You are on page 1of 9

Biota Vol.

X (2): 120-128, Juni 2005


ISSN 0853-8670

Pemanfaatan Oleoresin Jahe (Zingiber officinale) untuk Mengatasi Kelainan


Antioksidan Intrasel Superoxide Dismutase (SOD) Hati Tikus Di Bawah
Kondisi Stres
The Utilization of Ginger (Zingiber officinale) Oleoresin to Recover Impairment of
Intracelluler Antioxidant Superoxide Dismutase (SOD) On the Liver of Rats Under
Stress Condition

Tutik Wresdiyati1*, Made Astawan2, I Ketut Mudite Adnyane1, dan Renny Candra
Prasetyawati2
1
Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan *Penulis untuk korespondensi
2
Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian-Institut Pertanian Bogor. Kampus IPB
Darmaga Bogor 16680.

Abstract
This study was conducted to evaluate the activity of ginger oleoresin (Zingiber
officinale) on the intracelluler antioxidant-superoxide dismutase (SOD) in the liver of
rats under stress condition. A total of twuenty five Wistar rats were used for this
study. They were divided into five groups ; (1)K (control), (2) S (stress), (3)O + S
(oleoresin followed by stress), (4) S + O (stress followed by oleoresin and (5) O + S +O
(oleoresin followed by stress then oleoresin). The dose of oleoresin is 60mg/Kg/BW/day
for seven days. Stress condition was done by five days fasting and smimming for five
minutes/day, while drinking water was provided ad libitum to all groups. The results
showed that ginger oleoresin significantly decreased malonaldehyde (MDA) and
elevated SOD activity. The immunohistochemical evaluation also showed that ginger
oleoresin increased the content of copper,zinc-superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) in
the liver of rats under stress condition. These effects were showed in the tissues of rats
treated by ginger oleoresin before or after stress or combination of both.

Key words: Superoxide dismutase (SOD), stress, ginger, liver, rat

Diterima: 19 Mei 2004, disetujui: 06 Juli 2004

Pendahuluan (Cu,Zn-SOD) (Fridovich, 1975) dan


manganese superoxide dismutase (Mn-SOD)
Antioksidan, free radical scavenger, (Marklund, 1984).
berperan dalam melindungi sel terhadap Cu,Zn-SOD merupakan salah satu
gangguan oksidan dan secara tidak langsung antioksidan endogen yang berperan penting
memelihara keseimbangan oksigen yang toksik dalam mengkatalisis radikal bebas anion
(Touati, 1992). Peranan tersebut dapat superoxide menjadi hidrogen peroksida dan
dilakukan dengan mengurangi, menahan dan molekul oksigen (Mates et al., 1999). Dengan
mencegah proses oksidasi (Schuler, 1990), kemajuan teknik imunositokimia, sel-sel
serta katalisasi radikal bebas oleh enzim penghasil SOD telah berhasil dideteksi pada
antioksidan intrasel (Mates et al., 1999). jaringan tikus (Dobashi et al., 1989; Wresdiyati
Enzim antioksidan yang terdapat di dalam sel and Makita, 1997). Profil SOD juga telah
meliputi catalase, glutathione peroksidase, dan dilaporkan pada kondisi patologis seperti stress
superoxide dismutase (SOD) (Asayama et al., dan diabetes mellitus (Wresdiyati 1999;
1996); copper zinc-superoxide dismutase Wresdiyati et al., 2002; Wresdiyati et al., 2003;
Wresdiyati, dkk.

