You are on page 1of 5
Prinsip Kerja AFM dalam Bidang Biologi Secara sederhana, prinsip kerja dari AFM yaitu saat posisi Tip dipermukaan sampel, maka dapat di deteksi oleh laser dan dipantulkan ke photodioda untuk diteruskan ke detektor. Kemudian, dari detektor langsung ke komputer atau monitor untuk mendapatkan penggambaran dalam skala nano atom. Secara teknis prinsip kerja AFM ditunjukkan pada Gambar di bawah: Gambar 1 Prinsip Kerja AFM Pada posisi normal, sinar laser diarahkan pada ujung cantilever. Oleh cantilever, laser ini dipantulkan menuju bagian tengah detektor photodioda. Ketika tip mendekati permukaan sampel, terjadi gaya tarik atau gaya tolak antara tip dan permukaan sampel. Gaya ini akan menyebabkan cantilever bengkok. Bengkoknya cantilever ini akan terdeteksi dengan adanya pergeseran posisi laser yang ditangkap oleh photodioda. Semakin besar gaya tarik/tolak antara tip dan permukaan sampel, pergeseran laser akan semakin besar. Karena besarnya gaya tarik atau tolak tergantung pada jarak antara tip dan permukaan sampel, maka topografi permukaan sampel dapat diketahui dengan melakukan scanning tip sepanjang permukaan sampel ‘AFM bekerja dengan cara memanfaatkan gaya tarik-menarik dan tolak-menolak yang bekerja antara cantilever dan permukaan sampel pada jarak beberapa nanometer. Persamaan gaya ini dinyatakan dalam persamaan potensial Lennard-Jones. Gaya tarik menarik terjadi saat cantilever dan ‘sampel saling menjauh. Sementara itu, gaya tolak-menolak terjadi saat cantilever dan sampel saling ‘mendekat. Pada AFM, cantilever bekerja meraba-raba (melakukan scanning) permukaan sambil menjaga jarak antara cantilever dengan permukaan sampel tetap sama beberapa nanometer. Gaya tarik-menarik dan tolak-menolak yang terjadi di antaranya menyebabkan perubahan posisi cantilever. Perubahan posisi cantilever selama meraba-raba permukaan sampel ditangkap dengan laser dan menyebabkan perubahan pantulan laser pada sensor photodioda. Perubahan posisi tangkapan laser pada photodioda ini diolah dengan rangkaian elektronik dan komputer untuk kemudian diwujudkan dalam bentuk data gambar 3D pada layar monitor. Selama proses perabaan (scanning), pengaturan jarak antara cantilever dan permukaan sampel serta pergerakan sampel diatur secara simultan dan sinergis melalui komunikasi antara rangkaian elektronik (komputer) dengan cantilever dan material piezoelektrik. Proses perubahan tekanan menjadi tegangan atau tegangan menjadi tekanan ini diatur oleh piezoelektrik. Untuk menampilkannya dalam komputer sinyal tegangan ini diubah ke sinyal analog. Karena sangat kecil maka diperkuat dengan ‘amplifier. Kemudian sinyal dikonversi ke digital sehingga data dapat diolah oleh komputer. Dengan memanfaatkan gaya tersebut morfologi permukaan lapisan klorofil dapat diamati.Proses sintesis nanomolekular porphyrin alam yang akan dilakukan meliputi proses isolasi yaitu proses cekstraksi,evaporasi dan kromatografi serta evaporasi kembali untuk memperoleh larutan klorofil kemurnian tinggi yang akan ditumbuhkan pada substrat.AFM. Lapisan klorofil ditumbuhkan diatas substrat ITO dengan metode spin coating. Larutan klorofil disintesis melalui proses ekstraksi, evaporasi, kromatografi sampel serbuk spirulina sp. Kemudian hasil kromatografi dievaporasi ulang untuk memperoleh klorofil kemurnian tinggi sebelum ditambah dengan larutan kloroform yang kemudian ditumbuhkan pada substrat ITO. Hasil pengamatan morfologi dengan AFM menjelaskan bahwa pelapisan dengan N = 5 memiliki permukaan yang lebih merata dibandingkan dengan N = 3 akibat adanya proses inter molekular interaksi. Ukuran molekul penyusun lapisan klorofil membentuk di Gaussian JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA Analisis Morfologi