You are on page 1of 10
EFIKASI DIRI DAN STRES AKADEMIK PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS PROGRAM AKSELERASI Silvia Wulandari Mira Aliza Rachmawati Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Email: wulandari silvia@gmail.com Abstract This study aims to determine the relationship between self-efficacy and academic stress ‘on senior high school students who join the acceleration program. The hypothesis was that there is a relationship between self-efficacy and academic stress on senior high school students who join the acceleration program. Subjects in this study were 89 senior high school students who join the accelerated program in Yogyakarta. This study uses ‘two scales, namely: (a) the scale of academic stress and (b) self-efficacy scale. Results showed that there is a negative relationship between self-efficacy and academic stress on senior high school students who following an acceleration program. High self-efficacy correlated with low academic stress. Analysis of the coefficient of determination (+2) indicates the contribution of selfefficacy of 59% against the academic stress students. Keywods: Academic Stress, Self Efficacy, Acceleration Program INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dan stres akademik pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mengikuti program akselerasi. Hipotesis yang diuji adalah ada hubungan aniara efikasi diri dan stres akademik pada siswa SMA yang mengikuti program aksclerasi. Subjek dalam penelitian inj berjumlah 89 siswa SMA yang sedang mengikuti program akselerasi di Kotamadya ‘Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu (a) skala stres akademik dan (®) skala efikasi diri. Hasil analisis data menggunakan teknik korelasi product moment Pearson memunjukkan bahwa ada hubungan negetif antara efikasi diri dan stres akademik pada siswa SMA yang mengikuti program akselerasi, artinya efikasi diri tinggi yang dimiliki siswa berkorelasi dengan stres akademik yang rendah. Analisis koefisien determinasi (r’) menunjukkan sumbangan efikasi diri aear 59% terhadap stres akademik pada siswa. ‘Kata Kunci: Stres Akademi, Efikasi Diri, Program Akselerasi i Indonesia telah banyak berdiri sekolah yang mempunyai program akselerasi, salah satunya pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah ‘Akhir (SMA). Siswa SMA kelas reguler diprogramkan untuk menyelesaikan materi kkurikulum selama tiga tahun, namun bagi siswa yang tergabung pada program akselerasi dipercepat menjadi dua tahun. Program percepatan pada tingkat SMA diatur pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1990 yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0489/U/1992, yaitu pada pasal 16 ayat 1. Pasal tersebut mengatur bahwa siswa yang mempunyai bakat istimewa dan kecerdasan luar biasa dapat menyelesaikan program belajar lebih awal dari waktu yang telah ditentukan, dengan ketentuan telah mengikuti pendidikan SMA sekurang-kurangnya dua tahun (Hawadi, 2006). a egg ee a 6 SIKOLOGIKA VOLUME 19 NOMOR 2 TAHUN 2014 Siivia Wulandari & Mira Alize Rachmawati Colangelo (Hawadi, 2006) menjelaskan bahwa program akselerasi merupakan program pendidikan yang memberikan kesempatan bagi siswa berkapasitas intelektual tinggi untuk meloncat Kelas dan mengikuti pelajaran tertentu pada kelas di atasnya. Indonesia mempunyai sekitar i,3 juta anak usia sekoloh yang berpotensi Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (CIBD), atau biasa disebut gifted-talented Sayangnya, baru 9.500 (0,7%) anak yang sudah mendapatkan layanan khusus dalam bentuk program akselerasi. Berdasarken data tahun 2009 yang tercatum dalam website Republika, dari 260.471 sekolah di seluruh Indonesia, baru 311 sekolah di antaranya yang ‘mempunyai program layanan khusus bagi anak Cerdas Istimewa dan Berbakat Istimewa (http://svww.republika.co.id/16 2/160). Winner (Ormrod, 2009) ‘menjelaskan beberapa karakteristik anak dengan bakat dan kecerdasan istimewa, yaitu (a) mempunyai kemampuan belajar lebih cepat, mudah, dan mandiri dibandingkan teman-teman sebayanya, (b) proses kognitif dan strategi belajar yang lebih canggih dan efisien, (c) fleksibilitas yang lebih besar dalam hal gagasan dan pendekatan terhadap tugas, (d) standar performa yang tinggi; konsep diri yang positif, knususnya dalam kaitannya dengan usaha-usaha akademis, serta (¢) perkembangan sosial dan penyesuaian emosi diatas rata-rata. Siswa akselerasi pada umumnya dituntut untuk mampu mencapai kinerja yang tinggi guna mengimbangi kemampuannya yang unggul dalam menjalankan dimensi tuntutan di sekolah. Menurut Desmita (2009), ada empat dimensi tuntutan sekolah yang menjadi sumber stres siswa. Pertama, yaitu tuntutan fisik yang bersumber dari lingkungan fisik sekolah. Kedua, yaitu tuntutan tugas. Ketiga, yaitu tuntutan peran siswa ketika menduduki suatu posisi untuk memenuhi kkewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan, Keempat, tuntutan interpersonal untuk I ‘PSIKOLOGIKA VOLUME 19 NOMOR 2 TAHUN 2014 ‘mampu berinteraksi sosial. ‘Banyaknya tuntutan akademik yang harus dihedapi siswa akselerasi dapat mengekibatkan siswa mengalami tekanan, Tekanan dapat menyebabkan siswa mengalami stros berlebihan schingga akan mengganggu aktivitas kescharian. siswa, Penelitian Gupta dan Khan (Gupta, Renu, Subhash, & Seems, 2011) menemukan bahwa dalam situasi akademik seperti sekolah, siswa merespon tuntutan akademik dalam bentuk tekanan mental seperti frustrasi_ yang discbabkan Karena takut mengalami kegagalan, Siswa mengalami reaksi fisik dan psikologis terhadap stres ketika siswa merasakan stres yang berlebihan (negatif). ‘Menurut Sarafino dan Smith (2012), stres merupakan perasaan tegang dan tidak nyaman ketika individu merasa tidak mampu menangani tuntutan-tuntutan di lingkungannya. Stres dapat menghasilkan ketegangan pada beberapa aspek dalam diri seseorang, yaitu aspek biologis dan psikososial. Pertama, aspek biologis. Menurut Lovallo (Sarafino & Smith, 2012), bagian respon fisiologis tethadap stresor atau regangan disebutreaktivitas. Stres akan dialami dalam berbagai keadaan seperti kurang tidur dan gangguan fisiologis lainnya yang discbabkan kesan yang berlebihan pada peristiwa yang dialaminya (Mahfar, Fadilah, & Nor, 2007). Kedua, aspek psikososial. Aspek psikososial meliputi subaspek-subaspek kognitif, afektif, dan perilaku. (a) Kognitif. Hubungan dua arah antara kognisi dan stres sangat penting dalam kelompok proses kognitif yang disebut fungsi eksekutif. Suchy (Sarafino & Smith, 2012) menjelaskan bahwa fungsi-fungsi eksekutif tersebut mengacu pada satu set kemampuan kognitif yang terlibat dalam regulasi dan arah periiaku. (b) Emosi. Menurut Lazarus dan Schrer (Sarafino & Smith, 2012), kognitif seseorang dapat memengaruhi stres dan pengalaman emosional. Ketakutan adalsh reaksi emosional umum yang meliputi ketidaknyamanan psikologis dan rangsangan fisik ketika individu merasa 47 EFIKASI DIRIDAN STRES AKADYMIK PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS PROGRAM AKSELERASI terancam. (c) Perilaku Sosial. Beberapa keadaan stres mendorong individu untuk mencari kenyamanan orang lain guna ‘mendukung atau persahabatan. Menurut Cohen dan Spacapan (Sarafino & Smith, 2012), seseorang mungkin menjadi kurang bersosialisasi dan bermusuhan, serta tidak peka terhadap kebutuhan orang lain. Stres akademik adalah ketegangan emosional siswa yang dinyatakan atau dirasakan oleh dirinya selama kegagalannya dalam menghadapi tuntutan akademik dan konsekuensinya, yang ditunjukkan dalam bentuk gangguan keschatan fisik dan mental (Gupta dik, 2011). Olejnik dan Holschuh (2007) memaparkan bahwa stres akademik adalah respon siswa yang berupa perilaku, pikiran, reaksi fisik, maupun reaksi emosi negatif yang muncul akibat tuntutan sekolah atau akademik, Karena terlalu banyaknya ‘ugas yang harus dikerjakan siswa. Menurut Desmita (2009), stres akademik merupakan tekanan dan tuntutan yang bersumber dari kegiatan akademik (tresor akademik). Rice (Desmita, 2009) menjelaskan bahwa stresor akademik adalah stres siswa yang bersumber dari proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan hasil pengisian kuisioner terbuka dan wawancara singkat dengan beberapa siswa SMA yang mengikuti program akselerasi di Kotamadya Yogyakarta, didapatkan informasi mengenai berbagai_macam stresor yang dihadapi siswa. Berbagai stresor yang dimaksud adalah banyaknya materi pelajaran yang harus dipelajari dengan jangka waktu yang cepat, banyaknya tugas yang harus segera diselesaikan dengan deadline pengumpulan yang sempit, seringnya ujian yang diadakan di kelas, dan adanya tuntutan dari orangtua untuk berprestasi. Stresor lainnya yaitu guru yang mudah marah, penyampaian materi pelajaran yang cepat, adanya teman yang egois, lingkungan belajar yang tidak kondusif, kesenjangan nilai yang sangat mencolok di kelas, adanya anggapan a 18 sombong dan pembicaraan yang kurang menyenangkan dari teman Kelas reguler, minimnya waktu untuk bermain, harapan deri orangtua untuk mendapat nilai baik pada Ujian Nasional, Ujian Akhir Sekolah, dan ujian masuk Perguruan Tinggi yang akan dihadapinya kelak, serta banyaknya informasi negatif di media mengenai kegagalan siswa dalam ujian yang membuat siswa merasakan Kekhawatiran. Stresor yang memengaruhi siswa akselerasi juga dinyatakan oleh salah satu guru Bimbingan Konseling (BK), yaitu mengenai penentuan jurusan di bangku kuliah yang akan siswa pilih. Menurut Arthur, MacGeorge, Samter, Gillikan, dan Tennant (Wilks, 2008), stres akademik merupakan hasil dari kombinasi tuntutan akademik yang melebihi sumber daya adaptif yang dimiliki seorang individu. Ketidakmampuan siswa menyesuaikan diri dengan berbagai funtutan sekolah (stresor) akan memicu terjadinya stres (Kiselica dalam Desmita, 2010). Menurut basil wawancara dengan beberapa guru Bimbingan Konseling (BK) SMA di Kotamadya Yogyakarta, terdapat beberapa siswa akselerasi yang mengajukan diri untuk pindah ke program reguler karena merasa tidak mampu menghadapi berbagai stresor di kelas akselerasi. Berbagai macam respon juga diungkapkan oleh siswa ekselerasi dalam menghadapi stresor akademik, yaitu tidak fokus dan mudah melamun, kelelahan saat di sekolah, tidak nyaman berada di kelas, daya tohan tubuh yang menurun sebingga mudah sakit, sering merasakan kekhawatiran, mencontek tugas teman, tegang ketika berbicara di depan kelas, gugup ketika diajukan pertanyaan oleh guru di Kelas, tidak tenang, bingung dalam memutuskan sesuatu, sulit tidur di waktu malam sehingga mengantuk ketika di kelas, takut berhadapan dengan guru yang dianggap galak, menangis, malas belajar, mudah bosan, tidak fokus ketika dihadapkan dengan beberapa tugas sekeligus, nafsu makan yang tidak stabil (terlalu banyak atau terlalu sedikit), serta ‘PSIKOLOGIKA VOLUME 19 NOMOR 2 TAHUN 2014 Silvia Wulandari & Mira Aliza Rechmawati ‘menarik diri dari lingkungan teman-teman kelas non akselerasi. Siswa akselerasi dengan kecerdasan superior mempunyai kemudahan untuk mengalamistres akademik. Sumintardja (Gusniarti, 2002) menjelaskan bahwa individu dari segi kecerdasannya ‘menunjukkan potensi yang tergolong rata- rata atau bahkan superior akan lebih mudah mengalami frustrasi, merasa tegang, atau bahkan hilang keyakinan dirinya untuk menjalani tuntutan hidup yang dihadapinya, terutama dalam hal persaingan di bidang akademik. Stres akademik yang berlebihan dapat menyebabkan kehidupan dan aktivitas kescharian siswa terganggu. Gupta dan Khan (Gupta dik, 2011) menemukan bahwa dalam situasi akademis seperti sekolah, siswa meresponnya dalam bentuk tekanan mental seperti frustrasi yang disebabkan takut mengalami kegagalan. Beberapa tuntutan akademik berpotensi menyebabkan siswa akselerasi_ rentan ‘mengalami tekanan yang berdampak pada terjadinya stres akademik. Nugroho (Febrianto, 2013) mengungkapkan bahwa siswa-siswa program non reguler cenderung mengalami stres akademik karena ‘mendapat beban studi yang melebihi dan tidak sesuai dengan kebutuhan, Oleh karena itu, diperlukan kesiapan mental dalam diri siswa program akselerasi berkaitan dengan tuntutan akademik yang lebih tinggi dibandingkan kelas reguler. Stres akademik sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Oon (Suhada, 2012) menjelaskan faktor-faktor yang dapat memengaruhi stres, yaitu faktor yang bersumber dari diri pribadi (internal) atau individu yang bersangkutan dan faktor cekstemnal. Terdapat beberapa faktor internal yang dapat memengaruhi stres sescorang, salah satunya adalah keyakinan diri (efikasi iri). Menurut Bandura (1997), efikasi diri_merupakan keyakinan individu ‘mengenai kemampuannya untuk mengatur dan melakukan suatu tindakan yang diperlukan untuk menghasiikan Meee oe PSIKOLOGIKA VOLUME 19 NOMOR 2 TAHUN 201 pencapaiannya. Efikasi diri terdiri dari 3 (tiga) dimensi, yaitu tingkat kesulitan, tingkat generalisasi, dan tingkat kekuatan. Pertama, tingkat kesulitan (level). Dimensi kesulitan berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang harus diselesaikan sescorang, yang terdiri dari tuntutan sederhana sampai ‘tuntutan yang membutuhkan performansi maksimal (sulit). Dimensi kesulitan mempunyai implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dicoba atau yang akan dihindari. Kedua, tingkat gencralisasi (generality). Dimensi generalisasi merupakan dimensi yang berkaitan dengan luas bidang tugas yang dilakukan. Generalisasi adalah sejauh mana individu yakin terhadap kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, yaitu dalam melakukan suatu aktivitas atau situasi fertentu, hingga dalam serangkaian tugas atau situasi yang bervarasi. Tingkat kekuatan (strength). Dimensi ini berkaitan dengan tingkat Kemampuan individu terhadap dimensi yang lainnya yang terkait dengan kekuatan atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Individu yang mempunyai keyakinan bahwa dirinya mampu untuk ‘melakukan suatu tuntutan, individu tersebut akan merasa. tidak kewalahan untuk melakukannya meskipun adanya kesulitan dan hambatan. Wade dan Tavris (2007) mendefinisikan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan individu bahwa dirinya mampu meraih hasil yang diinginkan, seperti penguasaan suatu keterampilan baru atau mencapai suatu fujuan, Hal tersebut juga didukung oleh Myers (Gusniarti, 2002) menyatakan bahwa efikasi diri_merupakan perasaan yang dimiliki oleh individu bahwa dirinya adalah orang yang pandai dan mampu melaicukan tindakan-tindakan yang tepat. Selain itu, ‘VandenBos (2007) juga menjelaskan babwa efikasi diri_merupakan kemampuan individu untuk bertindak secara efektif untuk membawa hasil yang diinginkan, terutama seperti yang dirasakan oleh 149 LEFIKASI DIRIDAN STRES AKADI-MIK PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS PROGRAM AKSELERASI individu Individu yang yakin bahwa dirinya mampu dalam menghadapi lingkungannya, maka ketika situasi dan lingkungan yang sedang dihadapi menckan, individu tetap akan merasa tenang dan mampu untuk dapat berpikir secara jernih. Efikasi diri berperan sebagai sebuah mekanisme kognitif yang mengendalikan individu untuk menghadapi tekanan. Apabila siswa merasa tidak dapat ‘mengendalikan situasi dan lingkungan yang sedang dihadapinya (stresor akademik) dan dirasa. mengancam, maka siswa akan merasa gelisah dan stres. Sebaliknya, apabila siswa merasa mampu menghadapi tekanan yang berasal dari stresor akademik, maka siswa tersebut tidak akan mengalami stres yang berlebihan. Bandura (Nurlaila, 2011) yang menjelaskan bahwa efikasi diri akan meningkatkan kekebalan terhadap cemas, stres, depresi, serta mengaktifkan perubahan-perubahan biokemia yang dapat memengaruhi berbagai ancaman. Pemyataan di atas didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya. Suhada (2012) menemukan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi stres akademik pada siswa adalah efikasi diri. Hasil penelitian tersebut sependapat dengan hasil penelitian Wisantyo (Suhada, 2012) yang membuktiken adanya hubungan negatif antara efikasi diri akademik dengan stres akademik pada siswa SMAN 3 Semarang. Hubungan yang negatif antara efikasi diri akademik dengan stres menunjukkan bahwa keyakinan siswa terhadap kemampuan akademiknya akan dapat mengurangi stres pada siswa SMAN 3 Semarang. Hasil penelitian tersebut didukung oleh Jex, Bliesse, Buzzell, dan Primeau (Nurhasnah, 2007), bahwa individu dengan efikasi diri yang tinggi mempunyai tingkat ketegangan ‘yang rendah, dibandingkan dengan individu yang mempunyai efikasi diri rendah. Ketegangan yang dimaksud adalah kketegangan yang diakibatkan oleh rasa sakit ataupun stresor. Beberapa uraian di atas menggambarkan mengenai beberapa keadaan siswa SMA yang mengikuti program akselerasi, yaitu mengenai siswa yang mengalami stres karena~rendahnya efikasi diri yang dimilikinya, Hal tersebut ‘menimbulkan pertanyaan peneliti, “Apakah ada bubungan antara efikasi diri dan stres akudemik pada siswa SMA yang mengikuti program aksélerasi?” METODE PENELITIAN Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah 89 siswa SMA dengan karakteristik sedang mengikuti program akselerasi, berjenis kelarin Iakci-lakci maupun perempuan, dan siswa bersekolah di Kotamadya ‘Yogyakarta, Metode Pengumpulan Data Dalam penclitian ini, digunakan skala stress akademnik dan skala efikasi diri. Pertama, skala stres akademik. Skala stres akademik yang digunakan disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek biopsikososial dari Sarafino dan Smith (2012), yaitu aspek biologis dan psikososial (yang meliputi aspek kognitif, emosi, dan perilaku sosial). Skala stres akademik tersebut terdiri dari 36 aitem favorable yang sebelumnya telah diuji coba pada 48 siswa akselerasi yang tidak digunakan dalam penelitian. Hasil ji coba menunjukkan bahwa skala efikasi yang digunakan dalam penelitian mempunyai skor validitas yang bergerak antara 0,311 hingga 0,732, dengan konsistensi internal alpha cronbach sebesar 0,933 yang menunjukkan bahwa skala tersebutreliabel dan dapat digunakan, Kedua,skala efikasi dir, Skala efikasi diri yang digunakan disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek efikasi diri dari Bandura (1997), yang terdii dari dimensi kesulitan, dimensi generalisasi, dan dimensi kekuatan. Skala efikasi diri tersebut terdiri dari 25 aitem favorable yang sebelumnya telah divji coba pada 48 siswa akselerasi yang tidak digunakan dalam penelitian. Hasil uji coba ‘menunjukkan bahwa skala efikasi yang digunakan dalam penelitian -mempunyai Se ee eat ee 150 PSIKOLOGIKA VOLUME 19 NOMOR 2 TAHUN 2014 Silvia Wulandari & Mira Aliza Rochmawati skor validitas yang bergerak antara 0,303 hhingga 0,874, dengan konsistensi internal alpha cronbach 0,920 yang menunjukkan bahwa skala tersebut reliabel dan dapat digunakan, ‘Metode Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan menggunakan software pengolahan data statistik Statistical Package for Social Sciences (SPSS) 20.00 for MacBook dengan teknik Korelasi Product Moment dari Pearson. HASIL PENELITIAN Gambaran Data Penclitian Deskripsi data penelitian bertujuan untuk mengetahui tinggi atau rendahnya tingkat stres akademik dan efikasi diri pada siswa-siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mengikuti program akselerasi, yakni siswa-siswi yang menjadi subjek penelitian. Deskripsi data subjek penelitian secara ‘umum adalah sebagai berikut : Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian Usia 14 tabun, 15 tahun 16 tahun 17 tahun 18 tahun Jumiah Tabel 2. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Tenis Kelamin Jumlah _ Persentase Laki-laki 34 38.20% Perempuan 55 61.80% Jumiah 100 Berdasarkan deskripsi data penelitian yang diperoleh, hasil penelitian ini dikategorisasikan ke dalam lima kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Deskripsi kkategorisasi kedua variabel ditampilkan pada tabel 3 dan 4 di bawab ini. Tabel 3. Deskripsi Data Penelitian ra ia 16 a ‘Tabel 4. Kategorisasi Variabel Efikasi Diri dan Stres Akademik Efikasi Diri Katetort “Sor __Jumlah_Persentase Sangat Tg Ro ck Ha Tinggi 70=X=85 38 42,0% Sedmg SS=X<70 33 37,07% Rendoh 40=X0,05). Hasil pengolahan data untuk variabel stres akademik diperoleh (K-SZ) 0,608 dengan p = 0,854 (p>0,05). normalitas digunakan untuk mengetahui sebaran data variabel bebas dan variabel tergantung berdistribusi normal atau tidak. Selanjutnya, hasil uji linearitas menunjukkan nilai F = 171,697 dengan p = 0,00. Hasil analisis tersebut menunjukkan ee Se PSIKOLOGIKA VOLUME 19 NOMOR 2 TAHUN 2014 131 EFIKAS! DIRI DAN STRES AKADEDIK PADA SISWA SEKOLAH MENENGAII ATAS PROGRAM AKSELERASI bahwa hubungan antara efikasi diri dengan Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan hasil analisis uji hipotesis dari data yang telah diperoleh dengan menggunakan teknik analisis Pearson, terdspat korelasi antara variabel cfikasi diri sires akademik (= - 0,767 dengan p=0,00 (p<0,01). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang negatif dan sangat signifikan antara fikasi diri dengan stres akademik pada siswa SMA yang mengikuti program akselerasi. PEMBAHASAN Hubungan antara kedua variabel ‘menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat efikasi diri yang dimiliki siswa, maka semakin rendahnya stres akademiknya. Sebaliknya, semakin rendab tingkat efikasi diri yang dimiliki siswa, ditemukan bahwa semakin tinggi stres akademiknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis penelitian diterima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumbangan efektif ecfikasi diri terhadap stres akademik pada siswa akselerasi sebesar 0,589. Hal tersebut menggambarkan bahwa efikasi diri memberikan pengaruh sebesar 59% adap stres akademik pada siswa SMA yang mengikuti program akselerasi. sisanya 41% dipengaruhi oleh fuktor-faktor lain yang tidak terlibat dalam penelitian ini. Bfikasi diri bukanlah satu-satunya faktor yang memengaruhi stres akademik pada siswa aksclerasi, Menurut Oon (Suhada, 2012), ada faktor-faktor lain yang meliputi pola berpikir (kognitif) dan keyakinan diri, serta faktor eksternal yang ‘meliputi pencapaian tujuan belajar, tekanan dari lingkungan untuk berprestasi tinggi, dan persaingan yang ketat. Selanjutnya, hasil analisis uji korelasi antara aspek-aspek efikasi diri dan stres akademik menunjukkan bahwa masing-masing aspek efikasi diri mempunyai hubungan yang sangat signifikan dengan stres akademik (p=0,000 (p<0,01)). Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini: ‘Tabel 5. Uji Korelasi Aspek-aspek Efikasi Diri dan Stres Akademik tek Kenan O77 OS ——O00 Sigil Koes 075705430900 —Sigiflan Goeratest 9705 04970000 —_—Siguiflan Berdasarkan dilakukan dengan regresi stepwise, diperoleh hasil bahwa aspek kesulitan mempunyai sumbangan paling efektif berdasarkan nilai signifikan <0,01 dengan r=-0,737 dan r'=0,543. Aspek kesulitan mempunyai sumbangan paling efektif terhadap stres akademik pada siswa yaitu sebesar 54,3% Siswa dengan fikasi diri yang tinggi akan memandang situasi dan lingkungan yang menekan sebagai suatu hal yang menantang, dan siswa akan melakukan tindakan yang telah diperkirakan, Schunk, Henson, dan Cox (Nurl 2011) menyatakan bahwa keyakinan pada efikasi turut menentukan seberapa besar usaha yang dilakukan individu, serta berapa lama kemampuan untuk bertahan dalam menghadapi situasi yang kurang m \ji regresi. yang Kendal dan Hammen (Desmita, 2009) menyatakan bahwa stres dapat trjadi pada individu ketika ter suatu tuntutan, Situasi yang menuntut tersebut dipandang sebagaj beban atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. Apabila individu tidak mempunyai kemampuan untuk ‘menanggulangi tuntutan yang di ‘maka hal tersebut dapat menimbulkan stres ae N ?PSIKOLOGIKA VOLUME 19 NOMOR2 TAHUN 2014 Silvis Walandari & Mira Allza Rachmawati dan cemas bila dihadapkan dengan tuntutan tersebut. Keyakinan diri atau efikasi diri ‘merupakan salah satu dasar bagi siswa yang ‘mengikuti akselerasi untuk dapat membantu atau mendukung dirinya menghadapi permasalahan. Baron dan Bryne (Gusniarti, 2002) mendefinisikan efikasi diri sebagai evaluasi individu mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan. Moeini, Shafi, Hidamia, Babai, Birashk, dan Allahverdipour (2008) menjelaskan bahwa individu yang mempunyai efikasi diri tinggi dapat terlibat dalam aktivitas yang lebih schat ketika mengalami penyakit, sedangkan seseorang dengan efikasi diri rendah_mempunyai pperasaan putus asa. Hasil penelitian tersebut ‘menunjukkan bahwa stres yang lebih besar ‘berhubungan dengan efikasi diri yang lebih rendah dan status kesehatan mental yang lebih rendah. Siswa yang mempunyai fikasi diri yang tinggi akan mampu secara mandiri untuk menghadapi permasalahan yang ada, termasuk dalam hal ‘menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan Kemampuan yang dimilikinya, Siswa tidak lagi mengalami stres yang belebihan ketika telah _mampu mengukur sejauh mana kemampuan dirinya dan dapat mengeluarkan potensi yang dimiliki dengan optimal, sehingga siswa akan mampu untuk menghadapi tekanan-tekanan dengan baik. Hal di atas berbeda dengan siswa yang mempunyai keyakinan diri yang tendah. Bandura (Nevid, Spencer, dan Beverly, 2005) menjelaskan bahwa individu dengan keyakinan diri yang rendah, yaitu kurang mempunyai keyakinan pada Kemampuannya untuk melaksanakan tugas- tugas dengan sukses akan cenderung lebih berfokus pada ketidakadekuatan yang dipersepsikannya. Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian mengenai hubungan antara efikasi diri dan dukungan sosial orangtua dengan sires akademik pada siswa SMA RSBI di Kotamadya Semarang yang telah dilakukan oleh Suhada (2012). Subjek pada penelitian tersebut menggunakan 114 siswa RSBI di Kotamadya Semarang, dengan metode penelitian Kuantitatif, Hasil penelitian menunjukkan babwa salah satu yang memengaruhi stres akademik adalah efikasi dri, Penelitian lain mengenai efikasi dengan stres akademik yaitu penelitian oleh Vaezi dan Fallah (2011) mengenai The Relationship between Self-Efficacy and Stress among Iranian EF'L Teachers. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara efikasi diri dan stres, Penelitian Vaezi dan Fallah (2011) tersebut menguji kedua variabel yang sama dengan penelitian ini yaitu mengenai efikasi diri dan stres, namun pada penelitian ini difokuskan pada stresor akademik siswa. Penelitian ini juga mempunyai perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh ‘Vaezi dan Fallah (2011) tersebut, yaitu pada subjek penelitian yang digunakan adalah siswa SMA yang mengikuti program akselerasi. ‘Menurut Pajares (Handayani & ‘Nurwidawati, 2013), efikasi diri berdampak pada perilaku dalam beberapa hal yang penting. Pertama, efikasi diri dapat ‘memengeruhi pilihan-pilihan yang dibuat ddan tindakan yang dilakukan individu dalam melaksanakan tugas-tugas ketika individu tersebut merasa berkompeten dan yakin, Kedua, efikasi diri menentukan seberapa besar usaha yang dilakukan oleh individu, seberapa lama individu akan bertahan ketika ‘menghadapi rintangan dan seberapa tabah dalam mengahadapi situasi yang tidak PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif dan sangat signifikan antara efikasi diri dengan stres akademik pada siswa SMA yang mengikuti program akselerasi. Artinya, efikasi diri yang tinggi berkorelasi Jee eh ae ae PSIKOLOGIKA VOLUME 19 NOMOR 2 TAHUN: 153 EFIKASI DIRI DAN STRES AKADE?AIK PADA SISWA SEKOLATE MENENGAB ATAS FROGRAM AKSELERAST dengan stres akademik yang rendah pada siswa SMA yang mengikuti program akselerasi, Sebaliknya, efikasi diri yang rendah berkorelasi dengan stres akademik yang tinggi pada siswa SMA yang ‘mengikuti program akselerasi Saran ‘Ada beberapa saran yang perlu diberikan dalam penclitian ini, Pertama, saran kepada Siswa. Bagi siswa SMA yang mengikuti akselerasi hendaknya dapat menjaga dan meningkatkan keyakinan diti yang dimiliki. Upaya yang dapat dilakukan adalah mempunyai harapan atau cita-cita terhadap studi yang sedang dilaksanakan, ‘mempunyai keyakinan atas kemampuan diri sehingga tidak ragu-ragu untuk meraih target yang dicita-citakan, dan mempunyai keyakinan diri dalam menghadapi segala jeniskesulitan, Kedua, saran kepada sekolah. Bagi pihak sekolah diharapkan menyediakan fasilitas konseling kbusus untuk siswa yang ‘mengikuti program akselerasi. Hal tersebut bertujuan supaya para siswa dapat segera mengkonsultasikan permasalahan- permasalahan yang dapat_memengaruhi aktivitasakademiknya. Pihak sekolah juga disarankan supaya mampu menciptakan iklim sekolah yang sehat dan menyenangkan, yang memungkinkan siswa dapat menjalin interaksi sosial secara ‘memadai di lingkungan sekolah. Ketiga, saran kepada peneliti selanjutnya. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk memperhatikan riwayat pribadi subjek penelitian sebagai data tambahan yang dapat dicantumkan dalam skala peneiitian. Selanjutnya, peneliti yang ‘menggunakan metode penelitian kuantitatif disarankan untuk memberikan_pilihan Jawaban netral pada alternatif jawaban skala penelitian, sehingga memfasilitasi subjek penelitian dalam menjawab pertanyaan netral. Penelitian ini juga membutuhkan data berupa informasi yang lebih mendalam. Berkaitan dengan kebutuhan tersebut, maka dapat dilakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian 158 kualitetif, yaitu metode pengumpulan data yang menggunakan teknik wawancara untuk mendapatken informasi yang lebih mendalam mengenai siswa akselerasi sebagai subjekpenelitian. DABTAR PUSTAKA Bandura, A. (2002). Self Efficacy in Changing Societes. New York: Cambridge University Press. Bandura, A. (1997). Self Efficacy: The Exercise of a Control. New York: W. H Freeman and Company. Dedeyn, R. (2008). A Comparison of ‘Academic Stress Among Ausralian and International Students. Journal of Undergraduate Research, 11, 1- 4 Desmita, (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya. Febrianto, A. (2013). Hubungan antara Manajemen Waktu dengan Stres Akademik pada Siswa Kelas Unggulan MAN Model Palangkaraya. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Program Studi Psikologi Universitas Islam Indonesia. Gusniarti, U. (2002), Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Tuntutan dan Harapan Sekolah Dengan Derajat Stres Siswa Sekolah Plus. Jurnal Psikologika, 13, 53-68. Gupta, M,, Renu, G., Subhash, 8. M., & Seema, S, (2011). An Examinition of The Relationship between Academic Stress and Academic ‘Achievement in Secondary Classes. Student of Meerut, VSRD Technical and Non Technical Journal, 2(7), 320-325. Handayani, P., & Nurwidawati, D. (2013). Hubungan Self Efficacy dengan PSIKOLOGIKA VOLUME 9 NOMOR 2 TAHUN 2014 Silvia Wulandari & Mira Aliza Rachmavati Prestasi Belajar Siswa Akselerasi. Jurnal Universitas Negeri Surabaya, 1(2), (versionline) Hawadi, R.A. (2006). Akselerasi, A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual, Jakarta: PT Grasindo Mahfar, M., Fadilah, Z., & Nor, A. N. (2007). Analisis Faktor Penyebab Stres di Kalangan Pelajar. Jurnal Kemanusiaan, 9, 62-72 Moeini, B., Frou, S., Alireza, H., Gholam, RB., Behrooz, B., & Hamid, A. (2008). Perceived Stress, Self- Efficacy and Its Relations to Psychological Well-Being Status in Iranian Male High School Students. Social Behaviour and Personality 36(2), 257-266. Nevid, J. S., Spencer, A. R., & Beverly, G. (2005). Psikologi Abnormal (Edisi Kelima Jilid Satu). Terjemahan: ‘Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta: Erlangga. ‘Nurhasnah, (2007). Hubungan Efikasi Diri dan Indeks Prestasi Keberhasilan Belajar. Lembaran Publikasi Iimiah Pusdiklat Migas,13(3), 13-19. Nurlaila, S. (2011). Pelatihan Efikasi Diri untuk Menurunkan Kecemasan Pada Siswa-Siswi yang akan Menghadapi Ujian Akhir Nasional. Jurnal Guidena, 1, 4-7. Olejnik, S. N., & Holschuh, J. P, (2007). ‘How to Study, Survive, and Succeed in College (Second Edition). New ‘York: Ten Speed Pres: Ormrod, J.B. (2009). Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang (Jilid Satu Edisi Keenam), Jakarta: Erlangga. Republika, (2010, 16 Desember). Ada 1,3 Juta Anak Cerdas Istimewa di Indonesia. Diunduh pada tanggal 13 September 2013 dari hatp://www.republika.co.id/beritalp endidikan/berita/10/12/16/152534- ada-1-3-juta-anak-cerdas- istimewa-di-indonesia Sarafino, E. P,, & Smith T. W. (2012). Health Psychology Biopsychosocial Interaction. New York: John Wiley dan Sons. Suhada, R. C, (2012). Hubungan antara Efikasi Diri dan Dukungan Sosial Orang Tua dengan Stres Akademik Pada Siswa SMA RSBI di Kotamadya Semarang. Tesis (Tidak Diterbitkan), Semarang: Magister Sains Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Vaezi, S., & Fallah, N. (2011). The Relationship between Self-Efficacy and Stress among Iranian EFL Teachers. Journal of Language Teaching and Research, 2(5), 1168- 1174. VandenBos, G. R. (2007). American Psychological Association Dictionary of Psychology. Washington: American Psychological Association. Wilks, S. E. (2008). Resilience amid Academic Stress:(1 The Moderating Impact of Social Support among Social Work Students. Advances in Social Work, 9(2), 106-125. Se ei ae ene ee ‘PSIKOLOGIKA VOLUME 19 NOMOR 2 TAHUN 2014 155

You might also like