PENGAWETAN DAN PERBAIKAN
MUTU IKAN PINDANG
Hapsari Kusumawardani
Abstrak: Ikan pindang banyak dikenal di masyarakat Indonesia. Selain
rasanya yang enak dan harganya relatif murah, ikan pindang diharapkan
dapat dikembangkan untuk peningkatan konsumsi ikan. Akan tetapi
Kerusakan cepat terjadi karena ketidaktahannya masa simpan ikan pin-
dang. Pendeknya masa simpan ikan pindang dapat menyebabkan
kerusakan, baik pada perubahan tekstur, rasa, aroma, adanya pertum-
buban jamur dan pelendiran. Ikan pindang di pasaran hanya bisa tahan
antara 3 sampai 7 hari saja. Dengan demikian perlu dicari jalan
keluamya. Melalui penelitian yang specifik diharapkan dapat mengatasi
mutu dan masa simpan ikan pindang, sehingga kwalitas dari ikan
pindang dapat lebih meningkat.
Kata-kata kunci: ikan pindang, pengawetan, mutu
Ikan merupakan bahan makanan hewani utama di Indonesia. Konsumsi
ikan per kapita per tahun mencapai sekitar 10,7 kg, dibandingkan dengan
konsumsi daging dari berbagai macam ternak dan unggas yang baru men-
capai 3 kg. Meskipun demikian, konsumsi ikan di Indonesia, sebagai negara
lautan masih rendah kalau dibandingkan dengan negara lain misalnya
Jepang yang sudah mencapai sekitar 75 kg per kapita per tahun. Indonesia
sebagai negara bahari sudah sepantasnya meningkatkan konsumsi ikan.
Tkan merupakan bahan makanan yang mudah busuk, oleh sebab itu
perlu suatu penanganan yang baik. Baik buruknya penanganan menentukan
mutu ikan sebagai bahan makanan atau bahan makanan mentah mutu
pengolahan lebih lanjut. Kalau penanganan buruk, ikan akan cepat rusak
Hapsari Kusumawardani adalah Dosen Program PKK, FPTK IKIP MALANG122 TEKNOLOGI DAN KEJURUAN Th.17, Nomor 1, Maret 1994
atau busuk, sehingga tidak dapat dimanfaatkan lagi. Salah satu usaha
penanganan ikan adalah dengan cara mengawetkan.
Pada mulanya, pengawetan makanan ditujukan mutu mengawetkan
bahan makanan sebanyak-banyaknya. Tapi selain mutu dan kebersihan,
sekarang juga diperhatikan keaslian dan nilai gizi makanan. Dasar pe-
ngawetan ikan adalah mempertahankan kesegaran dan mutu ikan selama
mungkin. Hampir semua cara pengawetan ikan meninggalkan sifat-sifat
khusus pada tiap hasil pengawetan, karena berubahnya sifat-sifat bau
(odour), citarasa (flavour), wujud atau rupa (apearance) dan tekstur daging
ikan. Pengawetan pada ikan juga bertujuan mutu menghambat atau meng-
hentikan kegiatan zat-zat dan mikro organisme yang dapat menimbulkan
pembusukan dan kerusakan, karena perubahan yang disebabkan oleh
kegiatan mikro organisme dan perubahan-perubahan lain yang merugikan.
Salah satu pengawetan ikan adalah pemindangan.
Tujuan penulisan ini adalah untuk memperoleh data tentang usaha-
usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu ikan pindang. Selain
itu dapat juga untuk memberikan informasi tentang cara pengolahan pin-
dang yang baik untuk mendapatkan ikan pindang yang bermutu dalam
industri perikanan.
PEMINDANGAN IKAN
Pemindangan merupakan pengolahan ikan secara tradisional yang
mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan, terutama dalam
rangka peningkatan konsumsi ikan untuk memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat.
