You are on page 1of 44
Menimbang : Mengingat KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 536TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI PADA KEMENTERIAN AGAMA. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, . bahwa dalam rangka menindaklanjuti Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, scluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah diwajibkan untuk melaksanakan Reformasi Birokrasi sesuai dengan karakteristik masing- masing institusi; . bahwa untuk melaksanakan Reformasi Birokrasi pada Kementerian Agama sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu disusun suatu pedoman; bahwa _berdasarkan —_pertimbangan _sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Agama tentang Pedoman Pelaksanaan Reformasi Birokrasi pada Kementerian Agama; . Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005- 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); . Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); Undang-Undang Nomor’ 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 - 2025; Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); . Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 168); Menetapkan KESATU KEDUA KETIGA -2- 7. Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Kementerian Agama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 851); 8. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1168); 9. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan melayani di lingkungan instansi Pemerintah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1813); 10. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 985); 11, Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1495); 12. Keputusan Menteri Agama Nomor 582 Tahun 2016 tentang Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Agama 2015-2019; 13. Keputusan Menteri Agama Nomor 186 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembangunan Zona Integritas Menuju Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani pada Kementerian Agama; MEMUTUSKAN: KEPUTUSAN MENTERI AGAMA TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN —- REFORMASI_—_—BIROKRASI PADA KEMENTERIAN AGAMA. Menetapkan Pedoman Pelaksanaan Reformasi Birokrasi pada Kementerian Agama sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini. Pedoman Pelaksanaan _Reformasi__Birokrasi__ pada Kementerian Agama sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU merupakan acuan bagi seluruh satuan kerja pada Kementerian Agama dalam menerapkan pelaksanaan reformasi birokrasi pada unit kerja masing-masing, Koordinator pelaksanaan Reformasi Birokrasi pada Kementerian Agama dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal. -3- KEEMPAT —: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 agustus 2018 GAMA REPUBLIK INDONESIA, = KIM SAIFUDDIN) LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 536 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI PADA KEMENTERIAN AGAMA BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan birokrasi yang baik akan tercermin pada hasil produk berupa layanan schingga tingkat kepuasan stakeholdres menjadi lebih meningkat. Dalam rangka meningkatkan layanan kepada internal maupun cksternal, Kementerian Agama sudah memulai melaksanakan agenda reformasi birokrasi dimulai sejak tahun 2009 berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 153 Tahun 2009 tentang Reformasi Birokrasi Departemen Agama. Dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, Kementerian Agama semakin serius dan konsisten dalam melaksanakan program reformasi birokrasi sebagaimana diamanatkan dan diwajibkan oleh Peraturan Presiden tersebut sesuai dengan karakteristik masing-masing institusi, Sasarannya yaitu peningkatan kapasitas dan akuntabilitas organisasi, pemerintah yang bersih dan bebas KKN, serta peningkatan pelayanan publik. Sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam pelaksanaan program reformasi birokrasi, kementerian/lembaga yang telah __berhasil mengimplementasikan sasaran dari program reformasi birokrasi diberikan tunjangan kinerja yang besarannya ditetapkan dan disetujui oleh Tim Reformasi Birokrasi Nasional berkoordinasi dengan Tim Penjamin Kualitas Reformasi Birokrasi. Dalam melaksanakan proses reformasi birokrasi, tentunya harus mengacu kepada regulasi yang sudah dibuat oleh pemerintah. Hal ini sebagai dasar pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB) Kementerian Agama agar sejalan dengan program prioritas nasional dalam hal melaksanakan reformasi birokrasi. Hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2017 dalam rangka penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018 menghasilkan 10 Prioritas Nasional dan 30 Program Prioritas, salah satunya pelaksanaan reformasi birokrasi. Kementerian Agama merupakan salah satu kementerian yang memiliki Jumlah satuan kerja (satker) dan pegawai yang sangat banyak, sehingga tidak mudah melakukan proses reformasi birokrasi dengan cepat, Bagi institusi_pemerintahan yang rata-rata memiliki scope besar, tentu membutuhkan energi dan strategi khusus untuk mengimplementasikan reformasi birokrasi. Seiring dengan berjalannya waktu hingga kini perubahan-perubahan semakin dirasakan dengan tercapainya beberapa layanan yang diberikan oleh Kementerian Agama, baik internal maupun eksternal. Sebagai bentuk perubahan pada Kementerian Agama yang telah dirasakan sampai saat ini adalah dapat terlihat pada tiga hal yaitu 1) hasil Opini Laporan Keuangan Kementerian Agama (LKKA) dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian “WTP”; 2) nilai Indeks Reformasi Birokrasi Kementerian Agama yang selalu meningkat dari tahun ke tahun; 3) hasil penilaian layanan publik yang dilakukan oleh Ombudsman RI (ORI), Badan Pusat Statistik (BPS), dan lembaga lain yang melakukan survey terhadap kepuasan masyarakat. Berdasarkan amanat Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 dan regulasi'_ lainnya yang _terkait_ dengan “keharusan” _setiap kementerian/lembaga dalam —melaksanakan —reformasi_birokrasi, Kementerian Agama sudah menyusun rencana rinci reformasi birokrasi dart satu tahapan ke tahapan selanjutnya selama lima tahun dengan sasaran per tahun yang jelas. Rencana rinci tersebut dituangkan ke dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 447 Tahun 2015 tentang Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Agama tahun 2015-2019 yang selanjutnya disempurnakan ke dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 582 tentang Perubahan Atas Lampiran Keputusan Menteri Agama Nomor 447 tahun 2015 tentang Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Agama Tahun 2015 - 2019. Dalam mengawal pelaksanaan reformasi birokrasi pada Kementerian Agama agar sesuai dengan road map yang sudah ditetapkan sehingga inline pelaksanaannya antara satuan kerja Pusat dan Daerah, perlu telah dibentuk Kelompok Kerja (Pokja) Reformasi Birokrasi pada Kementerian Agama yang berperan dalam memonitoring pelaksanaan 8 (delapan) area perubahan sehingga dapat dianalisis permasalahan dan melakukan langkah perbaikan pada masing-masing area perubahan. Tim Pokja RB harus melaporkan kepada pimpinan satuan kerjanya terkait dengan pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungannya sehingga pimpinan dapat sccara nyata, jelas dan tegas dalam pengambilan langkah perbaikan. Selanjutnya, pelaksanaan program reformasi birokrasi pada seluruh satuan kerja Kementerian Agama dimonitor dan dievaluasi secara berkala oleh Menteri Agama c.q. Sckretaris Jenderal Kementerian Agama. Berdasarkan beberapa hal tersebut, untuk mensinergikan dan mengakselerasi pelaksanaan reformasi birokrasi pada Kementerian Agama schingga perlu disusunnya pedoman pelaksanaan reformasi birokrasi yang menjadi acuan bagi seluruh satuan kerja pada Kementerian Agama untuk dapat menjalankan program reformasi birokrasi secara optimal. . Tujuan dan Sasaran Pedoman ini disusun bertujuan untuk memberikan keseragaman pemahaman kepada satuan kerja mulai dari unsur pimpinan sampai dengan pelaksana pada Kementerian Agama dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Adapun sasaran yang diharapkan dengan terimplementasikannya pedoman ini yaitu: 1,memudahkan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di seluruh satuan kerja Kementerian Agama; 2.meningkatkan komitmen dan konsistensi pimpinan satuan kerja terhadap penerapan reformasi birokrasi di lingkungannya; -6- S-mengelola sumber daya secara efektif, efisien, dan akuntabel (termasuk pengalokasian anggaran yang sesuai dengan program reformasi birokrasi) Sampai dengan seluruh satuan kerja Kementerian Agama; 4, meningkatkan indeks reformasi birokrasi Kementerian Agama; dan S.meningkatkan pelayanan internal dan eksternal yang diberil Kementerian Agama . Pengertian Umum Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan: 1. Reformasi Birokrasi yang selanjutnya disingkat RB adalah upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap. sistem Penyelenggaraan pemerintahan meliputi_manajemen perubahan, Penataan peraturan perundang-undangan, penataan _organisasi, Penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan Pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan publik. 