bilingual itu tidak dapat secara bebas digunakan, melainkan harus diperhag
sinya masing-masing, Umpamanya, dilndonesia penutur bilingual bg,
Sunda (B1) - bahasa Indonesia (B2), hanya bisa menggunakan bah,
Sundanya untuk percakapan yang bersifat kekeluargaan, dan tidak day
menggunakannya untuk berbicara dalam sidang DPR. Keadaan di da,
masyarakat di mana adanya pembedaan penggunaan bahasa berdasarj,
fungsi atau peranannya masing-masing menurut konteks sosialnya, di dalam
sosiolinguistik dikenal dengan sebutan diglosia.
6.2 Diglosia
Kata diglosia berasal dari bahasa Prancis diglossie, yang pernay
digunakan oleh Marcais, seorang linguis Prancis: tetapi istilah itu Menjadi
terkenal dalam studi linguistik setelah digunakan oleh seorang sarjana dari
Stanford University, yaitu C.A. Ferguson tahun 1958 dalam suatu simposium
tentang “Urbanisasi dan bahasa-bahasa standar” yang diselenggarakan oleh
American Anthropological Association di Washington DC. Kemudian
Ferguson menjadikan lebih tetkenal lagi istilah tersebut dengan sebuah
artikelnya yang berjudul “Diglosia” yang dimuat dalam majalah Word tahun
1959. Artikel ini kemudian dimuat juga dalam Hymes (ed.) Language in
Culture and Society (1964:429-439): dan dalam Giglioli (ed.) Language
and Social Contact (1972). Hingga kini artikel Ferguson itu dipandang
sebagai referensi Klasik mengenai diglosia, meskipun Fishman (1967) dan
Fasold (1984) ada membicarakannya juga.
Ferguson menggunakan istilah diglosia untuk menyatakan keadaan
suatu masyarakat di mana terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup
berdampingan dan masing-masing mempunyai peranan tertentu. Rumusan
asli Ferguson tentang diglosia itu adalah sebagai berikut:
Diglosia is a relatively stable language situation, in which in additionto
the primary dialects of the language, which may include a standard or
regional standard, there is a very divergent, highly codified, often gram-
matically more complex, superposed variety, the vehicle of the large and
respected body or written literature, either of an earlier period or in an
other speech community, which is learned largely by formal education
and is used for most written and formal spoken purposes but is not used
by any sector of the community for ordinary conversation (Word. 15
(159):336)
Bila disimak, definisi Ferguson itu memberi pengertian:
92 Sosiolinguistik Perkenalan Avo!
OvdIIcU Vv vamsSglosia adalah suatu situasi keb
pai
" ahasaan yan, i
0} i y relatif st mana selain
tordapat sejumtah datek-diatok utama Cebit pat a mutama)
avi satu bahasa, terdapat juga gobunh raga ‘ain agam-raga
4) dialek-dialek utama itu, di antar,
e ail sebuah standar regional, ‘ya, bisa berupa sebuah dialek standar,
saga Lin (Yong bukan dink
G) (AE dah (Sangat) terkodifikasi
gramatikalnya lebih kompteks
merupakan wah
dihormati
dipelajari melahui pendicikan formal
digunakan terutama dalam bahasa tulis dan bahasa lisan formal
sidak digunakan (oleh lapisan masyarakat manapun) untuk
percakapan sehari-hari
ialek utama) itu memiliki ciri:
Mina kesusastraan tertulis yang sangat luas dan
Ferguson membicarakan diglosia itu dengan mengambil contoh empat
yh masyarakat tutur dengan bahasa mereka. Keempat masyarakat tutur
adalah masyarakat tutur bahasa Arab, Yunani modern, Jerman Swiss,
Kreol Haiti. Diglosia ini dijetaskan oleh Ferguson dengan mengetengah-
sembilan topik, yaitu fungsi, prestise, warisan sastra, pemerolehan,
dardisasi, stabilitas, gramatika, leksikon, dan fonologi. Berikut kita
arakan secara singkat.
