You are on page 1of 24

KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI

KELAUTAN DAN PERIKANAN 1


Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan


Jl. KS. Tubun Petamburan VI, Jakarta – 10260
Telp. 021 53650162/Fax. 021 53650159

Abstract
Fisheries resources are spread across the territory of Indonesia, if not
managed sustainably will become extinct. The efforts made by the
government, is to make regulation that establishes a territory become a
conservation area/protected. The purpose of this study is to assess the
conservation regulations contained in the UU No. 27/2007, PP No.
60/2007, and UU No. 45/2009. Analysis of study is conducted
qualitatively using normative juridical approach, through by desk study.
The result shows that the terminology of conservation according to the
those regulations, can not provide sufficient understanding of the term
conservation; the role of local government and indigenous/local, is still
not transparent governance in the field governed, as well as the
distribution of rights over the territory that has been used as a
conservation area. Improving the conservation management of marine
and fisheries regulation can be done by reflecting the planning and good,
community empowerment, collaborative institutional, policy and fair
regulations, and improving the quality of human resources. UU No.
27/2007, PP No. 60/2007, and UU No. 45/2009, need to be revised in
order to build sustainable conservation areas and create justice.

Keywords : Regulation, Conservation, Marine and Fishery


Intisari

Sumber daya perikanan yang tersebar di wilayah Indonesia, jika tidak


dikelola secara lestari akan punah. Upaya yang dilakukan oleh
pemerintah, adalah membuat peraturan yang menetapkan suatu wilayah
menjadi kawasan konservasi/dilindungi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji ketentuan konservasi yang termuat di dalam UU No. 27/2007,
PP No. 60/2007, dan UU No. 45/2009. Analisa kajian dilakukan secara
kualitatif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, melalui
studi kepustakaan. Hasil kajian menunjukkan, bahwa terminologi
konservasi menurut ketiga peraturan tersebut, belum bisa memberikan
pemahaman yang cukup mengenai istilah konservasi; peran pemerintah
daerah dan masyarakat adat/lokal masih belum transparan diatur tata

1
Naskah diterima: 28 Februari 2012, revisi: 27 Juni 2012

206 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

kelolanya di lapangan, serta pembagian hak atas wilayah yang telah


dijadikan kawasan konservasi. Pembenahan pengelolaan konservasi
kelautan dan perikanan, dapat dilakukan dengan merefleksikan
perencanaan dan penataan ruang yang baik, pemberdayaan masyarakat,
kelembagaan kolaboratif, kebijakan dan peraturan yang adil, serta
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. UU No. 27/2007, PP No.
60/2007, dan UU No. 45/2009, perlu untuk direvisi agar dapat
membangun kawasan konservasi yang berkelanjutan serta menciptakan
keadilan.

Kata kunci: Peraturan, Konservasi, Kelautan dan Perikanan

A.PENDAHULUAN tata kelolanya adalah sektor perikanan.


Potensi sumber daya pada Upaya pengaturannya, ditindaklanjuti
suatu wilayah, merupakan kekayaan dengan menetapkan Peraturan
yang dikuasai negara dan perlu dijaga Pemerintah Republik Indonesia No. 60
kelestariannya, serta dimanfaatkan Tahun 2007, tentang Konservasi
untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini Sumber Daya Ikan (PP No. 60/2007),
sesuai dengan amanat Pasal 33, Ayat pada tanggal 16 November 2007. PP
(3), Bab XIV, Undang-undang Dasar No. 60/2007, merupakan aturan teknis
1945: “bumi dan air dan kekayaan mengenai upaya yang dapat dilakukan
alam yang terkandung di dalamnya untuk menjaga dan menangani
dikuasai oleh negara dan keberlanjutan sumber daya ikan.
dipergunakan untuk sebesar-besarnya Potensi sumber daya ikan
kemakmuran rakyat”. Ketentuan pasal membutuhkan pembangunan sistem
tersebut, merupakan landasan hukum secara holistik, agar dapat
konstitusional dan menjadi garis menciptakan ketertiban dalam
petunjuk pengaturan berbagai hal yang manajemennya.
berkaitan dengan pengelolaan sumber Pemberdayaan hukum yang
daya. Merujuk kepada hal itu, pada dilakukan pemerintah sebagai politik
tanggal 17 Juli 2007, pemerintah pembangunan konservasi, bertujuan
mengundangkan UU No. 27 Tahun untuk meningkatkan kesejahteraan
2007, tentang Pengelolaan Wilayah rakyat atas dasar partisipatif aktif,
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (P3K) bebas, dan bermanfaat. Pemberdayaan
(UU No. 27/2007). UU No. 27/2007, perlu dilakukan, guna menindaklanjuti
secara umum memuat ketentuan belum meningkatnya kesejahteraan
pengelolaan wilayah P3K sebagai masyarakat kelautan dan perikanan.
proses perencanaan, pemanfaatan, Parameter tersebut menjadi dasar
pengawasan, dan pengendalian sumber lahirnya UU No. 45 Tahun 2009,
daya. tentang Perubahan atas UU No. 31
Sumber daya yang dimaksud Tahun 2004 (UU No. 31/2004), tentang
UU ini, yaitu: sumber daya hayati, Perikanan (UU No. 45/2009), yang
sumber daya non hayati, sumber daya tercantum pada bagian menimbang
buatan, dan jasa lingkungan. Salah satu huruf b:
sumber daya yang penting untuk diatur

