254
[RE eT TTT I TT,
f PRASARANA DAN SARANA BAB
ke. WILAYAH PERKOTAAN | 13
Nanas isms SSE ASU CORE A
Wilayah perkotaan (urban areas) pada dasarnya adalah suatu tempat
di mana terdapat konsentrasi penduduk yang cukup tinggi yang terlihat
dari tingkat kepadatan penduduk. Di samping itu, pada daerah perkotaan
juga terdapat berbagai kegiatan ekonomi seperti industri, perdagangan,
dan jasa. Pada beberapa daerah perkotaan tertentu, kegiatan pertanian
ternyata juga masih cukup besar, akan tetapi cenderung berkurang
dalam jangka panjang karena banyaknya terjadi alih fungsi lahan untuk
pembangunan prasarana jalan dan daerah pemukiman.
Tidak dapat disangkal bahwa aksesibilitas merupakan faktor yang
sangat menentukan perkembangan kegiatan sosial ekonomi daerah
perkotaan. Di samping itu, penggunaan tanah (Land-use) dan pem-
bangunan perumahan juga turut menentukan karena hal ini akan
memengaruhi ongkos angkut yang diperlukan untuk kegiatan pada suatu
tempat tertentu. Alasannya jelas karena aksesibilitas dan ongkos transpor
tersebut akan sangat memengaruhi harga lahan dan perumahan yang
selanjutnya permintaan untuk melakukan kegiatan usaha dan memilih
fasilitas perumahan yang akan digunakan.
Dalam rangka pengembangan pembangunan daerah perkotaan dan
menjaga kualitas lingkungan hidup, ketersediaan prasarana dan sarana
perkotaan merupakan salah satu hal yang sangat penting. Di samping itu,
ketersediaan parasarana dan sarana tersebut juga sangat penting artinya
untuk meningkatkan aksesibilitas dan lalu lintas barang maupun orang
dalam rangka mendukung kegiatan sosial ekonomi seluruh warga kota.
Bab ini khusus membahas peranan prasarana dan sarana kota
terhadap analisis Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Pembahasan dimulaiB
ab 13: Prasarana dan Wilayah Perkotaan 255.
dengan analisis tentang sistem jarin
xemudian pembahasan dilanjutka
gkutan kota guna meningkatkan
gan jalan dan terminal penumpang,
n dengan analisis tethadap sarana
aksesibilitas barang dan penumpang.
\ dilakukan tethadap ketersediaan tenaga
‘a pembahasan juga dilakukan untuk
telekomunikasi. Pada bagian terakhir
bijakan publik yang dapat dilakukan
engembangan prasarana dan sarana
me ganaliss ketersediaan fasilitas
dianalisis pula berbagai bentuk kel
oleh pemerintah dalam rangka p
daerah perkotaan.
A, Sistem Jaringan Jalan dan Terminal
Sistem jaringan jalan yang baik merupakan persyaratan dasar
yang harus dipenuhi untuk mendukung pertumbuhan suatu daerah
perkotaan. Sistem jaringan jalan dan jembatan pada suatu daerah
perkotaan biasanya diatur berdasarkan Rencana Induk Pengembangan
Kota (City Master Plan) yang telah disepakati dan disahkan oleh seluruh
pihak yang berwenang (DPRD dan pemerintah kota setempat) serta
golongan masyarakat dan lembaga sosial berkepentingan (steak-
holders). Tentunya sistem jaringan jalan tersebut ditetapkan dengan
memerhatikan kondisi geografis dan arah pengembangan kota ber-
sangkutan dalam jangka panjang. Di samping itu, sistem jaringan jalan
tersebut juga ditentukan dengan memerhatikan upaya untuk menjaga
kualitas lingkungan hidup daerah perkotaan bersangkutan.
Sistem jaringan jalan yang dilakukan pada suatu daerah perkotaan
adalah bertujuan untuk mendukung mobilitas barang dan penumpang
antara pusat kota (CBD) dengan kawasan industri dan jasa, perkantoran,
dan kawasan perumahan dan pemukiman serta daerah pinggiran (hinter-
lend). Dalam hal kegiatan pertanian masih cukup berperan dalam
kegiatan ekonomi perkotaan, maka sistem jaringan jalan tersebut juga
akan mencakup jaringan jalan antara daerah pertanian dengan daerah
Pemukiman, industri, dan CBD. Selanjutnya sistem jaringan jalan juga
Ttujuan untuk menunjang fungsi kota sebagai pusat Lele dan
qaorong pemerataan pembangunan di oa won on \itan dengan.
rah i |. Di samping itu, !
da eng a akan menial pertimbngs pesing dln
Menentukan sistem jaringan jalan yang akan dibangun dan dig)
am suatu daerah perkotaan.
na perluasan kota256 Ekonomi Wilayah dan Perkotaan
mbangunan daerah perkotaan, sistem
jaringan jalan mempunyai fungsi ganda. Pada satu pibak, dia berfungs;
untuk mendorong pertumbuhan ekonom! dengan memperlancar arus
barang dan jasa antara pusat-pusat produksi dan daerah pemasaran atay
sebaliknya. Sedangkan di pihak lain, dia juga berfungsi untuk mengurangi
ketimpangan pembangunan antarwilayah dengan jalan mengurangi isolasi
kegiatan sosial ekonomi pada daerah-daerah yang kurang berkembang.
