Professional Documents
Culture Documents
Pelestarian Fungsi Hutan Dan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Hukum Lingkungan
Pelestarian Fungsi Hutan Dan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Hukum Lingkungan
August P. Silaen
ABSTRACT
A. Pendahuluan
skeptis tersebut disamping karena sifat persoalan pelestarian fungsi hutan dan
fungsi lingkungan hidup tersebut yang sangat kompleks juga karena upaya-upaya
untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelestarian fungsi hutan dan
fungsi lingkungan hidup tersebut senantiasa selalu berhadapan dengan upaya
pemenuhan kebutuhan ekonomi yang sering diliputi keserakahan/ketamakan nafsu
manusia baik manusia secara alamiah maupun manusia dalam bentuk non alamiah
yaitu bentuk badan hukum (rechtspersoon, korporasi).
Namun terlepas dari adanya pesimisme tersebut diatas, berbagai upaya
perlu ditetapkan dan dilakukan secara teratur, interaksi interdisiplin ilmu
pengetahuan, konsisten dan terpadu lintas instansi terkait termasuk melalui upaya
penegakan hukum (law enforcement) yang disinergikan dengan upaya-upaya lain.
Perhatian dunia terhadap masalah pelestarian fungsi hutan dan
lingkungan hidup ini dimulai di kalangan Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) pada waktu diadakan peninjauan terhadap hasil-hasil
gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia I (1960-1970)” guna merumuskan
strategi terhadap gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia II (1970-1980)”.
Sekretaris Jenderal PBB membuat laporan yang diajukan kepada Sidang Umum
PBB pada tahun 1969 dengan Nomor laporan 2581 (XXIV) pada tanggal 15
Desember 1969. Dalam laporannya menyatakan betapa mutlak perlunya
dikembangkan “sikap dan tanggapan baru” terhadap lingkungan hidup untuk
menangani masalah-masalah lingkungan hidup itu adalah demi pertumbuhan
ekonomi dan sosial khususnya mengenai perencanaan, pengelolaan dan
pengawasan terhadap lingkungan hidup (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 6-7).
Dampak positip dan output pada Sidang Umum PBB tersebut, PBB
menerima tawaran dari pemerintah Swedia untuk menyelengarakan Konferensi
PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia (United Nations Conference On The
Human Environment) di Stockholm-Swedia pada tanggal 5-16 Juni 1972 yang
diikuti 113 negara dan beberapa puluhan peninjau serta output hasil dari
Konferensi tersebut melahirkan suatu resolusi khusus menetapkan secara resmi
setiap tgl 5 Juli adalah sebagai Hari Jadi Lingkungan Hidup Sedunia” berdasarkan
dengan Resolusi Sidang Umum PBB No.2997 (XXVII) pada tanggal 15 Desember
1972 (Danusaputro, 1980 : 210-216).
Indonesia sendiri sejak menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1945
memberikan perhatian terhadap pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan
hidup. Hal ini dapat dilihat pada UUD 1945 (sebagai landasan konstitusional
negara, bangsa) yang menyatakan bahwa “segala bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan/diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
tertinggi dikuasai oleh Negara (Pasal 33 ayat 3 UUD 1945).. Pernyataan ini lebih
jelas dan tegas lagi diatur dalam Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UU
Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 (yang selanjutnya disebut dengan UUPA) yang
berbunyi : “ Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan
576
_____________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2008) 16 (3) 575 - 594
Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan
merupakan kekayaan nasional (Pasal 1 ayat 2 UUPA)
Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang dasar 1945
dan hal-hal sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 2 UUPA tersebut
diatas bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat ( Pasal 2 ayat 1, UUPA).
Hak menguasai dari Negara memberi wewenang untuk :
a. Mengatur dan menyelenggarakan, peruntukkan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa (Pasal 2 UUPA)
Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara digunakan
untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan,
kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia
yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Hak menguasai dari Negara tersebut
pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah dan masyarakat-
masyarakat hukum adat sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.
