Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Y A H Y A
73.2001D.08.112
2010
BANTUAN HIDUP DASAR
(BHD)
A. INDIKASI
1. Henti napas
Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dari
korban/pasien. Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup
Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan:
a. Tenggelam
b. Stroke
c. Obstruksi jalan napas
d. Epiglotitis
e. Overdosis obat-obatan
f.Tersengat listrik
g. Infark miokard
h. Tersambar petir
i. Koma akibat berbagai macam kasus.
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk kedalam darah untuk beberapa menit
dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada
keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup
dan mencegah henti jantung.
2. Henti jantug
Pada saat terjadi henti jantung, secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti
sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen.
Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti
jantung. Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang
bertujuan:
Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta defibrilasi.
Untuk dapat mengingat dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C,
dan D, yaitu
Sebelum melakukan tahapanA (airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal
pada korban/pasien, yaitu :
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong
Bu!!!
/
Mas!!! /Mbak !!!.
3. Meminta pertolongan.
Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan
dengan cara berteriak "Tolong !!!" untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih
lanjut.
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban/pasien harus dalam posisi terlentang dan
berada pada permukaan yang rata dan keras. jika korban ditemukan dalam posisi miring atau
tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang.
Ingat! penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala,
leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus
dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di
samping tubuh.
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda
asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan
sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.
Mulut dapat dibuka dengan tehnik
Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut
korban.
2. Membuka jalan napas.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak
sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink,
inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat
dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild - chin lift) dan Manuver
Pendorongan Mandibula. Teknik membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang
awam dan petugas, kesehatan adalah tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas
kesehatan harus dapat melakukan manuver lainnya.
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnva dada, mendengar bunyi napas dan
merasakan hembusan napas korban/pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di
atas mulut dan hidung korban/pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka.
Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.
Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukkan melalui mulut ke
mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara
memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali
hembusan adalah 1,5 - 2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 7000 - 1000 ml (10
ml/kg) atau sampai dada korban/pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas
dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup.
Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16 - 17%. Penolong juga harus memperhatikan
respon dari korban/pasien setelah diberikan bantuan napas.
o
Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak
memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat,
dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban/pasien.
o
Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea
langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi
dari mulut ke stoma.
Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri
karotis di daerah leher korban/ pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari telunjuk dan tengah)
penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser
ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1 - 2 cm raba dengan lembut selama 5 - 10 detik.
Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban
dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan
korban/pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan
jalan napas.
Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan
sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai
berikut :
o
Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau
kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).
o
Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah
tersebut merupakan tempat untuk meletakan tangan penolong dalam memberikan bantuan
sirkulasi.
Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan di atas
telapak tangan yang lainnya, hindari jari-jari tangan menyentuh dinding dada korban/pasien, jari-
jari tangan dapat diluruskan atau menyilang.
Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari
berat badannya secara teratur sebanyak 15 kali dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1.5
- 2 inci (3,8 - 5 cm).
o
Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali
ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk
melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).
o
Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan
pada saat melepaskan kompresi.
o
Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 15 : 2, dilakukan baik oleh 1 atau 2
penolong jika korban/pasien tidak terintubasi dan kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit
(dilakukan 4 siklus permenit), untuk kemudian dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya
atau tidak.
Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60 - 80 mmHg,
dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari
curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar
sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.
D (DEFIBRILATION)
Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah defibrilasi
adalah suatu terapi dengan memberikan energi listrik. Hal ini dilakukan jika penyebab henti
jantung (cardiac arrest) adalah kelainan irama jantung yang disebut dengan Fibrilasi Ventrikel.
Dimasa sekarang ini sudah tersedia alat untuk defibrilasi (defibrilator) yang dapat digunakan
oleh orang awam yang disebut Automatic External Defibrilation, dimana alat tersebut dapat
mengetahui korban henti jantung ini harus dilakukan defibrilasi atau tidak, jika perlu dilakukan
defibrilasi alat tersebut dapat memberikan tanda kepada penolong untuk melakukan defibrilasi
atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan sirkulasi saja.
5 Jika korban/pasien dewasa tidak sadar dengan napas spontan, serta tidak ada trauma leher (trauma
tulang belakang) posisikan korban pada posisi mantap (Recovery positiotion), dengan tetap
menjaga jalan napas tetap terbuka.