Karena itu, pembangunan sistem jaringan jalan merupakan landasan
pokok pembangunan suatu daerah perkotaan.
Secara umum sistem jaringan jalan daerah perkotaan dapat dibagi
atas Jalan Primer dan Jalan Sekunder yang terhubungan dengan hierarki
perkotaan. Jalan Primer disusun berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) dan pelayanan distribusi barang dan jasa dari pusat
kota dengan simpul-simpul kegiatan lainnya pada tingkat nasional.
Sedangkan Jalan Sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa
untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan bersangkutan.
Sedangkan klasifikasi jalan menurut fungsinya dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1. Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-
rata tinggi, dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara berdaya
guna.
Dalam kaitannya dengan per
2. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak
sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk di-
batasi.
3. Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan
rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan citi perjalanan jarak dekat, da"
kecepatan rata-rata rendah,
a oe statusnya dikelompokkan ke dalam jalan provinsi, jala"
jalan kota, dan jalan desa dengan uraian sebagai berikut:Bab 13: Prasarana dan Wilayah Perkotaan 257
nasional, merupakan jal. j
jalan hh Jalan arteri dan jalan kolektor dalam
sistem jaringan jalan Pamer yang menghubungkan antaribukota
provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol
2. Jalan provinsi, merupakan jalan kolcktor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan stra-
tegis provinsi.
3, Jalan Kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan
primer yang tidak termasuk jalan yang menghubungkan ibukota
kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan,
ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan
lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
4. Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota,
menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan
antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang
berada di dalam kota.
5, Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan
dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
Di samping sistem jaringan jalan, kualitas jalan raya yang dapat
dibangun akan menentukan pula kelancaran lalu lintas barang dan
penumpang dan besarnya ongkos angkut yang diperlukan dalam
melakukan perjalanan dan kegiatan pengangkutan. Termasuk dalam
kualitas ini adalah lebar jalan serta jenis lapisan yang digunakan, aspal
atau semen, serta kelengkapan rambu-rambu jalan, Tentunya tingkat
kepadatan lalu lintas dan klasifikasi jalan bersangkutan juga akan turut
pula menentukan kualitas jalan raya yang diperlukan oleh sebuah daerah
Perkotaan,
8. Prasarana dan Sarana Daerah Perkotaan
Di samping sistem jaringan jalan raya, prasarana dan sarana per-
kotaan merupakan landasan utama pembangunan daerah perkotaan,
‘asarana dan sarana perkotaan ini sangat diperlukan untuk mendukung
kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat daerah perkotaan, Keperluan258 — EkonomiWilayah dan Perkotaan
rana perkotaan ini menjadi sangat besar Pada
tethadap prasarana dan sa duk lebih tinggi dibandingkan
daerah perkotaan karena kepadatan pendu
dengan daerah pedesaan.
Di samping jalan raya, unsur lai
daerah perkotaan adalah: drainase,
in yang juga termasuk dalam prasarang
terminal angkutan darat, pelabuhan
laut, bandar udara, pasar, listrik, dan air minum. Sedangkan unsur
yang termasuk dalam sarana daerah perkotaan adalah perumahan dan
perkantoran, fasilitas pendidikan dan kesehatan, angkutan kota, fasilitas
telekomunikasi, dan fasilitas terkait lainnya.
Pada umumnya di negara sedang berkembang penyediaan prasarana
dan sarana daerah perkotaan mengalami berbagai permasalahan yang
cukup berat. Sebagaimana diungkapkan oleh Rahardjo Adisasmita
(2005), permasalahan tersebut antara lain adalah:
1. Sangat terbatasnya jumlah dan kualitas sarana dan prasarana sehingga
kurang menunjang kegiatan ekonomi daerah perkotaan.
2. Terbatasnya jumlah anggaran pembangunan pemerintah yang dapat
disediakan setiap tahunnya, baik yang berasal dari APBD dan APBN
sehingga pembangunan program dan kegiatan skala besar masih
terbatas dapat dilakukan,
3. Masih lemahnya sumber pembiayaan dari swasta dan masyarakat
sehingga pemanfaatannya melalui kerja sama pemerintah dan swasta
(Public-Private Partnership) serta swadaya masyarakat masih sangat
terbatas.