2-Zona Integritas yang selanjutnya disingkat ZI adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui Reformasi Birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. 3. Road Map Reformasi Birokrasi adalah peta jalan (road map) reformasi birokrasi yang berisi rencana pelaksanaan reformasi birokrasi sebagai panduan bagi pengelola reformasi birokrasi pada tingkat kementerian untuk = melakukan langkah-langkah konkrit| memperbaiki kualitas birokrasi pemerintahan. 4. Satuan Kerja yang selanjutnya disingkat Satker meliputi unit kerja mulai dari Unit Eselon | Pusat, Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri, Lajnah Fentashihan Mushaf Al-Quran, Kantor Wilayah Kementerian Agama Frovinsi, Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, Balai Litbang Agama dan Balai Diklat Keagamaan serta Asrama Haji pada Kementerian Agama yang melaksanakan reformasi birokrasi. 5. Tim Reformasi Birokrasi yang selanjutnya disingkat Tim RB adalah tim yang dibentuk olch_ pimpinan satker yang mempunyai tugas melaksanakan Reformasi Birokrasi pada Kementerian Agama. ©. Kelompok Kerja Reformasi Birokrasi yang selanjutnya disingkat Pokja RB adalah salah satu unsur dalam Tim RB yang mempunyai tugas memastikan terlaksananya delapan area perubahan dalam pelaksanaan program reformasi birokrasi 7. Tim Kerja Zona Integritas yang sclanjutnya disingkat Tim Kerja ZI adalah tim yang dibentuk oleh pimpinan satker yang mempunyai tugas melaksanakan pembangunan zona integritas pada seluruh satker Kementerian Agama. 8. Agen perubahan adalah individu/kelompok terpilih yang menjadi pelopor dan mampu menggerakkan perubahan sckaligus dapat berperan sebagai Panutan dalam berperilaku yang mencerminkan lima nilai budaya kerja dan memiliki kinerja tinggi. -% = 9. Wilayah Bebas dari Korupsi yang selanjutnya disingkat WBK adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas kinerja. 10. Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani yang selanjutnya disingkat WBBM adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem —manajemen SDM, penguatan pengawasan, _penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan publik. D.Ruang Lingkup Pedoman pelaksanaan RB ini wajib dijadikan acuan oleh Satker sebagaimana yang telah ditetapkan, sehingga dapat melaksanakan program RB dalam Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Agama. -8- BAB II PENERAPAN REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN AGAMA A. Pembentukan Tim Reformasi Birokrasi Dalam pelaksanaan delapan area perubahan pada program reformasi birokrasi, perlu dibentuk Tim RB yang bertugas untuk mendorong dan mengkomunikasikan pencapaian sasaran reformasi birokrasi Pembentukan tim tersebut sangat membantu stakeholders dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi delapan area Perubahan pada program RB Kementerian Agama yang berdampak pada peningkatan kualitas dan layanan kepemerintahan berbasis kinerja 1. Pembentukan Tim RB Tingkat Kementerian Agama Susunan Tim RB Tingkat Kementerian Agama terdiri dari Pengarah, Pelaksana, dan Kelompok Kerja yang sclanjutnya ditetapkan oleh Menteri Agama melalui Keputusan Menteri Agama dan lampiran susunan struktur Tim RB cukup mencantumkan nama jabatan, Keputusan Menteri Agama tentarig Tim RB Kementerian Agama dapat diubah apabila terdapat perubahan susunan struktur dalam tim Keanggotaan tim dapat melibatkan seluruh Unit Kerja Esclon 1 Pusat sesuai dengan kebutuhan tugas dan fungsi dalam tim. Adapun tugas dari Tim RB tingkat Kementerian Agama adalah sebagai berikut: a. Pengarah Pengarah dalam ‘Tim RB mempunyai tugas: 1)memberikan arahan dalam penyusunan dan penyempurnaan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Agama; 2) mengendalikan pelaksanaan reformasi birokrasi sesuai dengan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Agama; dan 3) melakukan monitoring dan mengevaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi secara berkala, konsisten, terarah, dan berkelanjutan. b. Pelaksana Pelaksana dalam Tim RB mempunyai tugas: 1) merancang rencana tindak lanjut pelaksanaan RB pada delapan area perubahan; 2)melaksanakan fokus perubahan sesuai dengan rencana yang tertuang dalam Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Agama; 3) mengoptimalkan eksistensi area perubahan yang sudah maju dan meningkatkan area perubahan lain yang memerlukan_perhatian Khusus; 4) melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala serta melakukan penycsuaian yang diperlukan agar target yang dihasilkan selalu dapat menyesuaikan kebutuhan stakeholders; dan 5) berkoordinasi dalam merumuskan dan menetapkan Agen Perubahan Kementerian Agama. <9 = Selain tugas tersebut, pelaksana mempunyai kewenangan sebagai berikut 1) mengakses data yang dibutuhkan untuk pelaksanaan RB; dan 2) melakukan koordinasi dan konfirmasi intensif kepada satker tingkat Pusat dan Daerah yang telah maupun yang belum memiliki Tim RB terkait dengan pelaksanaan Program RB disertai dengan data yang dibutuhkan; Kelompok Kerja (Pokia) Pokja dibentuk untuk mempercepat pelaksanaan serta melakukan monitoring capaian pada delapan area perubahan dalam reformasi birokrasi yaitu: 1) Pokja Manajemen Perubahan, memiliki tugas: a) mendorong satker Kementerian Agama baik pusat maupun daerah untuk membentuk Tim RB; bj menyusun, mengevaluasi, dan menyempurnaan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Agama; c) memantau dan mengevaluasi terhadap pelaksanaan Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) Kementerian Agama sebagai tindak lanjut dari program RB nasional; d) mendorong terjadinya perubahan pola pikir dan budaya kerja melalui pembentukan Agen Perubahan pada satuan kerja Kementerian Agama (Regulasi terkait dengan Pembangunan Agen Perubahan pada Kementerian Agama ditetapkan dalam Keputusan Menteri Agama); dan ¢) penyusunan rencana aksi tindak lanjut percepatan RB Kementerian Agama, 2) Pokja Penguatan Peraturan Perundang-undangan, memiliki tugas: a) mendorong terlaksananya evaluasi secara berkala_terhadap berbagai_peraturan perundang-undangan yang sedang diberlakukan; b) mendorong dalam —menyempurnakan/mengubah/harmonisasi berbagai peraturan perundang-undangan yang dipandang tidak relevan lagi, tumpang tindih, atau disharmoni dengan peraturan perundang-undangan lain; dan ¢) memantau dalam pelaksanaan deregulasi untuk memangkas peraturan perundang-undangan yang dipandang menghambat pelayanan; 3) Pokja Penguatan Kelembagaan (Organisasi), memiliki tugas: a) mendorong terlaksananya evaluasi tentang ketepatan fungsi dan ketepatan ukuran organisasi serta kemungkinan tumpang tindih fungsi dengan instansi lain; b) mendorong terlaksananya evaluasi tentang pengukuran jenjang organisasi dan kemungkinan duplikasi fungsi; memastikan pelaksanaan analisis tentang satuan organisasi yang berbeda tujuan namun ditempatkan dalam satu kelompok; d) mendorong terlaksananya analisis tentang kesesuaian struktur organisasi dengan kinerja yang akan dihasilkan; 4) 5) -10- ®) mendorong terlaksananya analisis tentang kemampuan struktur organisasi untuk adaptif terhadap perubahan _lingkungan Strategis, dan restrukturisasi kelembagaan Kementerian Agama: | memantau progres pembentukan dan pengembangan struktur organisasi Kementerian Agama; dan 8) memantau penyusunan peta tugas dan fungsi unit kerja pada Kementerian yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing) Pokja Penguatan Tata Laksana, memiliki tugas 4) memantau implementasi peta proses bisnis yang dijabarkan dalam SOP yang sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Agama; b)mendorong perluasan penerapan dan pengembangan e- government yang _terintegrasi_ dalam _ penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Kementerian Agama; ©) memantau dan mengevaluasi_implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik pada Kementerian Agama; dan d)memantau pengelolaan sistem kearsipan (SDM, Sarana dan Prasarana) yang handal pada Kementerian Agama. Pokja Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Sipil Negara (ASN), memiliki tugas: a) memastikan perencanaan kebutuhan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan organisasi; b) memastikan pelaksanaan penerimaan CPNS secara transparan, objektif, akuntabel dan bebas KKN; c)memantau dan mengevaluasi penerimaan pegawai Non PNS secara transparan, objektif, akuntabel dan bebas KKN melalui satu pintu; d)memantau dan mengevaluasi pengembangan pegawai berbasis kompetensi melalui assessmen ASN; €)memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan sistem promosi secara terbuka di lingkungan Kementerian Agama; ) memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan penilaian kinerja pegawai pada Kementerian Agama g)mendorong penerapan penetapan_ kinerja_ individu dan kesesuaiannya terhadap kinerja organisasi; h)memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penegakan aturan disiplin/kode