You are on page 1of 5
405 METROLOGI DALAM BIDANG REUMATOLOGI Rizasyah Daud Berlainan hainya dengan cabang kedokteran Klinik lain pada umumnya, pengukuran outcome dalam bidang feumatologi tidak selalu mudah untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena dalam mengelola pasien penyakit reumati, kta seringkali berhadapan dengan rasa nyer pengaruh penyakit pada aktivitas sehari hari bahkan sampai mencakup masalah kesejehteraan pasien akibat penyakit yang di deritanya, Berbagai ukuren ini agaknya lebih banyak mendekati suatu construct dari pada ukuran yang dapat diukur secara secara langsung seperti kadar ula darah pada pasien NIDDM atau SGPT pada pasien hepatitis virus. Akan tetapi, sejak 50 tahun terakhir in metrologi dalam bidang reumatologi dan muskuloskeletal eda umumnya telah berkembang dari sekedar usaha pPengenalan desiriptif menuju kearah metode pengukuran yang lebih canggih yang lebih banyak menekankan pada faktor validitas dan efisiensi™, walaupun dengan perkembangen yang demikian tersebut sampai saat ini belum berhasil dijumpai adanya suatu ukuran tunggal yang seragam dan dapat memenuhi semua persyaratan serta dapat digunakan secara luas pada setiap aspek yang ingin ditlit. Lebihjauh lagi, ketidak seragaman ini juga terjadi karena perbedaan selera para peneliti yang juga berbeda dalam pola penggunaan outcome dalam peneltiannya’. Dengan demikian, pada saat ini masih banyak terdapat heterogenitas yang membingungkan dalam metode pengukuran yang digunakan dalam peneltian bidang reumatologi, di mana outcome yang di inginkan {idekselalu mudah untuk di ukur Pentingnya pemilihan outcome peneltian yang tepat dapat di ilustrasikan dalam contoh di bawah ini, Co- operating Clinics Articular index yang di susun oleh the ‘American Rheumatism Association (ARA) dan benyak di gunakan dalam penelitian artrts reumatoid (AR), seperti juga indeks lain yang serupa memilki varias interob- server yang lebih besar dari varasi intraobserver, Hal ini tentu saja dapat mengecilkan arti ukuran nyeri sendi yang sebenarnya telah dianggap valid dan cukup responsi. Dengan demikian jike kita ingin menggunakan instrumen ini untuk mengurangi variasi yang mungkin terja pengukuran sebsiknya harus dilakukan oleh seorang ppeneliti tunggal. Jika pengukuran ini harus dilakukan ‘oleh beberapa orang peneliti, maka akan diperlukan jumlah sample yang lebih besar. Hal ini tentu saje akan ‘meningkatkan biaya, mengurangi kelayakan dan efisiensi penelitia. Dalam 10 tahun terakhir ini terjadi beberapa per- kembangan penting dalm bidang pengukuran outcome ppenyakit reumatik. Bombardier’ dan kawan kawan pada tahun 1982 telah meng-identiikasi bahwa nyeri, joint count, global assessment, grip strength, kaku pagi hari dan penelitian fungsional merupakan indeks yang penting dalam penelitan AR, Smythe dan kawan kawan mengajukan pengunaan Pooled Index sebagai suatu teknik dalam engukuran effect pengobatan pada ARS. The American College of Rheumatology” juga telah membentuk suatu core set dari ukuran aktivitas penyakit penelitian AR yang terditi dari patient global assessments, patient pain, physical disability, tender joint count, swollen joint count, physician global, assessment, dan pemeriksaan sinar x Jka penelitian dijalankan untuk menguji DMARD selama lebih dari 1 tahun (persyaretan dari WHO dan ILAR). Core set ini kemudian disempurmakan oleh Boers dan kawan kawan dalam konferensi OMERACT di Maastricht dengan ‘menambahkan ukuran reactant fase akut Walaupun masin terdapat banyak variasi yang cukup bbesar dalam preferensi pemilihan outcome peneltian, saat ini telah terlihat adanya suatu pola atau garis besar ke- seragaman tertentu, Saat ini ukuran yang banyak digunaken dalam penelitian penyakit reumatik adalah ner’, jumlah sendi yang terlibat, penilaian global, indeks fungsional, kekakuan dan performance test. Pada sebagian besar penelitian AR, penggunaan ber- bagai outcome akan cenderung mempedihatkan bahwa 3075. 