You are on page 1of 10

Ti

n j
auanpust
aka

MANAJEMEN PERIOPERATIF PADA HIPERTENSI

MadeW i
ryana

Bagian/SM F I
lmuAnest
esidanReanimasiFK Unud/RSUPSanglahDenpasar

e-mail: wiryana_made@yahoo.com

SUM M ARY

PERI
OPERATI
VE M ANAGEM ENT OF HYPERTENSI
ON

Hyper
tensi
o ni
sal
eadingcauseofdeat
handt
h emostfr
equentpreoper
ati
v eabnormal
ityi
nsurgicalpat
ients,andbecome

maj
o rr
iskf
act
o rf
o rcar
d i
ac,cer
ebral
,renalandvasculardiseaseduri
n gi
n t
raoper
ati
v eorpost
-oper
ati
v eper
iode.Agressi
v e

contr
o l
ledhyper
tensi
o nwi
lldecr
easecompli
cat
ionsduet
othedamageofendorgans.Consequencesbyt
akinganti
-hyper
tensi
v e

agentsi
sthei
n t
eract
ionwi
thothermedicat
ionst
h atbei
n gusedduri
n gsurger
y.Consi
d er
ati
o nmustbet
akenespeci
all
yduet
othe

hal
fli
feandadjust
mentdoseoft
h i
smedicat
ions.TheNat
ionalCommi
ttee7(
JNC 7)onpreventi
o n,det
ect
ion,eval
u at
ionand

t
reat
mentofhighbloodpressure2003,degreeofhyper
tensi
o ncanbecl
assi
fiedi
n t
opre-hyper
tensi
o n(
120-139/80-89),hyper
ten-

si
o nst
age1 (
140-159/90-99mmHg)andhyper
tensi
o nst
age2(
syst
o l
icpressure ≥ 160mmHgordiastolicpressure≥ 100mmHg).
Accordingt
otheet
iology,hyper
tensi
o ncanbecl
assi
fiedi
n t
opri
mar
yhyper
tensi
o n(
8 0-95% )andsecondar
yhyper
tensi
o n(
10-

15% )duet
othecauses.Usual
lyhyper
tensi
o nal
wayshasassoci
ati
o n wi
thabnormal
ityofsympat
h et
icact
ivit
y,i
n cr
easi
n gt
h e

pher
ipher
alvascularr
esi
stance(
SVR)ori
n cr
easi
n gbothoft
h em.Butthemostcommoncauseofhyper
tensi
o ni
sincr
easi
n gt
h e

pher
ipher
alvascularr
esi
stance.Managementper
ioper
ati
v eofhyper
tensi
o ni
n cl
u deseval
u at
ionandopti
mal
isedpat
ientscondi-

t
ionpreoper
ati
v e,managementpat
ientswhounderi
n f
luencedofanest
h et
icagentsandt
reat
mentpostoper
ati
v e.Pat
ientwi
th

hyper
tensi
o ni
n cl
inet
ohavei
n st
abil
ityhaemodinami
candmoresensi
tivet
oanest
h esi
aandsurger
yprocedures,socar
efullmust

bet
akenatthebeginningofanest
h esi
aandsurger
yunti
l postoper
ati
v el
y,especi
all
ytocontr
o lhemodynami
c.Thebestmonit
o r
-

i
n gf
o rpat
ientwi
thhyper
tensi
o ni
sbyusi
n gsuit
ableanest
h et
ict
echniques,anest
h et
icagentsandanti
h yper
tensi
v eagents.Post

oper
ati
v ehyper
tensi
o ncanbehappenedduet
osever
alf
act
o r
ssuchas,i
n adequat
eanti
h yper
tensi
v eagents,r
espir
atorydist
u r
-

bance,pai
n ,f
luidover
load,ordist
endedoft
h ebladder
.Excel
lentper
ioper
ati
v emanagementofhyper
tensi
o npat
ientsbef
o r
e

surger
ywi
lldecr
easemorbidit
yandmort
ali
tyr
ate.

Keywords:per
ioper
ati
v emanagementofhyper
tensi
o n,hyper
tensi
v edisease

PENDAHULUAN diperolehdariFramingham HeartStudy menyat


akan

bahwa preval
ensihipert
ensit
etapakan meningkat

Hi
per
tensiadal
ahpenyaki
tyangumum di
jumpai
. meski
puns
u dahdi
lakukandet
eksidi
nidengandi
lakukan

Di
per
k i
rakans
a t
udar
iempatpopul
asidewasadiAmer
ika pengukurant
ekanandar
ah(
TD)s
e car
ater
atur. Pada

atausekit
a r60j
u t
aindividudanhampir1 mi
lyar popul
a si berkul
it put
ih di
tem ukan ham pi
r 1/
5

pendudukduni
amender
itahi
per
tensi
,denganmayori
tas mempunyait
ekanandar
ahs
ist
oli
k(TDS)l
ebi
hbesardar
i

dar
ipopul
asii
nimempunyair
isi
koyangt
inggiunt
uk 160/
95mmHgdanhampi
r s
e par
u hnyamempunyaiTDS

l
ebihbesardar
i140/90 mmHg. Pr
eval
ensihiper
tensi
1-4
mendapat
k ankompli
k asikardiovaskuler
. Dat
ayang