ctik/kode perilaku pegawai dan merumuskan kebijakan reward and punishment berbasis kinerja_ di Kementerian Agama; i) memantau dan mengevaluasi_pembangunan/pengembangan sistem informasi ASN di Kementerian Agama; j) memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan sistem pengkaderan pegawai ASN di Kementerian Agama; k)memantau dan —mengevaluasi_pelaksanaan _kebijakan pemanfaatan/pengembangan database profil kompetensi calon dan pejabat tinggi ASN di Kementerian Agama; ade | memantau dan _—mengevaluasi_—_pelaksanaan _kebijakan pengendalian kualitas diklat di Kementerian Agama; m) memantau dan mengevaluasi penyusunan dan penetapan pola karier pegawai ASN Kementerian Agama; n) memantau dan mengevaluasi pengukuran gap competency antara pemangku jabatan dan syarat kompetensi jabatan; dan ©) memantau dan mengevaluasi penguatan sistem dan kualitas pendidikan dan pelatihan untuk mendukung kinerja. Pokja Penguatan Akuntabilitas Kinerja, memiliki tugas: a) memantau dan mengevaluasi penguatan akuntabilitas kinerja yang melibatkan Menteri dan pimpinan satuan kerja pada Kementerian Agama; b) memantau dan mengevaluasi pengembangan teknologi informasi dalam manajemen kinerja; dan ©) memantau dan mengevaluasi peningkatan kapasitas SDM yang menangani akuntabilitas kinerja Pokja Penguatan Sistem Pengawasan, memiliki tugas: a)memantau dan mengevaluasi pelaksanaan __pengendalian Gratifikasi pada Kementerian Agama; b)memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Pembangunan SPIP pada Kementerian Agama; ¢)memantau dan mengevaluasi_pelaksanaan _ penanganan pengaduan masyarakat pada Kementerian Agama; d)memantau dan mengevaluasi__pelaksanaan _penanganan pengaduan serta pemantauan benturan kepentingan pada Kementerian Agama; dan ¢] memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan unit kerja untuk memperoleh predikat menuju WBK/WBBM yang dilakukan melalui pembangunan Zona Integritas (Regulasi terkait pedoman pelaksanaan pembangunan Zona Integritas pada Kementerian Agama ditetapkan dalam Keputusan Menteri Agama). Pokja Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, memiliki tugas: a) memantau dan mengevaluasi penerapan standar pelayanan pada Kementerian Agama; b)memantau dan mengevaluasi percepatan layanan pada unit pelayanan di lingkungan Kementerian Agama dalam menciptakan budaya pelayanan prima; c) memantau dan mengevaluasi pelaksanaan koordinasi dengan instansi/lembaga lain dalam penilaian kepuasan terhadap pelayanan pada Kementerian Agama; d)memantau dan mengevaluasi pelaksanaan deregulasi_ dalam rangka mempercepat proses pelayanan pada Kementerian Agama; dan ¢) memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan/pengembangan penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan publik pada Kementerian Agama, -12- 2. Pembentukan Tim RB Tingkat Satker Susunan Tim RB pada masing-masing satker terdiri dari Pengarah, Pelaksana, dan Kelompok Kerja RB yang selanjutnya ditetapkan oleh Pimpinan ‘satuan kerja melalui Surat Keputusan. Adapun Lampiran Susunan Struktur Tim RB cukup mencantumkan nama jabatan. Surat Keputusan Pimpinan Satker tentang Tim RB dapat diubah apabila terdapat perubahan susunan struktur dalam tim Keanggotaan tim dapat melibatkan seluruh unit kerja pada satker sesuai dengan kebutuhan tugas dan fungsi dalam tim. Adapun tugas dari Tim RB adalah sebagai berikut: a. Pengarah Pengarah dalam Tim RB mempunyai tugas: 1) mengendalikan pelaksanaan RB satker sesuai dengan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Agama; dan 2)melakukan monitoring dan mengevaluasi pelaksanaan RB satker secara berkala, konsisten, terarah, dan berkelanjutan. b. Pelaksana Pelaksana dalam Tim RB mempunyai tugas 1) merancang rencana tindak lanjut pelaksanaan RB pada delapan area perubahan di lingkungan satker: 2) melaksanakan fokus perubahan pada satker sesuai dengan rencana yang tertuang dalam Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Agama; 3) mengoptimalkan eksistensi area perubahan yang sudah maju dan meningkatkan area perubahan lain yang memerlukan_perhatian khusus di lingkungan satker; 4) melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala serta melakukan Penyesuaian yang diperlukan agar target yang dihasilkan selalu dapat menyesuaikan kebutuhan stakeholders di lingkungan satker; dan 5) berkoordinasi dalam merumuskan dan menectapkan Agen Perubahan pada satker, Selain tugas tersebut, Pelaksana mempunyai kewenangan sebagai berikut: 1)mengakses data yang dibutuhkan untuk pelaksanaan RB di lingkungan satker; dan 2)melakukan koordinasi dan konfirmasi intensif kepada satker dan unit pelaksana teknis di bawahnya, yang telah maupun yang belum memiliki Tim RB terkait dengan pelaksanaan Program RB di lingkungan satker disertai dengan data yang dibutuhkan ¢. Kelompok Kerja (Pokja) Pokja dibentuk untuk mempercepat pelaksanaan serta melakukan monitoring capaian pada delapan area perubahan dalam RB pada satker yaitu 1) Pokja Manajemen Perubahan, memiliki tugas: a) mendorong satker untuk membentuk Tim RB; -13- b)mengevaluasi pelaksanaan Road Map Reformasi _Birokrasi Kementerian Agama pada satker; ©) mendorong terjadinya perubahan pola pikir dan budaya kerja melalui pembentukan Agen Perubahan pada satker (Regulasi terkait dengan Pembangunan Agen Perubahan pada Kementerian Agama ditetapkan dalam Keputusan Menteri Agama); dan d) penyusunan rencana aksi tindak lanjut percepatan RB pada satker. 2)Pokja Penguatan Peraturan Perundang-undangan, memiliki tugas mendorong terlaksananya evaluasi dan pelaporan secara berkala dan berjenjang terhadap pelaksanaan berbagai peraturan perundang- undangan yang telah diterbitkan untuk mengetahui berbagai Peraturan perundang-undangan yang dipandang tidak relevan lagi, tumpang tindih, atau disharmoni dengan peraturan perundang. undangan lain yang dipandang menghambat pelayanan; 3) Pokja Penguatan Kelembagaan (Organisasi), memiliki tugas: a) mendorong terlaksananya evaluasi dan pelaporan secara berjenjang terhadap pelaksanaan fungsi dan kemungkinan tumpang tindih fungsi sesuai struktur yang telah ditetapkan; b) mendorong terlaksananya evaluasi dan pelaporan secara berjenjang terhadap kesesuaian struktur organisasi dengan kinerja yang akan dihasilkan; dan ¢) mendorong terlaksananya evaluasi dan pelaporan secara berjenjang terhadap kemampuan struktur organisasi untuk adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis. 4) Pokja Penguatan Tata Laksana, memiliki tugas: a) mendorong penyusunan peta proses bisnis yang dijabarkan dalam SOP yang sesuai dengan tugas dan fungsi satker; b) mendorong perluasan penerapan dan pengembangan e-government yang terintegrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di satker; ©) memantau dan mengevaluasi implementasi_ Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di satker; dan 4) memantau pengelolaan sistem kearsipan yang handal di satker. 5) Pokja Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Sipil Negara (ASN), memiliki tugas: a) memastikan perencanaan kebutuhan pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi pada satker; b)memastikan pelaksanaan penerimaan pegawai Non PNS pada satker secara transparan, objektif, akuntabel dan bebas KKN; ©) memantau dan mengevaluasi pengembangan pegawai pada satker berbasis kompetensi melalui assessmen ASN; d)memantau dan mengevaluasi_ pelaksanaan_ kebijakan_ sistem Promosi secara terbuka di satker; ) memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan_penilaian kinerja pegawai di satker; -14- f) mendorong penerapan penetapan_kinerja_ individu dan kesesuaiannya terhadap kinerja organisasi di satker; 8) memantau dan mengevaluasi pelaksanaan aturan disiplin/kode etik/kode perilaku pegawai dan kebijakan reward and punishment berbasis kinerja di satker; h)memantau dan mengevaluasi_pembangunan/pengembangan sistem informasi ASN di satker; i) memantau dan mengevaluasi_pelaksanaan_ kebijakan_ sistem pengkaderan pegawai ASN di satker; j) memantau dan mengevaluasi_—pelaksanaan _kebijakan pemanfaatan/pengembangan database profil kompetensi calon ASN di satker; k) mendorong terlaksananya penyusunan pola karier pegawai ASN di satker; }) memantau dan mengevaluasi pengukuran gap competency antara pemangku jabatan dan syarat kompetensi jabatan di satker; dan m)memantau dan mengevaluasi penguatan sistem dan kualitas pendidikan dan pelatihan untuk mendukung kinerja di satker. 6) Pokja Penguatan Akuntabilitas Kinerja, memiliki tugas: a) memantau dan mengevaluasi penguatan akuntabilitas kinerja yang melibatkan pimpinan satuan kerja; b) memantau dan mengevaluasi pengembangan teknologi informasi dalam manajemen kinerja satker; dan ©) memantau dan mengevaluasi peningkatan kapasitas SDM yang menangani akuntabilitas kinerja satker. 7) Pokja Penguatan Sistem Pengawasan, memiliki tugas: a)memantau dan mengevaluasi-_pelaksanaan__pengendalian Gratifikasi di satker; b) memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Pembangunan SPIP di satker; c)memantau dan — mengevaluasi__pelaksanaan _penanganan pengaduan serta pemantauan benturan kepentingan di satker; dan @)memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan unit kerja untuk memperoleh predikat menuju WBK/WBBM yang dilakukan melalui pembangunan Zona Integritas (ZI) di satker. 