Wresdiyati, 2003a), serta pada jaringan Analisis total fenol oleoresin jahe
neoplastik (Keller et al., 1991).
Penelitian sebelumnya menunjukkan Analisis kadar total fenol juga dilakukan
bahwa kondisi stres mengakibatkan terjadinya terhadap ekstrak jahe baik dengan pelarut
kelainan morfologi dan peningkatan jumlah metanol maupun etanol (AOAC, 1984).
organel peroksisomes pada ginjal kera Jepang Pembacaan absorbansi dilakukan pada panjang
(Wresdiyati and Makita, 1995). Kondisi stres gelombang 760 nm.
juga menimbulkan inflamasi dan penurunan
kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada hati Analisis aktivitas antioksidan oleoresin
dan ginjal tikus (Wresdiyati, 1999; Wresdiyati jahe
et al., 2002, Wresdiyati, 2003a). Analisis aktivitas antioksidan dilakukan
Oleoresin jahe telah dilaporkan memiliki menurut Chen et al., (1996). Pengukuran
potensi antiinflamasi pada jaringan hati dan absorbansi dengan spektrofotometer pada
ginjal tikus di bawah kondisi stres (Wresdiyati panjang gelombang 500 nm. Nilai pengukuran
et al., 2003; Wresdiyati 2003b). Kikuzaki and dinyatakan sebagai bilangan peroksida.
Nakatani (1993) melaporkan secara in vitro
bahwa oleoresin jahe mempunyai daya Karakterisasi oleoresin jahe
antioksidatif lebih tinggi dari -tokoferol.
Namun demikian, belum pernah dilaporkan Lempeng GF-254 yang telah diaktifkan
aktivitas antioksidan oleoresin jahe dalam dengan pemanasan pada suhu 110º C selama
mengatasi kelainan antioksidan intrasel-SOD in empat jam diberi spot ekstrak yang berisi
vivo pada jaringan hati tikus, terutama pada senyawa oleoresin dimulai pada garis batas lalu
kondisi stres. dimasukkan ke dalam wadah pengembang
Penelitian ini bertujuan untuk yang telah jenuh dengan eluen heksan dan
mempelajari peranan kandungan senyawa dietileter dengan rasio 3 : 7, dan dibiarkan
antioksidan oleoresin jahe dalam mengatasi perambatan pelarut sampai batas akhir.
penurunan antioksidan intrasel-SOD pada hati Lempeng tersebut dikeluarkan dari wadah
tikus akibat perlakuan stres. Penelitian ini pengembangan dan terlihat fraksi-fraksi yang
merupakan salah satu upaya pemanfaatan jahe terpisah satu sama lainnya karena memiliki
dalam mengatasi kelainan antioksidan intrasel- nilai Retardation Factor (Rf) yang berbeda.
SOD pada jaringan tubuh, terutama yang
diakibatkan oleh kondisi stres. Sehingga Perlakuan hewan dan pengambilan
oleoresin jahe diharapkan dapat dipakai sampel jaringan hati tikus
sebagai bahan alternatif pencegahan maupun Tikus jantan galur Wistar sebanyak 25
pengobatan terhadap kerusakan dini sel atau ekor (250  5 g) dikelompokkan menjadi lima
organ tubuh akibat rendahnya status SOD kelompok perlakuan yang terdiri dari lima ekor
akibat stres. tikus untuk masing-masing kelompok (Tabel
1). Perlakuan stres dilakukan dengan cara
Metode Penelitian puasa (tidak diberikan pakan), tapi diberi air
minum ad libitum serta perenangan lima
Ekstraksi oleoresin jahe menit/hari selama lima hari. Pemberian
oleoresin dengan dosis 60mg/Kg/BB/hari
Penelitian ini menggunakan rimpang dilakukan dengan sonde. Bersamaan dengan
jahe emprit (kecil) yang berumur 10 bulan. pemberian oleoresin, tikus juga diberikan
Sebanyak 250 gram bubuk jahe diekstrak pakan secara ad libitum. Penggunaan dosis
empat kali dengan menggunakan dua jenis oleoresin 60mg/Kg/BB/hari berdasarkan hasil
pelarut organik (500 ml) yang berbeda, penelitian sebelumnya yang menunjukkan
methanol dan ethanol. Ekstrak yang diperoleh dosis tersebut merupakan dosis oleoresin yang
disaring kemudian disuling dengan efektif sebagai antiinflamasi pada jaringan hati
rotaryvacum-evaporator. dan ginjal tikus akibat stres (Wresdiyati,
2003b; Wresdiyati et al., 2003).

