405
METROLOGI DALAM BIDANG REUMATOLOGI
Rizasyah Daud
Berlainan hainya dengan cabang kedokteran Klinik lain
pada umumnya, pengukuran outcome dalam bidang
feumatologi tidak selalu mudah untuk dilakukan. Hal
ini disebabkan karena dalam mengelola pasien penyakit
reumati, kta seringkali berhadapan dengan rasa nyer
pengaruh penyakit pada aktivitas sehari hari bahkan
sampai mencakup masalah kesejehteraan pasien akibat
penyakit yang di deritanya, Berbagai ukuren ini agaknya
lebih banyak mendekati suatu construct dari pada ukuran
yang dapat diukur secara secara langsung seperti kadar
ula darah pada pasien NIDDM atau SGPT pada pasien
hepatitis virus. Akan tetapi, sejak 50 tahun terakhir in
metrologi dalam bidang reumatologi dan muskuloskeletal
eda umumnya telah berkembang dari sekedar usaha
pPengenalan desiriptif menuju kearah metode pengukuran
yang lebih canggih yang lebih banyak menekankan
pada faktor validitas dan efisiensi™, walaupun dengan
perkembangen yang demikian tersebut sampai saat ini
belum berhasil dijumpai adanya suatu ukuran tunggal
yang seragam dan dapat memenuhi semua persyaratan
serta dapat digunakan secara luas pada setiap aspek
yang ingin ditlit. Lebihjauh lagi, ketidak seragaman ini
juga terjadi karena perbedaan selera para peneliti yang
juga berbeda dalam pola penggunaan outcome dalam
peneltiannya’. Dengan demikian, pada saat ini masih banyak
terdapat heterogenitas yang membingungkan dalam
metode pengukuran yang digunakan dalam peneltian
bidang reumatologi, di mana outcome yang di inginkan
{idekselalu mudah untuk di ukur
Pentingnya pemilihan outcome peneltian yang tepat
dapat di ilustrasikan dalam contoh di bawah ini, Co-
operating Clinics Articular index yang di susun oleh the
‘American Rheumatism Association (ARA) dan benyak di
gunakan dalam penelitian artrts reumatoid (AR), seperti
juga indeks lain yang serupa memilki varias interob-
server yang lebih besar dari varasi intraobserver, Hal ini
tentu saja dapat mengecilkan arti ukuran nyeri sendi yang
sebenarnya telah dianggap valid dan cukup responsi.
Dengan demikian jike kita ingin menggunakan instrumen
ini untuk mengurangi variasi yang mungkin terja
pengukuran sebsiknya harus dilakukan oleh seorang
ppeneliti tunggal. Jika pengukuran ini harus dilakukan
‘oleh beberapa orang peneliti, maka akan diperlukan
jumlah sample yang lebih besar. Hal ini tentu saje akan
‘meningkatkan biaya, mengurangi kelayakan dan efisiensi
penelitia.
Dalam 10 tahun terakhir ini terjadi beberapa per-
kembangan penting dalm bidang pengukuran outcome
ppenyakit reumatik. Bombardier’ dan kawan kawan pada
tahun 1982 telah meng-identiikasi bahwa nyeri, joint
count, global assessment, grip strength, kaku pagi hari dan
penelitian fungsional merupakan indeks yang penting
dalam penelitan AR, Smythe dan kawan kawan mengajukan
pengunaan Pooled Index sebagai suatu teknik dalam
engukuran effect pengobatan pada ARS. The American
College of Rheumatology” juga telah membentuk suatu
core set dari ukuran aktivitas penyakit penelitian AR
yang terditi dari patient global assessments, patient pain,
physical disability, tender joint count, swollen joint count,
physician global, assessment, dan pemeriksaan sinar x
Jka penelitian dijalankan untuk menguji DMARD selama
lebih dari 1 tahun (persyaretan dari WHO dan ILAR). Core
set ini kemudian disempurmakan oleh Boers dan kawan
kawan dalam konferensi OMERACT di Maastricht dengan
‘menambahkan ukuran reactant fase akut
Walaupun masin terdapat banyak variasi yang cukup
bbesar dalam preferensi pemilihan outcome peneltian, saat
ini telah terlihat adanya suatu pola atau garis besar ke-
seragaman tertentu, Saat ini ukuran yang banyak
digunaken dalam penelitian penyakit reumatik adalah
ner’, jumlah sendi yang terlibat, penilaian global, indeks
fungsional, kekakuan dan performance test.