8) Pokja Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, memiliki tugas: a) memantau dan mengevaluasi standar pelayanan pada satker; bj memantau dan mengevaluasi percepatan pelayanan pada unit pelayanan di satker dalam menciptakan budaya pelayanan prima; c) memantau dan mengevaluasi pelaksanaan koordinasi dengan unit kerja di bawahnya dalam penilaian kepuasan terhadap pelayanan di satker; dan 4) memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Pembangunan/pengembangan penggunaan_ teknologi__informasi dalam pelayanan di satker. aaroi Sehubungan dengan regulasi yang telah dikeluarkan oleh Kementerian PAN dan RB terkait dengan pembangunan Zona Integritas, bahwa setiap satker di instansi pemerintah serendah-rendahnya setingkat Unit Eselon II] yang menyclenggarakan fungsi pelayanan perlu membentuk Tim Kerja ZI Tim Kerja ZI akan melakukan pembangunan Zona Integritas menuju WBK/WBBM sebagai wujud pelaksanaan RB. . Rencana Kerja Tim Reformasi Birokrasi Dalam pelaksanaan RB, setiap satker pada Kementerian Agama harus menyusun rencana kerja Tim RB rah Kebiiakan, Penyusunan Pelaksanaan ee encana Program dan oe Kerja RB Kegiatan RB Perbaikan /Revist Monitoring dan L— |e eae Rencana kerja tersebut disusun dengan mangacu pada Renstra dan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian Agama yang meliputi pemenuhan terhadap seluruh komponen pada delapan area perubahan dan program/kegiatan utama yang belum dituntaskan oleh satker pada tahun sebelumnya. Penyusunan rencana kerja pada tingkat Kementerian Agama dan satker, harus juga memperhatikan catatan hasil evaluasi terhadap Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) oleh Tim Evaluator RB dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Tim RB harus melaksanakan seluruh program dan kegiatan reformasi birokrasi sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan dituangkan dalam rencana kerja, schingga pencapaian pelaksanaan RB pada Kementerian Agama dapat terwujud sesuai dengan yang direncanakan dalam Renstra dan Road Map RB Kementerian Agama. Pelaksanaan Delapan Area Perubahan Reformasi Birokrasi Untuk mewujudkan sasaran RB, perlu adanya perubahan pada area tertentu dalam lingkup birokrasi, yang diharapkan dapat menciptakan kondisi yang kondusif untuk mendukung pencapaian sasaran RB. Area perubahan tersebut yaitu: 1. Manajemen Perubahan Salah satu sumber permasalahan birokrasi adalah perilaku negatif yang ditunjukkan dan dipraktikkan oleh para pejabat maupun pegawai, sehingga mendorong terciptanya citra negatif birokrasi. Perilaku yang sudah menjadi mental model birokrasi yang dipandang lambat, berbelit- belit, tidak inovatif, tidak peka, inkonsisten, malas, feodal, dan lainnya. 216s Oleh karena itu, fokus perubahan RB ditujukan pada perubahan mental aparatur yaitu mindset dan culture set. Perubahan mental model/perilaku aparatur diharapkan akan mendorong terciptanya budaya kerja positif yang kondusif bagi terciptanya birokrasi yang bersih dan akuntabel, efektif, dan efisien serta mampu memberikan pelayanan yang berkualitas. Hasil yang diharapkan dengan adanya perubahan pada area manajemen perubahan yaitu: a. penerapan/internalisasi asas, prinsip, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku, termasuk penguatan lima nilai budaya kerja Kementerian Agama (Integritas, Profesionalitas, Inovasi, Tanggung jawab, dan Keteladanan); b. meningkatnya citra positif aparatur dan kepuasan internal dan eksternal terhadap pelayanan yang diberikan; dan c. meningkatnya kepuasan masyarakat. Dalam peningkatan area manajemen perubahan merupakan tanggungjawab dari bidang yang menangani urusan kepegawaian, organisasi dan tata laksana Penataan Peraturan Perundang-Undangan Permasalahan lain yang menjadi faktor penyebab munculnya perilaku negatif aparatur adalah peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, disharmonis, dapat diinterpretasi berbeda atau sengaja dibuat tidak jclas untuk membuka kemungkinan penyimpangan. Kondisi seperti itu seringkali dimanfaatkan oleh aparatur untuk kepentingan pribadi yang dapat merugikan negara. Karena itu, perlu dilakukan perubahan/penguatan terhadap sistem peraturan perundang- undangan yang lebih efektif dan menyentuh kebutuhan masyarakat. Hasil yang diharapkan dengan adanya perubahan pada area peraturan perundang-undangan yaitu meningkatnya kualitas regulasi yang melindungi dan berpihak pada publik, harmonis, tidak tumpang tindih dan mendorong iklim kondusif bagi publik. Untuk meningkatkan area peraturan _ perundang-undangan merupakan tanggungjawab bidang yang menangani penyusunan dan penerbitan regulasi peraturan/keputusan. Penataan dan Penguatan Kelembagaan (Organisasi) Organisasi dipandang belum berjalan secara efektif dan efisien. Struktur yang terlalu gemuk dan memiliki banyak hirarki menyebabkan timbulnya proses yang berbelit, kelambatan pelayanan dan pengambilan keputusan, dan akhirnya menciptakan budaya feodal pada aparatur. Oleh Karena itu, perubahan pada sistem kelembagaan akan mendorong cfisiensi, efektivitas, dan percepatan proses pelayanan dan pengambilan keputusan dalam birokrasi. Perubahan pada sistem kelembagaan diharapkan akan dapat mendorong _ terciptanya budaya/perilaku yang lebih kondusif dalam upaya mewujudkan birokrasi yang efektif dan efisien Hasil yang diharapkan dengan adanya perubahan pada area penataan dan penguatan organisasi yaitu: -17- a.meningkatnya kualitas pelaksanaan agenda reformasi birokrasi Kementerian Agama; ». terbentuknya struktur organisasi yang tepat ukuran, tepat fungsi dan sinergi dari pusat sampai daerah; ¢. tidak adanya tumpang tindih tugas dan fungsi pada satuan kerja baik pusat maupun dacrah; dan d. kejelasan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah Untuk meningkatkan area penataan dan penguatan kelembagaan (organisasi) merupakan tanggung jawab bidang yang menangani organisasi Penataan Tata Laksana Kejelasan proses bisnis/tata kerja/tata laksana juga sering menjadi kendala dalam penyelenggaraan pemerintahan. Berbagai hal yang scharusnya dapat dilakukan secara cepat seringkali harus berjalan tanpa proses yang pasti karena tidak terdapat sistem tata laksana yang baik. Hal tersebut yang mendorong terciptanya perilaku hirarkis, feodal, dan kurang kreatif pada aparatur. Oleh Karena itu, perubahan pada sistem tata laksana sangat diperlukan dalam rangka mendorong cfisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pclayanan, sekaligus juga untuk mengubah mental aparatur. Hasil yang diharapkan dengan adanya perubahan pada area penataan tata laksana yaitu: a. penerapan sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, cfisien, cepat, terukur sederhana, transparan, partisipatif, dan berbasis e-Goverment; b. meningkatnya kualitas tata hubungan antara pusat dan daerah; c. meningkatnya penerapan keterbukaan informasi publik; d. meningkatnya penerapan sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik; €. meningkatnya penerapan manajemen kearsipan yang handal; dan f. meningkatnya kualitas pelayanan. Dalam meningkatkan area penataan tata laksana merupakan tanggungjawab bidang yang menangani ketatalaksanaan dan bidang yang menangani teknologi informasi dan komunikasi. Penataan Sistem Manajemen SDM Perilaku aparatur sangat dipengaruhi oleh bagaimana_setiap instansi pemerintah membentuk SDM aparaturnya melalui penerapan sistem manajemen SDM dan bagaimana Sistem Manajemen SDM diterapkan secara nasional. Sistem manajemen SDM yang tidak diterapkan dengan baik mulai dari perencanaan pegawai, pengadaan, hingga pemberhentian akan berpotensi menghasilkan SDM yang tidak kompeten. Hal ini akan berpengaruh pada kualitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan. -18- Oleh Karena itu, perubahan dalam pengelolaan SDM harus selalu , dilakukan untuk memperoleh sistem manajemen SDM yang mampu menghasilkan pegawai yang profesional. Hasil yang diharapkan dengan adanya perubahan pada area Penataan Sistem Manajemen SDM yaitu: a. meningkatnya kemampuan satker dalam mengelola SDM aparatur untuk mewujudkan SDM aparatur yang kompeten dan kompetitif; b. meningkatnya kepatuhan satker untuk penerapan manajemen SDM aparatur yang berbasis merit; ¢. meningkatnya jumlah satker yang mampu menerapkan manajemen kinerja individu untuk mengidentifikasi_ dan meningkatkan kompetensi SDM aparatur; d. meningkatnya jumlah satker untuk membentuk talent pool (kelompok suksesi) untuk pengembangan karier pegawai di lingkungannya; ¢. meningkatnya jumlah satker yang mampu menerapkan sistem informasi manajemen SDM yang terintegrasi di lingkungannya; f. meningkatnya penerapan sistem pengembangan kepemimpinan untuk perubahan; g. meningkatnya pengendalian penerapan sistem merit dalam Manajamen SDM aparatur; dan h, meningkatnya profesionalisme aparatur. Dalam meningkatkan area penataan sistem