Sumber daya alam dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya bagi kemakmuran rakyat serta pengaturannya ditentukan oleh
Pemerintah. Untuk melaksanakan pengaturan tersebut Pemerintah :
a. Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup.
b. Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan
hidup dan pemanfaatan kembali sumber daya alam termasuk sumber daya
genetika.
c. Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan/atau
subjek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan
sumber daya buatan termasuk sumber daya genetika.
d. Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial.
e. Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan
hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 8 ayat 1
dan 2, Bab IV tentang Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup UU
No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang
selanjutnya disebut dengan UUPLH).
Wewenang Hak menguasai dari Negara ini dipergunakan untuk sebesar-
besarnya bagi kemakmuran rakyat dilakukan melalui proses dan tahap
pembangunan. Pembangunan itu sendiri di dalam dirinya mengandung berbagai
perubahan besar yang meliputi perubahan struktur ekonomi, perubahan pisik
wilayah, perubahan pola komsumsi, perubahan sumber daya alam dan lingkungan
577
_____________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2008) 16 (3) 575 - 594
B. Permasalahan
Berkaitan dengan pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup ditinjau
atau dalam perspektif hukum lingkungan yang berlaku di Indonesia, maka
permasalahannya antara lain :
1. Bagaimana dan apa tanggung jawab masyarakat Indonesia dan Internasional
dalam pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup sesungguhnya ?
2. Bagaimana dan apa fungsi dan peranan hutan dan lingkungan hidup terhadap
hidup dan kehidupan manusia ?
3. Bagaimana sistem dan pelaksanaan pengelolaan hutan dan lingkungan hidup
dalam tata hukum lingkungan hidup ?
578
_____________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2008) 16 (3) 575 - 594
pengembangan, bersifat tidak mengikat secara hukum dan berlaku untuk semua
jenis hutan (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 19-21).
Selanjutnya Koesnadi Hardjasoemantri menguraikan bahwa dalam
Mukadimah Forrestry Prnciples dicantumkan kandungan prinsip-prinsip
kehutanan sebagai berikut :
1. persoalan kehutanan terkait dengan keseluruhan jangkauan masalah dan
kesempatan lingkungan dan pembangunan termasuk hak atas pembangunan
sosial-ekonomi yang berkelanjutan.
2. tujuan arahan dari prinsip-prinsip ini adalah untuk memberikan saham pada
pengelolaan, konservasi dan pembangunan hutan berkelanjutan serta untuk
menjamin fungsi dan pemanfaatannya yang beragam dan saling melengkapi.
3. masalah dan kesempatan kehutanan harus dilihat dengan cara yang holistik
dan seimbang dalam keseluruhan konteks lingkungan hidup dan pembangunan
dengan mempertimbangkan fungsi dan pemanfaatan hutan yang beragam
termasuk pemanfaatan tradisional, dan tekanan ekonomi dan sosial yang
mungkin timbul bila pemanfaatannnya dihambat atau dibatasi, sebagaimana pula
potensinya bagi pembangunan yang dapat diberikan oleh pengelolaan hutan
berkelanjutan.
4. prinsip-prinsip ini mencerminkan konsensus global pertama mengenai hutan.
Dalam memberikan komitmennya untuk melaksanakan prinsip-prinsip ini
dengan tepat, negara-negara juga memutuskan untuk senantiasa membuat
penilaian tentang prinsip-prinsip ini apakah masih memadai sehubungan dengan
pengembangan kerja sama internasional dalam masalah-masalah hutan.
5. prinsip-prinsip ini berlaku untuk semua jenis hutan, baik hutan alam maupun
hutan tanaman di semua wilayah geografis dan zona iklim, termasuk hutan
austral, boreal, sub-temperate dan temperate, sub-tropis dan tropis .
6. semua jenis hutan mewujudkan prose-proses ekologis yang kompleks dan unik
yang merupakan dasar bagi kapasitasnya sekarang dan kapasitas potensialnya
untuk menyediakan sumber daya guna memenuhi kebutuhan manusia maupun
nilai-nilai lingkungan dan dengan demikian pengelolaan dan konservasinya yang
tepat merupakan kepentingan bagi pemerintah dari negara-negara yang
mempunyai hutan tersebut serta mempunyai nilai bagi masyarakat setempat dan
bagi lingkungan secara menyeluruh.
