You are on page 1of 28

Bahan Bacaan

Bantuan Hidup Dasar

( Basic Life Support )

Oleh :

Y A H Y A
73.2001D.08.112

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

2010
BANTUAN HIDUP DASAR
(BHD)

A. INDIKASI
1. Henti napas
Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dari
korban/pasien. Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup
Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan:
a. Tenggelam
b. Stroke
c. Obstruksi jalan napas
d. Epiglotitis
e. Overdosis obat-obatan
f.Tersengat listrik
g. Infark miokard
h. Tersambar petir
i. Koma akibat berbagai macam kasus.
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk kedalam darah untuk beberapa menit
dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada
keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup
dan mencegah henti jantung.

2. Henti jantug

Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti
sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen.
Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti
jantung. Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang
bertujuan:

a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.


b. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari
korban yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui
Resusitasi Jantung Paru (RJP). Resusitasi jantung Paru terdiri dari 2
tahap, yaitu :
1) Survei Primer (Primary Survey), yang dapat dilakukan oleh
setiap orang.
2) Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat
dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih dan
merupakan lanjutan dari survei primer.
SURVEI PRIMER

Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta defibrilasi.
Untuk dapat mengingat dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C,
dan D, yaitu

A a irwa y (jalan napas)


B b re a t h i n g (bantuan napas)
C c i rc u l a t i o n (bantuan sirkulasi)
D d efib ri la tio n (terapi listrik)

Sebelum melakukan tahapanA (airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal
pada korban/pasien, yaitu :
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong

2. Memastikan kesadaran dari korban/pasien.


Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus melakukan
upaya agar dapat memastikan kesadaran korban/pasien, dapat dengan cara menyentuh
atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah
pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!! /

Bu!!!
/
Mas!!! /Mbak !!!.
3. Meminta pertolongan.

Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan
dengan cara berteriak "Tolong !!!" untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih
lanjut.

4. Memperbaiki posisi korban/pasien.

Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban/pasien harus dalam posisi terlentang dan
berada pada permukaan yang rata dan keras. jika korban ditemukan dalam posisi miring atau
tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang.

Ingat! penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala,

leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus
dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di
samping tubuh.

5. Mengatur posisi penolong.


Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan
sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakkan lutut.
A (AIRWAY) Jalan Napas
Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan
melakukkan tindakan :
1. Pemeriksaan jalan napas.

Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda
asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan
sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.
Mulut dapat dibuka dengan tehnik

Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut
korban.
2. Membuka jalan napas.

Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak
sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink,
inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat
dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild - chin lift) dan Manuver
Pendorongan Mandibula. Teknik membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang
awam dan petugas, kesehatan adalah tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas
kesehatan harus dapat melakukan manuver lainnya.

B (BREATHING) Bantuan napas


Terdiri dari 2 tahap :
1. Memastikan korban/pasien tidak bernapas.

Dengan cara melihat pergerakan naik turunnva dada, mendengar bunyi napas dan
merasakan hembusan napas korban/pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di
atas mulut dan hidung korban/pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka.
Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.

2. Memberikan bantuan napas.

Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukkan melalui mulut ke
mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara
memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali
hembusan adalah 1,5 - 2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 7000 - 1000 ml (10
ml/kg) atau sampai dada korban/pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas
dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup.
Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16 - 17%. Penolong juga harus memperhatikan
respon dari korban/pasien setelah diberikan bantuan napas.

Cara memberikan bantuan pernapasan :


o
Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat dan efektif untuk
memberikan udara ke paru-paru korban/pasien. Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut
ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus
dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat
mengghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban/pasien dengan
ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang
diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700 - 1000 ml (10 ml/kg). Volume udara yang
berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung,
sehingga terjadi distensi lambung.

o
Mulut ke hidung

Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak
memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat,
dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban/pasien.

o
Mulut ke Stoma

Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea
langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi
dari mulut ke stoma.

C (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi


Terdiri dari 2 tahapan :
1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.

Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri
karotis di daerah leher korban/ pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari telunjuk dan tengah)
penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser
ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1 - 2 cm raba dengan lembut selama 5 - 10 detik.
Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban
dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan
korban/pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan
jalan napas.

2. Memberikan bantuan sirkulasi.

Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan
sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai
berikut :

o
Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau
kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).
o

Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah
tersebut merupakan tempat untuk meletakan tangan penolong dalam memberikan bantuan
sirkulasi.

Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan di atas
telapak tangan yang lainnya, hindari jari-jari tangan menyentuh dinding dada korban/pasien, jari-
jari tangan dapat diluruskan atau menyilang.

Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari
berat badannya secara teratur sebanyak 15 kali dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1.5
- 2 inci (3,8 - 5 cm).

o
Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali
ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk
melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).

o
Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan
pada saat melepaskan kompresi.
o

Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 15 : 2, dilakukan baik oleh 1 atau 2
penolong jika korban/pasien tidak terintubasi dan kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit
(dilakukan 4 siklus permenit), untuk kemudian dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya
atau tidak.

Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60 - 80 mmHg,
dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari
curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar
sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.