manajemen SDM merupakan tanggung jawab bidang yang menangani kepegawaian dan bekerjasama dengan bidang yang menangani pengembangan, pendidikan, dan pelatihan SDM aparatur. Penguatan Akuntabilitas Kemampuan institusi untuk mempertanggungjawabkan_berbagai sumber yang diberikan kepadanya bagi kemanfaatan publik seringkali menjadi pertanyaan masyarakat sehingga mereka menganggap institusi belum mampu menunjukkan kinerja melalui pelaksanaan kegiatan- kegiatan yang mampu menghasilkan outcome (hasil yang bermanfaat) bagi masyarakat. Oleh Karena itu, perlu diperkuat penerapan sistem akuntabilitas yang dapat mendorong birokrasi lebih berkinerja dan mampu mempertanggungjawabkan kinerjanya sesuai dengan segala sumber daya yang dipergunakannya. Hasil yang diharapkan dengan adanya perubahan pada area Penguatan Akuntabilitas yaitu: a. meningkatnya kualitas penerapan sistem akuntabilitas anggaran dan kinerja yang terintegrasi; b. meningkatnya kualitas penerapan sistem pengadaan barang dan jasa yang adil, transparan, dan profesional; . meningkatnya penerapan sistem manajemen kinerja pada scluruh satuan kerja; dan d. meningkatnya akuntabilitas kinerja aparatur. -19- Dalam meningkatkan area Penguatan Akuntabilitas merupakan tanggung jawab bidang yang menangani perencanaan, organisasi, kepegawaian, dan pengawasan internal dan bekerjasama dengan bidang yang menangani pengembangan, pengadaan barang dan jasa, pendidikan, dan pelatihan SDM Aparatur. Penguatan Pengawasan Berbagai penyimpangan yang terjadi dalam birokrasi, menjadi salah satu penyebab lemahnya sistem pengawasan. Kelemahan sistem pengawasan mendorong tumbuhnya perilaku koruptif atau perilaku negatif lainnya yang semakin lama semakin menjadi buruk bagi institusi, sehingga berubah menjadi sebuah kebiasaan. Karena itu perubahan perilaku koruptif aparatur harus pula diarahkan melalui perubahan atau penguatan pada sistem pengawasan. Hasil yang diharapkan dengan adanya perubahan pada area Penguatan Pengawasan yaitu: a.meningkatnya Sistem Pengendalian Internal (SPI) pada seluruh satker; b. meningkatnya penerapan sistem pengawasan yang independen, profesional, dan sinergis; c. meningkatnya penerapan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN; d. meningkatnya efisiensi penyelenggaraan birokrasi; e. menurunnya tingkat penyimpangan oleh aparatur; f, meningkatnya jumlah satker pemerintah yang memperoleh predikat WBK-WBBM; dan g.meningkatkan penyusunan pelaporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah dalam rangka memperoleh opini WTP dari BPK. Dalam meningkatkan area Penguatan Pengawasan merupakan tanggungjawab semua unit kerja yang membidangi keortalaan, keuangan dan pengendalian internal, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Pelayanan publik merupakan aspek lain yang selalu menjadi sorotan masyarakat. Penerapan sistem manajemen pelayanan belum sepenuhnya mampu mendorong peningkatan kualitas pelayanan, yang lebih cepat, murah, berkekuatan hukum, nyaman, aman, jelas, dan terjangkau serta menjaga profesionalisme para pemberi pelayanan. Karena itu, perlu dilakukan penguatan terhadap sistem manajemen pelayanan publik agar mampu mendorong perubahan profesionalisme para penyedia pelayanan serta peningkatkan kualitas pelayanan. Hasil yang diharapkan dengan adanya perubahan pada area Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik yaitu: a.terlaksananya sistem monitoring dan evaluasi terhadap kinerja pelayanan publik; b. meningkatnya kualitas pelayanan publik sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat; dan c. meningkatnya profesionalisme aparatur pemberi layanan. -20- Dalam meningkatkan area Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik merupakan tanggungjawab bidang yang menangani layanan langsung kepada stakeholders dan bekerjasama dengan bidang yang menangani ketatalaksanaan dan teknologi informasi dalam pemanfaatan teknologi untuk pelayanan Keterkaitan antara delapan area perubahan dan sasaran reformasi birokrasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Metode pelaksanaan RB pada delapan area perubahan dilakukan melalui empat metode sebagai berikut: ‘Metode Cakupan Reformasi AreaPerubahan ——_pelaksanaan Birokasi + Organisas + Tatalaksana + Peratuean Perundong- sundongan + Sumber daya manusis aparstur } Pengawasan + akuntabiitas + Pelayanan publik + Burdaya Kerja Aparatur (caltre set éan mind set) L]. relahibanerbaga upayareformas! orton reser mela somalia pubic camalon. Internat ‘membengunkesecaran dan lomiten nd dual [Amanah PembvseanU0 1548 Tindakan/ a) {Uda perform dalam pelaktanaanrelormasi bedras, oo Pevababan peta, dengan meningkatyshomgetensl earning capacity | | Galammewupickan ala dar pembuhaan Builcing | | Konstitunttedalamalster, proves, dankenefe ha =21< D. Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) Kementerian Agama PMPRB merupakan instrumen penilaian kemajuan pelaksanaan RB yang dilakukan oleh satker secara mandiri (self assessemeni). PMPRB bertujuan untuk menilai sejauh mana kemajuan satker dalam melaksanakan RB di lingkungannya dan upaya-upaya perbaikan yang telah dilakukan. 1. Tingkat Kementerian Agama PMPRB Tingkat Kementerian Agama dilaksanakan dengan tujuan: a. memudahkan dalam menyediakan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan RB dan upaya-upaya perbaikan yang perlu dilakukan oleh Kementerian Agama; dan b. menyediakan data/informasi bagi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam rangka menyusun profil nasional pelaksanaan RB. Penilaian mandiri yang dilakukan oleh Kementerian Agama dilaporkan secara online kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melalui aplikasi Penilaian Mandiri Pelaksanaan RB. Pelaporan PMPRB Kementerian Agama dilakukan melalui submit secara online dengan tahapan sebagai berikut: a. Inspektur Jenderal Kementerian Agama selaku Koordinator Assesor, melakukan submit hasil PMPRB kepada Sekretaris Jenderal setelah dokumen terverifikasi secara lengkap dan terdokumentasi dari para Pokja RB; b. Sekretaris Jenderal memeriksa dan mengoreksi hasil PMPRB. Apabila Sekretaris Jenderal menyetujui dan menyatakan lengkap, maka dapat dilakukan submit ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Dan jika belum dinyatakan lengkap, maka dikembalikan kepada koordinator assesor; dan ¢. Sekretaris Jenderal melakukan submit hasil PMPRB yang sudah diverifikasi kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi disaksikan oleh para assesor. -22- 2. Tingkat satker Kementerian Agama PMPRB tingkat satker Kementerian Agama dilaksanakan dengan tujuan: a, memudahkan dalam menyediakan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan RB dan upaya-upaya perbaikan yang perlu dilakukan oleh satker yang bersangkutan; b. menyediakan data/informasi bagi Kementerian Agama dalam rangka menyusun Profil RB Kementerian Agama. PMPRB tingkat satker dilakukan melalui aplikasi secara online dengan mengisi Matrik Capaian Kelompok Kerja Reformasi Birokrasi. Setiap satker melaporkan penilaian mandiri per semester, minimal minggu pertama bulan Juli pada tahun berjalan dan minggu pertama bulan Januari pada tahun berikutnya. - ucurdusd epeday ueyreduresip wep isnjos /isepuawioya so uep ueyepeseutiad seinuidexjas yenquiou ueBusp epe Sues ueyereseutiod | -2 Isnjos ueouau weep yridia UeYEqniag Uday UeYeSepioquioyy “isesiuedio seiyns[ajo ueyeySulued Sunynpusut i Buek Buunys abpaymouy e195 Burwo pup Buny2009 ‘Bunynsuos werisq iad aie) ‘ueyeqniod uade ueynejad eduresiur ‘ueynejad feSeqsaq inperaut | P ISeDfoNg ISeuLOjY UEYEQNIed UoBy seSedey URBUBQWoSUd HEINAS|OW, ih “isvsrfeisos ynauIq wepep vlioy | oe uenes wped ueyeqniog uaSy Is8uny uep se8my UEWEYeLad LEYN AED, oO ‘ehioy WUA YRUN[ES oy UeyEqtueg UBSy UeLlOpag SsPiuaMaiday | —@ , weinfusjayieq estes Ueyeqriod uexneou | sa urprep IsesiueBu0 UeypferaBFuow yNIUN UEYEgNied UaBY UENIUIRUIIg ose ueqeqnieg wy sO ISBHoug ISeULIO;AY WeMBoIg ISeN[eAg UEP Hindw UeAMACIOW |p 7 seenjorig seuojei UBeUESSTEIod SepuaLIONeI | ao: uep Plepuay UeBUap Hey19) siUD{oI fseUIpsooy Yedex LEINALLOW z “uvaajar Suk seiuoud y8s0 5.0) venous Bus Iseryosig IseULIOJa1 UreIBoAd eUBDUDE UoWINyoP uNsnduayy | “4 i isenjong seuojo1 ueyeqnied wore uedejop wep urpin Buek | eo un Ro8Bue uexnausueU UeBUEp (eyo) PLiay yodwo}Y ULL yMIUAquIOW, 00% Senporg ISeuLIOFON WL, NVHVanwad NGNGCVNVIN VAVOV NVRIGLNAIWGY ISVAMOUI ISVWNOATA VAIN HOdNOTAY NVIVAVO HRILVIN -et- ‘Wre|-UTe] Wep “TBVes TyINg NEVE Jepyoog “9ys0d “sug so ¥ ‘syeaBorur ‘opisqom niodas jseytmuuoy eipou UesyeEsUEMIOW UeBUap | -e Sepjong IseuLojar LeBuap ype Sued uOmdumo ongnd wEANTE |, 00'T ip 7 Iseroxg reurojoy tsexrunwoy wpa_ |p| | [- ec <0 a i 5 ~qeuorsayord | | vflorfoq 21n3uN vuresy WeHO}UOWIEY Ney seuTeNow weeUquied EMOTELOW a : “eduure] vipaur undnew ueyeriay nqu9q uTeep remedod : unnj9s epedsy vureBy UeLIO}UOWOY mIsod vfioy exephg IsesTTEWIoUy sO ¥ euredly uetayuouoy jn1sod vftax exepng IsesiwIsos Up weSUBUBOuE | 7 ‘ueqep{IpUod /isuayeduioy siseqioq jas Pun so ¥ Pup eamyno weqeqnied wexrferour uIeTEP IsUEASUT MEYTINGaX ISIPOY