7. hutan adalah esensial bagi pembangunan ekonomi dan pemeliharaan segala
bentuk kehidupan.
8. mengakui bahwa tanggung jawab pengelolaan hutan, konservasi dan
pembangunan berkelanjutan di banyak negara dialokasikan di antara tingkat
pemerintah federal/nasional, negara bagian/propinsi dan lokal, maka setiap
negara sesuai dengan konstitusi dan atau perundang-undangan nasionalnya harus
mengikuti prinsip-prinsip ini pada tingkat pemerintahan yang sesuai
(Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 21-22).
Di Indonesia perhatian pokok terhadap masalah pelestarian fungsi hutan
dan fungsi lingkungan hidup diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Nasional yang ditetapkan pada tanggal 19 Januari 2005 di
580
_____________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2008) 16 (3) 575 - 594
kemampuan tersebut. Hanya dalam lingkungan yang serasi dan seimbang dapat
dicapai kehidupan yang optimal.
D. Ekologi dan Ekosistem Hutan dan Lingkungan Hidup
Segala sesuatu di dunia alam semesta ini erat hubungannya satu dengan
yang lain. antara makhluk hidup manusia dengan makhluk hidup manusia lainnya,
antara makhluk hidup manusia dengan makhluk hidup binatang atau hewan, antara
makhluk hidup manusia dengan makhluk hidup tumbuh-tumbuhan dan bahkan
antara makhluk hidup manusia dengan benda-benda mati sekalipun. Begitu pula
sebaliknya hubungan antara makhluk hidup hewan atau binatang dengan makhluk
hidup manusia, antara makhluk hidup hewan atau binatang dengan makhluk hidup
tumbuh-tumbuhan, antara makhluk hidup binatang atau hewan dengan benda-
benda mati yang ada disekelilingnya dan juga hubungan antara makhluk hidup
tumbuh-tumbuhan dengan makhluk hidup manusia, antara makhluk hidup tumbuh-
tumbuhan dengan makhluk hidup hewan atau binatang yang ada dan antara
mahkluk hidup tumbuh-tumbuhan dengan benda-benda mati yang ada
disekelilingnya. Pengaruh antara satu komponen dengan lain komponen ini
bermacam-macam bentuk dan sifatnya. Begitu pula aksi dan reaksi sesuatu
golongan atas pengaruh dari yang lainnya juga berbeda.
Sesuatu peristiwa yang menimpa diri seseorang dapat disimpulkan sebagai
resultante berbagai pengaruh pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup di
sekitarnya. Begitu banyak pengaruh yang mendorong manusia kedalam sesuatu
kondisi tertentu sehingga adalah wajar jika manusia tersebut kemudian juga
berusaha untuk mengerti apakah sebenarnya yang mempengaruhi dirinya dan
sampai berapa besarkah pengaruh-pengaruh tersebut terhadap pelestarian fungsi
hutan dan lingkungan hidup.
Secara etimologi kata “ekologi” berasal dari kata oikos yang berarti rumah dan
logos berarti ilmu pengetahuan yang diperkenalkan pertama kali dalam bidang
ilmu pengetahuan biologi oleh seorang biolog berkebangsaan Jerman bernama
Ernst Hackel pada tahun 1869 (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 2).
Menurut Otto Soemarwoto ekologi adalah ilmu pengetahuan tentang
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannnya. Selanjutnya
Otto Soemarwoto menjelaskan bahwa ada beberapa studi-studi ekologi meliputi
berbagai bidang antara lain :
a. studi ekologi sosial, sebagai suatu studi terhadap relasi sosial yang berada di
tempat tertentu dan dalam waktu tertentu dan yang terjadinya oleh tenaga-tenaga
lingkungan yang bersifat selektif dan distributif.
b. Studi ekologi manusia sebagai suatu studi tentang tentang interaksi antara
aktivitas manusia dan kondisi alam.
c. Studi ekologi kebudayaan sebagai suatu studi tentang hubungan timbal balik
antara variable habitat yang paling relevant dengan inti kebudayaan.
d. Studi ekologi pisik sebagai suatu studi tentang lingkungan hidup dan sumber
daya alamnya.
