You are on page 1of 11

Minicheck Rhinitis alergika 2011

STATUS MAHASISWA BAGIAN THT


RSUD dr. SLAMET GARUT

NAMA : Hamdani NO CM : 012xxxx


UMUR : 32 Tahun (L) TANGGAL : 20 Januari 2011
PEKERJAAN : Buruh pabrik KASUS KE : Pertama
SUKU BANGSA : Sunda PEMERIKSA :Ridwan ahmad albana

ANAMNESA : Penderita sendiri pada tgl. 20 Januari 2011

KELUHAN UTAMA : Hidung sering keluar cairan berwarna putih bening dan encer dipagi
hari

ANAMNESA KHUSUS :
Pasien Laki- laki berumur 32 tahun datang ke RSUD dr. Slamet Garut dengan keluhan
hidung sering keluar cairan berwarna putih bening dan encer. Pasien juga mengatakan ia sering
mengalami bersin-bersin, Hidung dan mata pasien terasa gatal dan terkadang hidung tersumbat.
Pasien mengatakan bahwa penyakitnya sudah diderita sejak 1 tahun yang lalu. Keadaan ini sangat
menganggu pasien dalam bekerja dan dalam kegiatan sehari-hari. Gejala makin terasa berat pada
waktu pagi hari khususnya pada saat cuaca dingin, dan gejalanya berkurang ketika siang hari.

Gangguan penghidu dirasakan pasien namun masih bisa menghidu ketika aromanya
menyengat Pasien tidak merasakan pusing, gangguan menelan dan gangguan pendengaran.
Riwayat demam, batuk, asma dan trauma pada hidung disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.

Riwayat penyakit Dalam Keluarga


Pada keluarga pasien tidak ada yang memiliki penyakit yang serupa dengan pasien.

1
Minicheck Rhinitis alergika 2011

STATUS GENERALIS
Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan Umum :
Tensi : 120/80 mmHg BB : 65 kg
Nadi : 72 x / menit Suhu : 37,30C
Pernafasan : 20 x / menit Gizi : Baik

Kepala
Mata : Konjungtiva Anemis -/- , sklera ikterik -/- , reflek pupil +/+
Hidung :
Telinga : Lihat status lokalis
Mulut :
Leher :

Thorax
Cor : Bunyi Jantung I-II murni reguler, tidak ada Murmur dan Gallop
Pulmo :
• Pergerakan Hemitoraks Simetris kanan dan kiri
• Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen
 Inspeksi :- Tidak terlihat massa,venektasi dan sikatriks
- Dinding Abdomen Simetris
 Palpasi :
• Hepar : Tidak teraba
• Lien : Tidak teraba
• Ballotement : (-)
 Perkusi : Terdengar suara Timpani diseluruh dinding abdomen
 Auskultasi : Bising Usus (+)

Ekstremitas
Atas : Aktif, Sianosis -/-,Edema -/-
Bawah : Aktif, Sianosis -/-, Edema -/-

2
Minicheck Rhinitis alergika 2011

STATUS LOKALIS
1. TELINGA
TELINGA KANAN TELINGA KIRI

Daun telinga : Normal Normal


Liang Telinga : Tenang, nyeri tekan (-) Tenang, nyeri tekan (-)
Gendang Telinga : Intak, Reflek cahaya (+) Intak, Reflek cahaya (+)
Daerah Retro Aurikuler : Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

TEST PENALA :
RINNE : (+) (+)
WEBER : Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
SCWABAH : Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
TEST BERBISIK : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
AUDIOGRAM : Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2. HIDUNG
2.1. Rhinoskopi Anterior
• Hidung Luar : Simetris, sedikit hiperemis
• Vestibuler : Tenang +/+, silia +/+
• Rongga Hidung : Massa -/-, sekret +/+ berwarna Putih
bening dan cair
• Septum : Deviasi (-)
• Konka Inferior : Hipertrophi +/+ dan Pucat
• Meatus Inferior : Sekret +/+ cairan putih bening dan
encer
• Pasase Udara : +/+ (Berkurang)

3
Minicheck Rhinitis alergika 2011

2.2. Rhinoskopi Posterior


• Koana :
• Septum Bagian Belakang :
• Sekret :
• Konka : Tidak dilakukan
• Muara Tuba Eustachius :
• Torus Tubarius :
• Fossa Rosenmuller :
• Adenoid :

2.3. Transiluminasi : Tidak dilakukan

3. FARING
 Arkus faring : Tenang
 Uvula : Tidak ada Deviasi
 Dinding Faring : Tenang
 Tonsil : T1-T1 , Kripta melebar -/-, Detritus
-/-, Perlengketan -/-
 Palatum : Gerak simetris kanan dan kiri
 Post Nasal drip : (-)
 Reflek Muntah : (+)

