Professional Documents
Culture Documents
Khutbah Jum
Khutbah Jum
تٍ اس َوبَيِّنَا ِ َّآن هُدًى لِلن ُ ْان الَّ ِذي أُ ْن ِز َل فِي ِه ْالقُر
َ ض َ َش ْه ُر َر َم:فقد قال هللا تعالى في كتابه الكريم
ان َم ِريضًا أَ ْو َعلَ ٰى َسفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِم ْن َ ص ْمهُ ۖ َو َم ْن َك ُ َِم َن ْالهُ َد ٰى َو ْالفُرْ قَا ِن ۚ فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم ال َّشه َْر فَ ْلي
أَي ٍَّام أُ َخ َر ۗ ي ُِري ُد هَّللا ُ بِ ُك ُم ْاليُس َْر َواَل ي ُِري ُد بِ ُك ُم ْال ُعس َْر َولِتُ ْك ِملُوا ْال ِع َّدةَ َولِتُ َكبِّرُوا هَّللا َ َعلَ ٰى َما هَ َدا ُك ْم
َ َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكر
ُون
أ َّما بَ ْع ُد،
ق تُقَاتِ ِه َوال تَ ُم ْوتُ َّن اِالَّ َوأَ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُم ْو َن
َّ فَيَا أيُّهَا النَّاسُ اتَّقُ ْوا هللاَ َح
Hadirin kaum Muslimin jamaah shalat Jum’at yang mulia.
Puji syukur pada Allah SWT. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Rasulullah SAW dan
para ahli keluarganya yang suci dan mulia.
Selaku khatib, saya berpesan pada diri sendiri dan jamaah sekalian: mari tingkatkan selalu ketakwaan kita
kepada Allah SWT, agar kita mendapatkan kesuksesan hidup dunia dan akherat. Amin.
Pada hari yang cerah ini, selaku khatib, saya ingin mengajak hadirin sekalian untuk sejenak merencanakan
amalan-amalan utama kita di bulan Ramadhan.
Setiap kali Ramadhan tiba, hati kita bersuka-cita. Betapa tidak, Rasulallah SAW berpesan,
، تُ ْفتَ ُح فِي ِه أَ ْب َوابُ ال َّس َما ِء،ُصيَا َمه
ِ ض هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل َعلَ ْي ُك ْم َ فَ َر،ك ٌ َش ْه ٌر ُمبَا َر،ان َ أَتَا ُك ْم َر َم
ُ ض
ِ َم ْن ح،ف َشه ٍْر
ُر َم ِ هَّلِل ِ فِي ِه لَ ْيلَةٌ َخ ْي ٌر ِم ْن أَ ْل،ين
ِ @ َوتُ َغلُّ فِي ِه َم َر َدةُ ال َّشيَا ِط،ق فِي ِه أَب َْوابُ ْال َج ِح ِيم
ُ ََوتُ ْغل
ِ َخي َْرهَا فَقَ ْد ح
ُر َم
“Telah datang kepada kalian Bulan Ramadhan bulan yang penuh berkah. ALLAH wajibkan kepada kalian puasa
dibulan ini. (Di bulan ini), akan dibukakan pintu-pintu langit, dan di tutup pintu neraka, serta setan-setan
dibelenggu. Demi ALLAH, di bulan ini terdapat satu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan. Siapa yang
terhalangi untuk mendulang banyak pahala di malam itu, berarti dia terhalangi mendapatkan kebaikan”
Hadirin kaum Muslimin jamaah shalat Jum’at yang mulia.
Selain berpuasa sebagai amalan utama kita di bulan Ramadhan, bulan ini juga dipenuhi gemilang keberkahan
amalan-amalan lainnya. Pada kesempatan khutbah yang singkat ini, selaku khatib, saya akan membahas empat
amalan utama agar kita mampu mengoptimalkan bulan Ramadhan sebaik-baiknya.
Pertama: Ramadhan adalah bulan Alquran.
Allah SWT menegaskan,
ت ِم َن ْالهُ َد ٰى َو ْالفُرْ قَا ِن… (البقرة
ٍ اس َوبَيِّنَا ُ ْان الَّ ِذي أُ ْن ِز َل فِي ِه ْالقُر
ِ َّآن هُدًى لِلن َ ضَ َش ْه ُر َر َم
)185
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil) (QS al-Baqarah:
185).
Karena Alquran adalah petunjuk Ilahi, maka ketika semua buku dimulai dengan permohonan maaf penulisnya,
khawatir ada salah sumber atau salah ketik, Alquran memulainya dengan pernyataan yang sangat tegas, “tak
ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa”.
Sayangnya, seringkali kita merasa sudah sangat menguasai Alquran, padahal membacanya saja masih malas.
Maka, Ramadhan ini kesempatan untuk mengulang bacaan kita.
Rasulullah SAW pernah meminta Ibnu Mas’ud untuk membacakan Alquran baginya. Ibnu Mas’ud berkata,
“bagaimana aku bacakan Alquran sementara ia turun padamu?” Rasulullah SAW menjawab, “aku senang
mendengarnya dari (orang) lain.”
Demi mendengar bacaan Ibnu Mas’ud, Rasulullah SAW menitikan air mata dan meminta Ibn Mas’ud untuk
menghentikan bacaannya. Ayat yang membuat beliau SAW menangis adalah:
َ ِْف إِ َذا ِج ْئنَا ِم ْن ُكلِّ أُ َّم ٍة بِ َش ِهي ٍد َو ِج ْئنَا ب
)41 ك َعلَ ٰى ٰهَؤُاَل ِء َش ِهيدًا (ألنساء َ فَ َكي
“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-
tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad SAW) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)”.