Fingsi merupakan kriteria diglosia yang sangat penting. Menurut
;guson dalam masyarakat diglosis terdapat dua variasi dari satu bahasa:
iasi pertama disebut dialek tinggi (disingkat dialek T atau ragam T), dan
kedua disebut dialek rendah (disingkat dialek R atau ragam R). Dalam
asa Arab dialek T-nya adalah bahasa Arab klasik, bahasa Al-Quran yang
im disebut al -fusha, diaiek R-nya adalah berbagai bentuk bahasa Arab
1g digunakan oleh bangsa Arab, yang lazim di sebut addarij. Dalam bahasa
ani dialek T-nya disebut katharevusa, yaitu bahasa Yunani mumi dengan
cirilinguistik Yunani klasik: sedangkan dialek R-nya disebut dhimotik,
bahasa Yunani lisan, Dalam bahasa Jerman-Swis dialek T-nya adalah
an standar, dan dialek R-nya adalah berbagai dialek bahasa Jerman, Di
i, yang menjadi dialek T-nya adalah bahasa Prancis, sedangkan dialek
adalah bahasa Kreol-Haiti, yang dibuat berdasarkan bahasa Prancis
tang Kreol lihat kembali Bab 5).
ialek R mempunyai arti bahwa
Distribusi fungsional dialek T dan di r y
pat situasi di mana hanya dialek T yang sesual untuk digunakan, dan
situasi lain hanya dialek R yang bisa digunakan, Fungsi T hanya pada
93
lingualisme dan Diglosia
ocammeu win vamSsituasi resmi atau formal, sedangkan fungsi R hanya pada situag) infor,
dan santa, Bagan berikut memperlihatkan kapan digunakan diag, +p at
bilamana pula digunakan dialek R, * day
« Kebaktian di Gereja
. Perintah kepala pekerja, pelayan, dan tukang,
Surat pribadi
. Pembicaraan di parlemen
. Perkuliahan di universitas 5
. Percakapan dengan keluarga dan teman sejawat
Siaran berita
Sandiwara radio
.. Editorial di surat kabar
10. Komentar kartun politik
ML Puisi
12. Sastra rakyat
Penggunaan dialek T atau R yang tidak cocok dengan situasinya
menyebabkan si penutur bisa disoroti, mungkin menimbulkan ejekan,
cemoohan, atau tertawaan orang lain. Sastra dan puisi rakyat memang
menggunakan dialek R, tetapi banyak anggota masyarakat yang beranggapan
bahwa hanya sastra/puisi dalam dialek T-lah yang sebenaraya karya sastra
suatu bangsa. Dalam pendidikan formal dialek T harus digunakan sebagai
bahasa pengantar, namun seringkali sarana kebahasaan dialek T tidak
mencukupi. Oleh karena itu dibantu dengan menggunakan dialek R. Diln-
donesia juga ada pembedaan ragam T dan ragam R bahasa Indonesia, ragam
T digunakan dalam situasi formal seperti di dalam pendidikan; sedangkan
ragam R digunakan dalam situasi nonformal seperti dalam pembicaraan
dengan teman karib, dan sebagainya.
Prestise. Dalam masyarakat diglosis para penutur biasanya meng
anggap dialek T lebih bergengsi, lebih superior, lebih terpandang, dat
merupakan bahasa yang logis. Sedangkan dialek R dianggap inferior; malah
ada yang menolak keberadaannya, Menurut Ferguson banyak orang Afb
dan Haiti terpelajar menganjurkan agar dialek R tidak perlu digunakan, mesk
pun dalam percakapan sehari-hari mereka menggunakan dialek R itu, Anju‘a
golongan terpelajar Arab dan Haiti itu tentu saja merupakan kekeliruan, seb#>
dialek T dan dialek R mempunyai fungsinya masing-masing, yang tidak dapet
|
94 Sosiolinguistik Perkenatan AN0
ovammeu wit camSjpentukarkan. Dalam masyarakat Indonesia pun ragam bahasa Indonesia
xu dianggaP lebih bergengsi daripada ragam bahasa Indonesia nonbaku.
la masyarakat Melayu/Indonesia beberapa puluh tahun yang lalu juga
bedaan bahasa Melayu T dan bahasa Melayu R, di mana yang pertama
pe
m jadi banasa Sekolah, dan yang kedua menjadi bahasa pasar.