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012 207


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

“.....bahwa pemanfaatan B. METODE PENELITIAN


sumber daya ikan belum 1. Kerangka Berpikir
memberikan peningkatan taraf Konsepsi perlindungan dan
hidup yang berkelanjutan dan pelestarian merupakan kebijakan yang
berkeadilan melalui
inheren dan telah ada dalam
pengelolaan perikanan,
pengawasan, dan sistem pengelolaan sumber daya alam (SDA),
penegakan hukum yang termasuk kebijakan perlindungan
optimal”. keanekaragaman hayati yang sudah ada
sejak dahulu. Gejala degradasi sumber
Keberadaan kawasan daya kelautan dan perikanan yang
konservasi sangat diperlukan untuk potensial, mengharuskan adanya
menjaga keberlangsungan sumber daya penetapan wilayah sebagai kawasan
ikan, agar dapat berkontribusi terhadap
masyarakat kelautan dan perikanan. konservasi. Konservasi sebagai upaya
Paradigma ekonomi dalam angka yang melestarikan dan memanfaatkan fungsi
dijadikan dasar mengelola sumber daya ekosistem, merupakan kegiatan
ikan selama ini, harus segera melindungi habitat penyangga
diseimbangkan dengan menekan kehidupan biota perairan pada masa
berbagai kemungkinan dampak sekarang dan akan datang.
negatif. Menindaklanjuti hal tersebut,
Keberadaan UU No. 27/2007,
pemerintah menerbitkan UU No.
PP No. 60/2007, dan UU No. 45/2009,
menjadi penting sebagai penjaga nilai 27/2007, PP No. 60/2007, dan UU No.
strategis wilayah konservasi untuk 45/2009, sebagai landasan hukum
menselaraskan pembangunan dengan penetapan dan panduan dalam
pelestarian. Berbagai peraturan pengelolaan, serta pemanfaatan
nasional dan konvensi internasional kawasan konservasi. Salah satu faktor
telah ditetapkan dan disahkan oleh penting keberhasilan pengelolaan
pemerintah, akan tetapi permasalahan kawasan konservasi adalah adanya
konservasi sampai saat ini belum dapat
peran serta masyarakat, khususnya
diatasi. Permasalahan tersebut, seperti
berkurangnya potensi sumber daya dan masyarakat lokal/adat sebagai pemilik
rusaknya lingkungan perairan akibat wilayah. Menurut Canter dalam
kegiatan penangkapan ikan yang Sembiring et al. (2011), peran serta
berlebihan. Menurut Supriatna (2008), masyarakat akan dapat meningkatkan
pengelolaan sumber daya harus lestari kualitas keputusan pemerintah dan bisa
dan berkelanjutan, sehingga mereduksi kemungkinan munculnya
manfaatnya dapat dinikmati generasi
konflik, karena menghasilkan tingkat
penerus. Berdasarkan paparan tersebut,
penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerimaan keputusan yang lebih besar
ketentuan konservasi yang termuat di pada masyarakat.
dalam UU No. 27/2007, PP No. Dilibatkannya masyarakat
60/2007, dan UU No. 45/2009. lokal/adat dalam pengelolaan kawasan
konservasi, merupakan pengertian

208 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

sederhana peran serta masyarakat. dengan baik kelestariannya.


Kearifan lokal yang tumbuh dalam tata Pengetahuan lokal dalam konteks
laku masyarakat, secara tidak langsung konservasi, berkaitan dengan upaya
dapat menyeimbangkan lingkungan masyarakat lokal dalam mengelola
sumber daya di wilayah konservasi. serta memanfaatkan sumber dayanya
Keseimbangan dapat tercapai, karena secara lestari untuk kesejahteraan.
adanya harmonisasi pengelolaan yang Kerangka berpikir kajian pengelolaan
baik dan pemanfaatan yang bijaksana konservasi kelautan dan perikanan
oleh masyarakat sekitar. Kondisi ini berdasarkan UU No. 27/2007, PP No.
menyebabkan, wilayah yang dijadikan 60/2007, dan UU No. 45/2009, dapat
kawasan konservasi tetap dapat terjaga dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Berpikir Kajian Kebijakan Pengelolaan Konservasi


Kelautan dan Perikanan
2. Pendekatan Penelitian diinterpretasikan menggunakan teori
Penelusuran dan pengkajian yang relevan dan dikaitkan dengan
materi ketentuan UU No. 27/2007, PP kondisi konservasi yang berkembang.
No. 60/2007, dan UU No. 45/2009, Keluaran interpretasi tersebut
dilakukan secara kualitatif dengan dirangkum menjadi kajian hukum dan
menggunakan pendekatan yuridis wacana kebijakan lanjutan, dalam
normatif. Studi dokumen terhadap mendorong perbaikan/
materi ketiga peraturan tersebut, perubahan/pembuatan berbagai
difokuskan untuk menggali informasi ketentuan yang terkait dengan kawasan
mengenai konservasi. Hasil kajian konservasi kelautan dan perikanan, ke
yang diperoleh, selanjutnya arah yang lebih baik.