Permukaan Lapisan Klorofil dengan Atomic Force Microscopy Lidya Nur De Vega," Suharyana, dan Budi Purnamat Jurusan Fisika Fokultas Motematika don Une Pengetahuan Alom (FMIPA) Universitas Sebelas Maret Jkt Sutami 364 Kentingan, Surakaria 57126 Intisari Karaktorisik morfologi permuksan lpisan klorfi hasil AEM (Atomic Force Microscopy) telah dianalisis, Lapisan Klorofl dtumbubkin dengan metode spin coating pada substrat glass ITO. Hasil pengamatan morfclogi dengan AFM meajelaskan bahia lapisaa dengan N= 5 meriliki permukaan yang leit ata dibandingkan dea- ‘gan N= 3 akibatadanya proses inter molekularinteraksi, Ukuran molekul penyusun lapisan kloroil membentuk istribusi Gaussian. Hasil pengamatan kurva profil permukaandiperoleh Ketebalanlapisan yang diperolehyaitu Derturut-turut sebesar 287.9 dan 372,6:nm untuk N= 3 dan S Abstract ‘Surface mogphological characteristic of chlorophyll layer have been analized. Chlorophyll layer deposited by spin coating methods on a glass coated ITO substrates, Results of morphological observation by AFM (\tomic Force Microscopy) explains that a thin layer with N = 5 has a fatter surface than with N= 3 due 10 inter ‘molecular interaction process. The molecular size ofthe chlorophyll layers form a Gaussian distribution. From the profile curves, thickness ofthe layer were obtained as 287,9 und 372.6 nm for N =3 and S respectively Kata KuNCE chlorophyll ayer spin ccaing, surface morphoogy, AFM VoLUME 11, NoMoR 3 OkTonER 2015, PENDAHULUAN Beberapa tahun terakhie ini divaiselektronika organik telah banyak dikaji oleh peneliti. Elektronika organik muncul seba- ‘sa bidang yang dinamis dalam hal penctitian dan pengemban- ‘gan mencakup ilmu kimia, fisika dan teknologi (1), Bahkan ddewasa ini bahan semikonduktor organik juga dimanfaatkan ‘menjadi bahan dasar pembuatan divais elektronika OLEDs (Organic Light Emitting Diodes) yang akan. menampitkan ‘wama lebih efisien [2]. Salah satu. material organik yang banyak dikaji potensi elektronikanya adalah klorofil. Material ini membentuk lapisan diskrit ber-orde nanometer saat berinteraksi dengan substrat [3-5]. Material ini utamanya banyak diaplikasikan pada devais bio-fotovoltaic yang memanfaatkan tranfer ca- hhaya. menjadi listik dalam proses fotosintesis. Mengin- gat ukuran berorde nanometer, maka klorofil menarike un- tuk dikembangkan menjadi bagian dalam devais elektro-nika berbasis sistem nano hibrid [6-8] Selebihnya dengan perkembangan nanoteknologi, material dapat didesain dan disusun dalam orde atom per atom atau ‘molekul per molekul sedemikian supa schingga karakteris- tik fisisnya sesuai dengan yang diprediksi. Sehingga, hasil dari rekayasa material ini akan memperoleh suatu bahan yang ‘memilik sifat unggul dan lebih baik dari bulk. *sEaatt: Lidyadvegaegeail.com ‘oan: bpurnanatimipa uns.ac.ié (© Junusan Fiske PMIPA ITS Pada eksperimen ini akan dilakukan penumbuhan lapisan Klorofil spirulina sp berstruktur aano pattern dengan spin coating di atas substrat ITO, Karakteristik morfologi per- ‘mukaan sampel selanjutnya diamati ketergantungannya den- ‘gan peningkatan jumlah pelapisan dengan menggunakan AFM T, METODE EKSPERIMEN Isolasi Klorofil spirulina sp Proses sintesis nanomolekular porphyrin alam yang akan dilakukan meliputi proses isolasi yaitu proses. ekstraksi, evaporasi dan kromatografi serta evaporasi Kembali untuk ‘memperoleh larutan Klorofil kemurmian tinggi yang akan di- tumbuhkan pada substrat, Ekstraksi digunakan untuk mem- peroleh Klorofil alum yang terkandung dalam serbuk spirulina sp. Jenis ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi padat-cair yyaitu memisahkan klorofil dari campurannya dalam sampel padat menggunakan pelarut organik yaitu aseton, Perbanding- fan yang