Berkala NeuroSeins
Vol. 1, No. 1, Oktober 1999
TATALAKSANA DAN SISTEM ASUHAN PADA
PENYAKIT ALZHEIMER / DEMENSIA
Lily D Sidiarto
Bagian Neurologi FKUIRSUPNCM
Jakarta
ABSTRACT
Lily D Sidiarto - The management and care-giving system of Alzheimer's Disease
The increase in the aging world population has been accompanied by a rise in age associated
disorders; one of them is dementia. Dementia is characterized by three of more of the following
symptoms: impairment of attention, memory, orientation of time and place, construction, execution,
and emotion.
The most common form of dementia is Multi Infarct Dementia and Alzheimer’s Disease. Alzheimer’s
Disease is a degenerative disease which results in a progressive loss of nerve cells. The slow but
progressive decline of the symptoms requires care givers to understand the early signs of dementia to
delay the onset of further stages of the disease and to reduce the impact of impaired abilities and
behaviour problems.
‘The management of dementia/Alzheimer's Disease is medication and care-giving. Depending on the
stages of severity of dementia, caregiving varies from direct retraining to specific caring such as
supervision and nursing care.
Key words: dementia - Alzheimer’s disease - care-giving - direct retraining - nursing care
PENDAHULUAN
Dengan adanya perbaikan dalam pelayanan
Kesehatan di Indonesia, maka usia harapan hidup
‘meningkat pula, Meningkatnya jumlah penduduk
usia lanjut akan disertai dengan meningkatnya gang-
‘guan/penyakit lanjut (age associated dis-
orders), antara Yain demensia. Hal ini akan meru-
pakan masalah dan beban, baik bagi kelarga, ma-
syarakat maupus negara.
Dengan bertambahnya usia, tubuh mengalami
proses penuaan termasuk otak, Otak akan menga-
lami perubahan fungsi intelektual berupa sulit
mengingst Kembali, berkurangnya kemampuan
dalam mengambil keputusan dan bertindak (lebih
lamban). Gejaia penurunan fungsi otak karena usia
tua masih fisiologis/wajar (“normal aging brain”).
Sebagian warga tisia lanjat akan mengalemi
demensia atau Kepikunan, Memurat laporan pada
taluin 2000 diperkicckan terdapat 18 juta orang
dengan demensia dan kira-kira dia per tiganya yaitu
12 juta penyandangnya menderita penyakit Alzhei
mer. Walaupun penelitian prevalensi demensia di
negara yang sedang berkembang masih sedikit,
yang dilakukan di negara maju yaity 3% dart
para lansia diatas usia 60 tahun (World Alzheimer's
Day Bulletin, 21 September 1997).
Para warga usia lanjut yang mengelami de-
mensia (kepikunan) bukan hal yang wajar
(normal), tapi sudah merupakan kelainan di mana
sel-sel otak mengalami kerusakan dan bersifat pro-
gresif. Para warga usia lanjut di atas usia 65 tahun
berisika tinggi untuk mengalami demensia dan hal
ini tidak bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan
dan status ekonomi. Gejala demensia yang umom
ialah berupa gangguan daya ingat (memori), gang-
guan perilaku, dan berkurangnya kemampuan
berfungsi schari-hari, Bila gejala ini tidak ditang-
gulangi secara dini, maka gejala-gejalanya akan
cepat memburuk,
KAPAN SESEORANG DIKATAKAN
MENGALAMI DEMENSIA?
Orang dikatakan mengalami dentensia atau
kepikunan bila menunjukkan tiga atau lebih dari
gejala-gejala berupa gangguan dalam: perhatian
at{atensi), daya ingat (memori), orientasi tempat dan
waktu, Kemampuan konstruksi, dan eksekusi (se-
perti mengambil keputusan, memecahkan masalah)
tanpa adanya gangguan kesadaran. Gejala-gejala
tersebut dapat disertai gejala gangguan emosi, ce-
mas, depresi, agresivitas.
JENIS KEPIKUNAN / DEMENSIA.
Terdapat beberapa jenis demensia tetapi yang
paling umum adalah dua jenis kepikunan/demensia
yaitu. Demensia Multi-Infark (Muli-Infarct De-
‘mentia) yang disebabkan karena stroke berulang dan
Demensia Alzheimer, atau kombinasi dari ke~
duanya.