Menurut data statistik (Sri Heruwati, 1986), di antara jenis-jenis
pengolahan ikan, pemindangan hanya menempati urutan kedua setelah
pengasinan dan auat pengeringan. Hal ini sangat disayangkan, mengingat
ikan pindang diharapkan dapat menggantikan kedudukan ikan asin, karena
dari segi gizi, ikan pindang dapat dikonsumsi lebih banyak sehingga
memberikan pemasukan protein yang lebih banyak pula.
Di samping itu tampaknya jumlah ikan pindang yang diproduksi dari
tahun ke tahun tidak banyak meningkat. Kenyataan ini menunjukkan masih
adanya kendala yang harus diatasi. Kendala utama yang hingga dewasa iniHopeari, Pengawetan dan Perbaikan 123
merupakan masalah yang harus segera dipecahkan adalah pendeknya masa
simpan ikan pindang sehingga usaha untuk meningkatkan produksi terham-
bat dan tidak dapat dilakukan tanpa melihat keadaan pasar. Demikian pula
dengan terbatasnya daerah pemasaran, karena untuk mencapai daerah
pemasaran yang jauh memerlukan waktu yang lebih lama.
PROSES PENGOLAHAN IKAN PINDANG
Pemanfaatan ikan dengan cara dipindang telah banyak diteliti. Ikan
yang akan diolah diberi garam secara “dry salting" selama 5 jam dengan
perbandingan berat garam dan ikan | : 6. Lama waktu dan konsentrasi
garam maupun cara penggaraman mempengaruhi mutu dari hasil pemin-
dangan.
Ikan yang telah digarami kemudian dimasukkan ke dalam keranjang
bambu yang disebut naya dan diikat dengan tali (Soewedo, 1983). Supaya
tidak mengapung di atas sendiri diberi penindih, kemudian direbus dalam
larutan garam mendidih selama beberapa menit. Selama perebusan kon-
sentrasi air garam perebus dipertahankan tidak kurang dari 15%. Kemudian
naya diangkat, ditiriskan di bawah sinar matahari sampai tercapai keke-
ringan yang maksimal. Bila perlu penirisan diteruskan sampai esok harinya.
Selain dengan naya, periuk dari tanah liat (paso) dapat dipergunakan
untuk pembuatan ikan pindang. Umumnya paso lebih banyak dipergunakan
dalam pembuatan ikan pindang. Walaupun proses pemindangan dapat
mematikan jasad renik yang terdapat pada ikan, sebaiknya pengolahan
dilakukan pada saat ikan masih segar karena hanya mengandung sedikit
jasad renik.
KERUSAKAN MUTU IKAN PINDANG
Pemindangan tidak dapat memperbaiki mutu ikan yang diolah, peng-
olahan ikan yang mengandung banyak jasad renik, mungkin tidak mampu
mematikan seluruh jasad renik, sehingga yang tersisa akan dapat menye-
babkan kerusakan produk olahan.
Gejala kerusakan pada ikan pindang ditandai dengan perubahan
kenampakan yang menjadi pudar dan tidak sesegar semula. Perubahan ini
juga disertai dengan perubahan pada aroma dan rasa yang khas dari ikan124 TEKNOLOGI DAN KEIURUAN Th.17, Nomor 1, Maret 1994
pindang. Kemudian sedikit demi sedikit timbul baru dan rasa yang tidak
enak, dan diikuti dengan pertumbuhan jamur di permukaan kulit.
Untuk jenis pindang-garam yang berkadar air rendah (kurang dari
60 persen) dan berkadar garam tinggi (lebih dari 10 persen), kerusakan
yang terutama dihadapi masa simpan sekitar dua hingga tiga minggu,
bahkan ada yang tahan selama lebih dari satu bulan, tergantung pada kadar
garamnya. Adapun pindang-air-garam, yang mempunyai kadar air tinggi
(sekitar 70 persen) dan kadar garam rendah (sekitar 50 persen), hanya
tahan disimpan selama dua atau tiga hari saja.
Ikan pindang yang termasuk golongan pindang-air-garam mempu-
nyai ciri kerusakan yang lain, yakni berupa pelendiran, yang kadang-
kadang terjadi sebelum ikan pindang mengalami perubahan bau dan rasa.
