You are on page 1of 16

I. Prof. dr. A. Jayalangkara Tanra, Ph. D, Sp.

KJ

HASIL PEMERIKSAAN REAL TIME PCR


Sampel Nomor 1 – 30: Kelompok Kontrol
No Sampel Kontrol Ekspresi No Sampel Kontrol Ekspresi
(fold change) (fold change)
1 L01 MA Non Psikotik 12.624 16 L16 Non Pengguna 13.537
2 L02 MA Non Psikotik 11.444 17 L17 Non Pengguna 12.383

3 L03 MA Non Psikotik 13.138 18 L18 Non Pengguna 12.639


4 L04 MA Non Psikotik 12.383 19 L19 Non Pengguna 13.334
5 L05 MA Non Psikotik 14.052 20 L20 Non Pengguna 12.906
6 L06 MA Non Psikotik 11.955 21 L21 Non Pengguna 12.525
7 L07 MA Non Psikotik 12.487 22 L22 Non Pengguna 14.064
8 L08 MA Non Psikotik 11.027 23 L23 Non Pengguna 14.064
9 L09 MA Non Psikotik 11.739 24 L24 Non Pengguna 11.739
10 L10 MA Non Psikotik 14.755 25 L25 Non Pengguna 14.064
11 L11 MA Non Psikotik 11.749 26 L26 Non Pengguna 14.250
12 L12 MA Non Psikotik 13.555 27 L27 Non Pengguna 11.974
13 L13 MA Non Psikotik 15.102 28 L28 Non Pengguna 11.974
14 L14 MA Non Psikotik 12.952 29 L29 Non Pengguna 11.893
15 L15 MA Non Psikotik 13.347 30 L30 Non Pengguna 11.893

Sampel Nomor 31 – 60: Kelompok Kasus


HASIL PEMERIKSAAN SANDWICH ELISA

Sampel Nomor 1 – 30: Kelompok Kontrol

No. Sampel Kontrol Ekspresi No. Sampel Kontrol Ekspresi


(fold change) (fold change)
1 L01 MA Non Psikotik 2.3190056 16 L16 Non Pengguna 2.3575505
2 L02 MA Non Psikotik 3.9378903 17 L17 Non Pengguna 3.5524416

3 L03 MA Non Psikotik 2.5502749 18 L18 Non Pengguna 2.5117300


4 L04 MA Non Psikotik 2.7429993 19 L19 Non Pengguna 2.5117300
5 L05 MA Non Psikotik 4.4775186 20 L20 Non Pengguna 2.5502749
6 L06 MA Non Psikotik 2.4346403 21 L21 Non Pengguna 4.6702429
7 L07 MA Non Psikotik 4.6702429 22 L22 Non Pengguna 3.7837108
8 L08 MA Non Psikotik 2.3960954 23 L23 Non Pengguna 3.0899031
9 L09 MA Non Psikotik 3.0513582 24 L24 Non Pengguna 3.2055377
10 L10 MA Non Psikotik 5.2098711 25 L25 Non Pengguna 4.4389737
11 L11 MA Non Psikotik 4.1052490 26 L26 Non Pengguna 4.3974776
12 L12 MA Non Psikotik 4.8358206 27 L27 Non Pengguna 4.6897063
13 L13 MA Non Psikotik 3.5207916 28 L28 Non Pengguna 3.8860774
14 L14 MA Non Psikotik 4.9819350 29 L29 Non Pengguna 3.7399631
15 L15 MA Non Psikotik 3.9591346 30 L30 Non Pengguna 4.5435920

Sampel Nomor 31 – 60: Kelompok Kasus


A. ANALISIS EKSPRESI mRNA GEN NQO2 PADA PEMERIKSAAN

RT PCR

Group Statistics
Std. Error

normal N Mean Std. Deviation Mean

met non 1 15 12.82060 1.192788 .307976

psikotik 2 15 12.93387 .928151 .239647

Independent Samples Test


Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Sig. (2- Mean Std. Error Difference
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
Ekspresi Equal .760 .391 -.290 28 .774 -.113267 .390231 -.912619 .686086
mRNA variances
assumed
Equal -.290 26.406 .774 -.113267 .390231 -.914799 .688266
variances
not
assumed

Hasil uji T memperlihatkan bahwa Nilai Sig. (2-tailed) yaitu 0,774,

berarti lebih besar dari nilai alpha = 0,05 (>0,05).