digunakan antara pelarut dan zat terlarut pada proses ini adalah 1 : 5 (1 gram serbuk spirulina sp dicampurkan de- fngan 5 ml aseton). Homogenisasi larutan dilakukan menggu- nnakan magnetic ster selama 1 jam dengan kecepatan putar 200 rpm. Tahap selanjutnya adalah proses penyaringan untuk ‘memisahkan padatan dan cairan menggunakan kertas saring ‘Whattman dengan ukuran 2m. -107 J.Fis. DAN APL... Vol. 11, No. 3, OxToBER 2015 @ © Gambar 1: Morfologi pesmukaan lapisan klorofl spirulina sp basil karakterisasi AFM dengan scan range I um pada (a) N= 3 (b) N= 5 Larutan yang telah diekstraksi kemudian melalui proses cevaporasi, proses ini digunakan untuk memisahkan hasil ek- straksi yaitu antara aseton sebagai pelarut dan Klorofi seba- ‘gui terlarut. Temperatur yang digunakan adalah 45°C dengan {ekanan yang digunakan adalah 0,05 MPa selama jam, Proses selanjutnya setelah evaporasi adalah kromatografi. Kromatografi digunakan untuk memisahkan komponen penyusun suatu larutan Teknik yang digunakan adalah kro- ‘matografi air untuk memisahkan molekul terlaut yaitu klo- rofil_yang terlarut dalam larutan hasil evaporasi. Pemisa- hhan ini didasarkan pada perbedaan fase gerak dan fase diam. Pada proses kromatografi digunakan silika gel dengan uku- ran 30 jum sebagai fase diam dan pelarut N-heksan 100 ml ‘yang kermudian diisikan kedalam kolom kromatografi. Po- Sisi silk gel pada kolom harus rapat dan tidak ada rongga, ‘udara diantara silika gel. Larutan hasil evaporasi kemudian ddimasukkan ke dalam kolom kromatografi dan bergerak tu- run melewatisilika gel sehingga akan terjadi pemisahan dari Komponen-komponen terlarutnya, Proses evaporasi Kembali dilakukan untuk memperoleh en- dapan klorofil muri. Pada proses ini larutan hasil kro- ‘matografi dipisabkan dari pelarut N-heksan yang digunakan pada proses kromatografi dengan evaporator. Temperatur ‘yang digunakan adalah 60°C dengan tekanan yang digunakan ‘adalah 0,05 MPa selama + 4 jam. Setelah itu, endapan klo- rofil murni tersebut kemudian diambil sebanyak 0,1 gram di- Jarutkan dengan 10 ml kloroform dan diaduk hingga homogen dengan magnetic sirer selama I jam, Penumbuhan lapisan klorofl spirulina sp Penumbuban lapisan dilakukan menggunakan metode spin coating untuk mendapatkan permukaan lapisan yang mer ata pada substrat, Substrat yang digunakan adalah kaca ITO yang telah dibersihkan menggunakan aseton pada ul- trasonic cleaner. Kondisi operasional spin coater yang di gunakan adalah kecepatan putar 1000 pm, dengan waktu putar 20 sekon dan temperatur post heating 40°C selama 60 sekon. Penumbuhan lapisan dilakukan dengan variasi jum- lah pelapisan sebanyak dan N = 5. Lapisan yang ter- bentuk kemudian diamati morfologi permukaanaya menggu- snakan AFM. LIN. DE VEGA, dik [Number of evats lh. 150 BO 350 030 To0 Topography (om) @ sso Number of eats 5 i O10 TS 3 2 HO ‘Topography [am] Gambar 2: Histogram kejadian ditemukan sebaran ukuran partkel yang diungkapkan dari ila topografi devalues pada sampel dengan @N s. IIL HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1 menampilkan gambar 2 dimensi dari lapisan spirulina sp. dengan jurmlah perulangan lapisan N= 3 dan N= 5. Kecepatan putar yang digunakan adalah 1000 rpm. ‘Teramati dengan jelas pada gambar bahwa lapisan tersusun dori molekular berbentuk fingkaran. Ukuran motekular pada kedua sampel menunjukkan nilai yang hampir sama. Hal ini ‘menegaskan bahwa kenaikan jumlah perulangan lapisan tidak secara signifikan menentukan ukuran molekular. Lebih detail analisis dengan software WSxM 5.0 De- velop 7.0 [9], sebaran ukuran molekular membentuk distibusi ‘menyerupai Gaussian seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Untuk sampel N = 3, distribusi ukuran molekular (dari ni- {ai topografi) membentang hingga 200 nm dengan ukuran ter- boleh jadi paling banyak ditemukan adalah 100 nm. Sedang- kan sampel dengan N = 5, ukuran molekular dengan peluang paling besar untuk ditemukan sama dengan sampel N= 3. Na- ‘mun bentangan ukuran molekular menjadi lebih lebar yaita hhingga 350 nm dan kurva melebar disisi kanan puncak dis- 108 J.Pis, DAN APL Vot. 11, No. 3, OxronER 2015, Gambar 3: Hasil karakterisast AFM uatuk 3D (3 dimensi) sarpel Klocol spirulina sp dengan (ab) N= 3 dan (ed) 5 sertarepresentasi profile permakaannya, ‘tibusi, Kenyataan hasil ini memberi informasi bahwa ikata aantar molekular Klorofil spirulina sp lebih kuat sehingga ter- bbentuk molekul dengan ukuran lebih besar untuk N lebih be- sar. Hal lain yang diamati dari grafik bahwa derajat kekasarat waikan jumlah perulangan lapisan, Un tuk sampel dengan N = 3, derajat kekasaran sebesar 29 dipes- oleh dan menjadi 72 ketika N= 5. Pada Gambar 3 mempetlihatkan morfologi permukua [1] LS. Hung, and CH, Chen, Jou ing, R39, 143-222 2002). [2] S. Tivari, and CG. Greeaham, Journal Opt. Quant. Blecuon, 44, 69-89 (2009). [31 S. Boussad, A. Taz, and RM, Leblanc, Journal of Colloid and Terface Science, 208, 41-346 (1998), [4] S. Boussad, J.A. DeRose, and RM. Leblane, Chemical Physics Leer, 246, 107-113 (1993), [5] M. Crevecoeu, eal, Protopasta, 212, 46.55 (2000) nil Material Science Engineer LN. DE VEGA, dik lapisan spirulina sp dalam tampilan 3 dimensi untuk (a) N 3 dan (b) N = 5. Scan profil permuksan masing-masing ‘sampel ditampikan untuk posisi pengukuran ditengah-tengah sampel. Teramati secara jelas bahwa bentuk permukaan sam- pel N= lebih rata dibandingkan dengan N= 5. Hal ini se- ‘makin menegaskan sinyalemen sebelumnya bahwa interaksi antar molekular Klorofil spirulina sp lebih Kuat dibandingkan dengan substrat. Dengan hasil Kenaikan jumlah perulangan Japisan tidak memberikan peningkatan ketebalan secara ho- ‘mogen Keseluruhan Iuasan, Grafik profil untuk N = 3 dan 5 ‘member’ nilai ketebalan secara kasar sampel lapisan klorofil spirulina sp yang diperoleh dari penentuan selisih bagian ter- ates dan terbawah. Keacakan grafik profil untuk perubahan posisi menandaskan bahwa ukuran individu molekular kloro- {il spirulina sp untuk sampel N = 3 berorde nanometer. Bi tuk kurva profil sedikt lebih halus untuk N = 5 dikaitkan teraksi inter-molekular Klorofil seketika terdeposit pada per- ‘mukaan substrat atau bahkan sebelumnya, Dengan mengang- ‘gap perbedaan permukuan tertinggi dan terendah sebagai kete- balan, maka sampel N = 3 memiliki ebal 287,9 nm dan 372,6 ‘nm untuk N = 5, IV. SIMPULAN TTelah dilakukan analisis morfologi permukaan lapisan klo- rofil menggunakan AFM. Lapisan klorofil ditumbuhkan di- tas substrat ITO dengan metade spin coating. —Larutan Klorofil disintesis melalui proses ekstraksi, evaporasi, kro- ‘matografi sampel serbuk spirulina sp. Kemudian hasil kro- ‘matografi dievaporasi ulang untuk memperoleh Klorofl ke- ‘murnian tinggi sebelum ditambah dengan Tarutan Kloroform ‘yang kemudian ditumbuhkan pada substrat ITO. Hasil pen, ‘matan morfologi dengan AFM menjelaskan bahwa pelapisan dengan N = $ memiliki permukaan yang lebih merata diband- dengan N = 3 akibat adanya proses inter molekular vaksi. Ukuran molekul penyusun lupisan klorofil mem- bentuk distribusi Gaussian. Hasil pengamatan kurva profil permukaan diperoteh ketebalan lapisan yang diperoleh yaitu Derturut-turut sebesar 287,9 dan 372,6 nm untuk N= 3 dan 5, 16] P. Bombe, etal, Phys. Chem. Chem. Phys, 12, 12221-12229 2012), [7] S-¥. Chen, eral, Carbon, 63, 23-29 (2013) [8] Patrascu, et af, Beilsein Journal of Nanotechnology, 8, 2316: 1325 2014), 19] 1. Hoteas, etal, Review of Se 2007), nie struments, 78, 013708 =109)

You might also like