(QS An-nisa: 41)
Beliau SAW kemudian berkata, “siapa orang yang ingin membaca Alquran seperti saat diturunkan, bacalah
sesuai bacaan Ibnu Umi Abdi (Abdullah bin Mas’ud)”.
Karena itulah, Khalid bin Walid, salah seorang sahabat Nabi SAW, setiap kali mengambil mushaf Alquran, ia
menitikan air mata menangis seraya berkata, “Aku sibuk (hingga tak sempat membacamu) karena jihad”.
Bayangkan, Khalid bin Walid menangis karena sibuk berjihad. Sementara kita?
Bagi kalangan awam, Ramadhan menjadi momen membaca Alquran, memperbaiki tilawah dan meluruskan ilmu
tajwid.
Sementara bagi kalangan alim-cendikia, Ramadhan menjadi bulan “tadarus” Alquran secara ilmu pengetahuan
saat dimana kitab suci ini diserang oleh berbagai kalangan, terutama kaum kafir dan orientalis.
Studi tentang Alquran memang selalu menarik. Contoh sederhana, tentang sejarah kodifikasi dan proses
pembukuannya. Mushaf yang sampai ke tangan kita dikenal dengan istilah mushaf rasm Utsmani. Dinamakan
demikian sebab kodifikasi final Alquran baru dilakukan di zaman Utsman bin Affan. Dan disebut “rasm” bukan
“kitabah” karena tulisan Arab sesungguhnya adalah proses melukis, bukan menulis.
Sahabat Nabi yang lain, semisal Ibn Mas’ud (ra) sebagaimana dikisahkan di atas dan Ubay bin Kaab (ra) memiliki
mushaf sendiri dengan susunan yang berbeda dari mushaf Utsmani. Ibn Mas’ud, misalnya. Dia tidak
memasukkan surah “al-fatihah”, “An-Nas” dan “al-Falq” dalam daftar surah di mushafnya. Para Orientalis seperti
Arthur Jeffrey (The Qur’an as a Scripture) dan Theodore Noldek, (The Origin of the Koran) menyimpulkan
perbedaan mushaf Ibn Mas’ud dengan mushaf-mushaf sahabat Nabi lainnya, membuktikan ada “campur tangan
kekuasaan” dalam menentukan surah-surah dalam Alquran.
Sementara, ulama Islam seperti al-Qurtubi menyimpulkan, tidak dimasukannya ketiga surah pendek itu dalam
mushaf Ibn Mas’ud sebab para sahabat Nabi sudah menghafalnya di luar kepala. Lagi pula, Ibn Mas’ud (ra)
adalah sahabat Nabi yang mengatakan, “aku belajar Alquran sebanyak 70 surah langsung dari Rasulullah SAW.”
Jadi, Alquran yang dikodifikasi Ibn Mas’ud lebih merupakan koleksi pribadi ketimbang untuk dibaca publik.
Hadirin kaum Muslimin jamaah shalat Jum’at yang mulia.
Kedua: Ramadhan adalah bulan Qiyamul Lail.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata,
ان إِي َمانًا َواحْ تِ َسابًا ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه
َ ضَ َم ْن قَا َم َر َم.
“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu
akan diampuni.” (HR. Bukhari Muslim).
Maksud dari kata “qiyam Ramadhan” adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh para ulama. Pada
mulanya, shalat taraweh ditunaikan sendiri-sendiri.
Rasulullah SAW khawatir, jika ditunaikan berjamaah maka hukumya akan wajib. Maka itu, beliau
menunaikannya sendirian. Lalu, di zaman Umar bin Khattab, taraweh ditunaikan secara berjamaah mengingat
orang-orang sudah mulai lengah untuk menunaikan taraweh karena sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Ubay bin Ka’ab salah satu sahabat Rasulullah SAW menjadi imam shalat pertama pada taraweh berjamaah di era
Umar bin Khattab itu.
Biasanya, Rasulullah SAW menutup shalat tarawehnya dengan shalat witir. Ketika Rasulullah SAW ditanya, “Doa
(di waktu apa) yang paling didengar (Allah)?”. Beliau SAW menjawab, “pada penghujung malam”.
Aisyah menceritakan:
لى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَم فَا ْنتَهَى ِو ْت ُرهُ إل َى ال َسحْ ر
َ ص ْ ِم ْن ُك ِل اللَي ِْل قَ ْد
َ ِأوتَ َر َرسُو ُل هللا
“Pada setiap malam, Rasulullah SAW menunaikan shalat witr, dan shalatnya berakhir sampai waktu sahur
(remang-remang)”.
Shalat malam mengajarkan kita untuk khusyu dan tawadhu. Di era gadget dan media sosial, saat setiap kita
mudah sekali up-date status, shalat malam seharusnya mampu mengajarkan kita untuk tidak show-up, pamer
kepada banyak orang.
