1 SM PDF

You might also like

You are on page 1of 13

Jurnal Anestesiologi Indonesia

PENELITIAN

Pengaruh Pemberian Pre Emptive Ketamin 0,15 mg/kgbb iv Terhadap Intensitas


Nyeri Pasca Operasi Bedah Onkologi Mayor Dengan Anestesi Umum Di RSUD
Dr Saiful Anwar Malang.

The Effect of Preemptive Ketamine 0.15 mg/kg iv on Pain Intensity Post Major
Oncologic Surgery with General Anesthesia in Saiful Anwar General Hospital
Malang.

Umi Satiyah**, Djudjuk Rahmad Basuki*, Ristiawan Muji Laksono*

* Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/ RSUD Dr. Saiful Anwar,
Malang
* Correspondence/ korespondensi : umi.taqin@gmail.com

ABSTRACT
Background : Preemptive and multimodal analgesia play important roles in pain
management during perioperative period by blocking pain pathways consisting of
transduction, transmission, modulation, and perception. Ketamine as an anti-NMDA
(N-methyl D-aspartate) receptor acts by blocking transmission and modulation, and
also has sinergistic effect with opioid. Small dose of ketamine, 0.15 mg/kg has
preemptive analgesic effect with no significant side effect.
Objective : to examine the effect of preemptive ketamine 0.15 mg/kg iv on pain
intensity post major oncologic surgery with general anesthesia in 1,2, and 3 hour
postoperatively.
Method. This was an experimental randomized double blind clinical study. The sample
of this study is17-40 year-old patients, with ASA-PS I-II, minimum educational degree
of junior high, and BMI 20-30 kg/M2 planned for elective major oncological surgery
with moderate pain, consisting of thyroid and breast surgery, except modified radical
mastectomy (MRM). The number of sample in this study was 44 patients, divided into 2
groups, they are group 1 (treatment group) which received 0.15 mg/kg ketamine and
group 2 (control group) which did not receive ketamine. Other treatments for all of the
patients were analgesics (multimodal analgesia), which were fentanyl (opioid) and
ketorolac (NSAID), and other drugs for general anesthesia. The pain intensity in all of
the samples were measured in 1, 2, and 3 hour postoperatively with Verbal numerical
rating scale (VNRS) which was equal to VAS (visual Analogue scale). The result of
normality statistical test, shapiro-wilk test revealed that the data was not normally
distributed, so a mann whitney non parametric test was conducted.
Result. This study showed that ketamine 0.15 mg/kg reduced acute pain in 1, 2, and 3

Volume VII, Nomor 3, Tahun 2015


Volume VII,
Terakreditasi Nomor
DIKTI 3, Tahun
dengan 2015 3 Juli 2014 - 2 Juli 2019
masa berlaku 197
Dasar SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 212/P/2014
Jurnal Anestesiologi Indonesia

hour postoperatively. In the first hour postoperatively, the treatment group had 0 VAS score
mean or 0,77 cm lower than the control group with a p value <0.005. In the second hour
postoperatively, the treatment group had 0,3 cm VAS score mean or 1,4 cm lower than the
control group with a p value <0,005. In the third hour postoperatively, the treatment group
had 0,9 cm VAS score mean or 1,6 cm lower than the control group with a p value <0,005
Conclusion. In this study, preemptive ketamine 0.15 mg/kg could reduce pain intensity in 1, 2,
and 3 hour post major oncologic surgery with moderate pain.
Keywords : Ketamin, Preemptive analgesia, pain intensity, mayor oncologyc surgery, general
anestesi

ABSTRAK
Latar Belakang : Preemptive analgesia dan multimodal analgesia mempunyai peranan penting
dalam penanganan nyeri selama dan pasca operasi dengan memblok jalur nyeri yang terdiri
dari tranduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Ketamin sebagai Anti NMDA (N metil D
Aspartat) reseptor bekerja memblok jalur transmisi dan modulasi serta sinergis dengan opioid.
Ketamin dosis kecil 0,15 mg/kgbb mempunyai efek preemptive analgesia dan tidak memiliki
efek samping yang berat.
Tujuan : mengetahui pengaruh pemberian preemptive ketamin 0,15 mg/kgbb iv terhadap
intensitas nyeri pasca bedah onkologi mayor dengan anestesi umum pada 1,2 dan 3 jam pasca
operasi
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda, bersifat eksperimental.
Sampel penelitian adalah pasien usia 17-40 tahun, kriteria klinis ASA I-II, pendidikan minimal
SMP, dan BMI antara 20-30 kg/M2 yang menjalani pembedahan elektif bedah onkologi mayor
kategori nyeri sedang yang meliputi operasi struma dan mammae selain radikal mastektomi
(MRM). Jumlah sampel adalah 44 pasien yang dibagi secara random menjadi 2 kelompok,
yaitu kelompok 1 (perlakuan) yang menerima ketamin 0,15 mg/kgbb dan kelompok 2 (kontrol)
tanpa menerima ketamin 0,15mg/kgbb. Semua pasien menerima (multimodal analgesia) yaitu
fentanyl (opioid), ketorolac (NSID) dan juga obat2an lain untuk anestesi umum. Intensitas
nyeri pada semua sampel diamati pada 1, 2 dan 3 jam pasca operasi dengan menggunakan
Verbal numerical rating scale (VNRS) yang setara dengan VAS (visual Analogue scale). Uji
statistik normalitas menggunakan uji saphiro wilk diperoleh hasil bahwa data yang ada tidak
terdistribusi normal sehingga dilakukan uji beda non parametrik mann whitney test
Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ketamin 0,15 mg/kgbb mengurangi nyeri
akut lebih baik pada 1, 2 dan 3 jam pasca operasi. Pada 1 jam pasca operasi kelompok
perlakuan memiliki nilai rerata VAS 0 atau lebih rendah 0,77 cm dbandingkan kelompok
kontrol dengan nilai p<0,001. Pada 2 jam pasca operasi kelompok perlakuan memiliki rerata
VAS 0,3 cm atau lebih rendah 1,4 cm bila dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan nilai