D (DEFIBRILATION)
Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah defibrilasi

adalah suatu terapi dengan memberikan energi listrik. Hal ini dilakukan jika penyebab henti
jantung (cardiac arrest) adalah kelainan irama jantung yang disebut dengan Fibrilasi Ventrikel.
Dimasa sekarang ini sudah tersedia alat untuk defibrilasi (defibrilator) yang dapat digunakan
oleh orang awam yang disebut Automatic External Defibrilation, dimana alat tersebut dapat
mengetahui korban henti jantung ini harus dilakukan defibrilasi atau tidak, jika perlu dilakukan
defibrilasi alat tersebut dapat memberikan tanda kepada penolong untuk melakukan defibrilasi
atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan sirkulasi saja.

MELAKUKAN BHD 1 DAN 2 PENOLONG


Orang awam hanya mempelajari cara melakukan BHD 1 penolong. Teknik BHD yang
dilakukan oleh 2 penolong menyebabkan kebingungan koordinasi. BHD 1 penolong pada orang
awam lebih efektif mempertahankan sirkulasi dan ventilasi yang adekuat, tetapi konsekuensinya
akan menyebabkan penolong cepat lelah.

BHD 1 penolong dapat mengikuti urutan sebagai berikut :


1. Penilaian korban
Tentukan kesadaran korban/pasien (sentuh dan goyangkan korban dengan lembut dan
mantap), jika tidak sadar, maka
2. Minta pertolongan serta aktifkan sistem emergensi.
3. Jalan napas(A I RWAY )
o
Posisikan korban/pasien
o
Buka jalan napas dengan manuver tengadah kepala-topang dagu.
4. Pernapasan (BREATHING)
Nilai pernapasan untuk melihat ada tidaknya pernapasan dan adekuat atau tidak
pernapasan korban/pasien.

5 Jika korban/pasien dewasa tidak sadar dengan napas spontan, serta tidak ada trauma leher (trauma
tulang belakang) posisikan korban pada posisi mantap (Recovery positiotion), dengan tetap
menjaga jalan napas tetap terbuka.

5 Jika korban/pasien dewasa tidak sadar dan tidak bernapas, lakukkan bantuan napas. Di Amerika
serikat dan di negara lainnya dilakukan bantuan napas awal sebanyak 2 kali, sedangkan di Eropa,
Australia, New Zealand diberikan 5 kali. Jika pemberian napas awal terdapat kesulitan, dapat
dicoba dengan membetulkan posisi kepala korban/pasien, atau ternyata tidak bisa juga maka
dilakukan :

 Untuk orang awam dapat dilanjutkan dengan kompresi dada sebanyak 15 kali

dan 2 kali ventilasi, setiap kali membuka jalan napas untuk menghembuskan napas, sambil
mencari benda yang menyumbat di jalan napas, jika terlihat usahakan dikeluarkan.
 Untuk petugas kesehatan yang terlatih dilakukan manajemen obstruksi jalan
napas oleh benda asing.
 Pastikan dada pasien mengembang pada saat diberikan bantuan pernapasan.
 Setelah memberikan napas 12 kali (1 menit), nilai kembali tanda-tanda adanya
sirkulasi dengan meraba arteri karotis, bila nadi ada cek napas, jika tidak
bernapas lanjutkan kembali bantuan napas.
5 Sirkulasi (CIRCULATION)

Periksa tanda-tanda adanya sirkulasi setelah memberikan 2 kali bantuan pernapasan


dengan cara melihat ada tidaknva pernapasan spontan, batuk atau pergerakan. Untuk petugas
kesehatan terlatih hendaknya memeriksa denyut nadi pada arteri Karotis.

1. jika ada tanda-tanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan kompresi
dada, hanya menilai pernapasan korban/pasien (ada atau tidak ada pernapasan)
2. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, denvut nadi tidak ada lakukan kompresi dada
o
Letakkan telapak tangan pada posisi yang benar
o
Lakukan kompresi dada sebanyak 15 kali dengan kecepatan 100 kali
permenit
o
Buka jalan napas dan berikan 2 kali bantuan pernapasan.
o
Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan mulai
kembali kompresi 15 kali dengan kecepatan 100 kali permenit.
o
Lakukan 4 siklus secara lengkap (15 kompresi dan 2 kali bantuan
pernapasan)
6. Penilaian Ulang
Sesudah 4 siklus ventilasi dan kompresi kemudian korban dievaluasi kembali,
 Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan
napas dengan rasio 15 : 2.
 Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi mantap.
 Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 10 12 kali
permenit dan monitor nadi setiap saat.
 Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar
jalan napas tetap terbuka kemudian korban/pasien ditidurkan pada posisi sisi
mantap.
PENATALAKSANAAN OBSTRUKSI JALAN NAPAS OLEH BENDA ASING .
Pengertian obstruksi jalan napas oleh benda asing :

Obstruksi jalan napas oleh benda asing pada orang dewasa sering terjadi pada saat
makan, daging merupakan penyebab utama obstruksi jalan napas meskipun demikian berbagai
macam bentuk makanan yang lain berpotensi menyumbat jalan napas pada anak-anak dan orang
dewasa.