Imam Ibnul Qayyim mengingatkan,
َ َوأَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هَّللا ُ َوحْ َدهُ الَ َش ِري
ُْك لَه
ين آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َوقُولُوا قَ ْواًل َس ِدي ًدا يُصْ لِحْ لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك ْم َو َم ْن
َ يَا أَيُّهَا الَّ ِذ
از فَ ْو ًزا َع ِظي ًما َ َيُ ِط ِع هَّللا َ َو َرسُولَهُ فَقَ ْد ف
َو َش َّر األُ ُم ْو ِر ُمحْ َدثَاتُهَا َو ُك َّلr ض ُل الهُ َدى هُ َدى ُم َح َّم ٍدَ ث ِكتَابُ هللاِ َوأَ ْف َ فَإ ِ َّن أَصْ َد
ِ ق ال َح ِد ْي
ِ َّضالَلَ ٍة فِى الن
ار َ ضالَلَةٌ َو ُك َّل
َ ُمحْ َدثَ ٍة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة
Para Jamaah shalat Jumat yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Ta’ala …
Segala puji pada Allah, kita memuji-Nya, meminta pertolongan pada-Nya meminta ampunan pada-Nya. Kami
berlindung dari kejelekan diri kami dan kejelekan amal kami. Siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak
ada yang dapat menyesatkannya. Siapa yang disesatkan oleh Allah, tidak ada yang bisa memberi petunjuk
padanya.
Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan utusan-Nya.
Semoga shalawat tercurah pada Nabi kita Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, keluarga dan sahabat-Nya
serta yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Islam itu membawa kemudahan pada umatnya. Kemudahan ini dapat dibuktikan dalam syariat puasa yang kita
jalankan, sebagaimana disebutkan dalam ayat,
Kemudahan pertama:
Bagi orang sakit boleh ambil keringanan tidak berpuasa jika berat berpuasa.
Kalau berpuasa itu berat saat safar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk tidak berpuasa. Jabir
radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
، َو َر ُجالً قَ ْد ظُلِّ َل َعلَ ْي ِه، فَ َرأَى ِز َحا ًما، ان َرسُو ُل هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – فِى َسفَ ٍر َ َك
ْس ِم َن ْالبِ ِّر الص َّْو ُم فِى ال َّسفَ ِر َ فَقَالُوا. » فَقَا َل « َما هَ َذا
َ فَقَا َل « لَي. صائِ ٌم
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar melihat orang yang berdesak-desakan. Lalu ada
seseorang yang diberi naungan. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Siapa ini?” Orang-orang
pun mengatakan, “Ini adalah orang yang sedang berpuasa.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Bukanlah suatu yang baik jika seseorang berpuasa ketika dia bersafar.” (HR. Bukhari, no. 1946 dan
Muslim, no. 1115)
Namun kalau safar tersebut penuh kemudahan misal perjalanan yang hanya sebentar dengan pesawat (misal:
Jogja – Jakarta, ditempuh hanya 1 jam perjalanan dengan pesawat), maka baiknya tetap berpuasa karena lebih
cepat terlepas dari kewajiban. Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
ض َع ِ َْض أَ ْسف
َ َار ِه فِى يَ ْو ٍم َحا ٍّر َحتَّى ي ِ َخ َرجْ نَا َم َع النَّبِ ِّى – صلى هللا عليه وسلم – فِى بَع
ان ِم َن النَّبِ ِّى – صلى هللا َ صائِ ٌم إِالَّ َما َكَ َو َما فِينَا، ِّال َّر ُج ُل يَ َدهُ َعلَى َر ْأ ِس ِه ِم ْن ِش َّد ِة ْال َحر
َاحة
َ عليه وسلم – َوا ْب ِن َر َو
“Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di beberapa safarnya pada hari yang cukup
terik. Sehingga ketika itu orang-orang meletakkan tangannya di kepalanya karena cuaca yang begitu panas. Di
antara kami tidak ada yang berpuasa. Hanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja dan Ibnu Rowahah yang
berpuasa ketika itu.” (HR. Bukhari, no. 1945 dan Muslim, no. 1122)
Namun kalau kondisi sudah super berat saat safar yaitu bisa celaka bahkan binasa, malah jadi tercela ketika tetap
berpuasa. Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada tahun Fathul Makkah (8 H) menuju Makkah
di bulan Ramadhan. Beliau ketika itu berpuasa. Kemudian ketika sampai di Kuroo’ Al Ghomim (suatu lembah
antara Mekkah dan Madinah), orang-orang ketika itu masih berpuasa. Kemudian beliau meminta diambilkan
segelas air. Lalu beliau mengangkatnya dan orang-orang pun memperhatikan beliau. Lantas beliau pun meminum
air tersebut. Setelah beliau melakukan hal tadi, ada yang mengatakan, “Sesungguhnya sebagian orang ada yang
tetap berpuasa.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan,
@َ ِصاةُ أُولَئ
َ ك ْالع
ُُصاة َ ِأُولَئ
َ ك ْال ُع
‘Mereka itu adalah orang yang durhaka. Mereka itu adalah orang yang durhaka.’” (HR. Muslim, no. 1114)
Kesimpulannya, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Yang lebih afdhal adalah
yang paling mudah baginya saat safar. Jika dalam puasa terdapat bahaya, maka puasa dihukumi haram. Allah
Ta’ala berfirman,
Bagi wanita hamil dan menyusui kalau berat berpuasa, boleh tidak berpuasa dan puasanya tetap diqadha’. Qadha’
ini tetap ada sebagaimana pendapat jumhur (kebanyakan ulama).
Namun kalau berat karena utang puasa yang menumpuk -misal selama enam tahun punya tiga anak berturut-
turut-, ketika itu tentu sangat berat untuk diqadha’, maka boleh diganti fidyah. Caranya, satu hari tidak puasa,
mengeluarkan satu bungkus makanan.
Kemudahan kelima:
Wanita haidh masih boleh beribadah di bulan Ramadhan seperti yang boleh dilakukan:
Membaca Al-Qur’an asalkan tidak menyentuhnya langsung, bisa baca dari Al-Qur’an terjemahan atau
menyentuh mushaf Al-Qur’an (yang murni bahasa Arab) dengan sarung tangan.
