You are on page 1of 20
TINJAUAN PUSTAKA MONITORING HEMODINAMIK MELALUI TEKANAN VENA SENTRAL Oleh: dr. | Made Subagiartha, Sp.An. KAKY, 8.H Kenny Darmaliputra (1202006077) DALAM RANGKA MENGIKUTE KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/SMF HLMU ANESTESI DAN REANIMASI FK UNUD/RSUP SANGLAH AGUSTUS 2016 DAFTAR IST HALAMAN JUDUL..... KATA PENGANTAR.. DAFTARISL. BABI. PENDAHULUAN BAB IL TINJAUAN PUSTAKA...... 2.1 Pengertian Hemodinamik 2.2 Tujuan Pemantauan Hemodinamik, 2.3 Parameter Hemodinamik.... 2.4 Tekanan Wena Sentral (CVP). 2.5 Metode Pengukuran CYP... 2.5.1 Metode Non Invasi: 2.5.2 Metode Invasil 2.5.3 Lokasi Kateterisasi Vena Sentral... 2.5.4 Kateterisasi Vena Subclavia... 7 2.5.5 Kateterisasi Vena Jugularis Interna.. met 2.6 Pemantauan CVP. 12 12 2.6.1 Pemantauan Menggunakan Manometer....2..- 2.6.2 Pemantauan Menggunakan Transduser. 2.6.3 Bentuk Gelombang CVP.. 1S 2.64 Nilai Normal CVP. 16 BAB III PENUTUP............ DAFTAR PUSTAKA iti BABL PENDAHULUAN Hemodinamik menggambarkan aliran darah dalam sistem peredaran dalam tubuh, baik sirkulasi besar maupun sirkulasi dalam paru-paru. Keadaan hemodinamik sangat mempengaruhi fungsi penghantaran oksigen dalam tubuh dan melibatkan fungsi jantung. Pada kondisi gangguan hemodinamik, diperlukan pemantauan dan penanganan yang tepat sesuai kondisi pasien. Tyjuan pemantauan hemodinamik adalah untuk mendeteksi, mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini dan memantau pengobatan yang diberikan. Pemantauan memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darab, jutnlah darah dalam tubuh dan ‘kemampuan jantung untuk memompakan darah.!” Dalam pemantauan hemodinamik, terdapat beberapa parameter yang diperhatikan, salah satunya adalah tekanan vena sentral atau Central Vein Pressure (CVP). CVP adalah nilai yang menunjukan tekanan darah pada vena cava dekat atrium kanan jantung. CVP merefleksikan jumlah darah yang kembali ke jantung dan kemampuan jantung memompa darah, CVP dapat digunakan untuk memperkirakan tekanan pada atrium Kanan, yang mana secara tidak langsung menggambarkan beban awal (preload) jantung kanan dan tekanan ventriket kanan pada akhir diastol.? Cara pengukuran CVP dikelompokkan menjadi metode noninvasif dan invasif. Pengukuran secara noninvasif dapat dilakukan dengan mengukur tekanan vena jugularis. Sedangkan pengukuran secara invasif dilakukan dengan memasukkan kateter ke dalam vena subklavia atau vena jugularis intemal yang kemudian akan dimonitor menggunakan manometer ataupun transduser.” Pada tinjauan pustaka ini akan dijelaskan sécara singkat mengenai pemantauan parameter hemodinamik, khususnya mengenai pemantauan tekanan ‘ena sentral (CVP), meliputi tujuan, eara pengukuran dengan metode invasif dan noninvasif, serta manfaatnya untuk mengidentifikasi kelainan fisiologis pada sistem kardiovaskular, BABIT ‘TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hemodinamik Hemodinamik menggambarkan tekanan dan aliran darah Ketika jantung berkontraksi dan memompa darah ke seluruh tubuh melalui sistem vaskuler. Jantung, darah, dan tonus vaskuler merupakan tiga elemen yang menyusun sistem fersebut. Pengukuran hemodinamik dilakukan untuk memonitor status dari elemen-elemen tersebut. Pengukuran hemodinamik dapat dikelompokkan menjadi noninvasif dan invasif. Pengukuran hemodinamik penting untuk menegakkan diagnosis yang tepat, menentukan terapi yang sesuai, dan memantaw respons terhadap terapi yang diberikan. Selain itu, pengukuran hemodinamik ini terutama dapat membantu untuk mengenali syok sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat terhadap bantuan sirkulasi,'*? 2.2 Tujuan Pemantauan Hemodinamik Pemantauan hemodinamik bertujuan untuk menilai status cairan tubuh pasicn dan menilai status fungsi jantung pasien. Pemantauan hemodinamik buken findakan terapeutik tetapi hanya memberikan informasi kepada Klinisi dan informasi tersebut perlu disesuaikan dengan penilaian klinis pasien agar dapat memberikan penanganan yang optimal, Dasar dari pemantayan hemodinamik adalah menjaga perfusi jaringan yang adekuat, seperti keseimbangan antara pasokan oksigen dengan yang dibutuhkan, mempertahankan nutrisi, subu tubuh dan keseimbangan elektro kimiawi sehingga manifestasi Klinis dari gangguan hemodinamik berupa gangguan fungsi organ tubuh hingga gagal fungsi organ multipel bisa ditangani dengan cepat.> 2.3 Parameter Hemodinamik Pemantauan hemodinamik adalah pengkajian status sirkulasi pasien, meliputi pengukuran denyut madi, tekanan intra-arteri, tekanan arteri pulmonal dan tckanan distal kapiler pulmonal, tekanan vena sentral, curah jantung serta volume darah, '° 24 Tekanan Vena Sentral (CVP) ‘Tekanan vena sentral (CVP) adalah nilai yang menunjukan tekanan dara pada vena cava dekat atrium kanan jantung. CVP merefleksikan jumlah darah yang kembali ke jantung dan kemampuan jantung memompa darah. CVP dapat digunakan untuk memperkirakan tekanan pada atrium Kanan, yang mana secara tidak langsung menggambarkan beban awal (preload) jantung kanan dan tekanan ventrikel kanan pada akhir diastol. Pengukuran tekanan vena sentral memberikan informasi penting mengensi keadaan fungsi sistem kardiovaskular pasien, kecukupan volume vaskuler, dan juga keberhasilan terapi yang diberikan, * Dikarenakan letak vena sentral yang berada di dalam thoraks, maka pengukuran CVP dipengaruhi oleh perubahan tekanan intrathoraks. Akibatnya, hasil CVP berfluktuatif sesuai pemapasan, CVP berkurang pada saat inspirasi spontan dan meningkat saat tekanan respirasi positif. Untuk itu, pengukuran CVP harus dilakukan pada akhir ckshalasi ketika otet repirasi relaksasi dan tekanan intrathoraks stabil pada saat istirahat.*“ 2.8 Metode Pengukuran CVP Cara pengukuran CWP dikelompokkan menjadi metode non invasif dan invasif. Pengukuran secara noninvasif dapat dilakukan dengan mengukur tekanan vena jugularis, Sedangkan pengukuran secara invasif dilakukan dengan memasukkan kateter ke dalam vena subklavia atau vena jugularis intemal. “* 2.5.1 Metode Non Invasif Pengukuran tekanan vena sentral dengan metode non invasif dapat dilakukan dengan mengukur tekanan vena jugularis atau Jugular Vein Pressure (IVP). JVP menggambarkan volume pengisian dan tekanan pada jantung bagian kanan, Pengukuran tekanan pada vena jugularis dapat menunjukkan tekanan peda atrium kanan, Nilai normal dari pengukuran JVP adalah <® emH,0. Peningkatan IVP merupakan tanda dari gagal jantung kanan, Pada gagal jantung kanan, bendungan darah di ventrikel Kanan akan diteruskan ke atrium kanan dan vena kava superior, sehingga tekanan pada vena jugularis akan meningkat. Peningkatan JVP akan tampek dengan adanya distensi vena jugularis, dimana SVP akan tampak setinggi leher, jauh lebih tinggi daripada normal. * Adgpun prosedur pemeriksaan seperti berikut:° 1. Persiapan alat untuk pengukuran JVP (2 buah mistar, spido/bolpoin, dan penlight/senter) 2. Cuci tangan 3. Pemeriksa hendoknya berdiri di samping kanan bed pasien 4, Jelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan, seria minta persetujuan pasien untuk melakukan pemeriksaan 5. Posisikan pasien berbaring pada bed dan atur posisi bed semiflower (30-45 derajat dari bidang horizontal) 6. Anjurkan pasien untuk menengok ke kiri 7. Identifikasi vena jugularis 8. Teniukan undulasi pada vena jugularis (titik teratas pada pulsasi vena jugularis), bendung vena dengan cara mengunut vena kebawah Lalu lepas 9. Tentukan titik angulus sternalis 10, Dengan mistar pertama, proyeksikan tik tertinggi pulsasi vena secara horizontal ke dada sampai manubrium sterni 11, Kemudian mistar kedua diletakkan vertikal dari angulus sternalis 12, Libat hasil pengukuran dengan melihat hasil angka pada mistar kedua (titik pertemusn antara mistar petama dan kedua). Hasil pembacaan kemudian ditambahkan dengan angka 5 cm, karena diasumsikan jarak antar angulus sternalis dengan atrium Kanan sekitar 5 cm. Gambar 1. Pengukuran VP 2.5.2. Metode Invasif Pengukuran CVP dengan cara invasif dilakukan dengan memasukkan kateter ke dalam vena subklavia atau vena jugularis internal dan kemudian di monitor dengan menggunakan manometer atau transduser. Adapun selain untuk mengukur CVP, beberapa indikasi untuk pemakaian kateter vena sentral adalah:*” 1. Untuk menginfus cairan atau obat-obatan yang mungkin mengiritasi vena perifer 2. Kanulasi jangka panjang untuk obat-obatan dan eairan, eontohnya total nutrisi parenteral atau kemoterapi 3. Penderita syok 4, Kamulasi cepat ke jantung terutama untuk pemberian obat-obatan dalam situasi resusitasi 5. Bila kanulasi ke vena perifer sulit dilakukan akibat vena yang kolaps seperti pada hipovolemia, ketike vena perifer sulit ditemukan pada orang gemuk atau transfusi eairan dibutubkan secara cepat 6. Prosedur khusus, contohnya pemacu jantung, hemofiltrasi atau dialisis. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan sebelum melakukan kateterisasi ke vena sentral.” 1. Sebaiknya pemasangan kateterisasi vena sentral dilakukan diruang tindakan yang steril untuk menghindari kontaminasi dengan pasien lain 2. Bunt informed konsen dan persetujuan keluarga. 3. Jelaskan kepada pasien atau Keluarga pasien terlebih dahulu maksud dan tujuan serta prosedur kateterisasi vena sentral tersebut, 4, Kateterisasi vena sentral harus dilakukan seasepsis mungkin mitip dengan prosedur pembedahan. 5, Wespadalah akan masuknya udara, walaupun pasien dalam keadaan head- down. 6. Selalu memikirkan dimana ujung jarum berada, 7. Darah harus dapat diaspirasi dengan mudah dari kateter intravena sebelum cairan infus atau obat dimasukkan, Bila tidak dapat diaspirasi dengan mudah berarti terjadi kesalahan penempatan sampai dibuktikan sebaliknya. 8. Jangan menarik kembali kateter yang telah/masih ada di dalam jarum logam (misal venocath) Karena bahaya terpotongnya kateler oleh ujung jarum, Bila sampai terpotong maka pengambilannya hanya bisa dilakukan dengan cara pembedahan, 9. Kanulasi vena sentral dapat memakai kateter panjang untuk pemakaian jangka lama atau dengan kateter vena yang pendek misalnya abbocath ukuran besar untuk sementara pada keadaan darurat. Bila vena sudah terisi cairan dapat dilanjutkan dengan kanulasi vena perifer. 2.53 Lokasi Kateterisasi Vena Sentral Kanulasi vena sentral dapat dipasang melalui beberapa tempat, masing- masing letak mempunyai keuntungan dan Kerugian tersendiri, Kanulasi vena sentral dapat dilakukan melalui :*” 1. Vena subclavia, 2, Vena jugularis, pada vena jugularis intema (VI) dan ekstemna (VJE).. 3. Vena femoralis 4, Wena antecubital, pada vena basilica atau cephalica. 3. Vena umbilikalis, pada bayi baru lahir. ‘Akan tetapi tempat yang paling sering dilakukan insersi yaitu : vena subelavia dan vena jugularis interna, 2.54 Kateterisasi Vena Subelavia a, Persiapan peralatan :”* 1. Disinfektan (betadine,alkohol) 2, Handsooen, masker,penutup kepala, jas sterile dan handuk 3. Spoit $ mi 2 buah,jarum ukuran 25-gauge. 4. Kateter dan dilator 5, IV tubing dan flush (Infus set, triway dan Nac] 500 ml) 6. Jarum insersi 18-gauge (panjang S em) 7. 0,035 j wire, duk steril, scalpel, benang silk no.2,0 bb, Posisi”* Letakkan pasien dengan posisi supine dengan kepala lebih rendah (tredelenberg) + 10-15° hingga vena dapat terisi. Ini dapat tidak menyenangkan atau bahkan beresiko pada beberapa pasien, Bila ragu-ragu, pasien dapat ddiletakkan dengan kepala lebih rendah saat operator telah siap untuk melakukan punksi vena, Bahu dapat diganjal dengan handuk gulung atau botol cairan diantara kedua babu. c. Prosedur"® 1 2 al Cok semua peralatan sebelum mula Sterilisasi dan tutupi area yang akan diinsersi dengan sangat hati-hati. Palpasi fossa subclavikularis dan eck hubungannya pada incisura stemalis. Bila jari ditempatkan secara subelvikularis pada posisi lateral ter- dapat fossa yang jelas antara clavicula dan costa Il. Gerakkan jari ke arah medial menuju ineisura stemalis dan jari akan terhambat pada ujung medial clavicula. Ini adalah m, subelavius yang berjalan dari costa 1 menuju permukaan inferior clavikula memberikan pola yang baik posist costa I dimana terletak vena subcalvia, Letakkan jari telunjuk pada incisura stemalis dan ibu jari pada daerah pertemuan antara elavicula dan eosta I, Infiltrasi anestesi lokal (lidokain 19%) dengan jarum 25-gauge 2 cm lateral ibu jari dan 0,5 om ke kaudal ke arah Interal dari insersi m. subclavia costa I. clavieula atau tepat Vena berjalan di bawah clavicula menuju incisura stemalis, Gunakan jarum 18-gauge yang halus dengan syringe 5 ml, masukkan jarum menusuk kulit dibagian lateral ibu jari dan. 0,5 cm di bawah elavikula yang dimaksud untuk membuat posisi khayal pada bagian belakang ineisura stemnalis. Posisi jarum horizontal (paralel dengan lantai) untuk mencegah pneumothoraks, dan bevel menghadap keatas atau ke arah kaki pasien untuk mencegah kateter masuk ke arah leher. Aspirasi jarum lebih dulu, pertahankan jarum secara cermat pada tepi bawah clavikula. Jika tidak ada darah vena yang teraspirasi setelah penusukan sampai S cm tarik pelan-pelan sambil diaspirasi jika masih belum ada juga ulangi sekali lagi, dan apabila masih belum berhasil pindah ke arah kontralateral akan tetapi periksa foto thoraks dahulu sebelum dilakukan untuk melihat adanya pneumothoraks. 7. Bila darah teraspirasi maka posisi vena subclavia telah didapatkan dan kanula atau jarum seldinger dipertahankan pada posisinya dengan mantap 8, Susupkan kawat, pasang Kateter atau dilator dan kateter selanjutnya lepaskan kawat 9. Lakukan dengan hati-hati untuk menghindari ikut masuknya udara untuk itw sebaiknya ujung kateter tidak dibiarkan terbuka. 10. Cek bahwa aspirasi darah bebas melalui kateter dan tetesan berjalan dengan lancar 1. Kontrol letak kateter dengan foto thoraks. d. Keuntungan kateterisasi Vena Subclavia”® 1, Sangat baik untuk kanulasi jangka panjang karena posisi kateter dapat difikasasi dengan baik schingga tidak mudah bergerak dan tidak meng- ganggu pergerakan pasien. 2. Vena subelavia hampir selalu ada dan anatomi ini umumnya tetap. 3. Relatif kurang infeksi dibanding pemasangan di tempat lain. 4, Kateter mudah masuk ke vena kava superior serta landmarknya lebih mudah pada orang yang obes. e, Kelemahan Kateterisast Vena Subclavia™ 1, Umumnya dilakukan dengan teknik “buta” sehingga mudah merusak stuktur i dalam yang tidak terlihat, 2. Pleura, arteri, nervus phrenicus bahkan trakea mudah terjangkau oleh jarum yang salah masuk schingga relatif lebih banyak komplikasi pneumothoraks dibanding teknik lainnya, Bila terjadi komplikasi perdarahan relatif susah untuk ditangani. 2.55 Kateterisasi Vena Jugularis Interna a a, Persiapan peralatan 10 1, Disinfektan (betadine,alkohol) 2. Handscoen, masker,penutup kepala, jas sterile dan handuk 3, Spoit § ml 2 bush jarum ukuran 22- dan 25-gauge. 4, Kateter dan dilator 5, TV tubing dan flush (Infus set, triway dam Nacl 500 ml) 6, Jarum insersi 18-gauge (panjang 5-8 cm) 7, 0,035 j wire, duk steril, sealpel, benang silk no,2,0 a b. Posisi” Pasien diposisikan dengan posisi supine dan tredelenberg, kepala. pasien diposisikan lebih rendah 15° dan 45° ke arah kontralateral pada tempat penusukan. ¢. Prosedur™* 1, Jelaskan kepada penderita tentang prosedur yang akan dilakukan, 2. Bersihkan daerah leher pada sisi yang akan diinsersi. 3. Palingkan kepala pasien ke sisi sebelah kiri, 4. Bila pasien sadar dan bila diminta untuk mengangkat kepala, otot leher akan dengan mudah ditentukan. M. stemomastoideus mempunyai dua caput, caput stemalis dan caput clavicularis, Insersinya ke mastoid. Sebuah sepitiga dibentuk oleh kedua caput dan apeks dari segitiga ini adalah titik insersi untuk jarum. Bila pasien tidak sadar anatomi ini mungkin sangat sulit untuk ditentukan, Pada situasi seperti ini arteri sebaiknya dipalpasi setinggi aspek bawah cartilago thyroideus, karena vena terletak tepat dilateralnya. 5. Infiltrasi anestesi lokal ke dalam tempat ini, 6. Sebaiknya menggunakan syringe dengan jarum yang halus. Susupkan spoit jarum pada apeks segitiga tepat disebelah lateral perabaan pulsasi arteri carotis, selanjutnya arahkan sepanjang garis yang ditarik antara titik insersi dan papilla mamma pada sisi yang sama, Aspirasi tatkala jarum dimajukan, hati-hati agar tidak memasukkan sejumlah udara. rg 7. Bila darah diaspirasi, vena sudah ditemukan, Tindakan berikuinya dapat divlangi dengan meyakinkan menggunakan jarum yang lebih besar atau kanula. 8, Gunakan teknik Seldinger, jarum ditempatkan dalam vena agar supaya darah dapat dengan mudah diaspirasi, 9. Masukkan kawat. 10. Susupkan kateter atau dilator dan kateter selanjutnya lepaskan kawat. 11. Cek aspirasi darah perlahan-lahan, fluktuasi tekanan pemapasan dan posisi foto. d. Keuntungan kateterisasi vena jugularis intema’® 1. Cara pendekatan ini relatif aman bagi yang berpengalaman. 2. Dapat digunakan untuk kanulasi jangka panjang- 3. Kateter mudah masuk ke vena cava superior, 4, Sangat baik bila kanulasi juga digunakan untuk mengukur tekanan vena sentral. 5, Posisi kateter mudah diketahui melalui foo, ¢. Kelemahan Kateterisasi Vena Jugularis Interna” 1, Mudah terjadi komplikasi karena banyak sturktur disekitamya. 2. Teknik ini sulit dilakukan pada orang dengan leher pendek atau tebal. 3. Punksi arteri karotis sering terjadi, Sangat berbahaya pada orang tua dengan pembuluh darah yang atherosklerosis, 4, Bisa terjadi kebocoran duktus torasikus bila dilakukan di sebelah Kiri. 5.Mudah terjadi infeksi atau trombosis Karena gerakan kepala yang mempengaruhi letak kateter. 6.Relatif kurang nyaman buat pasien karena akan mengganggu pergerakan lehemya, 2 2.6 Pemantauan CVP Setalah memasang kateter vena sentral, CVP kemudian dapat dipantau dan diukur menggunakan manometer ataupun transduser, 2.6.1 Pemantauan Menggunakan Manometer Penggunaan sistem manometer memungkinkan pembacaan intermiten dan Kurang akurat dibandingkan sistem transduser, hal ini disebabkan Karena sdanya efek meniskus air pada tabung kaca, Adapun langkah-langkah pemasangan manometer adalah sebagai berikut:* 1. Persiapan alat. Alot yang biasanya digunakan untuk melakukan pengukuran CVP diantaranya manometer, cairan, water pass, extension tube, threeway, bengkok, plester. 2. Jelaskan tujuan dan prosedur pengukuran CVP kepada pasicn. 3, Posisikan pasien dalam kondisi yang nyaman. Pasien bisa diposisikan semi fowler (45% 4. Menentukan letak zero point pada pasien, Zero point merupakan suatu titik yang nantinya dijadikan acuan dalam pengukuran CVP. Zero point ditentukan dari ICS (intercosta space) ke 4 pada linea midclavicula karena ICS ke 4 tersebut merupakan sejajar dengan letak atrium kanan. Dari midclavicula ditarik ke lateral (samping) sampai mid axilla, Di titik mid axilla itulah kita berikan tanda, 5 13 Gambar 2 ; Pemasangan manometer Dari tanda tersebut kita sejajarkan dengan titik nol pada manometer yang ditempelkan pada tiang infus. Caranya adalah dengan mensejajarkan titik fersebut dengan angka 0 dengan menggunakan waterpass. Setelah angka 0 ICS ke 4 midaxitla, maka kita plester pada manometer sejajar dengan manometer pada tiang infus, Setelah berhasil menentukan zero point, kita aktifkan sistem I (satu), Caranya adalah dengan mengalirkan cairan dari sumber cairan (infus) kea rah pasien. Jalur threeway dari sumber cairan dan ke arah pasien kita buka, sementara jalur yang ke arah manometer kita tutup. Sctelah aliran cairan dari sumber cairan ke pasien lancar, lanjutkan dengan mengaktifkan sistem 2 (dua). Caranya adalah dengan mengalirkan cairan dari sumber cairan ke arah manometer, Jalur threeway dari sumber cairan dan ke arah manometer dibuka, sementara yang ke arah pasien kita tutup, Cairan ‘yang masuk ke manometer dipastikan harus sudah melewati angka maksimal ‘pada manometer tersebut. 14 8, Setelah itu, aktifkan sistem 3 (tiga), Coranya adalah dengan cara mengalirkan cairan dari manometer ke tubuh pasien. Jalur threeway dari manometer dan ‘ke arah pasien dibuka, sementara jalur yang dari sumber cairan ditutup, 9, Amati penurunan cairan pada manometer sampai posisi eairan stabil pada angkaftitik tertentu, Lihat dan catat undulasinya, Undulasi merupakan naik turunnya cairan pada manometer mengikuti dengan proses inspirasi dan. ekspirasi pasien, Saat inspirasi, permukaan eairan pada manometer akan naik, sementara saat pasien ekspirasi kondisi permukaan cairan akan turun. Posisi cairan yang turun itu (undulasi saat klien ckspirasi) itu yang dicatat dan disebut sebagai nilai CVP. Pemantauan Menggunakan Transduser Pemantauan menggunakan transduser memungkinkan pembacaan secara kontinu yang ditampilkan di monitor. Adapun langkah-langkah pemasangan transduser adalah sebagai berikut: °° 1. Persiapan alat, Alst yang biasanya digunakan untuk melakukan pemasangan transduser meliputi heparin, infus set, monitor, transduscr, threeway, kantong tekanan 2. Tempatkan pasien pada posisi supinasi, pastikan posisi ini tidak diubah, untuk ‘mendapatkan hasil yang akurat 3, Sambungkan infus yang berisi larutan saline ke IV line, kemudian hubungkan ke transduser. 4, Hubungkan transduser ke kateter vena sentral menggunakan threeway. Pastikan tidak ada udara di dalam selang. 5. Posisikan transduser sejajar dengan kateter vena sentral 6. Kemudian hubungkan transduser ke monitor 15 Gambar 3 : Pemasangan Transduset 2.6.3 Bentuk Gelombang CVP Bentuk Gelombang CVP mencerminkan perubahan-perubahan pada tekanan atrium kanan sclama siklus jantung*"* * Gelombang a: peningkatan tekanan atrium kanan selama kontraksi atrium kanan, Jika gelombang A naik, maka pasien mungkin mengalami kegagalan ventrikel kanan dan stenosis trikuspid. © Gelombang c: peningkatan tekanan atrium kanan yang disebabkan oleh penutupan katup trikuspid. © Gelombang x: penurunan tekanan atrium Kanan selama fase ventrikuler ejection © Gelombang v: peningkatan tekanan atrium kanan selama fase rapid atrial filling ketika katup trikuspid tertutup * Gelombang y: penurunan tekanan atrium kanan setelah katup trikuspid terbuka, 16 Gambar 4 : Gelombang CVP 2.6.4 Nilai Normal CVP Menurut Kelli, nilai normal CVP adalah 3-8 cmllO atau 2-6 mmHg. Sementara. itu menurut Iakovie, nilai normal CVP adalah 5-10 eml.O. Nilai CVP yang rendah biasanya terjadi pada kasus hipovelimia, deep inhalation, syok seplik, sedangkan nilai CVP yang tinggi dapat terjadi akibat peningkatan volume darah vena, forced exhalation, gagal jantung, menggunakan ventilator, dan embolisme paru. Pada pasien dengan asma atau COPD, CVP dapat meningkat selama ekshalasi karena hambatan jalan nafas, sehingga harus dievaluasi pada fase inhalasi untuk menghindari pembacaan yang salah,*** uw BAB III PENUTUP Pemantauan hemodinamik bertujuan untuk menilai status cairan tubuh pasien dan menilai status fungsi jantung pasien, Pemantauan hemodinamik bukan tindakan terapeutik tetapi hanya memberikan informasi kepada klinisi dan informasi tersebut perlu disesuaikan dengan penilaian klinis pasien agar dapat memberikan penanganan yang optimal, Salah satu parameter yang dipantau adalah tekanan vena sentral (CVP). Tekanan vena sentral (CVP) adalah nilai yang, ‘menunjukan tekanan darah pada vena cava dekat atrium Kanan jamtung. Cara pengukuran CVP dikelompokkan menjadi metode noninvasif dan invasif. Pengukuran secara noninvasif dapat dilakukan dengan mengukur tekanan vena jugularis. Sedangkan pengukuran secara invasif dilakukan dengan memasukkan koteter ke dalam vena subklavia atau vena jugularis internal yang kemudian akan imonitor menggunakan manometer staupun transduser. Pemantauan C¥P dengan cara non invasif merupakan pemeriksaan sederhana dan dapat dipercaya untuk membantu menjelaskan kondisi pasien. Sedangkan pemantauan invasif tidak asing dilakukan pada pasien-pasien di ruang intensive care unit (ICU), untuk memantau perubahan CVP yang cepat dan telihat respons tubuh terhadap terapi yang diberikan. Daftar Pustaka |. Rosenthal K. The Ins and Quts of Hemodynamic Monitoring. Nursing Made Incredibly Easy. iv. essentials. 2004. McDemott W. Melloh J, Hemodynamic Monitoring Leaming Package. Homsby Hospital, 2008. ‘Tanjung MI. Status Hemodinamik pada Pasien Pasca Bedah di Ruang ICU Pasea Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Skripsi. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara; 2004. Pittman J. Ping J. Bark J. Arterial and Central Venous Pressure Monitoring. Int Anesthesiol Clin, 2004;42(1):13-30. ‘Weinstock D. Rujukan Cepat di Ruang ICU/ICCU, Jakarta; ECG. 2010, Pinsky M. Hemodynamic Monitoring. Comprehensive Critical Care: Adult, 2010; 121- 133, Bedford RF, Shah NK. Blood pressure monitorin; CD, Hines RL (Eds). Monitoring in Anaesthesia and Critical Care Medicine, Third edition, Church Tzakovic M. Central venous pressure — evaluation, interpretation, monitoring, clinical ‘implications, Bratis! Lek Listy. 2008;109(4):185-187. Cole E, Measuring Central Venous Pressure. CET! 2008. javasive and noninvansive. In Blitt ivingstone Inc. Reems M, Aumann M. Central Venous Pressure: Principles, Measurement, and Interpretation. Compendium: Continuing Education for Vetenarians, 2012;1-10.

You might also like