Pada sebagian besar penelitian AR, penggunaan ber-
bagai outcome akan cenderung mempedihatkan bahwa
3075.3076
suatu pengobatan hanya bermanfaat pada ukuran ukuran
tertentu saja dan tidak bermanfaat pada ukuran yang lain
Hal ini akan menyebabkan timbulnya kekacauan yang
membingungkan dalam menginterpretasi hasil peng-
obatan, atau menyebabkan seorang peneliti dapat hanya
memilih atau melaporkan outcome yang menunjukkan
perbaikan akibat pengobatan yang bermakna saja.
‘Akhitnya sebagian besar penelitian yang sudah dijalankan
tidak sensitifterhadap perubahan, walaupun efek peng-
‘obatan sudah terlihat dengan jelas.
Untuk mengatasi permasalahan di atas The American
College of Rheumatology elah menyusun core et untuk di-
{gunakan dalam penelitian effect pengobatan pada pasien
'AR. Outcome dalam core set dari The American College of
Rheumatology yang akan dibahas ini terdiri dai
+ patient global assessments
+ patient pain
+ physical disability
+ tender joint count
+ swollen joint count
+ physician global assessment
+ acute phase reactants
+ pemeriksaan sinar X kalau penelitian dilakuken untuk
menguji DMARD dan berlangsung lebih dari 1 tahun
(sesuai dengan persyaratan WHO dan ILAR)
Keenam ukuran pertama bersama dengan
pemeriksaan sinar-x, dienggap telah dapat menggembar-
kan perbaikan pada AR secara luas, dan setidaknya bersifat
‘culup sensitif terhadap perubahan. Beberapa outcome
di antaranya bahkan dapat meramalkan outcome jangka
ppanjang pada AR serta disabilitas fisik, kematian dan
kerusakan tulang secara radiologis, Kemudian pada
the International Conference on Outcome Measures in
Rheumatoid Arthritis Clinical Trial (OMERACT) in Maastricht,
The Netherlands, acute phase reactants juga dimasukan
oleh komite ACR ke dalam core set ini. Beberapa ukuran
aktivitas penyakit yang sering digunakan seperti grip
‘strength atau waktu berjalan 15 meter tidak dimasukan
kedalam core set ini Karena berbagai alasan seperti:
+ Tidak sensitif terhadap perubahan.
+ Cukup sensitifterhadap perubahan pada pengobatan
suatu regimen terapi akan tetapi tidak sensitif pada
pengobatan lainnya,
+ Menduplikasiinformasi yang diperoleh dari salah satu
Ukuran yang terdapat dalam core set (seperti fender
Joint score dan tender joint count)
PATIENT GLOBAL ASSESSMENT
Patient global assessment didasarkan pada kesan yang
diperoleh oleh seorang pasien tentang status kesehatan-
nya secara global pada saat ini. Kategori pasien secara
REUMATOLOG!
global di nilai sendiri oleh pasien pada saat penelitian
dimulai dan pada akhir penelitian. Pasien sendiri akan
menilai restriksi fungsional yang dideritanya akibat AR
sebagai asimtomatik, ringan, moderat, berat atau sangat
berat.
Bombardier and Gétzsche pada penelitiannya
menemukan bahwa the patient's global categorical self-
‘assessment merupakan ukuran yang paling sensitif ter-
adap perubahan untuk penelitian AR. Walaupun per-
baikan akibat pemberian obat obatan anti reumatik yang
bermakna secara statistik dapat terjadi akibat persepsi
gejala pada beberapa individu dapat terpengaruh oleh
berbagai faktor, yang mungkin sama sekali tidak ber~
hubungan dengan penyakit yang dideritenya, patient
‘global assessments dapat di anggap sebagai suatu ukuran
‘outcome yang penting pada AR.