Membaca do’a juga boleh apalagi di bulan Ramadhan adalah waktu diijabahinya do’a-do’a.
Masuk masjid untuk mengikuti pengajian, meskipun sedang haidh. Menurut pendapat terkuat, wanita
haidh masih boleh masuk masjid.
Ini lima hal dahulu yang dijelaskan mengenai kemudaah saat kita berpuasa dan menjalani amalan di bulan
Ramadhan.
أَقُ ْو ُل قَ ْولِي هَ َذا ََوا ْستَ ْغفِ ُر هللاَ لِي َولَ ُك ْم َولِ َسائِ ِر ال ُم ْسلِ ِمي َْن إِنَّهُ هُ َو ال َس ِم ْي ُع ال َعلِ ْي ُم
Khutbah Kedua
اف األَ ْنبِيَا ِ@ء َوالمرْ َسلِي َْن نَبِيِّنَا ُم َح َّم ٍد ِ صالَةُ َوال َّسالَ ُم َعلَى أَ ْش َر َّ ال َح ْم ُد هللِ َربِّ ال َعال ِمي َْن َوال
صحْ بِ ِه أَجْ َم ِعي َْن
َ َو َعلَى آلِ ِه َو
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah pada nabi termulia dari para
nabi dan rasul, yaitu kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga dan seluruh sahabatnya.
Amma ba’du,
Ma’asyirol muslimin jama’ah shalat Jumat rahimani wa rahimakumullah …
Selanjutnya …
Shalat malam tidak dibatasi jumlah rakaat, boleh dengan rakaat sedikit maupun banyak. Dalilnya,
َ َع ِن ا ْب ِن ُع َم َر أَ َّن َر ُجالً َسأ َ َل َرسُو َل هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – َع ْن
صالَ ِة اللَّي ِْل فَقَا َل
فَإ ِ َذا َخ ِش َى أَ َح ُد ُك ُم الصُّ ْب َح، صالَةُ اللَّي ِْل َم ْثنَى َم ْثنَى
َ « – َرسُو ُل هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم
» صلَّىَ تُوتِ ُر لَهُ َما قَ ْد، ًصلَّى َر ْك َعةً َوا ِح َدة
َ
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ada seseorang yang bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau lantas menjawab, “Shalat malam itu dua raka’at salam, dua raka’at salam. Jika salah seorang di
antara kalian khawatir masuk Shubuh, maka tutuplah dengan satu raka’at, maka itu jadi raka’at ganjil jadi
penutup yang sebelumnya.” (HR. Bukhari, no. 990 dan Muslim, no. 749). Kalau seandainya jumlah rakaat shalat
tarawih dibatasi 11 raka’at, pasti dalam jawaban Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas akan diberikan
batasan.
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka’at
tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja
boleh mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan banyak.” (At-Tamhid, 21: 70)
Kemudahan ketujuh:
Boleh melakukan i’tikaf sunnah di bulan Ramadhan walau hanya sebentar, yang penting dilakukan di masjid.
Allah Ta’ala menyebutkan tentang syari’at i’tikaf,
Intinya, syariat Isalam membawa kemudahan bagi orang yang menjalani puasa, ibadah serta amalan di bulan
Ramadhan. Ada kemudahan yang diberikan pada orang sakit, musafir, tiang sepuh (orang sudah tua renta),
kemudahan wanita haidh dalam ibadah, sampai pada kemudahan dalam shalat malam (shalat tarawih) dan i’tikaf
walau hanya sebentar.
Moga Allah memudahkan kita berjumpa dengan bulan Ramadhan dan dimudahkan beramal shalih di dalamnya
sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di akhir khutbah ini, kami ingatkan untuk bershalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Siapa yang
bershalawat pada beliau sekali, akan dibalas sepuluh kali.
صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموا تَ ْسلِيما ً ون َعلَى النَّبِ ِّي يَا أَيُّهَا الَّ ِذ َ
ين آ َمنُوا َ ُصلُّ َ
إِ َّن هَّللا َ َو َماَل ئِ َكتَهُ ي َ
ت ْال َوهَّابُ
ك أَ ْن َ َربَّنَا اَل تُ ِز ْغ قُلُوبَنَا بَ ْع َد إِ ْذ هَ َد ْيتَنَا َوهَبْ لَنَا ِم ْن لَ ُد ْن َ
ك َرحْ َمةً إِنَّ َ
ات بَ ْينِنَاَ ،وا ْه ِدنَا ُسب َُل ال َّساَل ِمَ ،ونَجِّ نَا ِم َن ُّ
الظلُ َما ِ
ت إِلَى ف بَي َْن قُلُوبِنَاَ ،وأَصْ لِحْ َذ َ اللَّهُ َّم أَلِّ ْ
ارنَا،
ْص ِاعنَاَ ،وأَب َ ار ْك لَنَا فِي أَ ْس َم ِ ش َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَ َنَ ،وبَ ِ ورَ ،و َجنِّ ْبنَا ْالفَ َوا ِح َ النُّ ِ
َّحي ُمَ ،واجْ َع ْلنَا َشا ِك ِر َ
ين ت التَّ َّوابُ الر ِ ك أَ ْن َ
اجنَاَ ،و ُذ ِّريَّاتِنَاَ ،وتُبْ َعلَ ْينَا إِنَّ ََوقُلُوبِنَاَ ،وأَ ْز َو ِ
ين لَهَاَ ،وأَتِ ِم ْمهَا َعلَ ْينَاك ،قَابِلِ َ ك ُم ْثنِ َ
ين بِهَا َعلَ ْي َ لِنِ َع ِم َ
َربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي اآْل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ َ
اب النَّ ِ
ار
Melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan saudara-saudaraku semua – untuk selalu
meningkatkan iman dan taqwa dengan sebenar-benarnya. Menjalankan semua perintah Allah dan
meninggalkan larangannya. Semuga dengan peningkatan iman dan taqwa, kita diselamatkan oleh Allah
– baik di dunia maupun di akhirat. Amin.
