You are on page 1of 7

Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Sept—Des 2008, hlm.

161-167 Volume 15, Nomor 3


ISSN 0854-3844

Penanganan Pengaduan Masyarakat


Mengenai Pelayanan Publik
SAD DIAN UTOMO1*

1
AIPRD-LOGICA

Abstract. Citizen participation is a manifestation of people empowerment, an effort to improve people’s ability
in decision making, as well as an attempt to control society’s own future. Local government in Semarang is
aware of such urgency of participation and thus establishes the Center of Public Service Complaint Management
(CPSCM) as an institution to coordinate, implement, and manage people’s complaints of public service. This
research uses qualitative approach with Amstein’s ladder of citizen participation, and Burns, Hambleton &
Hogget’s ladder of citizen empowerment as the main theories. This research aims to analyze factors that
influence the effectiveness of CPSCM as an instrument of citizen participation in public service; as well as to
create an alternative solution to improve citizen participation. The research shows that there are five factors
influencing the effectiveness of CPSCM, i. e. accommodative leadership particularly that of Semarang City’s
mayor; local constitution and regulation; the role of civil society, mainly non-governmental organizations; and
special events. This research also suggests some alternative solutions to improve citizen participation, such as:
socializing the existence of CPSCM and establishing more transparent management of complaints; involving
Local Representative Council to gain stronger legality of CPSCM; thoroughly evaluating the contribution of
CPSCM for society and the government; encouraging more academic study on such complaints management
institution.

Keywords: citizen participation, public policy, civil society

PENDAHULUAN berdasarkan perkembangan aspirasi masyarakat pengguna


pelayanan (Dwiyanto, 2002). Padahal pada pendekatan
Penerapan kebijakan otonomi daerah di Indonesia desentralisasi, peluang masyarakat untuk berpartisipasi
menimbulkan harapan besar bagi masyarakat, terutama sangat dimungkinkan dengan semakin dekatnya jarak
dalam hal peningkatan pelayanan publik. Hakikat antara masyarakat dan pemerintah.
desentralisasi sebagaimana dinyatakan oleh Hoessein Hasil penelitian Pusat Studi Kependudukan dan
(2002) adalah otonomisasi suatu masyarakat dalam Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
wilayah tertentu. Pada otonomi daerah, urusan mengenai pelayanan publik di Yogyakarta, Sumatera
manajemen pelayanan menjadi kewenangan pemerintah Barat, dan Sulawesi Selatan (2001) memperlihatkan
daerah sehingga akan mendekatkan jarak antara bahwa lebih dari 50% pengguna pelayanan publik
pemberi pelayanan dan yang dilayani. Pemerintah mengeluhkan pelayanan yang diterimanya. Keluhan
daerah dianggap dapat lebih memahami keinginan yang diajukan kepada aparat pelayanan sifatnya hanya
penduduk lokal sehingga pengambilan keputusan ditampung, dijanjikan untuk diselesaikan, dan yang paling
dalam penyediaan pelayanan lebih responsif terhadap sering adalah petugas melempar tanggung jawab kepada
permintaan masyarakat. petugas lain. Selain itu, tidak jarang masyarakat pengadu
Fakta di lapangan justru menunjukkan kualitas dimarahi atau diremehkan oleh petugas pelayanan.
pelayanan publik tidak jauh berbeda dibandingkan Berdasarkan kenyataan sehari hari, kualitas layanan
sebelum era otonomi daerah. Hasil penelitian mengenai kepada publik yang diberikan oleh departemen maupun
dampak otonomi daerah terhadap pelayanan publik lembaga pemerintah non-departemen (LPND) masih
yang dilakukan Lembaga Penelitian SMERU di Kota fluktuatif, artinya masih pasang surut (Baedhowi, 2007).
Bandar Lampung dan Kabupaten Lombok Barat (2002) Menurut penelitian PATTIRO (2004) rendahnya
menunjukkan bahwa pelayanan publik khususnya di respon instansi penyelenggara pelayanan terhadap
sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur belum keluhan atau pengaduan dari masyarakat mengakibatkan
menunjukkan perubahan nyata ke arah yang semakin munculnya sikap skeptis dari masyarakat. Masyarakat
baik, justru menunjukkan kecenderungan sebaliknya. jera untuk mengadukan keluhannya sehingga angka
Penyebabnya adalah manajemen pelayanan yang semata- pengaduan di beberapa instansi pelayanan publik relatif
mata berdasarkan pada pendekatan formalistik, bukannya rendah. Rendahnya angka pengaduan ini sebenarnya
mencoba untuk menerapkan pelayanan secara kontekstual tidak menggambarkan kepuasan masyarakat atas
pelayanan publik, sebaliknya justru karena masyarakat
*Korespondensi: +62812-8003045 atau +6221-83790541; merasa tidak yakin dengan hasil yang akan diperoleh
saddian@logica.or.id dengan melakukan pengaduan. Selain itu, warga
UTOMO, PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT MENGENAI PELAYANAN PUBLIK 162