4. Relatif rendahnya kualitas dan kemampuan teknis sumber daya
manusia yang tersedia untuk melaksanaan pembangunan prasarana
dan sarana daerah perkotaan.
5. Masih lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah terkait dalam
penyusunan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan prsarana
dan sarana perkotaan.
Dalam rangka meningkatkan koordinasi pembangunan prasarana dan
sarana daerah perkotaan, beberapa tahun yang lalu pemerintah Indonesia
Pernah melakukan upaya yang cukup penting dan intensif yang dinamakan
sebagai Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT). Namun
demikian sejak, beberapa tahun terakhir Program ini tidak lagi dilakukan
secara intensif disebabkan beberapa kendala yang masih belum dapatBab 13:Prasarana danWiayah Perkotaan 259
giatasi secara tuntas, Sebagaimana
(2005) prinsip dasar yang melandasi
adalah:
1. perencanaan dilakukan dari bawah ke atas (bottom-up planning);
ms formulasi rencana investasi dilakukan untuk jangka panjang;
3 menitikberatkan pada pemanfaatan dani
maupun daerah;
Juga diungkapkan oleh Adisasmita
Pelaksanaan program ini antara lain
‘a pemerintah, baik pusat
4, lebih menitikberatkan pada kebutuhan Prasarana yang benar-benar
dibutuhkan oleh masyarakat setempat.
C. Transportasi Daerah Perkotaan
Transportasi daerah perkotaan merupakan tulang punggung
kegiatan ekonomi dan sosial sebuah kota. Karena itu, pengembangan
transportasi daerah perkotaan merupakan kebijakan pokok yang sangat
strategis untuk peningkatan kegiatan pembangunan kota. Unsur pokok
transportasi daerah perkotaan ini meliputi aspek-aspek: sistem angkutan
kota, karakteristik angkutan kota, moda dan jenis angkutan kota dan
sistem angkutan umum kota.
1. Sistem Angkutan Kota
Perkembangan pertumbuhan penduduk dan kegiatan ekonomi dan
sosial yang sangat cepat merupakan alasan utama munculnya kebutuhan.
yang sangat mendesak terhadap pembangunan sistem angkutan kota
yang baik. Sasaran utama adalah untuk dapat menyediakan fasilitas
angkutan untuk melayani pergerakan orang dan penumpang dalam
rangka menunjang pembangunan ekonomi dan sosial wilayah perkotaan
bersangkutan.
Secara umum permasalahan yang dihadapi sistem angkutan kota di
Indonesia dewasa ini adalah sebagai berikut: o
2 Jauh lebih kecilnya pertambahan jaringan jalan “— qelas fale
lintas dan angkutan dengan pertambahan Pend uk a le e n
ekonomi sehingga fasilitas angkutan kota menja¢ BF 8
. Jumlah dan kualitas sarana angkutan umum masih sangat terbaras
karena keterbatasan kemampuan keuangan pemerintah ko!
Pihak swasta.260 Ekonomi Wilayah dan Perkotaan
c. Perkembangan kota yang tidak diikuti dengan struktur tata guna
lahan yang serasi sehingga penataan arus barang dan Penumpang
menjadi kurang baik.
Sistem angkutan kota yang terjadi pada umumnya adalah sebagai
berikut:
a. Sistem kegiatan diwujudkan oleh ruang kegiatan masyarakat dan
ragam serta dinamika dari kegiatan penduduk dan perekonomian
kota bersangkutan.
b. Sistem jaringan transportasi kota yang meliputi jaringan jalan baik
angkutan umum dan angkutan pribadi serta lokasi terminal.
c. _ Jenis moda angkutan yang umumnya terdapat pada daerah perkotaan
bersangkutan.
d. Sistem kelembagaan yang berfungsi untuk pengelolaan sistem
angkutan daerah perkotaan yang meliputi: peraturan perundangan
terkait, perencanaan transportasi kota, keuangan, dan pendanaan
serta organisasi yang mengatur dan mengawasi.
N
Karakteristik Transportasi Perkotaan
Transportasi daerah perkotaan mempunyai karakteristik berbeda
dibandingkan dengan transportasi secara umum. Perbedaan tersebut
terletak pada beberapa aspek yaitu biaya operasional kendaraan, biaya
terminal dan kemacetan lalu lintas (traffic congestion). Ketiga unsur tersebut
menyebabkan pengelolaan transportasi perkotaan serta kebijakan publik
yang diperlukan untuk pengembangannya perlu dilakukan secara khusus
untuk dapat melayani kebutuhan warga kota secara keseluruhan akan
penyediaan fasilitas jasa angkutan kota yang aman, lancar dan dengan
tarif angkutan yang terjangkau oleh golongan masyarakat berpendapatan
rendah.