582
_____________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2008) 16 (3) 575 - 594
e. Studi ekologi biologi sebagai suatu studi tentang hubungan timbal balik antara
makhluk hidup terutama hewan dan tumbuh-tumbuhan dan lingkungannya (Otto
Soemarwoto, 1981 : 6-7).
Di dalam ekologi terdapat masyarakat organisme hidup (biotic community)
yang menggambarkan komposisi kehidupan organisme-organisme hidup di
dalamnya saling berhubungan dan membutuhkan. Misalnya biotic community
dikalangan tanaman atau tumbuh-tumbuhan dalam hutan belantara ditemukan
beberapa pohon raksasa yang umurnya beribu-ribu tahun tetapi jumlahnya hanya
sedikit, di bawahnya akan terdapat pohon-pohon yang kecil namun lebih banyak
tingkat populasinya, di bawahnya lagi ditemui berupa suatu kumpulan pohon-
pohon yang lebih kecil seperti tanaman bunga-bungaan dan akhirnya sebagai dasar
adalah tanaman rerumputan yang banyak sekali tetapi umurnya amat pendek. Di
dalam dan di tengah-tengah hutan ditemui pula kehidupan makhluk hidup
binatang-binatang atau hewan yang hidup disana mulai dari binatang gajah yang
umurnya ratusan tahun tetapi jumlah tingkat populasinya sedikit sampai pada
binatang semut atau binatang yang lebih kecil lagi yang umurnya sangat pendek
tetapi jumlah tingkat populasinya amat banyak (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005
: 2-3).
Jadi Ekologi adalah suatu studi ilmu pengetahuan tentang hubungan timbal
balik antara makhluk hidup manusia dengan makhluk hidup manusia lainnya,
makhluk hidup manusia dengan tumbuh-tumbuhan (tanaman-tanaman), makhluk
hidup manusia dengan binatang atau hewan, makhluk hidup manusia dengan
benda-benda mati di sekelilingnya dan sebaliknya hubungan timbal balik terjadi
sesama makhluk hidup.
Ekosistem merupakan suatu kondisi di suatu daerah tertentu komunitas
benda-benda mati (abiotic community) dimana di dalamnya tinggal dan terdapat
suatu komposisi komponen organisme hidup (biotic community) yaitu makhluk
hidup manusia, makhluk hidup tumbuh-tumbuhan dan makhluk hidup binatang
atau hewan yang diantara abiotic dan biotic community keduanya terjalin suatu
interaksi yang harmonis stabil dan saling membutuhkan terutama dalam jalinan
bentuk-bentuk sumber energi kehidupan (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 3).
Selanjutnya Koesnadi Hardjasoemantri menjelaskan bahwa ada 2 (dua)
jenis bentuk ekosistem yaitu ekosistem alamiah (natural ecosystem) dan ekosistem
buatan (artficial ecosystem) yang merupakan hasil daya kreasi, cipta dan daya kerja
manusia terhadap ekosistemnya. Ekosistem alamiah terdapat heterogenitas yang
tinggi dari organisme hidup disana sehingga mampu mempertahankan proses
kehidupan di dalamnya dengan sendirinya. Sedangkan ekosistem buatan akan
mempunyai ciri kurang ke heterogenitasannya sehingga bersifat labil dan untuk
membuat ekosistem tersebut tetap stabil perlu diberikan bantuan energi dari luar
yang juga harus diusahakan oleh manusia sebagai penciptanya agar berbentuk
suatu usaha maintenance atau perawatan terhadap ekosistem yang dibuat itu
(Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 3 )
Betapapun macam dan bentuk ekosistem itu tercipta yang penting
bagaimana ekosistem tersebut menjadi stabil, sehingga manusianya bisa tetap
583
_____________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2008) 16 (3) 575 - 594
hidup dengan teratur dari generasi pertama ke generasi seterusnya selama dan
sesejahtera mungkin. Disamping itu perlu disadari pula bahwa manusia harus
berfungsi sebagai subjek dari ekosistemnya. Perubahan-perubahan yang terjadi di
dalam daerah lingkungan hidupnya mau tidak mau akam mempengaruhi eksistensi
manusianya, karena manusia akan banyak sekali bergantung pada ekosistemnya
(Fuad Amsyari, 1981 : 35-44).