Saat ini kita telah kedatangan tamu agung. Tamu yang menawarkan berbagai keuntungan yang luar
biasa. Tamu itu adalah bulan suci Ramadhan.
Apabila Ramadhan telah tiba, Rasulullah SAW memberi motivasi kepada para sahabat agar hatinya
gembira. Betapa hebatnya bulan yang agung itu. Bulan yang penuh rahmat, bulan pengampunan, bulan
pembebasan dari api neraka, bulan al Qur’an, bulan dilipatgandakan pahala, bulan Lailatul Qadar, bulan
do’a dikabulkan dan masih banyak lagi.
Sampai Rasulullah Saw menggambarkan, andai umat manusia mengetahui kehebatan bulan Ramadhan,
maka mereka mengharapkan agar setahun itu selamanya Ramadhan. Walau harus berlapar-lapar,
berdahaga, menahan nafsu, menahan amarah, meningkatkan shadaqah, shalat tarawih, membaca al
Qur’an dan ibadah lain – tidak menjadi masalah. Yang penting, bisa meraih kehebatan bulan suci yang
agung itu. Rasulullah SAW bersabda artinya kurang lebih:
“Kalau manusia tahu apa yang terdapat pada bulan Ramadhan, pastilah mereka berharap
Ramadhan itu (berjalan) selama satu tahun”.(HR. Thabrani, Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi).
Dalam bulan Ramadhan pintu-pintu surga dibuka. Dan, pintu-pintu neraka di tutup. Serta syaithan
dibelenggu. Maksudnya, agar umat manusia lebih suka meningkatkan amal ibadah. Dan, menjauhi
perbuatan yang tercela dan bujukan syaithan.
Dalam bulan Ramadhan kita bisa berlatih meneladani sifat-sifat mulia yang dimiliki Allah Swt. Sehingga
kita menjadi insan kamil. Manusia yang lahir batinnya menjadi baik dan terpuji.
2. Bulan Pengampunan
Manusia tempat salah dan lupa. Dan sebaik-baik manusia bukanlah tanpa dosa. Melainkan orang yang
telah berbuat dosa – kemudian segera memohon ampunan kepada Allah SWT. Walau dosa manusia
setinggi langit, namun Allah telah menyiapkan media untuk menghapusnya. Itulah bulan Ramadhan.
Rasulullah SAW bersabda:
3. Do’a dikabulkan
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Sebagaimana firman-Nya:
5. Predikat Taqwa
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Sebuah cita-cita luhur bagi setiap insan, yaitu “taqwa”. Sasaran terakhir diwajibkannya puasa
Ramadhan adalah predikat taqwa. Dengan peningkatan ibadah wajib dan sunnah di dalam bulan suci
– seseorang akan mencapai cita-cita yang berpredikat sangat mulia itu. Siapa yang bertaqwa,
hubungannya dengan Allah semakin dekat. Dimudahkan segala urusan. Dalam keadaan apapun, dia
selalu damai dan sejahtera. Sebagaimana firman Allah:
ه َو ُي ْعظِ ْم لَ ُه أَ ْج ًراGِ ِس ِّي َئات َ َ﴾ ٰ َذلِ َك أَ ْم ُر اللَّـ ِه أ٤﴿ َو َمن َي َّت ِق اللَّـ َه َي ْج َعل لَّ ُه مِنْ أَ ْم ِر ِه ُي ْس ًرا
َ َو َمن َي َّت ِق اللَّـ َه ُي َك ِّف ْر َع ْن ُه ۚ نزلَ ُه إِلَ ْي ُك ْم
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia (Allah) akan mengadakan baginya jalan
keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.”(Qs. At-Thalaaq [65]: 2-3)
6. Disediakan Pintu Rayyan
Saudara-saudara Yang Kami Mulyakan
Bagi orang yang berpuasa Ramadhan akan diundang masuk surga dengan melalui pintu Rayyan. Pintu
itu tertulis besar – spisial bagi orang berpuasa. Tentu, tidak perlu ribut mencari jalan untuk masuk ke
surga. Santai, tidak berjejal dan tidak gontok-gontokan memasukinya. Rasulullah SAW bersabda:
َّ أَ ْينَ ال: ُ ُي َقال، ة اَل َيدْ ُخل ُ َم َع ُه ْم أَ َح ٌد َغ ْي ُر ُه ْمGِ الصائِ ُم ْونَ َي ْو َم ْالقِ َيا َم
صائِ ُم ْونَ ؟ َّ ُي َقال ُ لَ ُهGإِنَّ فِي ا ْل َج َّن ِة َبا ًبا
َّ َيدْ ُخل ُ ِم ْن ُهGالر َّيان
)َف َيدْ ُخل ُ ْونَ ِم ْن ُه َفإِ َذا دَ َخل َ آ ِخ ُر ُه ْم أ ُ ْغلِقَ َفلَ ْم َيدْ ُخلْ ِم ْن ُه أَ َح ٌد (رواه البخاري
“Sesungguhnya di surga itu ada sebuah pintu yang disebut Rayyan yang akan dilewati orang-orang
berpuasa pada hari kiamat nanti. Tidak diperbolehkan seseorang melewatinya selain mereka. Ketika
mereka dipanggil (diundang), mereka akan segera bangkit dan masuk semuanya kemudian ditutup.
