You are on page 1of 7

Oleh Adi Junjunan Mustafa[2]

Dan rendahkanlah dirimu terhadap kedua (orang tua) dengan penuh kasih
sayang dan ucapkanlah, ”Wahai Rabbku, sayangilah keduanya sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku sewaktu kecil.” (QS al-Isra, 17:24)

Sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat
puluh tahun, dia berdoa, ” Wahai Rabbku, berilah aku petunjuk agar aku
dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan
kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang
Engkau ridhai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada
anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada-Mu dan sungguh, aku
termasuk orang muslim.” (QS al-Ahqaf, 46:15)

Ayat pada surat al-Isra di atas menggambarkan betapa besarnya arti


pendidikan orang tua kepada anak-anak semasa mereka kecil, hingga Allah
swt mengabadikan dalam lafazh doa pada al-Quran. Sementara itu, pada
surat al-Ahqaf:15 tergambar bahwa kematangan kepribadian seorang
beriman tercermin dalam usaha dan permohonan kepada Allah agar
kebaikan pada dirinya menjadi washilah kebaikan yang akan diperoleh anak
cucunya. Oleh karenanya perhatian orang tua terhadap pendidikan anak-
anak semasa kecil menjadi sebuah kewajiban dalam ajaran Islam.

Orang tua hendaknya memiliki pengetahuan dan visi yang shahih (benar)
dan jelas akan arah pendidikan anak. Ayat di atas memberi bekal para orang
tua agar mengarahkan pendidikan anak pada sikap bersyukur kepada Allah
dan pada perbuatan-perbuatan kebajikan (’amal shalih) yang diridhai Allah.
Visi ini harus melekat pada orang tua di tengah berbagai tarikan-tarikan
materialisme dalam tujuan kehidupan [1].

Professor Arief Rachman mengatakan bahwa anak butuh akhlak dan watak
[2]. Beliau melihat pendidikan di Indonesia secara umum hanya
menekankan aspek kognitif (pikiran, akademis). Hal-hal yang sifatnya
terukur saja. Sementara itu, soal akhlak dan watak serta hal lain yang tidak
terukur, boleh dibilang ditelantarkan. Padahal kalau kita membaca tujuan
pendidikan dalam Undang-Undang Pendidikan, kita bisa melihat bahwa
tujuan pendidikan itu memuat juga kedua hal tersebut. Inilah yang
menyebabkan bangsa ini sulit menjadi bangsa yang besar. Korupsi masih
ada di mana-mana, sikap tidak sportif merebak di berbagai dimensi
kehidupan dan sikap-sikap negatif lainnya.

Menimbang hal-hal di atas, makalah ini akan dibuka dengan sifat pendidik
suskes menurut arahan Nabi Muhammad saw. Kemudian dikupas secara
singkat bentuk-bentuk pelibatan orang tua dalam pendidikan anak di
sekolah. Dan pada bagian akhir disampaikan kiat-kiat orang tua dalam
membangun jiwa (kepribadian) anak yang merupakan bagian paling
mendasar dalam pendidikan.

Sifat-sifat Pendidik Sukses dalam Pengarahan Nabi saw.

Ustadz Muhammad Ibnu Abdul Hafizh Suwaid mencatat beberapa sifat


pendidik sukses sebagai berikut [3]

1. Penyabar dan tidak pemarah, karena dua sifat ini dicintai Allah swt.
(h.r. Muslim dari Ibnu ’Abbas)

2. Lemah lembut (rifq) dan menghindari kekerasan.

Allah itu Maha Lemah Lembut, cinta kelemahlembutan. Diberikan kepada


kelembutan apa yang tidak diberikan kepada kekerasan dan kepada
selainnya (h.r. Muslim dari ’Aisyah). Tidaklah kelemahlembutan itu terdapat
pada sesuatu melainkan akan membuatnya indah, dan ketiadaannya dari
sesuatu akan menyebabkannya menjadi buruk. (h.r. Muslim)