Rasa Nyeri
Nyeri merupakan gejala utama pade penyakit reumatik,
‘walaupun menghilangkan rasa nyeri merupakan tujuan
tama dari banyak pengobatan, hampir selurub literatur
tentang rasa nyeri menyebutkan bahwa rasa nyeri memilki
sifat yang kompleks dan sukar untuk di ukur secara
‘akurat. Untuk dapat menunjukkan kemampuan peng-
obatan dalam mengatasi rasa nyeri, nyeri harus di ukur
secara langsung, Pengukuran tidak langsung seperti kadar
bat obatan antireumatik dalam plasma, umumnya tidak
berkorelasi dengan respons Klinik. Juga penurunan laju
cendap darah dan titer faktor reumatoid tidak selalu berart
sebagai terdapatnya perbaikan dari AR
Rasa nyeri merupakan pengalaman yang sangat
pribadi dan karena itu umumnya bersifat sangat subjektit,
‘Sampai saat ini belum terdapat ukuran objektif yang dapat
digunakan untuk dapat mengukur beratnya rasa nyer.
Karena itu rasa nyeri hanya dapat di ukur oleh pasien
yang merasakannya sendiri. Selain dari pada itu, nyeri
pada artritis dapat mempunyai kualitas yang berbeda
dan intensitasnya dapat berlainan pada persendian yang
berbeda atau pada waktu tertentu. Akan tetapi telah
diketahui bahwa beratnya rasa nyeri pada pengukuran
pertama merupakan faktor penentu utama dari respons
potensial sehubungan dengan pengurangan rasa nyeri
tersebut, Pengukuran rasa nyeri merupakan usaha yang
sangat penting dalam menilai hasil pengobatan. Rasa
yeti merupakan umumnye merupaken keluan utama dar
pasien yang memerlukan pengobatan dan hilangnya rasa
ryeri merupakan tujuan utama dari hampir semua peng
batan. Walaupun misalnya terdapat suatuukuran outcome
yang canggih dari suatu penyakit tertentu, pengukuran
rasa nyeri pasien umumnya masih harus dilakukan. Dari
tkuran beratnya penyakit saj, tidak pernah akan dapat
dlitentukan bahwa seorang pasien telah sembuh dengan
sempuma. Dengan demikian jika kita ingin mengetahui[METROLOGI DALAM REUMATOLOG!
apakah suatu pengobatan dapat mengurangi rasa nyer,
kita harus mengukurrasa nyer tersebut atau pengurangan
rasa nyeri untuk mengetahuinya,
Saat ini terdapat 6 metoda untuk menilai rasa nyeri
atau pengurangan rasa nyeri yang relevan untuk di-
unakan dalam penelitan obat obatan anti-teumatik yaitu:
visual analogue scale, likert scale, numerical rating scale,
{graphic rating scale, continuous chromatic analogue scale
and pain faces scales.
Dari skala yang ada, visual analogue scale (VAS)
merupakan skaia yang paling umum digunakan dalam
evaluasi obat obatan ant-reumatik Slain untuk mengukur
rasa nyeri, VAS juga pernah digunakan untuk mengukur
sejumlah ukuran lain seperti kekekuan, fungsi tubuh dan
fungsi sosio-emotional. VAS merupakan garis sepanjang
‘10cm yang di anggap mengambarkan kontinum dari rasa
nyeri. Kedua ujung garis tersebut ditentukan sebagai
cekstrim rasa nyeri yang berupa “Tidak Nyeri Sarna Sekali®
ddan “Nyeri Yang Amat Sangat”. Pasien menentukan suatu
titik pada garis tersebut yang sesuai dengan rasa nyeri
yang dirasakannya, Jarak antara "Tidak Nyeri Sama Sekali?
ddan ttik yang clibuat pasien di anggep merupakan berat-
nya rasa nyeri. Walaupun VAS merupakan skala penentuan
yang bersifat subjektif, VAS telah banyak diselidiki dan
di anggep sebagai salah satu suatu metoda yang paling
akurat untuk mengukur rasa nyeri, Content validity dari
VAS telah diketahui sebagai memenuhi syarat
‘VAS memiliki korelasi yang sangat baik dengan simple
verbal rating scales, akan tetepi VAS lebih sensitif ter
hadap perubahan dibandingkan dari verbal rating scales.