Biota Vol. X (2), Juni 2005 121


Oleoresin Jahe dan SOD Hati Tikus Stres

Sampel jaringan hati yang didapat dari dan kandungan Cu,Zn-SOD secara
setiap ekor tikus perlakuan kemudian dibagi imunohistokimia.
tiga untuk analisis kadar MDA, aktivitas SOD,

Tabel 1. Kelompok perlakuan tikus percobaan dan jenis perlakuan yang diberikan
Perlakuan
Kelompok Oleoresin (7 hari) 60 Stres (5 hari)* Oleoresin (7 hari) 60
mg/Kg/BB/hari mg/Kg/BB/hari
Kontrol - - -
S - + -
O+S + + -
S+O - + +
O+S+O + + +
Keterangan :
+ : diberi perlakuan O = oleoresin
- : tanpa perlakuan S = Stres
* : puasa 5 hari dan perenangan 5 menit/hari

Analisis kadar MDA jaringan hati terhadap Cu,Zn-SOD


menggunakan metode Dobashi et al. (1989)
Analisis kadar MDA dilakukan menurut dengan modifikasi. Setelah dilakukan
Conti et al., 1991. Pengukuran kadar MDA inaktivasi terhadap peroksidase endogen,
menggunakan spektroflourometer pada panjang kemudian potongan jaringan diinkubasi dalam
gelombang eksitasi 515 nm dan emisi 553 nm. antibodi monoklonal Cu,Zn-SOD (Sigma
Kadar MDA sampel yang diperoleh dinyatakan S2147) dilanjutkan dengan inkubasi dalam
dalam satuan mol per gram protein. antibodi sekunder (Dako K1491). Produk
reaksi antigen-antibodi divisualisasi dengan
Analisis aktivitas SOD hati tikus diamino benzidine (DAB).
Pengamatan terhadap sel-sel penghasil
Sebanyak 400 l larutan Cu,Zn-SOD dilakukan secara kualitatif
kloroform/etanol dingin 37,5/62.5 (v/v) terhadap produk reaksi positif pada sitoplasma
ditambahkan ke dalam 150 l lisat hati. dan inti sel hati dengan membandingkan
Kemudian divorteks selama 3 detik dan intensitas warna cokelat yang terbentuk dan
disentrifus pada kecepatan 4400 rpm suhu 4C distribusinya pada seluruh bagian setiap
selama 10 menit. Sebanyak 2,9 ml larutan A preparat yang diamati.
(campuran larutan xantin dan larutan sitokrom
c) ditambah 50 l larutan baku (kontrol) atau Analisis data
sampel dan divorteks secara perlahan. Reaksi
Hasil pengukuran kadar MDA dan
dimulai dengan menambahkan 50 l larutan B
(xantin oksidase) dan divorteks secara aktivitas SOD hati tikus perlakuan masing-
perlahan. Pengamatan terhadap perubahan masing dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam
absorban yang terjadi dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
spektrofotometer. (RAL). Untuk melihat perbedaan kadar MDA
dan aktivitas SOD antar kelompok perlakuan
dilakukan pengujian lanjut menggunakan uji
Deteksi imunohistokimia terhadap
beda Duncan.
Cu,Zn-SOD
Jaringan hati difiksasi selama 24 jam
dalam larutan Bouin, selanjutnya diproses
dengan metode standar menggunakan parafin.
Pewarnaan imunohistokimia pada preparat

122 Biota Vol. X (2), Juni 2005


Wresdiyati, dkk.

Hasil dan Pembahasan pelarut dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil


analisis ragam menunjukkan bahwa jenis
Kadar oleoresin dan total fenol ekstrak pelarut (metanol dan etanol) tidak berpengaruh
jahe nyata (P>0.05) terhadap kadar oleoresin
ekstrak jahe.
Kadar oleoresin dan total fenol oleoresin .
rimpang jahe yang diekstrak dengan dua jenis

Tabel 2. Kadar oleoresin dan total fenol ekstrak jahe kering dalam pelarut metanol dan etanol
Komponen yang dianalisis Jenis pelarut
Metanol Etanol
Kadar oleoresin (%) 6,38 a 4,10 a
Kadar fenol (mg/ml) 647,22 p 522,22 q
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05)

