belbuk.com2
PERTUSIS
)
NAMALAIN; BATUK REJAN; WHOOPING COUGH; TUSSIS QUINTA,
VIOLENT COUGH; BATUKSERATUSHARI
Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernapasan yang
‘menular, ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang.
spasmodik dan paroksimal disertai nada yang meninggi, Karena p
berupaya keras untuk menarik napas sehingga akhir b
dine bunyi khas (whoop) sehingga penyakit ini disebut
cough.
Karena tidak semua penderita dengan penyakit ini n
bunyi whoop, oleh beberapa abli, penyakit ini disebut
berarti batuk yang sangat berat atau batuk yang in n
penyakit ini juga sering disebut fusis guint, batuk rejan. ai
Dinegara sedang berkembang, termasuk Indonesia,
inj masih tinggi. Hal ini terlihat pada suatu survei yang dilakwe a i
|20 einai
ETIOLOGI
5 ; agi pada tahun 1900 ole
ee Pertusis pertama kali dapat disor g uman pertusis bary
= ston Gengou, kemudian pada tah ;
ra ikembangkan pada media buatam —aitu B. POPU BeBe.
jenus Bordetella mempunyai 4 sPESe® pertsis disebabken oleh
pertussis, B. bronchiseptioa dan B. Pte yan sindrom Pest Ying
Bordetella pertussis dan perlu dibed®*" "jan denovirus (Hipe 1, 2,3
disebabkan olch Bordetella parapert®s””
dan 5). Ciri-ciri organisme ini adalah:
+ Merupakan kokobasilus
+ Gram negatif
+ Berbentuk ovoid 0,3.
+ Ukuran panjang 0,5-1 pm dan diame?
+ Tidak dapat bergerak i
« Tidak berspora ne est terlihat granula bipolar meta-
_ + Dengan pewamaan toluidin bit
+ Mempunyai kapsul } suatu medi eri
+ Isolasi primer Bordetella persis aol gar) dengan sifat-sifat
yaitu border gengou (potte-bl0Oe Ss
pertumbuhan: i
— Kuman aerob mur!
— Membentuk asam 9 mengandung glukosa om
_ Tidak membentuk gas pada med rae
laktosa -
Es an _ a ail dengan pemanasan pada sub 55°C
Bordetella 1 a
oa vam, tai bertahan pad sub Fenda (0" io
" ; menghasifkan dua macam toksin, yaitu:
Kuman in dak tahan panas (Heat labile toxin)
a meng beberapa faktor enzim, seperti:
ecare mofologs trp bebeapa kuman yang menyerupai Borde
sella pertussis Serer Pordetella parapertussis dan Bordetella bromchi-septica. Untuk membedakan jenis-jenis kuman ini, ditentukan dengan
reaksi aglutinasi yang khas atau tes tertentu,
TRANSMISI DANEPIDEMIOLOGI
Pertusis merupakan penyakit menular dengan tingkat penularan yang
tinggi. Penularan ini terjadi pada kelompok masyarakat yang padat pen-
duduknya dengan tingkat penularan dapat mencapai 80-100% pada
penduduk yang rentan. Sampai saat ini, manusia merupakan satu-satunya
pejamu. Sebagai sumber penularan adalah orang dewasa karier, Pertusis
dapat ditularkan melalui udara secara:
* Droplet
+ Bahan droplet :
+ Memegang benda-benda yang terkontaminasi dengan sekret naso-
faring (jarang). hs
Epidemi penyakit ini pernah terjadi di beberapa negara, seperti”
Amerika Serikat-selama tahun 1977-1980 terdapat 102.500 penderita
pertusis. Di Jepang tahun 1947 terdapat 152.600 penderita de
kematian 17.000 orang. Pada tahun 1983 di Indonesia diperkirakan
penderita dengan kematian 23.100 orang.
