan riwayat penyakit infeksi. konsumsi energi dengan status gizi anak usia 2-
Dimana tidak terdapatnya hubungan yang 5tahun (r= 0,328 dan p= 0,004). Demikian juga
signifikan antara ASI eksklusif dengan tingkat tingkat konsumsi protein dengan status gizi (r=
asupan nutrisi dikarenakan semua responden 0,348 dan p= 0,002). Hal ini berarti semakin
merupakan balita usia 1-5 tahun pemenuhan tinggi tingkat konsumsi energi dan protein
asupan nutrisinya tidak hanya minum ASI saja, semakin baik status gizinya.
tetapi diperlukan asupan gizi baik karbohidrat, Menurut Arsad (2010) mengungkapkan
protein, lemak, vitamin dan mineral untuk bahwa kejadian gizi baik dan gizi buruk
mencukupi kebutuhan gizi balita. disebabkan karena kurangnya pengetahuan orang
Hasil penelitian ini sejalan dengan tua tentang makan yang seharusnya diberikan
penelitian yang dilakukan oleh Sugihartono dkk. kepada balitanya. Masalah dalam pengolahan
(2012) membuktikan bahwa ada hubungan makanan, memberi dampak pada gangguan
signifikan antara riwayat pemberian ASI dengan pertumbuhan (Azwar, 2004).
kejadian pneumonia. Hasil analisis regresi
Afriyani, Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Wasting pada Balita Usia 1-5 Tahun 71

Terdapat hubungan yang signifikan antara memiliki balita dengan asupan nutrisi dalam
riwayat penyakit dengan kejadian wasting pada kategori kurang (51%), tanpa riwayat penyakit
balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Talang Betutu infeksi (66%), status imunisasi lengkap (82%)
Kota Palembang (p= 0.010 dan OR= 3,512) dan mendapat ASI eksklusif (75%). Kemudian
(Tabel 3) setelah dikontrol dengan variabel status sebagaian besar responden berada dalam
imunisasi, riwayat penyakit infeksi dapat kategori rumah tangga (65%), dan tingkat
meningkatkan resiko kejadian wasting sebesar pendapatan tinggi (53%).
3,512 kali, dimana responden yang memiliki 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara
balita dengan status imunisasi tidak lengkap dan tingkat ketahanan pangan (p-value: 0.003) dan
riwayat penyakit infeksi cenderung memiliki tingkat pendapatan keluarga ( p-value : 0,017)
peluang untuk mengalami wasting sebesar 3,512 dengan asupan nutrisi, antara status imunisasi
kali lebih besar dari pada responden yang dan riwayat penyakit ISPA dan diare (p-value:
memiliki balita dengan status imunisasi lengkap 0,000) dan ASI ekslusif dengan riwayat
tanpa riwayat penyakit infeksi. Lebih lanjut penyakit infeksi (p-value: 0,003) pada balita
setelah dikontrol dengan variabel ASI eksklusif usia 1-5 tahun di Puskesmas Talang Betutu
didapatkan ORMH (Odds Ratio Mentel Haenzel) Kota Palembang tahun 2015.
= 3,512. Hal ini berarti responden yang memiliki 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara
balita dengan riwayat penyakit infeksi cenderung asupan nutrisi dengan kejadian wasting (p-
berpeluang untuk mengalami wasting sebesar value: 0.003), dan terdapat hubungan yang
3,512 kali lebih besar daripada responden yang signifikan antara riwayat penyakit infeksi
memiliki balita yang mendapat ASI secara dengan kejadian wasting berdasarkan status
ekslusif dan tanpa riwayat penyakit infeksi. imunisasi (p-value= 0,010 dan ORMH= 3.512)
Hasil penelitian tidak sejalan dengan dengan kejadian wasting pada balita di
penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2009) Puskesmas Talang Betutu Kota Palembang
dimana uji statistik Chi-Square menunjukkan Tahun 2015.
tidak ada hubungan kejadian diare dengan status
gizi anak usia 2-5 tahun (x2=4,789 dan p =
0,091). Hal ini disebabkan oleh karena pada SARAN
penelitian ini hanya sedikit sekali sampel yang
mengalami diare dalam 3 bulan terakhir (1,3%). 1. Perlu ditingkatkan program deteksi dini
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian dalam masalah wasting dalam bentuk
Scrimshaw (1981) yang mengemukakan bahwa survey penyakit keturunan yang dapat
dampak diare terhadap keadaan gizi dan menyebabkan wasting seperti thalasemia.
pertumbuhan lebih dahsyat dari pada infeksi lain 2. Perlu ditingkatkan pengawasan penyakit
karena selama diare terjadi gangguan masukan, infeksi ISPA dan diare yang mampu
gangguan absorbsi, dan gangguan metabolisme mempengaruhi terjadi wasting. Pengawasan
secara bersamaan. yang dilakukan terlebih dahulu yaitu
Penyakit infeksi dapat menyebabkan gizi pengawasan terhadap status imunisasi yang
kurang dan juga sebaliknya gizi kurang akan merupakan faktor yang mempengaruhi
semakin memperberat sistem pertahanan tubuh riwayat penyakit infeksi yang secara
yang selanjutnya dapat menyebabkan seorang langsung dapat menyebabkan kejadian
anak lebih rentan terkena penyakit infeksi. wasting.
Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi 3. Perlu ditingkatan penyuluhan dan
makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua pendidikan gizi (mulai dari cara mengolah
hal yang saling mempengaruhi. Penyakit infeksi makanan hingga proses pengkonsumsian
yang paling sering menyebabkan gangguan gizi makanan).
dan sebaliknya adalah infeksi saluran nafas akut 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
(ISPA) terutama tuberculosis dan diare (Nurya, tentang riwayat penyakit yang dapat
2011). mempengaruhi kejadian wasting seperti
KKP (Kurang Kalori Protein).
5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
SIMPULAN tentang asupan nutrisi berdasarkan tingkat
asupan kalori, protein, lemak, mineral,
1. Angka kejadian wasting di Puskesmas Talang vitamin yang mempengaruhi kejadian
Betutu Kota Palembang tahun 2015 adalah wasting.
19% responden memiliki balita yang
6. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengalami wasting, sebagian besar responden
dengan metode kohort atau case control
72 Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor 1, April 2016, hlm 66-72