3. Hatinya penuh rasa kasih sayang

Sesungguhnya setiap pohon itu berbuah. Buah hati adalah anak. Allah tidak
akan menyayangi orang yang tidak sayang kepada anaknya. Demi Dzat
yang jiwaku di Tangan-Nya, tidak akan masuk surga kecuali orang yang
bersifat penyayang. (h.r. Ibnu Bazzar dari Ibnu ’Umar)

4. Memilih yang termudah di antara dua perkara selama tidak berdosa

Tidaklah dihadapkan kepada Rasulullah antara dua perkara melainkan akan


dipilihnya perkara yang paling mudah selama hal itu tidak berdosa. (Mutafaq
‘alaih)

5. Fleksibel (layyin)

Bukanlah fleksibilitas yang berarti lemah dan kendor sama sekali, melainkan
sikap fleksibel dan mudah yang tetap berada di dalam koridor syariah.
Neraka itu diharamkan terhadap orang yang dekat, sederhana, fleksibel
(lembut) dan mudah –qariib, hayyin, layyin, sahlin- (h.r. Al Kharaiti, Ahmad
dan Thabrani)

6. Ada senjang waktu dalam memberi nasihat


Ibnu Mas’ud hanya memberi nasihat kepada para sahabat setiap hari Kamis.
Maka ada seorang yang berkata kepada beliau, “Wahai Abu Abdur Rahman,
alangkah baiknya jika Anda memberi nasihat kepada kami setiap hari.”
Beliau menjawab, “Saya enggan begitu karena saya tidak ingin membuat
kalian bosan dan saya memberi senjang waktu dalam memberikan nasihat
sebagaimana Rasulullah lakukan terhadap kami dahulu, karena khawatir
kami bosan.” (Muttafaq ‘alaih).

Dasar dari sifat-sifat mulia di atas adalah keshalihan orang tua. Keshalihan
orang tua ini akan memiliki pengaruh positif terhadap anak-anak. Firman
Allah, “Dan orang-orang yang beriman, Kami akan pertemukan keturunan
mereka dengan mereka. Dan Kami sedikitpun tidak akan menyia-nyiakan
amal mereka.” [QS ath-Thur, 52:21]. Mengomentari ayat ini, Ibnu ‘Abbas
berkata, “Allah akan mengangkat derajat keturunan manusia bersama orang
tuanya di Surga nanti walaupun kedudukannya tidak setinggi orang tuanya.”

Keikutsertaan Orang Tua dalam Pendidikan Anak di Sekolah

Beberapa peneliti mencatat bahwa keterlibatan orang tua dalam pendidikan


anak di sekolah berpengaruh positif pada hal-hal berikut [4].

Ø Membantu penumbuhan rasa percaya diri dan penghargaan pada diri


sendiri

Ø Meningkatkan capaian prestasi akademik

Ø Meningkatkan hubungan orang tua-anak

Ø Membantu orang tua bersikap positif terhadap sekolah

Ø Menjadikan orang tua memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap


proses pembelajaran di sekolah

Pihak sekolah dapat menyiapkan beberapa metoda untuk dapat melibatkan


orang tua pada pendidikan anak, diantaranya dengan:

Ø Acara pertemuan guru-orang tua

Ø Komunikasi tertulis guru-orang tua

Ø Meminta orang tua memeriksa dan menandatangani PR

Ø Mendukung tumbuhnya forum orang tua murid yang aktif diikuti para
orang tua
Ø Kegiatan rumah yang melibatkan orang tua dengan anak dikombinasikan
dengan kunjungan guru ke rumah

Ø Terus membuka hubungan komunikasi (telepon, sms, e-mail, portal


interaktif dll)

Ø Dorongan agar orang tua aktif berkomunikasi dengan anak

Diantara teori pendidikan menyebutkan sebuah paradigma tripartite (tiga


pusat pendidikan), yang menempatkan sekolah, keluarga dan masyarakat
sebagai tiga elemen yang tidak terpisahkan dalam proses pendidikan [5].
Dari ketiga elemen tripartite itu, keluarga merupakan fokus utama yang
harus mendapat perhatian lebih, karena anak lebih banyak berada di rumah.