masyarakat dari kalangan yang tidak mampu dan penelitian ini, yang dimaksud dengan masyarakat adalah
kurang berpendidikan juga tidak tahu cara mengadukan orang atau sekelompok orang yang mengidentifikasikan
keluhannya. Padahal pelayanan publik yang berkualitas dirinya sebagai warga/penduduk dan pengguna pelayanan
mensyaratkan keseimbangan posisi tawar antara instansi publik di Kota Semarang dengan tidak membatasi pada
penyelenggara pelayanan publik dengan masyarakat aspek kewilayahan atau kepentingan. Menurut Marshall
penerima pelayanan, yang dapat dicapai salah satunya (Beteile, 1999), partisipasi (dalam politik) merupakan
dengan menerapkan konsep customer complaint system salah satu elemen dasar kewarganegaraan, selain
(sistem penanganan pengaduan). sipil (civil) dan sosial (social). Konsep partisipasi
Berangkat dari pemikiran tersebut, Pemerintah yang genuine atau asli menurut Schneider (1995)
Kota Semarang mendirikan Pusat Penanganan adalah partisipasi yang merupakan perwujudan dari
Pengaduan Pelayanan Publik (P5) yang merupakan pemberdayaan masyarakat, terutama dalam proses
suatu lembaga penanganan pengaduan terpadu agar pengambilan keputusan. Sedangkan Arnstein (Cahn
pengaduan masyarakat mengenai pelayanan publik dkk.,1971) menyatakan bahwa partisipasi berkaitan
dapat terselesaikan dengan baik. Lembaga ini sekaligus erat dengan pembagian kekuasaan yang memungkinkan
juga merupakan sarana partisipasi bagi masyarakat masyarakat untuk ikut serta dalam proses politik dan
dalam pelayanan publik, dan bertanggung jawab ekonomi untuk terlibat dalam penentuan masa depan
terhadap walikota. Susunan organisasi P5 terdiri dari dan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai upaya
penanggung jawab penyelenggaraan pelayanan publik, peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan
yaitu sekretaris daerah; kemudian di bawahnya adalah dan mengontrol masa depan masyarakat sendiri. Citizen
penanggung jawab P5 yaitu asisten administrasi sekda; participantion, partisipasi ini telah terjadi karena warga
koordinator P5 yaitu kepala bagian organisasi sekda; memiliki kuasa untuk mempengaruhi pengambilan
sekretariat; dan kelompok kerja. Operasionalisasi P5 keputusan dalam pemerintahan daerah (Muluk, 2006).
sendiri dijalankan oleh sekretariat dan lima kelompok Partisipasi memiliki peran penting, bagi masyarakat.
kerja (pokja). Sebanyak dua belas staf dari beberapa Partisipasi merupakan media untuk menyuarakan
dinas ditugaskan untuk melayani pengaduan dari preferensi dan mempengaruhi pembuatan keputusan,
masyarakat mengenai pelayanan publik dan kebijakan- seperti dijelaskan oleh Marschall (2004) “the purpose
kebijakan pemerintah daerah. of citizen participation is as much to communicate
P5 dibentuk berdasarkan Peraturan Walikota preferences and influence policymaking as to assist in
Semarang Nomor 11 Tahun 2005 tanggal 5 Agustus 2005 the implementation of the public good and to contribute