Benda asing tersebut dapat menyebabkan obstruksi jalan napas sebagian (parsial) atau
komplit (total). Pada obstruksi jalan napas partial korban mungkin masih mampu melakukan
pernapasan, namun kualitas pernapasan dapat baik atau buruk. Pada korban dengan pernapasan
yang masih baik, korban biasanya masih dapat melakukan tindakan batuk dengan kuat, usahakan
agar korban tetap bisa melakukan batuk dengan kuat sampai benda asing tersebut dapat keluar.
Bila sumbatan jalan napas partial menetap, maka aktifkan sistem pelayanan medik darurat.
Obstruksi jalan napas partial dengan pernapasan yang buruk harus diperlakukan sebagai
Obstruksi jalan napas komplit.

Obstruksi jalan napas komplit (total), korban biasanya tidak dapat berbicara, bernapas,
atau batuk. Biasanya korban memegang lehernya diantara ibu jari dan jari lainya. Saturasi
oksigen akan dengan cepat menurun dan otak akan mengalami kekurangan oksigen sehingga
menyebabkan kehilangan kesadaran, dan kematian akan cepat terjadi jika tidak diambil tindakan
segera.

Penatalaksanaan obstruksi jalan napas oleh benda asing:


• Manuver Heimlich
Untuk mengatasi obstruksi jalan napas oleh benda asing dapat dilakukan manuver
Heimlich (hentakan subdiafragmaabdomen). Suatu hentakan yang menyebabkan peningkatan
tekanan pada diafragma sehingga memaksa udara yang ada di dalam paru- paru untuk keluar
dengan cepat sehingga diharapkan dapat mendorong atau mengeluarkan benda asing yang
menyumbat jalan napas. Setiap hentakan harus diberikan dengan tujuan menghilangkan
obstruksi, mungkin dibutuhkan hentakan 6 - 10 kali untuk membersihkan jalan napas.

Pertimbangan penting dalam rnelakukan manuver Heimlichi adalah kemungkinan


kerusakan pada organ-organ besar.
Manuver Heimlich pada korban sadar dengan posisi berdiri atau duduk

Penolong harus berdiri di belakang korban, melingkari pinggang korban dengan kedua
lengan, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut
korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan
dengan tangan lainnya, Tekan kepalan ke perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas. Setiap
hentakan harus terpisah dan dengan gerakan yang jelas.

Manuver Heimlich pada korban yang tergeletak (tidak sadar)

Korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka keatas. Penolong berlutut
disisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas
pusat dan jauh dibawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan diatas tangan pertama.
Penolong menekan kearah perut dengan hentakan yang cepat kearah atas. Manuver ini dapat
dilakukan pada korban sadar jika penolongnya terlampau pendek untuk memeluk pinggang
korban.

Manuver Heimlich pada yang dilakukan sendiri :


Pengobatan diri sendiri terhadap obstruksi jalan napas

Kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut diatas pusat dan dibawah
tulang sternum, genggam kepalan itu dengan kuat dan berikan tekanan ke atas ke arah diafragma
dengan gerakan cepat, jika tidak berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada
tepi meja atau belakang kursi.
• Penyapuan jari

Manuver ini hanya dilakukan atau digunakan pada korban tidak sadar, dengan muka
menghadap keatas buka mulut korban dengan memegang lidah dan rahang diantara ibu jari dan
jari-jarinya, kemudian mengangkat rahang bawah. Tindakan ini akan menjauhkan lidah dari
kerongkongan serta menjauhkan benda asing yang mungkin menyangkut ditempat tersebut.
Masukkan jari telunjuk tangan lain menelusuri bagian dalam pipi, jauh ke dalam kerongkongan
di bagian dasar lidah, kemudian lakukan gerakan mengait untuk melepaskan benda asing serta
menggerakkan benda asing tersebut ke dalam mulut sehingga memudahkan untuk diambil. Hati-
hati agar tidak mendorong benda asing lebih jauh kedalam jalan napas.

PENATALAKSANAAN JALAN NAPAS


Mengenali adanya sumbatan jalan napas

Penyebab utama jalan napas pada pasien tidak sadar adalah hilangnya tonus otot
tenggorokan sehingga pangkal lidah jatuh menyumbat farink dan epiglotis menutup larink. Bila
pasien masih bernapas sumbatan partial menyebabkan bunyi napas saat

inspirasi bertambah (stridor), sianosis (tanda lanjut) dan retraksi otot napas tambahan.
Tanda ini akan hilang pada pasien yang tidak bernapas.
Tahap dasar membuka jalan napas tanpa alat

Tengadahkan kepala pasien disertai dengan mengangkat rahang bawah ke depan. Bila
ada dugaan cedera pada leher lakukan pengangkatan rahang bawah ke depan disertai dengan
membuka rahang bawah (Jaw thrust), jangan lakukan ekstensi kepala. Apabila pasien masih
bernapas spontan, untuk menjaga jalan napas tetap terbuka posisikan kepala pada kedudukan
yang tepat. Pada keadaan yang meragukan untuk mempertahankan jalan napas pasanglah
oral/nasal airway.