5 Jika korban/pasien dewasa tidak sadar dan tidak bernapas, lakukkan bantuan napas. Di Amerika
serikat dan di negara lainnya dilakukan bantuan napas awal sebanyak 2 kali, sedangkan di Eropa,
Australia, New Zealand diberikan 5 kali. Jika pemberian napas awal terdapat kesulitan, dapat
dicoba dengan membetulkan posisi kepala korban/pasien, atau ternyata tidak bisa juga maka
dilakukan :
Untuk orang awam dapat dilanjutkan dengan kompresi dada sebanyak 15 kali
dan 2 kali ventilasi, setiap kali membuka jalan napas untuk menghembuskan napas, sambil
mencari benda yang menyumbat di jalan napas, jika terlihat usahakan dikeluarkan.
Untuk petugas kesehatan yang terlatih dilakukan manajemen obstruksi jalan
napas oleh benda asing.
Pastikan dada pasien mengembang pada saat diberikan bantuan pernapasan.
Setelah memberikan napas 12 kali (1 menit), nilai kembali tanda-tanda adanya
sirkulasi dengan meraba arteri karotis, bila nadi ada cek napas, jika tidak
bernapas lanjutkan kembali bantuan napas.
5 Sirkulasi (CIRCULATION)
1. jika ada tanda-tanda sirkulasi, dan ada denyut nadi tidak dilakukan kompresi
dada, hanya menilai pernapasan korban/pasien (ada atau tidak ada pernapasan)
2. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, denvut nadi tidak ada lakukan kompresi dada
o
Letakkan telapak tangan pada posisi yang benar
o
Lakukan kompresi dada sebanyak 15 kali dengan kecepatan 100 kali
permenit
o
Buka jalan napas dan berikan 2 kali bantuan pernapasan.
o
Letakkan kembali telapak tangan pada posisi yang tepat dan mulai
kembali kompresi 15 kali dengan kecepatan 100 kali permenit.
o
Lakukan 4 siklus secara lengkap (15 kompresi dan 2 kali bantuan
pernapasan)
6. Penilaian Ulang
Sesudah 4 siklus ventilasi dan kompresi kemudian korban dievaluasi kembali,
Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan
napas dengan rasio 15 : 2.
Jika ada napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi mantap.
Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 10 12 kali
permenit dan monitor nadi setiap saat.
Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar
jalan napas tetap terbuka kemudian korban/pasien ditidurkan pada posisi sisi
mantap.
PENATALAKSANAAN OBSTRUKSI JALAN NAPAS OLEH BENDA ASING .
Pengertian obstruksi jalan napas oleh benda asing :
Obstruksi jalan napas oleh benda asing pada orang dewasa sering terjadi pada saat
makan, daging merupakan penyebab utama obstruksi jalan napas meskipun demikian berbagai
macam bentuk makanan yang lain berpotensi menyumbat jalan napas pada anak-anak dan orang
dewasa.
Benda asing tersebut dapat menyebabkan obstruksi jalan napas sebagian (parsial) atau
komplit (total). Pada obstruksi jalan napas partial korban mungkin masih mampu melakukan
pernapasan, namun kualitas pernapasan dapat baik atau buruk. Pada korban dengan pernapasan
yang masih baik, korban biasanya masih dapat melakukan tindakan batuk dengan kuat, usahakan
agar korban tetap bisa melakukan batuk dengan kuat sampai benda asing tersebut dapat keluar.
Bila sumbatan jalan napas partial menetap, maka aktifkan sistem pelayanan medik darurat.
Obstruksi jalan napas partial dengan pernapasan yang buruk harus diperlakukan sebagai
Obstruksi jalan napas komplit.
Obstruksi jalan napas komplit (total), korban biasanya tidak dapat berbicara, bernapas,
atau batuk. Biasanya korban memegang lehernya diantara ibu jari dan jari lainya. Saturasi
oksigen akan dengan cepat menurun dan otak akan mengalami kekurangan oksigen sehingga
menyebabkan kehilangan kesadaran, dan kematian akan cepat terjadi jika tidak diambil tindakan
segera.
Penolong harus berdiri di belakang korban, melingkari pinggang korban dengan kedua
lengan, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut
korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan
dengan tangan lainnya, Tekan kepalan ke perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas. Setiap
hentakan harus terpisah dan dengan gerakan yang jelas.
Korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka keatas. Penolong berlutut
disisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas
pusat dan jauh dibawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan diatas tangan pertama.
Penolong menekan kearah perut dengan hentakan yang cepat kearah atas. Manuver ini dapat
dilakukan pada korban sadar jika penolongnya terlampau pendek untuk memeluk pinggang
korban.
Kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut diatas pusat dan dibawah
tulang sternum, genggam kepalan itu dengan kuat dan berikan tekanan ke atas ke arah diafragma
dengan gerakan cepat, jika tidak berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada
tepi meja atau belakang kursi.
• Penyapuan jari
Manuver ini hanya dilakukan atau digunakan pada korban tidak sadar, dengan muka
menghadap keatas buka mulut korban dengan memegang lidah dan rahang diantara ibu jari dan
jari-jarinya, kemudian mengangkat rahang bawah. Tindakan ini akan menjauhkan lidah dari
kerongkongan serta menjauhkan benda asing yang mungkin menyangkut ditempat tersebut.
Masukkan jari telunjuk tangan lain menelusuri bagian dalam pipi, jauh ke dalam kerongkongan
di bagian dasar lidah, kemudian lakukan gerakan mengait untuk melepaskan benda asing serta
menggerakkan benda asing tersebut ke dalam mulut sehingga memudahkan untuk diambil. Hati-
hati agar tidak mendorong benda asing lebih jauh kedalam jalan napas.
Penyebab utama jalan napas pada pasien tidak sadar adalah hilangnya tonus otot
tenggorokan sehingga pangkal lidah jatuh menyumbat farink dan epiglotis menutup larink. Bila
pasien masih bernapas sumbatan partial menyebabkan bunyi napas saat
inspirasi bertambah (stridor), sianosis (tanda lanjut) dan retraksi otot napas tambahan.
Tanda ini akan hilang pada pasien yang tidak bernapas.
Tahap dasar membuka jalan napas tanpa alat
Tengadahkan kepala pasien disertai dengan mengangkat rahang bawah ke depan. Bila
ada dugaan cedera pada leher lakukan pengangkatan rahang bawah ke depan disertai dengan
membuka rahang bawah (Jaw thrust), jangan lakukan ekstensi kepala. Apabila pasien masih
bernapas spontan, untuk menjaga jalan napas tetap terbuka posisikan kepala pada kedudukan
yang tepat. Pada keadaan yang meragukan untuk mempertahankan jalan napas pasanglah
oral/nasal airway.
Apabila manipulasi posisi kepala tidak dapat membebaskan jalan napas akibat sumbatan
oleh pangkal lidah atau epiglotis maka lakukan pemasangan alat bantu jalan napas oral/nasal.
Sumbatan oleh benda asing diatasi dengan perasat Heimlich atau laringoskopi disertai dengan
pengisapan atau menjepit dan menarik keluar benda asing yang terlihat.
Alat bantu jalan napas orofaring menahan pangkal lidah dari dinding belakang faring.
Alat ini berguna pada pasien yang masih bernapas spontan atau saat dilakukan ventilasi dengan
sungkup dan bagging dimana tanpa disadari penolong menekan dagu ke bawah sehingga jalan
napas tersumbat. Alat ini juga membantu saat dilakukan pengisapan lendir dan mencegah pasien
mengigit pipa endotrakheal (ETT).
Cara pemasangan
o
Bersihkan mulut dan faring dari segala kotoran
o
Masukan alat dengan ujung mengarah ke chefalad
o
Saat didorong masuk mendekati dinding belakang faring alat diputar 180°
o
Ukuran alat dan penempatan yang tepat menghasilkan bunyi napas yang
nyaring pada auskultasi paru saat dilakukan ventilasi
o
Pertahankan posisi kepala yang tepat setelah alat terpasang
Bahaya
o
Cara pemasangan yang tidak tepat dapat mendorong lidah ke belakang atau apabila ukuran
terlampau panjang epiglotis akan tertekan menutup rimaglotis sehingga jalan napas tersumbat
o
Hindarkan terjepitnya lidah dan bibir antara gigi dan alat
o
Jangan gunakan alat ini pada pasien dimana refleks faring masih ada karena
dapat menyebabkan muntah dan spasme laring
Alat bantu napas nasofaring (nasopharyngeal airway)
Alat ini berbentuk pipa polos terbuat dari karet atau plastik. Biasanya digunakan pada
pasien yang menolak menggunakan alat bantu jalan napas orofaring atau apabila secara tehnis
tidak mungkin. memasang alat bantu jalan napas orofaring (misalnya trismus, rahang mengatup
kuat dan cedera berat daerah mulut).