Walaupun daya deteksi VAS pada perubahan kecil masih
bersifat kontroversialdan reliabilitas test-retest masih
dipertanyakan, tidak satupun instrumen pengukur
nyeri yang ada saat ini dapat dibuktikan mempunyai
kemampuan yang lebih baik dibandingkan dari VAS. Ber-
bbagai sat VAS telah di telaah oleh Bird dan Dixon yang
diringkas sebagai berikut:
+ Terdapat suatu korelasi yang cukup kuat (r = 0.75,
p< 0001) antara respons yang dinilai dengan VAS dan
skala deskriptif nyeri sederhana (simple descriptive
pin scale},
+ Terdapat suatu korelasi yang sangat kuat (r = 0.99,
< 0.001) antara respons yang dibuat pada VAS
vertical dan horizontal analogues, walaupun lai VAS
horizontal cenderung untuk lebih rendah dibanding-
kan dengan VAS vertical
3077
+ Diketahuinya nilai pemeriksaan VAS yang pertama
dapat mempengaruhi nilai VAS yang di ukur
kemudian. Saat ini telah disepakati untuk membiarkan
subjek yang di uji untuk mengetahuirilai sebelunnya,
+ Reprodusibilitas akan lebih baik pada kedua ujung
aris VAS, dibandingkan dari bagian tengahnya yang
disebut sebagai golden section (kurang lebih 2 cm
dari titik tengah,
+ Proses fotokopi dapat mengganggu panjang garis
yang sebenarnya, sehingga semua hasil reproduksi
harus di teliti sebelum digunakan,
+ Karena nilai VAS tidak terdistribusi normal, untuk
inferensi statistik harus digunakan metode non
parametrik
DISABILITAS FISIK
Ukuran disabiltas fsikdimasukkan kedalam ACR Core Set of
Disease Activity karena ukuran ini menunjukkan sensitivitas
tethadap perubahan dan ukuran ini sendiri merupakan gold
standard outcome yang penting secara klinis. Juga status
dlisabilitas fsik pada pasien AR dapat meramalkan disabilitas
fisik dan kematian yang tesa lambat, lama setelah waktu
permulaan menderita penyakit tersebut.
Jika banyak ukuran aktivitas penyakit pada AR
berkorelasi dengan disabiltas fisik, ukuran ini agaknya
merupakan prediktor yang terbaik untuk disabilitas larmbat.
Terdapat beberapa instrumen status disabilitas fisik yang
telah banyak digunakan seperti MACTAR dan AIMS.
Pengaruh suatu penyakit kronik atau pengaruh suatu:
pengobatan pada kualitas hidup pasien tidak dapet i
evaluasi dengan cara menggunakan uji laboratorium
spesifik tertentu atau dengan pemeriksaan klinis. Karena
keputusan klinis seringkali dipengaruhi oleh gangguan
fungsional, maka adalah sangat penting untuk dapat
menggunakan suatu cara pengukuran disabilitas yang
dapat mendeteksi perubahan yang penting secara klinis
dan menggambarkan suatu situasi klinis dimana suatu
keputusan penatalaksanaan harus diambil. Beberapa
penelittelah membentuk berbagai instrumen yang spesifik
Untuk artritis baru yang dapat mengukur fungsi dan status
kesehatan yang juga memasukkan beberpa perkembangan
baru dalam pengukuran Klinis. Dari beberapa instrumen
yang ada pada saat ini, agaknya hanya MACTAR yang
memiliki kemampuan untuk mengkuantifikasi prioritas
fungsional spesifik dari setiap pasien. MACTAR merupa-
kan satu satunya kuesioner prioritas fungsional yang ada
pada saat ini, yang di disain untuk dapat mengidentifikasi
disabiltas akibat RA secara individual dan kepentingannya
untuk pasien yang bersangkutan.