PENYEBAB DEMENSIA
‘Ada berbagai penyebab dari demensia. Di
Amerika prevalensi yang tertinggi adalah penyakit
Alzheimer (10% pada warga yang berumur di atas,
65 tahun), diikuti oleh demensia multi-infark atau
kombinasinya. Di Singapura prevalensi demensia
pada tahun 2000 diperkirakan mencapai 2.3% dari
penduduk yaitu 6200 kasus (Alz. News). Demensia
pada penyakit Alzheimer tidak dapat disembuhkan,
tetapi dapat diperlambat keparahannya dengan pem-
berian obat.
Penyebab lain dari demensia adalah yang di-
sebabkan karena faktor organik seperti kekurangan
vitamin, infeksi, keracunan obat, cedera/trauma
kepala, depresi atau stroke. Pada demensia jenis ini
dapat diberikan pengobatan terhadap penyebabnya.
TATALAKSANA DEMENSIA
“Tatalaksana demensia berupa: (A) Pemberian
obat dan (B) Pemberian asuhan.
A. Pemberian obat.
Penelitian terakhir menunjukkan adanya bebe-
rapa obat tertentu yang dapat mencegah dan mem-
perlambat proses keparahan pada penyakit Alzhei-
‘mer seperti antara lain donepezil (Aricept), vitamin
E dosis tinggi. Bila terdapat penyakie yang menda-
sari kepikunan seperti stroke atau Kekurangan vita
min diberikan obat yang mendasari kelainan terse
but. Bifa terdapat gangguan perilaku seperti kece-
masan, depresi, atau halusinasi dapat diberikan obat
penenang, obat anti-depresi.
B. Pemberian asuhan/“caregiving” dapat
berupa pelatihan atau perawatan,
‘Tujuan penanganan/perawatan pada demensia
adalah:
32
Lily Sidiorto $ 1999, Tatalaksane, Metode
MH Memperbeiki kualitas hidup dan kemutiaan
(clignity) penyandang demensia
MI Mengoptimalkan kemampuan yang masih ada
Mengurangi perilaku yang sulit
I Meningkatkan kenyamanannya
WE Menjaga keselamatannya
‘Mentgurangi stres dari pemberi asuhan/caregiver
WH Menberi kepuasan kepada pemberi asuhan
Gangguen memori merupakan salah satu gejala
yang paling umum pada demensia sehingga mem-
pengaruhi aktivitas sehari-hari, emosi dan perilaku
penyandang demensia. Itulah sebabnya pemberi
asuhan/keluarga penyandang demensia menghadapi
beban yang cukup berat, yang dapat menimbulkan
sires emosional, fisik, sosial dan finansial. Pada
umunmya perasaan yang difadapi keluarga adalah
kecemasan, perasaan takut, sedih, malu (bila ada
elsinan perilaku), perasaan bersalah, Untuk itu
pemberi asuhan perlu diberi informasi, pendidikan
atau pelatihan tentang gejala-gejala dini yang timbul
dan bagaimana mengatasinya.
Pola asuhan penyandang demensia sebagian
boesar dapat dilakukan di rumah oleh pemberi asuh-
aniearegiver (pasangan hidup, anggota keluarga,
teman dekat, perawat atau terapis), Pola asuhan di
samping dilakukan di rumah, dapat juga dilakukan
di day-care centers, nursing home: short-stay home,
Tong-stay home, institution seperti di luar negeri.
Pemberian pelatihan dan perawatan bergantung
pada tingkat keparahan penyandang demensia. Un-
tuk itu teknik dan program penanganan setiap pe-
nyandang harus bervariasi dan bersifat individual
pula sehingga di samping tahap keparahannya juga
perlu diketahui pendidikan, pekerjaan, lingkungan
dan hobinya.
Pelatihan (direct retraining)
Pelatihan/direct retraining sebaiknyz sudah
dimulai diberikan kepada orang sudah yang menga-
lami gangguan kognitif ringan (Mild Cognitive
Inpairmen/¥fC), Karena gejala ini merupakan ge-
Jala petantara antara notmal dan pikun. Metoda pe-
latikan meliputi latihan praktis yang diulang-ulang
atau memberikan strategi bagaimana mengingat
informasi yang diberikan.