4. LARING
Laringoskopi Indirek
 Epiglotis :
 Plika Ariepiglotika :
 Pita Suara Asli :
 Pita Suara Palsu : Tidak dilakukan
 Aritenoid :
 Rima Glotia :
 Fossa Piriformis :
 Trakhea :

4
Minicheck Rhinitis alergika 2011

5. MAKSILOFASIAL
 Simetris
 Parase Nervus facialis (-)
 Nyeri tekan sinus paranasal (-)

6. LEHER DAN KEPALA


 Tidak ada Pembesaran KGB
 Tidak teraba masa
 Tidak ada nyeri tekan
 Trakea tepat ditengah

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG:
-Pemeriksaan sitologi hidung (untuk menemukan eosinofil)
-Pemeriksaan hitung eusinofil dalam darah tepi
-Pemeriksaan Ig E spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test)
-Pemeriksaan Uji kulit alergen penyebab

8. DIAGNOSA KERJA : Rinitis Alergika

9. DD/ : Rinitis Vasomotor


Polip Nasi
Sinusitis

5
Minicheck Rhinitis alergika 2011

10. PENGOBATAN
 Medikamentosa:
Interhistin 50 mg 3 x 1 tab ( antihistamin)
Lexcomet ( kortikosteroid )
GG ( dekongestan )

 Non Medikamentosa :
 Menghindari alergen penyebab
 Menjaga kebersihan hidung

11. RENCANA OPERASI :-


12. PROGNOSA
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam

PEMBIMBING : dr. Gunawan Kurnaedi, Sp.THT-KL

PENILAIAN : A, AB, B, BC, C, CD, D, DE, E

TANDA TANGAN :

6
Minicheck Rhinitis alergika 2011

PEMBAHASAN

Diagnosa Rhinitis Alergika ditegakkan berdasarkan Hasil Anamnesa yang ditemukan dari gejala
– gejala sebagai berikut :
• Hidung tersumbat
• Bersin-bersin, rinore encer(ingus), dan gatal pada hidung dan Mata berair
• Gejala berulang jika ada kontak, berlangsung ± 1 tahun
• Riwayat alergi terhadap dingin dan debu

Dari pemeriksaan fisik (Rhinoskopi Anterior) di dapatkan :


• Cavum Nasi : Mukosa edema berwarna pucat , concha hipertrofi,
sekret bening encer

Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang ada,kita dapat
membedakan antara Rhinitis Alergika dengan diferential diagnosa :
• Polip Nasal : Hidung tersumbat terus menerus, rinore, hiposmia, nyeri
hidung. Massa bulat/lonjong (+), riwayat alergi (+)
• Sinusitis : Hidung tersumbat, hiposmia, post nasal drip
Rinore purulen (+), nyeri tekan muka (+), Demam (+)
• Rhinitis Vasomotor : Pemeriksaan Ig E spesifik dengan RAST ( Radio immuno
sorbent Test ) dan pemeriksaan tes cukit kulit. Pada
rhinitis vasomotor , hanya akan ditemukan sedikit eosinofil
pada sekret hidung , tes cukit kulit nya biasanya juga
negatif dan kadar Ig E spesifik tidak meningkat

Dengan demikian penderita ini didiagnosis dengan Rhinitis Allergika. Terapi pengobatan
yang diberikan sesuai dengan faktor penyebabnya. Namun terapi yang paling ideal adalah
menghindari kontak dengan alergen penyebab, karena rhinitis alergi ini akan muncul lagi
gejalanya jika ada alergen yang mencetuskan, dan pada kasus ini sedikit sulit untuk menghindari
alergen nya, karena pasien kemungkinan mengalami alergi terhadap cuaca dingin. Pada kasus kali
ini , pasien mendapatkan terapi obat :
• Mebhydroline. Antihistamin yang digunakan untuk pengobatan reaksi-reaksi alergi seperti
rhinitis dan urtikaria.
• Pseudoephedrine sebagai dekongestan karena kerja vasokontriktor dan menaikan tekanan
darah

7
Minicheck Rhinitis alergika 2011

• Beclomethasone spray. Sebagai kortikosteroid topical bekerja untuk mengurangi sel


mastosit pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil,
mengurangi aktifitas limfosit, mencegah bocornya plasma yang berguna agar epitel hidung
tidak hiperresponsif terhadap rangsang allergen (bekerja pada respom fase cepat dan lambat)

Adapun komplikasi yang sering terjadi pada rhinitis alergi adalah polip hidung. Oleh
karena itu pada anamnesa dipertanyakan mengenai frekuensi sumbatan hidung. Karena keluhan
sumbatan hidung telah dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu. Namun, pasien menyangkal
sumbatan hidung yang dirasakan terus – menerus. Menurut pasien, sumbatan hidung yang
dirasakan hanya muncul pada saat – saat tertentu saja terutama saat cuaca dingin. Selain itu pada
saat dilakukan pemeriksaan rhinoskopi anterior juga tidak ditemukan adanya masa. Sehingga
dapat ditarik kesimpulan, belum terjadi komplikasi polip hidung pada pasien ini .

