Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Sudirman Deny 0310710140
Nofita Dwi 0410710104
Ratnawati 0410710117
Ajeng Sekartiwi 0510710006
Pembimbing:
Dr. Laksmi, Sp.PD
2. LAPORAN KASUS
Wanita 64 tahun datang dengan keluhan utama: penurunan kesadaran.
Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak satu jam sebelum masuk rumah sakit
(SMRS). Pagi hari sekitar jam 10, pasien minum obat glibenklamid satu tablet.
Pasien juga mengalami mual dan muntah. Mual dan muntah dirasakan sejak empat
hari SMRS. Pasien muntah lebih dari tiga kali dalam sehari, berisi cairan dan
makanan yang dimakan pasien, dan terdapat sedikit darah. Sejak dua hari SMRS
pasien tidak buang air besar. Pasien juga merasa tidak nyaman pada daerah ulu
hati. Pasien mengeluh badan demam dan batuk sejak dua hari SMRS.
Pasien juga mengeluhkan adanya luka di kaki kiri pasien. Luka tersebut
sudah dialami pasien sejak dua bulan SMRS. Luka di kaki kiri muncul akibat terkena
pecahan gelas. Awalnya luka tersebut tidak dalam dan tidak keluar nanah. Namun,
luka tersebut bertambah parah, semakin dalam, mengeluarkan nanah, dan
merambat ke ibu jari.
Riwayat penyakit dahulu, pasien menderita diabetes mellitus. Penyakit ini
diketahui sejak dua tahun yang lalu. Pasien tidak rutin kontrol ke dokter. Pasien
biasa mengkonsumsi obat antihiperglikemik oral, glibenklamid, yang biasa dibeli
bebas di apotek. Terakhir pasien minum glibenklamid jam 10 pagi 1 hari SMRS.
Riwayat MRS 16 hari yang lalu di RSSA malang karena luka pada kaki, dan pulang
mendapat terapi insulin. Namun pasien berhenti menggunakan suntik insulin dan
menggantinya dengan glibenklamid sejak sekitar 10 hari yang lalu.
Pasien juga menderita hipertensi. Hal ini diketahui pasien sejak satu tahun
yang lalu. Pasien tidak rutin kontrol dan tidak rutin minum obat.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan: keadaan umum: Tampak sakit sedang,
GCS 111 berat/tinggi badan: 45 kg/150 cm, IMT 20,0 kg/m2, tekanan darah 150/80
mmHg, denyut nadi: 104/menit, reguller, temperature axilla: 36,1OC, pernafasan 18
x/menit regular. Pada kaki kiri didapatkan luka dalam mengenai ibu jari kaki kiri
disertai adanya nanah. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan lekosit 10.300/µl,
granulosit 89 %, hemoglobin 10,1 gr/dl, hematokrit 30,9 %, trombosit 525.000/µl, gula
darah sesaat 22 mg/dl, ureum 161,8 mg/dl, kreatinin 3,03, natrium 127 mmol/l,
kalium 5,2 mmol/l, chloride 97 mmol/l. Dari hasil urinalisis didapatkan berat jenis:
1,010, pH: 5, lekosit -, nitrit -, protein -, glukosa -, keton -, urobilinogen -, bilirubin -,
eritrosit +.
Pada foto thorak posisi AP didapatkan kesimpulan paru-paru normal. Ukuran
dan bentuk jantung normal, cardio thorak ratio < 50%. Pada EKG didapatkan
kesimpulan: Normal.
Penatalaksanaan pada pasien ini yang mengalami hipoglikemi antara lain
bolus D40% dua flash, kemudian di lakukan cek GDA ulang, hasilnya 202 mg/dl.