Perawatan
Kunci dari penanganan pada proses kemun-
duran ini difokuskan pada apa yang masih bisa
dilakukan dan dinikmati oleh penyandang demensia.
Dengan usaha untuk mengurangi ketidakmampuan-.
nya dan problema perifaku dapat membantu mem-
perlambat Xe tingkat kemunduran yang lebih lanjut..Borkale NeuroSeins
Vol. 1, No. 1, Oktober 1999
‘Sebagai pemberi asuhan perlu mengenal gejala
dini dan tingkat keparahan demensia dengan meng-
gunakan Skala Deteriorasi Gtobal/SDG (Global
Deterioriration Seate/GDS) (Reisberg, 1982) (hat
Lampiran) dan Tahap penyakit Alzheimer.
Pada SDG 4 atau gejala dini demensia/penya-
kit Alzheimer sudah didapatkan kemunduran yang,
menyangkut pekerjaan dan sosialisasi. Terdapat
defisit nyata seperti penyandang kesasar bila pergi
ke tempat yang biasa dikunjunginya, atau teman
sepekerjaan menyadari performans yang buruk d
penyandang, atau penyandang kesulitan menemu-
kan kata atau nama, Pada tingkat ini penyandang
demensia sudah memerlukan pengawasan (super-
vision).
Gejala dint demensia yang umum yang perlu
diketahui oleh pemberi asuhan (suami/isteri, ang-
gota keluarga, teman) adalah:
I Kesulitan mengingat kejadian-kejadian yang
baru lalu (recent events), lupa janji
‘Gangguan orientasi tempat dan waktu
W Lupa menarub barang atau menaruh barang tidak
pada tempatnya
WW Lupa kata-kata yang lazim digunakan_
IM Perubahan kepribadian, Kelainan perilaku.
1 Emosi yang labil
@ Kehilangan inisiatif atau motivasi di tempat
kerja atau di rumah
MH Sulit berpikir abstrak seperti menghitung, meng-
ambil keputusan
Demensia akibat penyakit Alzheimer
berlangsung bertahap dan progressif.
WM Tohapl/Awal yang berlangsung sekitar 2-4 ta-
hun, Biasanya diabaikan oleh keluarganya. Geja-
lanya berupa mudah Iupa (memori jangka pen-
dek hilang), Kesulitan melokukan pekerjaan
sehari-hari, berkurangnya inisiatif, kehilangan
minatfinterest dalam hobi, menolak rekreasi
yang biasa dilakukannya, kesulitan dalam meng-
ambil keputusan, perubahan kepribadian, cemas,
depresi dan menyangkal.
W Tahap I/Menengah berlangsung 2-10 tahun.
Pada tahap ini pada umumnya keluarga mencati
pertolongan, Karena penyandang demensia sudah
memerlukan pengawasan sepenuhnya (full-time
supervision). Daya ingatnya sudah memburok,
kesulitan merawat dici sendii, rentang perhatian
pendek, lupa waktu dan tempat yang biasa di-
kunjunginya, “ngelayap”, gelisah terutama ma-
lam hari.
WM Tahap WWAkhir berlangsung 1-3 tahun. Pe-
nyandang demensia sudah tidak mengenal diri-
sendiri dan orang yang dicintainya, tidak dapat
merawat diri sendiri, buang air kecil dan besar
tidak pada tempatnya, tidak ada komunikasi
verbal. Yang masih tersisa adalah ekspresi emo-
sional. Pada tahap akhir ini penyandang memer-
ukan perawatan sepenuhnya (full-time nursing
care).
Pelatihan (Direct retraining) tervtama dituju-
kan kepada gejala yang paling awaV/dini yang
alami penyandang demensia yaitu mudah-lupa
(gangguan daya ingat/memori). Pads tahap/fase dini
ini para lansia masih dapat hidup mendiri. Harrel
dan kawan-kawan (1992) menyatakan bahwa
pelatihan langsung adalah berdasarkan kepada teori
reorganisasi anatomis yang menyatakan bahwa
stimulasi ekstemal yang berkesinambungan akan
mempermudah reorganisasi internal dari otak. Pela-
tihan langsung pada umumnya berupa pengulang-
an praktis atau mengingat informasi yang dibe-
rikan, jadi memberikan cara atau strategi untuk
mengingat. Bidang kognisi yang cocok diberikan
pelatihan langsung adalah: atensi, Konsentrasi, me-
mori jangka pendek, keterampilan visual-motor dan
visual-spasial.
Contoh: penyandang demensia diminta untuk
‘menyebutkan dan mengingat angka, kata-kata atau
kalimat yang ditulis di kertas dan dipertihatkan pada
penyandang selama 10-30 detik. Setelah itu pe-
nyandang diminta untuk menyebutkan kembali apa
yang telah diperlihatkan kepadanya (visual-verbal)..
Dapat pula mengingat kembali nomer angka, kata-
kata atau kalimat yang discbutkan secara verbal
(auditory-verbal). Materi yang digunakan untuk
mengingat kembali dapat pula berupa benda-benda
sehari-hari yang digunakan di Tingkungan rumah
atau tempat kerja, foto keluarga atau teman-teman
sekantor, omor telpon keluarga atau teman-teman
dckat, koran, majalah yang diminatinya, resep ma-
kanan dll. Bila penyandang demensia lupa menaruh
bbenda seperti kacamata atau kunci, beri tempat
kkhusus yang tetap untuk menaruh benda-benda
tersebut.
Gangguan komunikasi awal dapat berupa, lupa
menyebut nama orang, mengulang kata-Kata/kali-
mat, késulitan menemukan kata, Kesulitan menge-
mukakan ide, memberi komentar yang tidak rele-
van, namun penyandang demensia masih dapat ber-
bicara dan membaca, masih dapat mengkoreksi diri,
Yang perlu dilakukan pemberi asuhan adalah
mendengarkan apa yang diucapkan penyandang
demensia, beri kesempatan atau waktu baginya un-
‘wk memberi respons, bila berbicara berhadapan mu-
ka dengan penyandang (kontak mata), berbicaralah
lambat, jelas dan volume suara biasa (kecuali, pe-
nyandang terganggi pendengarannya), gunakan
kata-kata yang sederhana, dan jangan sekali-kali
bicara tentang diri penyandang dihadapannya.
33Olah-raga (exercise): olahraga atau gerakan
tubuh di samping memperbaiki kondisi fisik (kebu-
garan dan kelenturan), juga dapat memperlambat
demensia, Phylis Austin (1986) melaporkan pada
International Conference on Physical Activity,
Aging, and Sport di New York, bahwa gejala pe-
nyakit Alzheimer dapat diperlambat dengan latihan
fisik.
Paul Dennison (1996) dari Amerika, penulis
dari Brain Gym (senam otak) menyatakan bahwa
gerakan-gerakan tertentu. dapat meniagkatkan
kemampuan beberapa bagian otak melalui jembatan
(korpus kalosum) antara belahan otak kiri dan
belahan otak kanan. Prinsip senam otak adalah ge-
rakan-gerakan yang disebut “‘menyilang garis te-
gah tubuh" (crossing the midline) dan gerakan-
gerakan kontralateral (contralateral movement). Se-
nam otak ini dapat memperbaiki potensi dan
aktualisesi otak baik pada anak, orang dewasa
‘maupun pada usia Lanjut.
‘Sebelum penyandang demensia melakukan
latihan fisik dan senam otak, perlu dilakukan peme-
riksaan fisik oleh dokter untuk mengetahui kondisi
fisiknya, apakah ada penyakit yang dideritanya
seperti antara lain penyakit jantung, osteoporosis.
Latihan juga harus
mer antara lain diambit dari buku pegangan bagi
pemberi asuhan deri Hong Kong Alzheimer's Di-
n (A.D.A.,1996) dan pelatihan oleh
Smith dari TSOA Foundation (1999).
Perawatan diujukan pada: (1) penanganan
gangguan perilaku (2) penanganan dalam akti-
vitas sehari-hari.
Penanganan gangguan perilaku :
“Ngelayap” (wandering, berkelana, kesasar):
Pada penyandang yang suka “ngelayap”, perlu
diperiksa dokter apakah karena adanya gangguan
penglitatan atau gangguan memori atau konfus,
atau Karena gangguan orientasi visual/arah
(Kesulitan mengenal arah ke kanan, ke kiri, ke