3076 suatu pengobatan hanya bermanfaat pada ukuran ukuran tertentu saja dan tidak bermanfaat pada ukuran yang lain Hal ini akan menyebabkan timbulnya kekacauan yang membingungkan dalam menginterpretasi hasil peng- obatan, atau menyebabkan seorang peneliti dapat hanya memilih atau melaporkan outcome yang menunjukkan perbaikan akibat pengobatan yang bermakna saja. ‘Akhitnya sebagian besar penelitian yang sudah dijalankan tidak sensitifterhadap perubahan, walaupun efek peng- ‘obatan sudah terlihat dengan jelas. Untuk mengatasi permasalahan di atas The American College of Rheumatology elah menyusun core et untuk di- {gunakan dalam penelitian effect pengobatan pada pasien 'AR. Outcome dalam core set dari The American College of Rheumatology yang akan dibahas ini terdiri dai + patient global assessments + patient pain + physical disability + tender joint count + swollen joint count + physician global assessment + acute phase reactants + pemeriksaan sinar X kalau penelitian dilakuken untuk menguji DMARD dan berlangsung lebih dari 1 tahun (sesuai dengan persyaratan WHO dan ILAR) Keenam ukuran pertama bersama dengan pemeriksaan sinar-x, dienggap telah dapat menggembar- kan perbaikan pada AR secara luas, dan setidaknya bersifat ‘culup sensitif terhadap perubahan. Beberapa outcome di antaranya bahkan dapat meramalkan outcome jangka ppanjang pada AR serta disabilitas fisik, kematian dan kerusakan tulang secara radiologis, Kemudian pada the International Conference on Outcome Measures in Rheumatoid Arthritis Clinical Trial (OMERACT) in Maastricht, The Netherlands, acute phase reactants juga dimasukan oleh komite ACR ke dalam core set ini. Beberapa ukuran aktivitas penyakit yang sering digunakan seperti grip ‘strength atau waktu berjalan 15 meter tidak dimasukan kedalam core set ini Karena berbagai alasan seperti: + Tidak sensitif terhadap perubahan. + Cukup sensitifterhadap perubahan pada pengobatan suatu regimen terapi akan tetapi tidak sensitif pada pengobatan lainnya, + Menduplikasiinformasi yang diperoleh dari salah satu Ukuran yang terdapat dalam core set (seperti fender Joint score dan tender joint count) PATIENT GLOBAL ASSESSMENT Patient global assessment didasarkan pada kesan yang diperoleh oleh seorang pasien tentang status kesehatan- nya secara global pada saat ini. Kategori pasien secara REUMATOLOG! global di nilai sendiri oleh pasien pada saat penelitian dimulai dan pada akhir penelitian. Pasien sendiri akan menilai restriksi fungsional yang dideritanya akibat AR sebagai asimtomatik, ringan, moderat, berat atau sangat berat. Bombardier and Gétzsche pada penelitiannya menemukan bahwa the patient's global categorical self- ‘assessment merupakan ukuran yang paling sensitif ter- adap perubahan untuk penelitian AR. Walaupun per- baikan akibat pemberian obat obatan anti reumatik yang bermakna secara statistik dapat terjadi akibat persepsi gejala pada beberapa individu dapat terpengaruh oleh berbagai faktor, yang mungkin sama sekali tidak ber~ hubungan dengan penyakit yang dideritenya, patient ‘global assessments dapat di anggap sebagai suatu ukuran ‘outcome yang penting pada AR. Rasa Nyeri Nyeri merupakan gejala utama pade penyakit reumatik, ‘walaupun menghilangkan rasa nyeri merupakan tujuan