Kemudian digunakan IVFD NS 0,9% 20 tpm dan dilakukan rawat luka. Dua jam
kemudian pasien mengeluarkan keringat dingin dan kembali mengalami penurunan
kesadaran, denyut jantung 104x/menit, hasil GDA: Low. Pasien kembali
mendapatkan D40% dua flash bolus iv, dan IVFD D10% 15 tpm. Penatalaksanaan
lainnya kalitake 2x1 sachet, ciprofloxacin 2x200 mg infuse, dicloxacillin 2x1g iv (skin
test terlebih dahulu), metoclopramide 3x10mg iv, ranitidine 2x50mg iv, captopril
2x12,5 mg po, omeprazole 2x20mg po, sirup antasida 2xCI. Pada hari ke empat
dengan nilai GDI/II 198/241 pasien mendapat intermediet acting insulin 0-8 iu dan
short acting insulin 4-4-4 iu. Pada hari ke-8 dengan GD I/II 67/95 pasien mendapat
terapi intermediet acting insulin 0-6 iu dan short acting insulin 4-4-4 iu. Pada hari ke-
11 didapatkan data GD I/II 100/105. Pada kultur pus didapatkan bskteri batang gram
negatif, enterobacter gergorivae, sensitive terhadap meropenem, resisten terhadap
ceftriaxon. Keadaan pasien ketika keluar rumah sakit membaik, luka pada kaki
membaik, tidak didapatkan pus dan luka mulai mengering.
3. DISKUSI
Pasien datang dengan keluhan utama: penurunan kesadaran. Pasien mengalami
penurunan kesadaran sejak satu jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pagi hari
sekitar jam 10, pasien minum obat glibenklamid satu tablet. Pasien juga mengalami
mual dan muntah. Mual dan muntah dirasakan sejak empat hari SMRS. Pasien
muntah lebih dari tiga kali dalam sehari, berisi cairan dan makanan yang dimakan
pasien, dan terdapat sedikit darah. Pasien menderita diabetes mellitus, diketahui
sejak dua tahun yang lalu. Pasien tidak rutin kontrol ke dokter. Pasien biasa
mengkonsumsi obat antihiperglikemik oral, glibenklamid, yang biasa dibeli bebas di
apotek. Riwayat MRS 16 hari yang lalu di RSSA malang karena luka pada kaki, dan
pulang mendapat terapi insulin. Namun pasien berhenti menggunakan suntik insulin
dan menggantinya dengan glibenklamid sejak sekitar 10 hari yang lalu. Terakhir
pasien minum glibenklamid jam 10 pagi 1 hari SMRS. Dari keluhan tersebut, pada
pemeriksaan fisik ditemukan penurunan kesadaran, GCS 111. Pasien kemudian
mendapat dekstrose 40 % (D40%) 2 flash. Kesadaran pasien membaik, dengan
GCS 456. Pasien menggunakan IVFD normal saline 0,9%. Dua jam kemudian
pasien kembali mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 355 dengan keringat
dingin. Dilakukan cek darah acak, hasilnya “low”. Pasien kembali mendapat D40% 2
flash. Kesadaran pasien langsung membaik, dengan GCS 456. Pasien kemudian
menggunakan IVFD Dekstrose 10%.
Dari data di atas dapat diketahui bahwa pasien mengalami kondisi hipoglikemia.
Karena telah memenuhi kriteria Whipple's triad: (1) tanda-tanda dan gejala
hipoglikemia, (2) didapatkan hasil pengukuran kadar glukosa darah yang rendah (3)
gejala akan hilang setelah konsentrasi glukosa plasma naik. Batas bawah kadar
glukosa puasa adalah 70 mg/dL (3.9 mmol/L) (Fauci et al, 2008). Kadar glukosa
dibawah <70mg/dL (3.0 mmol/L) disertai dengan adanya dengan munculnya gejala-
gejala dan membaik setelah kadar glukosa darah naik setelah koreksi disebut
sebagai hipoglikemia ( Watkins, 2003; Fauci et al, 2008; NIDDK, 2008).