Penyebaran penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan ¢
nyerang semua umur mulai umur 2 minggu sampai 77 tahun dan
pada penderita di bawah 1 tahun, dan semakin muda usia,
berbahaya penyakitnya. Di Amerika Serikat, kurang lebih 3:
terjadi pada usia <6 bulan, termasuk bayi berumur 3 bulan,
45% penyakit terjadi pada usia <1 tahun dan 66% <5 tahun.
jumlah kasus yang dirawat tertinggi terjadi pada usia 6 b
kehidupan. :
Banyak peneliti melaporkan bahwa pertusis bet
tahun mengikuti musim beberapa negara. Di Amerika S
ijumpai sepanjang tahun dengan puncaknya di akhit
Pertusis lebih sering menyerang anak perempuanan tingkal
jah 5 hari pengobalan-
Antibiotika dapat menurun
nasofaring akan negatif setel
PATOGENESIS
peoularanterutama melt stort peTmaPe dengan Borderey,
tel saluran pernapasan, kemudia 4
tussis yang terikat pada silia ep
penularan pertusis, kareng
i pengeluaran toksin soy:
bial,
Per,
kung
ini akan mengalami multiplikast
js trakea dan bronkus. Mulogg &e
menyebabkan inflamasi dan nekros!
rmengalami kongesti dan infiltras
jimfosit dan lekosit polimorfonu ay
dari jaringan limfoid peribronkig) eat,
bj
samping itu, terjadi hiperplasia : a
oleh proses nekrosis yang terjadi pada lapisan basal dan perten tik
epitel bronkus. Lesi ini merupakan tanda Khas pada pertusis, ‘Bahay
Pada pemeriksaan post mortem dapat dijumpai infiltrasi Peribron,
Jal
dan pneumonia interstitial.
i
Di sampin itu, dapat dijumpai perubahan patologis di
spr a dan ik, a, Spat impel adenyy merase lt
pea ti iio seer otak dapat masif dan meng.
Mekanisme eee huss pada pertusis ensefalopat;
melalui 4 tingkatan, yaitu i oleh Bordetella pertussi i.
perlekatan, perlawanan terha: IS. terjagi
Pertahanan pej
Peraaran psjuma, kersan Tokal, dan akhimya
dap mekanism,
timbul penyayi
Bordetella is “sel epit
i Pertussis setelah melekat pada silia sel-sel
: itel salura,
in
Pemapasan, akan menghasilkan:Selain nekrosis pada epitel trakea dan bronkus, diduga /ymphocytosis
promoting factor (LPF) memiliki peranan pada infeksi ini dengan mem-
i sel lokal. Beberapa peneliti mengatakan bahwa bila tidak
terdapat LPF (lymphocytosis promoting factor) dan FHA (filamentous
hemagglutinine), pelekatan Bordetella pertussis pada silia akan terganggu.
Peran antibodi baik lokal maupun sistemik sangat bethubungan de-
ngan proteksi tubuh terhadap pertusis, dan kuman ini akan berangsur-
angsur hilang dari saluran pemapasan, gerak silia menjadi baik, sekresi
mukus berkurang, lendir kental akan larut,
Stimulasi antibodi dapat pula menghalangi perlekatan Bordetella
pertussis pada epitel saluran Pernapasan.
MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi 6-10 hari (rata-rata 7 hari), sedangkan perjalanan penyakit
ini berlangsung antara 6-8 minggu atau lebih,
Perjalanan klinis penyakit ini dapat berlangsung dalam 3 stadium:
1. Stadium kataralis = stadium prodromal = stadium pre paroksismal.
2. Stadium akut paroksismal = stadium paroksismal = stadium spasmodik.
3. Stadium konvalesen.
Manifestasi klinis bergantung pada etiologi Spesifik, umur dan status
imunisasi. Gejala pada anak yang berumur <2 tahun, yaitu batuk parok-
sismal (100%), whoop (60-70%), muntah (66-80%), dispnea (70-80%), dan
kejang (20-25%). Pada anak yang lebih besar manifestasi klinis tersebut
lebih ringan dan lama sakit lebih pendek.