Jenis pelarut berpengaruh nyata (P<0.05) Aktivitas antioksidatif oleoresin jahe


terhadap kadar fenol yang dihasilkan oleh
ekstrak jahe. Pelarut metanol menghasilkan Penghitungan aktivitas antioksidan
total fenol lebih besar. Hasil ini menunjukkan dilakukan berdasarkan kemampuannya dalam
bahwa pelarut metanol mempunyai kelebihan menghambat oksidasi asam linoleat untuk
dalam melarutkan komponen fenol yang sangat menghasilkan radikal peroksida yang dapat
menentukan daya antioksidatif oleoresin jahe. mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ dan
Berdasarkan hasil ekstraksi tersebut menghasilkan warna merah. Dengan adanya
maka untuk pengujian aktivitas antioksidan antioksidan, maka intensitas warna merah yang
oleoresin jahe, karakterisasi dan pengujian terbentuk semakin rendah sehingga nilai
pada hewan percobaan selanjutnya, digunakan absorbansi yang terbaca juga semakin kecil.
oleoresin jahe yang di ekstrak dengan pelarut Hasil pengukuran aktivitas antioksidan
metanol. menunjukkan bahwa oleoresin jahe memiliki
aktivitas antioksidan lebih baik dari -
tokoferol dan kontrol (Gambar 1).

Tokoferol 2.98
13.99

Oleoresin Jahe 5.44


25.57

Kontrol 1
4.7

0 5 10 15 20 25 30
Nilai

Periode Induksi Faktor Protektif

Gambar 1. Nilai periode induksi dan faktor protektif antioksidan


oleoresin jahe paling tinggi dibandingkan dengan -
tokoferol dan kontrol.

Biota Vol. X (2), Juni 2005 123


Oleoresin Jahe dan SOD Hati Tikus Stres

Karakterisasi oleoresin jahe Analisis KLT tersebut menunjukkan


bahwa jahe yang digunakan dalam penelitian
Karakterisasi oleoresin dengan ini mengandung komponen aktif antioksidan
menggunakan metode Kromatografi Lapis yaitu gingerol, zingeron, dan shogaol. Pada
Tipis (KLT) menunjukkan adanya tiga fraksi penelitian ini, pemberian oleoresin jahe pada
dengan spot yang cukup tajam dengan nilai Rf tikus perlakuan digunakan oleoresin jahe
fraksi pertama 0,24, fraksi kedua 0,32 dan secara keseluruhan (bukan fraksi aktif
fraksi ketiga 0,38. Berdasarkan nilai Rf berdasarkan analisis KLT). Telah dilaporkan
pembanding menurut Chen et al. (1996), maka bahwa secara in vitro daya antioksidatif
diketahui bahwa fraksi pertama adalah oleoresin secara keseluruhan lebih tinggi
senyawa gingerol, fraksi kedua adalah zingeron dibandingan daya antioksidatif masing-masing
dan fraksi ketiga adalah shogaol (Gambar 2). senyawa fenol penyusunnya.

Shogaol
Zingeron
Gingerol

Gambar 2. Kromatogram hasil fraksinasi


komponen non volatil oleoresin
jahe dengan metode KLT

Kadar MDA hati tikus perlakuan adanya produksi radikal bebas yang meningkat
pada kondisi stres.
Analisis kadar radikal bebas dalam
Pada kondisi puasa,  oksidasi dan
penelitian ini dilakukan dengan mengukur
cytochrome P-450 oxidase meningkat (Ishii et
kadar MDA hati tikus perlakuan, karena MDA
al., 1980; Orellana et al., 1992). Aktivitas
merupakan indikator keberadaan radikal bebas
oksidasi tersebut menghasilkan radikal bebas
dalam tubuh. MDA merupakan salah satu
sebagai produk samping reaksi tersebut.
produk final dari peroksidasi lipid yang
Tingginya aktivitas oksidasi ini, pada kondisi
terbentuk setelah aksi senyawa radikal. MDA
puasa, menyebabkan produksi radikal bebas
dalam material biologi telah digunakan secara
seperti anion superoksida (O2-) juga tinggi.
luas sebagai indikator kerusakan oksidatif,
Molekul radikal anion superoksida mengalami
terutama dari asam lemak tak jenuh (Nabet,
dismutasi oleh SOD menjadi singlet oksigen
1996).
yang dapat menyerang asam lemak tak jenuh
Hasil analisis kadar MDA hati dari
(ALTJ) membentuk lipid hidroperoksida dan
keempat perlakuan menunjukkan kadar MDA
radikal bebas lipid yang dapat menyebabkan
kelompok stres paling tinggi (2522,39 mol/g kerusakan membran sel dengan ditandai
protein) dibandingkan dengan kadar MDA dari terbentuknya MDA. Dari mekanisme tersebut
kelompok perlakuan lainnya (Gambar 3). terlihat bahwa meningkatnya kadar MDA pada
Tingginya kadar MDA tersebut menunjukkan kondisi stres disebabkan karena tingginya