198 Volume VII, Nomor 3, Tahun 2015


Jurnal Anestesiologi Indonesia

p<0,001. Pada 3 jam pasca operasi kelompok perlakuan memiliki rerata 0,9 cm atau lebih
rendah 1,6 cm dengan nilai p<0,001.
Kesimpulan: Pada penelitian ini preepmtive ketamin 0,15 mg/kgbb iv memberikan pengaruh
menurunkan intensitas nyeri pada 1 jam, 2 jam dan 3 jam pasca pembedahan onkologi mayor
kategori nyeri sedang.
Kata kunci : Ketamin, preemptive analgesia, Intensitas nyeri,bedah onkologi mayor, anestesi
umum

PENDAHULUAN meningkatkan kualitas analgesia,


Nyeri akut pasca operasi merupakan menurunkan dosis agen analgesia yang
permasalahan yang komplek, dimana digunakan sehingga mampu menekan
bila tidak memperoleh penanganan efek samping yang ditimbulkan.2
yang adekuat dapat menimbulkan Penggunaan kombinasi analgetika opi-
konsekuensi negatif terhadap oid dan non opioid (termasuk agen aju-
psikologis, fungsi fisiologis sistem vant) yang bekerja di titik tangkap yang
respirasi, kardiovaskuler dan sistem berbeda di sistem saraf pusat dan pe-
saraf otonom, gastrointestinal, renal dan rifer, dapat meningkatkan efikasi anal-
hepatik, neuroendokrin, serta fungsi gesia pascaoperasi, menurunkan efek
imunologis pasien. Adanya perubahan samping opioid yang menyertai, dian-
ini menyebabkan terjadinya prolong taranya mual, muntah, sedasi, pruritus,
imobilisasi, terhambatnya penyem- depresi respirasi, retensi urin dan konsti-
buhan luka, meningkatnya pembiayaan pasi. 3
dan lama tinggal di rumah sakit, serta Analgesia preemptive adalah
berpotensi untuk berkembang menjadi pengobatan yang dimulai sebelum
nyeri kronik. 1 operasi untuk mencegah pembentukan
Penanganan nyeri akut pas- sensitisasi sentral yang ditimbulkan oleh
caoperasi dilakukan dengan cara pem- luka insisi dan inflamasi yang terjadi
berian obat yang bekerja selama operasi dan pada periode awal
mempengaruhi aktivitas hantaran stim- pasca operasi, Mengingat efek
ulus nyeri dari perifer ke sentral sesuai 'pelindung' ini pada sistem nosiseptif,
dengan perjalanan stimulus nyeri. Mo- analgesia preemptive memiliki potensi
dalitas terapi yang efektif digunakan untuk menjadi lebih efektif daripada
dalam menangani nyeri akut ini adalah pengobatan analgesik yang sama yang
konsep pendekatan secara multimodal, dimulai setelah operasi. Akibatnya, an-
menggunakan kombinasi dua atau lebih algesia preemptive mampu mengurangi
agen atau pun tehnik analgesia yang rasa sakit pasca operasi yang segera tim-
bekerja di titik tangkap yang berbeda. bul dan juga mencegah berkembangnya
Konsep multimodal ini bertujuan untuk rasa nyeri kronis dengan mengurangi