Stadium kataralis (1-2 minggu)
Gejala permulaan adalah:
+ Gejala infeksi saluran pemapasan bagian atas, yaitu dengan timbul-
nya rinore dengan lendir yang cair dan jernih.
+ Infeksi konjungtiva, lakrimasi rd
* Batuk dan panas yang ringan
+ Kongesti nasalis
+ Anoreksia
droplet dan penderita sangat infeksius, namun tidak tampak
tidak dapat dibedakan dengan common cold. Pada tahap ini
mudah diisolasi.ee
dian pada sian,
ee a ne
Batuk yang timbul mula-mula mala™ 7 ak dan ae en ti
dan menjadi semakin hebat. Sekret PU? hinge iP yebaby..
melengket, Pada bayi lendir dapat mu Spi berat dam iitabel,
obstruksi jalan napas, di mana bayi sminggu atau lebih)
‘Stadium paroksismal/stadium 1 yang ditandai oleh Whoo,
adi. p
Selama stadium ini, batuk meni i ee
(batuk yang berbunyi nyaring) ia ae eerie a =
menarik napas pada akhir ome pada akbir terdengar bunyi n k
batuk anak tidak dapat bee m sehings Ie.
menarik napas dengan cepat rountad. ring ti
lengking (woop) dan iki el whoop ink serng aa “a
Bi pial aa Yang mean jaa leroas, I
dengar. Juga pada bayi yang Ie ring dalam eee,
disertai bunyi whoop, tetapi Pa bebe
i i muntah, .-menerus, ‘Tay
ea aaa dapat berg pend Tebih berat. Selane
balan tans adanya ifs ak atau sianoss, mata nampa,
eet ars Eee Dae dan gelisah. Pada akhir serangan,
nonjol, lidah menjulur Tendir kental. Batuk mudah dibangkit.
penderita sering kali memuntahkan sedi, gembira) dan aktivitas fisik,
Kan oleh srs emosonl (ment ae pembuluh darah yang
Juga pada serangan bal nampak elebaran oe.
jelas di kepala dan leher, a sampai terjadi petekie eg Per-
darahan subkonjungtiva dan sklera bahkan ulserasi frenulum lidah,
Walaupun batuknya khas, tetapi di luar serangan batuk, anak kelihat-
an seperti biasa, Setelah | atau 2 minggu, serangan batuk makin meningkat
hebat dan sering, kemudian menetap dan biasanya berlangsung 1-3
minggu dan berangsur menurun sampai whoop dan muntah menghilang.
Stadium konyalesens (1-2 minggu)
ncaa Fnisode in terjadi berulang.
wets om ape tat ng. -DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan pada;
1, Anamnesis
2 Pemeriksaan fisis
3, Pemeriksaan laboratorium:
+ Isolasi kuman
+ Pemeriksaan darah tepi
+ Serologis
1. Anamnesis
+ Terutama adanya kontak dengan penderita is.
+ Terdapat serangan khas: paroksismal dan ets yang jelas.
+ Ditanyakan riwayat vaksinasi; pada penderita yang sudah diberi
vaksinasi gejala dan serangan yang timbul tidak hebat.
2. Pemeriksaan laboratorium "
Terutama pada stadium kataralis yang diagnosis pertusisnya sukar
ditegakkan karena gambaran klinis yang masih samar-samar, isolasi dan
identifikasi mikroorganisme perlu dilakukan. Cara yang terbaik ialah de-
ngan melakukan apusan sekret di nasofaring posterior atau dari lendir
yang dimuntahkan.
Pada pemeriksaan darah tepi akan dijumpai lekositosis (20.000-30.000/
mm?) dengan limfositosis yang predominan (60%), terutama pada stadium 7;
kataralis. :
Pemeriksaan serologis (immunofluorescent antibody) lebih cepat dari-
pada biakan kuman namun pemeriksaan ini tidak banyak artinya untuk
nilai diagnosis.