124 Biota Vol. X (2), Juni 2005


Wresdiyati, dkk.

radikal bebas yang terbentuk, yang akan pemberian oleoresin secara kuratif (S+O) lebih
menghasilkan produk akhir MDA tersebut. besar daripada tikus yang diberi oleoresin jahe
Pemberian oleoresin jahe secara oral secara preventif (O+S). Namun demikian,
pada tikus yang diberi perlakuan stres puasa kadar MDA pada hati tikus yang diberi
dan perenangan terjadi penurunan kadar MDA oleoresin baik sebelum dan sesudah stres tidak
secara nyata. Pemberian oleoresin jahe secara berbeda nyata (P<0.05) (Gambar 3). Hal ini
kuratif pada hati menurunkan kadar MDA menunjukkan bahwa pemberian oleoresin jahe
sebesar 53,57 %, sedangkan secara preventif dapat dilakukan baik secara kuratif maupun
menurunkan kadar MDA sebesar 36,08%. secara preventif.
Persen penurunan MDA pada hati tikus dengan

3000
2522.39
Kadar MDA (mmol/g protein)

2500
C

2000
1612.38
1500
1171.2 B

1000 B

365.9
500
A
0
kontrol stres stres + oleoresin +
oleoresin stres
Perlakuan

Gambar 3. Perbandingan kadar MDA hati tikus antar


perlakuan. (Huruf-huruf yang sama yang
mengikuti nilai kadar MDA menunjukkan tidak
ada berbedaan yang nyata, P>0.05).

Dari hasil analisis ragam menunjukkan Penurunan kadar MDA hati akibat
bahwa perlakuan stres (puasa dan perenangan) pemberian oleoresin jahe terjadi karena di
dan pemberian oleoresin (S+O) berpengaruh dalam jahe terdapat senyawa-senyawa fenolik
nyata (P<0.05) terhadap kadar MDA hati tikus yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan
perlakuan. Berdasarkan hasil uji beda Duncan primer (Nienaber et al., 1997), dengan
menunjukkan pada organ hati kelompok kemampuan tersebut maka proses peroksidasi
kontrol dan kelompok pemberian oloeresin lipid dan proses lain yang menghasilkan MDA
berbeda nyata, sedangkan kadar MDA pada dapat dikurangi.
kelompok stres juga berbeda nyata dengan
kelompok pemberian oleoresin. Stres yang Aktivitas SOD Hati Tikus Perlakuan
diberikan ternyata dapat meningkatkan kadar
Analisis kandungan SOD menggunakan
MDA dengan meningkatnya produksi radikal
spektrofotometer menunjukkan kelompok
bebas. Pemberian oleoresin jahe
kontrol mempunyai kandungan SOD tertinggi
memperlihatkan pengaruh yang sangat nyata
yaitu 4280 U/g berat basah (bb) dan terendah
terhadap kadar MDA, hal ini disebabkan efek
dimiliki oleh kelompok stres yaitu 750 U/g bb
antioksidasi dari oleoresin jahe terhadap hati
(Gambar 4). Pemberian oleoresin jahe pada
tikus perlakuan cukup besar untuk
tikus yang mengalami stres ternyata dapat
mengimbangi peningkatan produksi radikal
meningkatkan kandungan SOD dalam hati
bebas.
dibandingkan dengan kelompok tikus yang