J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 2 Mei 2008


144
2,5
tertinggi ditemukan pada populasi bukan kulit putih. of high blood pres
sure tahun 2003, klasifikasi hipertensi

Hipertensi yang tidak terkontrol yang dibiarkan lama dibagi atas prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan 2 (lihat

akan mempercepat terjadinya arterosklerosis dan tabel 1).

hipertensi sendiri merupakan faktor risiko mayor

terjadinya penyakit-penyakit jantung, serebral, ginjal dan


2
Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC 7

3
vaskuler. Pengendalian hipertensi yang agresif akan

menurunkan komplikasi terjadinya infark miokardium, Klasifikasi TD TDS (mmHg) TDD (mmHg)

gagal jantung kongestif, stroke, gagal ginjal, penyakit

oklusi perifer dan diseksi aorta, sehingga morbiditas Normal <120 dan <80

3,6
dapat dikurangi. Konsekuensi dari penggunaan obat- Prehipertensi 120-139 atau 80-89

obat antihipertensi yang rutin mempunyai potensi Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99

terjadinya interaksi dengan obat-obat yang digunakan Hipertensi derajat 2 ≥160 atau ≥100
selama pembedahan. Banyak jenis obat-obatan yang

harus tetap dilanjutkan selama periode perioperatif, TD, Tekanan Darah;TDS, Tekanan Darah Sistolik;TDD, Tekanan

dimana dosis terakhir diminum sampai dengan 2 jam darah diastolik.

sebelum prosedur pembedahan dengan sedikit air dan


Klasifikasi di atas untuk dewasa 18 tahun ke atas.
dilanjutkan kembali pada saat pemulihan dari pengaruh
Hasil pengukuran TD dipengaruhi oleh banyak faktor,
7
anestesia. Tingginya angka penderita hipertensi dan
termasuk posisi dan waktu pengukuran, emosi, aktivitas,
bahayanya komplikasi yang bisa ditimbulkan akibat
obat yang sedang dikonsumsi dan teknik pengukuran
hipertensi ini menyebabkan pentingnya pemahaman para
TD. Kriteria ditetapkan setelah dilakukan 2 atau lebih
ahli anestesia dalam manajemen selama periode
pengukuran TD dari setiap kunjungan dan adanya
perioperatif. Periode perioperatif dimulai dari hari
3
riwayat peningkatan TD darah sebelumnya. Penderita
dimana dilakukannya evaluasi prabedah, dilanjutkan
dengan klasifikasi prehipertensi mempunyai
periode selama pembedahan sampai pemulihan pasca
progresivitas yang meningkat untuk menjadi hipertensi.
1,7
bedah.
Nilai rentang TD antara 130-139/80-89 mmHg

mempunyai risiko 2 kali berkembang menjadi hipertensi


DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI HIPERTENSI
dibandingkan dengan nilai TD yang lebih rendah dari

2
nilai itu. Di samping itu klasifikasi hipertensi
Diagnosis suatu keadaan hipertensi dapat ditegak-
berdasarkan penyebabnya, dapat dibagi dalam 2
kan bila ditemukan adanya peningkatan tekanan arteri
5,8
penyebab dasar, yaitu sebagai berikut:
diatas nilai normal yang diperkenankan berdasarkan
1. Hipertensi primer (esensial, idiopatik).
umur, jenis kelamin dan ras. Batas atas tekanan darah
2. Hipertensi sekunder:

normal yang diijinkan adalah sebagai berikut :


A. Hipertensi sistolik dengan tekanan nadi melebar:

Dewasa 140/90 mmHg


• Regurgitasi aorta, tirotoksikosis, PDA.

Dewasa muda (remaja) 100/75 mmHg B. H i p e r t e n s i sistolik dan diastolik dengan

Anak usia prasekolah 85/55 mmHg peningkatan SVR:

Anak < 1 tahun (infant) 70/45 mmHg • Renal: glomerulonefritis akut dan kronis,

Menurut The Joint National Committee 7 (JNC pyelonefritis, polikistik ginjal, stenosis arteri

7) on prevention, detection, evaluation, and treatment renalis.

Manajemen Perioperatif pada Hipertensi


145
Made Wiryana
3
• Endokrin: Sindroma Chusing, hiperplasia hipertensi dipertahankan pada tekanan yang tinggi.

adrenal congenital, sindroma Conn Tekanan darah berbanding lurus dengan curah jantung

(hiperaldosteronisme primer), phaeochro- dan SVR, dimana persamaan ini dapat dirumuskan den-

1,9
macytoma, hipotiroidisme. gan menggunakan hukum Law, yaitu:

• Neurogenik: peningkatan TIK, psikis (White

Coat Hypertension), porfiria akut, tanda-tanda BP = CO x SVR

keracunan.