tama dari banyak pengobatan, hampir selurub literatur tentang rasa nyeri menyebutkan bahwa rasa nyeri memilki sifat yang kompleks dan sukar untuk di ukur secara ‘akurat. Untuk dapat menunjukkan kemampuan peng- obatan dalam mengatasi rasa nyeri, nyeri harus di ukur secara langsung, Pengukuran tidak langsung seperti kadar bat obatan antireumatik dalam plasma, umumnya tidak berkorelasi dengan respons Klinik. Juga penurunan laju cendap darah dan titer faktor reumatoid tidak selalu berart sebagai terdapatnya perbaikan dari AR Rasa nyeri merupakan pengalaman yang sangat pribadi dan karena itu umumnya bersifat sangat subjektit, ‘Sampai saat ini belum terdapat ukuran objektif yang dapat digunakan untuk dapat mengukur beratnya rasa nyer. Karena itu rasa nyeri hanya dapat di ukur oleh pasien yang merasakannya sendiri. Selain dari pada itu, nyeri pada artritis dapat mempunyai kualitas yang berbeda dan intensitasnya dapat berlainan pada persendian yang berbeda atau pada waktu tertentu. Akan tetapi telah diketahui bahwa beratnya rasa nyeri pada pengukuran pertama merupakan faktor penentu utama dari respons potensial sehubungan dengan pengurangan rasa nyeri tersebut, Pengukuran rasa nyeri merupakan usaha yang sangat penting dalam menilai hasil pengobatan. Rasa yeti merupakan umumnye merupaken keluan utama dar pasien yang memerlukan pengobatan dan hilangnya rasa ryeri merupakan tujuan utama dari hampir semua peng batan. Walaupun misalnya terdapat suatuukuran outcome yang canggih dari suatu penyakit tertentu, pengukuran rasa nyeri pasien umumnya masih harus dilakukan. Dari tkuran beratnya penyakit saj, tidak pernah akan dapat dlitentukan bahwa seorang pasien telah sembuh dengan sempuma. Dengan demikian jika kita ingin mengetahui [METROLOGI DALAM REUMATOLOG! apakah suatu pengobatan dapat mengurangi rasa nyer, kita harus mengukurrasa nyer tersebut atau pengurangan rasa nyeri untuk mengetahuinya, Saat ini terdapat 6 metoda untuk menilai rasa nyeri atau pengurangan rasa nyeri yang relevan untuk di- unakan dalam penelitan obat obatan anti-teumatik yaitu: visual analogue scale, likert scale, numerical rating scale, {graphic rating scale, continuous chromatic analogue scale and pain faces scales. Dari skala yang ada, visual analogue scale (VAS) merupakan skaia yang paling umum digunakan dalam evaluasi obat obatan ant-reumatik Slain untuk mengukur rasa nyeri, VAS juga pernah digunakan untuk mengukur sejumlah ukuran lain seperti kekekuan, fungsi tubuh dan fungsi sosio-emotional. VAS merupakan garis sepanjang ‘10cm yang di anggap mengambarkan kontinum dari rasa nyeri. Kedua ujung garis tersebut ditentukan sebagai cekstrim rasa nyeri yang berupa “Tidak Nyeri Sarna Sekali® ddan “Nyeri Yang Amat Sangat”. Pasien menentukan suatu titik pada garis tersebut yang sesuai dengan rasa nyeri yang dirasakannya, Jarak antara "Tidak Nyeri Sama Sekali? ddan ttik yang clibuat pasien di anggep merupakan berat- nya rasa nyeri. Walaupun VAS merupakan skala penentuan yang bersifat subjektif, VAS telah banyak diselidiki dan di anggep sebagai salah satu suatu metoda yang paling akurat untuk mengukur rasa nyeri, Content validity dari VAS telah diketahui sebagai memenuhi syarat ‘VAS memiliki korelasi yang sangat baik dengan simple verbal rating scales, akan tetepi VAS lebih sensitif ter hadap perubahan dibandingkan dari verbal rating scales. Walaupun daya deteksi VAS pada perubahan kecil masih bersifat kontroversialdan reliabilitas test-retest masih dipertanyakan, tidak satupun instrumen pengukur nyeri yang ada saat ini dapat dibuktikan mempunyai kemampuan yang lebih baik dibandingkan