DIAGNOSIS BANDING
J. Bordetella parapertussis
Penyakitnya lebih ringan, kira-kira 5% dari penderita pertusis.
diidentifikasi secara khusus dengan tes aglutinasi.
2. Bordetella bronchiseptica
Gejala penyakitnya sama dengan parapertusis, namun
didapatkan pada binatang, dan mungkin ditemukan
pernapasan pada orang yang kontak dengan binatanga |
bayi menyebay
3. Infeksi oleh Kiamidia romatis. eae saluran z
Penyebab biasanya Chlamydia rane een sejala pernapa,
: infeksi ¢ g
3 ; - Ditgng
‘spat, batuk paroksismal,tanpa d ridasi paru a0 hi dari cairan satya
Pada foto toraks terlihat ea 4 hhilic pertusoid Prey.
Sis dengan isolasi, yaitu ditemu eosinop!
. juga
Pemapasan. Penyakit ini disebut jug
monitis,
7 i pada penyeba,
ee an
dibedakan
Penyakit Sebelumnys, Hanya dapat
; tien.
. Benda asing dalam deresenaes kistik pone int
Adanya benda asing dalam laring smal, Benda as ae ontgen,
Ciserai dengan seranganbatuk paro endoskopi dan is Keluary,,
:: - anamnes! a,
Sogn rand pl
yaitu adanya Steatorea.
Adanya_
a
kan den,
menverupai pertsis, tapi ‘anpa whoop. Untuk membedal gan
Pertusis dilakukan foto toraks dan tes tuberkulin,
Trakeobronkitis ;
ait sur para dan sid,
Mspiratoir akibat obstruksi saluran Pemapasan,
Bronkiolitis
~
~
‘Stupakan penyakit infeksj Para’ akut ditandaj dengan wheezin,
kspirator, obstruks| bronkioti wha ie. i
ko
Pada saturan
Pernapasan
L Bronkopneumonig
Meny i2. Otitis media .
Karena batuk-batuk hebat, kuman masuk melalui tuba custaki ke
telinga tengah schingga menyebabkan otitis media,
3. Bronkitis
Batuk mula-mula kering, setelah beberapa hari timbul lendir jernih
kemudian menjadi purulen, Pada auskultasi terdengar suara pernapas-
an kasar atau ronki kasar atau ronki kering.
4. Atelektasis
‘Timbul akibat lendir kental yang dapat menyumbat bronkioli.
5. Emfisema pulmonum a
Terjadi karena batuk yang hebat sehingga alveoli pecah,
6. Bronkiektasis m
Terjadinya pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lendir yang kental
dan dapat disertai dengan infeksi sekunder.
7. Aktivasi tuberkulosis
8 Kolaps alveoli paru .
Akibat batuk paroksismal yang lama pada anak-anak sehingga dapat
menyebabkan hipoksia berat dan pada bayi dapat menyebabkan
kematian yang tiba-tiba.
Pada sistem saraf pusat
‘Terjadi kejang karena:
1. Hipoksia dan anoksia akibat apnu yang lama
* 2. Perdarahan subaraknoid yang masif
3. Ensefalopati akibat atrofi kortikal yang difus
4, Gangguan elektrolit karena muntah
Komplikasi-komplikasi: yang lain:
4 Hemoptisis, akibat batuk yang hebat sehingga menyebabkan tekanan
vena meningkat dan kapiler pecah. % oe’
2. Epistaksis dan perdarahan subkonjungtiva. 4 creel
3. Hemia. _ a |
4, Prolaps rekti.