Terjadinya pelendiran pada ikan pindang telah dilaporkan oleh beberapa
peneliti (Heruwati, 1986). Dikatakan bahwa selain pengaruh iklim tropik,
faktor-faktor lain yang menunjang terjadinya pelendiran pada ikan pindang
ialah kadar air yang tinggi disertai kadar garam yang rendah. Selain itu
pelendiran juga dapat disebabkan oleh faktor cepatnya pemasakan pada
pengolahan ikan pindang.
Berdasarkan hasil suatu penilaian organoleptik (Chandra dan Hardjo,
1974), ternyata pindang yang direbus selama 10 menit hasilnya lebih baik
bila dibandingkan dengan perebusan 20 dan 30 menit. Akan tetapi dari
hasil pengujian kimia dan mikrobiologi temyata pindang dengan perebusan
selama 30 menit dapat menjamin produk dengan aman selama penyimpanan
4 minggu.
Menurut Kumalaningsih (1980), pindang lemuru umumnya telah
mengeluarkan lendir dan berbau busuk setelah disimpan selama tiga hari,
demikian pula pindang bandeng Kudus sudah mulai berlendir setelah dua
atau tiga hari penyimpanan (Heruwati, 1984).
USAHA PERBAIKAN MUTU IKAN PINDANG
Dalam usaha perbaikan mutu ikan pindang, selain rasa, aroma,
tekstur dan rupa dari ikan, perpanjangan masa simpan ikan pindang pun
juga perlu diperhatikan.Hapsari, Pengawetan dan Perbaikan 125
Penelitian tentang perbaikan mutu ikan pindang telah banyak di-
lakukan oleh beberapa orang peneliti. Usaha yang telah dilaksanakan untuk
memperbaiki mutu ikan pindang adalah dengan cara mengukus ikan atau
sayatan (fillet) ikan yang telah dimasukkan dalam kantong plastik (Ilyas
dan Hanafih, 1978). Cara yang lain adalah dengan dihasilkan akan lebih
menarik bila dibandingkan dengan cara perebusan. Ditinjau dari segi
nutrisi, cara pengukusan lebih menguntungkan karena hasilnya sedikit
senyawa mineral seperti fosfor, magnesium, kalsium dan zat besi yang
hilang terbawa oleh cairan yang keluar dari ikan dibandingkan dengan cara
perebusan.
Sedangkan untuk memperpanjang masa simpan ikan pindang dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan mengawetkan ikan
sejak sebelum diolah. Dengan perendaman ikan dalam larutan campuran
sorbat kalium 1,5 persen dan asam sitrat 0,3 persen, ternyata dapat menu-
runkan jumlah bakteri ikan pindang yang dihasilkan (Heruwati, 1980).
Selain itu dapat juga dilakukan cara pengeringan dengan proses osmose
yaitu direndam dalam larutan garam pekat. Sifat selektif dinding sel kulit
dan daging ikan ini terbentuk, karena larutan garam di luar badan ikan
lebih pekat dari pada ikan, sedang air akan merembes ke luar. Tetapi hampir
‘semua zat-zat penting tetap berada di dalam, sampai terdapat keseimbangan
tekanan osmose terjadi hampir pada setiap penggaraman ikan, juga pada
langkah-langkah pertama, yaitu perendaman dalam “brine” pada pemin-
dangan ikan.
Sebaliknya, pengawetan dengan es dan air laut serta cuka dengan
air laut, baik sewaktu ikan di kapal maupun setelah berada di darat, hasilnya
tidak menunjukkan suatu perubahan yang nyata. Akibatnya masa menun-
jukkan suatu perubahan yang nyata. Akibatnya masa simpan ikan pindang
puntidak banyak berubah. Hal tersebut disebabkan karena pada pengawetan
dengan cara menggunakan es dan air laut, serta cuka dan air laut, hanya
bersifat untuk menghentikan atau menghambat kegiatan bakteri pembusuk
sehingga proses pembusukan akan terhambat. Sedangkan bila keadaan
sudah normal kembali, maka kegiatan bakteri pembusuk akan berjalan
kembali karena bakteri-bakteri pembusuk tadi tidak musnah.