tentang pembentukan Pusat Penanganan Pengaduan to its preservation and continuation”. Persell (2001),
Pelayanan Publik Kota Semarang, sebagai program partisipasi merupakan elemen masyarakat madani,
kerja 100 hari pemerintahan Walikota Semarang, sedangkan masyarakat madani merupakan salah
Sukawi Sutarip. P5 bertugas membantu walikota dalam satu prasyarat menopang pembangunan ekonomi.
mengkoordinasi, melaksanakan, dan mengendalikan Church dkk. (2002) menyebutkan “citizens want to
penanganan pengaduan masyarakat. Pengaduan yang participate; and citizen participation leads to better
ditangani meliputi seluruh pelayanan publik, mulai dari decision-making”. Sedangkan Surbakti (Tim Peneliti
pelayanan administrasi/perijinan, seperti KTP dan IMB; FIKB, 2002), menyebutkan, bahwa masyarakat yang
pelayanan barang, seperti air bersih dari Perusahaan paling mengerti tentang apa yang terbaik buat dirinya
Daerah Air Minum (PDAM); dan pelayanan jasa, seperti dan masyarakat berhak ikut serta dalam perumusan
kesehatan dan pendidikan, termasuk ketidakpuasan atas setiap kebijakan publik yang pasti akan mempengaruhi
kebijakan yang dibuat pemerintah daerah. kehidupan mereka.
Penelitian ini bertujuan mengetahui kinerja P5 dalam Pelaksanaan partisipasi tidak sama antara satu tempat
menangani pengaduan mengenai pelayanan publik dari dengan tempat lainnya, baik jenis maupun tingkatan.
masyarakat Kota Semarang dan menganalisis partisipasi Rowe dan Frewer (2004) menjelaskan bahwa partisipasi
masyarakat dalam pelayanan publik. Lebih jauh, dilakukan melalui konsultasi dan melibatkan publik
penelitian ini juga berusaha menemukan faktor-faktor dalam tahap penyusunan agenda (agenda setting),
yang menentukan efektivitas P5 sekaligus merumuskan pembuatan keputusan (decision making), dan aktivitas
alternatif solusi untuk meningkatkan partisipasi pembuatan kebijakan (policy-forming activities).
masyarakat. Oleh karena itu, teori partisipasi masyarakat Partisipasi juga dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan.
menjadi relevan untuk menganalisis tingkat partisipasi Melalui teori the ladder of citizen participation, Arnstein
masyarakat melalui P5. (Cahn dkk.,1971) membagi partisipasi dalam beberapa
Operasionalisasi P5 sendiri dijalankan oleh tingkatan dengan mengumpamakan sebagai anak-anak
sekretariat dan lima kelompok kerja (pokja), sebanyak tangga dalam tangga partisipasi masyarakat. Selanjutnya
12 staf dari beberapa dinas ditugaskan untuk melayani anak-anak tangga tersebut dikelompokkan kembali
pengaduan dari masyarakat mengenai pelayanan publik menjadi tiga tingkatan, yaitu non partisipasi, partisipasi,
dan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah . dan adanya kekuasaan masyarakat melalui kontrol.
Partisipasi masyarakat merupakan bahan kajian Gambar 1 menunjukkan tangga partisipasi masyarakat
yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dalam konteks menurut Arnstein.
163 Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 15, No. 3, Sept—Des 2008, hlm. 161-167