• Penyebab lain: c o a rc t a t i o n dari aorta, Secara fisiologis TD individu dalam keadaan nor-

polyarteritis nodosa, hiperkalsemia, mal ataupun hipertensi, dipertahankan pada CO atau

peningkatan volume intravaskuler (overload). SVR tertentu. Secara anatomik ada 3 tempat yang

mempengaruhi TD ini, yaitu arterial, vena-vena post

PATOGENESIS TERJADINYA HIPERTENSI kapiler (venous capacitance) dan jantung. Sedangkan

ginjal merupakan faktor keempat lewat pengaturan

Hanya berkisar 10-15% kasus hipertensi yang volume cairan intravaskuler (gambar 1). Hal lain yang

diketahui penyebabnya secara spesifik. Hal ini penting ikut berpengaruh adalah baroreseptor sebagai pengatur

menjadi bahan pertimbangan karena beberapa dari ka- aktivitas saraf otonom, yang bersama dengan mekanisme

sus-kasus hipertensi tersebut bisa dikoreksi dengan te- humoral, termasuk sistem rennin-angiotensin-aldosteron

rapi definitif pembedahan, seperti penyempitan arteri akan menyeimbangkan fungsi dari keempat tersebut.

renalis, coarctation dari aorta, pheochromocytoma, Faktor terakhir adalah pelepasan hormon-hormon lo-

s disease, akromegali, dan hipertensi dalam


cushing’ kal yang berasal dari endotel vaskuler dapat juga

kehamilan. Sedangkan hipertensi yang tidak diketahui mempengaruhi pengaturan SVR. Sebagai contoh, nitro-

penyebabnya sering disebut sebagai hipertensi esensial. gen oksida (NO) berefek vasodilatasi dan endotelin-1

9
Hipertensi esensial menduduki 80-95% dari kasus-ka- berefek vasokonstriksi.

1,3,9,10
sus hipertensi. Secara umum hipertensi selalu

dihubungkan dengan ketidaknormalan peningkatan

aktivitas simpatis, yaitu terjadi peningkatan baseline dari

curah jantung (CO), seperti pada keadaan febris,

hipertiroidisme atau terjadi peningkatan resistensi

pembuluh darah perifer (SVR) atau kedua-duanya.

Peningkatan SVR merupakan penyebab hipertensi pada

1,3
mayoritas penderita hipertensi. Pola perkembangan

terjadinya hipertensi, awalnya CO meningkat, tetapi

SVR dalam batas-batas normal. Ketika hipertensi

semakin progresif, CO kembali normal tetapi SVR

meningkat menjadi tidak normal. Afterload jantung yang

meningkat secara kronis menghasilkan LVH (left

ventricle hypertrophy) dan merubah fungsi diastolik.

Hipertensi juga merubah autoregulasi serebral sehingga


Gambar 1. Anatomi tempat bekerjanya obat-obat
9
cerebral blood flow (CBF) normal untuk penderita antihipertensi dalam tubuh

J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 2 Mei 2008


146
FARMAKOLOGI DASAR OBAT-OBAT • Penilaian ada tidaknya kerusakan atau komplikasi

ANTIHIPERTENSI target organ yang telah terjadi.

• Penilaian yang akurat tentang status volume cairan

Obat antihipertensi bekerja pada reseptor tertentu tubuh penderita.


8,9
yang tersebar dalam tubuh. Kategori obat • Penentuan kelayakan penderita untuk dilakukan

antihipertensi dibagi berdasarkan mekanisme atau tindakan teknik hipotensi, untuk prosedur

prinsip kerjanya, yaitu: pembedahan yang memerlukan teknik hipotensi.

1. Diuretika, menurunkan TD dengan cara mengurangi Semua data-data di atas bisa didapat dengan

natrium tubuh dan volume darah, sehingga CO melakukan anamnesis riwayat perjalanan penyakitnya,

berkurang. Contohnya: golongan thiazide, loop pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan prosedur

diuretics. diagnostik lainnya.


2,11
Penilaian status volume cairan

2. Golongan simpatolitik / simpatoplegik, menurunkan tubuh adalah menyangkut apakah status hidrasi yang

TD dengan cara menumpulkan refleks arkus dinilai merupakan yang sebenarnya ataukah suatu relatif

simpatis sehingga menurunkan resistensi pembuluh hipovolemia (berkaitan dengan penggunaan diuretika

darah p e r i f e r, menghambat fungsi kardiak, dan vasodilator). Disamping itu penggunaan diuretika

meningkatkan pengisian vena sehingga terjadi penu- yang rutin, sering menyebabkan hipokalemia dan

runan CO. Contohnya: beta dan alpha blocker, hipomagnesemia yang dapat menyebabkan peningkatan

methyldopa dan clonidine, ganglion blocker, dan risiko terjadinya aritmia.


5,11,12
Untuk evaluasi jantung,

post ganglionic symphatetic blocker (reserpine, EKG dan x-ray toraks akan sangat membantu. Adanya

guanethidine). LVH dapat menyebabkan meningkatnya risiko iskemia

3. Vasodilator langsung, menurunkan TD dengan cara miokardial akibat ketidak seimbangan antara suplai dan

relaksasi otot-otot polos vaskuler. Contoh: nitrop- kebutuhan oksigen. Untuk evaluasi ginjal, urinalisis,

russide, hydralazine, calcium channel blocker. serum kreatinin dan BUN sebaiknya diperiksa untuk

4. Golongan penghambat produksi atau aktivitas


memperkirakan seberapa tingkat kerusakan parenkim

Angiotensin, penghambatan ini menurunkan


ginjal. Jika ditemukan ternyata gagal ginjal kronis, maka

resistensi perifer dan volume darah, yaitu dengan


adanya hiperkalemia dan peningkatan volume plasma
menghambat angiotensin I menjadi angiotensin II
perlu diperhatikan. Untuk evaluasi serebrovaskuler,
dan menghambat metabolisme dari bradikinin.
riwayat adanya stroke atau TIA dan adanya retinopati

5
hipertensi perlu dicatat. Tujuan pengobatan hipertensi
MANAJEMEN PERIOPERATIF PENDERITA
adalah mencegah komplikasi kardiovaskuler akibat
HIPERTENSI
tingginya TD, termasuk penyakit arteri koroner, stroke,

C H F, aneurisme arteri dan penyakit ginjal.