dari VAS. Ber- bbagai sat VAS telah di telaah oleh Bird dan Dixon yang diringkas sebagai berikut: + Terdapat suatu korelasi yang cukup kuat (r = 0.75, p< 0001) antara respons yang dinilai dengan VAS dan skala deskriptif nyeri sederhana (simple descriptive pin scale}, + Terdapat suatu korelasi yang sangat kuat (r = 0.99, < 0.001) antara respons yang dibuat pada VAS vertical dan horizontal analogues, walaupun lai VAS horizontal cenderung untuk lebih rendah dibanding- kan dengan VAS vertical 3077 + Diketahuinya nilai pemeriksaan VAS yang pertama dapat mempengaruhi nilai VAS yang di ukur kemudian. Saat ini telah disepakati untuk membiarkan subjek yang di uji untuk mengetahuirilai sebelunnya, + Reprodusibilitas akan lebih baik pada kedua ujung aris VAS, dibandingkan dari bagian tengahnya yang disebut sebagai golden section (kurang lebih 2 cm dari titik tengah, + Proses fotokopi dapat mengganggu panjang garis yang sebenarnya, sehingga semua hasil reproduksi harus di teliti sebelum digunakan, + Karena nilai VAS tidak terdistribusi normal, untuk inferensi statistik harus digunakan metode non parametrik DISABILITAS FISIK Ukuran disabiltas fsikdimasukkan kedalam ACR Core Set of Disease Activity karena ukuran ini menunjukkan sensitivitas tethadap perubahan dan ukuran ini sendiri merupakan gold standard outcome yang penting secara klinis. Juga status dlisabilitas fsik pada pasien AR dapat meramalkan disabilitas fisik dan kematian yang tesa lambat, lama setelah waktu permulaan menderita penyakit tersebut. Jika banyak ukuran aktivitas penyakit pada AR berkorelasi dengan disabiltas fisik, ukuran ini agaknya merupakan prediktor yang terbaik untuk disabilitas larmbat. Terdapat beberapa instrumen status disabilitas fisik yang telah banyak digunakan seperti MACTAR dan AIMS. Pengaruh suatu penyakit kronik atau pengaruh suatu: pengobatan pada kualitas hidup pasien tidak dapet i evaluasi dengan cara menggunakan uji laboratorium spesifik tertentu atau dengan pemeriksaan klinis. Karena keputusan klinis seringkali dipengaruhi oleh gangguan fungsional, maka adalah sangat penting untuk dapat menggunakan suatu cara pengukuran disabilitas yang dapat mendeteksi perubahan yang penting secara klinis dan menggambarkan suatu situasi klinis dimana suatu keputusan penatalaksanaan harus diambil. Beberapa penelittelah membentuk berbagai instrumen yang spesifik Untuk artritis baru yang dapat mengukur fungsi dan status kesehatan yang juga memasukkan beberpa perkembangan baru dalam pengukuran Klinis. Dari beberapa instrumen yang ada pada saat ini, agaknya hanya MACTAR yang memiliki kemampuan untuk mengkuantifikasi prioritas fungsional spesifik dari setiap pasien. MACTAR merupa- kan satu satunya kuesioner prioritas fungsional yang ada pada saat ini, yang di disain untuk dapat mengidentifikasi disabiltas akibat RA secara individual dan kepentingannya untuk pasien yang bersangkutan. MACTAR merupakan kuesioner yang di isi oleh seorang pewawancara yang memungkinkan pasien dapat mengidentifikasi dan memprioritaskan kemampuan 3078 fungsionalnya sendiri yang secara spesifik dipengaruht ‘oleh penyakit yang di deritanya. Dengan pendekatan ini, “bising” statistik yang umumnya di dapatkan dengan menggunakan kwesioner konvensional yang mengandung item yang tidak relevan terhadap pasien tertentu dapat dihindarkan, Index ini merupakan kuesioner multi- dimensional yang mencakup daerah daerah sosial, emosional and fungsional. Dimensi fungsional juga ter- diri dari 4 componen, termasuk mobilitas, self care, kerja, ~aktivitas pada saat bersantai. Dengan menggunakan suatu interview yang