Maka tidak seorangpun (selain mereka) yang masuk dari Rayyan”(HR. Bukhari).
Begitu hebatnya bulan suci Ramadhan, disediakan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang beriman.
Tujuannya, untuk mengembalikan jati diri manusia sebagai makhluq paling mulia. Mari kita berusaha
untuk meraih kehebatan bulan suci itu dengan sekuat tenaga. Jangan sampai terlena oleh dorongan
nafsu yang merugikan.
Sebentar lagi kita sebagai umat Islam akan bertemu kembali –insya Allah- dengan bulan suci Ramadhan,
bulan yang mulia dan penuh keberkahan. Tentu semangat dan kecintaan kita perlu disegarkan kembali
dengan membaca hadits-hadits tentang keutamaan bulan tersebut.
Hal ini perlu diingatkan kembali agar kita semakin berharap segera bertemu, semakin cinta, dan semakin
sadar akan agungnya bulan Ramadhan. Saat Ramadhan tiba, hati kita pun telah memiliki bekal dan persiapan
untuk mengisinya dengan banyak amalan taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Terdapat sebuah hadits yang mulia dari Nabi Muhammad ﷺtentang keutamaan bulan
Ramadhan.
(( َقال َ هللا ُ َع َّز: س َّل َم َ ِص َّلى هللاُ َع َل ْي ِه َوَ س ْول ُ هللا ُ َقال َ َر:َُعنْ أَ ِب ْي ه َُر ْي َر َة َرضِ َي هللاُ َع ْن ُه َيقُ ْول
َ َوإِ َذا َكان،الص َيا ُم ُج َّن ٌة ِّ و, َ َفإِ َّن ُه ل ِْي َوأَ َنا أَ ْج ِز ْي ِب ِه،الص َيا َم
ِّ ُكل ُّ َع َم ِل ا ْب ِن آدَ َم َل ُه إِاَّل: َّ َو َجل
.صا ِئ ٌمَ ٌ إِ ِّني ا ْم ُرؤ:ْسا َّب ُه أَ َح ٌد أَ ْو َقا َت َل ُه َف ْل َيقُل َ ْ َفإِن،ص َخ ْب ْ َواَل َي،ص ْو ِم أَ َح ِد ُك ْم َفاَل َي ْرفُ ْث َ َي ْو ُم
صائ ِِم َّ لِل. ِِسك ْ هللا مِنْ ِر ْي ِح ا ْلمِ ب عِ ْن َد ُ صائ ِِم أَ ْط َيَّ ف َف ِم ال Gُ َل ُخلُ ْو،ِس ُم َح َّم ٍد ِب َي ِده ُ ِي َن ْف ْ َوا َّلذ
َو َه َذا َل ْف ُظ،ِص ْو ِمهِ)) ُم َّت َف ٌق َع َل ْيه َ َوإِ َذا َلق َِي َر َّب ُه َف ِر َح، إِ َذا أَ ْف َط َر َف ِر َح:ان َي ْف َر ُح ُه َما ِ َف ْر َح َت
ص َيا ُم ل ِْي َوأ َنا ِّ اَل،أجل ِْي ْ ْش ْه َو َت ُه مِن َ ش َرا َب ُه َو َ َي ْت ُر ُك َط َعا َم ُه َو: َوف ِْي ِر َوا َي ٍة َل ُه.ي ِّ ارِ ِر َوا َي ِة ا ْل ُب َخ
س َن ُةَ اَ ْل َح،ف ُ اع َ ضَ ُكل ُّ َع َم ِل ا ْب ِن آ َد َم ُي:أم َثالِ َها َو ف ِْي ِر َوا َي ٍة لِ ُم ْسل ٍِم ْ ش ِر ْ س َن ُة ِب َع
َ َوا ْل َح،ِأج ِز ْي ِبه ْ
،ِأج ِز ْي ِبه ْ الص ْو َم َفإ َّن ُه ل ِْي َوأ َنا
َّ َّ (إِال: َقال َ هللاُ َت َعا َلى.ٍس ْب ِعمِا َئ ِة ضِ ْعف َ أم َثالِ َها إِ َلى ْ ش ِر ْ ِب َع
ِ َو َف ْر َح ٌة ِع ْن َد لِ َق، َف ْر َح ٌة عِ ْن َد ف ِْط ِر ِه: ان
اء ِ صائ ِِم َف ْر َح َتَّ لِل.)أجلِي ْ ْش ْه َو َت ُه َو َط َعا َم ُه مِن َ َيدَ ُع
ِِسك ْ هللا مِنْ ِر ْي ِح الم ِ ب عِ ْن َد ْ ف فِ ْي ِه
ُ أط َي ُ َو َل ُخلُ ْو. َر ِّب ِه.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Semua amal perbuatan anak Adam untuk dirinya kecuali puasa.
Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya’. Puasa adalah perisai.
Apabila seseorang di antara kamu berpuasa, janganlah berkata kotor atau keji (cabul) dan berteriak-
teriak. Apabila ada orang yang mencaci makinya atau mengajak bertengkar, katakanlah,
‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.’ Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya,
sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak
kesturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, yaitu kegembiraan ketika berbuka puasa
dan kegembiraan ketika bertemu dengan Rabb-nya’.” (Muttafaqun ‘Alaihi, dan ini lafazh Al-Bukhari).