wep 7 lwourez uaurequios}iod dupoyioy oassuodsou wiias sreaour Sues IeuDioduien siseqioq remedod weynvjed uep uenpipued treduequisBuad exnoreioyy ‘BBun iy weudund "oto udundip Bus uns uonwoyed ueesesUajefuad piodos uEATSCERD so Vv yedep weye!8oy “(SNd UON Wep SNd TemeSod) UeyexuN enues Ep | -e emvlod yrunjos redures (Siunioy uvuiduayd meun wp isesyoxtg seussojon weouesyefed uerep ueinfireFxiI0g wep FRDTe TePeAMIOIN WIEASUIHIOg os ISeSTHAIO FEN-TOEN | © ‘Suiseur-Busvur 199388 yayo s‘o Vv ueqnquayp yedep teeBreysiued ynqueq) eduueqeqnied joBre) redeousw | 2 Sued weqeqnied uae epedoy ueesreysued /iseisoude uesLroquiay ‘eAuurredvo wep souSoud redures ueqeuvoualip yepne Suvé teeaouy ueauap rerio; (untes sod) epexiioq Bivoos ueyeqniog UoSy wliouny Isenyendsuapy so v cee yet pe Bey tih eek AA (eg eum TL Pace ca oT efron wenjus vped jeojndias weeuesneied sjsyeuR Uep Eley TEROTEPW Bysteb Teh An fed so v 3 ‘ uvuese ep IseNSTuTLUpe UBBUOp IeHIO sit. ‘ Sued senor ueeuesyepad weynyedoy Isenjeso wep SuLoHTUOM HeANTeToyy |“ ; Suiseur-Buisou ofioy uomes ped weuese | #0. i“ Wep sense ueBusp yey Suet iene: Suiddeu wee 00% Tsemndoy weeuvsseog weynyedoy | 7 %00'00T | OS's se NVONVGNA-ONVONOMad NVO WAHAH NVVIVNGE ‘| Isey UByresepioq eAUUNYE denoS Uped weN[ONG 2 - Jseuojor uvvUEszeped vepuoy Uep ueedeo ueUNYE) UBLOde, yenquIy | 7 ToywouIOS Toe TWO] BEING BIETOS so v Isenjorg Iseuojy wewory uveuESyead ISenfeAD [Isey TEpuoUIOya: | -o anfue| epun weeuesyejod Isenqeao uep Sunojuow ueINAEIAW a (iaysouies aod fe pepioq BIRDS ISER[ONG ISEULIOFY #0 v ureufo1g ueeuesyejed Jsenyeao [sey Uex|seSeps9q IsepuoMToyas yenquioy | P : “woyuqniod ease denos wped jsesiueaio moadue qnanjos weyeqqiour Sues | _, a0) ¥ PEDO IsemO}y uMBFo1g ueeUBSEIad dopeyso sented UEANVIAWN 5 7 (wevoidox-uoveidox musa weep) wey ep Ise eEEOEGE | | amauaq WEEP seN{ONG IseuUO;Y weoIg wUvsUSy UEHUNINU; weenjomg IseuLOjey UeYeIied vary uedefep SunsMpuoUE s‘o v Bue uewiay uep werdoid yenuiour Suk estuesi0 wIOFue yrumjas | -e vpwday isenjong Isewuojoy ureiBoid BuvsUDY ISESITEUIOWT Wep IsusITeISOS O08 Ienjong Iseusojeu weidorg wuvousy | § : TSeDIONIG ao a WeULQI UPPULSyEPd weep TEP}; IseUNOsU BuNepdn ueynaPoy | | eyevad) ca 7 cae rai -¢t- ose, 7 Tsestueai unjeag | T %00'00T | 00% £ ISVSINVOUO NVIVOONGd NVd NVVLVNGd | 111 TUDLIO} ISIpuOSy, so v ueSuap renses jnyajo wep ueasjes seiner ueyAseuoM eyBue: urepep | “Pp uumyny Suepiq Ip Isusjodwoysoq Bued visnuey veg soquing uvyenBuag [SeyUHOA Uep Molnar so v ueeuesyeped sey uexodey ueyresepsoq Adooyos /fidoopiny xnquaq urepep | “2 Qi) Yel) Sues isemgor uvdismwduod /uv|sejuouMopusd weIMALIOW, euresy Ubpa ou so v ypjo wepIqiNp/uexrenjoNP Sued senor weSeqieq uveuesyvped | q depeyioy jsenfeas uep Bupoyuow [sey Jsepuswoyor jenquoW. wuredy UELAUAUIEY YsIO UERIQINp/UEHTENHP 0 * Sued isemnSor reFeqioq ueeuesyejad dupeysoy Isenqess wep Suuojuoy | © 00% ‘viroy wenyeg eped sendy ueyjepuoduea wowis | © ‘ qiquey yee Sued serBar eo ¥ ueeiaurad neve isenyeas/sisqeue sey ep ynfuel yepun wesmozepay |? ; /stuourrey syepy Sued wemnsox depeyios a ¥ el See ISepuaMIOyar uexode] yenquiay | “4 ‘ vuonquis/stwourey | $0 : xepn Sued tsemBes depeyioy uevjauad ‘sysrreue aseyyUap! UEXMALIOW, ost vio wenqes eped jsemndoy isesjuounng |Z Suvfuelieg ereoes eduuexpeduresuour so v uep BuiseurSuiseur efioy uenjes eped senior uveuesyyufad | *P ueymeday ueeuesyeied sisireue uep ueifey Esey IsepuoMoyas yenqUIOW Bost leee a5 amas aiele ray rea eee assy can -9%- ueyderoup yep) Sues vureBy weusuoMIOy srusiG sosord vied ped noeduen | & vues jsBuny wep sedmy ueBusp Fensos Suek sjusiq sasosd Yad unsnsUoW_ (aos) snposorg feuoysuiedg sepunag wep syusig sesorq wed v %00°00T | y vavswwi Vive NVAVAONGA ‘ueqeqel vied ueunsnAued UEAMAEIW | uaspes SuseurSurseu eped (fav) eliey ueqea sisieuy wep (qeiuy) ueweqer sisqeuy Isenyess EseY seye sepusmoyar yonquoy | 4 croyjes Surseur-Suseur eped (Mav) ehoy uegag sisyfeuy uep (qefuy) ueyeqep sisyeuy seye jsenfeas URANO, os'T weyeqer 815 Tey s‘o WS¥sTuUB.0 Isenpead sis!TeUE [Sey depeyso} sepuoworjer uexynfeduaw ueBuap |senqesa [Sey HNfuePpEpUTLO ° "puosino) eiouny Uejedeaued wxusnSHip] SBOENS uedunx8uy ueyeqnied depeyr) iseideperoq ndurew Sued isesuwaio anpmns >njueqie yedep w#Buryas ueyyseyp ueye Bued (ewooo) | ‘p vhoury weredvo vped uyqeysoduow uesusp uoypseyrp Buvs rsvstueas0 ATMS UepENsesoy Zuvjus} sestues10 isenyead s[syeUe UEANAL|W esrueBio ypUN Suedum) neve jsBuny seqydnp weUPASuNUIy uesiseyyuopuow Suk sesrmS10 senfesd sisHeUE UBINAL|EW aS isestue330 Sueftiol mpnSuew Sued rsestueGuo senyeas sisTeue UEANALIOW Te tla A fod aapes denas eped isestreaio uesnain upyedajay Uep IsBuny ueyedoyoy reruour yun wen{njreq BueA rsestueBio Jsenqesa sisyeuE UEANAL|OW -Lt- eH 7 sO v “disre wevjoja8ued ueeuwsyejad jsenjeas WERT | 7 7] ; ‘uedys.se0y uowofeueur ueiusp yexia1 Wedisieay UeBUOp UBTUNgNHIOq a0 ¥ Suek wisnuv exeq roqumg rsusjeduoy uvyenBuad wespexsuruoy | Y oO Vv “uvdisreay Sunojnpued euezeseid wep euEIes UEHeyauRER |S sO Vv undiseay ISUSTENTIG WISI YeNqes Weep oy dere UERSETaUBEEN | 7 gpeuLOsUY wep Yepn Bue asequep | eo) ¥ JseuLojuy ureep duxfiusy Sued disie isejuamnyop syopur unsnduoy ‘wiedou disre isejuouIns|op UEATPeND ynyuN UPdisieay PIOGMIT/ INV) : Bsouopur yrandsy [euoseN disry Yyo[O eXuueyesquey isemytionp | a0. v jedep viguryos uejusueuLredip uedueiaiayiog wep ‘eAmsudzox siqey yoja | P freyerefasoy BUNS rept PYWOM BuVX SHES disse uEvjojeFuad uEANAEW, i Seep Yepnur wep BouIO To jMTeUI disze wep Gupte | $0 a disre ‘Tara disze wep unpio Suef syureup disse weejojSuod ueynsEoW sO Vv “uediszeay Buequay |Sepnaos jseyuouTayduT s‘o Vv urdisseay tse[nBo1 ueBuop fensas tredisreoy isusyeIsos uEAMOTEIW |e 00's wedysseay uevpojaaued | z so “wepuswoye: nnfreprepuruaM | v PHOS JOS Uep stusiq sasory Blog IseNTeAd [sey IsepudMoxar JRqUIO,Y so Vv ‘senjong senaMjeye Uep isuaIsy9 uEyQUNY | -p weuvquioiod ueduep yensas sfusig sesaid vied Isenqead ULIEPW so a Ieepjong seanyayo ep IsuaIsYa MaNuM | 5 Uesuequoyied ueSuep rensas gos UPdeloued Isenfeas ueATACIOW. s'0 v ‘usydeioup yer Bue4 (gos) mposorg | .g Teuorserado sepueig urerep ax _uexreqelip Yepns stusig sasoid vioq z fosaiyy - Blase rg : Ara 4 Daan ce Diuatene -8z- Bee ek Ah cd ‘somuas oyqnd euessepad redeqes euresy ; ueuo}uouey Impede vfioun, wu9s ueIpqudtied “uesnintor ‘uedexeooy | so uw qyeresseur uExUPZExOUL/Ueeseo1odoy UEHUeUEUOUE yMGUN somes | yexBuy eped woes sea (vAOW) Sanfly snowGyew Jo fassray yMUsqUIgW, i isuoipne uevuEeEd wsoy wexody | so yenquiow ueusp yeyBesseU ULBuap suaIpNE [sey AnfuEpfepuruay | U ; yeeressou uiuap juopay uaroePU |g so ueSuep ueuedvjed depeyzay qeqeredsew uederey isendse unduny3uoy 5 wep aqninog “ureiBeisut “rou ‘jooqaoN ‘ousqam nodes eR: so MpPU yqqnd epedex wureSy ueuOUMEy wfiou| uex|seULN 3 weep Seu ued ueynyajeluow wep uesfTeunssteuroWy i aplang jecHo;U] wEINqINey BuMUN suITOL seOUE[duN UEEHESHEIEd | __ so sev jeenfeao wep SuoyUOUT sey UUxTesepi9q |sepUDWONeS NUON, SSuLTOy Uy BURETTA) F9PIO SADT : Bue ynand reeunoyay uewece| | so PS ANE SeUOY] UEEANGIO}Oy, FuMyUD} yeeMno1 Jsejuourgdun uveueSyeed seye Isenmess UEP FuPOIUOU VEAP 50 ANG SeULOFUY UeEHNqI|ay BuRIUD \eEINaDz jseruaUTeyU | > 50 aigha PeuLOFUT UeENNGieisy BUEN, |seInar sos UEIMAETAN | “a eaTeay WeLaTUSMOy SLUR, ; wep ueueivjed ueBuap yesu0) UBESeduau yep ue “reToq “TEM | |, so Buek sani UT MeSpIqIOUSUT Nee/uvP WexLOquIOUE “uexeIpesuoL jUoUMYCT wep ISEULIOFUT vIojaBuad uBiod uBypeuNdosuay, 00'S algnd seursosay woeGI030q | © disie ueejojeuod uevuesxyied | so sonfeso ueeuvsyeped [ouy UEsUEp ye19y IsepUaHIOse UELOde| IeNqUIOW, -60- Bye itea ance sO v “aSa'] ueeunddued isenjeas wep iseyusuradu ueynyepoyy |e 00'T __ asa?) awonyerg eaves weEpySueg weuLdEy (eusorjse wep reussyuy ueUeAe “efioupy IsensIUREpE so v | wesuep uvyexjioq Sek yernqde) —iseqnde indino uvxresepiog | “2 ISexYAUEP! UEP UeEIOUIEd [SEY UMEBSEpIIq ISeYNde UBsISeIoUTUOpL "yedss Tap TepRUT i y | BeewEpes Aya! uIge| weAMAVEEP redep ueTede] ueHIaquisd anpasouc BSBuryes ‘ure] Sued UeSUEp Nes erE]UE IseAZoyUUID yedep seFe seuLosur | P Bojowioy _wexeunsduour yepns Buek ueuede, waysys uEyPuEqUEsUEW, “eauisSuny wep so v | sem ueBuop rensas snstfeor wep ‘annoy ‘yyiseds disuud-disuud uesuap | -o uvyBuvquop Yvpns up uBye Fued isesde stuol uexSEAyRUOPHUapL (jewoyjse wep eur U MeUeAD| “ebiouny YSeNsTUTUpE UesuEp so v ueyersoq Sues tsexnde) inqasin ise_nde indno stusf wexresepioq isBury | “q uep se3nj Summnpuour SuvK Iseyyde swof-stusl uevjured wonseIOW aamgnd weuecejed uep ueyeupouied ueeAausjeduad a y [SwEAwUNS Jsuemdsuen ‘seLaMI;S ‘tousISyS uEEXSuUOM ymun| UEApNSEUNP BueK ISeATUNUIOY UEP ISeULIO;HT Bojow}a ueyywesTeUIoM ynqun ekedn werep juouwenob-2 ueZuequio8ued euvouer pITWeW. ose Be quauuseaon-a TopeIeRSeUT $% : vurdy wousquowoy wn snisod ride ueeySuruou vue: orerep| iSye TAL) Teisos wpau eped ruppio] iseuuojuT ueyedumedusu wep ideBBueuour werep sexyes yexsuN wped war wali yuoW ueied uBxjeundoBuay, NVIVIINad -0e8- . eyerenseur epedsy so v Sen[ Bses9s UeyIseMLOsUNP un UeUIdund uBeqef Uep ‘TeuoIsBun; | -q