bersifat semistructured, pasien diminte untuk menggambarkan aktivitas utama yang terganggu menurut pandangannya dan 5 aktivitas fungsional yang paling nyata terganggu akan di evaluasi. Pada penilaian kembali pada pasien ditanyakan apakah kemampuannya untuk melakukan 5 aktivitas tersebut telah membaik, tidak berubah atau menjadi lebih buruk Jika dibandingkan dengan kuisioner standard konven- sional, teknik“ pencapaian tujuan’ ini agaknya lebih sensitif terhadap perubahan yang kecil. Juga jika dibandingkan dengan indeks konvesional lainnya, penggunaan strategi ini akan memungkinkan untuk mendapatian persentasi perbaikan fungsi prioritas pasien yang lebih tinggi Dengan demikian penggunaan MACTAR akan memungkin- kan pengurangan jumlah sample yang dibutuhken pada suatu penelitian dibandingkan dari penggunaan kwesioner konvensianal sebagai ukuran outcome yang utara. Sebagai suatu instrumen yang mengukur disabilitas fisik, MACTAR telah terbukti merupakan instrumen yang valid dan reliable. Sensitivitas MACTAR terhadap perubahan telah di uji oleh Tugwell dan kawan kawan dalam suatu double blind, randomized trial pasien AR yang membandingkan methotrexate (63 pasien) dengan plasebo (60 pasien). Hasilnya menunjukkan bahwa methotrexate ternyata lebih baik, dimana kemajuan deri ‘outcome yang di ukur ternyata lebih berkisar antara 2% sampai 39% lebih tinggi pada kelompok methotrexate cibandingkan dari kelompok plasebo. Kuesioner quality of life konvensional juga menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik akan tetapi perbedean ini hanya berkisar antara 5% sampai 12%. Sangat mencolok bahwa nilai MACTAR menunjukkan perbaikan 29% pada kelompok methotrexate dibandingkan dari kelompok plasebo. Lebih sensitifnya MACTAR dibandingkan traditional standardized item function questionnaire kemungkinan besar disebabken oleh: + Pada MACTAR pertanyaan lebih menekankan pada terjadinya perubahan dan bukan hanya pertanyaan sewektu yang tidak mengukur terjadinya perubahan, + Item kwestioner disusun sesuai dengan disabilitas yang spesifik bagi pasien, sehingga dapat meng- hiindarkan “bising statistik’ seperti yang terdapat pada kuesioner konvensional yang mengandung item yang tidak relevan bagi pasien tertentu. REUMATOLOG! JOINT COUNTS Berbagai jenis joint counts seringkali digunakan pada penilaian pasien RA dan joint count menempati prioritas tertinggi yang disepakati dalam The 1962 Hamitton ‘Structured Workshop for Endpoint Measures in Clinical Trials * Joint count yang terbanyak digunakan adalah swollen joint count dan tender joint count menurut the ARA Co-operating Clinics Committee Articular Index. Tender joint count dari 66 sendi diarthrodial ditentu- kan sebagai nyeri tekan atau nyeri gerak menurut skala sebagai berikut: (0 = Sama sekali tidak nyeri tyeriringan (respons positif ike ditanyakan) 2 = Nyeri moderat (memperihatkan respons spontan) 3 = Nyeri berat (usaha pasien untuk menghindarkan rasa, ryeri yang terlhat dengan jelas seperti menarik bagian yang sakit pada pemeriksaan), ‘Swollen joint count dari 66 sendi diarthrodial ditentu- kan sebagai pembengkakan yang bukan bony proliferation, menurut skala sebagai berikut: jak terdapat pembengkakan +1 = Pembekakan ringan (penebalan sinovial yang teraba tanpa hilangnya kontur tulang) Pembengkakan moderat (hilangnya kontur tulang yang jelas) Pembengkakan berat (bulging akibat proliferasi sinovial dengan karakteristik kistik. Setelah gradasi dibuat, penghitungan akan dilakukan ddan dilaporkan sebagai ada atau tidak adanya rasa nyeri atau pembengkakan pada 66 unit sendi. Indeks ini hanya menyatakan