5. Ulkus lidab, stomatitis. i i
6. Malnutrisi karena anoreksia dan infeksi sekunder.ELE oo!
PENGOBATAN ;
Terapj Kausal
A Ntimikroba
ngobatan Pertusi, Man,
Berbagaj antimikroba telah dipakai dalam ejalanan ae Penyayys
tidak ada antimi Toba yang dapat mengubah Pe! : if dibana:
‘erutama bila diberikay Pada stadium paroksism™ felt dibandiy 4
Tittomisin Merupakan antimikroba Y% yeas peneliti men Baniyg,|
Kloramfeniko} Maupun Tetrasiklin, ia 5-T hari.
dosis 59 ™e/kgBB/hari, dalam 2-4 dosis se
Kortikosteroiq
eberapa Peneliti mMenggunakan:
B/24 jam ;
* Betametason oral dengan dosis 0,075 Ga dengan dosis 4
* Hidrokortison suksiner (Solokort) a as perlahan-lahan q,,
M@KSBB/24 jam, kemudian dinmuakan
dihentikan Pada hari ke-8.
* Prednison oral 25-5 mg/hari, ikosteroid bermanfaat dala,
Dari beberapa Penelitian ternyata torah dengan Serangay
Pengobatan Pertusis terutama pada bayi
Paroksismal.
Salbutamol
Beberapa penelit menyimpulkan bahwa alan efektif terhaday
Pengobatan pertusis dengan cara kerja sebagai berikut:
* Beta2 adrenergik stimulan
* Mengurangi paroksismal
+ Mengurangi frekuensi dan lamanya whoop.
* Mengurangi frekuensi apnu. ; \
Dosis yang dianjurkan 0,3-0,5 mg/kgBB/harj dibagi dalam 3 dosis,
Terapi suportif ° ;
panekungan perawatan penderit yang tenang
- Pemberian makanan. Hindarj qakanan yang Sulit ditelan, Sebaikny
Siberikan makanan yang betbentuk go Bila penderitg muntah.
muntah sebaiknya diberikan cairan dan Clektolit secarg Parenter)PENCEGAHAN DAN KONTROL
ie ra mengontrol penyakit ini ialah dengan imunisasi.
kee ear
es persis deal anya plaaisdl pete cara AOI
1. Imunisasi pasif
Dapat diberikan Auman hyperimmune globulin. Namun, berdasarkan
beberapa penelitian di klinik pemberian human hyperimmune globulin
tidak efektif schingga akhir-akhir ini tidak lagi diberikan sebagai
pencegahan atau pengobatan pertusis.
~ 2. Imunisasi aktif
Diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari kuman Bordetella pertussis
yang telah dimatikan untuk mendapatkan imunitas aktif, Vaksinasi
Dosis imunisasi dasar yang dianjurkan adalah 12 iu dan diberikan tiga
kali sejak umur 2 bulan, dengan jarak 8 minggu. Jika prevalensi
pertusis di masyarakat tinggi, imunisasi dapat dimulai pada umur 2
minggu dengan jarak 4 minggu. Anak berumur >7 tahun tidak lagi
Karena proteksi menurun selama masa remaja. Walaupun demikian,
infeksi pada pasien yang lebih besar biasanya ringan dan hanya
merupakan sumber infeksi Bordetella pertussis pada bayi non-imuun.
a ache aes =
+ Panas yang lebih dari 38°C.
+ Riwayat kejang
+ Reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya, misalnya suhu
tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi
anafilaktik lainnya. ;
Kontak erat pada anak usia <7 tahun yang sebelumnya telah diberikan
diberikan imunisasi dalam waktu 6 bulan terakhir. Juga diberikan Eri-
tromisin $0 mg/keBB/24 jam dalam 2-4 dosis slam 14 hari. Kontak ert
pada usia >7 tahun juga perlu diberikan Eritromisin sebagai profilaksis.
Pengobatan Eritromisin awal berguna untuk mengurangi penyebaran
infeksi dan mengurangi gejala penyakit. Sescorang yang kontak
itromisin selama 14 hari setelah kontak diputuskan. Jika kePENCEGAHAN DAN KONTROL
ie ra mengontrol penyakit ini ialah dengan imunisasi.
kee ear
es persis deal anya plaaisdl pete cara AOI
1. Imunisasi pasif
Dapat diberikan Auman hyperimmune globulin. Namun, berdasarkan
beberapa penelitian di klinik pemberian human hyperimmune globulin
tidak efektif schingga akhir-akhir ini tidak lagi diberikan sebagai
pencegahan atau pengobatan pertusis.