Tanda-tanda hipoglikemia antara lain: rasa lapar, gemetar, gelisah, berkeringat,
rasa lemah atau melayang, mengantuk, bingung, kesulitan untuk berbicara, cemas,
lemah, sampai pada penurunan kesadaran.( NIDDK, 2008)
Neuroglycopenia
• Mild Double vision
Difficulty in concentrating
Slurring of speech
Confusion
• More advanced Change of behaviour
Naughtiness in children
Glukosa merupakan bahan metabolic utama yang dibutuhkan otak pada keadaan
fisiologi. Otak tidak dapat mensintesa glukosa atau menyimpannya hanya dalam
beberapa menit saja dan oleh karena itu otak membutuhkan pasokan glukosa yang
kontinyu dari sirkulasi arteri. Jika konsentrasi glukosa plasma turun di bawah batas
fisiologi, transport glukosa darah ke otak turun sehingga tidak mampu mendukung
metabolisme energi dan fungsi otak. Namun, mekanisme counterregulatory glukosa
secara normal mencegah dan cepat mengkoreksi keadaan hipoglikemia. (Fauci et al,
2008)
Konsentrasi glukosa plasma normalnya antara 70–110 mg/dL (3.9–6.1 mmol/L)
pada keadaan puasa. Diantara makan dan selama puasa, level glukosa plasma
dijaga oleh produksi glukosa endogenous, hepatic glycogenolysis, dan hepatic (dan
renal) gluconeogenesis. Meskipun cadangan glikogen hepar biasanya cukup untuk
menjaga level lukosa plasma selama 8 jam, tenggang waktu ini dapat menjadi lebih
pendek jika kebutuhan glukosa meningkat misalnya pada keadaan meningkatnya
aktivitas fisik atau jika simpanan glikogen menurun oleh keadaan sakit atau
kelaparan. (Fauci et al, 2008)
Pasien berumur 64 tahun, keadaan hipoglikemia pada usia lanjut sering tidak
diketahui, dan sering dianggap sebagai keluhan-keluhan pusing, atau serangan-
serangan iskemia yang sementara. Hipoglikemia akibat sulfonylurea tidak jarang,
terutama sulfonylurea yang bekerja lama seperti glibenklamid. Pada usia lanjut
respon otonomik cenderung turun dan sensitivitas epinefrin cenderung berkurang.
Pada otak yang menua gangguan otak mungkin terjadi pada hipoglikemia yang
ringan. (Soemadji, 2006)
Sulfonilurea telah digunakan untuk pengobatan DM tipe 2 sejak tahun 1950-an.
Efek hipoglikemia sulfonilura adalah dengan merangsang channel K yang tergantung
pada ATP dari sel beta pancreas. Bila sulfonylurea terikat pada reseptor channel
tersebut maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya
penurunan permeabilitas K pada membrane sel beta, terjadi depolarisasi membrane
dan membuka channel Ca tergantung voltase, dan menyebabkan peningkatan Ca
intrasel. Ion Ca akan terikat pada calmodulin, dan menyebabkan eksositosis granul
yang mengandung insulin. (Soegondo, 2006)
Gambar 3. Biosintesis, Sekresi, dan Aksi Insulin. (Fauci et al, 2008)
Efek akut obat golongan sulfonylurea berbeda dengan efek pada pemakaian
jangka lama. Glibenklamid misalnya mempunyai masa paruh 4 jam pada
pemeakaian akut, tetapi pada pemakaian jangka lama >12 minggu, masa paruhnya
memanjang sampai 12 jam, bahkan sampai > 20 jam pada pemakaian kronik dengan
dosis maksimal. Karena itu dianjurkan untk memakai glibenklamid sehari sekali.