untuk melihat efek kejadian wasting di pelayanan skunder dan primer Kota
populasi yang lebih besar di tingkat Palembang

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi Danaei G. 2013. Association of suboptimal


dan Tantangan di Masa Datang. growth under five years; a pooled analysis
Disampaikan Pada Pertemuan Advokasi of ten prospective studies. Plos One, vol :
Program Perbaikan Gizi Menuju Keluarga 8, issue: 5. Diakses pada www.plosone.org
Sadar Gizi. Jakarta: Hotel Sahid Jaya. Punarsih, A. 2015. Determinan Asupan Energi
Arsad, RA. 2006. Perbedaan Hemoglobin, Status dan Protein pada Balita di Wilayah
Gizi dan Prestasi Belajar Anak SD Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010.
Wilayah Gunung dan Pantai di Kabupaten (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010).
Polewali Mandar Tahun 2006. Makassar: Ricci JA & Becker S. 1996. Risk factors for
FKM-UNHAS. wasting and stunting among children in
Barasi, ME. 2007. At a Glance: Ilmu Gizi. Metro Cebu, Philipines. The America
Jakarta: Erlangga. Journal Of Clinical Nutrition. Vol:63:966-
Chandra, R. K. 1999. Nutrition and immunology: 75. Diakses pada www.ajcn.nutrition.org
from the clinic to cellular biology and back Simatupang, P. 2007. Analisis kritis terhadap
again. Proceedings of the Nutrition paradigma dan kerangka dasar kebijakan
Society, 58(03), 681-683. ketahanan pangan nasional. In Forum
Depkes. RI. 2002. Pemantauan Pertumbuhan Penelitian Agro Ekonomi (Vol. 25, No. 1,
Balita. Jakarta : Direktorat Gizi Dep. pp. 1-18).
Kes. RI. Soendjojo Ramita D, Sritje Hikmat, Mien
________. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Sumartono. 2000. Menstimulasi Anak Usia
Badan Penelitian dan Pengembangan 0-1 Tahun. Jakarta: PT. Elexmedia
Kesehatan Departemen Kesehatan Komputindo.
Republik Indonesia. Sugihartono, S., Rahmatullah, P., & Nurjazuli, N.
Ernawati, A. 2009. Hubungan Faktor Sosial 2012. Analisis Faktor Risiko Kejadian
Ekonomi, Higiene Sanitasi Lingkungan, Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja
Tingkat Konsumsi Dan Infeksi Dengan Puskesmas Sidorejo Kota Pagar Alam.
Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun Di Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia,
Kabupaten Semarang Tahun 2003. 11(1), 82-86.
(Doctoral dissertation, Program Pasca Supariansa IDN, Bakri B, Fajar I. 2012.
Sarjana Universitas Diponegoro). Penilaian Status Gizi. Cetakan 2012.
Muqni, A. D. 2012. Hubungan Berat Badan Jakarta: ECG.
Lahir Dan Pelayanan KIA Terhadap Supriyadi. 2014. Statistik Kesehatan. Jakarta:
Status Gizi Anak Balita Di Kelurahan Salemba Medika.
Tamamaung Makassar. Media Gizi Tarasuk, V. S. 2001. Household food insecurity
Masyarakat Indonesia, 1(2). diakses pada with hunger is associated with women’s
http://blog.unhas.ac.id/index.php/mgmi/art food intakes, health and household
icle/view/429 circumstances. The Journal of nutrition,
Nasution, K., Sjahrullah, M. A. R., Brohet, K. E., 131(10), 2670-2676.
Adi, K., & Endyarni, B. 2009. Infeksi WHO. 2007. Comunity-based management of
Saluran Napas Akut pada Balita di Daerah severe acut malnutrition.
Urban Jakarta. Sari Pediatri, 11(4), 223-8. ____. 2014. World Health Statistic 2014.
Nurya Heppy, 2011. Faktor–Faktor yang UNICEF. 1998. The State of The World’s
Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Children. Oxford: Oxford University Press
Kelurahan Tegalsari Kecamatan _______. 2013. Levels & Trends in Child Mortality
Candisari Kota Semarang. Semarang: Report 2013 JKN 2015 . Di akses pada
Unimus. (http:/digilib.unimus.ac.id) www.jkn.kemenkes.go.id.
Olofin I, Mcdonald CM, Ezzati M, Flaxman S,
Black RE, Fawzi WW, Caulfield LE,

You might also like