Biota Vol. X (2), Juni 2005 125


Oleoresin Jahe dan SOD Hati Tikus Stres

tidak diberi oleoresin. Peningkatan tertinggi dengan 95 % dan retensi sebesar 62 % sampai
ditunjukkan oleh kelompok tikus yang diberi dengan 95 %.
oleoresin sebelum dan sesudah stres Peningkatan aktivitas SOD pada
berlangsung yaitu sebesar 4040 U/g bb. kelompok yang diberi oleoresin jahe
Diikuti oleh kelompok tikus yang diberi menunjukkan komponen oleoresin jahe dapat
oleoresin secara kuratif sebesar 3520 U/g bb membantu antioksidan endogen-SOD dalam
dan peningkatan SOD terendah dimiliki oleh menetralisir radikal anion superoksida, yang
kelompok tikus yang diberi oleoresin secara jumlahnya meningkat dalam kondisi stres.
preventif sebesar 2770 U/g bb. Sehingga pemberian oleoresin jahe dapat
Analisis sidik ragam menunjukkan mencegah penurunan aktivitas SOD pada hati
bahwa perlakuan stres dan pemberian oleoresin tikus akibat kondisi stres dan hal ini sesuai
berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap aktivitas dengan teori reaksi penetralan anion
SOD hati tikus perlakuan. Uji selanjutnya superoksida oleh enzim SOD maupun oleh
dengan Duncan’s Multiple Range Test komponen oleoresin jahe.
(DMRT) menunjukkan bahwa kelompok stres
berbeda nyata dengan kelompok lainnya. Antar Kandungan Cu,Zn-SOD Hati Tikus
kelompok O+S+O, S+O dan O+S tidak ada Perlakuan secara imunohistokimia
perbedaan yang nyata, namun kelompok
O+S+O dan kelompok S+O berbeda nyata Kandungan antioksidan intrasel-Cu,Zn-
terhadap kelompok kontrol (Gambar 4). SOD yang dideteksi secara imunohistokimia
Berdasarkan hasil penelitian ini ternyata pada hati tikus perlakuan ditunjukkan dengan
konsumsi oleoresin jahe dapat meningkatkan produk reaksi antigen-antibodi yang berwarna
kandungan SOD dalam hati tikus pada kondisi cokelat (Gambar 5). Kandungan Cu,Zn-SOD
stres. Hal ini dikarenakan komponen dalam terlihat paling tinggi pada kelompok kontrol
jahe mempunyai sifat sebagai antioksidan. dibandingkan dengan kelompok lainnya,
Berarti komponen jahe yang bersifat sedangkan kandungan Cu,Zn-SOD yang paling
antioksidan dapat diserap oleh tubuh sampai ke rendah terlihat pada kelompok stres. Pada
hati. Berdasarkan hasil penelitian Desminarti kelompok S+O terlihat kandungan Cu,Zn-
(2001) dilaporkan bahwa komponen fenol SODnya lebih tinggi dibandingkan pada
dapat diserap dan diretensi oleh tubuh dengan kelompok stres.
dengan daya serap berkisar antara 88 % sampai

4500 4280 a
4040 ab
4000
3520 ab
3500
(U/g berat basah)

2770 b
Aktivitas SOD

3000
2500
2000
1500
750 c
1000
500
0
Kontrol Oleoresin + Stres + Oleoresin + Stres
stres + oleoresin stres
oleoresin
Perlakuan

Gambar 4. Aktivitas SOD hati tikus yang mengalami perlakuan


stress dan pemberian oleoresin

126 Biota Vol. X (2), Juni 2005


Wresdiyati, dkk.

Hasil analisis kandungan Cu,Zn-SOD oleoresin kadar MDA nya lebih rendah, dan
secara kualitatif ini selaras dengan hasil kandungan SOD nya lebih tinggi dari pada
analisis kuantitatif aktivitas SOD dengan kelompok stres. Hal ini menujukkan korelasi
spektofotometer. Hasil analisis kandungan antara kadar MDA dengan kandungan SOD.
Cu,Zn-SOD tersebut juga mendukung hasil Semakin tinggi kadar MDA maka semakin
analisis kadar MDA jaringan hati tikus rendah kandungan SODnya. Sebagai
perlakuan. Pada hati kelompok kontrol konsekuensi untuk memerangi radikal bebas
menunjukkan kadar MDA paling rendah serta yang jumlahnya banyak maka diperlukan lebih
kandungan SOD paling tinggi. Sebaliknya pada banyak SOD tubuh untuk mengkatalisnya,
kelompok stres menunjukkan kadar MDA sehingga pada kondisi jumlah radikal bebas
paling tinggi dan kandungan SOD paling banyak, yang ditunjukkan dengan tingginya
rendah. Pada kelompok perlakuan stres dan MDA, maka kandungan SODnya menurun.