~ 2. Imunisasi aktif
Diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari kuman Bordetella pertussis
yang telah dimatikan untuk mendapatkan imunitas aktif, Vaksinasi
Dosis imunisasi dasar yang dianjurkan adalah 12 iu dan diberikan tiga
kali sejak umur 2 bulan, dengan jarak 8 minggu. Jika prevalensi
pertusis di masyarakat tinggi, imunisasi dapat dimulai pada umur 2
minggu dengan jarak 4 minggu. Anak berumur >7 tahun tidak lagi
Karena proteksi menurun selama masa remaja. Walaupun demikian,
infeksi pada pasien yang lebih besar biasanya ringan dan hanya
merupakan sumber infeksi Bordetella pertussis pada bayi non-imuun.
a ache aes =
+ Panas yang lebih dari 38°C.
+ Riwayat kejang
+ Reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya, misalnya suhu
tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi
anafilaktik lainnya. ;
Kontak erat pada anak usia <7 tahun yang sebelumnya telah diberikan
diberikan imunisasi dalam waktu 6 bulan terakhir. Juga diberikan Eri-
tromisin $0 mg/keBB/24 jam dalam 2-4 dosis slam 14 hari. Kontak ert
pada usia >7 tahun juga perlu diberikan Eritromisin sebagai profilaksis.
Pengobatan Eritromisin awal berguna untuk mengurangi penyebaran
infeksi dan mengurangi gejala penyakit. Sescorang yang kontak
itromisin selama 14 hari setelah kontak diputuskan. Jika keberhenti batuk atau setelah penderita mendapa
len dan Eritromisin dibe;
Vaksin pertusis monoval
epidemi.
pROGNOSIS
sia. Anak yang lebih tua mer
matian pada bayi berk
‘da eae Jangka panjang
an intelektual di inher
al di kemudian he ®
P is bergantung pada
sis yang lebih baik. Risiko ke!
disebabkan oleh ‘ensefalopati. Pa
kejang dapat menyebabkan gangsu
KEPUSTAKAAN
artrain J. Clinical and infants ang
1d Yo,
‘Anderson EL, Belsche RB, Bi
children. AmJ Dis Child 1987; 141:180-183.
‘Aoyona T, Murase y, Kato T. fficacy of an acellular pertussi:
Japan. J Pediatr 1985; 180-183. IS Vacin
‘Azhali MZ. Pertusis. Dalam: Poorwo Soedarmo SS, Garna H, Ha
‘SRS, Penyunting- Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi tga
tropis. Edidi ke-1- Jakarta: Balai Penerbit FKUI,2002; 357-66.
Bass JW. Erythromycin for treatment and prevention of pertussis. P
Infect Dis J 1986; 154-157. ie
thromycin in the treatment of pertus
Belquist SO, Bemander S. Bry
Pariatr Infect Dis J 1987; 6458-461.
CDC (Centres for Disease Control). DTP, guidelines for vaccine pr
Jaxis and other preventive measures. JAMA 1985; 895-900.
Cherry JD, Brunell PA, Golden GS, Karzon DT. Report of the task for
is and pertussis jmmmnunization. Pediatr 1988; 81:939.
Committee on Infectious Diseases. ‘American Academy of Pediatric.
Stal, eds, Red book 2000, Report of
keri tRd
Dirjen PPM/PLP Departemen
Modul latihan petug?S imunis;
Barra 1986.
rahim GI. jzation in childhood: Current
raj trop Padang oe Oe trends and new develop-
Feigin RD, Cherry Sp. Textbook of pediatric infectious di
Philadelphia: W 1992; 1207-17. infectious disease. 3rd ed.