Cara pengawetan lain yang dapat dilakukan ialah dengan cara mere-
bus ikan berulang-ulang. Cara tersebut dapat memperpanjang masa simpan126 TEKNOLOGI DAN KEJURUAN Th.17, Nomor 1, Maret 1994
ikan pindang. Dengan cara ini, masa simpan ikan pindang tersebut tidak
terlalu jauh berbeda dari semula, yang tadinya dua hari menjadi 7 hari,
tetapi untuk produk ikan pindang akan menurun karena tekstumya lebih
keras dan rasanya lebih asin.
Menurut Kumalaningsih (1980), lama pemanasan berpengaruh ter-
hadap masa simpan ikan pindang. Untuk pindang ikan bandeng, perebusan
selama 4,5 jam dapat mematikan seluruh populasi bakteri yang terdapat
pada ikan tersebut. Hal tersebut terjadi pula pada pindang ikan tongkol.
Tetapi perebusan tersebut hanya mematikan bakteri yang ada pada lapisan
terbawah dalam kemasan, sedangkan bakteri yang terdapat di lapisantengah
baru dapat dimatikan dengan waktu perebusan selama 6 jam.
Penggunaan zat-zat anti-septik juga dapat dilakukan untuk memper-
Panjang masa simpan ikan pindang. Zat-zat anti-septik yang umum digu-
nakan dalam pembuatan ikan pindang adalah larutan garam dan cuka serta
larutan garam yang ditambah sorbat kalium. Daya kerja asam sorbat
disebabkan efek meng-inaktifkan beberapa reaksi enzim pada sel jamur
dan ragi, seperti katalase dan dehidrogenase. Perlakuan dengan cara cuka
akan memberikan rasa dan kenampakan yang kurang memuaskan, se-
dangkan penambahan dengan garam sorbat akan merubah warna menjadi
kecoklatan akan tetapi produk menjadi lebih awet.
Cara lain unk memperpanjang masa simpan ikan pindang yaitu
dengan pengemasan yang lebih baik. Cara ini telah banyak dilakukan oleh
para produsen ikan pindang. Cara-cara pengemasan yang telah banyak
dilakukan adalah dengan cara menutup rapat bagian atas kemasan ikan
pindang dengan lapisan garam yang tebal. Penutupan dengan lapisan garam
berfungsi untuk mencegah pertumbuhan jamur (Darmoredjo dkk, 1972).
Pengemasan lain yang juga dapat dilakukan yaitu dengan cara membungkus
ikan dengan kantong plastik atau kertas perkamen sewaktu dipindang.
Pembungkusan yang dikombinasikan dengan menggunakan bahan-bahan
kimia juga dapat dilakukan. Pembungkusan dengan cara tersebut dapat
mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan fisik, kimia ataupun mikro-
biologis terhadap produk-produk pengolahan ikan tradisional (Anwar Nur
dan M. Sjahri, 1978). Pengemasan lain yang mudah dilakukan oleh pro-
dusen ikan pindang adalah dengan cara memberi lapisan parafin pada wadahHapsari, Pengawetan dan Perbaikan 127
yang dibuat dari tanah liat. Fungsi parafin tersebut untuk menutupi pori-pori
dari wadah tersebut menjadi steril.
Adapun usaha lain yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa
simpan ikan pindang yaitu dengan teknik radiasi sinar gamma. Cara ini
membutuhkan biaya yang sangat besar. Hasil yang diperoleh dengan cara
ini ternyata lebih baik bila dibandingkan dengan cara-cara lain di atas.
Masa simpan ikan pindang dengan teknik radiasi sinar gamma lebih panjang
dan dapat dicapai berturut-turut antara empat minggu dan lebih dari lima
minggu, sedangkan yang tidak diradiasi hanya mencapai dua setengah
minggu (Heruwati, 1986).