Ekologis dan ekosistem pelestarian fungsi lingkungan hidup pada
umumnya dan fungsi hutan pada khususnya sangat penting tidak hanya disebabkan
menyangkut arti dan fungsi hutan keterkaitannya dengan pelestarian lingkungan
hidup, secara khusus juga dalam aspek pembangunan perumahan dan permukiman
ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembangunan
perumahan dan permukiman tersebut. Dalam konsiderans UU No.4 Tahun 1992
Tentang Perumahan dan Permukiman butir C, yang selanjutnya disebut dengan
UUPP menyatakan “bahwa peningkatan dan pengembangan pembangunan
perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu
diupayakan sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang
fisik, kehidupan ekonomi dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan nasional,
mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup dan meningkatkan kualitas
kehidupan manusia Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara” (Konsiderans UUPP).
Contoh aspek pembangunan perumahan dan permukiman, ada beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembangunan perumahan dan
permukiman berkelanjutan diantaranya :
a. prinsip konservasi (Principle of Conservation) mengarahkan kepada
pemeliharaan sumber daya alam yang telah mencapai tingkastan tertentu guna
memperbaharui dan menghindari terjadinya penelantaran sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui. Prinsip konservasi ini bertujuan untuk
melindungi kualitas mutu lingkungan hidup.
b. prinsip peningkatan (principle of Amelioration) bertujuan untuk peningkatan
kualitas fungsi lingkungan hidup.
c. Prinsip kehati-hatian dan pencegahan (precaution and prevention principles)
merupakan prinsip tindakan hati-hati dan pencegahan terhadap sumber
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
d. Prinsip perlindungan (protection principle) meliputi pencegahan aktivitas
berbahaya dan melakukan tindakan-tindakan yang tegas guna menjamin tidak
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Prinsip ini
membuat perencanaan ekologis dan manajemen yang lebih luas termasuk
dibuatnnya peraturan-peraturan pelaksana, prosedur dan kelembagaan dalam
skala nasional. Sehingga itu diperlukan suatu pendekatan.yang terintegrasi
dalam konservasi sumber daya alam secara sektoral guna melakukan kebijakan
lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatiokan adanya keterkaitan
antar komponen-komponen lingkungan hidup dalam ekosistem.
e. Prinsip pencemar membayar. (pollunter pays principles) yang merupakan
perintah bahwa pencemar wajib membayar untuk memikul baiaya pencegahan
584
_____________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2008) 16 (3) 575 - 594
pengolahan hulu hasil hutan diatur oleh menteri yang membidangi kehutanan.
Pemanfaatan hutan tidak terbatas hanya produksi kayu dan hasil hutan bukan kayu,
tetapi harus diperluas dengan pemanfaatan lainnya seperti plasma nutfah dan jasa
lingkungan sehingga manfaat hutan lebih optimal
Dilihat dari sisi fungsi produksinya, keberpihakan kepada rakyat banyak
merupakan kunci keberhasilan pengolahan hutan. Oleh karena itu praktek-praktek
pengolahan hutan yang hanya berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan
hak dan melibatkan masyarakat, perlu diubah menjadi pengolahan yang
berorientasi pada seluruh potensi sumber daya kehutanan dan berbasis pada
pemberdayaan masyarakat.
Dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal dari hasil hutan dan
kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat, maka pada prinsipnya semua hutan
dan kawasan hutan dapat dimanfaatkan dengan memperhatikan sifat, karekteristik
dan kerentaannya serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya. Pemanfaatan
hutan dan kawasan hutan harus disesuaikan dengan fungsi pokoknya yaitu fungasi
konservasi, lindung dan produksi. Untuk menjaga keberlangsungan fungsi pokok
hutan dan kondisi hutan, dilakukan juga upaya rehabilitasi dan reklamasi hutan dan
lahan yang bertujuan selain mengembalikan kualitas hutan juga meningkatkan
pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga peran serta masyarakat
merupakan inti keberhasilannnya. Kesesuaian ketiga fungsi tersebut sangat dinamis
dan yang paling penting adalah agar dalam pemanfaatannya harus tetap sinergi.
Untuk menjaga kualitas lingkungan maka didalam pemanfaatan hutan sejauh
mungkin dihindari terjadinya konservasi dari hasil hutan alam yang masaih
produktif menjadi hutan tanaman.
Dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat yang berkeadilan, maka
usaha kecil, menengah dan koperasi mendapatkan kesempatan seluas-lusanya
dalam pemanfaatan hutan. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Swasta Indonesia (BUMS
Indonesia) yang memperoleh izin usaha dibidang kehutanan wajib bekerja sama
dengan koperasi masyarakat setempat dan secara bertahap memberdayakan untuk
menjadi unit usaha koperasi yang tangguh, mandiri dan profesional sehingga setara
dengan pelaku ekonomi lainnya.
Kerjasama dengan koperasi masyarakat setempat dimaksudkan agar
masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan merasakan dan mendapatkan
manfaat hutan secara langsung, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup mereka serta sekaligus dapat menumbuhkan rasa ikut memiliki.
Dalam kerjasama tersebut kearifan tradisional dan nilai-nilai keutamaan yang
terkandung dalam budaya masyarakat dan sudah mengakar dapat dijadikan aturan
yang disepakati bersama. Kewajiban BUMN, BUMD dan BUMS Indonesia
bekerjasama dengan koperasi bertujuan untuk memberdayakan koperasi
masyarakat setempat agar secara bertahap dapat menjadi koperasi yang tangguh,
mandiri dan profesional. Koperasi masyarakat setempat yang telah menjadi
koperasi yang tangguh, mandiri dan profesional diperlakukan setara dengan
BUMN, BUMD dan BUMS Indonesia. Dalam hal koperasi masyarakat setempat
586
_____________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2008) 16 (3) 575 - 594
belum terbentuk, maka BUMN, BUMD dan BUMS Indonesia tersebut dapat turut
mendorong terbentuknya koperasi tersebut.
Untuk menjamin status, fungsi, kondisi hutan dan kawasan hutan
dilakukan upaya perlindungan hutan yaitu mencegah dan membatasi kerusakan
hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya
alam, hama dan penyakit. Termasuk dalam pengertian perlindungan adalah
mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas
hutan, kawasan hutan dan hasil hutan serta investasi dan perangkat yang
berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Agar pelaksanaan pengurusan hutan dapat mencapai tujuan dan sasaran
yang ingin dicapai, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib
melakukan pengawasan kehutanan. Masyarakat dan atau perorangan berperan serta
dalam pengawasan pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun
tidak langsung sehingga masyarakat dapat mengetahui rencana peruntukan hutan,
pemanfaatan hasil hutan dan informasi yang menyangkut tentang kehutanan.
Pelaksanaan setiap komponen pengelolaan hutan harus memperhatikan
nilai-nilai budaya masyarakat, aspirasi dan persepsi masyarakat, serta
memperhatikan hak-hak rakyat dan oleh karena itu harus melibatkan masyarakat
setempat. Pengelolaan hutan pada dasarnya menjadi kewenangan pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Mengingat berbagai kekhasan daerah serta kondisi sosial
dan lingkungan yang sangat berkait dengan kelestarian hutan dan kepentingan
masyarakat luas yang membutuhkan kemampuan pengelolaan secara khusus maka
pelaksanaan pengelolaan hutan di wilayah tertentu dapat dilimpahkan kepada
BUMN yang bergerak dibidang kehutanan, baik berbentuk Perusahaan Umum
(Perum), Perusahaan Jawatan (Perjan) maupun Perusahaan Perseroan (pesero) yang
pembinaannya dibawah Menteri. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang
lestari dibutuhkan lembaga-lembaga penunjang antara lain lembaga keuangan yang
mendukung pendanaan pembangunan kehutanan, lembaga penelitian dan
pengembangan, lembaga pendidikan dan pelatihan serta lembaga penyuluhan.