Kontrol ini memerlukan partisipasi tidak hanya dalam


proses konsumsi (menonton pertunjukan) tetapi juga
dalam proses produksi (penulisan skenario).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan


suasana alamiah dari latar penelitian sehingga
menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan pendekatan
ini, penanganan pengaduan dalam pelayanan publik di
Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik (P5)
Kota Semarang diamati untuk menjelaskan proses
penanganan pengaduan itu dilaksanakan dan bagaimana
keterlibatan masyarakat di dalamnya.
Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini
termasuk dalam penelitian deskriptif yang bertujuan
menggambarkan proses penanganan pengaduan
Gambar 1. Tangga Partisipasi Masyarakat
Sumber: Sherry R.Arnstein, Eight Rungs on The Ladder of Citizen masyarakat dalam pelayanan publik ditangani oleh P5,
Participation dalam Cahn dkk., (1971) serta partisipasi masyarakat didalamnya. Penelitian
ini merupakan jenis studi kasus terhadap P5 di Kota
Burns, Hambleton dan Hogget (1994) juga Semarang, yang bersifat komprehensif, intensif, rinci
memperkenalkan beberapa konsep baru yang dan mendalam serta lebih diarahkan pada upaya
berkaitan dengan partisipasi, yaitu konsep pilihan dan menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat
kontrol. Perbedaan antara ketiga konsep ini dijelaskan kontemporer.
menggunakan analogi pertunjukan teater, yang mana Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
partai politik mayoritas berperan sebagai penulis observasi, wawancara, dan studi literatur/pustaka.
skenario, pejabat daerah sebagai sekelompok pemain, Wawancara mendalam dilakukan terhadap sejumlah
dan publik sebagai penonton. Seperti halnya Arnstein, informan di Kota Semarang, meliputi walikota (diwakili
Burns, Hambleton & Hogget juga mengelompokkan oleh wakil walikota), ketua DPRD, sekretaris daerah,
tiga anak tangga yang terdiri dari dua belas anak tangga, koordinator P5, kepala dinas, aktivis lembaga swadaya
yaitu nonpartisipasi warga (citizen non-participation): masyarakat (LSM) yang bergerak dalam bidang
penipuan warga, konsultasi sinis, informasi yang buruk, pelayanan publik (dalam penelitian ini LSM yang
dan pemeliharaan pelanggan; partisipasi warga (citizen dimaksud adalah LP2K). Data yang digunakan dalam
participation): konsultasi yang bermutu, konsultasi penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu data primer dan
sejati, badan penasihat yang efektif, desentraslisasi data sekunder. Informasi dari para informan diperlukan
dalam pembuatan keputusan, kemitraan, dan kontrol untuk memberikan informasi yang substantif mengenai
yang didelegasikan; kontrol warga: kontrol yang partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik di Kota
dipercayakan, dan kontrol yang interdependensi. Semarang.
Menurut Burns, Hambleton, dan Hogget (1994), Data primer diperoleh dari hasil observasi dan
pilihan adalah suatu keadaan yang menunjukkan wawancara dengan pejabat dan petugas P5 Kota
bahwa penonton sebuah pertunjukan hanya dapat Semarang dan LSM serta masyarakat pengguna
menentukan apakah akan terus menonton jika puas pelayanan publik di Kota Semarang baik yang sudah
dengan tontonannya, atau akan meninggalkannya pernah mengadukan masalahnya ke P5 maupun yang
atau berpindah ke teater jika tidak puas terhadapnya. belum, sedangkan data sekunder diperoleh dari buku-
Sedangkan partisipasi adalah suatu keadaan ketika buku, artikel-artikel, laporan penelitian yang dilakukan
penonton memiliki kebebasan untuk mempengaruhi pihak lain, media cetak, internet, peraturan perundang-
pertunjukan meskipun skenarionya masih berada di undangan, dan sumber lain yang dianggap relevan.
tangan penulis naskah. Dalam penelitian ini data diolah melalui cara
Pemain memiliki kebebasan untuk mengikuti recording, yaitu proses merekam, mendokumentasikan,
kemauan penonton sepanjang hal itu tidak mengubah dan menyimpan semua data yang diperoleh di lapangan.
skenario. Pemain dapat menolak kehendak penonton Setelah itu dilakukan editing, yaitu memeriksa data
jika dianggap akan mengubah skenario. Penonton yang diperoleh untuk menjamin kemantapan terhadap
dapat berhenti menonton atau berpindah ke teater data tersebut. Selain itu juga dilakukan indexing, yaitu
lain jika merasa tidak suka dengan skenario yang ada. prosedur teknis untuk menata data yang banyak untuk
Sementara yang dimaksud kontrol adalah kekuasaan kemudian dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok
untuk mengarahkan, yang mana penonton mampu berdasarkan waktu, subyek maupun topik atau tema
mempengaruhi skenario pertunjukan sepenuhnya. yang berhubungan dengan penelitian.
UTOMO, PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT MENGENAI PELAYANAN PUBLIK 164