(Soegondo, 2006)
Penyebab hipoglikemia tersering pada peringakat kedua adalah penyakit kritis
seperti gagal hepar, gagal jantung, gagal ginjal serta keadaan sepsis. (Fauci et al,
2008)
Sepsis adalah salah satu keadaan yang relatif umum menyebabkan pasien jatuh
pada keadaan hipoglikemia. Peningkatan pengguanaan glukosa diinduksi akibat
peningkatan produksi sitokin oleh makofag yang banyak terdapat pada jaringan
seperti hepar, spleen, dan paru. Pasien akan jatuh pada keadaan hipoglikemia jika
terjadi kegagalan tubuh dalam mencukupi meningkatnya kebutuhan glukosa.
Cytokine menginduksi hambatan gluconeogenesis pada keadaan nutritional
glycogen depletion, pada keadaan dimana terjadi kombinasi hipoperfusi hepar dan
ginjal, juga akan memperberat hipoglikemia. (Fauci et al, 2008)
Penanganan hipoglikemia dapat secara oral dengan menggunakan tablet
glukosa atau glukosa-dalam cairan, permen, atau makanan jika pasien dalam
keadaan sadar dan berkeinginan (Fauci et al 2008; NIDDK, 2008). Dosis initialnya 20
g glukosa. Jika pasien tidak mampu atau tidak mau, karena keadaan,
neuroglycopenia, untuk mengkonsumsi karbohidrat secara oral, maka perlu
pemberian karbohidrat secara parenteral. Glukosa intra vena diberikan dan diikuti
penggunaan infuse glukosa yang disertai monitoring pengukuran glukosa plasma
serial. Jika terapi intravena tidak praktis, gunakan glukogon secara subkutan dan
intramuscular (1.0 mg in adults), biasanya pada pasien dengan diabetes mellitus tipe
1. Karena tindakan ini menstimulasi glikogenolisis, tindakan ini tidak efektif pada
individu dengan penurunan jumlah glikogen (misalnya, orang dengan hipolkemia
akibat alcohol). Hal ini juga akan menstimulasi sekresi insulin sehingga kurang
berguna pada diabetes mellitus tipe 2. Penanganan ini hanya meningkatkan glukosa
plasma sementara, pasien harus segera makan untuk mengembalikan cadangan
glukosa. (Fauci et al, 2008)
Pada pasien tidak sadar, penangan di rumah sakit segera dibutuhkan.pasien
pada keadaan tidak sadar perlu diposisikan dalam posisi recovery, dan dibuka jalan
nafasnya. Ukur kadar gula darahnya, untuk memberikan data bahwa pasien memang
benar dlam keadaan koma hipoglikemia. Berikan dekstrose 40% 50 ml intravena.
Pemberian glukosa konsentrasi diatas 50 % dapat menyebabkan iritasi dan sudah
tidak dianjurkan. Responya biasanya cepat namun jika tidak, maka segera berikan
infuse glukosa 10%. Setelah pasien sadar dan dapat diwawancarai, pasien dpat
makan karbohidrat komplek untuk mencegah hipoglikemia. Jika pasien tidak sadar,
ukur kembali kadar gula dan cari penyebab lain koma. ( Watkins, 2003)
Pencegahan hipoglikemia berulang memerlukan pemahaman tentang
mekanisme yang terjadi pada keadaan hipoglikemia. Penggunaan obat dapat distop
atau dengan cara pengurangan dosis. Hipoglikemia akibat sulfonylurea dapat
berlangsung dalam hitungan jam, bahkan hari. Jika penyebabnya penyakit kritis
maka harus segera diobati. Kurangnya kadar hormone kortisol dan growth hormon
dapat segera diganti. Pembedahan, radioterapi, atau kemoterapi dari tumor dapat
mencegah hipoglikemia meskipun tidak dapat menyembuhkan tumornya. (Fauci et
al, 2008)
Pada pasien sebaiknya menggunakan insulin untuk penangananan diabetesnya.
Diperlukan edukasi tentang tanda-tanda hipoglikemia serta penanganan awal
kejadian hipoglikemia.
DAFTAR PUSTAKA