Biaya operasional angkutan kota secara rata-rata untuk setiap km
jarak umumnya relatif lebih tinggi dari angkutan antarkota. Alasannya
adalah karena jarak tempuh angkutan kota umumnya lebih pendek
dibandingkan dari angkutan antarkota sehingga biaya_operasional pet
km jarak akan lebih tinggi yang berarti mengalami diseconomies of long
haul. Di samping itu, tingkat kemacetan lalu lintas di daerah perkotaa”
juga sangat tinggi sehingga konsumsi bahan bakar per kilometer jU8#Bab 13:Prasarana danWilayah Perkotaan 261
iadi lebih tinggi. Di samping j i: j
menjadi ; mi Ping itu, biaya terminal ju jadi
Jebih besar Karena di samping terminal utama juga Heareapeea
tempat pemberhentian penumpang (bus stop) yang juga memerlukan
piaya cukup tinggi untuk pembangunan dan Pemeliharaannya.
Biaya operasional yang relatif lebih besar tersebut menyebabkan
pengelolaan transportasi daerah perkotaan umumnya kurang layak secara
finansial. Kondisi ini menyebabkan banyak sistem angkutan daerah
rkotaan di negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat umumnya
disubsidi dan dikelola langsung oleh pemerintah kota bersangkutan.
Mengingat angkutan kota merupakan salah satu kebutuhanm pokok warga
kota, maka hal ini harus dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan
warga kota secara keseluruhan, khususnya yang berpendapatan rendah
dan tidak memiliki kendaraan pribadi.
Kenyataan di kota Jakarta dan kota besar lainnya di Indonesia
menunjukkan bahwa pengelolaan angkutan kota ini umumnya di-
serahkan kepada pengusaha swasta dan pemerintah kota kelihatannya
tidak banyak melakukan subsidi untuk pengelolaan angkutan kota.
Akibatnya kualitas pelayanan angkutan kota menjadi sangat rendah
karena tidak mampu menanggung biaya operasional yang cukup tinggi.
Kondisi tersebut menyebabkan penyediaan fasilitas angkutan kota, di
samping kualitasnya yang rendah, juga penyediaannya menjadi sangat
terbatas. Hal ini mendorong masyarakat lebih banyak menggunakan
kendaraan pribadi yang cenderung memperparah tingkat kemacetan lalu
lintas,
3. Moda dan Jenis Alat Angkutan
Moda dan jenis alat angkutan daerah perkotaan, baik untuk
angkutan penumpang atau barang, pada umumnya adalah dalam bentuk
angkutan jalan raya atau kereta api. Angkutan jalan raya yang umumnya
digunakan adalah dalam bentuk kendaraan pribadi atau angkutan umum
baik berukuran kecil seperti taksi, oplet dan becak motor, maupun yang
kuran besar seperti bus dan truk, Sedangkan nee kereta a
Merupakan angkutan massal yang dilakukan dalam bentuk meta ap
atas tanah, di bawah tanah (sub-way) atau kereta layang ee ). 2 hl a
i Kota Jakarta dewasa ini telah dikembangkan pula angkutan bus way
lusus meniru moda angkutan kota di Mexico city.262 Ekonomi Wilayah dan Perkotaan
Untuk kota-kota besar dengan jumlah penduduk besar dan kepadatan
sangat tinggi, angkutan massal dalam bentuk kereta api atau bus way lebih
disukai dan banyak digunakan, Alasannya adalah karena jenis angkutan
ini dapat mengangkut penumpang dalam jumlah banyak dalam sekalj
jalan sehingga kebutuhan kota besar akan jasa angkutan dapat dipenuhi,
Di samping itu, jenis angkutan ini juga dapat mengurang! kemacetan lalu
lintas karena kereta api mempunyai jalan atau rel tersendiri sehingga
tidak mengganggu jalan untuk jenis angkutan kota lainnya.
Kalau dibandingkan antara angkutan kota dengan kereta api dan
angkutan umum bus way, sebenarnya angkutan kereta api masih lebih
baik. Alasannya adalah karena angkutan kereta api mampu mengangkut
penumpang dalam jumlah yang jauh lebih besar dari angkutan bus. Di
samping itu, angkutan kereta api tidak memakai badan jalan raya, tapi
menggunakan rel sendiri di luar jalan raya sehingga tidak menimbulkan
kemacetan lalu lintas dalam kota. Karena itu, tidak mengherankan
bilamana angkutan dengan menggunakan kereta api, terutama subway,
lebih banyak digunakan baik pada kota-kota di negara maju seperti
Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang, maupun di negara berkembang
seperti di Singapura, Bangkok, dan kota lainnya. Kota Jakarta sendiri
sebenarnya sudah merencanakan sebelumnya dalam bentuk kereta api
monorel, tetapi pembangunannya sampai saat ini belum dapat berjalan
dengan baik.