Cara pernasangan
• Pilih alat dengan ukurang yang tepat, lumasi dan masukkan menyusuri bagian tengah
dan dasar rongga hidung hingga mencapai daerah belakang lidah
• Apabila ada tahanan dengan dorongan ringan alat diputar sedikit.
Bahaya
• Alat vang terlalu panjang dapat masuk oesophagus dengan secgala akibatnya
• Alat ini dapat merangsang, muntah dan spasme laring
• Dapat menyebabkan perdarahan akibat kerusakan mukosa akibat pernasangan, oleh
Cara ini merupakan tehnik dasar bantuan napas. Upayakan memakai pelindung (barrier)
antara mulut penolong dengan pasien berupa lembar plastik/silikon berlubang ditengah atau
memakai sungkup, sungkup khusus ini dikenal dengan nama Pocketfacemask. Keterbatasan cara
ini adalah konsentrasi oksigen ekspirasi penolong rendah (16-17%).
Pernapasan mulut ke sungkup muka (pocket facemask)
Memegang sungkup dengan tepat memerlukan latihan dan konsentrasi, akan tetapi alat
ini merupakan alat bantu efektif untuk napas buatan. Sungkup muka ini memiliki beberapa
ukuran, bening untuk memudahkan melihat adanya regurgitasi dan memiliki lubang masuk untuk
oksigen tambahan. Keuntungan dari penggunaan sungkup muka ini adalah mencegah kontak
langsung dengan pasien dan dapat memberikan oksigen tambahan
Cara melakukan
Bila memungkinkan lakukan dengan dua penolong, posisi dan urutan tindakan sama
seperti tanpa menggunakan sungkup, kecuali pada tehnik ini digunakan sungkup sebagai
pelindung, Jadi diperlukan keterampilan memegang sungkup. Dengan dua penolong seorang
melakukan kompresi dada dan yang lain melakukan napas buatan. Bila tersedia berikan oksigen
tambahan dengan aliran 10 liter/menit (FiO2 =50%) dan 15 liter/menit (FiO2=80%). Bila tidak
ada penolakan pasang alat bantu jalan napas orofaring. Tengadahkan kepala dan pasang sungkup
pada mulut dan hidung pasien dengan cara ibu jari dan telunjuk kedua tangan menekan sungkup
sedangkan tiga jari kedua tangan menarik mandibula sambil tetap mempertahankan kepala dalam
posisi tengadah,
sehingga tidak terjadi kebocoran. Berikan tiupan melalui lubang sungkup sambil memperhatikan
gerakan dada, tiup dengan lambat dan mantap dengan lama inspirasi 1-2 detik. Pada pasien
dengan henti jantung dengan jalan napas belum terlindungi lakukan 2 ventilasi setiap 15
kompresi dada. Apabila jalan napas terlindungi (misalnya sudah terpasang ETT, Laringeal Mask
Airway atauCombitube) lakukan kompresi 100 kali/menit dengan ventilasi dilakukan. tanpa
menghentikan kompresi (asingkron) tiap 5 detik (kecepatan 12 kali/menit). Apabila ada penolong
ketiga lakukan tekanan pada krikoid untuk mencegah distensi lambung dan regurgitasi.
Bantuan napas dengan. menggunakan bagging sungkup dan alat bantu jalan napas
lainnya.Bagging telah lama digunakan sebagai alat bantu napas utama dikombinasikan.
dengan alat bantu jalan napas lainnya misalnya sungkup muka, ETT, LMA, dan Combitube.
Penggunaanbagging memungkinkan pemberian oksigen tambahan. Beberapa hal yang harus
diperhatikan saat menggunakan bagging :
kebocoran, seorang penolong mempertahankan sungkup dan kepala pasien, dan yang
lainnya melakukan pemijatan bagging
• Masalah kebocoran dan kesulitan mencapai volume tidal yang cukup tidak akan
terjadi jika dipasang ETT, LMA, atau Combitube.
Tahap lanjut membuka jalan napas.
Pernasangan pipa endotrakeal (ETT)
Pemasangan pipa endotrakeal menjamin terpeliharanya jalan napas dan sebaiknya
dilakukan sesegera mungkin oleh penolong yang terlatih.
Keuntungan :
Stilet (mandrin)
Forsep margil
Jeli
Spuit 20 atau 10 cc
Stetoskop
Bantal
Plester dan gunting
Alat penghisap lendir (Suction aparatus)
Tekhnik pemasangan
Perasat ini dikerjakan saat intubasi untuk mencegah distensi lambung, regurgitasi isi
lambung dan membantu dalam proses intubasi. Perasat ini dipertahankan sampai balon ETT
sudah dikembangkan.
akan menyebabkan oesophagus terjepit diantara bagian belakang kartilago krikoid dengan tulang
belakang dan lubang trakhea/rimaglotis akan terdorong ke arah dorsal sehingga lebih mudah
terlihat.
Volume tidal napas berkisar antara 10-15 ml/kg BB, secara klinis keadaan dapat
diketahui dengan pengamatan dada. Dengan volume 10 ml/kg BB dada akan tampak mulai
mengembang dan dengan 15 ml/kg BB dada akan mengembang, lebih besar lagi (naik antara 4-6
cm). Bila tidak diberikan oksigen tambahan dan pada pasien gemuk berikan volume yang lebih
besar sedangkan bila diberikan oksigen tambahan atau pada pasien kurus berikan volume yang
lebih kecil. Kecepatan pemberian napas berkisar antara 10-12 kali/menit atau satu kali setiap 5-6
detik dengan lama inspirasi sekitar 2 detik. Pada keadaan ini tidak ada lagi perbandingan antara
kompresi dan ventilasi. Kecepatan kompresi berkisar 100 kali/menit, sedangkan ventilasi
diberikan setiap 5 detik (tidak perlu seirama dengan kompresi).
Gerakan kepala dan leher yang berlebihan pada pasien cedera leher dapat menyebabkan
cedera yang lebih hebat. Pasien trauma muka, multiple dan kepala harus dianggap disertai
dengan cedera leher.
belakang distabilisasi.
4. Bila tidak dapat dilakukan intubasi lakukan krikotiroidektomi atau trakheostomi.
5. Bila diputuskan untuk dilakukan intubasi melalui hidung (blind nasal intubation)
maka harus dilakukan oleh penolong yang berpengalaman.
6. Bila pasien melawan dapat diberikan obat pelemas otot dan penenang.
Tehnik tambahan untuk penanganan jalan napas invasif dan ventilasi
Ada dua alat bantu jalan napas yang termasuk kelas IIb yaitu :
Laryngeal Mask airway (LMA)
Esophageal Tracheal Combitube
Laryngeal Mask airway (LMA)
LMA berupa sebuah pipa dengan ujung distal yang menyerupai sungkup dengan tepi
yang mempunvai balon sekelilingnya. Pada terpasang bagian sungkup ini harus berada di daerah
hipofaring, sehingga saat balon dikembangkan maka bagian terbuka dari sungkup akan
menghadap kearah lubang trakhea membentuk bagian dari jalan napas.
Alat ini merupakan gabungan ETT dengan obturator oesophageal. Pada alat ini terdapat 2 daerah
berlubang, satu lubang di distal dan beberapa lubang ditengah, lubang lubang ini dihubungkan
melalui 2 saluran yang terpisah dengan 2 lubang di proksimal yang merupakan interface untuk
alat bantu napas. Selain itu terdapat 2 buah balon, satu proksimal dari lubang distal dan satu
proksimal dari deretan lubang di tengah. Ventilasi melalui trakhea dapat dilakukan melalui
lubang distal (ETT) dan tengah (obtutator). Alat
ini dimasukan tanpa laringoskopi, dari penelitian dengan cara memasukan seperti ini 80%
kemungkinan masuk ke eosophagus. Setelah alat ini masuk kedua balon dikembangkan dan
dilakukan pemompaan, mula-mula pada obturator seraya dilakukan inspeksi dan auskultasi
apabila ternyata dari pengamatan ini tidak tampak adanya ventilasi paru pemonpaan dipindahkan
pada ETT dan lakukan kembali pemeriksaan klinis. Kinerja ventilasi, oksigenasi dan
perlindungan terhadap aspirasi alat ini sepadan dengan ETT dengan keunggulan lebih mudah
dipasang dibanding ETT.