Pengaduan yang Disposisi • Pengetikan surat ke Dinas


Pengaduan Diterima dan /Instansi
harus pembagian
diagendakan • Surat dilampiri lembar
disampaikan ke kelompok kerja
Dinas jawaban Dinas/Instansi

Pengaduan yang
bisa diselesaikan Paraf
oleh Customer Sekretaris
Pengadu Service

Ditanda
Diagendakan dan tangani
disampaikan ke
Pengadu Pengadu

Pengaduan Pengaduan yang Dikirim ke


disampaikan dapat Dinas/Instansi
Pengadu untuk
lewat Customer diselesaikan oleh
Service Kelompok Kerja diselesaikan

Gambar 2. Proses Penanganan Pengaduan oleh P5


Sumber: Keputusan Walikota Semarang No. 065/192 Tahun 2005 tentang Tatalaksana P5

Teknik analisis data kualitatif dalam penelitian ke P5 (024-3588292 dan 3561717), melalui faksimili
ini menggunakan strategi proposisi teoritis yang akan (024-3561717), melalui SMS (9299) atau melalui email
menuntun studi kasus. Melalui strategi ini, tujuan (penangananpengaduan@semarang.go.id). Dua media
dan desain studi kasus didasarkan atas proposisi terakhir, yaitu SMS dan email, tidak langsung masuk
teoritis yang mencerminkan serangkaian pertanyaan ke P5, tetapi dikumpulkan terlebih dahulu di Kantor
penelitian, tinjauan pustaka hingga pemahaman baru. Informasi dan Komunikasi (Infokom) untuk selanjutnya
Pada penelitian ini, teknis analisis data kualitatif yang didistribusikan setiap harinya kepada Lembaga P5.
digunakan adalah success approximation, yaitu suatu Pengaduan biasanya diterima oleh petugas pelayanan
teknik analisis yang mengaitkan antara data dengan (customer service) untuk diperiksa terlebih dahulu
teori untuk menjelaskan kesenjangan yang terjadi hingga identitas pengadu dan apa yang ingin diselesaikannya.
merumuskan suatu generalisasi mengacu pada proposisi Setelah itu pengaduan dicatat dalam lembar pengaduan
teoritis dan bertalian yang merefleksikan realitas sosial untuk dimasukkan dalam buku agenda. Bila
(Neuman, 2003). pengaduan berupa pertanyaan yang sudah diketahui
jawabannya, petugas yang bersangkutan dapat langsung
HASIL DAN PEMBAHASAN menyampaikannya pada pihak pengadu. Namun, bila
petugas tak dapat menjawab atau memberi tanggapan,
Pemerintahan Walikota Sukawi telah mencanangkan pengaduan itu diteruskan kepada Sekretaris P5.
berbagai upaya untuk meningkatkan pelayanan publik Gambar 2 menjelaskan proses penanganan pengaduan
terhadap masyarakat Kota Semarang. Upaya tersebut masyarakat oleh Lembaga P5.
antara lain pencanangan Kota Semarang sebagai kota Bila ada instansi yang tidak memberikan tanggapan
pelayanan, penetapan standar pelayanan, pencanangan atas pengaduan yang disampaikan, kelompok
bulan pelayanan publik, pembentukan Kantor Pelayanan kerja (selanjutnya disebut pokja) akan berusaha
Terpadu (KPT), tahun peningkatan pelayanan publik, menanganinya terlebih dahulu dengan cara menghubungi
dan pembentukan P5. kembali pimpinan instansi yang bersangkutan untuk
Sebagai bukti keseriusan peningkatan layanan mempertanyakan tanggapan apa yang sudah diberikan
publik, Pemerintah Kota Semarang mengesahkan atas pengaduan. Bila hingga batas waktu yang
Keputusan Walikota Semarang Nomor 065/192 Tahun ditetapkan, biasanya sekitar satu bulan, tak juga ada
2005 tanggal 8 Agustus 2005 tentang Tatalaksana tanggapan, maka pokja akan menyampaikan masalah
Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik Kota pengaduan tersebut kepada sekretaris daerah atau
Semarang untuk operasional P5 sehari-hari. Salah walikota melalui surat laporan pengaduan.
satu hal yang diatur dalam keputusan walikota ini Tiga hari setelah surat disampaikan, sekda atau
adalah mekanisme pengaduan warga masyarakat ke walikota akan mengirim surat teguran kepada kepala
P5. Masyarakat dapat datang langsung atau mengirim dinas/pimpinan instansi yang bersangkutan agar segera
surat ke Sekretariat P5 di Gedung Moch. Ichsan Lt. 1, menyelesaikan pengaduan tersebut. Biasanya setelah
Jl. Pemuda 148 Semarang, melalui telepon langsung ada surat teguran, kepala dinas/pimpinan instansi
165 Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 15, No. 3, Sept—Des 2008, hlm. 161-167