K S+O S O+S O+S+O


Gambar 5. Gambaran imunohistokimia hati tikus perlakuan terhadap Cu,Zn-SOD. Kandungan SOD
tertinggi terlihat pada kelompok kontrol (K), sedangkan kandungan terendah terlihat pada
kelompok stres (S). Pemberian oleoresin menunjukkan adanya peningkatan kandungan SOD
dibandingkan kelompok stres. S+O = stres+oleoresin, O+S = oleoresin + stres,
O+S+O=oleoresin+stres+oleoresin.

Perlakuan oleoresin pada kelompok antioksidan intrasel SOD pada jaringan hati
stres ternyata memberikan efek yang positif tikus di bawah kondisi stres.
terhadap aktivitas SOD dan kadar MDA. Hal
ini menunjukkan bahwa oleoresin jahe mampu
mengatasi kelainan atau penurunan SOD Ucapan Terima Kasih
jaringan hati tikus akibat stres. Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan oleoresin dapat Penelitian ini merupakan bagian dari
dilakukan baik secara preventif, kuratif, atau Penelitian Hibah Bersaing X yang didanai oleh
kombinasi keduanya. Namun demikian, Proyek Pengkajian dan Penelitian Ilmu
perlakuan oleoresin jahe secara kombinasi Pengetahuan Terapan dari Direktorat
menunjukkan hasil yang paling baik. Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada
Masyarakat, Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional No.
Kesimpulan 103/LII/BPPK-SDM/IV/2002 untuk TW.

Pada kondisi stres kadar MDA hati tikus


meningkat, sedangkan aktivitas SOD dan Daftar Pustaka
kandungan Cu,Zn-SOD menurun secara nyata.
AOAC. 1984. Official Methodes of Analysis of the
Pemberian oleoresin jahe menurunkan kadar Assosiation of Official Agricultural Chemist.
MDA serta meningkatkan aktivitas SOD dan AOAC Inc., Washington.
kandungan Cu,Zn-SOD hati tikus secara nyata.
Asayama, K., Dobashi, K., Kawada, Y., Nakane, T.,
Komponen oleoresin jahe mampu bekerja Kawaoi, A. and Nakazawa, S. 1996.
secara sinergis bersama enzim SOD dalam Immunohistochemical localization and
menetralisir radikal bebas endogen, sehingga quantitative analysis of cellular glutathione
oleoresin jahe dapat mengatasi kelainan peroxidase in fetal and neonatal rat tissues:
fluorescence microscopy image analysis.
Histochem. J. 28(1):63-71.