Betapa agungnya hadits ini karena didalamnya disebutkan amalan secara umum, kemudian disebutkan puasa
secara khusus, keutamaannya, kekhususannya, pahala yang akan diperoleh dengan segera maupun yang akan
datang, penjelasan hikmahnya, tujuannya, dan segala yang harus diperhatikan seperti adab-adab yang mulia.
Dan masya Allah, semua hal tersebut tercakup dalam hadits ini.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan pokok yang menyeluruh, bahwa semua amal shalih
akan dilipatgandakan (amal shalih tersebut) sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan hingga
berkali-kali lipat lebih dari itu pada saat bulan Ramadhan.
Ini menunjukkan keagungan dan luasnya rahmat Allah dan kebaikan-Nya kepada para hamba-Nya yang
beriman. Hal ini karena Allah akan membalas satu perbuatan buruk dan menyelisihi syari’at, dengan satu
balasan. Namun hal itu berbeda jika kita melakukan kebaikan dan amal shalih.
Adapun balasan kebajikan, maka pelipatgandaan minimal sepuluh kali, dan bisa lebih dari itu dengan sebab-
sebab lain. Di antaranya yaitu kuatnya iman seorang hamba dan kesempurnaan ikhlasnya. Jika iman dan
ikhlas semakin bertambah kuat, maka pahala amal shalih pun akan berlipat ganda.
Di antaranya yaitu amalan yang memiliki porsi besar, seperti berinfak dalam rangka jihad (berperang) di
jalan Allah dan menuntut ilmu syar’i, serta berinfak untuk proyek-proyek agama Islam seperti membangun
sekolah, masjid dan mengurusi serta mencukupi kebutuhan anak dan istri para mujahid yang sedang
berjihad.
Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kisah orang yang
tertahan dalam gua. Dan kisah pezina yang memberi minum seekor anjing lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengampuninya. Dan juga seperti suatu amalan yang dapat menumbuhkan amalan lain dan diikuti oleh
orang lain. Dan juga seperti menolak bahaya-bahaya yang besar atau menghasilkan kebaikan-kebaikan yang
besar. Dan juga seperti amalan-amalan yang berlipat ganda karena keutamaan waktu dan tempat, serta
keutamaan seorang hamba di sisi Allah. Semua pelipatgandaan ini mencakup semua amalan shalih.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengecualikan puasa dan menyandarkannya kepada-Nya. Allah
yang akan membalasnya dengan keutamaan dan kemuliaan-Nya, dengan tidak melipatgandakannya seperti
amalan yang lain. Ini adalah suatu hal yang tidak dapat diungkapkan, bahkan Allah membalasnya dengan
sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh mata, tidak didengar oleh telinga, dan tidak terlintas dalam benak
manusia.
Hikmah dari pengkhususan tersebut yaitu bahwa orang yang berpuasa ketika dia meninggalkan hal-hal yang
dicintai oleh hawa nafsunya karena Allah, maka itu artinya ia telah mendahulukan kecintaannya kepada
Allah dari segala kecintaan jiwanya, ia lebih mengharap ridha-Nya dan ganjaran-Nya daripada meraih
keinginan hawa nafsu. Oleh karena itu, Allah mengkhususkan puasa untuk diri-Nya dan menjadikan pahala
orang yang berpuasa di sisi-Nya.
Coba Anda renungkan, bagaimana dengan ganjaran dan balasan yang diberikan oleh Allah ‘Azza wa Jalla,
Yang Mahapengasih, Mahapenyayang, Mahadermawan, Mahapemberi, yang pemberian-Nya menyeluruh
kepada semua makhluk yang ada, lalu Allah mengkhususkan untuk para wali-Nya bagian yang banyak dan
sempurna, dan Allah mentakdirkan buat mereka sarana yang dengannya mereka bisa meraih apa-apa yang
ada di sisi Allah berupa perkara-perkara yang tidak pernah terlintas dalam benak dan dalam khayalan?!
Bagaimana dengan apa yang akan Allah ‘Azza wa Jalla lakukan kepada mereka, orang-orang yang berpuasa
dengan ikhlas?! Itulah karunia yang Allah berikan kepada siapa yang dikehendaki
Hadits ini juga menunjukkan bahwa puasa yang sempurna yaitu jika seorang hamba meninggalkan dua
perkara:
Pertama: Pembata-pembatal puasa seperti makan, minum, jima’ (bersetubuh) dan lainnya.
Kedua: Hal-hal yang mengurangi (kesempurnaan) amalan, seperti berkata kotor, jorok,
cabul dan berteriak-teriak, mengerjakan perbuatan haram dan pembicaraan haram. Jauhkanlah
semua maksiat, pertengkaran, dan perdebatan yang menyebabkan dendam. Karena itulah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “Janganlah berkata kotor atau
keji (cabul)”.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, yang artinya, “Janganlah berteriak-teriak!”,
yaitu perkataan yang menyebabkan fitnah dan permusuhan. Sebagaimana Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang lain:
Barangsiapa menerapkan dua perkara tersebut di atas maka sempurnalah pahala puasanya. Siapa yang tidak
menerapkannya, maka janganlah ia mencela kecuali dirinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuki orang yang berpuasa bahwa apabila ada yang mengajak
untuk bertengkar dan mencelanya, hendaklah ia mengatakan:
َ إِ ِّني
صا ِئ ٌم
“Sesungguhnya aku sedang berpuasa”.