MACTAR merupakan kuesioner yang di isi oleh
seorang pewawancara yang memungkinkan pasien
dapat mengidentifikasi dan memprioritaskan kemampuan3078
fungsionalnya sendiri yang secara spesifik dipengaruht
‘oleh penyakit yang di deritanya. Dengan pendekatan
ini, “bising” statistik yang umumnya di dapatkan dengan
menggunakan kwesioner konvensional yang mengandung
item yang tidak relevan terhadap pasien tertentu dapat
dihindarkan, Index ini merupakan kuesioner multi-
dimensional yang mencakup daerah daerah sosial,
emosional and fungsional. Dimensi fungsional juga ter-
diri dari 4 componen, termasuk mobilitas, self care, kerja,
~aktivitas pada saat bersantai. Dengan menggunakan suatu
interview yang bersifat semistructured, pasien diminte
untuk menggambarkan aktivitas utama yang terganggu
menurut pandangannya dan 5 aktivitas fungsional yang
paling nyata terganggu akan di evaluasi. Pada penilaian
kembali pada pasien ditanyakan apakah kemampuannya
untuk melakukan 5 aktivitas tersebut telah membaik, tidak
berubah atau menjadi lebih buruk
Jika dibandingkan dengan kuisioner standard konven-
sional, teknik“ pencapaian tujuan’ ini agaknya lebih sensitif
terhadap perubahan yang kecil. Juga jika dibandingkan
dengan indeks konvesional lainnya, penggunaan strategi
ini akan memungkinkan untuk mendapatian persentasi
perbaikan fungsi prioritas pasien yang lebih tinggi
Dengan demikian penggunaan MACTAR akan memungkin-
kan pengurangan jumlah sample yang dibutuhken pada
suatu penelitian dibandingkan dari penggunaan kwesioner
konvensianal sebagai ukuran outcome yang utara.
Sebagai suatu instrumen yang mengukur disabilitas
fisik, MACTAR telah terbukti merupakan instrumen
yang valid dan reliable. Sensitivitas MACTAR terhadap
perubahan telah di uji oleh Tugwell dan kawan kawan
dalam suatu double blind, randomized trial pasien AR
yang membandingkan methotrexate (63 pasien) dengan
plasebo (60 pasien). Hasilnya menunjukkan bahwa
methotrexate ternyata lebih baik, dimana kemajuan deri
‘outcome yang di ukur ternyata lebih berkisar antara 2%
sampai 39% lebih tinggi pada kelompok methotrexate
cibandingkan dari kelompok plasebo. Kuesioner quality of
life konvensional juga menunjukkan perbedaan yang
bermakna secara statistik akan tetapi perbedean ini
hanya berkisar antara 5% sampai 12%. Sangat mencolok
bahwa nilai MACTAR menunjukkan perbaikan 29% pada
kelompok methotrexate dibandingkan dari kelompok
plasebo. Lebih sensitifnya MACTAR dibandingkan
traditional standardized item function questionnaire
kemungkinan besar disebabken oleh:
+ Pada MACTAR pertanyaan lebih menekankan pada
terjadinya perubahan dan bukan hanya pertanyaan
sewektu yang tidak mengukur terjadinya perubahan,
+ Item kwestioner disusun sesuai dengan disabilitas
yang spesifik bagi pasien, sehingga dapat meng-
hiindarkan “bising statistik’ seperti yang terdapat pada
kuesioner konvensional yang mengandung item yang
tidak relevan bagi pasien tertentu.
REUMATOLOG!
JOINT COUNTS
Berbagai jenis joint counts seringkali digunakan pada
penilaian pasien RA dan joint count menempati prioritas
tertinggi yang disepakati dalam The 1962 Hamitton
‘Structured Workshop for Endpoint Measures in Clinical Trials *
Joint count yang terbanyak digunakan adalah swollen
joint count dan tender joint count menurut the ARA
Co-operating Clinics Committee Articular Index.
Tender joint count dari 66 sendi diarthrodial ditentu-
kan sebagai nyeri tekan atau nyeri gerak menurut skala
sebagai berikut:
(0 = Sama sekali tidak nyeri
tyeriringan (respons positif ike ditanyakan)
2 = Nyeri moderat (memperihatkan respons spontan)
3 = Nyeri berat (usaha pasien untuk menghindarkan rasa,
ryeri yang terlhat dengan jelas seperti menarik bagian
yang sakit pada pemeriksaan),
‘Swollen joint count dari 66 sendi diarthrodial ditentu-
kan sebagai pembengkakan yang bukan bony proliferation,
menurut skala sebagai berikut:
jak terdapat pembengkakan
+1 = Pembekakan ringan (penebalan sinovial yang teraba
tanpa hilangnya kontur tulang)
Pembengkakan moderat (hilangnya kontur tulang
yang jelas)
Pembengkakan berat (bulging akibat proliferasi
sinovial dengan karakteristik kistik.