Tahap dasar membuka jalan napas dengan alat

Apabila manipulasi posisi kepala tidak dapat membebaskan jalan napas akibat sumbatan
oleh pangkal lidah atau epiglotis maka lakukan pemasangan alat bantu jalan napas oral/nasal.
Sumbatan oleh benda asing diatasi dengan perasat Heimlich atau laringoskopi disertai dengan
pengisapan atau menjepit dan menarik keluar benda asing yang terlihat.

Alat bantu jalan napas orofaring (oropharyngeal airway)

Alat bantu jalan napas orofaring menahan pangkal lidah dari dinding belakang faring.
Alat ini berguna pada pasien yang masih bernapas spontan atau saat dilakukan ventilasi dengan
sungkup dan bagging dimana tanpa disadari penolong menekan dagu ke bawah sehingga jalan
napas tersumbat. Alat ini juga membantu saat dilakukan pengisapan lendir dan mencegah pasien
mengigit pipa endotrakheal (ETT).

Cara pemasangan
o
Bersihkan mulut dan faring dari segala kotoran
o
Masukan alat dengan ujung mengarah ke chefalad
o
Saat didorong masuk mendekati dinding belakang faring alat diputar 180°
o
Ukuran alat dan penempatan yang tepat menghasilkan bunyi napas yang
nyaring pada auskultasi paru saat dilakukan ventilasi
o
Pertahankan posisi kepala yang tepat setelah alat terpasang
Bahaya
o

Cara pemasangan yang tidak tepat dapat mendorong lidah ke belakang atau apabila ukuran
terlampau panjang epiglotis akan tertekan menutup rimaglotis sehingga jalan napas tersumbat

o
Hindarkan terjepitnya lidah dan bibir antara gigi dan alat
o
Jangan gunakan alat ini pada pasien dimana refleks faring masih ada karena
dapat menyebabkan muntah dan spasme laring
Alat bantu napas nasofaring (nasopharyngeal airway)

Alat ini berbentuk pipa polos terbuat dari karet atau plastik. Biasanya digunakan pada
pasien yang menolak menggunakan alat bantu jalan napas orofaring atau apabila secara tehnis
tidak mungkin. memasang alat bantu jalan napas orofaring (misalnya trismus, rahang mengatup
kuat dan cedera berat daerah mulut).

Cara pernasangan
• Pilih alat dengan ukurang yang tepat, lumasi dan masukkan menyusuri bagian tengah
dan dasar rongga hidung hingga mencapai daerah belakang lidah
• Apabila ada tahanan dengan dorongan ringan alat diputar sedikit.
Bahaya

• Alat vang terlalu panjang dapat masuk oesophagus dengan secgala akibatnya
• Alat ini dapat merangsang, muntah dan spasme laring
• Dapat menyebabkan perdarahan akibat kerusakan mukosa akibat pernasangan, oleh

sebab itu alat penghisap harus selalu siap saat pernasangan.


Ingat !!
• Selalu periksa apakah napas spontan timbul setelah pemasangan alat ini.
• Apabila tidak ada napas spontan lakukan napas buatan dengan alat bantu napas yang
memadai.
• Bila tidak ada alat bantu napas yang memadai lakukan pernapasan dari mulut ke
mulut
Pernapasan buatan
Pernapasan mulut ke mulut dan mulut ke hidung

Cara ini merupakan tehnik dasar bantuan napas. Upayakan memakai pelindung (barrier)
antara mulut penolong dengan pasien berupa lembar plastik/silikon berlubang ditengah atau
memakai sungkup, sungkup khusus ini dikenal dengan nama Pocketfacemask. Keterbatasan cara
ini adalah konsentrasi oksigen ekspirasi penolong rendah (16-17%).
Pernapasan mulut ke sungkup muka (pocket facemask)

Memegang sungkup dengan tepat memerlukan latihan dan konsentrasi, akan tetapi alat
ini merupakan alat bantu efektif untuk napas buatan. Sungkup muka ini memiliki beberapa
ukuran, bening untuk memudahkan melihat adanya regurgitasi dan memiliki lubang masuk untuk
oksigen tambahan. Keuntungan dari penggunaan sungkup muka ini adalah mencegah kontak
langsung dengan pasien dan dapat memberikan oksigen tambahan

Cara melakukan

Bila memungkinkan lakukan dengan dua penolong, posisi dan urutan tindakan sama
seperti tanpa menggunakan sungkup, kecuali pada tehnik ini digunakan sungkup sebagai
pelindung, Jadi diperlukan keterampilan memegang sungkup. Dengan dua penolong seorang
melakukan kompresi dada dan yang lain melakukan napas buatan. Bila tersedia berikan oksigen
tambahan dengan aliran 10 liter/menit (FiO2 =50%) dan 15 liter/menit (FiO2=80%). Bila tidak
ada penolakan pasang alat bantu jalan napas orofaring. Tengadahkan kepala dan pasang sungkup
pada mulut dan hidung pasien dengan cara ibu jari dan telunjuk kedua tangan menekan sungkup
sedangkan tiga jari kedua tangan menarik mandibula sambil tetap mempertahankan kepala dalam
posisi tengadah,

