You are on page 1of 8
BUNGA TANAMAN UPAKARA DOSEN PENGAMPU : Prof.Dr.ir. EUIS DEW! YULIANA,M.Si OLEH : I MADE MURDIKA NIM : 1906011743 PROGRAM MAGISTER ILMU AGAMA & KEBUDAYAAN PASCA SARJANA UNIVERSITAS HINDU INDONESIA DENPASAR 2019 BUNGA TANAMAN UPAKARA 1, Pendahuluan Berbhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa adalah salah satu bentuk pengamlaan beragna Hindu. Di samping itu pelaksanaan agama, juga dilaksanakan dengan karma dan Jnyana. Bhakti, karma dan jnyana marga dapat dibedakan dalam pengertian saa. Namun dalam pengamalannya ketiga hal itu Juluh enjadi satu. Bhakti kepada Tuhan tidak mungkin dapat dilakukan dengan tanpa kerja yang benar adalah kerja kerja yang didasarkan pada pengetahuan stau jnyana. Ketiga hal tersebut merupakan hal yang yang tidak terpisahkan Masing-masing hanya dapat lebih ditonjolkan sesuai dengan kemampuan umat masing- masing. Ada yang lebih menekankan pada bhaktinya, ada pada karmanya dan ada pula yang ‘menekankan pada janyananya. Pelaksanaan agama yang lebih menekankan pada jnyanya, kalau sampai mencapai puncak yang tertinggi menjadi “raja marga”. Jadi raja marga adalah puncaknya dari jnyanya marga Dalam kegiatan upacara Kegamaan hindu ketiga jalan tersebut di atas benar-benar luluh menjadi satu. Upacara dilansgungkan dengan rasa penuh bhakti, tulus dan iklas. Untuk itu umat bekerja mengorbankan tenaga, biaya, waktudan itupun dilakukan dengan penuh keikhlasan, Untuk melakukan upacara dalam kitab suci sudah ada sastra-sastranya yang dalam kitab suci agama disebut yadnya widhi artinya peraturan-peraturan beryadnya. Puncak dari karma dan jnana adalah bhakti atau penyerahan diri, Segala kerja yang kita lakukan pada akhimya kita persembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. segala pengetahuan yang kita miliki, pada akhimya juga kita harus persembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dengan cara seperti itulah karma dan jnana marga akan mempunyai nilai yang tinggi Kegiatan upacara itu banyak enggunakan simbul-simbul atau sarana. Simbul-simbul itu semuanya penuh arti sesuai dengan fungsinya masing-masing Berbhakti pada Tuhan dalam ajaran agama hindu ada dua tahapan. Tahapan pertama yaitu pemahaman agama dan pertumbuhan rohaninya belum begitu maju dapat menggunakan cara berbhakti yang disebut “apara bhakti". Sedangkan bagi mereka yang telah maju dapat menempub cara bhakti yang tbih tinggi yang disebut “para bhakti” Apara bhakti adalah bhakti yang masih banyak membutuhkan simbul dari benda-benda tertentu, Sarana-saranatersebutmerupakan visualisasi dari ajaran-ajaranagama yang tercantum dala kitab suci, Menurut bhagavadgita IX, 26 ada disebutkan bahwa sarana pokok ao nilai kesucian. Dengan demikian perlu dipilih bunga yang baik untuk digunakan sebagai persembahan atau sarana peujaan maupun dipakai sebagai saran upcara yajna secara umum, antara lain bunga yang mekar, bunga yang harum baunya, bunga yang indah wamanya, bunga yang tidak mudah layu, bunga yang dalam keadaan segar atau bunga yang baru dipetik. atau bunga yang tidak tua atau kering, serta bunga yang lainnya yang memenuhi syarat-syarat kesuciaan. Perlu diingat, bunga sebagai sarana dalam upcara yajnya sebelum digunakan hendaknya terlebih dahulu diperciki teirtha penglukatan agar terbebas dari segala kektoran dan malapetaka. Jenis-jenis bunga yang baik untuk digunakan sebagai persembahan adalah jenis bunga yang dapat menghindarai umatnya dari perbuatan-perbuatan dosa atau mala petaka, Dalam nasakah siwagama dan menegaskan beberapa bunga yang dibolehkan untuk digunakan scbagai sarana upacara yajna, terutama untuk mebuat puspalingga serangkaian upacara pitra yajnayakni untuk memuja upacara pitara dan roh suci leluhur, terutaama dalam upacara atma wedana (memukur atau nyekah) antara lain bunga medori putih dan bambu buluh. Dalam naskah agastya parwa, menegaskan, inilah bunga yang tidak dapat untuk dipersembahkan kepada bhatara, buga yang berulat, bunga yang jujur tanpa dguncang, bunga ‘yang berisi semut, bunga yang layu yaitu bunga yang lewat masa mekamya, bunga yang tumbuh dikuburan, adalah jenis-jenis bunga yang tidak patut dipersembahkan agar supaya wajahnya sesuai dengan yang diharapkan, sebab orang yang sclalu memuja tersebut akan membentuk kelahiran dan wajahnya, Jenis-jenis bunga mencari jenis bunga yang dipergunakan dalam kwangen adalah yang segar dan harum seria berasal dari bunga yang hidup, sepertti jenis bunga cempaka, kamboja, sandat dil. Adapun beberapa jenis bunga berdasarkan pustaka suci antara lain yang dipergunakan untuk sarana upakara Bunga jempiring alit (tulud nyuh) dan bunga sarikonta. Kedua jenis bunga tersebut menurut Pustaka suci rontal”aji janantaka” dinyatakan tidak mendapatkan “penglukatan atau pembersihan dari dewa siwa, Bunga yang digigit belalang (ulat) yang sering discbut bunga uledan, bunga semutan, sehingga kesuciannya tercemar dan kesegarannya tcmoda. Mengenai bunga yang ini Petunjukknya termuat dalam pustaka suei rontal “yama purwana tattwa, ‘Bunga turung umung atau keduduk petunjukknya termuat dalam pustaka rontal siwagama Bunga yang jatuh sendiri dari pohonnya atau telah mati. Hal ini sesuai dengan petunjuk pendeta bali Bunga mitir menurut petunujuk rontal kunti yadnya, dinyatakan berasal dari darahnya bhatari urgha (sakti dewa siwa), Dinyatakan tidak patut dipakai sarana upacara dewa yadnya, tetapi kemudian setelah mendapatkan penyupatan oleh dewa siwa, seperti. yang dinaytakan dalam pustaka rontal “aji janantaka” boleh dipakai, tetapi yang kembengnya bagus dan berwama kekuningan, Selain itu bunga gemitir juga bunga mitir tidak baik dipakai sarana untuk memereikkan tirtha, karena cepat busuk dan mengundang bibit penyakit (Arwati:1992:11- 12), Menyimak makna sloka diatas, maka dapat ditegaskan_ walaupun sungauh besar rasa bhakti ke hadapan Hyang Widhi dan kepada sesam ciptaan-Nya, tetapi rasa bhakti tersebut tidak disertai dengan wujud persembahan berupa yajna, maka kuranglah bermakna cetusan rasabhakti itu. Deikian pula selanjutnya walaupun sudah mewujudkan rasa bhakti itu kepada Hyang Widhi dengan persembahan upakara yajna, tetapi persembahan yang kita haturkan ke hadapannya tidak pada tempatny, mempersembahkan hal-hal yang tidak patut dipersembahkan, mempersembahkan sarana yajna dari hasil jarahan, termasuk juga disini mempersembahkn bung/kembang/puspa/sekar yang tidak baik sesuai dengan landasan dharma, Maka tidak ada maknanya persembahan tersebut. Perlu diingat bahwa rasa bhakti ke hadapan Tuhan tentunya melalui sarana upakara yajnya yang memiliki nital kesucian sesuai jjenis dan makna dari yajna itu sendiri. Dalam lontar wariga cemet, ada juga menjelaskan tentang bunga yang dibolehkan sebagai sarana upacara agama (upacara penebusan atma) serangakain dengan upaccara pitra yajna, antara lain, bunga jepun, sari, sincer, pucuk pasat, tulud hyuh, kwanta, soka keling, kenyiri putih, gambir lima, kabari walanda syulan, tiga kancu, sedap malam, anggrek wulan, kamrakan, gunggung cina, mawar, pucuk dadu, tunjung bang, jepun sudamal, seruni putih, anggrck adu, sarikonta, temen, sempol, pucuk susun, soka natar, kuranta, kembang kuning, cepaka keling, bunga gambir, tunjung, lungsur, panca galuh, grayas, sandat, sokasti, cempaka kuning, cempaka putih, katrangan, bunga parijata, pucuk bang lamba, teleng bir, menuh susun, angsana wungu, teleng putih, dause gde medori putih, sulasih harum, tunjung tutuer, sudhamala, tunjung nilawati, grana petak, gadung dan bunga monasuli erzilo. Demikian beberapa sumber yang menyebutkan jenis-jenis bunga yang diusahakan atau dilarang untuk tidak digunakan sebagai sarana upacara yajna, karena alasan tidak ‘memiliki kesucian, tidak segar, layu, dan bekas dimakan ulat, serta alsaan lainnya Bunga dalam fungsinya sebagai sarana upacara yajna, maka bunga untuk sarana persembahan, sarana untuk memuja Hyang Widhi, sarana menumbuhkan suasana kesucian, sarana untuk Dapat dijelaskan bahwa bunga dan kwangen tidak memiliki perbedaa pokok. Kwangen pun adalah simbul dari kesucian hati pula Bila kwangen tidak ada, maka dapat diganti dengan bunga saja. Adapun sesari dalam kwangen adalah perwujudan dari kemantapan hasrat hati kita, bahwa muspa itu kita lakukan dengan hati yang yang mantap, dengan sepenuh hati K.wangen adalah lambang intensitas bobot hati yang tinggi (Kaler-11:1983), Kemudian dalam kepentingan yang lainnya, bunga juga dipakai sebagai suatu hiasan ‘untuk menumbuhkan suasana keindahan dan menciptakan suasana kenyamanan dala suatu kegiatan tertentu, baik dalam lingkungan Keluarga, aktivitas kemasyarakatan, kegiatan hiburan, kegiatan hari raya nasional, kegiatan pesta perkawinan, kunjungan pada tempat- tempat tertentu dan sebagainya, Sungguh banyak manffat dan kegunaan bunga dalam kehidupan bagi manusia, Demikian juga juga halnya dalam kaitannya dengan kehidupan bago umat hindu, bunga memiliki nilai retigius, nilai spiritual, dan nilai kesucian yang sangat ‘unggi, Bunga yang digunakan untuk keperluan yajna atau persembahan, bukanya bunga yang sembarangan atau bunga yang diperoleh asal ada dan dapat, tetapi bunga yang dipilih khusus sesuai dengan sumber-sumber sastra suci dalam ajaran agama hindu. Puspa atau kembang merupakan wujud benda yang disuguhkan sebagai cara ‘menunjukkan perasaan yang dapat memberikan kepuasan. Puspa atau kembang merupakan sarana untk menyampaikan cetusan hati dan rasa bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang mempersebahkan yajna sebagai wujud upakaranya. Sebagai landasan utama dalam ‘menghaturkan persembahan adalah ketulusan atau kesucian hati yang disertai dengan cinta kasih, Walaupun persembahannya sederhana yaitu dengan sekutnum bunga, apabila landasan kesucian dan cinta kasih yang menyertainya, maka persembahan yang demikianlah yang diterima oleh Hyang Widhi Kemudian sebaliknya, apabila memliki kemampuan untuk mempersebahkan yang serba banyak, serba mewah, meriah, semarak juga tidak ada salahnya, sepanjang semua persembahan tersbeut merupakan persembahan yang terhormat, persembahan yang dilandasi oleh rasa iklas dan suci, tentulah baik phalanya, Karena hyang widhi dapat enerima persembahan terscbut yang disertai dengan kesadaran yang tinggi, bukan sifatnya pamrih yang semata-mata untuk menerima balasannya. Juga bukan merupaken suatupersembahan yang sifatnya paksaan. Suatu persembahan akan dapat diterima dan berphala dengan terpuiji, bilamana kesederhanaan serta kesemarakan disertai oleh pendalaman maknanya dan berlandaskan pada konsep kebenaran atau dharma. Berdasarkan sumber-sumber sastra agama hindu ada menegaskan periunya melakukan persembahan dengan sarana yang dibenarkan oleh ajaran agama hindu serta yang memilki 24 yang wajib dipakai dasar untuk membuat persembahan. Serana tersebut adalah paitram (daun-daunan), puspam (bunga), phalam (buah-buahan), dan Tovam (air suci atau tirtha) Dala Kitab lainnya disebutkan pula api yang berwujud “dipa” dan dhupa” merupakan sarina pokok yang juga setiap upacara agama hindu. Dari unsur-unsur tersebut dibentuklah upakara-upkara atau sarana upakara yang telah berwujud tertentu dengan fungsi tertentu pula Meskipun unsur sarana yang dipergunakan dalam embuat upakara adalah sama. Namun bentuk-bentuk upakaranya adalah berbeda-beda dalam fungsi yang berbeda pula namun mempunyai satu tujuan sebagai sarana untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam tulisan ini kami akan batasi hanya membahas tentang Tanaman Upakara seperti daun-daunan, buah-buahan, dan bunga. Pembahasan Arti dan Fungsi Tanaman Upakara 2.2.1 Bunga Arti bunga dalam lontar yadnya prakerti disebutkan : “sekare pinako katulu san suet “artinya bunga itu sebagi lambang ketulus iklasan pikiran yang suci. Bunga bagai unsur salah satu persembahyangan yang digunakan oleh umat hindu bukan dilakukan tanpa dasar kita sucui. Dalam bhagavadgita bab IX 26 menyebutkan unsur-unsur pokok persembahyangan yang ditujukan kepada ida sang hyang widhi wasa di samping daun, buah- buahan, dan air. Adapun bunyi sloka tersebut adalah Pattram puspam phala toyam Yo me bhaktva prayacchati Tad aham bhaktyupahrtam Asnami prayatatmanah Artinya, Siapapun yang dengan kesujudan mempersembahkan padaku daun, bunga, buah-buahan atau air, persembahan yang didasari oleh cinta dan keluar dari lubuk hati yang suci aku terima. Bunga merupakan sarana pokok dan sangat banyak digunakan dalam membuat yajna. sarana berupa bunga memiliki peranan yang sangat penting untuk kelengkapan dan kesempurnaan suatu persembahan atau yajna, baik yang digunakan untuk pelaksanaan yajna setiap hari atau nitya karma, maupun untuk keperluan yajna dalam waktu-waktu tertentu atau naitmitika karma. Kalau kita perhatikan kaitannya dengan pelaksanannya panca yajna, bunga banyak digunakan untuk membuat banten atau sesajen atau upakara yajna Bungaa adalah lambang dari kesucian hati dan jiwa sang muspa. Buknkah bunga itu suci, indah dan harum? Untuk muspa, gunakanlah bunga yang segar! Jangan yang telah layu! Lebih-lebih jangan yang telah kerig, terutama bukan sisa sesuatuldemikian pula kwangen dapat mengkonsentrasi diri, dan sebagai kelengkapan membuat bebanten atau upakara. Perh: diingat bahwa bunga mempunyai dua fungsi yaitu Sebagai wujud atau simbol siwa atau Hyang Widhi (Sang Hyang Puspadanta) seperti tercermin dalam mantra berikut ini : Om Puspa dantya namah (wedaparikrama). Dalam sembalynag bunga diletakkan pada ujung kedua jari paling atas (puncak) dan cakupan tangan berada diatas ubun-ubum. Setelah usai enyembah bunga diaturh diatas ubun-ubun atau juge bisa disumpangkan di telinga yang bermakna sebagai simbol siwa atau Hyang Widhi Sebagai sarana persebahan atau pemujaan, arena bunga dipakai bebanten atau sarana upakara yang diperscmbahkan kepada Hyang Widhi beserta manihestasinya dan roh suci Jeluhur (bhagavadgita 1X-26). Memperhatikan tentang arti dan fungsi bunga dalam upacara yajna, maka sesungeuhnya makna dari upskara yajna atau bebanten yang dipersembahkan sebagai sarana pemujaan antara Iain, merupakan cetusan hati manusia (umal hindu) untuk menyatakan terima kasibnya kepada Hyang Widhi, dimana perasannya itu diwujudkan dengan isi dunia, berupa bunga, buah-buahan, daun, air dan sebagainya DAFTAR PUSTAKA ‘Arwati Sri Made, 1992. Kwangen. Upada Sastra - Denpasar. Girinata Made, 2009, Acara agama Hindu i IHD” Denpasar Koler Ketut, 1983. Tuntunan Muspa Bagi Umat Hindu. Guna Agung : Denpasar, Pudia G, 2004. Kitab Suci Bhagavad Gita. Pararnita : Surabaya Tim Penyusun, 1992. Arti dan Fungsi Sarana Upakara. Pemerintah Daerah Tingkat | Bali ; Denpasar

You might also like