uejeqel ‘Isensturupe ueyeqef isyejas_ueeurousd — weumumnsuaq TSudjoduToyy SISEqINg, so v uep uesedsuen wreoos 133un ueurdund uvjeqel wep “euoIssuny ueeqel | -e Ssenstmmpe were! 1sy9[es wep uvIE/BueFuad wo\sIs MeyeUESHELA, 00% yeawdog ueepesuod | Z “jeaveBod ‘ vfuejeq uereSSue Iseyore o1ses uep “ynpnpudd yeTuMf “YereP syTEIBOE s‘o v [sIpuoy UeyNeqrodueu ueTuep yun denas wereqel viad ueresepioq| 7 Femefod ueyrinqay umeueouaiod senveas wep Suuo}uoU! WENMTSIONG ae y Sha WON fended youl wniaaeduow dein webuap wav ue |, qufuy westep rensos remedod ueumanqan Hejumn uesumyieaued woe : early uwoydeioup up Uneteip yon Tuoi way wemajusmow A/esTUNTIO | uenfiy weredes Sunynpuaut snsey GNg UeEqel ueyNINqey eUEoUOY euedy UeHaqusMIOY eNSUsy UETUDp fensos Uep HeyNINGey seyOUd so v ueqresepsoq unye (nyes) | Jed 1oULNp ep NYE (eu) g NIqEM ExBUEL| -q amgUM SNd TEQEP sue! UEP Yeu! UeYIngey wUOUDI UNsniUOY Sestueiio UvSuequionied /eqiureutp unyauequiploduiow uesuap Tensas so v | oray) etioy uegog sisqeuy wep (qelay) uereaep sioyeuy wenrecepiog | -e Joes wped guid Ueregel sol ep Hfepam! weumagon BUDGE UMAR ose. Feaviog ueqnynqoy wedejaueg wep ueunsnduog | 7 1g Te [ooroor |roorse (ee a anivavav has hase NWvuwNad | vesef wep Bueseq uvepeduad uveuesyejod urepep isueredsuen wep so ¥ | rynor ‘senapsayo “suoisyo uopexBuUoW Yigal seBe gga1 uEEUNATUDd | -q ueBuep ueyeyieq Buek wos |suswduoy ueauoquedued weer, | TET Noha viva ieugiain tr Ae Pacis -te- JsvuTIOJUT worsis wep ‘}susjedwoy UesuEquMOBUDg ‘Hey UeSUEquIOSueg | ¥ ‘ueyequy srusl ueduap fenses Ueeqel a0, a weisisuod weep weumopad reSeqas ueiege! isuajaduioy repueys unsnduay | > Tofe|9q Suek uenqualay Ueaup so v fenses (82un ueudund weyeqel wep ‘qeuoisduny umeqe! ‘sensruumpe | -q uel isensrurmpe ueuese, ueBuap yey) UBUEAed uexTEYsUTUOY, “uvifesauod recep redeqos Uexeunsip Buvk uvelreyed isexyeny uezeredsiod uep ‘yedump ‘qeaef Sunssuey so v ‘ueninsay Jey3un weyresepioq ueyeqel ueexBun ueynfimuoM Sues | -e aun ueudund ueeqel uep ‘Teuossury uvyeqel ‘sensiunupe weyeqel ueyNpNpay_UexTesepioq Temvod IsexYIseE| UEP UBMeUIed TEANTELW, ost Beqeqer wep 3exsued |S "Pussduioy sisoqied Wap UexedsuE so v wreoos 3un uvurdund ueyeqef wep ‘Teuorssuny uBeqel ‘isensrumupe | -y ueegel syajos_Uep _woUNND|aA wySIs senso UEP SuTOUOW, ‘SNd UoN remedied depeysa, uezeSBue Iseyope yNseULIA, so v nequedp yedep snd UoU tumeded ueyningay BABUTYIS Ny Nes myepow | 2 uesedsuen presss gNq UN remeBod uveuroued sasoid uEnDEpOW "HyNqia) Brees UEAISeULIOJUND 188un UBUIduNd wereqel 0 ¥ _| vep ‘teuorssuny ueveqel ‘sensrurupe werequl isyajas piseq ueumumnauoy | BG : Nop Seqaq wep ‘equEnye ‘ype ‘pyalqo ‘weredsuen Bun uemdund | _, weqqel wep ‘Teuors3unj uereqef “isenstunmpe umpeque ssxofo8 sosory $0 2 {eURuLDsIp s7epH ‘Sepa! Gun uomdund werege! wep ‘TeuorsSuny eee iseNsIUIMpE URVEGe! IsyPpes UeErEASIog | "P ae 7 ora ed wep “yedeo ‘yepnux ueiluep wou Tun udu | usjeqel uep ‘euoIsiuny ueEqel ISEnSTUIUIpE UEyEGe! IS¥aI9s LeTEYEpUdg Foye tal) . ENE SZ : Peeiccs Baza Ey Tiss tite ban fog -ze- patie anced Fo Ghd SER] uoUDfeTER RemIg;U] MasIg uaRTEBREme, | T sO SNd SHEy USuOTeUER PUD; UASIG UNBUEquOy | > “WeRuNqUeUImaH og BIOS WHEGEP STUST so denos 1p rsisod sue wep wrejep gud weyepurdied neye/uep uereduraued | -f uejnm TeussusUE sesvp vjod ueyedniom Buws gua JoLey vlod yenquIEy wo Tou UeSuEquIaB ted dopey) isenfess wep UeNeURUIId UME | Tr s'o sueyeqel (suajadwoy sepueys uep uvjeqef repueis ueyresep.oq Jouey uesuequioSuod vjod uvxeuesyejay | t 50 ‘pyrey uwiuequisSued eueousr uedepusd uae | —F "Tepeureur so Buek uvse83ue ueBum{np uvduap ysusyeduoy uPBuequiesusd wueousr | 5 uviusp rensas suajaduroy ueSuequioSuad ueyTyNGay s|SHTEUE UEAATELA 0 Temeded isuajedwoy ueBuequredued isexynuap! ueMEjaW | > % TeubSed uouisesse [Isey UexTesepioq jsowoad UEP IsEINUT IN[PIour uVYNALEP BULA GN JOLY ULIuequiosuod UsUTafeueUT UEyTZIayy | P ‘BAUUTH UefeMDaday SeULGN Uep TeISUny weed Tey so yekemu sujodwoy ueFuequieued yedemu ‘suaoduoy ‘ueyeqep yell] -o weyar seAMTENy ‘Teuosiod eyep JenuToUr Sues uNENSIp Yel SNa Od Taeqep wou, UIA wep so ‘{Teanyny Tersog isuajedwoy ‘yeuofeuey Isusjeduoy ‘sruyay isuajedu0y ‘qnsas Buek qeySued ‘uezeqep poy ‘ueyeqep werem ‘ueyeqep | eureu yenuaur Sued unsnsip yea (¢ys) ueyeqer jsusjeduoy sepuES al ‘SNd [oid uvp (rys) UEEGeP sua}edwoy sepuES | novSuour uedusp NEY reMwaad uexopeyZuod ep aLex vod ueeUESETOY yey wourofeueyy -ee- v0 v ‘spedon Gusinjsjund pun promal) wejequy Uep aes UeLoquied ehrepy |= oor ueereyiuea : au weaTeT | so v ueuequied ymjun sesep reBeqes npirpur vou, ueredeo uepefuopy ‘epee, so y | ereoas wep yrumpsuow ereoes ysumsur noqeyrod apoy/yn2 apox/undisip | -y ueme ueeuesyeed see isenyeas up SuuoyuoM uExTATEIOWN ‘i Yeaweod roqeppiod pox /sqn9 apo /undisi |g so V — Jueme ueeuesyejd see senfeas wep Supoyuou — ueANEION <0 Vv Teaedod nojeqiod apo sine 9pox/wIdsp ETE TSR USMdauON | so Vv eased najeitied apo Sina aponundisp wamye woydaouoy | > i EsTUEAIO so V¥__[etoupy ueduop serojas Suek npwpur vfioury uereruod ueymyeron | ? vo . uerdsuen wep Jnedisnzed | fequunse “nmus) GRyalqo BBs UBATTEEP SN wLOUE| werETUE “|SesruEBI0 so v | efoup, @uronpuour Suek psesuesio yun wuN wep NpmIpUr yexsun |g vped vGoupy ueeueouared UeyTesepiog UEYNOETP SNe POIOUDY weReTUSE a Trea | ¥ _| waysis uvp yomisaid waists ueysesepip 8uvk gq ueEUIQued UEAM>TEION ose URdEsic wep whoUTy wHPETTUSE “remeed whouny so vy | soxtoud mypyodtuow ymun epeysaq wzesos MUBSqns/sIEya/TeMPAANS) | -u yepyp | eosed = remefad = eLouRy = ISenend— UETOTEON oa 7 SNa femviiad ueropeyaued wep ‘Teusjaduoy uesuequiosued | ‘ey vod ueeuesyjad isenjeas wep BuHOyUOU —ueyNyEL, eee ‘%00'00T | Go'sT tee __ SViITaVINONVY NVivaoNaa| IA ae 7 WAS wouofeueu uEreligex wenquTEBusd |g Bunsinpued yeeqas uwyeuNs!p ucTemododoy ToouORN MANES sO v “URATYpE NUN snd) ULTEMeEodey ISeULIOFUT WIAISTS sO v Femudod yoyo sasyelp yedep ueremeladoy [SeuLOsET UIDISIG sO Vv ‘ueYNINgay Fenses UNSuEGIp Ywla) UEremBaday seuLIOsUT WoISIg | “—P Mo : DaGHIS FWP |, JsesBo}UH9} Sues wundsy UeHOVWOWN SNd IstOsoI Warsig WURUEGUIORUDG L vo Vv “Uerenesodoy sensTuTMpe UeUEAEed seNTEN UERTEASUTIDW | “G so v ‘TemeSag eye UsueleueW UExeUESHELW | —e ose UeremeSodoy yseurz0yuy wraysrg | g s‘o v q BUBEY TPMTUSUNY UEISTT TGMINGDoT so y UO WEP UeUTeZ ueBuEquoyiad dupeysa jjsuodse: wus jneaout | -e suajoduroy siseqiog resid JUPIIp WeUNINGey wUvoUEL MEUNENAtIOG 00° Gepra) weqneied wep weNPIPueE weUMINGEN | Z (eduure] uep ueen nj BIvOR Neye/tep Tsar eieoe wmpeysuom uvpeduissoy nere/uep “ousreduoy ueuequisBuad anjun seoud ueeduosay ‘enounst eydued mexreuay “ueyoun0YaN so Vv epuy; ‘wmsiseoq ‘fey svBnjed ‘asinoo woys nuodes Suiseu-duyseu | -q vfioy uemres uD(eligay UBxreSeproq eALZOGIP yedup UwLsTeYBuad) vfiox jeesoid wep “ueundisipey ‘uemninfey ‘uedexeooy “ueIpqestied ‘ween aso3} umpinfunuom yes) BUR gq epedoy ueeSroUsued eLOGUION, Teavaod l Soe eee) Boo teb: flew An (Gabe Le Pe Mel tN nee -ce- “TA-Wa Gepep of UEAUTITp Gu ueTeHay, efiouty Jo;e4IpU] Bovis te AA (ef -oe- s0 v P _[ so Vv WeTISELGNdIp Yepns weyeiiay /eliouny so1expay | > ‘ ‘Buefus{ieg exesos vliounj uerequiued | _ s‘o v wep wXuuessye vfioun, ueBuep sexejes Yea yemeg iy eGoUP, ue, | = y exauesere eliouny |, weunim; weyedruow yepns Al wep Il uojase TwxSUN efrouD, WEMMIA 00% viount uemanSueg 5% ‘weyeidoq uersusrTeRioRued wep ueyeresuod | So ee werep LepeEsTEMNP yea) eflouR, UeHfuELiod Isenfess seTe SHY EURUIy ; ‘ueuidund uespeqrou ueduop vperjioq wreoas euuvpedvoued so i‘ Joyuourp yep) efroury uvifuelied isenqeas sue isqy euesusy| 3 so v “eyesis0q erwoes Ienqeastp Yar efioury UerfuEtiad Srey | -o s0 Vv JSenfeao ure[ep UwEETEUND Goi 1/ ava wouNoiog | —p so v dldV YI NASM YET T/A-voIA Voumjoq | “2 ‘0 v “Al Uep IIT UoJasa YexSuN UeBuap redures unsnsIp Year eLioury UEIfuefiog | -q s‘o v ‘weRSEKTANdI yepns Mpeg weuIduY eboury uvHfuvlieg | ~e ose ‘weunqer vfioury euouay 5 “ueuidund uesjeqnow ueSuap ueTetioq Une: ueduep redures eo 7 vXuuvredeoued soymouNp YBa Bx!SUDY UIPEP YvsuouoM wAueL Bre | “4 7 "elroy BUROUOT so x wownyog weunsniued uenoe peSeqos ueypUNsp ensusy vaunyog | © 00'T soyENg euvousy oo v “efrouny ueredvoued uroep uveiieydued wumplouay [> SO v Tedeoimy qejea wospes weuldund ehiouny ueiluetied ware, | —q so ¥ pedvosoy qeiei T/s-voRd Indy wae] |e ost vfioury wepede | 9 s0 Vv wrod ubas GEIOTSHP Wea) eioun| weniena weruSTE| | | s0 Vv ‘weeuvouaied uexreqied 3njun NITepfepunip eenjese HeeH |S sO ¥ ISEASTUTUpE Uee|OPaued weHTeqied ymquN WeiBoud weNTeAD ASEH |p sO ¥ “upuexeped umpreqied ynaun ebioup senqeas nse | > sO Vv Topeeisem sun UETEqoU [elas BLUR jonfoas UeeuEsTeIed | a s0 Vv “ueurdund mnsun uepeqiour qelar efiouny Wenyeas weeuBETeIag | o'r Teusovuy efioury rsunqeag | g 50 Vv “GeySETIGNT Wer elisuy weIdey |p $0 ¥ ‘eiioup uerfuelied yenurour yejay eLoury usiodey | ~o sO ¥ ‘unsnsIp Wor eliouy wexodeq | q sO ¥ ‘voouny werodey ueunsndueg wi], WeyRjUquieg | 7 00% virourg weodyoa |p $0 Vv AMOMMpP siseqieq Yen BLO] Uemsmnsueg | -y a 2 eiesi6g ermes ehiouy weneyueuied wep |g uerepuafuad ym UexeUNTP [sy eULoUDY see