D. Penetapan Tarif Angkutan Kota
Secara umum penentuan tarif angkutan kota juga ditentukan oleh
besarnya permintaan (demand) dan penawaran (supply) terhadap jas4
angkutan. Namun demikian, terdapat pula beberapa hal yang bersifat
spesifik dalam penentuan tarif untuk jasa angkutan kota. Kekhususan
tersebut antara lain disebabkan karena adanya kemacetan lalu lintas,
rata-rata kecepatan yang sangat rendah karena banyaknya bus stop dan
tuntutan untuk mengurangi pencemaran udara akibat asap knalpot
kenderaan. Di samping itu, adanya kebijakan subsidi yang dilakukan oleh
pemerintah kota juga ikut menentukan sistem penentuan tarif angkuta"
daerah perkotaan,
Mengikuti Blair (1991) terdapat dua model analisis penentuan tarf
angkutan daerah perkotaan yaitu: (a) Penentuan Tarif Dalam KondisBab 13: Prasarana dan Wilayah Perkotaan 263
geebihan Kapasitas Angkutan (Pricing Under Excess Capacities), (b) Pe-
pentuant Tarif Angkutan dalam Kondisi Kemacetan Lalu Lintas (Pricing
under Condition of Congestion), °
1, Penentuan Tarif Angkutan dalam Kelebihan Kapasitas
salah satu kondisi umum yang sering terjadi dalam pelaksanaan
angkutan daerah perkotaan adalah adanya kondisi kelebihan kapasitas
angkut. Kondisi ini umumnya terjadi pada kota-kota dengan daerah
pemukiman penduduk yang relatif jarang. Di samping itu, walaupun
gaerah tersebut merupakan daerah pemukiman yang relatif padat, tetapi
selama jam kerja juga cenderung akan terjadi kelebihan kapasitas (over
capacity) karena jumlah penumpang yang terbatas jumlahnya.
Dalam situasi kelebihan kapasitas angkut ini, maka penentuan tarif
angkutan kota dapat dijelaskan melalui Grafik 13.1. Pada grafik ini garis
vertikal mewakili biaya dan tarif angkutan dalam rupiah sedangkan garis
horizontal mewakili jumlah penumpang. Kondisi kelebihan kapasitas
ditunjukkan oleh nilai Total Fixed Cost (TFC) yang sangat besar dan
Average Fixed Cost (AFC) berada di atas Marginal Cost (MC). Karena
itu pada gambar ini terlihat bahwa kurva MC berada di bawah kurva
Average Cost (AC). Dalam hal ini MC merefleksikan tambahan biaya
bahan bakar yang diperlukan untuk mengangkut satu unit tambahan
beban atau karena kemacetan lalu lintas kota. Karena kurva MC berada di
bawah kurva AC, maka average cost akan terus menurun. Penurunan MC ini
sebenarnya merefleksikan kondisi kelebihan kapasitas angkut yang terjadi.
Pertanyaan penting yang perlu dijawab sekarang adalah berapa
tarif angkutan sebaiknya dikenakan dalam kondisi kelebihan kapasitas
angkut tersebut? Begitu tarif angkutan dapat ditetapkan, maka jumlah
Pelayanan jasa angkutan kota akan dapat pula ditentukan berdasarkan
jumlah permintaan yang ada pada saat tersebut.
mumnya adalah bersifat Persaingan
Mengingat pasar angkutan kota w
maka titik profit maksimum
Tidak Sempurna (Imperfect Competition), :
dalam hal ini dapat ditentukan pada titik a pada Grafik 13.1 yaitu pada
Stat Marginal Revenue (MR) sama dengan Marginal Cost (MC), Pada
titk ini dapat ditentukan jumlah jasa angkutan yang harus disediakan
Sekaligus dengan tarif angkutan yang dapat dikenakan pada para
Penumpang sehingga tingkat keuntungan dapat dimaksimalkan, Pada264 Ekonomi Wilayah dan Perkotaan
‘Tait (Rp 000)
Grafik 13.1 Penentuan Tarif Angkutan Kota dalam Kondisi Kelebihan Kapasitas
titik a ini, tingkat keuntungan untuk pengusaha angkutan adalah positif
karena penerimaan rata (average revenue) lebih besar dari biaya rata-rata
(average cost) sehingga pengusaha angkutan akan bersedia menawarkan
jasa angkutannya untuk publik. Pada saat itu jumlah jasa angkutan kota
yang mencapai titik equilibrium adalah sebanyak 500.