Peni
laian Preoperati
fdan Persi
a pan Preoperati
f
Diturunkannya TD secara farmakoligis akan
Penderi
ta Hi
pert
ens
i
menurunkan mortalitas akibat penyakit jantung sebesar
Penilaian preoperatif penderita-penderita
21%, menurunkan kejadian stroke sebesar 38%,
hipertensi esensial yang akan menjalani prosedur
11
menurunkan penyakit arteri koronaria sebesar 16%.
pembedahan, harus mencakup 4 hal dasar yang harus

10,11
dicari, yaitu:

Pert
im banganAnest
esi
aPenderi
taHi
pertensi
• Jenis pendekatan medikal yang diterapkan dalam

Sampai saat ini belum ada protokol untuk


terapi hipertensinya.

Manajemen Perioperatif pada Hipertensi


147
Made Wiryana
penentuan TD berapa sebaiknya yang paling tinggi yang dengan pemberian obat antihipertensi yang bersifat ra-

16
sudah tidak bisa ditoleransi untuk dilakukannya pid acting. Perlu dipahami bahwa penderita hipertensi

12,13
penundaan anestesia dan operasi. Namun banyak cenderung mempunyai respon TD yang berlebihan pada

literatur yang menulis bahwa TDD 110 atau 115 adalah periode perioperatif. Ada 2 fase yang harus menjadi

cut-off point untuk mengambil keputusan penundaan pertimbangan, yaitu saat tindakan anestesia dan

11,12
anestesia atau operasi kecuali operasi emergensi. postoperasi. Contoh yang sering terjadi adalah hipertensi

Kenapa TD diastolik (TDD) yang dijadikan tolak ukur, akibat laringoskopi dan respons hipotensi akibat

karena peningkatan TD sistolik (TDS) akan meningkat pemeliharaan anestesia. Pasien hipertensi preoperatif

seiring dengan pertambahan umur, dimana perubahan yang sudah dikontrol tekanan darahnya dengan baik akan

ini lebih dianggap sebagai perubahan fisiologik mempunyai hemodinamik yang lebih stabil

11,13,14
dibandingkan patologik. Namun beberapa ahli dibandingkan yang tidak dikontrol dengan baik..

menganggap bahwa hipertensi sistolik lebih besar

risikonya untuk terjadinya morbiditas kardiovaskuler Perlengkapan Monitor

dibandingkan hipertensi diastolik. Pendapat ini muncul Berikut ini ada beberapa alat monitor yang bisa

5
karena dari hasil studi menunjukkan bahwa terapi yang kita gunakan serta maksud dan tujuan penggunaanya:

dilakukan pada hipertensi sistolik dapat menurunkan • EKG: minimal lead V5 dan II atau analisis multipel

risiko terjadinya stroke dan MCI pada populasi yang lead ST, karena pasien hipertensi punya risiko tinggi

berumur tua. Dalam banyak uji klinik, terapi untuk mengalami iskemia miokard.

antihipertensi pada penderita hipertensi akan • TD: monitoring secara continuous TD adalah

menurunkan angka kejadian stroke sampai 35%-40%, esensial kateter Swan-Ganz: hanya digunakan untuk

infark jantung sampai 20-25% dan angka kegagalan jan- penderita hipertensi dengan riwayat CHF atau MCI

2,12
tung diturunkan sampai lebih dari 50%. Menunda berulang.

operasi hanya untuk tujuan mengontrol TD mungkin • Pulse oxymeter: digunakan untuk menilai perfusi dan

tidak diperlukan lagi khususnya pada pasien dengan oksigenasi jaringan perifer.

kasus hipertensi yang ringan sampai sedang. Namun • Analizer end-tidal CO2: Monitor ini berguna untuk

pengawasan yang ketat perlu dilakukan untuk menjaga membantu kita mempertahankan kadar CO2.

kestabilan hemodinamik, karena hemodinamik yang la- • Suhu atau temperature.

bil mempunyai efek samping yang lebih besar terhadap

kardiovaskular dibandingkan dengan penyakit Premedikasi

hipertensinya itu sendiri. Penundaan operasi dilakukan Premedikasi dapat menurunkan kecemasan

apabila ditemukan atau diduga adanya kerusakan target preoperatif penderita hipertensi. Untuk hipertensi yang

organ sehingga evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan ringan sampai dengan sedang mungkin bisa

15
sebelum operasi. The American Heart Association / menggunakan ansiolitik seperti golongan benzodiazepin