efiouRY UMIMsNBuDy $0 a juouysind | Duo pimmai weluep ueprexp yer iusteBi eboup{ ueredeo [sey ay 2 eSuusere uesuop | soruy Bueé (quis) reaweSoy wloy uvseseg unsnsuour yjar remesad yrumpog -Le- Bobet 64 fed so ueeuesyejod Zuvyus3 nynur weuTuref ueyerSoy yPruMf ueyySuuag | “AF = ‘wesTENOA | ueejojeBuad weeuesyejed Suequsy seynsuoy UeWIBay YplumNf uEyeyBuTUDg | © one Viele weduendy uejopaueg ueynyedoy wUAEYTUUOW uA vfioy UENIEs FsesTTEUMdO (zane sede meow wean wep : HEM Teparding vlog ceMES uENIUIE TyNuOTIOM) (EEA) Meso | YsDg Iseppong yecetm-(HaM) Isdnuoy seqog yeKeEM-liz) semBauy} * wuog ueunduequiod ueuesyejod ureep uvdeioued uep. uedeouod <0 “uenpediued ueejojaBued weusBueued isenqeno ueamareroy | “y so “uenpeitid uwmojsiued weuesueued umepep uederoueg | a (las) Wauremeg WAN] ueyepussueg woysig uederoued ueeusyeied sey Isenfeas uEAEW | J 6 (aa) | yermowog wou] UeTepudsuog uIDISIg UeeUESEIad UIEEP UEdElotIOd oo ‘sasana fo mufuoo) ueBupuadoy | uemyusg UeULSuLUed UPEoPSued UBBULSyEIad sey IseNTeAs UEANAEIay | P - gsavanu fo juju) ueBupuaday uemjueg ueuesueusd uevjojSued ueeuesyejad wepep uedereuag] sO "Swiyew wedeioued weeuDareed jsey ones TOTEION | 7a so 1SeyyHes Ueuesyepod Wepep Uedwisueg |e 00's aiand weuedey ey0g ‘WEaM-HaM-IZ ‘SaM/seung ‘alas “bs0102ur fo 2H fuop) wedupudey wemmueg IseqsTIeID UeUeBUCUO : ie . NVSVMVONGd NVLVNONGd -8e- so ‘viepng uedeioued wkedn wropep weunejed/jsverisos uemo[eEP Waray | os‘z. fi vunig weuedejog edepna |Z sO Vv ‘ueuedejad Jepueys Seye uexleqied wep nioy | “P sO v ‘uBuedejed sepuvis UeeUES\Ejed eq dos Tedepiay | > Vv ‘WoRVUUNpjEUTp Yeo UeuEkea TepuBS | a ¥ weuEkeed repums URTeGay weyusUS|du | Te ueuekey repums | T a "OOOO | MITENd NVNVAV 14d SV.LITVOW NVLVHONI (a) ueauensy s‘o ¥ esyyourog Uepeg WeNWIO) UBxsesepIg HTL, Uereso[esued ueyeuesyepay | > on a (ide) wounduequieg ump ewarenoy weveaauag | s uepeg wenwis} eyTeSUpI0g HI, Ueressfokued ueeUMSTUISW so v ‘Texopuoe | ye1opjedsuy uenms; ueyresepig gH, weressjosued weoUUSTeIOW os‘t (aHTL) esemedueg pseH ynfuwT qepUrL | © T ¥v ‘wenjuDyeq Fensas uvduenay uesody] ueunsnduad Sosoig | J wo Vv “uengus}95 UeTUap Tenses NINA UeeTojeduod useuesaeied sosoia | ma 7 TERS ueBuep Tenses ggNd wesoyduod/uendunuied uevuesypied sasorg | P . “naejioq Sues so v Tepe . Uenqus}ox UeBuep Tenses weresJue wep vfioy euwoues ueUNsHAuad Sesoig Bits ta Rh (3 ‘uBsuEnoy UwElOjesued -68- <0 v ‘ueuedeped UeeuEsyeied WexIe} NBAOU! UBTEaY UE_NYL|EW | > s0 ¥ JseidoquTia; /Npedioy UeuAR wUBIes UEqeAednauay |G so 7 ipa Peqieg eT | sesqeIp_yepnur Quek ueuedyped Sureyua, yseuosuL woys1s uNSuEquIO" Ose eunoyuy Wojouyay uEseejueUEg 50 Vv yexesesseul uesenday AamMs [SEY Seye InfuR] JepUN UEATTION | 0 Vv “einqiay eiboes sosxelp tedep yeqeresseur uesenday Aoxins pseq | —q 50 Vv “uvuedeped depeqioy yexrereiseu uesendey Aoams EAMES |e ost weuedejeg depuqsoy uvsendoy uepeueg s0 Vv. ‘ubynseu/ueqniey ueuedueuad seye Wenfens TEATS |S ae " eure feed senrensy ueseqiod | amu ueupéypd uenpeduod ynimes sere infue, yepuN uEMNyE|OW <0 Vv ‘ueupdeped wenpeduad pjopesusw Suvk yun edueyposiag | > s0 Vv ueueivjed uenpedued Gos eAueIpasiaL | -q s0 Vv weuvivjed uenpeduad eipau exueIposiog, | ose WenpeBueg uewjojeduog <0 v ‘weuwaejed jweaour eAueIpasiog, | “> so ¥ (seiSouuTay /npediay ueuAe] euBes yedepio quia, |p TOpUByS Tenses so v 3ePA wurde, vq ueuese, euouad epedey isesuaduioy weroquiod | -o Buss _uwuvse]_euesyeied 1eq promai/isxues urysis yedepio UPL 0 Vv "eIpou reBeqiog Infejow sesyEIP Ten uSUEsEped SuEuE meULIOFU | —q feana ueuedelad ‘Suypying fizopdoo ‘en9169 4H9 2poy :Y0IU09) wuTIg MeUEAE|Og oat Rocher cn Rieke nal so v “agiqnd revaour weuese] uemsnsueg | “> 0 Vv ‘su, yom wreidoid uenjuouog | -q sO v ‘Sum YON UeeUNSZE[ed BuBiuey UEAEliqay IsejuDUI[duy |e os'T suyplopig wesBorg wep uemSsun ar1Gnd weuedey uejeqduyuod | 9 sO v ueueAyped depeyioy IseuLiosuy WojouNa; uemppEyuieg | Peele Pw 7 ‘2wop oF dn Baek sosves ayisqam weeiopSuay poirot B ah [- Sem ea Msgs ee -42- BAB III MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN AGAMA A, Monitoring Monitoring pelaksanaan reformasi birokrasi dilakukan dalam tingkatan lingkup satker dan lingkup Kementerian Agama. Monitoring dilakukan untuk mempertahankan agar rencana aksi yang dituangkan dalam Road Map reformasi birokrasi dapat berjalan sesuai dengan jadwal, target-target, dan tahapan sebagaimana telah ditetapkan. Dari proses monitoring, berbagai hal yang perlu dikorcksi dapat langsung dikoreksi pada saat kegiatan RB dilaksanakan, sehingga tidak terjadi penyimpangan dari target- target yang telah ditentukan Pada lingkup satker, monitoring dapat dilakukan melalui beberapa media sebagai berikut: a pertemuan rutin dengan pimpinan satker untuk membahas kemajuan, hambatan yang dihadapi, dan penyesuaian yang perlu dilakukan untuk merespon permasalahan atau perkembangan lingkungan _strategis. Pertemuan ini penting mengingat RB harus terus dimonitor oleh masing- masing pimpinan satker untuk menjaga keberlanjutannya. Pertemuan rutin dengan pimpinan juga dilakukan pada satker yang melaksanakan Quick Wins, untuk membahas kemajuan, hambatan yang dihadapi, dan penyesuaian yang perlu dilakukan untuk merespon permasalahan atau perkembangan lingkungan strategis; pertemuan dengan pimpinan satker untuk merespon permasalahan yang harus cepat diselesaikan; survey terhadap kepuasan masyarakat dan pengaduan masyarakat; d. pengukuran target-target_kegiatan reformasi birokrasi sebagaimana diuraikan dalam program kerja RB dengan realisasinya; dan pertemuan dalam rangka Penilaian Mandiri Pelaksanaan RB pada tingkat satker. Pada lingkup Kementerian Agama, monitoring dilakukan melalui beberapa media sebagai berikut: a. b, c. d, ° pertemuan rutin pada tingkat Tim Pengarah; . pertemuan rutin pada tingkat Tim Pelaksana; pertemuan rutin pada tingkat kelompok kerja; survey kepuasan masyarakat dan pengaduan masyarakat; pengukuran target-target_kegiatan reformasi birokrasi sebagaimana diuraikan dalam Road Map dengan realisasinya; dan pertemuan dalam rangka PMPRB, yang dikoordinasikan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. -43- B. Evaluasi Evaluasi terhadap pelaksanaan RB di instansi pemerintah dilakukan dalam rentang waktu tertentu. Dalam lingkup kementerian, evaluasi dilakukan secara berkala. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh terhadap seluruh program dan kegiatan RB yang telah ditetapkan untuk menilai kemajuan pelaksanaan RB secara keseluruhan termasuk tindak lanjut hasil monitoring yang dilakukan pada saat pelaksanaan kegiatan. Evaluasi dipimpin oleh Menteri Agama pada tingkat Kementerian Agama, sedangkan pada tingkat satker dipimpin oleh pimpinan satker yang bersangkutan untuk penyelesaian hambatan yang dihadapi, dan penyesuaian kegiatan yang perlu dilakukan ke depan, sehingga tidak terjadi permasalahan yang sama dalam merespon perkembangan lingkungan strategis. Berbagai informasi yang digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan dapat diperoleh dari: 1, hasil-hasil monitoring; 2. survey kepuasan masyarakat dan pengaduan masyarakat; 3. pengukuran target-target kegiatan RB sebagaimana diuraikan dalam Road Map dengan realisasinya; 4, aplikasi Monitoring Pokja RB; dan 5. pertemuan dalam rangka PMPRB, yang dikoordinasikan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Hasil evaluasi diharapkan dapat secara terus menerus memberikan masukan terhadap pelaksanaan RB di tahun-tahun berikutnya. C. Pelaporan 1. Ketua Tim Pokja RB wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan RB berdasarkan delapan area perubahan kepada pimpinan satker setiap triwulan; dan 2. Pimpinan satker wajib menyampaikan laporan pelaksanaan RB kepada Menteri Agama c.q. Sekretaris Jenderal melalui aplikasi secara online sctiap semester dengan batasan waktu sebagai berikut a. semester pertama paling lambat tanggal tiga puluh bulan Juni tahun berjalan; dan b. semester kedua paling lambat tanggal tiga puluh satu bulan Desember tahun berjalan. -44- BABIV PENUTUP Birokrasi_ pada Kementerian Agama harus dikelola_ berdasarkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dan profesional. Birokrasi harus sepenuhnya mengabdi pada kepentingan masyarakat dan bekerja untuk memberikan pelayanan prima, transparan, akuntabel, dan bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Semangat inilah yang mendasari pelaksanaan RB pemerintah di Indonesia. Pelaksanaan RB pada Kementerian Agama harus mampu mendorong perbaikan dan peningkatan kinerja birokrasi Kementerian Agama, baik Pusat maupun Daerah. Kinerja akan meningkat apabila ada motivasi yang kuat secara keseluruhan, baik di Pusat maupun di Daerah. Motivasi akan muncul jika setiap program/kegiatan yang dilaksanakan menghasilkan keluaran (output), nilai tambah (value added), hasil (outcome}, dan manfaat (benefit) yang lebih baik dari tahun ke tahun, disertai dengan sistem reward and punishment yang dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan. an di Jakarta al 27 ggustus 2018 adtedhe RiAGAMA REPUBLIK INDONESIA,

You might also like