Akan tetapi, bilamana jumlah jasa angkutan ingin ditingkatkan
untuk dapat melayani kebutuhan seluruh warga kota, termasuk yang
berpendapatan rendah, maka titik optimal akan berada pada titik c
yaitu pada saat Marginal Sosial Benefit (MSB) sama dengan Marginal
Sosial Cost (MSC). Pada titik ini jumlah jasa angkutan yang digunakan
oleh masyarakat dapat ditingkatkan menjadi 900, tetapi dengan harga
yang jauh lebih rendah dari biaya rata-rata AC sehingga pengusaha jasa
angkutan akan mengalami kerugian.
Bilamana jasa angkutan kota berfungsi sebagai unit pelayanan
sosial untuk memenuhi kebutuhan seluruh warga kota, maka operasi
jasa angkutan seharusnya bersifat nir laba. Ini berarti bahwa perusahaan
jasa angkutan akan mencapai kondisi optimal pada titik pulang pokok
(break event point) di mana tingkat keuntungan sama dengan nol Dalam
Grafik 13.1, kondisi ini adalah pada b di mana yaitu pada saat MSB>MSC
dengan jumlah jasa angkutan yang dapat dipakai sebanyak 700.Bab 13: Prasarana dan Wilayah Perkotaan 265
Dapat dimengerti bahwa bila perus:
operasi pada titik pulang pokok ini, mai
g tertarik untuk berusaha dalam bidang jasa angkutan kota, Karena
kondisi tersebut, banyak perusahaan j
asa angkutan kota dikelola oleh
pemerintrah kota dengan menggunakan subsidi, Kalau_pengelolaan
jasa angkutan diserahkan kepada pihak Swasta, maka untuk menutupi
kerugian perusahaan jasa angkutan terpaksa mengurangi kualitas jasa
angkutan yang diberikannya kepada warga kota, seperti halnya yang
umum terjadi di Indonesia dewasa ini,
ahaan jasa angkutan kota ber-
ka tidak ada Perusahaan swasta
Dalam kondisi kemampuan keuangan warga kota sangat bervariasi
dapat pula dilakukan kebijakan deskriminasi tarif jasa angkutan kota
(price descriminiation). Dalam hal ini, jasa angkutan dikelompokkan
menurut kualitas jasa angkutan yang dapat diberikan pada penumpang.
Misalnya ada jasa angkutan untuk kelas eksekutif, dengan tarif angkutan
yang lebih tinggi. Di samping itu, ada pula jasa angkutan yang lebih
murah untuk kelas ekonomi guna memenuhi permintaan jasa angkutan
untuk warga kota yang berpendapatan rendah.
2, Penentuan Tarif Angkutan dalam Kondisi Kemacetan
Xondisi umum lainnya yang sering terjadi pada pengelolaan jasa
angkutan kota adalah di mana terdapat tingkat kemacetan lalu lintas yang
cukup tinggi terutama pada jam-jam sibuk (peak hours). Akibatnya biaya
operasional kendaraan akan menjadi lebih tinggi karena tingkat kecepatan
rata-rata yang sangat rendah dan tingkat konsumsi bahan bakar menjadi
lebih tinggi. Walaupun kondisi kemacetan lalu lintas ini adalah bersifat
umum dalam pengelolaan jasa angkutan kota, akan tetapi hal ini juga
berlaku bagi angkutan kereta api dalam kota (mass-rapid transit) pada saat
jam sibuk (peak-hours).
Kondisi transportasi kota dengan tingkat kemacetan lalu lintas yang
cukup tinggi ditunjukkan pada Grafik 13.2 dalam bentuk MSC yang
Meningkat dan berada di atas kurva Average Variable Cost (AVC). Ke
4m MSC ini termasuk juga biaya penyusutan (depreciation cost) yang
Menjadi lebih tinggi dan biaya karena waktu yang menjadi lebih panjang.