Cara Efektif Membangun Jiwa Anak

Sesungguhnya tugas utama pendidikan anak adalah membangun jiwa


mereka agar siap menerima berbagai pelajaran dan kelak mengaplikasikan
ilmu yang mereka peroleh demi kebaikan sesama. Ustadz Muhammad
mengupas pengarahan Nabi Muhammad saw dalam membangun jiwa anak
[6], sebagai berikut.

1. Menemani anak

Persahabatan punya pengaruh besar dalam jiwa anak. Teman adalah cermin
bagi temannya yang lain. Satu sama lain saling belajar dan mengajar.
Rasulullah saw berteman dengan anak-anak hampir di setiap kesempatan.
Kadang-kadang menemani Ibnu ’Abbas berjalan, pada waktu lain menemani
anak paman beliau, Ja’far. Juga menemani Anas. Begitulah Rasulullah
berteman dengan anak-anak tanpa canggung dan tidak merasa terhina.

2. Menggembirakan hati anak

Kegembiraan punya kesan mengagumkan dalam jiwa anak. Sebagai tunas


muda yang masih bersih, anak-anak menyukai kegembiraan. Bahkan orang
tua merasakan kegembiraan dengan riangnya mereka. Oleh karena itu,
Rasulullah saw selalu membuat anak-anak bergembira, antara lain dengan
cara:

Ø Menyambut anak dengan baik

Ø Mencium dan mencandai anak

Ø Mengusap kepala mereka


Ø Menggendong dan memangku mereka

Ø Menghidangkan makanan yang baik

Ø Makan bersama mereka

3. Membangun kompetisi sehat dan memberi imbalan kepada


pemenangnya

Umumnya manusia, apalagi anak-anak, suka berlomba. Rasulullah pun suka


membuat anak-anak berlomba, misalnya ketika beliau membariskan
Abdullah, Ubaidillah, dan anak-anak ‘Abbas lainnya, lalu bersabda, “Siapa
yang mampu membalap saya, dia bakal dapat ini dan itu …” Maka mereka
pun berlomba membalap Rasulullah saw sehingga berjatuhan di atas dada
dan punggung beliau. Setelah itu mereka diciumi dan dipegangi oleh beliau.

4. Memberi pujian

Pujian punya pengaruh penting dalam diri anak, sebab dapat menggerakkan
perasaan dan emosinya sehingga cepat memperbaiki kesalahannya. Mereka
bahkan menunggu-nunggu dan mendambakan pujian.

5. Bercanda dan bersenda gurau

Canda dan senda gurau akan membantu perkembangan jiwa anak dan
melahirkan potensinya yang terpendam. Rasulullah saw menyerukan,
“Barangsiapa punya anak kecil hendaklah diajak bersenda gurau!” (h.r. Ibnu
Asakir)

6. Membangun kepercayaan diri anak

Ini dilakukan dalam bentuk:

Ø Mendukung kekuatan ‘azzam pada anak, misalnya melatih menjaga


rahasia dan membiasakan anak berpuasa

Ø Membangun kepercayaan sosial

Ø Membangun kepercayaan ilmiah

Ø Membangun kepercayaan ekonomi dan perdagangan

7. Memanggil dengan panggilan yang baik


Bermacam-macam cara Rasulullah saw memanggil anak, tujuannya untuk
menarik perhatian dan membuat anak siap mendengar apa yang hendak
dipesankan. Panggilan ini misalnya “nughair” atau si burung pipit, “ghulam”
yang berarti anak, atau “wahai anakku”. Sementara para sahabat
memanggil anak-anak dengan “wahai anak saudaraku”.