8
Minicheck Rhinitis alergika 2011

RINITIS ALERGIKA

Definisi :
Rinitis alergika menurut Von Pirquet, 1986 adalah penyakit inflamasi yang disebabkan
oleh reaksi alergi pada pasien yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama
serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik
tersebut. Adapun menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact On Asma) adalah
kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan hidung tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E.

Patofisiologi :
Rinitis alergika merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi
dan diikuti dengan reaksi alergi. Pada kontak pertama dengan alergen atau yang disebut juga
sebagai tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperang sebagai sel penyaji akan
menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan
membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk
kompleks peptida MHC kelas II yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper. Kemudian sel
penyaji akan melepaskan sitokin seperti interleukin 1 yang akan mengaktifkan sel T helper untuk
berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4,
IL 5 dan IL 13, dimana IL4 dan IL 13 ini dapat diikat oleh reseptor permukaan sel Limposit B
sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi Ig E.
Bila mukosa hidung yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka
kedua rantai Ig E akan mengikat alergen spesifik dan terjadilah degranulalisasi (pecahnya dinding
sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator yang sudah terbentuk, terutama
histamin. Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf Vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan barsin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan
kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permiabilitas pembuluh darah
meningkat dengan ditandai gejala berupa rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat dari
vasodilatasi sinusoid. Histamin juga dapat menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung
sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule (ICAM 1).
Reaksi alergi memiliki 2 fase, yaitu : Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi
alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam
setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang

9
Minicheck Rhinitis alergika 2011

berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperaktifitas) setelah pemaparan dan dapat
berlangsung sampai 24-48 jam.
Pada RAFC, sel mastosit akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan
akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respon ini tidak hanya berhenti disini saja,
tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah paparan.
Pada RAFL ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel yang inflamasi seperti
eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin yaitu
IL 3, IL4, IL 5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM
1 pada sekret hidung. Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non-spesifik
dapat memperberat gejala seperti bau yang merangsang, perubahan cuaca, kelembabab udara dan
asap rokok.

Klasifikasi :
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative
ARIA ( Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma) tahun 200, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi 2, yaitu Intermiten (kadang-kadang) bila gejala kurang dari 4
hari/seminggu atau kurang dari 4 minggu. Persisten (menetap) bila gejalanya lebih dari 4
hari/minggu atau lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi 2 yaitu,
Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bekerja dan hal yang
lainnya. Sedang atau Berat jika terdapat satu atau lebih gangguan seperti diatas.

Gejala klinik :
Gejala rinitis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin
merupakan hal yang normal terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dalam jumlah besar
dengan debu. Hal ini merupakan hal yang fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri. Bersin
dianggap patologik jika terjadi lebih dari 5 kali setiap serangan. Gejala lain ialah keluar ingus
(rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat. Hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang
disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).
Gejala lain yang spesifik pada anak ialah terdapat bayangan gelap didaerah bawah mata
karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung, gejala ini disebut allergic shine. Selain itu,
sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung karena gatal, hal ini disebut allergic salute.
Keadaan menggosok-gosok hidung ini akan menimbulkan timbulnya garis melintang di dorsum
nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic crease.

10
Minicheck Rhinitis alergika 2011

Penatalaksanaan :
Terapi yang paling baik adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab. Adapun
terapi medikamentosa yang diberikan hanya bersifat simtomatis yaitu antihistamin, antihistamin
yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada
reseptor H-1 sel target dan merupakan prefarat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai
lini pertama dalam pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dikombinasikan dengan
dekongestan secara peroral.
Prefarat kortikosteroid dapat dipilih bila ada gejala sumbatan hidung akibat respon fase
lambat yang tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikostroid
topikal, kortikosteroid topikal ini bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastoit pada mukosa
hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit dan
mencegah bocornya plasma.
Adapun rencana operatif yaitu tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu
dipikirkan bial konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara
kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.

Imunoterapi (desensitisasi dan hiposensitisasi) merupakan cara pengobatan yang dilakukan


pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta dengan
pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.

Komplikasi :
Komplikasi yang paling sering terjadi pada rinitis alergi adalah polip hidung. Beberapa
peneliti mendapatkan, bahwa laergi hidung merupakan salah satu faktor penyebab terbentuknya
polip hidung dan kekambuhan polip hidung. Otitis media dan sinusitis paranasal merupakan
komplikasi yang tidak disebabkan langsung dari rinitis alergi tetapi akibat dari adanya sumbatan
pada hidung, sehingga menghambat drainese.

11

You might also like