American College of C a rd i o l o g y (AHA/ACC) atau midazolam. Obat antihipertensi tetap dilanjutkan

mengeluarkan acuan bahwa TDS ≥ 180 mmHg dan/atau sampai pada hari pembedahan sesuai jadwal minum obat

TDD ≥ 110 mmHg sebaiknya dikontrol sebelum dengan sedikit air non partikel. Beberapa klinisi

dilakukan operasi, terkecuali operasi bersifat urgensi. menghentikan penggunaan ACEinhibitor dengan alasan

Pada keadaan operasi yang sifatnya urgensi, TD dapat bisa terjadi hipotensi intraoperatif.

dikontrol dalam beberapa menit sampai beberapa jam

J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 2 Mei 2008


148
3
Induksi Anestesi penderita hipertensi. Untuk pemilihan pelumpuh otot

Induksi anestesia dan intubasi endotrakea sering vekuronium atau cis-atrakurium lebih baik dibandingkan

menimbulkan goncangan hemodinamik pada pasien atrakurium atau pankuronium. Untuk volatile,

hipertensi. Saat induksi sering terjadi hipotensi namun sevofluran bisa digunakan sebagai obat induksi secara

8,10
saat intubasi sering menimbulkan hipertensi. Hipotensi inhalasi.

diakibatkan vasodilatasi perifer terutama pada keadaan

kekurangan volume intravaskuler sehingga preloading Pemeliharaan Anestesia dan Monitoring

cairan penting dilakukan untuk tercapainya Tujuan pencapaian hemodinamik yang diinginkan

normovolemia sebelum induksi. Disamping itu hipotensi selama pemeliharaan anestesia adalah meminimalkan

juga sering terjadi akibat depresi sirkulasi karena efek terjadinya fluktuasi TD yang terlalu l e b a r.

dari obat anestesi dan efek dari obat antihipertensi yang Mempertahankan kestabilan hemodinamik selama peri-

sedang dikonsumsi oleh penderita, seperti ACE inhibitor ode intraoperatif adalah sama pentingnya dengan

3,8,10 10
dan angiotensin receptor blocker. Hipertensi yang pengontrolan hipertensi pada periode preoperatif. Pada

terjadi biasanya diakibatkan stimulus nyeri karena hipertensi kronis akan menyebabkan pergeseran kekanan

laringoskopi dan intubasi endotrakea yang bisa autoregulasi dari serebral dan ginjal. Sehingga pada

menyebabkan takikardia dan dapat menyebabkan penderita hipertensi ini akan mudah terjadi penurunan

iskemia miokard. Angka kejadian hipertensi akibat aliran darah serebral dan iskemia serebral jika TD

tindakan laringoskopi-intubasi endotrakea bisa mencapai diturunkan secara tiba-tiba. Terapi jangka panjang den-

25%. Dikatakan bahwa durasi laringoskopi dibawah 15 gan obat antihipertensi akan menggeser kembali kurva

detik dapat membantu meminimalkan terjadinya autregulasi kekiri kembali ke normal. Dikarenakan kita

fluktuasi hemodinamik Beberapa teknik dibawah ini bisa tidak bisa mengukur autoregulasi serebral sehingga ada

8
dilakukan sebelum tindakan laringoskopi-intubasi untuk beberapa acuan yang sebaiknya diperhatikan, yaitu:

3,10
menghindari terjadinya hipertensi. • Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas

• Dalamkan anestesia dengan menggunakan gas bawah yang maksimal yang dianjurkan untuk

volatile yang poten selama 5-10 menit. penderita hipertensi.

• Berikan opioid (fentanil 2,5-5 mikrogram/kgbb, • Penurunan MAP sebesar 55% akan menyebabkan

alfentanil 15-25 mikrogram/kgbb, sufentanil 0,25- timbulnya gejala hipoperfusi otak.

0,5 mikrogram/kgbb, atau ramifentanil 0,5-1 mikro- • Terapi dengan antihipertensi secara signifikan

gram/kgbb). menurunkan angka kejadian stroke.

• Berikan lidokain 1,5 mg/kgbb intravena atau • Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi

intratrakea. ginjal, kurang lebih sama dengan yang terjadi pada

• Menggunakan beta-adrenergik blockade dengan serebral.

esmolol 0,3-1,5 mg/kgbb, propanolol 1-3 mg, atau Anestesia aman jika dipertahankan dengan

labetatol 5-20 mg). berbagai teknik tapi dengan memperhatikan kestabilan

• Menggunakan anestesia topikal pada airway. hemodinamik yang kita inginkan. Anestesia dengan

Pemilihan obat induksi untuk penderita volatile (tunggal atau dikombinasikan dengan N O),
2

hipertensi adalah bervariasi untuk masing-masing klinisi. anestesia imbang (balance anesthesia) dengan opioid +

Propofol, barbiturate, benzodiazepine dan etomidat N O +pelumpuh otot, atau anestesia total intravena bisa
2

3
tingkat keamanannya adalah sama untuk induksi pada digunakan untuk pemeliharaan anestesia. Anestesia re-

Manajemen Perioperatif pada Hipertensi


149
Made Wiryana
Labetatol 5-20 mg 1-2 menit 4-8 jam
gional dapat dipergunakan sebagai teknik anesthesia,
Propanolol 1-3 mg 1-2 menit 4-6 jam
namun perlu diingat bahwa anestesia regional sering
Trimethapane 1-6 mg/menit 1-3 menit 10-30 menit

menyebabkan hipotensi akibat blok simpatis dan ini Phentolamine 1-5 mg 1-10 menit 20-40 menit