akan segera memberikan tanggapan atas pengaduan untuk memperbaiki pelayanan yang diberikan, namun
tersebut. Proses selanjutnya akan mengikuti tahapan tindak lanjutnya tetap ada di tangan dinas/instansi yang
baku yaitu dinas/instansi mengirim lembar jawaban bersangkutan.
pengaduan kepada P5 kemudian P5 menyampaikan Pendapat mengenai efektivitas dapat berbeda-
hasil penyelesaian itu kepada pengadu. beda tergantung dari sudut pandang pihak yang
Memperhatikan dinamika penanganan pengaduan berpendapat. Menurut salah seorang informan (wakil
yang dilakukan, P5 lebih bersifat sebagai pihak yang walikota), efektivitas P5 dapat diukur dari jumlah
menerima pengaduan dan mendistribusikan pengaduan pengaduan yang masuk. Besarnya jumlah pengaduan
dari masyarakat untuk kemudian diselesaikan oleh dinas/ yang masuk menunjukkan antusiasme masyarakat untuk
instansi yang dilaporkan tersebut. P5 tidak berwenang berpartisipasi melalui laporan pengaduannya. Sejak
melakukan tindakan penyelesaian atas pengaduan dibentuk bulan Agustus 2005 hingga Maret 2006, jumlah
tersebut, tetapi hanya sebagai perantara antara pengadu pengaduan yang diterima P5 mencapai 667 pengaduan
dengan pihak yang diadukan. Fungsi P5 lebih banyak dan terselesaikan sebanyak 594 pengaduan sehingga
memberikan informasi dari masyarakat kepada dinas/ persentase penyelesaian mencapai 89%. Salah satu sebab
instansi yang diadukan. Informasi mengenai kemajuan belum tertanganinya pengaduan dari masyarakat adalah
penyelesaian pengaduan dan informasi mengenai hasil lambatnya respon dari dinas/instansi yang diadukan
penyelesaian pengaduan. oleh warga masyarakat tersebut. Kepala Bawasda
Berdasarkan tangga partisipasi Arnstein (the ladder menyebutkan bahwa P5 sudah menindaklanjuti semua
of citizen participation), posisi P5 dapat ditempatkan pengaduan sehingga kinerjanya sudah optimal dan efektif
dalam tangga partisipasi ketiga yaitu informing (31 Mei 2006). Sementara itu, wakil ketua DPRD justru
(pemberian informasi). Penempatan pada tangga menyebutkan pengaduan masyarakat hanya ditampung
ini karena P5 lebih berfungsi untuk penyebarluasan saja oleh P5, tetapi tidak ada tindak lanjutnya.
informasi mengenai hak, tanggung jawab, dan pilihan “...Kadang-kadang hanya ditampung saja
masyarakat, seperti informasi mengenai bagaimana pengaduan itu, sementara realisasi (tindak
proses penyelesaian pengaduan dan persyaratan apa lanjutnya) memprihatinkan. Misalnya
saja yang perlu dipenuhi oleh pengadu, serta kebijakan masalah air di PDAM, banyak dikeluhkan
pemerintah yang terkait dengan pengaduan masyarakat oleh masyarakat dan melaporkan ke DPRD,
tetapi tidak dapat ditempatkan dalam anak tangga tapi tak terlihat adanya upaya perbaikan”.
keempat (consultation atau konsultasi), karena tidak (Wakil Ketua DPRD Kota Semarang, 6
memberi pilihan kepada pengadu serta tidak memberi April 2006)
kesempatan kepada pengadu untuk bernegosiasi dengan Pendapat yang cukup positif terhadap efektivitas P5
pihak yang diadukan. disampaikan oleh aktivis LSM dan sebagian masyarakat.
Kuatnya posisi P5 dalam memberikan informasi Aktivis LSM menyatakan P5 sudah cukup responsif
terlihat dari penyelesaian pengaduan berupa jawaban terhadap pengaduan masyarakat.
langsung dari petugas P5 atas pengaduan yang “Cukup responsif…Kalau pengadu
berupa pertanyaan atau pengaduan yang sama pernah mengadukan lewat telepon, pengadu
diselesaikan oleh dinas. Seperti disampaikan oleh Pokja akan dikontak ulang untuk menanyakan
P5 bahwa petugas P5 dapat langsung menanggapi duduk persoalannya dan membuat laporan
pengaduan yang berkait dengan keterlambatan pengaduan ke dinas yang diadukan. Tapi
pengurusan karena sistem administrasi kependudukan P5 ini ‘kan masih awal dan belum cukup
sedang dibenahi sehingga ada hambatan dalam punya kekuatan… mungkin kalau di support
penyelesaian KTP. dengan dukungan politik DPRD dan
Jika dianalisis dengan menggunakan konsep dari Walikota, maka bargaining position-nya
Burns, Hambleton & Hogget (the ladder of citizen akan meningkat dan diperhitungkan oleh
empowerment), posisi P5 berada pada tangga partisipasi dinas, sehingga dinas takut ke P5.” (25
yang keenam, yaitu genuine consultation (konsultasi Mei 2006)
sejati). Penempatan pada tangga partisipasi ini hanya Sementara sebagian warga masyarakat yang belum
dapat terjadi bila P5 melalukan proses penanganan puas atas kerja P5 karena ada yang terselesaikan dan
yang menggunakan fasilitasi yang mempertemukan ada yang tidak. Namun, masyarakat masih beranggapan
pengadu dan dinas/instansi yang diadukan. Penempatan P5 perlu ada sebagai ruang menyampaikan keluhan.
pada tangga partisipasi ini terlihat dari pengadu yang Sementara informan dari akademisi melihat perlu ada
dapat menyampaikan aspirasinya dalam suatu forum evaluasi untuk menilai efektifitas P5.
bersama. Namun karena forum itu bukan merupakan “…Saya ingin evaluasi dulu, berapa surat
forum pembuatan keputusan, maka kendali utamanya yang masuk, SMS yang masuk dan berapa
bukan di tangan masyarakat (pengadu), tetapi tetap di orang yang datang mengadu ke P5 dan
tangan dinas/instansi penyelenggara pelayanan publik. bagaimana proses penyelesaiannya.. Kalau
Pengadu mungkin dapat memasukkan aspirasinya dalam satu bulan tak ada pengaduan yang
untuk penyelesaian kasus pengaduan tersebut atau masuk, ini patut dipertanyakan. Lembaga
UTOMO, PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT MENGENAI PELAYANAN PUBLIK 166

ini populer atau tidak di masyarakat? Atau pengaduan. Dalam posisi seperti ini, penyelesaian
hanya sekadar ada untuk gagah-gagahan.” pengaduan sangat ditentukan oleh pihak lain di luar
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa efektifitas P5, yaitu dinas/instansi yang diadukan dan peran sekda
P5 sebagai instrumen partisipasi masyarakat dalam atau walikota.
pelayanan publik dipengaruhi oleh enam faktor. Keempat, peran kalangan masyarakat sipil yang
Pertama, kepemimpinan, khususnya Sukawi Sutarip direpresentasikan terutama oleh kalangan lembaga
sebagai Walikota Semarang. Pentingnya faktor swadya masyarakat (LSM). LSM berperan sebagai
kepemimpinan ini terlihat dari saat awal dibentuknya katalisator bagi masyarakat untuk menyampaikan
P5. Lembaga nonstruktural ini dibentuk pada tanggal pengaduannya. Kepada LSM pula sebagian warga
5 Agustus 2005 dan mulai menjalankan kegiatannya masyarakat menyampaikan pengaduannya untuk
empat hari kemudian (9 Agustus 2005). Mengingat diteruskan kepada P5. Peran lain yang dimainkan LSM
pendiriannya dilakukan saat tahun anggaran berjalan, adalah menginformasikan keberadaan P5 kepada warga
tidak ada alokasi dana untuk P5. Walikota kemudian masyarakat.
berinisiatif untuk mengalokasikan dana operasional Kelima, momentum-momentum tertentu dapat
P5 dari pos bantuan tidak terduga. Kepemimpinan ini menjadi pendorong bagi warga masyarakat untuk
juga terlihat dari pemosisian walikota sebagai alat bantu mengadukan keluhannya. Misalnya pada momentum
untuk menekan (pressure) terhadap dinas/instansi agar penerimaan siswa baru (biasa disebut penerimaan
segera memberikan tanggapan terhadap pengaduan dari peserta didik), sebagian besar pengaduan yang masuk ke
masyarakat. Berdasarkan laporan dari P5 mengenai P5 menyangkut hal yang berkaitan dengan penerimaan
pengaduan masyarakat yang belum terselesaikan, siswa baru, seperti tingginya biaya yang dibebankan
walikota baik secara langsung ataupun melalui sekretaris sekolah, keluhan yang mempertanyakan mengapa
daerah (selanjutnya disebut sekda) akan mengirimkan anaknya tak diterima di suatu sekolah, padahal sudah
surat teguran kepada kepala dinas/instansi yang memenuhi persyaratan dan sejenisnya. Momentum
belum memberikan tanggapan atas pengaduan dari seperti ini mendorong masyarakat untuk berpartisipasi
masyarakat. Surat teguran ini cukup untuk menekan dengan mengajukan keluhannya pada P5.
kepala dinas/instansi segera menyelesaikan pengaduan Keenam, informasi yang terutama berhubungan
dari masyarakat. Walikota juga diketahui beberapa dengan sosialisasi mengenai keberadaan P5. Sosialisasi
kali melakukan briefing kepada kepala dinas/instansi P5 hingga saat ini dilakukan oleh kantor Infokom
mengenai pentingnya meningkatkan kinerja pelayanan, melalui surat kabar, TV lokal dan brosur. Oleh karena
termasuk penanganan pengaduan dari masyarakat. Pada itu, wajar ketika banyak masyarakat yang belum
briefing ini, walikota mengingatkan para kepala dinas mengetahui keberadaan P5. Apabila melihat anggaran
untuk meningkatkan pelayanan. Sebaliknya, walikota yang disediakan dalam APBD 2006, terlihat bahwa
akan memberikan sanksi penurunan jabatan bagi kepala anggaran untuk P5 memang terbatas jumlahnya yaitu
dinas yang tidak dapat meningkatkan pelayanannya. Rp 150 juta untuk satu tahun. Anggaran sejumlah itu
Kedua, regulasi dari tingkat nasional sampai daerah. digunakan untuk biaya operasional, seperti telepon,
Di tingkat nasional, partisipasi sudah mendapat tempat listrik, dan ATK termasuk kegiatan untuk pengecekan ke
melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 jo. UU Nomor.32 lapangan. Hal ini yang menjadi alasan belum dilakukan
Tahun 2004 dan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang sosialisasi kepada masyarakat secara tatap muka.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang Dengan memperhatikan pencapaian partisipasi
memberi landasan bagi partisipasi masyarakat dalam menurut tangga partisipasi Arnstein dan Burns,
perencanaan pembangunan daerah. Selain itu Keputusan Hambleton & Hogget serta memperhatikan faktor-faktor
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara yang mempengaruhi P5, perlu dilakukan beberapa hal
(MenPAN) Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman untuk meningkatkan kekuatan P5: (1) kepemimpinan
Umum Pelayanan Publik yang memuat salah satu asas yang akomodatif; (2) memperjelas kewenangan P5;
pelayanan publik, yaitu partisipatif juga dijadikan salah (3) penumbuhan kultur civil society; (4) sosialisasi; (5)
satu landasan hukum, sedangkan di tingkat daerah sudah memanfaatkan forum pertemuan warga; (6) peningkatan
ada Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2005 momentum; dan (7) penggunaan sarana teknologi
tentang Pelayanan Publik, SK Walikota Semarang informasi.
mengenai Standar Pelayanan Minimal (SPM) di tiap
dinas/instansi, dan Peraturan Walikota Semarang Nomor KESIMPULAN
11 Tahun 2005 mengenai Pembentukan P5.
Ketiga, kewenangan yang dimiliki organisasi. Pengaduan masyarakat mengenai pelayanan publik
Kewenangan P5 meliputi fasilitasi dan melakukan di Kota Semarang dipusatkan untuk ditangani oleh
mediasi, menerima dan mengolah pengaduan serta P5. Lembaga nonstruktural ini membantu walikota
memantau dan mengevaluasi penyelesaian pengaduan. dalam mengkoordinasikan penyelesaian pengaduan
Dengan kata lain, peran P5 hanya sebatas distribusi dan masyarakat. Meskipun P5 merupakan pusat penanganan
pemantauan atas penyelesaian pengaduan dan tidak pengaduan, penyelesaian pengaduan masyarakat lebih
memiliki kewenangan untuk terlibat dalam penyelesaian banyak tergantung kepada dinas/instansi yang diadukan.
167 Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 15, No. 3, Sept—Des 2008, hlm. 161-167

Hal ini terjadi karena P5 tak memiliki wewenang untuk Administrasi dan Organisasi, Bisnis dan Birokrasi, Vol. 15,
menyelesaikan sendiri pengaduan masyarakat tersebut, No. 2 (Mei).
kecuali bila pengaduan tersebut merupakan pertanyaan Beteille, Andre. 1999. Empowerment. Economic and Political Weekly,
yang dapat dijawab oleh P5 berdasarkan informasi yang Vol. 34, No. 10/11 (Maret).
dimiliki. Burns, Danny, Robin Hambleton & Paul Hoggett. 1994. The Politics
Penilaian mengenai efektivitas P5 sebagai instrumen of Decentralization: Revitalising Local Democracy. London: The
partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik Macmillan Press, Ltd.
ditentukan oleh sudut pandang dan kepuasan dari Cahn, Edgar S & Barry A. Passet. 1971. Citizen Participation:
stakeholder yang berhubungan dengan P5. Stakeholder Effecting Community Change. New York: Praeger Publishers.
pejabat pemerintah menganggap P5 efektif karena dapat Church, John et al. 2002. Citizen Participation in Health Decision-
memberi umpan balik untuk perbaikan pelayanan publik Making: Past Experience and Future Prospects. Journal of Public
yang diselenggarakan, sedangkan warga masyarakat Health Policy, Vol. 23, No. 1.
dan LSM menilai keberadaan P5 sebagai sesuatu yang Dwiyanto, Agus dkk. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia.
positif meskipun tak semuanya menganggap efektif. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan
Kalangan DPRD relatif tak banyak mengetahui P5 Universitas Gadjah Mada.
meskipun sebagian mendengar bahwa penyelesaian Hoessein, Bhenyamin. 2002. Kebijakan Desentralisasi Jurnal
penanganan P5 belum efektif. Apabila dilihat dari Administrasi Negara, Vol. II No. 2 (Maret).
teori tangga partisipasi dari Arnstein (the ladder of Inarto, Agoes, 2003. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik : Dalam
citizen participation) tampak bahwa tingkat partisipasi Rangka Mengatasi Krisis Kepercayaan Pemerintah. Jurnal
masyarakat yang dapat dicapai melalui keberadaan P5 Manajemen Pembangunan, Nomor 43/III/Tahun XII.
berada pada tingkat pertanda adanya partisipasi (degree Lembaga Penelitian SMERU. 2002. Dampak Desentralisasi dan
of tokenism) yang ditandai oleh tangga informing Otonomi Daerah atas Kinerja Pelayanan Publik, Jakarta.
(pemberian informasi) dan consultation (konsultasi). Marschall, Melissa J. 2004. Citizen Participation and the Neighborhood
Pencapaian tingkat ini tergantung dari cara penanganan Context: A New Look at the Coproduction of Local Public Goods.
yang dilakukan P5. Apabila dilihat dari tangga Political Research Quarterly, Vol. 57, No. 2 (June).
pemberdayaan dari Burns, Hambleton dan Hogget (the Muluk, M. R. Khairul. 2006. Menggagas Tangga Partisipasi
ladder of citizen empowerment) tingkat partisipasi yang Baru Dalam Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jurnal Ilmu
dicapai berada pada tingkat non partisipasi warga (citizen Administrasi dan Organisasi, Bisnis dan Birokrasi, Vol. 14,
non-participation) yang ditandai oleh pencapaian No. 4 (Desember).
tangga customer care (pemeliharaan pelanggan) dan Neuman, W. Lawrence. 2003. Social Research Methods: Qualitative
tingkat partisipasi warga (citizen participation) melalui and Quantitative Approaches 5th ed. USA. Boston: Allyn and
anak tangga genuine consultation (konsultasi sejati). Bacon Peason Education, Inc.
Meskipun hasil yang diperoleh melalui dua teori tersebut Persell, Caroline Hodges, Adam Green, Liena Gurevich. 2001. Civil
sedikit berbeda, tampak bahwa tingkat partisipasi yang Society, Economic Distress, and Social Tolerance. Sociological
dicapai belum ideal karena masyarakat hanya mampu Forum, Vol. 16, No. 2 (June).
mempengaruhi penyediaan pelayanan publik, tetapi Rowe, Gene dan Lynn J. Frewer. 2004. Evaluating Public-Participation
tak dapat mempengaruhi desain dan kebijakan dari Exercises: A Research Agenda. Science, Technology, & Human
pelayanan publik tersebut. Values, Vol. 29, No. 4 (Autumn).
Schneider, Hartmut & Marie-Helene Libercier. 1995. Participatory
DAFTAR PUSTAKA Development from Advocacy to Action. Paris: OECD.
Tim Peneliti FIKB. 2002. Partisipasi Masyarakat dalam
Baedhowi. 2007. Revitalisasi Sumber Daya Aparatur Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah dalam Inovasi: Refleksi
Rangka Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik. Jurnal Ilmu Otonomi Daerah. Vol 3, Juni-Agustus.

You might also like