Volume VII, Nomor 3, Tahun 2015 199


Jurnal Anestesiologi Indonesia

perubahan proses sensorik pusat.4 tive analgesia, pada penelitian sebe-


Obat yang bisa digunakan se- lumnya dilakukan mulai dari 1 jam
bagai preemptive analgesia adalah non- sampai dengan 24 jam pasca operasi,
steroidal anti inflammation (NSAID), namun pada penelitian ini kami mem-
opioid, N-Methyl-D-aspartic acid ilih pada 1 jam, 2 jam dan 3 jam pasca
( NMDA). Di antara Modalitas operasi dengan perkiraan ketamin
preemptive analgesia yang ada, masih bekerja dan fentanyl (opioid
NMDA reseptor antagonis merupakan yang digunakan selama operasi) sudah
salah satu terapi yang efektif untuk tidak bekerja bila fentanyl ini tidak ber-
mencegah perkembangan nyeri akut sinergis dengan ketamin. Selama ini
menjadi nyeri kronik.5 penggunaan preemptive ketamin se-
Ketamin adalah noncompetitive bagai multimodal analgesia belum
nmda reseptor antagonis yang pertama lazim digunakan di RSSA, sehingga
kali disintesis pada tahun 1963 yang peneliti ingin mengetahui pengaruh
digunakan sebagai agen anestesi dan preemptive ketamin dengan dosis ren-
analgesi, mudah didapat,dan harga dah 0,15 mg/kgbb intra vena terhadap
yang murah. Dosis ketamin yang intensitas nyeri pasca operasi bedah
direkomendasikan untuk preemptive onkologi mayor kategori nyeri sedang
analgesia adalah antara 0,075 mg/kgbb dengan anestesi umum di di ruang be-
sampai dengan 0,5 mg/kgbb dan rek- dah sentral RSUD Dr Saiful Anwar
omendasi yang lain menyebutkan 0,15- Malang. Dengan penelitian ini diharap-
0,25 mg/kgbb.6-7 Beberapa penelitian kan pasien-pasien di RSUD dr Saiful
memberikan dosis ketamin pre emp- Anwar Malang yang menjalani operasi
tive yang dilanjutkan pemberian keta- bedah onkologi mayor memperoleh pe-
min kontinyu, dan penelitian lainnya nanganan nyeri yang baik
ada yang memberikan dosis sekali un-
tuk preemptive analgesia. Penelitian METODE
sebelumnya dengan menggunakan Penelitian ini merupakan uji
preemptive ketamin dosis 0,15 mg/ klinis acak tersamar ganda (randomized
kgbb ada kontroversi hasil dimana ter- double blind clinical trial) yang meli-
dapat penelitian yang memberikan batkan 44 pasien di RSUD dr Saiful
hasil yang signifikan dan ada Anwar Malang dan dilakukan di ruang
penelitian yang belum memberikan operasi, recovery room bedah sentral
hasil yang signifikan, sedangkan serta ruang rawat inap.
dengan menggunakan ketamin dosis Kriteria inklusi yaitu pasien
0,5 mg memberikan efek mual dan yang menjalani operasi elektif bedah
muntah.5,8,9 onkologi mayor di instalasi bedah sen-
Efek ketamin sebagai preemp- tral RSSA Malang dengan kategori

200 Volume VII, Nomor 3, Tahun 2015


Jurnal Anestesiologi Indonesia

nyeri sedang (VAS 4-7), termasuk ketorolac 30 mg, dexamethason 10 mg


operasi struma yang akan dikerjakan dan ondansetron 4 mg sebelum insisi.
isthmolobektomy atau total thy- Setiap 1 jam dari pasca fentanyl per-
roidektomy tanpa riwayat hipertyroid tama ditambahkan fentanyl 1 ug/kgbb.
dan tumor mamae yang akan dikerjakan Pengukuran tekanan darah dan
operasi simple mastektomy atau eksisi frekuensi nadi dilakukan 5 menit
tumor, lama operasi kurang dari 3 jam, setelah pemberian obat dan placebo.
usia 17-40 tahun, tingkat pendidikan Setelah operasi selesai, peneliti menan-
minimal SMP, status fisik ASA I-II, yakan kepada semua peserta
tidak sedang mendapatkan terapi obat penelitian/ pasien, nilai intensitas nyeri
lain, BMI 20-30 kg/M2,Bersedia men- ( VAS) pada setiap kelompok pada 1
jadi peserta penelitian dan menandatan- jam , 2 jam dan 3 jam pasca operasi
gani informed consent, tidak memiliki yang dihitung dari pasca extubasi sadar
kontraindikasi terhadap ketamin penuh
(hipertensi), tidak mengalami nyeri Data yang telah direkam dan
sebelum operasi. Kriteria eksklusi ada- dimasukkan ke dalam tabel dilakukan
lah Setelah pembedahan pasien men- uji normalitas, bila menghasilkan distri-
galami kondisi yang menurunkan busi data yang tidak normal maka dil-
kesadarannya sehingga tidak dapat akukan uji beda non parametrik mann
dinilai intensitas nyerinya dengan VAS. whietney
Sampel dibagi secara acak da-
lam dua kelompok: kelompok 1 dengan
HASIL
pemberian obat ketamin 0,15 mg/kgbb
Karakteristik subyek yang
sebelum insisi dan dan kelompok 2
digunakan pada penelitian ini yang
yang menerima placebo yang keduanya
terdiri dari 22 kelompok perlakuan (I)
diberikan secara intra vena. Semua
yaitu diberikan ketamin preemptive
sampel memperoleh perlakuan sama
0,15 mg dan kelompok kontrol (II)
dalam manajemen anestesi umum, yaitu
yang diberikan placebo (Nacl 0,9%)
induksi dengan menggunakan midazo-
ditunjukkan pada tabel 1. Dari tabel
lam 0,05 mg/kgbb dan propofol titrasi
tersebut memberikan makna bahwa tid-
sampai dengan 2 mg/kgbb, analgetik
ak ada perbedaan usia, IMT, status
fentanyl 2 ug/kgbb dan muscle relaxan
ASA dan proporsi jenin kelamin antara
atracurium 0,5 mg/ kgbb. Untuk pasien
kelompok I dan II (nilai p> 0,05). Seba-
yang menerima perlakuan maka diberi-
gian besar subyek berada pada rentang
kan ketamin 0,15 mg/kgbb iv, se-
usia 25-40 tahun, berdasarkan IMT ter-
dangkan kelompok pembanding hanya
golong normoweight, ASA II , berjenis
diberikan Nacl 0,9 % iv. Selain itu juga
kelamin perempuan, tingkat pendidikan
diberikan analgetik fentanyl 1 ug/kgbb,