Diazoxide 1-3 mg/kgbb perlahan 2-10 menit 4-6 jam


sering dikaitkan pada pasien dengan keadaan
Hydralazine 5-20 mg 5-20 menit 4-8 jam

10
hipovolemia. Jika hipertensi tidak berespon terhadap Nifedipine

(sublingual) 10 mg 5-10 menit 4 jam


obat-obatan yang direkomendasikan, penyebab yang lain
Methyldopa 250-1000 mg 2-3 jam 6-12 jam

harus dipertimbangkan seperti phaeochromacytoma, Nicardipine 0,25-0,5 mg5-

15 mg/jam 1-5 menit 3-4 jam


17
carcinoid syndrome dan tyroid storm. Kebanyakan
Enalaprilate 0,625-1,25 mg 6-15 menit 4-6 jam

penderita hipertensi yang menjalani tindakan operasi Fenoldopam 0,1-1,6 mg/kgbb/menit 5 menit 5 menit

tidak memerlukan monitoring yang khusus. Monitor-

ing intra-arterial secara langsung diperlukan terutama Pemilihan obat antihipertensi tergantung dari

untuk jenis operasi yang menyebabkan perubahan berat, akut atau kronik, penyebab hipertensi, fungsi

preload dan afterload yang mendadak. EKG diperlukan baseline ventrikel, heart rate dan ada tidaknya penyakit

untuk mendeteksi terjadinya iskemia jantung. Produksi bronkospastik pulmoner dan juga tergantung dari tujuan

urine diperlukan terutama untuk penderita yang dari pengobatannya atau efek yang diinginkan dari

mengalami masalah dengan ginjal, dengan pemasangan pemberian obat tersebut (lihat tabel 3).
3,19
Berikut ini

kateter urine, untuk operasi-operasi yang lebih dari 2 ada beberapa contoh sebagai dasar pemilihan obat yang

jam. Kateter vena sentral diperlukan terutama untuk akan digunakan:


3

memonitoring status cairan pada penderita yang • Beta-adrenergik blockade: digunakan tunggal atau

m e m p u n y a i d i sf u n g si v e n t r i k e l k i r i a t a u a d a n y a tambahan pada pasien dengan fungsi ventrikuler


3,10
kerusakan end organ yang lain. yang masih baik dan dikontra indikasikan pada

bronkospastik.

Hipertensi Intraoperatif • Nicardipine: digunakan pada pasien dengan penyakit

Hipertensi pada periode preoperatif mempunyai bronkospastik.

risiko hipertensi juga pada periode anestesia maupun • Nifedipine: refleks takikardia setelah pemberian
13
saat pasca bedah. Hipertensi intraoperatif yang tidak sublingual sering dihubungkan dengan iskemia

berespon dengan didalamkannya anestesia dapat diatasi miokard dan antihipertensi yang mempunyai onset

dengan antihipertensi secara parenteral (lihat tabel 2), yang lambat.

namun faktor penyebab bersifat reversibel atau bisa • Nitroprusside: onset cepat dan efektif untuk terapi

diatasi seperti anestesia yang kurang dalam, hipoksemia intraoperatif pada hipertensi sedang sampai berat.
3
atau hiperkapnea harus disingkirkan terlebih dahulu. • Nitrogliserin: mungkin kurang efektif, namun bisa

Tabel 2. Antihipertensi parenteral untuk mengatasi digunakan sebagai terapi atau pencegahan iskemia
3
hipertensi akut miokard.

Nama Obat Rentang dosis Onset Durasi kerja


• Fenoldopam: dapat digunakan untuk memper-

Nitropruside 0,5-10 mcg/kgbb 30-60 detik 1-5menit tahankan atau menjaga fungsi ginjal.

• Hydralazine: bisa menjaga kestabilan TD, namun


Nitroglyserin 0,5-10 mcg/kgbb 1 menit 3-5 menit
obat ini juga punya onset yang lambat sehingga

Esmolol 0,5 mg/kgbb selama 1 menit 12-20 menit


menyebabkan timbulnya respon takikardia.
1 menit; 50-300 mcg/

kgbb/menit

J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 2 Mei 2008


150
19
Tabel 3. Golongan dan efek obat-obat antihipertensi hipertensi kronis sampai TDD melebihi 150 mmHg

sedangkan pada wanita hamil yang mengalami hipertensi

Golongan Obat Preload Afterload HR Kontrak- dapat mengalami tanda-tanda ensefalopati pada TDD <

tilitas 100 mmHg. Sehingga walaupun tidak ada gejala, wanita

Vasodilator hamil dengan TDD > 109 mmHg dianggap sebagai

Calsium Channel hipertensi emergensi dan memerlukan terapi segera. Bila

Blocker TD diturunkan secara cepat akan terjadi iskemia koroner

ACE inhibitor ? akut, sehingga MAP diturunkan sekitar 20% dalam 1

Beta-Blockers jam pertama, selanjutnya pelan-pelan diturunkan

sampai160/110 selama 2-6 jam. Tanda-tanda penurunan

HR:Heart Rate;ACE:Angiotensin Converting Enzime. TD ditoleransi dengan baik adalah selama fase ini tidak