Biota Vol. X (2), Juni 2005 127


Oleoresin Jahe dan SOD Hati Tikus Stres

Chen, H.M., Muramoto, K. and Yamauchi, F. 1996. Orellana, M., Fuentes, O., Rosenbluth, H., Lara, M. and
Structural Analysis of Antioxidative Peptides Valdes F. 1992. Modulatios of rats liver
from Soybean -Conglicinin. J. Agria. Food peroxisomal and microsomal fatty acids
Chem. 43:574-578. oxidation by starvation. FEBS 310: 193-196.
Conti, M., Moramd, P.C., Levillain, P. dan Lemonnier, A. Schuler, P. 1990. Natural antioxidants exploited
1991. Improve Flurometric Determination of commercially. pp.99-170. In : Food
Malonaldehyde. J. Clin. Chem. 37(7):1273- Antioxidants (Hudson, B. J. F. ed.), Elsevier
1275. Applied Science, London.
Desminarti, S. 2001. Kajian Serat Pangan dan Touati, D. 1992. Regulation and protective role of the
Antioksidan Alami Beberapa Jenis Sayuran microbial superoxide dismutases. Pp231-261.
serta Daya serap dan Retensi Antioksidan In: Molecular Biology of Free Radical
Pada Tikus Percobaan. Tesis (S2). Institut Scavenging Systems (Scandalios. ed.), Cold
Pertanian Bogor, Bogor. Spring Harbor Laboratory, New York
Dobashi, K., Asayama, K., Kato, K., Kobayashi, M. and Wresdiyati, T. and Makita, T. 1995. Remarkable increase
Kawaoi, A. 1989. Immuhistochemical of peroxisomes in the renal tubule cells of
localization and quantitative analysis of Japanese monkeys under fasting stress.
superoxide dismutase in rat tissue. Acta Pathophysiology 2: 177-182.
Histochem. Cytochem. 22:351-365.
Wresdiyati, T and Makita, T. 1997. Immunocytochemical
Fridovich, I. 1975. Superoxide dismutases. Ann. Rev. localization of Cu, Zn-SOD (Cooper, zinc-
Biochem. 44:147-159. superoxide dismutase) in the renal tubules and
glomerulus of rat kidney. Mol. Biol.Cell.
Ishii, H., Horie, S. and Suga, T. 1980. Physiological role 8:342.
of peroxisomal -oxidation in the liver of
fasted rats. J Biochem. 87 : 1855-1858 Wresdiyati, T. 1999. Immunocytochemical of
Localization oxygen Free Scavenger Copper,
Keller, G.A., Warner, T.G., Steimer, K.S. and Halliwell, Zinc Superoxide Dismutase (Cu,Zn-SOD) in
R.A. 1991. Cu,Zn-superoxide dismutase is a Rat Kidney. Gakuryoku. 5(1):1-7.
peroxisomal enzyme in human fibroblasts and
hepatoma cells. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. Wresdiyati, T., Mamba, K., Adnyane, I.K.M. and Aisyah,
88:7381-7385. U.S. 2002. The effect of stress condition on
the intracellular antioxidant copper, zinc-
Kikuzaki, H. and Nakatani. N. 1993. Antioxidant effect of superoxide dismutase (Cu,Zn-SOD) in the rat
some ginger constituents. J. Food Sci. kidney : an immunohistochemical study.
58:1407-1410. Hayati. 9(3):85-88.
Marklund, S.L. 1984. Extracellular superoxide dismutase Wresdiyati, T., Lelana, R.P.A., Adnyane, I.K.M. dan
and other superoxide dismutase isoenzymes in Noor, K. 2003. Immunohistochemical study
tissues from nine mammalian species. of superoxide dismutase (SOD) in the liver of
Biochem. J. 222:649-655. diabetic experiment Macaca fascicularis.
Mates, J.M., Gomez, C.P. and Castro, I.N. 1999. Hayati. 10(2):61-65
Antioxidant enzymes and human diseases. Wresdiyati, T. 2003a. Immunohistochemical study of
Clin. Biochem. 32(8):595-603. oxygen-free radical scavenger superoxide
Nabet, F.B. 1996. Zat gizi antioksidan penangkal senyawa dismutase (Cu,Zn-SOD) in the liver of rats
radikal pangan dalam sistem biologis. Di under stress condition. Biota. VIII(3):107-112
dalam : Prosiding Seminar Senyawa Radikal Wresdiyati, T. 2003b. Pemanfaatan ekstrak jahe (Zingiber
dan Sistem Pangan : Reaksi Biomolekuler, officinale) sebagai antiinflamasi pada jaringan
Dampak Terhadap Kesehatan dan hati tikus di bawah kondidi stres. Jurnal
Penangkalan. Kerjasama Pusat Studi Pangan Veteriner.4(4):154-163
dan Gizi IPB dengan Kedutaan Perancis,
Jakarta. Zakaria et. al. (eds). April 4, 1996. Wresdiyati, T., Astawan, M. dan Adnyane, I.K.M. 2003.
Aktivitas anti inflamasi ekstrak jahe (Zingiber
Nienaber, N.L.P., Rahayu, W.P. dan Andarwulan, N. officinale) pada ginjal tikus akibat stress.
1997. Sifat Antioksidan dan Antimikroba Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.
Rempah-Rempah dan Bumbu Tradisional. Di XIV(2):113-120
dalam: Prosiding Seminar Sehari Khasiat dan
Keamanan Rempah, Bumbu dan Jamu
Tradisional, PAU Pangan dan Gizi, IPB,
Bogor. 8 Maret.

128 Biota Vol. X (2), Juni 2005

You might also like