8. Memenuhi keinginan anak

Adakalanya orang tua harus memenuhi permintaan anak. Ini juga


merupakan cara efektif untuk menumbuhkan emosinya dan menambat
jiwanya terhadap orang tua. “Sesungguhnya barangsiapa berusaha
menyenangkan hati anak keturunannya sehingga menjadi senang, Allah
akan membuatnya merasa senang sehingga di akhirat ia benar-benar akan
merasa senang.” (h.r. Ibnu Asakir)

9. Bimbingan terus-menerus

Anak, sebagaimana manusia lazimnya, sering salah dan lupa. Dibanding


semua makhluk lain, masa anak-anak manusia adalah yang paling panjang.
Ini semua kehendak Allah, agar cukup sebagai waktu untuk mempersiapkan
diri menerima taklif (kewajiban memikul syariat). Orang tua harus secara
telaten membimbing anak pada masa kanak-kanaknya. Ibnu Mas’ud
berkata, “Biasakanlah mereka (anak-anak) dengan kebaikan, karena
kebaikan itulah yang akan menjadi adat (kebiasaannya).”

10. Bertahap dalam pengajaran

Contohnya pada saat mendidik anak untuk shalat. “Perintahkan anakmu


untuk shalat ketika berusia tujuh tahun dan pukullah mereka (jika enggan
shalat) ketika berumur sepuluh tahun.” (h.r. Abu Dawud)

11. Imbalan dan ancaman

Cara ini tidak kalah pentingnya dalam membangun jiwa. Rasulullah saw juga
menggunakan cara ini dalam pendidikan. Contohnya untuk membuat anak
berbakti kepada orang tua, beliau menyebutkan besarnya pahala berbakti
kepada orang tua dan besarnya ancaman begi mereka yang durhaka kepada
orang tua.

Catatan Penutup

Pendidikan anak pada hakikatnya adalah tanggung jawab para orang tua.
Oleh karena itu keterlibatan orang tua dalam mendukung sukses anak
menuntut ilmu di sekolah merupakan kewajiban. Untuk menjadi pendidik
yang baik, orang tua mesti menghiasi dirinya dengan keshalihan. Peran
penting orang tua adalah membangun dan menyempurnakan kepribadian
dan akhlak mulia pada anak. Untuk itu perlu sikap-sikap pendidik seperti
sabar, lembut, dan kasih sayang.

Untuk melengkapi pendidikan anak di sekolah, orang tua mesti membangun


jiwa anak sesuai pengarahan Nabi Muhammad saw.

Daftar Bacaan

[1] Untuk lebih detil, kami mencatat masalah visi pendidikan anak dalam
tulisan ”Memaknai Pendidikan Anak”, blog entry dengan alamat link:
http://adijm.multiply.com/journal/item/221

[2] Harian Seputar Indonesia, Minggu, 17 Februari 2008 pada


artikel/wawancara tokoh Kak Seto (Ketua Komisi Nasional Perlindungan
Anak) berjudul ”Pusing dengan Perceraian Artis”.

[3] Untuk lebih detil silakan membaca buku tulisan Ustadz Muhammad Ibnu
Abdul Hafizh Suwaid berjudul ”Cara Nabi Mendidik Anak”, bab Pengantar
Umum bagi Orang Tua, hal 18-22, Penerbit Al-I’tishom Cahaya Umat.

[4] Involving Parents in the Education of Their Children, tulisan Patricia Clark
Brown pada
http://www.kidsource.com/kidsource/content2/Involving_parents.html

[5] Peningkatan Peran Orang Tua dalam Pendidikan Keluarga, tulisan M.


Ridha Alta, Peneliti pada Pusat Kajian Pendidikan dan Masyarakat (PKPM)
dan Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Raniry

[6] Untuk lebih detil silakan membaca buku tulisan Ustadz Muhammad Ibnu
Abdul Hafizh Suwaid berjudul ”Cara Nabi Mendidik Anak”, bab Cara-cara
Nabi Mendidik Anak, hal 91-104, Penerbit Al-I’tishom Cahaya Umat.

[1] Disampaikan pada pertemuan FPOM-SDIT Ummul Quro, Bogor, Sabtu 23


Februari 2008.

[2] Ayah 4 orang anak; Pemerhati masalah keluarga; Ketua Bidang Litbang
Yayasan Peduli Keluarga, Bogor;

Homepage http://adijm.multiply.com/ ; E-mail adijm2001@yahoo.com.

You might also like