8,10,20
ada tanda-tanda hipoperfusi target organ. Hipertensi

Krisis Hipertensi urgensi adalah situasi dimana TD meningkat tinggi

Dikatakan krisis hipertensi jika TD lebih tinggi secara akut, namun tidak ada bukti adanya kerusakan

dari 180/120 mmHg dan dapat dikategorikan dalam target organ. Gejala yang timbul dapat berupa sakit

hipertensi urgensi atau hipertensi emergensi, berdasarkan kepala, epitaksis atau ansietas. Penurunan TD yang

ada tidaknya ancaman kerusakan target organ atau segera tidak merupakan indikasi dan pada banyak kasus

kerusakan target organ yang progresif. Pasien dengan dapat ditangani dengan kombinasi antihipertensi oral

10,20
hipertensi sistemik kronis dapat mentoleransi TDS yang bertahap dalam beberapa hari.

lebih tinggi dibandingkan individu yang sebelumnya

normotensif dan lebih mungkin mengalami hipertensi Manaj


emen Postoperatif

10
yang sifatnya urgensi dibandingkan emergensi. Hal- Hipertensi yang terjadi pada periode pasca operasi

hal yang paling sering menimbulkan krisis hipertensi sering terjadi pada pasien yang menderita hipertensi

adalah antara lain karena penggunaan obat antihipertensi esensial. Hipertensi dapat meningkatkan kebutuhan

seperti clonidine, hiperaktivitas autonom, obat-obat oksigen miokard sehingga berpotensi menyebabkan

penyakit kolagen-vaskuler, glomerulonefritis akut, iskemia miokard, disritmia jantung dan CHF. Disamping

cedera kepala, neoplasia seperti pheokromasitoma, itu bisa juga menyebabkan stroke dan perdarahan ulang

preeclampsia dan eklampsia. Manifestasi klinis yang luka operasi akibat terjadinya disrupsi vaskuler dan dapat

timbul adalah sesuai dengan target organ yang rusak berkonstribusi menyebabkan hematoma pada daerah

8
akibat hipertensi ini. Krisis hipertensi terbagi atas luka operasi sehingga menghambat penyembuhan luka

3,10
hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Hipertensi operasi. Penyebab terjadinya hipertensi pasca operasi

emergensi adalah pasien dengan bukti adanya kerusakan ada banyak faktor, disamping secara primer karena

target organ yang sedang terjadi atau akut (ensefalopati, penyakit hipertensinya yang tidak teratasi dengan baik,

perdarahan intra serebral, kegagalan ventrikel kiri akut penyebab lainnya adalah gangguan sistem respirasi,

dengan edema paru, unstable angina, diseksi aneurisme nyeri, overload cairan atau distensi dari kandung kemih.

aorta, IMA, eclampsia, anemia hemolitik mikro Sebelum diputuskan untuk memberikan obat-obat

angiopati atau insufisiensi renal) yang memerlukan antihipertensi, penyebab-penyebab sekunder tersebut

3
intervensi farmakologi yang tepat untuk menurunkan TD harus dikoreksi dulu. Nyeri merupakan salah satu fak-

sistemik. Ensefalopati jarang terjadi pada pasien dengan tor yang paling berkonstribusi menyebabkan hipertensi

Manajemen Perioperatif pada Hipertensi


151
Made Wiryana
pasca operasi, sehingga untuk pasien yang berisiko, nyeri terjadinya komplikasi, baik yang terjadi selama

sebaiknya ditangani secara adekuat, misalnya dengan intraoperatif maupun yang terjadi pada pasca

morfin epidural secara infus kontinyu. Apabila hipertensi pembedahan. Goncangan hemodinamik mudah terjadi,

masih ada meskipun nyeri sudah teratasi, maka baik berupa hipertensi maupun berupa hipotensi, yang

intervensi secara farmakologi harus segera dilakukan dan bisa menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi. Hal

perlu diingat bahwa meskipun pasca operasi TD ini harus diantisipasi dengan perlunya pemahaman

kelihatannya normal, pasien yang prabedahnya sudah tentang teknik anestesia yang benar, manajemen cairan

mempunyai riwayat hipertensi, sebaiknya obat perioperatif, pengetahuan farmakologi obat-obat yang

14
antihipertensi pasca bedah tetap diberikan. Hipertensi digunakan, baik obat-obatan antihipertensi maupun obat-

pasca operasi sebaiknya diterapi dengan obat obatan anestesia serta penanganan nyeri akut yang

antihipertensi secara parenteral misalnya dengan beta- adekuat. Dengan manajemen perioperatif yang benar

blocker yang terutama digunakan untuk mengatasi terhadap penderita-penderita hipertensi yang akan

hipertensi dan takikardia yang terjadi. Apabila menjalani pembedahan, diharapkan bisa menurunkan atau

penyebabnya karena overload cairan, bisa diberikan meminimalkan angka morbiditas maupun mortalitas.

diuretika furosemid dan apabila hipertensinya disertai

dengan heart failure sebaiknya diberikan ACE-inhibitor. DAFTAR RUJUKAN

Pasien dengan iskemia miokard yang aktif secara langs-

ung maupun tidak langsung dapat diberikan nitrogliserin 1. Murray MJ. Perioperative hypertension: evaluation

dan beta-blocker secara intravena sedangkan untuk and management; Av a i l a b l e at: http://

hipertensi berat sebaiknya segera diberikan sodium nit- www.anesthesia.org.cn/asa2002/rcl.source/512

th

roprusside.
13
Apabila penderita sudah bisa makan dan Murray.pdf. Accesed Aug 13 2007.

minum secara oral sebaiknya antihipertensi secara oral 2. The seventh report of Joint National Committee

3,10,14
segera dimulai. on Prevention, detection, evaluation, and treatment

of high blood pressure, NIH publication No.03-

RINGKASAN 5233, December 2003.