alam Grafik 13,2, kondisi ini terlihat setelah jumlah perjalanan (trip)
; “tada di atas 100 kali dalam sehari. Dengan kata lain, setelah titik dengan
Mimlah perjalanan 100 ini tercapai, kurva MSC akan menjadi lebih tinggi266 Ekonomi Wilayah dan Perkotaan
dari kurva Marginal Private Cost (MPC) sebagai akibat adanya unsur
externality tersebut. Msc
AVC=MPC
Tarif (Rp 000)
85
45
D=MPB
o 100 275 300 Penumpang
Grafik 13.2 Penentuan Tarif Angkutan Kota dalam Kondisi Kemacetan Lalu Lintas
Titik keseimbangan (equilibrium) jasa angkutan bila tidak ada
kemacetan lalu lintas pada Grafik 13.2 adalah sebanyak 300 yaitu
ketika kurva MPC memotong Marginal Private Benefit (MPB). Karena
MPB adalah sama dengan kenampuan membayar individu untuk setiap
perjalanan, maka MPB ini juga merupakan kurva permintaan (demand)
terhadap jasa angkutan kota. Pada saat tersebut, pengguna jasa angkutan
dikenakan biaya kemacetan lalu lintas sebesar 35 sen (85sen-5Osen) untuk
setiap tambahan penggunaan jasa angkutan kota. Bila kota bersangkutan
mempunyai jalan tol, maka penetapan tarif tol adalah didasarkan pada
biaya kemacetan lalu lintas tersebut, alasannya adalah sebagai pengganti
kenikmatan yang diperoleh pengguna jalan tol yang bebas dari kemacetan
Jalu lintas dan dapat menghemat waktu sampai di tujuan. Bila tarif tol
dikenakan 30 sen (Grafik 13.2), jumlah jasa angkutan digunakan akan
turun menjadi 275 unit.Bab 13:
13: Prasarana dan Wilayah Perkotaan 267
‘ Kebijakan Publik Prasarana dan Sarana Perkotaan
penyediaan prasarana dan sarana jasa angkutan publik untuk dacrah
kotaan merupakan kebutuhan pokok semua warga kota, baik a
perpendapatan tinggi (kaya) atau berpendapatan rendah (miskin) Karena
, penyediaan jasa angkutan daerah perkotaan merupakan canggung
iru, P p
javad pemerintah, Untuk keperluan ini, diperlukan kebijakan publik
‘an kota tersebut. Berikut ini
untuk menjamin penyediaan jasa angkut:
dianalisis beberapa jenis kebijakan publik dalam bidan; transportasi kota
yang dapat dilakukan oleh pemerintah kota. . pee
1, Keterpaduan Pembangunan Prasarana Perkotaan
Melaksanakan pembangunan prasarana daerah perkotaan secara
terpadu merupakan permasalahan umum yang dialami di Indonesia
dan perlu segera dipecahkan untuk dapat mewujudkan pembangunan
prasarana dan saran secara efisien dan tearah. Penyebab utama terjadinya
permasalahan ini adalah karena kewenangan dan sumber dana untuk
membangun komponen prasarana tersebut seperti jalan, saluran air,
listrik, dan air minum berada pada instansi dan badan yang berbeda.
Akibatnya, koordinasi pelaksanaan pembangunan prasarana daerah
perkotaan menjadi sulit untuk dapat dilakukan.
Salah satu program pembangunan prasarana kota secara terpadu
yang pernah dilakukan di Indonesia dan ternyata cukup berhasil adalah
Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT). Program ini
dirumuskan berdasarkan hasil penelitian intensif yang dilakukan dengan
bantuan dana dari PBB bernama National Urban Development Study
(NUDS). Melalui program ini pembangunan jalan raya, air minum dan
listrik dikoordinasikan oleh suatu badan pemerintah daerah untuk meng-
atasi terjadinya bongkar pasar dalam pembangunan ketiga prasarana
daerah perkotaan tersebut.
Setelah program P3KT ini dijalankan di Indonesia selama beberapa
‘chun, ternyata hasil yang dapat dicapai sebenarnya cukup baik. Karena
itu, program ini seharusnya terus dilaksanakan dan dikembangkan,
tetapi, sejak beberapa tahun yang lalu, prograyn, ini dihentikan
Sampai saat sekarang dengan alasan yang tidak jelas. Karena itu, perlu
diupayakan program pengganti sesegara Cae a268 — EkonomiWilayah dan Perkotaan
pembangunan prasarana dan sarana perkotaan tidak terganggu. Kalau
alternatif ini tidak ada, ada baiknya program P3KT tersebut dilaksanakan
kembali.
2. Kerja Sama Pemerintah dan Swasta
Uraian terdahulu menunjukkan bahwa ketersediaan prasarana dan
sarana yang cukup dan berkualitas merupakan persyaratan utama untuk
mendorong pertumbuhan kota. Namun demikian, tidak dapat disangkal
pula bahwa penyediaan prasarana dan sarana tersebut membutuhkan
dana yang sangat besar. Karena itu, pemerintah kota yang bertanggung
jawab untuk menyediakan prasarana dan sarana kota tersebut sering
kali tidak mempunyai kemampuan keuangan yang cukup untuk melak-
sanakannya.
Untuk mengatasi kesulitan tersebut, banyak kota di Indonesia
maupun di negara lain melakukan kerja sama antara pemerintah dan
swasta (public-private partnership) dalam pembangunan prasarana dan
sarana perkotaan. Salah satu bentuk kerja sama tersebut yang sudah sejak
lama dapat dilakukan adalah dalam pembangunan jalan tol (toll-road) di
kota-kota besar untuk menanggulangi kemacetan lalu lintas.