Warisan Kesusastraan, Pada tiga dari empat bahasa yang digunakan
uson sebagai contoh terdapat kesusastraan di mana ragam T yang
an dan dihormati oleh masyarakat bahasa tersebut. Kalau ada juga
vq sastra Kontemporer dengan menggunakan ragam T, maka dirasakan
sebagai Kelanjutan dari tradisi itu, yakni bahwa karya sastra harus dalam
again T. Tradisi kesusastraan- yang selalu dalam ragam T ini (setidaknya
falam empat contoh di atas) menyebabkan kesusastraan itu menjadi asing
ari masyarakat umum, Namun, kesusastraan itu tetap berakar, baik di negara-
gard berbahasa Arab, bahasa Yunani di Yunani, bahasa Prancis di Haiti,
bahasa Jerman di Swiss yang berbahasa Jerman.
Fees
Pemerolehan, Ragam T diperoleh dengan mempelajarinya dalam
vendidikan formal, sedangkan ragam R diperoleh dari pergaulan dengan
Keluarga dan teman-teman sepergaulan. Oleh karena itu, mereka yang tidak
yemah memasuki dunia pendidikan formal tidak akan mengenal ragam T
sama sekali, Begitu juga mereka yang keluar dari pendidikan formal kelas-
Jas awal. Mereka yang mempelajari ragam T hampir tidak pernah
menguasainya dengan lancar, selancar penguasaannya tethadap ragam R.
lasannya, ragam T tidak selalu digunakan, dan dalam mempelajarinya selalu
erkendali dengan berbagai kaidah dan aturan tata bahasa; sedangkan ragam
R digunakan secara reguler dan terus-menerus di dalam pergaulan sehari-
hari, Dalam masyarakat diglosis banyak orang terpelajar menguasai dengan
baliknya, mereka tidak tahu atau tidak pernah memperhatikan kaidah-kaidah
tabahasa ragamR, tetapi dengan lancar mereka dapat menggunakan ragam
ersebut. Dalam beberapa masyarakat diglosis malah banyak penutur yang
lengatakan bahwa ragam R tidak punya tata| bahasa. Di Indonesia pun banyak
rang merasa sukar untuk menggunakan bahasa Indonesia ragam baku, baik
an maupun tulisan. Betapa banyak kritik dilontarkan orang mengenai
Kesalahan untuk berbahasa Indonesia “yang baik dan benar”. Ini menunjukkan
’ahwa menggunakan bahasa ragam T memang tidak semudah menggunakan
gam R. Untuk menguasai ragam T kita harus belajar secara formal, tetapi
uk menguasai ragam R tidak perlu.
Silinguatisme dan Diglosia 95
~ otammeu wiur CamSStandandisasi. Karena ragam T dipandang sebagai raga,
bergengsi, maka tidak mengherankan kalau standardisasi dilakukan 99,78"
Tagam T fersebut melalui kodifikasi formal. Kamus, tata bahasa, pe, tp
lafal, dan buku-buku kaidah untuk penggunaan yang benar ditulis unyy Wk
T. Sebaliknya, ragam R tidak pernah diurus dan diperhatikan, Jarang
kajian yang menyinggung adanya ragam R, atau kajian khusus mene <8
ragam R tersebut, Kalau pun ada biasanya dilakukan oleh peneiige in
masyarakat bahasa lain, dan ditulis dalam bahasa lain, Sebagai ragar, . “i
dipilih, yang distandardisasikan, maka ragam T jelas akan menjadi , 28
yang lebih bergengsi dan dihormati. 8am
Stabilitas. Kestabilan dalam masyarakat diglosis biasanya tg
berlangsung lama di mana ada sebuah variasi bahasa yang dipertahan
eksistensinya dalam masyarakat itu. Pertentangan atau perbedaan atae
ragam T dan ragam R dalam masyarakat diglosis selalu ditonjolkan kares
adanya perkembangan dalam bentuk-bentuk campuran yang memiliki cin.