3. Morgan GE, Michail MS, Murray MJ. Anesthesia

Hipertensi adalah penyakit yang umum dijumpai, for patients with cardiovaskular disease. Clinical

th
dengan angka penderita yang cukup tinggi. Hipertensi Anesthesiology. 4 ed. New York: McGraw-Hill;

sendiri merupakan faktor risiko mayor yang bisa 2006.p.444-52.

menyebabkan terjadinya komplikasi seperti penyakit- 4. Perez-Stable EJ. Management of mild hyperten-

p e n y a k i t j a n t u n g , s e r e b r a l , g i n j a l d a n v a s k u l e r. sion-selecting an antihypertensive regimen. West

Mengingat tingginya angka kejadian dan komplikasi J Med 1991;154:78-87.

yang bisa ditimbulkan oleh penyakit hipertensi ini, maka 5. Yao FSF, Ho CYA. Hypertension. Anesthesiology-

perlu adanya pemahaman para ahli anestesia dalam problem oriented patient manajement. 5
th
ed. Phila-

manajemen selama periode perioperatif. Manajemen delphia: Elsevier; 2003.p.337-57.

perioperatif dimulai sejak evaluasi prabedah, selama


6. Anderson FL, Salgado LL, Hantler CB.

operasi dan dilanjutkan sampai periode pasca bedah. Perioperative hypertension (HTN). Decision mak-

Evaluasi prabedah sekaligus optimalisasi keadaan ing in anesthesiology-an algorithmic approach. 4


th

penderita sangat penting dilakukan untuk meminimalkan ed. Philadhelpia: Elsevier; 2007.p.124-6.

J Peny Dalam, Volume 9 Nomor 2 Mei 2008


152
7. Kuwajerwala NK. Perioperative medication man- 14. Laslett L. Hypertension-preoperative assesment

agement; Available at: http://www. emedicine.com/ and perioperative management. West J Med

th
MED/ topic3158.htm. Accessed Aug 18 2007. 1995;162:215-9.

8. Neligan P. Hypertension and anesthesia; Available 15. Hanada, et al. Anesthesia and medical disease-hy-

at: http:// www. 4um.com/ tutorial/anaesthbp.htm. pertension and anesthesia. Current Opinion in An-

th
Accessed Aug 16 2007. esthesiology 2006;19(3):315-9.

9. Benowitz NL. Antihypertensive agent- 16. Howell SJ, Foex P. Hypertension, hypertensive

cardiovaskular-renal drugs. In: Katzung BG, edi- heart disease and perioperative cardiac risk. Brit-

th
tor. Basic and clinical pharmacology. 9 ed. New ish Journal of Anesthesia 2004;92(4):570-83.

York: McGraw-Hill; 2004.p.160-83.


17. Paix AD, et al. Crisis management during anesthe-

10. Wallace MC, Haddadin AS. Systemic and pulmo- sia: hypertension. Qu a l Saf Health Care

nary arterial hypertension. In: Hines RL, Marschall 2005;14:e12.

KE, editors. Stoelting’


s anesthesia and co-existing
18. Barisin S, et al. Perioperatif blood pressure con-
th
disease. 5 ed. Philadelphia: Elsevier; 2008.p.87-
trol in hypertensive and normotensive patient un-

102.
dergoing off-pump coronary bypass grafting. Croat

11. Stier GR. Preoperative evaluation and testing. In: Med J 2007;48:341-7.

Hines RL, editor. Adult perioperative anesthesia-


19. Common problem in the cardiac surgery recovery

the requisites in anesthesiology. Philadelphia:


unit in perioperative care. In: Cheng DCH, David

Elsevier; 2004.p.3-82.
TE, editors. Cardiac anesthesia and surgery. Phila-

12. Dix P, Howell S. Survey of cancellation rate of hy- delphia: Lippincott Wi l l i a m s & Wi l k i n s ;

pertensive patient undergoing anesthesia and elec- 2006.p.1178-22.

tive s u rg e r y. British Journal of Anesthesia


20. Hypertensive e m e rg e n c i e s . Av a i l a b l e at:

2001;86(6):789-93.
www.ehs.egypt.net/pdf/11-guideline.pdf. Accessed

13. Kaplan NM. Perioperative management of hyper-


th
Aug 13 2007.

tension. In: Aronson MD, Bakris GL. editors. Avail-

th
able at: www.uptodate.com. Accessed Aug 16

2007.

Manajemen Perioperatif pada Hipertensi


153
Made Wiryana

You might also like