Setelah gradasi dibuat, penghitungan akan dilakukan
ddan dilaporkan sebagai ada atau tidak adanya rasa nyeri
atau pembengkakan pada 66 unit sendi. Indeks ini hanya
menyatakan jumlah sendi yang secara Klinis aktif tanpa
rmemperhatikan ukuran persendian. Indeks ini mengandung
66 sendi atau kelampok persendian seperti pergelangan
tangan termasuk articulatio temporomandibular, tetapi
tidak menyertakan sendi panggul, karena pembengkakan
sendi panggul tidak mungkin dapat ditentukan secara
klinis. Metode ini memberikan reprodusibilitas yang lebih
baik serta lebih cepat digunakan dibandingkan dari Ritchie
index tanpa kehilangan nilai Klinis yang jelas.
PHYSICIAN GLOBAL ASSESSMENT
Physician global assessment didasarkan pada kesan yang
dirasakan oleh dokter perneriksa tentang status kesehatan
ppasien secara keseluruhan. Suatu penilaian keadaan pasien
ssecara global, akan dilaksanaken oleh dokter pemeriksa
masing masing pada awal dan akhir penelitian. Pemeriksa
‘akan menilai tingket restriksi fungsional pasien akibat RA
sebagai asimptomatik, ringan, moderat, berat dan sangat
erat.METROLOGI DALAM REUMATOLOGI
3079
ACUTE PHASE REACTANT
Peningkatan kadar protein fase akut umumnya terjadi
akibat respons tethadap jejas jaringan atau infeksi, Pada
rmanusia, Konsentrasi C-reactive protein (RP), serum amiloid
protein (SAA) dan a, antichymotrypsin akan meningkat
4100 - 3000 kal jikaterdapat suatu stimulus inflamasi. Laju
endap darah (LED) secara tidak langsung menggamibarkan
peningkaten konsentras proteins serum, terutema molekul
asimetrik seperti fibrinogen, protein fase akut yang lain
atau imunoglobulin, Welaupun LED juga dipengaruhi cleh
faktor yang tidak berhubungan dengan inflamasi seperti
morfoiogi ertrasit, LED sering digunakan sebagai ukuran
protein fase akut karena sangat sederhana dan mudah
untuk dilakukan. Uji LED yang umum dilakukan adalah
rmenurut cara Westergreen (pembacaan 1 jem) yang telah
terpiliholeh the International Committee for Standardiza-
tion in Hematology untuk mengukur LED.
PEMERIKSAAN SINAR-X
Pemeriksaan sinar-X hanya perlu dilakukan jika obeservasi
dilakukan lebih dari satu tahun.
OUTCOME PADA PENYAKIT REUMATIK YANG
LAIN
Untuk osteoartrosis (OA), belum terdapat suatukesepakatan
yang pasti mengenai outcome apa yang perlu digunakan
dalam penelitian. Akan tetapi dianjurkan untuk antara
lain menggunakan ukuran rasa nyeri dan status global.
Indeks fungsional sebaiknya disertakan dalam pengukuran
walaupun indeks yang terbaik yang terbaik untuk OA
masih harus ditetapkan, Ukuran seperti grip strength pada
OA tidak banyak berguna kecuali pada pasien OA dengan
keterlibaten persendian tangan
Suatu hal yang perlu diperhatikan pada OA adalah
walaupun range of mation merupakan ukuran yang banyak
digunakan dalam penelitian OA, kesalahan tipe ll pada
‘ukuran ini akan sangan tinggi ka keterlibatan sendi yang
ingin diukur sangat rendah. Hal ini dapat diatasi dengan
pemilihan subjek penelitian yang telt
Soat ini The Western Ontario McMaster (WOMAC)
Seales merupakan instrumen yang paling banyak
digunakan untuk mengukur status fungsional pada pasien
osteoartritis (OA), WOMAC adalah suatu instrumen
yang telah di validasi yang didlsain secare spesifik untuk
penilaian nyeri ektremitas bawah dan status fungsional
pada pasien OA lutut atau panggul, WOMAC Scales pada
bbeberepa penelitian terbuki lebih responsif dibandingkan
instrumen lain yang pernah digunakan pada pasien OA
sperti index Lequesne"™™2 Walaupun demikian WOMAC
rmasih dipengaruhi oleh komorbiditas lain seperti fatig,
depresi atau nyeri pinggang bawah sehingga dalam
interpretasi comorbiditas tersebut harus selalu diper-
hitungkan"=m=
REFERENSI
Bellamy N. Musculoskeletal Clinical Metrology. 1" ed. Kiuwet
‘Acadeinic Publioshers, Boston, 1993.