Kemudian dilanjutkan uji T antara kelompok kasus dan kontrol.

Nilai Mean Ekspresi RT-PCR pada kelompok kasus (7,46377), lebih

kecil dari pada kelompok kontrol (12,87723).


Hasil Uji T menunjukkan nilai sig.(2-tailed) = 0,000, berarti nilai tersebut

lebih kecil dari nilai alpha = 0.05 (<0.05).

Pada pemeriksaan RT PCR ini dipilih 60 sampel yang dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu:

1. Kelompok kontrol sebanyak 30 sampel (yaitu nomor urut 1 sampai dengan 30),

yang terdiri dari 15 sampel sebagai pengguna MA yang tidak psikotik (yaitu sampel

nomor 1 sampai 15), dan 15 sampel yang bukan pengguna (yaitu sampel nomor 16

sampai 30).

2. Kelompok kasus (yaitu sampel nomor urut 31 sampai dengan 60). Kelompok

kasus adalah klien dengan pengguna metamfetamin yang disertai ciri psikotik. Untuk

melihat perbedaan kedua sampel yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol maka

dilakukan Uji t test independent.

UJI T TEST INDEPENDENT

Uji T test independent untuk melihat perbedaan kedua sampel yaitu kelompok kasus

dan kontrol.
Sebelum dilakukan uji perbedaan antara kelompok kasus dan kontrol, maka terlebih

dahulu dilakukan uji perbedaan pada kelompok kontrol antara sampel yang

mengkosumsi MA tanpa psikotik (yaitu sampel nomor 1 sampai nomor 15) dengan

sampel yang bukan pengguna (yaitu sampel nomor 16 sampai nomor 30). Hasilnya

memperlihatkan bahwa Nilai Sig. (2-tailed) yaitu 0,774, lebih besar dari nilai alpha =

0,05 (>0,05), asumsinya bahwa Ho diterima dan Ha ditolak, berarti bahwa tidak ada

perbedaan secara statistik antara kelompok pengguna MA tanpa psikotik dengan

kelompok bukan pengguna.

Setelah dilakukan uji perbandingan dan ternyata nilai pada sampel pengguna MA

yang tidak psikotik dan yang bukan pengguna pada kelompok kontrol tidak ada

perbedaan, maka selanjutnya dilakukan Uji t antara kelompok kasus dengan kontrol

dan hasilnya menunjukkan bahwa nilai sig.(2-tailed) = 0,000, nilai tersebut lebih kecil

dari alpha = 0.05 (<0.05). Hal ini berarti bahwa H0 ditolak dan Ha diterima sehingga

dapat diasumsikan bahwa ada perbedaan antara data pada sampel kelompok kasus

dan kontrol.

B. ANALISIS KADAR PROTEIN PADA PEMERIKSAAN SANDWICH

ELISA

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean


elisa 1 15 3.679521826 1.0330177651 .2667240400

2 15 3.633805655 .8101730502 .2091857821


Hasil uji T memperlihatkan bahwa Nilai Sig. (2-tailed) yaitu 0,894,

berarti lebih besar dari nilai alpha = 0,05 (>0,05).

Kemudian dilanjutkan uji T antara kelompok kasus dan kontrol.

Nilai Mean kadar protein Elisa pada kelompok kasus (1,246) lebih kecil
dari kelompok kontrol (3,657).

Hasil Uji t menunjukkan nilai sig (Equal variances not assumed) =

0,000, lebih kecil dari 0.05 (<0.05).

Pada pemeriksaan Kadar Protein dengan Elisa juga dipilih 60 sampel yang dibagi

menjadi 2 kelompok yaitu:

1. Kelompok kontrol sebanyak 30 sampel (yaitu nomor urut 1 sampai dengan 30),

yang terdiri dari 15 sampel sebagai pengguna MA yang tidak psikotik (sampel nomor

1 sampai 15), sedangkan sampel nomor 16 sampai 30 merupakan sampel yang

bukan pengguna.
2. Kelompok kasus (yaitu nomor urut 31 sampai dengan 60). Kelompok kasus

adalah klien dengan pengguna metamfetamin yang disertai gangguan psikotik.

UJI T-TEST INDEPENDENT

Sebelum dilakukan uji perbedaan antara kelompok kasus dan kontrol, maka terlebih

dahulu dilakukan uji perbedaan pada kelompok kontrol antara sampel yang

mengkosumsi MA tanpa psikotik (yaitu sampel nomor 1 sampai nomor 15) dengan

sampel yang bukan pengguna (yaitu sampel nomor 16 sampai nomor 30). Hasilnya

memperlihatkan bahwa Nilai Sig. (2-tailed) yaitu 0,894, lebih besar dari nilai alpha =

0,05 (>0,05), asumsinya bahwa Ho diterima dan Ha ditolak, berarti bahwa tidak ada

perbedaan secara statistik antara kelompok pengguna MA tanpa psikotik dengan

kelompok bukan pengguna.

Setelah dilakukan uji perbandingan dan ternyata nilai pada sampel pengguna MA

yang tidak psikotik dan yang bukan pengguna pada kelompok kontrol tidak ada

perbedaan, maka selanjutnya dilakukan Uji t antara kelompok kasus dengan kontrol

dan hasilnya menunjukkan bahwa nilai sig.(2-tailed) = 0,000, nilai tersebut lebih kecil

dari alpha = 0.05 (<0.05). Hal ini berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima sehingga

dapat diasumsikan bahwa ada perbedaan antara data pada sampel kelompok kasus

dan kontrol.
II. Dr. Sonny
Daftar koreksi dari seminar hasil:
1. Hal. 11: Pecandu berubah klien
2. Hal. 21: Kecanduan berubah adiksi
3. Hal. 22: Narkotika berubah Narkoba
4. Hal. 22: Narkotika atau Narkoba berubah hanya Narkoba
5. Hal. 25: Sindrom Penarikan Berat berubah menjadi Sindrom menarik diri
(withdrawal).
6. Hal. 26: Pengurangan berubah menjadi kekurangan
7. Hal. 26: 5-10 gram asam askorbat berubah menjadi 5-10 mg
8. Hal.114: Skizofrenia gangguan jiwa yang sangat melemahkan berubah
menjadi gangguan jiwa yang berat.

III. Prof. Nasrum


Sebagai rujukan dari beberapa penelitian terdahulu yang memberi kontribusi
pada penelitian kami, maka ada empat sumber rujukan yang dapat kami
kemukakan yaitu:
1. RESEARCH ARTICLE (Addiction Biology (June 2005) 10, 145 – 148
“Functional polymorphism of the NQO2 gene is associated with
methamphetamine psychosis” (Ohgake S at al)
2. Oxidative stress in schizophrenia: a case–control study on the effects on
social cognition and neurocognition (Cristina Gonzalez-Liencres, at all,
2014)
3. “Amphetamine psychosis: a model for studying the onset and course of
psychosis” (Daniel F Hermens, at all) MJA 2009; 190: S22–S25
4. REVIEW ARTICLE
Published: 22 July 2014 HUMAN NEUROSCIENCE doi:
10.3389/fnhum.2014.00537 “The neurobiology of methamphetamine induced
psychosis” Jennifer H. Hsieh*, Dan J. Stein and Fleur M. Howells*
Department of Psychiatry and Mental Health, University of Cape Town,
Western Cape, South Africa

IV. Prof. Oslan


Daftar koreksi seminar hasil:
1. Hal. 81: Waktu Penelitian ini direncanakan diadakan pada September 2019,
berubah menjadi “Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September tahun
2019”
2. Hal. 81: Penelitian ini direncanakan diadakan di Balai Rehabilitasi BNN Baddoka,
berubah menjadi “penelitian ini dilakukan di Balai Rehabilitasi BNN Baddoka”
3. Hal. 89: Selanjut untuk melakukan pemeriksaan, berubah menjadi “Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan”
4. Hal. 89: 100 ul darah (dimasukkan ke dalam 900 ul L6 menggunakan tabung 1,5
ml, berubah menjadi 100 ul darah (dimasukkan ke dalam 900 ul cairan buffer lisis
(L6) menggunakan tabung 1,5 ml. Fungsi buffer lisis disini adalah untuk
mencegah kerusakan unsur DNA yang sedang diperiksa.
5. Hal. 114: Stres oksidatif telah disarankan untuk memainkan peran penting dalam
perjalanan penyakit gangguan psikotik. Sebagaian besar penelitian yang telah
menilai stres oksidatif pada populasi psikotik; “Dikoreksi menjadi: “bahwa
walaupun stres oksidatif bukan satu-satunya penyebab gangguan psikotik,
namun pada sebagian besar populasi penderita psikotik menunjukkan
adanya peningkatan pro oksidan dan penurunan anti oksidan”.
6. Hal. 115: Menurut Wang JF bahwa peningkatan NT4/5 dalam serum pasien
dengan gangguan bipolar, dan menurun pada penyakit Alzheimer; Dikoreksi
menjadi ”peningkatan NT4/5 adalah mekanisme kompensasi untuk
mengatasi stres oksidatif pada neuron dopaminergic”.
7. Hal. 121: Berubah: Nilai titik potong RT-PCR tersebut dapat dijadikan rujukan
terhadap ada tidaknya potensi gangguan psikotik akibat penyalahgunaan
metamfetamin berubah menjadi “Dapat diusulkan untuk menjadi
rujukan………dst”, oleh karena selama ini belum ada nilai titik potong yang
baku terhadap ekpresi mRNA gen NQO2 pada klien pengguna
metamfetamin baik yang dengan gejala psikotik maupun tanpa gejala
psikotik”.
8. Hal. 122: Berubah menjadi “Titik potong ini diperoleh melalui perhitungan
ROC (Receiver Operating Characteristik) kurve pada semua nilai hasil
pemeriksaan ekspresi mRNA pada penggabungan dari kelompok kasus dan
kontrol sehingga diperoleh angka titik potong sensitivitas dan spesifitas
Ekspresi mRNA gen NQO2”.
9. Hal. 123: Berubah menjadi “Penilaian titik potong pada pemeriksaan kadar
protein melalui perhitungan ROC (Receiver Operating Characteristik) kurve
pada semua nilai hasil pemeriksaan kadar protein dengan Sandwich Elisa
pada penggabungan dari kelompok kasus dan kontrol sehingga diperoleh
angka titik potong sensitivitas dan spesifitas dari kadar protein gen NQO2”.