Walaupun dalam pengolahan berhasil mematikan seluruh populasi
jasad renik yang ada, kerusakan masih mungkin terjadi, karena kemungki-
nan kontaminasi kembali selalu ada. Untuk memperlambat proses
kerusakan oleh jasad renik, baik yang berasal dari ikan maupun yang berupa
kontaminasi, cara yang paling baik adalah dengan memakai suhu rendah
pada hasil pengolahan ikan pindang.
Pada suhu rendah, proses pembusukan akan terhambat, karena pada
suhu ini kegiatan enzim-enzim perusak telah lebih dahulu terhambat.
Dasar-dasar inilah yang digunakan untuk mengawetkan pindang ikan de-
ngan suhu rendah.
KESIMPULAN
Pemindangan ikan merupakan salah satu usaha pengawetan yang
diolah secara tradisional yang menduduki tempat kedua setelah pengasinan.
Hal tersebut disebabkan karena masa simpan ikan pindang relatif singkat
sehingga daerah pemasarannya terbatas, karena untuk mencapai daerah
pemasaran yang jauh memerlukan waktu yang lebih lama.
Kerusakan pada ikan pindang disebabkan oleh jasad renik. Gejala
kerusakan tersebut ditandai dengan perubahan warna yang menjadi pudar
dan tidak sesegar semula disertai dengan perubahan pada aroma dan rasa
yang khas dari ikan pindang. Selain jamur, pelendiran serta kandungan air
yang tinggi dan kadar garam yang rendah juga sering terjadi pada ikan
pindang.128 TEKNOLOGI DAN KEJURUAN Th.17, Nomor 1, Maret 1994
Usaha-usaha untuk mendapat mutu ikan pindang yang baik serta
perpanjangan masa simpan ikan pindang telah banyak dilakukan oleh para
peneliti, tetapi belum ada cara yang menghasilkan mutu ikan yang baik
sekaligus memperpanjang mutu ikan pindang yang baik belum tentu dapat
memperpanjang masa simpan ikan pindang.
Melihat berbagai usaha yang telah dilakukan tampaknya usaha per-
panjangan masa simpan ikan pindang masih dilakukan secara umum, belum
dikaitkan dengan ciri kerusakan spesifik yang terjadi pada setiap jenis
produk. Untuk itu perlu suatu penelitian yang lebih specifik dalam pe-
nanganan ikan pindang agar mendapatkan untuk yang baik yang masa
simpan lebih lama.
Untuk pindang-air-garam yang memang ditujukan bagi daerah-
daerah yang tidak jauh dari produsen, usaha perpanjangan masa simpan
cukup dilakukan sampai tahan selama satu minggu saja, karena produk ini
hanya memerlukan waktu sekitar satu minggu untuk memasarkannya.
Cara penanggulangan kerusakan dan perpanjangan masa simpan
yang demikian disarankan karena akan lebih efisien dan mengurangi biaya
yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Darmoredjo, Sunyoto dan M. Saleh. 1972. Pengolahan Pindang dari Ikan yang
Digarami di Laut. Laporan Penelitian Lembaga Teknologi Perikanan.
Heruwati, E. S. 1984. Pindang Bandeng Kudus, Suatu Kajian tentang Penyebab
Pelendiran. Disertasi. Yogyakarta: UGM.
Ilyas, S. dan Hanafih. 1978. Mengamati Berbagai Aspek Selama Proses Pemin-
dangan Garam. Jurnal Penelitian Tek, Hasil, Perikanan. 2:29-53.
Kumalaningsih. 1980. Studi Mengenai Pengaruh Perlakuan Pendahuluan terhadap
Daya Awet Ikan Pindang Lemuru. LPTP. Badan Libang. Deptan.
Syachri, M. dan Anwar Nur. M. Pengaruh Penggunaan Asam Sorbat dan Anti-
oxidant terhadap Sifat-sifat Kimia Ikan Peda. Bogor: Dep. Ilmu Pengeta-
huan Alam IPB.
Soewedo, H. 1983. Hasil-hasil Olahan. Yogyakarta: Liberty.