sehingga tidak terjadi kebocoran. Berikan tiupan melalui lubang sungkup sambil memperhatikan
gerakan dada, tiup dengan lambat dan mantap dengan lama inspirasi 1-2 detik. Pada pasien
dengan henti jantung dengan jalan napas belum terlindungi lakukan 2 ventilasi setiap 15
kompresi dada. Apabila jalan napas terlindungi (misalnya sudah terpasang ETT, Laringeal Mask
Airway atauCombitube) lakukan kompresi 100 kali/menit dengan ventilasi dilakukan. tanpa
menghentikan kompresi (asingkron) tiap 5 detik (kecepatan 12 kali/menit). Apabila ada penolong
ketiga lakukan tekanan pada krikoid untuk mencegah distensi lambung dan regurgitasi.

Bantuan napas dengan. menggunakan bagging sungkup dan alat bantu jalan napas
lainnya.Bagging telah lama digunakan sebagai alat bantu napas utama dikombinasikan.
dengan alat bantu jalan napas lainnya misalnya sungkup muka, ETT, LMA, dan Combitube.
Penggunaanbagging memungkinkan pemberian oksigen tambahan. Beberapa hal yang harus
diperhatikan saat menggunakan bagging :

• Volume tidal berkisar antara 10-15 ml/kg BB


• Bagging dewasa umum mempunyai volume 1600 ml.
• Bila memungkingkan bagging dilakukan oleh dua penolong untuk mencegah

kebocoran, seorang penolong mempertahankan sungkup dan kepala pasien, dan yang
lainnya melakukan pemijatan bagging
• Masalah kebocoran dan kesulitan mencapai volume tidal yang cukup tidak akan
terjadi jika dipasang ETT, LMA, atau Combitube.
Tahap lanjut membuka jalan napas.
Pernasangan pipa endotrakeal (ETT)
Pemasangan pipa endotrakeal menjamin terpeliharanya jalan napas dan sebaiknya
dilakukan sesegera mungkin oleh penolong yang terlatih.
Keuntungan :

• Terpeliharanya jalan napas


• Dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
• Menjamin tercapainya volume tidal yang, diinginkan
• Mencegah teriadinya aspirasi
• Mempermudah penghisapan lendir di trakea
• Merupakan jalur masuk beberapa obat-obat resusitasi

Karena kesalahan letak pipa endotrakeal dapat menyebabkan kematian maka


tindakana ini sebaiknya dilakukan oleh penolong yang terlatih
Indikasi pemasangan :
• Henti jantung
• Pasien sadar yang tidak mampu bernapas dengan baik (edema paru, Guillan-Bare
syndrom, sumbatan jalan napas)
• Perlindungan jalan napas tidak memadai (koma, arefleksi)
• Penolong tidak mampu memberi bantuan napas dengan cara konvensional
Persiavan alat untuk pemasangan pipa endotrakeal (ETT)
 Laringoskop, lengkap denganhandle danbladenya
 Pipa endotrakeal (ETT) dengan ukuran :
o
Perempuan
: No 7,0 ; 7,5 ; 8,0
o
Laki laki
: No 8,0 ; 8,5
o
Keadaan emergensi
: No 7,5

 Stilet (mandrin)
 Forsep margil
 Jeli
 Spuit 20 atau 10 cc
 Stetoskop
 Bantal
 Plester dan gunting
 Alat penghisap lendir (Suction aparatus)

Tekhnik pemasangan

 Cek alat-alat yang diperlukan dan pilih ETT sesuai ukuran


 Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik sambil dilakukansell ick maneuver
 Beri pelumas pada ujung ETTsampai daerahcuff
 Letakkan bantal setinggi ± 10 cm di oksiput dan pertahankan kepala tetap ekstensi
 Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan faring
 Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang laringoskop
 Masukan bilah laringoskop menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan lidah ke kiri.
Masukan bilah sampai sampai mencapai dasar lidah, perhatikan agar lidah atau bibir
tidak terjepit diantara bilah dan gigi pasien
 Angkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30° - 40°, jangan
sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu
 Bila pita suara sudah terlihat, masukan ETT sambil memperhatikan bagian proksimal
dari cuff ETT melewati pita suara ± 1-2 cm atau pada orang dewasa kedalaman ETT
± 19-23 cm
 Waktu untuk intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik
 Lakukan ventilasi dengan menggunakan bagging dan lakukan auskultasi pertama
pada lambung kemudian pada paru kanan dan kiri sambil memperhatikan
pengembangan dada
 Bila terdengar suara gargling pada lambung dan dada tidak mengembang, lepaskan
ETT dan lakukan hiperventilasi ulang selama 30 detik kemudian lakukan intubasi
kembali
 Kembangkan balon cuff dengan menggunakan spuit 20 atau 10 cc dengan volume
secukupnya sampai tidak terdengar lagi suara kebocoran di mulut pasien saat
dilakukan ventilasi
 Lakukan fiksasi ETT dengan plester agar tidak terdorong atau tercabut
 Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit ETT jika mulai sadar
 Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 % (aliran 10 – 12 liter/menit)
Penekanan krikoid (Sellick Manuever) :

Perasat ini dikerjakan saat intubasi untuk mencegah distensi lambung, regurgitasi isi
lambung dan membantu dalam proses intubasi. Perasat ini dipertahankan sampai balon ETT
sudah dikembangkan.