V. Dr. dr. Saidah S, Sp. KJ


1. Judul Penelitian:
ANALISIS EKSPRESI mRNA DAN KADAR PROTEIN PADA GEN NQO2 YANG
MEMPENGARUHI TERJADINYA GANGGUAN PSIKOTIK PADA
PENYALAHGUNA METAMFETAMIN
Berubah menjadi:
PENGARUH EKSPRESI mRNA DAN KADAR PROTEIN GEN NQO2 PADA
KEJADIAN GANGGUAN PSIKOTIK PADA PENYALAHGUNA METAMFETAMIN

2. Bagaimana mengetahui bahwa klien sebelumnya tidak ada gangguan jiwa?


a. Melalui alloanamnesa dari orang tua, saudaranya atau orang yang mengantar
klien waktu intake pertama di Balai dan pada waktu acara “family dialog”. Alat
pemeriksaan yang digunakan ialah instrument ASI (Addiction Severity Index)
sebagai instrument standard pemeriksaan di Balai Rehabilitasi BNN.
b. Melalui autoanamnesa dari klien sendiri dengan dokter pada waktu dilakukan
“Assesment awal” (dengan menggunakan instrument BPRS dan DSM V)yang
dilanjutkan dengan “static konseling” dengan konselor, sehingga diagnosis
pada diri klien sudah dapat ditegakkan.
Patofisiologi Psikotik pada klien MAP
Metamfetamin masuk ketubuh bisa secara oral atau injeksi, lalu menstimulasi
dopamin secara berlebihan. Dopamin yang meningkat secara berlebihan ini
mengalami autooksidasi sehingga berubah menjadi kuinon dan berubah lagi menjadi
semi kuinon yang sangat reaktif, selanjutnya masuk dalam siklus ROS. ROS yang
berlebihan akibat stimulasi dopamine akan menimbulkan Stres Oksidatif. Stres
Oksidatif yang tidak bisa dinetralisir menimbulkan Neurotoksisitas (kerusakan sel
saraf), dan salah satu dampak yang ditimbulkannya adalah Gangguan Psikotik dan
bahkan bisa menjadi Skizofrenia.
Salah satu fungsi gen NQO2 adalah melakukan Detoksifikasi untuk
melindungi terjadinya kerusakan sel saraf dari akibat ROS yang berlebihan dan
stres oksidatif.
Gen NQO2 ini diketahui bersifat helper, sehingga gen ini dapat berfungsi
normal (fungsi detoksifikasi normal) jikalau ekspresi mRNA dan kadar proteinnya
tinggi. Bila sebaliknya jika ekspresi mRNA dan kadar proteinnya rendah (Insufisiensi
Up Regulasi) maka terjadi disfungsi detoksifikasi.
Adapun tanda-tanda dan manifestasi dari stres oksidatif, neurotoksisitas, dan
gangguan psikotik tergambar dalam skema diatas.
3. Halaman 111

Nilai Mean (rata-rata) Ekspresi RT-PCR pada kelompok kasus (7,46), lebih kecil
dari kontrol (12,87), ini artinya bahwa ada perbedaan, rata-rata nilai kelompok
kasus lebih kecil dari kelompok kontrol. Selanjutnya untuk menentukan bahwa
nilai perbedaan tersebut bermakna secara statistic atau tidak, maka dilakukan uji
T (atau uji perbedaan), sehingga hasilnya bisa diterima secara statistic (umum).
4. Halaman 112: Jumlah subjek kelompok kasus dan kontrol masing-masing adalah
30 dan 60 subjek.
Berubah menjadi “Jumlah sampel pada kelompok kasus dan kontrol masing-
masing 30 sampel”.
5. Halaman 112: Jelaskan arti nilai ROC pada Ekspresi mRNA dan bagaimana
pengaruhnya?
Pembahasan:

No. Positive if Greater Than or Sensitivity 1 - Specificity


Equal Toa

28 9,28250 1,000 ,100


29 9,52050 1,000 ,067
30 9,73000 1,000 ,033
Titik potong (cut-off) yang ideal direkomendasikan secara statistik yaitu nilai
antara 9,28 sampai 9,73, karena nilai Sensitivity bila dikurangi nilai 1-Spesivity
hasilnya ≥ 90% (nilai standard) untuk sampel pada kelompok kasus maupun
kontrol.
Kesimpulan: Kalau nilai ekspresi RT PCR > 9,73000 maka besar potensinya
untuk menderita psikotik (<90%) dan angka ini umumnya adalah sampel dari klien
yang menderita psikotik. Sebaliknya kalau < 9,28 maka kecil potensinya untuk
menderita psikotik (>90%), angka ini umumnya berada pada sampel orang normal
dan klien yang konsumsi MA tetapi tidak psikotik.
6. Halaman 124, Kesimpulannya sbb:
Untuk nomor 1 s/d 3 adalah nilai Ekspresi mRNA pada pemeriksaan RT PCR.
1. Makna nilai mean kasus lebih rendah dari kontrol artinya sebagaimana
diketahui gen NQO2 bersifat helper, jadi Ekspresi mRNA harus tinggi baru
proses detoksifikasinya berfungsi normal. Karena pada kelompok kasus gen
NQO2 nya rendah sehingga mempengaruhi terjadinya gangguan Psikotik,
sedangkan pada kelompok kontrol gen NQO2nya tinggi maka tidak didapati
gangguan Psikotik.
2. Makna nilai perbedaan antara sampel kelompok kasus dan kontrol yaitu
bahwa dari hasil uji statistik mula-mula dilihat nilai rata-ratanya antara sampel
kasus dan kontrol, ternyata nilai rata-rata kasus lebih kecil dari kontrol,
sehingga diambil kesimpulan bahwa nilai kasus berbeda dari kontrol.
Kemudian untuk mengetahui apakah nilai yang berbeda itu bermakna
secara statistik atau tidak, maka dilakukan uji T (Uji perbedaan), ternyata
nilai kasus berbeda dengan nilai kontrol secara statistic. Ini membuktikan
bahwa nilai ekspresi mRNA pada sampel kasus rendah maka berdampak
pada fungsi detoksifikasi yang terganggu, sehingga ini berarti akan
mempengaruhi terjadInya gangguan psikotik, berbeda dengan sampel
kontrol yang tinggi, ini berarti bahwa fungsi detoksifikasi normal,
sehingga tidak mempengaruhi terjadinya gangguan Psikotik.
3. Titik potong (cut off) dari hasil pemeriksaan ekspresi mRNA dengan RT PCR
pada penggabungan kelompok sampel kasus dan kontrol (60 sampel)
didapatkan nilai titik potong ideal secara statistik berada diantara 9,28 sampai
9,73 oleh karena nilai “Sensitvity – 1- Spesifity” berada antara 90% - 100%,
maka penelitian ini memberikan gambaran bahwa sampel yang nilainya antara
9,28 sampai 9,73 sangat tidak berpotensi untuk mengalami gangguan psikotik.
Kalau kurang dari 9,28 (< 9,28) adalah sampel yang termasuk tidak berpotensi
menderita gangguan psikotik dan ini umumnya yang berada pada sampel
kelompok kontrol. Sedangkan sampel yang nilainya lebih besar dari 9,73
adalah sampel yang berpotensi mengalami gangguan psikotik dan ini
umumnya berada pada sampel kelompok kasus.
4. Untuk nomor 4,5 dan 6:
5. Hasil pemeriksaan nomor 4,5 dan 6: Hasilnya sama dengan nomor 1,2 dan 3
hanya perbedaannya ialah kalau nomor 1,2 dan 3 adalah hasil pemeriksaan
“ekspresi mRNA gen NQO2 pada RT PCR”, sedangkan nomor 4,5 dan 6
adalah hasil pemeriksaan “Kadar Protein gen NQO2 dengan Sandwich Elisa”
6. Dari hasil penelitian ini dapat kami jelaskan bahwa gen NQO2 berpengaruh
terhadap kejadian Gangguan Psikotik pada klien pengguna metamfetamin,
dimana klien yang ekspresi mRNA dan kadar protein gen NQO2 nya
mengalami Insufisiensi Up Regulasi / rendah, maka sangat berpotensi
mengalami gangguan psikotik sedangkan yang gen NQO2 nya tinggi, maka
kecil potensinya untuk mengalami gangguan psikotik.
7. Halaman 125, Sarannya sbb:
1. Kemaknaan terhadap masalah kesehatan yaitu bila ekspresi mRNA dan
kadar protein gen NQO2 klien didapati dalam keadaan insufisiensi up
regulasi / rendah, maka harus diwaspadai akan timbulnya komplikasi
gangguan psikotik. Disamping itu klien akan mengalami stigma yang berat
yaitu baik sebagai pecandu juga serbagai penderita gangguan psikotik.
Dari aspek hukumnya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penegak
hukum untuk menentukan apakah klien tersebut dapat dirujuk ke Rumah Sakit
untuk mengikuti Perawatan / Rehabilitasi oleh karena gangguan psikotik yang
timbul sebagai akibat komplikasi dari kecanduannya, atau yang bersangkutan
harus direhabilitasi dirumah tahanan / Balai Rehabilitasi karena klien tidak
berpotensi mengalami gangguan psikotik.
2. Hal mengenai evaluasi terhadap normalitas gen NQO2 setelah diterapi, ini
mendasari dari beberapa kajian yang menguji normalitas gen sebelum dan
sesudah Terapi dan Rehabilitasi, artinya diusulkan untuk melihat perubahan
dari rendahnya ekspresi mRNA dan kadar protein sebelum di Terapi dan
Rehabilitasi, apakah ada perubahan menjadi tinggi setelah di Terapi dan
Rehabilitasi.
3. Klien yang mengalami gangguan psikotik dapat dipertimbangkan untuk
diberikan terapi tambahan berupa suplemen yang mengandung antioksidatif
karena kita ketahui gangguan Metamfetamin Psikotik (MAP), salah satu
penyebabnya ialah stres oksidatif. Hal ini terjadi karena gen NQO2
mengalami disfungsi sehingga tidak dapat melakukan fungsi detoksifikasi
secara normal, sehingga dapat dipertimbangkan untuk pemberian anti
oksidan untuk meminimalisir efek ROS tersebut. (sumber: Eni Widayati “Oxidasi
Biologi, Radikal Bebas dan Antioxidan” Bagian Kimia-Biokimia FK Unisula Semarang).

5. Dalam penelitian yang berjudul: “Oxidative stress in schizophrenia: a case-control


study of the effects on social cognition and neurocognition” yang dilakukan oleh:
Cristina Gonzalez-Liencres at all, dikatakan: We found that the schizophrenia group
exhibited significantly higher levels of oxidative stress than the control group, as increased by
the number of pro-oxidants NO and MDA, and decreased antioxidant levels of GSH, SOD and
NT4 / 5. Interestingly, NT4 / 5 levels, which has been shown to have an antioxidant effect,
correlated with executive function, which was determined by two different tests (WCST and
TMT). However, social cognitive and severity were not found to be associated with oxidative
stress
Conclusion: Peneliti mendukung peran protektif NT4 / 5 terhadap stres
oksidatif, yang tampaknya memiliki dampak yang menguntungkan pada
neurokognisi pada skizofrenia.
6. Dalam penelitian ini sebelum dilakukan uji T (perbedaan) antara kelompok
kasus dan kontrol, maka terlebih dulu dilakukan uji perbedaan pada kelompok
kontrol untuk pemeriksaan ekspresi mRNA dengan RT PCR, maupun
pemeriksaan kadar protein dengan Sandwich Elisa antara klien pengguna
metamfetamin yang tidak psikotik dangan klien yang bukan pengguna / orang
normal. Hasil yang didapatkan pada kedua jenis pemeriksaan tersebut bahwa
tidak ada perbedaan antara kelompok pengguna MA dengan tidak psikotik
maupun kelompok sampel yang bukan pengguna / normal (terlampir).

You might also like