Volume VII, Nomor 3, Tahun 2015 201


Jurnal Anestesiologi Indonesia

SMP-SMU, lama operasi antara 2- 3 kan kelompok kontrol. Pada VAS 2


jam dan jumlah fentanyl yang jam setelah operasi diperoleh angka
digunakan 2-3 ampul. Berdasarkan significancy kurang dari 0,001 dan
semua gambaran karakteristik variabel memiliki rerata kelompok I 0,3 dan ke-
tersebut diatas, dengan nilai p>0,05 lompok II 1,7 sehingga memiliki makna
yang tidak berbeda bermakna maka bahwa kelompok ketamin memiliki in-
dapat disimpulkan bahwa kedua ke- tensitas nyeri yang lebih rendah diband-
lompok perlakuan sudah sebanding ing kelompok kontrol. Untuk VAS 3
(comparable) jam pasca operasi diperoleh hasil sig-
Penelitian ini untuk mengetahui nificancy kurang dari 0,001 dengan
perbedaan intensitas nyeri kelompok nilai rerata kelompok I 0,9 dan ke-
ketamin dan kontrol dianalisis secara lompok II 2,5 maka data tersebut mem-
statistik dengan taraf kepercayaan 95%. berikan arti bahwa kelompok ketamin
Hasil analisis tersbuet ditunjukkan pada memiliki intensitas nyeri yang lebih
tabel 2. rendah bila dibandingkan kelompok
Sebelum dilakukan uji beda kontrol. Dari ketiga waktu yang ada,
maka data yang ada dilakukan uji nor- untuk selisih mean yang paling besar
malitas terlebih dahulu dengan uji terdapat pada 3 jam pasca operasi
Shapiro-wilk. Dari hasil uji saphiro-
wilk didapatkan nilai 0,000 yang berarti PEMBAHASAN
bahwa data yang ada tidak terdistribusi Penelitian ini bertujuan untuk
normal sehingga dilakukan uji beda non mengetahui pengaruh ketamin 0,15 mg/
parametrik mann whitney test. kg intravena yang diberikan sebelum
Dari hasil uji beda mann whi- insisi dalam mengurangi nyeri pasca
etnay sebagaimana ditunjukkan pada operasi onkologi mayor yang termasuk
tabel 3, diperoleh hasil untuk VAS pre- di dalamnya operasi struma dan
op dengan nilai significancy 1,000 atau mamae. Efektifitas ini diukur berdasar-
lebih dari 0,001 yang berarti tidak ada kan respon nyeri pasca operasi struma
perbedaan bermakna VAS pasien sebe- dan mamae (onkologi) yang dinilai dari
lum operasi baik dari kelompok keta- perbedaan intensitas nyeri antara pasien
min maupun kelompok kontrol. Semen- yang diberikan ketamin dengan kontrol
tara pada VAS 1 jam setelah operasi (plasebo) sebelum insisi.
diperoleh angka significancy kurang Pada penelitian ini, berdasarkan
dari 0,001 dengan nilai rerata kelompok hasil analisis didapatkan bahwa ada
I adalah 0 dan kelompok II 0,77 sehing- perbedaan yang bermakna secara statis-
ga data tersebut memiliki arti bahwa tik rerata nilai VAS pada semua kate-
kelompok ketamin memiliki intensitas gori antara kelompok ketamin dengan
nyeri yang lebih rendah bila dibanding- kelompok kontrol. Pada penelitian ini