Cara melakukan Sellick maneuver :


• Cara puncak tulang tiroid (Adam's Apple)
• Geser jari sedikit ke kaudal sepanjang garis median sampai menemukan lekukkan
kecil (membran krikotiroid)
• Geser lagi jari sedikit ke bawah sepanjang garis median hingga ditemukan tonjolan
kecil tulang (kartilago krikoid)
• Tekan tonjolan ini diantara ibu jari dan telunjuk ke arah dorsokranial. Gerakan ini

akan menyebabkan oesophagus terjepit diantara bagian belakang kartilago krikoid dengan tulang
belakang dan lubang trakhea/rimaglotis akan terdorong ke arah dorsal sehingga lebih mudah
terlihat.

Memastikan letak ETT dengan menggunakan alat


Berbagai alat mekanik atau elektronis dapat digunakan untuk tujuan ini misalnva
detektor end tidal CO2 (kwantitatif dan kwalitatif).
Melakukan bantuan napas dengan ETT selama RJP.

Volume tidal napas berkisar antara 10-15 ml/kg BB, secara klinis keadaan dapat
diketahui dengan pengamatan dada. Dengan volume 10 ml/kg BB dada akan tampak mulai
mengembang dan dengan 15 ml/kg BB dada akan mengembang, lebih besar lagi (naik antara 4-6
cm). Bila tidak diberikan oksigen tambahan dan pada pasien gemuk berikan volume yang lebih
besar sedangkan bila diberikan oksigen tambahan atau pada pasien kurus berikan volume yang
lebih kecil. Kecepatan pemberian napas berkisar antara 10-12 kali/menit atau satu kali setiap 5-6
detik dengan lama inspirasi sekitar 2 detik. Pada keadaan ini tidak ada lagi perbandingan antara
kompresi dan ventilasi. Kecepatan kompresi berkisar 100 kali/menit, sedangkan ventilasi
diberikan setiap 5 detik (tidak perlu seirama dengan kompresi).

Komplikasi pemasangan ETT

 ETT masuk kedalam oesophagus, yang dapat menyebabkan hipoksia.


 Luka pada bibir dan lidah akibat terjepit antara laringoskop dengan gigi.
 Gigi patah.
 Laserasi pada faring dan trakhea akibat stilet (mandrin) dan ujung ETT.
 Kerusakan pita suara.
 Perforasi pada faring dan oesophagus.
 Muntah dan aspirasi.
 Pelepasan adrenalin dan noradrenalin akibat rangsangan intubasi sehingga terjadi

hipertensi, takikardi dan aritmia.


 ETT masuk ke salah satu bronkus. Umumnya masuk kebronkus kanan, untuk
mengatasinya tarik ETT 1-2 cm sambil dilakukan inspeksi gerakan dada dan
auskultasi bilateral.
Penanganan jalan napas pada pasien trauma

Gerakan kepala dan leher yang berlebihan pada pasien cedera leher dapat menyebabkan
cedera yang lebih hebat. Pasien trauma muka, multiple dan kepala harus dianggap disertai
dengan cedera leher.

Langkah pernanganan pada pasien atau tersangka cedera leher.


1. Jangan tengadahkan kepala, hanya angkat rahang dan buka mulut pasien
2. Pertahankan kepala pada posisi netral selama nianipulasi jalan napas.
3. Pasien fraktur basis dan tulang muka lakukan pemasangan ETT dalam keadaan tulang

belakang distabilisasi.
4. Bila tidak dapat dilakukan intubasi lakukan krikotiroidektomi atau trakheostomi.
5. Bila diputuskan untuk dilakukan intubasi melalui hidung (blind nasal intubation)
maka harus dilakukan oleh penolong yang berpengalaman.
6. Bila pasien melawan dapat diberikan obat pelemas otot dan penenang.
Tehnik tambahan untuk penanganan jalan napas invasif dan ventilasi
Ada dua alat bantu jalan napas yang termasuk kelas IIb yaitu :
 Laryngeal Mask airway (LMA)
 Esophageal Tracheal Combitube
Laryngeal Mask airway (LMA)

LMA berupa sebuah pipa dengan ujung distal yang menyerupai sungkup dengan tepi
yang mempunvai balon sekelilingnya. Pada terpasang bagian sungkup ini harus berada di daerah
hipofaring, sehingga saat balon dikembangkan maka bagian terbuka dari sungkup akan
menghadap kearah lubang trakhea membentuk bagian dari jalan napas.

Beberapa kelebihan LMA sebagai alat bantu jalan napas adalah :


♦ Dapat dipasang tanpa laringoskopi.
♦ atau leher sehingga menguntungkan pada pasien dengan cedera leher atau pada pasien
yang sulit dilakukan visualisasi lubang trakhea.
♦ Karena LMA tidak perlu masuk kedalam trakhea maka resiko kesalahan intubasi
dengan segala akibatnya tidak ditemukan pada LMA.
Kekurangan LMA adalah tidak dapat melindungi kemungkinan aspirasi sebaik ETT.
Combitube

Alat ini merupakan gabungan ETT dengan obturator oesophageal. Pada alat ini terdapat 2 daerah
berlubang, satu lubang di distal dan beberapa lubang ditengah, lubang lubang ini dihubungkan
melalui 2 saluran yang terpisah dengan 2 lubang di proksimal yang merupakan interface untuk
alat bantu napas. Selain itu terdapat 2 buah balon, satu proksimal dari lubang distal dan satu
proksimal dari deretan lubang di tengah. Ventilasi melalui trakhea dapat dilakukan melalui
lubang distal (ETT) dan tengah (obtutator). Alat

ini dimasukan tanpa laringoskopi, dari penelitian dengan cara memasukan seperti ini 80%
kemungkinan masuk ke eosophagus. Setelah alat ini masuk kedua balon dikembangkan dan
dilakukan pemompaan, mula-mula pada obturator seraya dilakukan inspeksi dan auskultasi
apabila ternyata dari pengamatan ini tidak tampak adanya ventilasi paru pemonpaan dipindahkan
pada ETT dan lakukan kembali pemeriksaan klinis. Kinerja ventilasi, oksigenasi dan
perlindungan terhadap aspirasi alat ini sepadan dengan ETT dengan keunggulan lebih mudah
dipasang dibanding ETT.

Krikotiroidektomi

Tindakan ini dilakukan untuk membuka jalan napas sementara dengan cepat, apabila
cara lain sulit dilakukan. Pada tekhnik ini membran krikotiroid disayat kecil vertikal, dilebarkan
dan dimasukan ETT.

Trakheostomi
Tekhnik ini bukan pilihan pada keadaan darurat (life saving). Tindakan ini sebaiknya
dilakukan di kamar bedah oleh seorang yang ahli. Ada dua jenis yang biasa dipakai :
1. Penghisap faring yang kaku, pada alat ini diperlukan tekanan negatif yang rendah
sekali.
2. Penghisap trakheobronkhial yang lentur, alat ini mempunyai syarat :
o
Ujung harus tumpul dan sebaiknya memiliki lubang di ujung dan di samping
o
Lebih panjang dari ETT
o
Licin
o
Steril dan sekali pakai
Cara melakukan penghisapan lendir
1. Lakukan hiperventilasi dengan Fi02 100% selama 15 - 30 detik
2. Gunakan kateter trakheobronkhial dengan diameter tidak lebih dari ? diameter dalam
ETT
3. Lama penghisapan tidak lebih dari 10 detik

4. Bila setelah penghisapan selama 10 detik ternyata masih belum bersih maka dapat dilakukan
pengisapan kembali, diantara pengisapan harus diselingi dengan ventilasi seperti diatas.

5. Setelah selesai pengisapan lakukan hiperventilasi dengan FiO2 100 % selama 15 - 30


detik

Image…………………………………..

CATATAN:

• Kompresi dada 100 X/mnt


• Ventilasi 1 kali/5 detik
• Ventilasi asinkron

TERAPI OKSIGEN
Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20% pada tekanan 1 atmosfir
sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah.
Tujuan :
♦ Mempertahan oksigen jaringan yang adekuat
♦ Menurunkan kerja napas
♦ Menurunkan kerja jantung

Indikasi :
• Penurunan PaO2
• Keadaan lain seperti; gagal napas akut, syok, keracunan CO
Pemberian oksigen selalu tepat untuk pasien dengan gangguan sirkulasi atau
napas akut dengan ketentuan sebagai berikut :
ε Tanpa gangguan napas oksigen diberikan 2 liter/ menit melalui kanul binasal.
ε Dengan gangguan napas sedang oksigen diberikan 5 - 6 liter/menit melalui kanul
binasal.
ε Dengan gangguan napas berat, gagal jantung, henti jantung, gunakan sistem yang
dapat memberikan oksigen 100%.
ε Pada pasien dimana rangsang napas tergantung pada keadaan hipoksia (mis. Asma)
berikan oksigen kurang dari 50% dan awasi ketat.
ε Atur kadar oksigen berdasarkan kadar gas darah (PaO2) atau saturasi (SaO2)
ε Dalam keadaan darurat gunakan alat bantu napas yang lebih canggih (mis. bagging),
lakukan intubasi dan berikan oksigen 100%.

Persiapan alat :
1. Sumber oksigen (tabung atau sumber oksigen sentral)
2. Tabung pelembab (humidifier).
3. Pengukur aliran oksigen (flow meter)
4. Alat pemberian oksigen (tergantung metoda yang dipakai)

Metoda pemberian oksigen :


 Sistem aliran rendah
o
Aliran rendah konsentrasi rendah (Low flow low concentration)
 Kateter nasal
 Kanul binasal
o
Aliran rendah konsentrasi tinggi (Low flow high concentration)

 Sungkup muka sederhana


 Sungkup muka dengan kantong Rebreathing
 Sungkup muka dengan kantong Non Rebrething

 Sistem aliran tinggi


o
Aliran tinggi konsentrasi rendah (High flow low concentration)
 Sungkup venturi
o
Aliran tinggi konsentrasi tinggi (High flow high concen tration)
 Head box
 Sungkup CPAP (continous positive airway pressure)
Kanul binasal
Paling sering digunakan untuk pemberian oksigen, memberikan FiO2 24 - 44% dengan
aliran 1 - 6 liter/menit. Merupakan alat dengan aliran rendah dan konsentrasi rendah(low
flow low concentration), kadar yang dihasilkan tergantung pada besarnya aliran dan

volume tidal napas pasien. Kadar oksigen bertambah 4% untuk setiap tambahan 1 liter/menit
oksigen, misalnya aliran 1 liter/menit = 24%, 2 liter/menit 28% dan seterusnya dengan maksimal
6 liter/menit.

Keuntungan :

 Pernberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju napas teratur
 Baik diberikan dalam jangka waktu lama
 Pasien dapat bergerak bebas, makan, minum dan bicara
 Efisien dan nyaman untuk pasien

Kerugian :
♦ Dapat menyebabkan iritasi pada hidung, bagian belakang telinga tempat tali binasal
♦ FiO2 akan berkurang apabila pasien bernapas dengan. mulut
Sungkup muka sederhana

Aliran yang diberikan 6 - 10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen mencapai 60%.


Merupakan sistem aliran rendah dengan hidung, nasofaring dan orofaring sebagai penyimpan
anatomic.

Sungkup muka dengan kantong rebreathing

Aliran yang diberikan 6 - 10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen mencapai 80%.


Udara inspirasi sebagian bercampur dengan udara ekspirasi sepertiga bagian volume ekshalasi
masuk ke kantong, dua pertiga bagian bagian volume ekshalasi melewati lubang-lubang pada
bagian samping

Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing

Aliran yang diberikan 8 - 12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen mencapai 100%.


Udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi dan tidak dipengaruhi oleh udara luar.

Kerugian pada penggunaan sungkup


1. Mengikat (sungkup harus terus melekat pada pipi/wajah pasien untuk mencegah
kebocoran.
2. Lembab
3. Pasien tidak dapat makan, minum atau berbicara.
4. Dapat terjadi aspirasi jika pasien muntah, terutama pada pasien tidak sadar atau anak
Sungkup Venturi

Memberikan aliran yang bervariasi dengan konsentrasi oksigen berkisar 24 - 50%. Dipakai
dengan pasien dengan tipe ventilasi yang tidak teratur. Alat ini digunakan pada pasien dengan
hiperkarbi yang disertai dengan hipoksemi sedang sampai berat.

PENATALAKSANAAN PASKA RESUSITASI JANTUNG PARU


Perawatan paska resusitasi dilakukan segera setelah pasien kembali pada sirkulasi
spontan sampai pasien dipindahkan ke unit perawatan intensif. Perawatan yang efektif pada
periode ini akan memberikan hasil yang memuaskan terutama untuk perbaikan pada fungsi
serebral.

Tindakan yang harus segera dilakukan :


1. Melakukan pengkajian berdasarkan ABCD sekunder
2. Airway Jalan napas

♦ Mempertahankan jalan napas.


♦ Memastikan letak ETT dengan pemeriksaan fisik (auskultasi paru kanan-kiri,
lambung) pemantauan end tidal CO2 dan rontgen foto torak.
3. Breathing (bantuan napas)
♦ Memberikan oksigen
♦ Memberikan tekanan positif seperti bantuan ventilasi dengan bagging atau
ventilasi mekanik

♦ Periksa perkembangan dada


♦ Periksa saturasi oksigen (pulse oksimetri) dan analisa gas darah (AGD)
♦ Pada pasien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan ventilasi mekanik, maka

harus diberikan obat pelemas otot dan sedasi.


♦ Periksa kemungkinan terjadinya komplikasi seperti pneumotoraks, patah tulang
iga dan letak ETT yang salah.
4. Circulation (sirkulasi)
♦ Periksa tanda-tanda vital pasien
♦ Berikan cairan NaCl atau dekstrosa aapat diberikan apabila pasien mempunyai
riwayat hipoglikemia

♦ Pemantauan EKG dan tekanan darah


♦ Pemantauan produksi urine
♦ Jika pada saat henti jantung dengan irama VF pasien belum mendapat anti aritmia
maka obat anti aritmia dapat diberikan secara bolus kemudian dilanjutkan dengan
pernberian dosis pemeliharaan.
♦ Apabila anti aritmia sudah diberikan pada saat resusitasi maka pemberian anti
aritmia tersebut dilanjutkan dengan dosis pemeliharan.
5. Diagnosis Banding
Penyebab henti jantung dapat diketahui dengan cara melakukan :

♦ Pemeriksaan rontgen foto toraks


♦ Anamnesis ulang
♦ Pemeriksaan fisik
♦ Perekaman EKG 12 lead
♦ Pemeriksaan elektrolit darah.

6. Tindakan lain

♦ Memasang nasogastric tube (NGT)


♦ Memasang kateter urine
♦ Mengatasi secara cepat gangguan keseimbangan elektrolit

You might also like