ciri ragam T dan ragam R. Peminjaman unsur leksikal ragam T ke dalan
ragam R bersifat biasa; tetapi penggunaan unsur leksikal ragam R dalam
ragam T kurang begitu biasa, sebab baru digunakan kalau sangat terpaksa_
Gramatika, Ferguson berpandangan bahwa ragam T dan ragam R
dalam diglosia merupakan bentuk-bentuk dari bahasa yang sama; namun,
dalam gramatika temyata terdapat perbedaan. Umpamanya, dalam bahasz
Jerman standar kita dapati empat kasus nomina dan dua tenses indikatf
sederhana; sedangkan dalam bahasa Jerman Swiss hanya terdapat tiga kasis
nomina, dan satu fenses sederhana. Nomina bahasa Prancis menunjukkan
agreement dalam jumlah dan jenis (gender), sedangkan nomina Kreol-Hait
tidak memiliki hal itu. Dalam ragam T adanya kalimat-kalimat kompleks
dengan sejumlah‘konstruksi subordinasi adalah hal yang biasa, tetapi dalam
ragam R dianggap artifisial.
Leksikon. Sebagian besar kosakata pada ragam T dan ragam R adalah
sama. Namun, ada kosakata pada ragam T yang tidak ada pasangannya pada
ragam R, atau sebaliknya, ada kosakata pada ragam R yang tidak ada
pasangannya pada ragam T. Ciri yang paling menonjol pada diglosia adalth
adanya kosakata yang berpasangan, satu untuk ragam T dan satu ‘untuk ragam
R, yang biasanya untuk konsep-konsep yang sangat umum. Umpamaty&
dalam bahasa Yunani “rumah” untuk ragam T adalah ikos dan untuk rage”
R adalah spiti; “air” untuk ragam T adalah idhor dan untuk ragam R adalah
nero; dan “anggur” untuk ragam T adalah inos sedangkan untuk raga ‘i
adalah krasi. Dalam bahasa Arab “apa” untuk ragam T adalah ma dan unt
in Avo
96 Sosiolinguistik Perkenal
ovammeu win Camsyn R adalah eh; “hidung” untuk raga adalah k ragam
an R adalah ie i. Menurut Ferguson dalam masyarakat diglosis hanya
ska Se Ane bisa ditulis secara formal: dan hanya ragam R yang
ya diharapkan dalam percakapan iG u
‘a pun dapat mendaftarkan sej an sehari-hari, Dalam bahasa Indonesia
in dan furs dan lempeng.
Fonologi. Dalam bidang fonologi ada perbedaanstruktur antara ragam
dan ragam R. Perbedaan tersebut bisa dekat bisa juga jauh. Ferguson
penyatakan sistem bunyi ragam T dan ragam R sebenamya merupakan sistem
gel; namun, fonologi T merupakan sistem dasar, sedangkan fonologi R,
ang beragam-ragam, merupakan subsistem atau parasistem. Fonologi T
ih dekat dengan bentuk umum yang mendasari dalam bahasa secara
eseluruhan, Fonologi R lebih jauh dari bentuk-bentuk yang mendasar,
kanan itu antara lain, (1) meningkatnya kemampuan keaksaraan dan
luasnya komunikasi verbal pada satu negara; (2) meningkatnya penggunaan
tulis; (3) Perkembangan nasionalisme dengan keinginan adanya sebuah
ahasa nasional sebagai lambang kenasionalan suatu bangsa.
Juga dipersoalkan, ragam mana yang akan dipilih menjadi bahasa
sional, ragam T atau ragam R, Menurut Ferguson para pendukung ragam
dan ragam R tentu mempunyai argumentasi untuk menentukan ragam mana
yang cocok untuk menjadi bahasa nasional; tetapi biasanya ragam mana yang
an menang tidak mempunyai hubungan dengan argumen-argumen itu.
alam hal ini ada dua kemungkinan, Pertama, ragam R dapat menjadi bahasa
sional karena ragam itulah yang dipakai di dalam masyarakat; dan kedua,
fagam T yang akan menjadi bahasa nasional atau bahasa standar, asal saja
1) ragam T itu sudah menjadi bahasa standar pada sebagian masyarakat,dan
2) apabila masyarakat diglosis itu menyatu dengan masyarakat lain. Jika
ori Ferguson itu benar, maka bahasa Arab klasik tidak akan menjadi bahasa
sional di negara Arab mana pun, meskipun diberi nama bahasa nasional
zu bahasa resmi; dan ragam katherevusa akan menjadi bahasa nasional
funani
Konsep Ferguson mengenai diglosia, bahwa di dalam masyarakat
iglosis ada pembedaan ragam bahasa T dan R dengan fungsinya masing-
Bilingualisme dan Diglosia 97
oOvdINIcu witil
amSasing dimodifikasi dan diperluas oleh Fishman (1972:92), Menurut Fish
iglosia tidak hanya berlaku pada adanya pombedaan ragam T dan raga
Pada bahasa yang sama, melainkan juga berlaku. pada bahasa yenp 8
Sekali tidak Serumpun, atau pada dua bahasa yang berlainan, Jadi, vant
Menjadi tekanan bagi Fishman adalah adanya pembedaan fungsi kedua 3%
say atts Bahasa yang bersangkutan, Fishman (1972) mengartikan gig ®
sebagai: ‘la
diglosia exists not only in multilingual societies which Officiay
Tecognize several ‘language’, and not only in societies which en
‘mpl
Separate dialects, registers, or functionally differentiated language, ae
eties of whatever kind,
Sebagai contoh Fishman mengemukakan kasus di Paraguay qj Mang
Masyarakat mengenal dua bahasa, yaitu bahasa Guarani, yang termasuy
Tumpun bahasa Indian, dan bahasa Spanyol, yang termasuk rumpun bahasa
Roman. Di Paraguay bahasa Spanyol dianggap sebagai bahasa T, sedangkan
bahasa Guarani adalah bahasa R. Lebih dari separuh penduduk Paraguay
merupakan penutur bilingual; bahasa Spanyol dan bahasa Guarani, Banyak
penduduk Paraguay di desa-desa yang tadinya monolingual (Guarani), laly
menjadikan bahasa Spanyol sebagai alat interaksi sosial yang berhubungan
dengan pendidikan, pemerintahan, dan agama. Sebaliknya, banyak penduduk
kota yang tetap mempertahankan penggunaan bahasa Guarani untuk kegiata-
kegiatan santai demi solidaritas kelompok.
Kalau Ferguson melihat diglosia hanya sebagai adanya pembedaan
fungsi ragam T dan ragam R dalam sebuah bahasa, maka Fishman melihat
diglosia sebagai adanya perbedaan fungsi, mulai dari perbedaan stilistik dari
sebuah bahasa sampai adanya perbedaan fungsi dari dua buah bahasa yang
berbeda. Jadi, di dalamnya termasuk perbedaan yang terdapat antara dialek,
register, atau variasi bahasa secara fungsional (Fishman 1972).
Pakar sosiologi yang lain, yakni Fasold (1984) mengembangkan konsep
diglosia ini menjadi apa yang disebutkan broad diglosia (diglosia luas). Di
dalam konsep broad diglosia perbedaan itu tidak hanya antara dua bahass
atau dua ragam atau dua dialek secara biner, melainkan bisa lebih dari dua
bahasa atau dua dialek itu. Dengan demikian termasuk juga keadaan
masyarakat yang di dalamnya ada diperbedakan tingkatan fungsi kebahasaa?
sehingga muncullah apa yang disebut Fasold diglosia ganda dalam bentu
yang disebut double overlapping diglosia, double-nested diglosia, dan li”
ear polyglosia.
98 Sosiolinguistit Perkenalan Av!
ovdIicu wYang dimaksud dengan doy
mbedaan dorajat dan flu
p situasi kebahasaan dj
ible overiapping diglosia adalah adanya
7 i bahasa secara berganda, Sebagai contoh
b \ nzania, sopertl yang dilaporkan Abdulaziz
fj dan ae aa Fasold (1984), Di Tansania ada digunakan bahasa
is, bahasa ‘ " M, dan sejumlah bahasa daerah, Pada satu situasi, bahasa
li adalah bahasa T, dan yang menjadi bahasa R-nya adalah sejumlah
hast daerah, Pada situas nin, bahasa Swahili menjadi bahasa R, sedangkan
isn T- nya adalah bahasa Inggris, Jadi, bahasa Swahili mempunyai sta-
ganda: sebagai bahasa T terhada i
. p bahasa-bah
ga R terhadap bahasa Inggris, Perhatil aoa Go eee
kan bagan berikut'
Bahasa Inggris | T
4
Bahasa Swahili R
R| Bahasa daerah
_ Realisasi tutur dalam masyarakat Tanzania yang multilingual
erdiglosia ganda ini adalah sebagai berikut. Bahasa daerah dipelajari di
ymah sebagai bahasa ibu, dan digunakan dalam komunikasi antarkeluarga
qu antarpenutur yang berbahasa ibu sama. Bahasa Swahili dipelajari di
sek
jah dasar dan digunakan sebagai bahasa pengantar proses belajar
gajar, serta sebagai alat komunikasi antarteman sekolah yang tidak
rbahasa ibu sama, Maka, dari cara pemerolehan dan fungsi penggunaanya
hasa daerah adalah bahasa R, dan bahasa Swahili berstatus sebagai bahasa
Kemudian ketika anak-anak Tanzania memasuki pendidikan yang lebih
iggi mereka harus belajar bahasa Inggris sebagai mata pelajaran, dan
enggunakannya sebagai bahasa pengantar, Oleh karena bahasa Inggris
ipersyaratkan untuk keberhasilan, dan harus digunakan untuk situasi-situasi
mal, maka bahasa Inggris menjadi berstatus sebagai bahasa T terhadap
thasa Swahili yang digunakan dalam situasi-situasi informal. Mengapa
nggunakan bahasa Swahili untuk interaksi informal, dan mengapa
bkannya bahasa daerah? Karena mereka, pelajar-pelajar dan pemuda-
muda Tanzania itu, masing-masing menggunakan bahasa daerah yang
rbeda,dan yang tidak dapat dijadikan lingua franca di antara sesama
1asaT terhadap bahasa Swahili yang menjadi R-nya. Lalu, dalam tingkatan
ang lebih rendah, bahasa Swahili menjadi bahasa T terhadap bahasa daerah
ang menjadi bahasa R-nya.
Bilingualisme dan Diglosia 99
ovudiiicu wiui’CamSadalah keadi
Yang dimaksud densa dente digo ang dpetbedakant
" i di mana tera i baik bahasa T
mr gn dm
bahase Rit pen crite TR Sebagai contoh kita cnt
bahasa "raga! : ad i
ae eh ar er Khar
wehepsikan oleh Gumper2 (1564) Dalam misyare salah sate wt
Gus babes, yaitu babast Hind! dn pahasa Khalapur, ¥ bara
jua bahasa, yaitu bahas bedaan dalam bidan,
. amaan dan per!
bahasa i sejumlah persam inalat
bahast tog snl, dan leksikon. Bahasa Khalapur dipelajari g,
i desa untuk hubungan lokal seharj.
igunakan oleh setiap orang di 1
har ee rag Hind dpelajan di sekofah, ay mela wate yy
bermukim di kota, maupun melalui ontak luar, Dengan demikian bis,
rm dalah masyarakat diglosis dengan bahasa Hing,
disimpulkan bahwa Khalapur adalah mas) hasa R, Namun, di samping
gai bahasa T, dan bahasa Khalap !
sebagai sa magn babe Khalapur same-sama jugs onan
ie a pasaT dan vari bahasaR. Bahasa Khalapur merpvnys, dua varias,
pares no dsebut Mot bli, dan yang lin Sabo, Variesi ior boli (babs
an a anakan dalam hubungen informa, sedangkan Saf boll menghinds
x eo Mor boli dan cenderung ke aehbahase Hindi dalam hubunganya
rear erbeduan Khalapu-Hind. Jai Mori oll merupakan ragar Ry din
ee Fort erapakan gam T i dalam babasa Khalapur: Bahasa Hind ag
ranckan di Khalapur juga merpunyai dua buah varias, yitu varias yang
sseanakan dalam percakepan bisa (conversational style) dan varias yang
ieaakan dalam cramah-ceramah formal oraorica se). Dengan demikin