Krikotiroidektomi
Tindakan ini dilakukan untuk membuka jalan napas sementara dengan cepat, apabila
cara lain sulit dilakukan. Pada tekhnik ini membran krikotiroid disayat kecil vertikal, dilebarkan
dan dimasukan ETT.
Trakheostomi
Tekhnik ini bukan pilihan pada keadaan darurat (life saving). Tindakan ini sebaiknya
dilakukan di kamar bedah oleh seorang yang ahli. Ada dua jenis yang biasa dipakai :
1. Penghisap faring yang kaku, pada alat ini diperlukan tekanan negatif yang rendah
sekali.
2. Penghisap trakheobronkhial yang lentur, alat ini mempunyai syarat :
o
Ujung harus tumpul dan sebaiknya memiliki lubang di ujung dan di samping
o
Lebih panjang dari ETT
o
Licin
o
Steril dan sekali pakai
Cara melakukan penghisapan lendir
1. Lakukan hiperventilasi dengan Fi02 100% selama 15 - 30 detik
2. Gunakan kateter trakheobronkhial dengan diameter tidak lebih dari ? diameter dalam
ETT
3. Lama penghisapan tidak lebih dari 10 detik
4. Bila setelah penghisapan selama 10 detik ternyata masih belum bersih maka dapat dilakukan
pengisapan kembali, diantara pengisapan harus diselingi dengan ventilasi seperti diatas.
Image…………………………………..
CATATAN:
TERAPI OKSIGEN
Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20% pada tekanan 1 atmosfir
sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah.
Tujuan :
♦ Mempertahan oksigen jaringan yang adekuat
♦ Menurunkan kerja napas
♦ Menurunkan kerja jantung
Indikasi :
• Penurunan PaO2
• Keadaan lain seperti; gagal napas akut, syok, keracunan CO
Pemberian oksigen selalu tepat untuk pasien dengan gangguan sirkulasi atau
napas akut dengan ketentuan sebagai berikut :
ε Tanpa gangguan napas oksigen diberikan 2 liter/ menit melalui kanul binasal.
ε Dengan gangguan napas sedang oksigen diberikan 5 - 6 liter/menit melalui kanul
binasal.
ε Dengan gangguan napas berat, gagal jantung, henti jantung, gunakan sistem yang
dapat memberikan oksigen 100%.
ε Pada pasien dimana rangsang napas tergantung pada keadaan hipoksia (mis. Asma)
berikan oksigen kurang dari 50% dan awasi ketat.
ε Atur kadar oksigen berdasarkan kadar gas darah (PaO2) atau saturasi (SaO2)
ε Dalam keadaan darurat gunakan alat bantu napas yang lebih canggih (mis. bagging),
lakukan intubasi dan berikan oksigen 100%.
Persiapan alat :
1. Sumber oksigen (tabung atau sumber oksigen sentral)
2. Tabung pelembab (humidifier).
3. Pengukur aliran oksigen (flow meter)
4. Alat pemberian oksigen (tergantung metoda yang dipakai)
volume tidal napas pasien. Kadar oksigen bertambah 4% untuk setiap tambahan 1 liter/menit
oksigen, misalnya aliran 1 liter/menit = 24%, 2 liter/menit 28% dan seterusnya dengan maksimal
6 liter/menit.
Keuntungan :
Pernberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju napas teratur
Baik diberikan dalam jangka waktu lama
Pasien dapat bergerak bebas, makan, minum dan bicara
Efisien dan nyaman untuk pasien
Kerugian :
♦ Dapat menyebabkan iritasi pada hidung, bagian belakang telinga tempat tali binasal
♦ FiO2 akan berkurang apabila pasien bernapas dengan. mulut
Sungkup muka sederhana
Memberikan aliran yang bervariasi dengan konsentrasi oksigen berkisar 24 - 50%. Dipakai
dengan pasien dengan tipe ventilasi yang tidak teratur. Alat ini digunakan pada pasien dengan
hiperkarbi yang disertai dengan hipoksemi sedang sampai berat.
6. Tindakan lain