Faidahnya yaitu bahwa seakan-akan ia berkata, “Ketahuilah bahwa aku bukannya tidak bisa membalas apa
yang engkau katakan, tapi sesungguhnya aku sedang berpuasa. Aku menghormati puasaku dan menjaga
kesempurnaannya, serta perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan ketahuilah bahwa puasa mengajakku untuk tidak
membalas semua itu dan memerintahkanku untuk bersabar. Maka apa yang aku lakukan ini lebih baik dan
lebih mulia dari apa yang engkau perbuat kepadaku, wahai orang yang mengajak bertengkar!”. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Ini adalah hikmah syariat yang paling agung dari faidah puasa, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َِب َع َلى ا َّلذِينَ مِنْ َق ْبلِ ُك ْم َل َع َّل ُك ْم َت َّتقُون َ َيا أَ ُّي َها ا َّلذِينَ آ َم ُنوا ُكت
ِّ ِب َع َل ْي ُك ُم
َ الص َيا ُم َك َما ُكت
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang
sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah 2 : 183)
Jadi, puasa menjadi perisai dan sebab untuk mendapat ketakwaan. Karena puasa mencegah dari perbuatan
haram dan apa-apa yang dilarang serta memerintahkan untuk memperbanyak amal ketaatan kepada Allah
dan Rasul-Nya. Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Sedangkan ganjaran yang akan datang yaitu kegembiraannya ketika bertemu Rabb-nya dengan keridhaan-
Nya dan kemuliaan-Nya. Kegembiraan yang didapat langsung di dunia ini adalah contoh dari kegembiraan
yang akan datang, dan Allah akan mengumpulkan keduanya bagi orang yang berpuasa.
Dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini juga menunjukkan bahwa orang yang berpuasa jika
sudah mendekati waktu berbuka, maka ia mendapat kegembiraan. Itu merupakan balasan dari apa yang telah
ia lalui pada siang hari berupa kesulitan menahan nafsu. Ini untuk menumbuhkan semangat dan berlomba
dalam berbuat kebaikan.
Al-Khuluf yaitu pengaruh bau dalam mulut ketika kosong dari makanan dan naiknya uap. Walaupun ini
tidak disukai oleh orang, tapi janganlah engkau bersedih, wahai orang yang berpuasa! Karena sesungguhnya
ia lebih wangi di sisi Allah daripada minyak kesturi dan berpengaruh pada ibadah dan pendekatan diri
kepada-Nya.
Dan semua yang meninggalkan pengaruh dalam ibadah berupa kesulitan dan ketidaksukaan, maka itu
dicintai oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Dan kecintaan Allah bagi orang Mukmin itu sudah pasti akan lebih
didahulukan dari segala sesuatu.
Mudah-mudahan Allah menganugerahkan kita usia yang sampai kepada bulan suci Ramadhan yang penuh
mulia dan berkah. Kemudian kita juga memohon kepada Allah agar memberikan kita taufik supaya bisa
mengisi bulan Ramadhan dengan sebaik-baik amalan. Aamiin Yaa Robbal ‘Alamin… [GA/KHJ]
ش ْي ٍء َ ِّ َوه َُو َع َلى ُكل،ش ْي ٍء عِ ْل ًما َ ِّ اط ِب ُكل َ أَ َح،ُ ال َف َّعال ُ لِ َما ُي ِر ْيد،ِش ال َم ِج ْيد ِ الع ْر
َ ِي ْ اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ ذ
،ش ِر ْي َك َل ُه َ ش َه ُد أَنْ اَل إِ َل َه إِاَّل هللا َو ْحدَ هُ اَل ْ َ َوأ،ٌب َع ِت ْيد ٌ َو َما َي ْلفِ ُظ مِنْ َق ْو ٍل إِاَّل َلدَ ْي ِه َرقِ ْي،ٌش ِه ْيد َ
س ْولُ ُه َناشِ ُر ُ س ِّيدَ َنا َو َن ِب َّي َنا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرَ َّش َه ُد أَن ْ َ َوأ،ِالو ِر ْيد َ ب إِ َلى َع ْب ِد ِه مِنْ َح ْب ِل ُ ه َُو أَ ْق َر
ْ َار َك َع َل ْي ِه َو َع َلى آلِ ِه َوأ
ص َح ِاب ِه َوال َّت ِاب ِع ْينَ َو َمنْ َت ِب َع ُه ْم َ س َّل َم َو َب
َ ص َّلى هللاُ َوَ ،ِأَ ْعاَل ِم ال َت ْو ِح ْيد
أَ َّما َب ْع ُد.س َّل َم َت ْسلِ ْي ًما َك ِث ْي ًرا
َ َو،ِالع ِب ْيد
َ صال ِِح َ ْان مِن ٍ س َ ِبإِ ْح
ً س ِّل ُموا َت ْسلِيماَ صلُّوا َع َل ْي ِه َو َ صلُّونَ َع َلى ال َّن ِب ِّي َيا أَ ُّي َها ا َّلذِينَ آ َم ُنوا َ إِنَّ هَّللا َ َو َماَل ِئ َك َت ُه ُي
ص َّل ْي َت َع َلى إِ ْب َرا ِه ْي َم َو َع َلى ِ
آل إِ ْب َرا ِه ْي َم ،إِ َّن َك صل ِّ َع َلى ُم َح َّم ٍد َو َع َلى ِ
آل ُم َح َّم ٍد َك َما َ اَل َّل ُه َّم َ
آل إِ ْب َرا ِه ْي َم، ار ْك َت َع َلى إِ ْب َرا ِه ْي َم َو َع َلى ِ ار ْك َع َلى ُم َح َّم ٍد َو َع َلى ِ
آل ُم َح َّم ٍد َك َما َب َ َح ِم ْي ٌد َم ِج ْيدٌَ .و َب ِ
.إِ َّن َك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد