FULL COSTING vs VARIABLE COSTING
Menurut absorption (full) costing, kos produk meliputi seluruh komponen kos untuk
membuat produk. Kos produk menurut metoda ini meliputi kos bahan baku, kos tenaga
kerja langsung, kos overhead variabel, dan kos overhead tetap. Menurut variable costing,
kos overhead tetap bukan merupakan kos produksi. Perbedaan dalam memperlakukan
overhead tetap mengakibatkan perbedaan dalam beberapa hal. Berikut adalah penjelasan
mengenai perbedaan-perbedaan tersebut.
Dipindai dengan CamScannerKos Per Unit dan Total
Bus 4, Penenmumn Kos Prooux
Perbedaan pertama terletak pada jumlah kos produksi. Anggaplah, sebagai contoh,
kapasitas produksi normal Pabrik Kaleng "DOIKU" adalah 10.000 kaleng. Untuk tahun 2004,
pabrik ini berencana memproduksi 10.000 kaleng dengan taksiran kos sebagai berikut:
Elemen Kos Total Per unit
Bahan baku p100.000 Fp10
Upah langsung 200.000 20
30
%
Overhead (kapsitas normal 10.000 kaleng)
=Variabel 15
-Tetap ih 25
49
Takslran kos per unit dan total dengan menggunakan dua metoda tersebut dapat dilihat
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Kos Produk
Variable Costing Vs. Absorption Costing
**'l Variable costing Absorption costing
Elemen Kos
Per Unit Total Per Unit Total
Bahan baku 10 190.000 "10 100.000
Upah langsung 20 200.000. 20 200.000
Overhead Variabel 15 150.000 15 150.000
Overhead Tetap st i 25 250.000
Jumiah 45 450,000 70 700.000
Dipindai dengan CamScanner
47Srna Peneanran _
“Tabel 4.1 menunjukkan bahwa kos produk taksiran menurul variable costing adalah p45
Por Unit (Rp450.000 total) dan menurut absorption costing adalah FIp70 pes unit (FIp709.000
total). Solisih Rp25 per unit produk terjadi karena variable costing tidnk memasukkan
overhead tetap, sedangkan absorption costing memasukkannya. Oloh karena kos per
unitnya berbeda, maka kos totalnya juga berbeda dengan solisih Ap250.000. Selisth inl
tidak lain merupakan kos overhead telap total tahun 7004 Jumlah tersebut, untuk
kepentingan penentuan laba-rugl periodik, dinkui oleh variable costing sebagai kos perioda
(period cost) yakni pada tahun 2004. Oleh full costing, Jumiah tersebul akan diakui sebagai
bagian dari kos produk terjual yang akan ditandingkan dengan pendapatan. Perioda
Penandingannya bergantung pada kapan produk dijual.
Pembebanan Overhead Lebih (Kurang)
Perbedaan kedua terletak pada adanya overhead lebih (kurang) dibebankan yang
mungkin terjadi pada absorption costing jika pembebanan overhead ke produk menggunakan
tarif standar atau tarif yang ditentukan di muka (predetermined overhoad rate, selanjutnya
disebut tarif). Penentuan tarit menggunakan rumus borikut:
Anggarankos overhead pada kapasitas normal
Tarif overhead per unit =
Kapasitas normal
Kapasitas untuk menentukan tarif, di antaranya, adalah kapasitas normal sebagaimana
contoh di atas. Setelah tarif ditentukan, berikutnya overhead diperhitungkan ke produk
sebesar perkalian antara tarif dan jumlah produk yang sesungguhnya diproduksi.
Pembebanan lebih (kurang) terjadi jika jumlah produk yang sesungguhnya diproduksl
berbeda dari jumlah produk menurut rencana, yaitu sesual kapasitas yang digunakan untuk
menentukan tarif.
Dengan menggunakan data Pabrik Kaleng “DOIKU" pada contoh sebelumnya, kita
mengetahui bahwa taril overhead pabrik per unit adalah Rp40, terdiri atas tari! overhead
variabel dan tetap masing-masing Rp15 dan Rp25. Jika jumlah produksi sesungguhnya
ternyata hanya 9.000 kaleng, maka kos overhead yang diperhitungkan (dibebankan) ke
produk adalah 9.000 x Ap40 = Rp360.000. Oleh karena jumlah yang diproduksi lebih kecil
daripada jumlah menurut anggaran atau taksiran mula-mula, maka terjadi pembebanan
kurang. Bagaimana menghitungnya? Anggaplah, sebagai contoh, kos overhead
sesungguhnya yang terjadi adalah Rp385.000, terdiri alas overhead variabel dan tetap
sebagai berikut:
Overhead variabel 9.000.x Rp15
Overhead tetap
eS >
Rp135.000
250.000
Fp385.000
Dipindai dengan CamScannerPhe 4 Peemersace Kier Pacts
Juriinh overtend yang kurang dibebankan adalah Rp385.000 - FipS60.000 = Fip25.000
Selish sebeear ini merupakan selisih tidak menguntungkan karena jumiah produkst
sesurag try? lebih keel davioads jumlan produ manurut anggaran atay taksiran semula
Jika teria sobalikrya, maka terjadl overtwad lebih dibebankan dan merupakan solisih
menguntungkan
Jia Stelt secara seksama, mata “overhead kurang dibebankan* terjadi hanya pada
overhead tetap sebagal akibat dari sefisih Kapaditas antara kapasitas sesungguhnya dan
kepastas menurut anggaran. Rumus untuk menghitung selisih kapasitas adalah sebagal
berikut
SK = (KS — KN) x TT
1
SK = Solisitt Kapasitas
KS = Kapasitas Sesungguhnya
KN = Kapasitas Normal (yang digunakan untuk menghitung tarit overhead)
Tarit Overhead Totap per Unit yang ditontukan di muka.
Te
Dengan rumus di atas, selisih overhead kurang dibebankan (selisih kapasitas) dapat dihitung
sobagal borikut:
SK = (9.000- 10.000) x Fip25
=~ 1.000 x Fip25
— Rp25.000
Di laporan rugi-laba, selisih karena lebih (kurang) dibebankan diperlakukan sebagal
pengurang (penambah) kos produk terjual. Perhatikanlah dengan seksama bahwa
pembebanan kurang (underapplication) atau lebih (overapplication) hanya terjadl pada
absorption costing. Pada variable costing, tidak ada selisin pembebanan overhead. Inilah
perbedaan antara variable costing dan absorption costing jika overhead menggunakan
tarif (yang ditentukan di muka).
Penyajian di Laporan Rugi-Laba
Perbedaan ketiga adalah dalam penyajian laporan rugi-laba. Penyajian laporan rugi-
laba menurut variable costing menggunakan format contribution margin, yakni menyajikan
informasi dengan mengurangkan lebih dahulu seluruh kos variabel dari penjualan, baru
kemudian mengurangkannya dengan seluruh kos tetap. Laporan dengan format ini hanya
dipergunakan untuk laporan intern, bukan laporan eksten sebab ia tidak sesual dengan
Prinsip akuntansi berterima umum.
”
49
TY
Dipindai dengan CamScannerPenyajian laporan rugi-laba menurut absorption costing menggunakan pendekatan
ngsional (functional approach), yakni mengurangkan seluruh kos produks! (variabel dan
tetap) dari penjualan dan kemudian mengurangkannya dengan kos operas| yang diklasifikast
menurut fungsi-fungsi pokok perusahaan. Laporan dengan format inllah yang diperbolehkan
untuk pihak ekstern karena sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum,
Untuk memberi gambaran, disajikan contoh penyajian laporan rugi-laba dengan
menggunakan dua format tersebut. Pabrik Kaleng *DOIKU" pada contoh sebelumnya
mempunyai data keuangan historis untuk tahun 2004 sebagal berikut:
KETERANGAN JUMLAH
Kos bahan baku per unit Rpto
Kos tenaga kerja langsung per unit 20
Kos overheadvariabel per unit 15
Kos administrasi variabel per unit 5
Kos penjualan variabel per unit 3
Kos penjualan tetap total Rp1.000.000
Kos administrasi tetap total 500.000,
Kos overhead tetap total 250.000 =
Jumiah produl 9.000 kaleng
Jumlah penjualan 8.000 kaleng
etre :
Pabrik Kaleng "DOIKU" sebagaimana telah dijelaskan menganggarkan kos overheadtetap
total tahun 2004 sebesar Rp250.000 dan kos overhead variabel total Rp150.000. Jadi {
anggaran kos overhead totainya-adalah Rp400.000. Anggaran ini didasarkan pada kapasitas |
normal 10-000 kaleng.
Laporan rugi-laba dengan format contribution margin tersaji di bawah ini, sedangkan
format fungsional dapat dilihat di halaman berikutnya.
Dipindai dengan CamScannerBus 4. Pesexruan Kos Procux
PABRIK KALENG “DOIKU"
LAPORAN RUGI-LABA PERIODA 2004
(dengan format contribution margin)
Penjualan 8.000 kaleng @ Fip300 .... Fip2.400.000
Kos Barang Terjual Variabel 8.000 kaleng ¢ 360.000 (-)*
Manufacturing Margin 2,049,000 sue +)
Blaya administrasi dan penjualan variabel
8.000 kaleng @ Rps (ApS + Rp3) 64.000 (-)
x
Contribttion Margin 1.976.000
Biaya Tetdp:
Administrasi Rp1.000.000
Penjualan 500.000
Overhead pabril 250.000 (+) 1.750.000 (-)
Laba (sebelum palak).. Rp 226.000
* Kos Barang Terjual dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Rp °
Sediaan awal
Biaya Produksi:
Bahan 9.000 x p10 ....
Upah langsung 9.000 x Rp20
Overhead variabel 9.000 x Rp15
Rp 90.000
180.000
135.000 (+) Rp 405.000 (+)
Rp 405.000
45.000 (-)
Sediaan tersedia dijual 9.000 x Rp45
Sediaan akhir 1.000 x Rp45
Kos Barang Terjual Variabel Rp 360.000
51
Dipindai dengan CamScanner“Axunpnst Mason Seaun PEGDA,
ree PABRIK KALENG "DOIKU"
Ue LAPORAN RUGI-LABA PERIODA 2004 '
(pendekatan fungsional; full costing)
Fp 2.400.000
\Penjualan 8.000 kaleng @ Rp300 .
Kos Barang Terjual 8.000 kaleng @ Fate Rp 560,000 (a)
OverheadTetap Kurang Dibebankan (ict #07 st 2)
(9,000 — 10.000) Rp25_— 25.01
acaey wore BOOP ooh
ys Barang Terjual Sesungguhnya..
Laba Brito
Biaya Operasi: ae
Administrasi Rp 540.000 (0) ~
Penjualan 1.024.000 (c)
Total Biaya Operasi ..
|Laba (sebelum pajak)
«Rp, 585.000
(oRp 1.815:000
Rp 1:564.000 (-)
Rp 251.000}
———=
'a) Kos Barang Terjual dapat dihitung sebagai berikut:
Sediaan Awal
Biaya Produk:
Bahan 9.000 x Ap10
Upah langsung 9.000 x p20
Overhead variabel 9.000 x RptS
BP. 630.000 (+)
‘Overhead tetap 9.000 x Rp25
i 630.000
Sediaan Siap Dial mm
jaan Akhir 1.000 x Rp70.
Sediaan AKhit ae
Kos Barang Terjual fa
b) Biaya Administrast: aa
Variabel 8.000 x.APS 4000
Tetap
i 540.000
Biaya Administra! Total ... Rp
c) Biaya Penjualan: oe
Variabel 8.000 x Rp3 4 epo.n00
Tetap «. el
aes
Biaya Penjualan Total
Dipindai dengan CamScannerBus 4, Penewrusn Kos Proour
Pada format contribution margin, terdapat istilah manufacturing margin, yakni penjualan
dikurangi kos barang terjual variabel. Manufacturing margin dikurangi kos non-produksi
variabel adalah contribution margin. Contribution margin dapat dihitung Socata langsung
Jengan mengurangkan seluruh kos varlabel (produks! dan non-produksi) dari hasil penjuajan.
Pembodaan antara manufacturing margin dan contioutt gin pening untuk
mempermudah pengevaluasian secara terpisah antara prestasi kegiatan berproduksi dan
juogstpagiualan da
Format contribution margin, menurut para pendukungnya, dapat membedakan antara
cost of dding business dan cost of being in business. Cost of doing business tampak pada
kos produk terjual variabel yang dikurangkan dari penjualan, yang naik-turun sebanding
dengan naik-turunnya tingkat kegiatan. Sebaliknya, cost of being in business tampak pada
kos tetap yang dikurangkan dari contribution margin. Kos tetap Ini menunjukkan kos
kapasitas yang dibutuhkan tanpa mengacuhkan volume kegiatan.
Menurut informasi dari dua laporan rugi-laba yang disusun dengan metoda yang
berbeda tampak dengan jelas bahwa jumlah laba (sebelum pajak) adalah berbeda. Kondis|
demikian terjadi jika jumlah unit yang diproduksi berbeda dari jumlah unit yang dijual,
sebagaimana penjelasan benikut.
Jumlah Laba Perlodik
: _ Perbedaan keempat antara variable costing dan absorption costing terletak pada jumlah
laba periodik. Jumlah laba periodik kedua metoda itu berbeda ketika jumlah unit yang
diproduksi berbeda dari jumlah unit yang terjual. Untuk mempermudah pemahaman, berikut
contoh dengan menggunakan data Pabrik Kaleng “DOIKU" sebagal berikut:
Dalam unit produk
Tahun Tahun Tahun
2004 2005 2006
‘ Sediaan Awal 0 1,000 800 ~
Produksi 9.000 10.000 10.000
; Penjualan 8.000 10.200 10.000
ff Sediaan Akhir 1.000 800 806,
Perbandingan jumlah laba tahun 2004 antara variable costing dan absorption costing
. dengan data di atas sudah dijelaskan sebelumnya. Berikut adalah perbandingan jumlah
:Jaba antarmetoda untuk tahun 2005 dan tahun 2006.
53
Dipindai dengan CamScanner| Manaseen SEBUAH PENGANTAR,
fee a
PABRIK KALENG "DOIKU" 1
LAPORAN RUGI-LABA PERIODA 2005
(format contribution margin)
Penjualan 10.200 kalen 0
1g @ Fip300
Kos Barang Terjual Variabel 10.200 kal re eed 0
‘Manutacturing Margin
Biaya administrasi dan penjualan variabel oe
10.200 kaleng @ Rips (pS + RPS) 31.600,
> BHO
2519.40
Contribution Margin
Fip1.000,000
Administrasi
——Penjvalan ~
—~ overhead pabrie
Laba (sebelum pajak)
- pABRIK KALENG "DOIKU red
BA PERIODA 2005 4
LAPORAN, RUGI
(pendekatan fungsional, full costing)
Penjualan 10.200 kaleng @Rp300 => ~ Rp3.060.000
Kos Barang Terjual 40.200 kaleng @ Rp70 714.000
OverheadTetap Kurang Dibebankan
0
(10.000 — 10.000) x Rp25
714,000 (-)
os Barang TerjualSesunggunny@ ~
LabaBrto - 2.346.000
Biaya Operasi:
‘administrasi (10.200 X ApS) + FRp500.000 Ap 551.000
Penjualan (10.200 x pS) + ip 1.000.000 -.. 1,030.600 (+)
e Ap 1.581.600 ()
Total Biaya Operasi
Rp 764.400
==
Laba (sebelum pajak) ~~
Dipindai dengan CamScannerBas 4. Pewewruan Kos Prooux
Perbedaan Jumlah Laba Tahun 2005. Perhatikanlah dengan seksama bahwa laba menurut
variable costing adalah Rp$.000 leblh besar darlpada laba menurut absorption costing.
Selisih ini dapat ditelusur dari jumlah sediaan awal dan juga sediaan akhir. Sediaan awal
sebanyak 1.000 unit, sedangkan sediaan akhir sebanyak 800 untt. Kita dapat menganggap
bahwa 1.000 unit sediaan awal semuanya terjual tahun sekarang dan 800 unit dari produksi
tahun ini belum terjual. Full costing membebankan overheadtetap yang melekat pada 1.000
unit sediaan awal, di satu plhak, sebagai biaya tahun ini sebesar Rp25.000 (atau 1.000 x
Rp28). Selanjutnya full costing menunda pembebanan overhead tetap yang melokat pada
sediaan akhir 800 unit, di lain pihak, ke tahun berikutnya. Besarnya overhead tetap yang
ditunda ke tahun berikutnya adalah Rp20.000 (atau 800 x Ap25). Jadi secara neto, terdapat
pembebanan overhead tetap tambahan ke tahun ini sebesar Rp5.000. Oleh karena hal-hal
di atas tidak dilakukan oleh variable costing, maka perbedaan labanya adalah Rp5.000.
Kita juga'dapat mengidentifikas! penyebab perbedaan laba dengan menghitung terlebih
dahulu selisih antara sediaan awal dan sediaan akhir. DI tahun 2005, selisih sediaan tersebut
adalah 200 unit (1.000 unit - 800 unit). Jumlah kos overhead tetap yang melekat pada 200
unit inl-Rp5.000 (atau 200 x Rip26)--berasal dari overhead tahun sebelumnya. Oleh full
costing jumlah In| dibebankan ke tahun sekarang, sedangkan variable costing tidak
melakukan hal demikian. Oleh sebab tu, laba menurut full costing adalah Rp5.000 lebih
kecil daripada laba menurut variable costing.
* Perbedaan Jumlah Laba Tahun 2006. Perhatikanlah dengan seksama bahwa laba menurut
variable costing adalah sama dengan laba menurut absorption costing. Tidak berbedanya
laba menurut dua metoda itu disebabkan oleh tidak adanya selisih antara jumiah sediaan
awal dan jumlah sediaan akhir. Dalam hal seperti ini, maka jumlah overhead tetap yang
dibebankan ke tahun 2006 adalah sama antara full costing dan variable costing, sehingga
tidak ada perbedaan laba antardua metoda tersebut.
55
Ce
Dipindai dengan CamScanner: PABRIK KALENG "DOIKU*
= LAPORAN RUGI-LABA PERIODA 2006
: (format contribution margin)
jualan 10.000 kaleng @ Rp300 Rp3.000.000
Barang Terjual Variabel 10.000 kaleng @ Rp4s 450,000 (-)
nufacturing Margin. Rp2.550.000
ya administrasi dan penjualan variabel
10.000 kaleng @ Rp8 (ApS + Rp3). 80.000 (-)
Contribution Margin. Rp2.470.000
Biaya Tetap:
‘Administrasi p1.000.000
Penjualan ‘500.000
Overheadpabrik 250,000 (+) Rp1.750.000 ()
Laba (sebelum pajak)... Rp_720.000
PABRIK KALENG “DOIKU"
LAPORAN RUGI-LABA PERIODA 2006
(pendekatan fungsional, full: costing)
Rp 3.000.000
Penjualan 10.000 kaleng @ Rp300
Kos Barang Terjual 10.000 kaleng @ Rp70
OverheadTetap Kurang Dibebankan z
(10.000 — 10.000) x Rp25 oH
Kos Barang Terjual Sesungguhnya
Rp 700.000
‘Administrasi (10.000 x RpS) + Rp500.000 ... Rp 550.000
Penjualan (10.000 x Rp3) + Rp1.000.000 . 1.030.000
Rp 1.580.000 ()
Total Biaya Operasi oe
Rp 720.000
Laba (sebelum pajak) -..
=:
Dipindai dengan CamScanner[a oer
Bt Penenrvnes Kos Procure
Dari kasus selama tiga tahun pada Pabrik Kaleng “DOIKU" dapat ditarik kesimpulan bahwa
penyebab perbedaan laba antardua metoda adalah selisih volume sediaan. Apabila sediaan
akhir leb! da sediaan awal, maka laba menurut absorption costing lebih besar
faripada laba menurut variable costing. Sebafieivar apablla sediaan akhirlebineei daripada
‘sediaan awal maka laba menurut absorption costing lebih kecil daripada laba menurut
variable costing. Formula untuk menghitung selisih aba adalah sebagai berikut:
[ Selisih faba = (Sediaan akhir - Sediaan awal) x Tarif overhead tetap ]
Meskipun demikian, formula di atas hanya berlaku jika jumlah kos overhead tetap tahun ini
tidak berubah*dari tahun sebelumnya. Jika berubah, maka analisis yang tepat adalah
mengidentifikasi berapa overhead tetap yang digeser dari tahun sebelumnya ke tahun
‘sekarang dan berapa overheadtetap yang digeser dari tahun ini ke tahun berikutnya, seperti
penjelasan sebelumnya. Overhead tetap yang digeser dari tahun lalu diidentifikasi dari
sediaan awal, sedangkan yang digeser ke tahun depan diidentifikasi dari sediaan akhir.
Masalah perbedaan jumlah laba antara metoda [ull costing dan variable costing akan
menjadi berkurang jika perusahaan menggunakan pendekatan just-in-time-sebuah
pendekatan meminimumkan kos sediaan dengan cara meminimumkan tingkat sediaan.
Dengan pendekatan just-in time, perusahaan hanya akan berproduksijika terdapat pesanan
* dari konsumen, sehingga jumlah unit yang diproduksi sesuai dengan jumlah unit yang
dipesan. Perusahaan juga tidak menimbun bahan baku. Bahan baku akan dibell dari
Pemasok hanya jika terdapat kebutuhan untuk itu. Secara ideal tingkat sediaan bahan baku,
barang dalam proses, dan barang jadi dalam pendekatan just-in-time adalah nol (zero
inventory).
Dipindai dengan CamScanner