Hutan sebagai sumber daya nasional harus dimanfaatkan sebesar-besarnya
bagi masyarakat sehingga tidak boleh terpusat pada seseorang, kelompok atau
golongan tertentu. Oleh karena itu pemanfaatan hutan harus didistribusikan secara
berkeadilan melalui peningkatan peran serta masyarakat sehingga masyarakat
semakin berdaya dan berkembang potensinya. Manfaat yang optimal bisa terwujud
apabila kegiatan pengelolaan hutan dapat menghasilkan hutan yang berkualitas
tinggi dan lestari.
587
_____________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2008) 16 (3) 575 - 594
588
_____________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2008) 16 (3) 575 - 594
592
_____________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2008) 16 (3) 575 - 594
menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan, kawasan hutan dan
hasil hutan serta mengatur perbuatan hukum berkaitan dengan kehutanan.
Mempunyai wewenang untuk memberikan izin dan hak kepada pihak lain
untuk melakukan kegiatan dibidang kehutanan.
Saran :
1. Dibutuhkan penyempurnaan sistem pelestarian dan pengelolaan hutan, sumber
daya alam dan lingkungan hidup bagi terciptanya keseimbangan antara aspek
pemanfataan hutan, sumber daya alam dan lingkungan hidup sebagai modal
pertumbuhan ekonomi (kontribusi sektor pertanian, perikanan, kehutanan,
pertambangan dan mineral dan lain sebagainya) dengan aspek perlindungan
terhadap fungsi hutan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
2. Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi
kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial
budaya maupun ekonomi secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus
diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan
bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia baik generasi sekarang maupun
generasi yang akan datang.
3. Dalam rangka pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup dibutuhkan
instrumentarium juridis formal dalam bentuk ketentuan, norma-norma, atau
perangkat peraturan perundang-undangan yang tegas untuk mengatur
hubungan hukum perilaku, sikap dan tindakan/perbuatan manusia terhadap
hutan, sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tujuan melindungi,
melestarikan fungsi hutan, sumber daya alam dan lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku :
Amsyari Fuad, “Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan”, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1981.
Danusaputro, St. Munadjat, “Hukum Lingkungan”, Binacipta, Bandung, 1980
Hardjasoemantri Koesnadi, “Hukum Tata Lingkungan”, Gadjah Mada University
Press, Jogyakarta, 2005
Syahrin Alvi, “Pengaturan Hukum Dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan
Permukiman Berkelanjutan”, Pustaka bangasa Press, Medan, 2003
Soemarwoto Otto, “Pengelolaan Manfaat dan Resiko Lingkungan”, Lembaga
Ekologi UNPAD, Bandung, 1981
B. Peraturan :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.
UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria.
593
_____________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2008) 16 (3) 575 - 594
UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
UU No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman.
UU No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
UU No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
UU No.19 Tahun 2004 Tentang Penetapan Perpu No.1 Tahun 2004 Tentang
Perubahan Atas UU No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menjadi UU.
Peraturan Pemerintah (PP) No.34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan
Hutan.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Hutan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan.
Peraturan Presiden (PerPres) No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009.
Peraturan Menteri Kehutanan No.P.51/Menhut-II/2006 Tentang Penggunaan Surat
Keterangan Asal Usul Kayu (SKAU).
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.62/Menhut-II/2006 Tentang Perubahan
Peraturan Menteri Kehutanan No.P.51/Menhut-II/2006 Tentang Penggunaan
Surat Keterangan Asal Usul kayu (SKAU) Untuk Pengangkutan Hasil Hutan
Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak
594
_____________
ISSN 0853 - 0203
VISI (2008) 16 (3) 575 - 594
595
_____________
ISSN 0853 - 0203