202 Volume VII, Nomor 3, Tahun 2015


Jurnal Anestesiologi Indonesia

didapatkan hasil bahwa selisih nilai oleh ketamin akan menghambat


VAS lebih rendah pada kelompok keta- aktivasi NMDA reseptor yang pada
min dibandingkan kontrol. Pada 1 jam akhirnya akan mencegah terjadinya
setelah operasi diperoleh rerata VAS sensitisasi sentral yang terjadi akibat
kelompok ketamin lebih rendah 0,7 cm stres pembedahan lebih rendah
dibandingkan kelompok kontrol dan dibandingkan plasebo.
dengan uji statistic mann whitnay di- Berdasarkan teori bahwa keta-
peroleh angka significancy kurang dari min mempunyai efek analgesia dengan
0,001, sehingga intensitas nyeri ke- menghambat sensitisasi sentral pada
lompok ketamin lebih rendah proses transmisi dan modulasi. Ketamin
dibandingkan kelompok kontrol. Pada yang diberikan sebelum insisi memiliki
2 jam setelah operasi kelompok keta- efek preemptif pada nyeri pasca operasi
min memiliki rerata VAS 1,4 cm lebih dan mengurangi kebutuhan analgesik.
rendah dibandingkan kelompok kontrol Hal ini terbukti dari penelitian Lang-
dan diperoleh angka significancy ku- geng bahwa pemberian ketamin
rang dari 0,001 yang memiliki arti bah- preemptif dapat mengurangi kebutuhan
wa intensitas nyeri kelompok ketamin opioid pasca bedah onkologi.10 Ma-
lebih rendah dibandingkan kelompok sukan impuls nyeri durante operasi dan
kontrol. Untuk 3 jam pasca operasi di- pasca operasi menyebabkan stimulasi
peroleh rerata VAS kelompok ketamin terus-menerus pada nosiseptor serabut
lebih rendah 1,6 cm dibandingkan ke- C dan menyebabkan pelepasan gluta-
lompok kontrol dan hasil significancy mat. Glutamat adalah neurotransmiter
mann whitnay kurang dari 0,001 yang eksisatori utama pada susunan saraf
berarti bahwa kelompok ketamin mem- pusat yang mengaktifkan reseptor
iliki intensitas nyeri yang lebih rendah postsinaptik NMDA. Aktivasi reseptor
dibandingkan kelompok kontrol. Se- NMDA ini berkontribusi pada proses
hingga dapat disimpulkan bahwa mulai nyeri seperti wind up dan sensitisasi
dari 1 jam, 2 jam dan 3 jam setelah sentral. Aktivasi reseptor ini yang terus-
operasi, ketamin dosis kecil 0,15 mg/ menerus memiliki peranan dalam in-
kgbb mempunyai efek analgetik pasca flamasi dan proses nyeri neuropatik,
operasi yang lebih baik dibandingkan yang nantinya akan menyebabkan
tanpa pemberian ketamin. Diantara ke- hiperalgesia sekunder. Intervensi anal-
tiga waktu yang diperiksa, pada 3 jam gesik sebelum terjadinya stimulasi
pasca operasi diperoleh selisih rerata nyeri (analgesia preemptif) dapat meng-
yang paling besar dibandingkan dengan hambat sensitisasi dan mengurangi
waktu yang lain. nyeri akut. 11-14
Dari hasil ini didapatkan bahwa Ketamin menghasilkan antino-
dengan penghambatan reseptor NMDA sisepsi melalui interaksi dengan

Volume VII, Nomor 3, Tahun 2015 203


Jurnal Anestesiologi Indonesia

reseptor mu pada saraf spinal, antagonis menghambat jalur COX1 dan COX2
NMDA reseptor, dan aktivasi jalur sehingga sehingga menghambat ter-
monoaminergik descending pain inhib- bentuknya PGE2, TxA2, dan PGI2. Ka-
itory. Afinitas ketamin pada reseptor pasitas prostaglandin dalam mensensi-
NMDA lebih besar dibandingkan ter- tisasi reseptor nyeri terhadap stimulus
hadap mu reseptor, dan jauh lebih besar mekanik dan kimia merupakan hasil
dibandingakan reseptor monoamin atau penurunan ambang rangsang serabut
reseptor non-NMDA lain (misalnya saraf C. Ketorolac memiliki efek anal-
asetilkolinesterase dan reseptor sigma), gesik dengan menghambat sintesa dari
yang menyebabkan semakin kecil dosis prostaglandin ini. 16,17
ketamin semakin selektif ketamin ber- Pasien juga menerima kortiko-
interaksi dengan reseptor NMDA. 15 steroid yang bekerja sebagai anti in-
Selain diberikan ketamin 0,15 flamasi dan dapat mengurangi sintesis
mg/kg intravena sebelum insisi, pasien prostaglandin tapi tidak memblok
juga diberikan modalitas analgetika lain secara komplit.18 Dengan demikian
selama operasi yaitu golongan NSAID pasien diberikan mutimodal analgesia
yaitu ketorolac 30 mg dan fentanyl durante operasi. Pemberian multimodal
(opioid) secara intravena. Ketorolac analgesia diharapkan mengurangi nyeri
sebagai NSAID non selektif mencegah dengan dosis obat minimal sehingga
terbentuknya prostaglandin yang sangat efek samping obat yang diberikan juga
berpotensi menyebabkan nyeri karena minimal. Selain itu dipergunakannya
trauma pembedahan. Ketorolac meng- multimodal terapi diharapkan lebih
hambat jalur cyclooxygenase 1 dan 2. menekan respon stres terhadap pem-
Ketika terjadi trauma, fosfolipid pada bedahan dengan lebih baik sehingga
membran sel oleh fosfolipase A2 diubah intensitas nyeri lebih ditekan.
menjadi asam arakidonat. Asam Dari hasil penelitian tadi
arakidonat akan melalui dua jalur yaitu didapatkan bahwa waktu 3 jam pasca
jalur cyclooxygenase dan lypoxygenase. operasi pemberian pre emptive ketamin
Melaui jalur lypooksigenase, asam 0,15 mg memiliki pengaruh yang paling
arakhidonat akan dirubah menjadi leu- besar dalam menurunkan intensitas
kotrien. Asam arakidonat yang melalui nyeri. Hal ini kemungkinan disebabkan
jalur cyclooxygenase (COX) akan men- karena efek sinergis ketamin dengan
jadi prostaglandin. COX dibagi men- opioid dalam hal ini fentanyl yang
jadi COX1 dan COX2. COX1 banyak digunakan selama operasi memiliki
ditemukan di lambung, ginjal, usus, efek memanjang dan juga efek multi
trombosit, dan endotel. Sedangkan modal analgesia seperti yang dijelaskan
COX2 ditemukan di sel inflamasi sebelumnya.
(makrofag, synoviocytes). Ketorolac Penggunaan ketamin sebelum

204 Volume VII, Nomor 3, Tahun 2015


Jurnal Anestesiologi Indonesia

insisi telah dibuktikan efektif untuk dihasilkan oleh ketamin dengan dosis
mengurangi konsumsi opioid dan oleh 0,125-0,25 mg/kg intravena bertahan
sebab itu efek samping terkait dengan sampai 5 menit ketika konsentrasi plas-
opioid seperti sedasi berlebihan, mual ma >100 ng/mL. Akan tetapi pada
dan muntah dapat dikurangi.19 Penam- penelitian ini ditemukan bahwa efek
bahan ketamin dosis kecil terhadap opi- analgesia ketamin bertahan sampai pas-
oid menghasilkan efek sinergistik yang ca operasi. Analgesia pasca operasi
sebagian besar dikarenakan kombinasi yang bertahan lama ini dapat dijelaskan
inhibisi presinaptik opioid mengurangi dengan mekanisme hambatan pada
transmisi aferen dengan mengurangi sensitisasi sentral.19
pelepasan neuroteransmitter dan peng- Nesek-Adam V et al menyim-
hambatan post sinaptik NMDA yang pulkan bahwa pemberian preemptive
mengurangi wind up dan sentral sensi- dari kombinasi ketamin IV dosis rendah
tisasi. Sensistisai sentral terjadi melalui dengan natrium diklofenak meningkat-
stimulus (pembedahan) yang me- kan analgesia pasca operasi setelah
nyebabkan aktivasi protein-kinase C kolesistektomi laparoskopi; se-
(PKC). PKC sangat sensitif terhadap dangkan,IV ketamin dengan dosis 0,15
kalsium, setiap stimulus yang mening- mg / kg tidak memberikan efek analge-
katkan kalsium intraseluluar di kornu sik preemptive.
dorsalis akan mengaktifkannya. Penelitian sebelumnya pem-
Fosforilasi reseptor NMDA menurunk- berian ketamin 0,15 mg/kg intravena
an inhibisi magnesium pada potensial sebelum insisi menurunkan intensitas
membran istirahat dan menghasilkan nyeri dibandingkan kelompok kontrol
aktivitas sinaptik yang terus-menerus. dengan nilai 52 ± 11 mm dan 59 ± 9
Aktivasi ini yang mendasari sentral mm Aveline C, 2006) . Sementara
sensitisasi. Dari berbagai obat atau penelitian lainnya menunjukkan bahwa
tekhnik hanya antagonis NMDA yang pemberian ketamin 0,15 mg/kg in-
mengembalikan sensitisisi yang telah travena sebelum insisi menurun nyeri
terjadi.Analgesia preemptif bertujuan secara bermakna dimana kelompok ket-
untuk mencegah atau mengurangi sen- amin memiliki VAS 1,25± 79 mm
sitisasi ini sehingga mengurangi nyeri dibandingkan dengan kelompok kontrol
pasca operasi. 20 3,3 ± 47 mm dimana nilai p < 0,001. 21
Pada penelitian Parikh B, keta- Skala numerik verbal (SNV,
min yang diberikan sebelum insisi VNRS = Verbal Numerical Rating
dengan dosis 0,15 mg/kg memberikan Scale) adalah pengukuran derajat nyeri
efek analgesik sampai pasca operasi. yang dilakukan dengan meminta pasien
Waktu paruh ketamin adalah kurang mengukur derajat nyeri yang dilakukan
dari 17 menit dan analgesia yang

Volume VII, Nomor 3, Tahun 2015 205


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Tabel 1. Data Karakteristik Subyek Penelitian

Kelompok I Kelompok II Hasil Uji Beda


(dengan ketamin (kontrol tanpa ketamin) (nilai p)
0.15mg)

Usia (tahun) 33.68 ± 8.408 35.04 ± 7.114 0.816b


IMT (kg/m2) 22.95 ± 1.917 23.30 ± 3.853 0.705a
ASA 0.531c
I 9 7
II 13 15
Jenis Kelamin 0.517c
Laki-laki 6 8
Perempuan 16 14
Pendidikan 0.949c
SMP 9 10
SMU 10 9
S1/D3 3 3
Kategori Operasi 0.761c
Mamma 12 13
Struma 10 9
Lama operasi (jam) 2,29 2,36 0,589b
Jumlah fentanyl(ampul) 2,34 2,47 0,343b
a
1. : Independent Sample T Test; b : Mann-Whietney Test; c : Chi-Square Test

Tabel 2 Data VAS kelompok I dan II

No Waktu Variabel Kelompok I Kelompok II Selisih (cm)


(perlakuan)(cm) (kontrol) (cm)
1 1 jam pasca Mean 0 0,77 0,77
operasi
Standar deviasi 0 0,429
Minimum 0 0
Maximum 0 1
3 3 jam pasca Mean 0,32 1,73 1,4
operasi
Standar deviasi 0,476 0,550
Minimum 0 1
Maximum 1 3
3 3 jam pasca Mean 0,91 2,5 1,6
operasi
Standar deviasi 0,61 0,596
Minimum 0 1
Maximum 2 3

Tabel 3. Hasil Analisis Perbedaan Intensitas Nyeri Kelompok I dan II menggunakan Mann-Whitney Test

Variabel Nilai p
VAS Pre Operatif 1.000
VAS 1 jam Setelah Operasi < 0.001
VAS 2 jam Setelah Operasi < 0.001
VAS 3 jam Setelah Operasi < 0.001

206 Volume VII, Nomor 3, Tahun 2015


Jurnal Anestesiologi Indonesia

dengan meminta pasien mengukur dera- prosedur tata laksana multimodal anal-
jat nyeri dengan membayangkan 0 se- gesia di ruang operasi.
bagai “tidak nyeri “ dan 10 sebagai Penelitian ini memiliki
“sangat nyeri”. Pengukuran dengan keterbatasan dengan hanya melihat
skala ini cukup mudah dilakukan, serta dampak pemberian preemptive ketamin
memberikan hasil yang konsisten dan 0,15 mg/kgbb pada jam- jam awal pas-
berkorelasi baik dengan VAS (22). Se- ca operasi, kategori operasi nyeri se-
hingga pada penelitian ini untuk mem- dang, dan penilaian VAS yang bisa
permudah pasien menyampaikan kondi- subyektif meskipun sudah kita banding-
si derajat nyeri maka kami kan dengan penilaian wong baker
menggunakan VNRS, dikarenakan dikarenakan kondisi nyeri pasca operasi
VNRS ini berkorelasi baik dengan VAS termasuk kategori nyeri ringan. Sehing-
maka nilai yang muncul dari VNRS ga untuk mengetahui lebih jauh dari
kita tampilkan sebagai VAS. efek pemberian preemptive ketamin
Dari penelitian ini, dapat dibuk- maka perlu dilakukan penelitian lebih
tikan secara statistik bahwa ketamin lanjut untuk waktu yang lebih lama atau
dosis kecil 0,15 mg/kgbb dapat dikombinasikan dengan obat opioid
menurunkan intensitas nyeri pasca lainnya. Selain itu penelitian juga bisa
operasi bedah onkologi mayor ( struma dilakukan pada operasi kategori nyeri
dan mammae) meskipun tingkat berat sehingga kemungkinan dampak
penurunannya antara 0,77 sampai perbedaan pemberian ketamin dosis
dengan 1,6 dari nilai VAS dan kondisi kecil akan memiliki makna yang lebih
intensitas nyeri kedua kelompok berada besar serta pemeriksaan lain yang lebih
pada kategori nyeri ringan akan tetapi akurat seperti kadar glukosa,CRP, In-
nilai tersebut dapat bermakna terhadap terleukin yang memiliki hubungan
kondisi klinis pasien. Nyeri merupakan dengan patofisiologi nyeri. Pemberian
pengalaman sensorik dan emosional ketamin dosis kecil 0,15 mg/kgbb juga
yang tidak menyenangkan sehingga berperan dalam pencegahan nyeri akut
perasaan nyeri sekecil apapun akan menjadi nyeri kronik, sehingga diper-
menimbulkan trauma psikologis pada lukan juga penelitian sampai dengan
pasien dan berdampak pada penyem- munculnya nyeri kronik pada pasien
buhan luka pasca operasi serta bisa me- yang memerlukan waktu lebih lama
nyebabkan terjadinya nyeri kronik se- sampai dengan sekitar 3 bulan
bagaimana disebutkan sebelumnya bah-
wa nyeri kronik pasca operasi SIMPULAN
mastektomy adalah 11-57 %. 22 Sehing- Pada penelitian ini kami simpul-
ga pemberian preemptive ketamin 0,15 kan bahwa pemberian ketamin 0,15 mg/
mg/kgbb sebelum insisi dapat menjadi kg intravena sebelum insisi pada pasien
yang menjalani bedah onkologi mayor

Volume VII, Nomor 3, Tahun 2015 207


Jurnal Anestesiologi Indonesia

dengan anestesi umum menyebabkan 6. Suzuki, M., Tsueda, K., Lansing, PS.,
intensitas nyeri ( VAS) secara statistik Tolan, MM., Fuhrman, TM., Igna-
lebih rendah bermakna dibandingkan cio, CI., Sheppard, RA,.Small-dose
dengan plasebo. Rerata nilai VAS ketamine enhances morphine-
(intensitas nyeri) 1 jam pasca operasi induced analgesia after outpatient
pada kelompok ketamin 0,7 cm lebih surgery. Anesthesia & Analgesia,
1999,89(1), 98-103.
rendah dibandingkan kelompok kontrol
7. Miller Ronald D , intravenus anesthe-
sedangkan rerata nilai VAS 2 jam pasca
sia,In : Miller’s Anesthesia, 8th edi-
operasi pada kelompok ketamin 1,4 cm
tion. Philadelphia: Churchill Living-
lebih rendah dibandingkan kelompok
stone , 2015, p 845-850
kontrol dan rerata nilai VAS 3 jam pas-
8. Asyikun nasyid room, Andi husni tan-
ca operasi 1,6 cm lebih rendah ra, et all, perbandingan efek ketamin
dibandingkan kelompok kontrol. Se- 0,15 mg/kgbb iv prainsisi dan keta-
hingga ketamin 0,15 mg/kg intravena min 0,15 mg/kgbb iv pasca bedah
sebelum insisi dapat menjadi salah satu pada pasien operasi Orthopedi
pilihan kombinasi multimodal analgesia Ekstremitas Bawah, Jurnal anestesi-
yang efektif menurunkan intensitas ologi Indonesia, 2014, 6( 1), 34-41
9. Forozan Millani, et all,The Effect of
Low‑Dose Ketamine (Preemptive
DAFTAR PUSTAKA
Dose) on Postcesarean Section Pain
1. Coda, B.A; Hofman H.G; Pain Syn- Relief,2014, 3(2), 97-100
droms, The Clinical Journal Of Pain,
10. Raharjo L, Budiono U. Efektifitas Ket-
2001, p 229-235
amin Sebagai Analgesia Preemptif
2. Buvanendran, A., Kroin, J.S; Multi- Terhadap Nyeri Pasca Bedah
modal Analgesia for Controlling Onkologi. Jurnal anestesiologi Indo-
Acute Postoperative Pain. Curr Opin nesia, 2009, 1( 3), 132-140
Anaesthesiol, 2009,22(5), 588-593.
11. Helmy, N., Badawy, AA., Hussein, M.,
3. Vadivelu, N., Mitra, S., Narayan, D; Reda, H. Comparison of The
Recent Advances in Postoperative Preemptive Analgesia Of Low Dose
Pain Management. Yale J Biol Med. Ketamine Versus Magnesium Sul-
2010, 83(1), 11-25. fate on Parturient Undergoing Cesar-
4. Amiya K, Mumtaz afzal, et all; Pre ean Section Under General Anesthe-
emptive Analgesia : Recent Trends sia. Egyptian Journal of Anaesthe-
And Evidences, Indian Journal Of sia,2015, 31(1), 53-58.
Pain, 2013, 27(3), 114-120 12. Sinatra, R.S., Leon Casasola , O.A.D,
5. Liqiao Yang, et all, Pre emptive Anal- Ginsberg, B., Viscusi, Eugene R ,
gesia Effects of Ketamin in Patient Acut pain Management. Cambridge
Undergoing Surgery, A Meta Analy- press. United Kingdom, 2009, P.3-
sis. Acta Cirurgica Brasileira, 2014, 70
29 (12) 13. Singh, H., Kundra, S., Singh, RM.,

208 Volume VII, Nomor 3, Tahun 2015


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Grewal, A., Kaul, TK., Sood, D. ty of a glucocorticoid-regulated in-


(2013). Preemptive Analgesia With flammatory cyclooxygenase. Proc
Ketamine for Laparoscopic Chole- Natl Acad Sci USA, 1992, 89, 4888-
cystectomy. J Anaesthesiol Clin 4892.
Pharmacol. 2011, 29(4), 478.
14. Stolting R.K et al, Stolting’s hand book 19. Parikh B, Preventive analgesia: Effect
of pharmacology and physiology of of small dose of ketamine on mor-
anaesthetic practice,2006, 4th ed, p phine requirement after renal sur-
167-175 gery, J Anaesthesiol Clin Pharmacol.
15. Price, D.D., Mayer, DJ., Mao, J., Caru- 2011 ; 27(4): 485–488.
so, FS. (2000). NMDA-receptor an- 20. Hajipour, A; Effects of preemptive
tagonists and opioid receptor interac- Ketamine on post-cesarean analgesic
tions as related to analgesia and tol- requirement. Acta Medica Irani-
erance. Journal of pain and symptom ca,2002, 40(2), 100-103.
management, 19(1), 7-11. 21. Ahmed, S., Hossain, MM., Khatun,
16. Brunton, L., Parker, K., Blumenthal, US; Pre-emptive Analgesia: Effect
D., Buxton, I. (2008). Analgesic- of Low Dose Ketamine as Pre-
Antipyretic and Anti Inflammatory Emptive Analgesia in Postoperative
Agents. In Goodman & Gilman’s Pain Management After Lower Ab-
Manual of Pharmacology and Ther- dominal Surgery. Journal of the
apeutics, 1st edition, 2008, p 429- Bangladesh Society of Anaesthesiol-
432. ogists,2004, 17(1), 17-22.
17. Hanna Misiolek, et all, The 2014 22. Aida T, Penilaian dan Pengukuran
Guideline for Post Operative Pain Nyeri akut, Panduan tata laksana
Management, Departement of Anes- nyeri perioperatif, Perhimpunan
thesiology and Intensive Therapy Dokter Spesialis Anestesiologi dan
Poland, 2014, 46 (4), 221-244 Reanimasi Indonesia,2009, h. 27-
18. O’Banion MK, Winn VD, Young DA, 29.
cDNA cloning and functional activi-

Volume VII, Nomor 3, Tahun 2015 209

You might also like