jumlah sendi yang secara Klinis aktif tanpa rmemperhatikan ukuran persendian. Indeks ini mengandung 66 sendi atau kelampok persendian seperti pergelangan tangan termasuk articulatio temporomandibular, tetapi tidak menyertakan sendi panggul, karena pembengkakan sendi panggul tidak mungkin dapat ditentukan secara klinis. Metode ini memberikan reprodusibilitas yang lebih baik serta lebih cepat digunakan dibandingkan dari Ritchie index tanpa kehilangan nilai Klinis yang jelas. PHYSICIAN GLOBAL ASSESSMENT Physician global assessment didasarkan pada kesan yang dirasakan oleh dokter perneriksa tentang status kesehatan ppasien secara keseluruhan. Suatu penilaian keadaan pasien ssecara global, akan dilaksanaken oleh dokter pemeriksa masing masing pada awal dan akhir penelitian. Pemeriksa ‘akan menilai tingket restriksi fungsional pasien akibat RA sebagai asimptomatik, ringan, moderat, berat dan sangat erat. METROLOGI DALAM REUMATOLOGI 3079 ACUTE PHASE REACTANT Peningkatan kadar protein fase akut umumnya terjadi akibat respons tethadap jejas jaringan atau infeksi, Pada rmanusia, Konsentrasi C-reactive protein (RP), serum amiloid protein (SAA) dan a, antichymotrypsin akan meningkat 4100 - 3000 kal jikaterdapat suatu stimulus inflamasi. Laju endap darah (LED) secara tidak langsung menggamibarkan peningkaten konsentras proteins serum, terutema molekul asimetrik seperti fibrinogen, protein fase akut yang lain atau imunoglobulin, Welaupun LED juga dipengaruhi cleh faktor yang tidak berhubungan dengan inflamasi seperti morfoiogi ertrasit, LED sering digunakan sebagai ukuran protein fase akut karena sangat sederhana dan mudah untuk dilakukan. Uji LED yang umum dilakukan adalah rmenurut cara Westergreen (pembacaan 1 jem) yang telah terpiliholeh the International Committee for Standardiza- tion in Hematology untuk mengukur LED. PEMERIKSAAN SINAR-X Pemeriksaan sinar-X hanya perlu dilakukan jika obeservasi dilakukan lebih dari satu tahun. OUTCOME PADA PENYAKIT REUMATIK YANG LAIN Untuk osteoartrosis (OA), belum terdapat suatukesepakatan yang pasti mengenai outcome apa yang perlu digunakan dalam penelitian. Akan tetapi dianjurkan untuk antara lain menggunakan ukuran rasa nyeri dan status global. Indeks fungsional sebaiknya disertakan dalam pengukuran walaupun indeks yang terbaik yang terbaik untuk OA masih harus ditetapkan, Ukuran seperti grip strength pada OA tidak banyak berguna kecuali pada pasien OA dengan keterlibaten persendian tangan Suatu hal yang perlu diperhatikan pada OA adalah walaupun range of mation merupakan ukuran yang banyak digunakan dalam penelitian OA, kesalahan tipe ll pada ‘ukuran ini akan sangan tinggi ka keterlibatan sendi yang ingin diukur sangat rendah. Hal ini dapat diatasi dengan pemilihan subjek penelitian yang telt Soat ini The Western Ontario McMaster (WOMAC) Seales merupakan instrumen yang paling banyak digunakan untuk mengukur status fungsional pada pasien osteoartritis (OA), WOMAC adalah suatu instrumen yang telah di validasi yang didlsain secare spesifik untuk penilaian nyeri ektremitas bawah dan status fungsional pada pasien OA lutut atau panggul, WOMAC Scales pada bbeberepa penelitian terbuki lebih responsif dibandingkan instrumen lain yang pernah digunakan pada pasien OA sperti index Lequesne"™™2 Walaupun demikian WOMAC rmasih dipengaruhi oleh komorbiditas lain seperti fatig, depresi atau nyeri pinggang bawah sehingga dalam interpretasi comorbiditas tersebut harus selalu diper- hitungkan"=m= REFERENSI Bellamy N. Musculoskeletal Clinical Metrology. 1" ed. Kiuwet ‘Acadeinic Publioshers, Boston, 1993.

You might also like