Dalam hal ini pemerintah menyediakan lahan dan memberikan izin
untuk pembangunan jalan bebas hambatan (by-pass) pada ruas tertentu.
Sedangkan swasta melakukan pembangunan jalan raya tersebut dengan
menggunakan fasilitas kredit bank. Setelah pembangunan jalan raya
tersebut selesai, maka perusahaan swasta tersebut dapat memungut
pembayaran bagi setiap kendaraan yang melewati jalan tol tersebut.
Penerimaan tersebut digunakan untuk melunasi utang kepada bank yang
diperkirakan akan lunas dalam waktu 25-30 tahun tersebut. Setelah utang
ke bank lunas, maka jalan tersebut akan menjadi hak milik pemerintah
kota bersangkutan.
Kerja sama pemerintah dan swasta ini dapat bermanfaat kepada
kedua belah pihak. Bagi pemerintah kota, kerja sama ini dapat melak-
sanakan salah satu fungsi dan tugas kota dalam penyediaan prasarana
dan sarana kota tanpa memerlukan dana pemerintah, Sedangkan bagi
pihak swasta, kegiatan ini juga bermanfaat untuk menciptakan lapangan
kerja dan sekaligus mencari tingkat keuntungan yang wajar. Model kerja
sama pemerintah dan swasta ini tidak hanya dapat dilakukan dalamBab 13: Prasarana dan Wilayah Perkotaan 269
mbangunan jalan tol saja, tetapi juga untuk
Jayanan kota lainnya seperti rumah sakit, seki
ppin-lainnya.
Pembangunan fasilitas
‘olah terminal bus, dan
b Pengelolaan Jasa Pelayanan Umum
Setiap kota mempunyai fasilitas jasa pelayanan umum untuk me-
menuhi kebutuhan para warga kota. Jasa pelayanan umum kota tersebut
meliputi: Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), fasilitas pasar, stadion
lah raga dan rekreasi, dan lain-lainnya, Pengelolaan jasa pelayanan
umum ini perlu diperhatikan oleh pemerintah kota secara serius karena
tal ini menyangkut dengan hajat hidup orang banyak. Sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945, pemerintah mempunyai tanggung jawab
terhadap penyediaan fasilitas jasa pelayanan umum ini,
Upaya yang lazim dilakukan pemerintah kota untuk menjamin
tersedianya jasa pelayanan umum ini adalah dengan jalan membuka
perusahaan daerah untuk mengelola kegiatan ini, Namun demikian,
pengalaman di masa Jalu menunjukkan bahwa umumnya perusahaan
aerah tidak berjalan dengan baik dan cenderung menjadi sumber
korupsi sehingga penyediaan jasa pelayanan umum tidak dapat berjalan
sebagaimana mestinya.
Untuk mengatasi hal ini, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
jalan mengikutsertakan unsur swasta (privatisasi) terhadap perusahaan
daerah tersebut dengan jalan memasukkan modal atau saham swasta
sekitar 50%. Dengan cara demikian, pihak swasta dapat ikut campur dalam
Pengelolaan perusahaan daerah tersebut dalam rangka meningkatkan
efisiensi usaha dan tingkat pelayanan publik. Pengalaman privatisasi
Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang cukup ber-
hasil dengan baik dapat dijadikan sebagai pelajaran.
4. Dana Khusus Pembangunan dan Perawatan Jalan
Untuk dapat menjamin terlaksananya pemeliharaan fasilitas jalan
Umum secara baik dan berkelanjutan, di beberapa negara maju dibentuk
*atu dana khusus yang diperuntukkan untuk keperluan tersebut dan
nim disebut sebagai “road fund”. Dana tersebut biasanya diperoleh dari
Pajak yang khusus dipungut untuk keperluan tersebut, seperti pajak
'daraan bermotor, Karena dana ini dibentuk dan digunakan secara270 Ekonomi Wilayah dan Perkotaan
khusus, maka penggunaannya dapat dilakukan secara tepat waktu sesuaj
dengan kebutuhan sehingga kualitas jalan dapat terjamin dengan baik
untuk kepentingan pelayanan publik.
Di Indonesia, ide pembentukan dana khusus road fund ini juga
pemah dibahas secara intensif. Hasil pembahasan menunjukkan sebagian
besar para ahli transportasi dan masyarakat umumnya setuju untuk
melaksanakan kebijakan ini. Akan tetapi, kemudian ternyata pelaksanaan
ide ini terkendala di DPR dan DPRD karena sesuai ketentuan berlaku
pemanfaatan dana publik semuanya harus melalui APBN secara nasional
dan APBD pada tingkat daerah. Namun demikian, ide ini cukup bagus dan
perlu terus diupayakan di masa mendatang untuk menjaga tersedianya
prasarana jalan secara baik dan berkualitas.