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012 209


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

3. Metode Pengumpulan Data kedaulatan bangsa. Potensi yang


Data penelitian berupa dimiliki tersebut, harus dikelola secara
peraturan pengelolaan konservasi berkesinambungan dan berwawasan
kelautan dan perikanan, dikumpulkan global dengan memperhatikan aspirasi,
menggunakan metode desk partisipasi masyarakat, serta nilai
study/kepustakaan, melalui UU No. 27 bangsa berdasarkan hukum nasional.
Tahun 2007, tentang Pengelolaan Pembangunan kelautan dan perikanan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; yang diatur di dalam UU No. 27/2007,
Peraturan Pemerintah Republik secara umum mengacu kepada Pasal
Indonesia No. 60 Tahun 2007, tentang 33, Ayat (3), UUD '45. Siombo (2010),
Konservasi Sumber Daya Ikan; dan UU mengemukakan pengaturan wilayah
No. 45 Tahun 2009, tentang Perubahan pengelolaan perikanan dimaksudkan
atas UU No. 31 Tahun 2004 (UU No. agar tercapai pemanfaatan yang
31/2004), tentang Perikanan. optimal, serta terjaminnya kelestarian
sumber daya ikan dan lingkungannya.
4. Metode Analisis Data Wilayah yang mempunyai SDA
Data penelitian mengenai potensial, biasanya merupakan daerah
ketentuan konservasi kelautan dan pusat pertumbuhan ekonomi yang
perikanan, dianalisis menggunakan mempunyai populasi penduduk padat.
metode deskriptif. Metode ini dipilih Kondisi tersebut,
untuk menggambarkan pengaturan menimbulkan tekanan terhadap SDA
konservasi berdasarkan UU No. yang ada dan menyebabkan kerusakan
27/2007, PP No. 60/2007, dan UU No. ekosistem lingkungan. Penerapan
45/2009; kebijakan tata kelola kawasan sistem pengelolaan wilayah P3K
konservasi menurut UU No. 27/2007, selama ini belum dapat mengeliminir
PP No. 60/2007, dan UU No. 45/2009; kerusakan, serta memberi kesempatan
serta kelemahan UU No. 27/2007, PP SDA yang dikelola untuk pulih kembali
No. 60/2007, dan UU No. 45/2009, secara alami dan disubstitusi. Supriatna
dalam mengakomodasi ketentuan (2008), berpendapat bahwa pelestarian
konservasi. sumber daya harus memperhatikan
spesies komunitas, habitat, dan
C. HASIL DAN PEMBAHASAN geografi. Cara yang paling efisien
1. P e n g a t u r a n K o n s e r v a s i untuk menampung spesies dalam
Berdasarkan UU No. 27/2007 jumlah besar pada kawasan yang
Lahirnya UU No. 27/2007, minimal, adalah dengan memberikan
dilatarbelakangi bahwa wilayah P3K prioritas pada area dengan
merupakan bagian SDA yang menjadi keanekaragaman yang tinggi. Materi
potensi kekayaan dan berguna bagi UU No. 27/2007, dimaksudkan untuk
pengembangan sosial, ekonomi, menjaga kelestarian ekosistem P3K;
budaya, lingkungan, serta penyangga melindungi alur migrasi ikan dan biota

210 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

laut lain; melindungi habitat biota laut; sumber daya dan sistem ekologi
serta melindungi situs budaya lingkungan. Pembentukan kawasan
tradisional. konservasi, mutlak diperlukan dalam
mengoptimalkan pemanfaatan sumber
Penataan Ruang Wilayah Konservasi daya yang terkandung di wilayah
Penataan ruang pengelolaan kawasan tersebut. Lingkup pengaturan
P3K melalui UU No. 27/2007, tata ruang konservasi dalam UU No.
mempunyai tujuan untuk melindungi 27/2007, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penataan Ruang Konservasi P3K


Pengelolaan Konservasi P3K
Wilayah Ruang Lingkup

Pesisir Ruang lautan yang masih dipengaruhi oleh kegiatan di daratan dan ruang
daratan yang masih terasa pengaruh lautnya

Pulau-pulau Perairan sekitar pulau kecil yang merupakan satu kesatuan dan
kecil mempunyai potensi cukup besar, yang pemanfaatannya berbasis sumber
daya, lingkungan, dan masyarakat
Sumber: UU No. 27/2007

Tab el 1 , men u n ju k k an b ah w a serta proses menghubungkannya dalam


pengaturan ruang konservasi P3K membentuk keseimbangan, stabilitas,
ditetapkan sejauh 12 mil (diukur dari dan produktivitas. Pengertian tersebut
garis pantai), sedangkan ke arah menegaskan, bahwa untuk mengelola
daratan ditetapkan sesuai batas pembangunan sumber daya secara
kecamatan untuk kewenangan optimal dibutuhkan pemahaman secara
provinsi. menyeluruh, tentang dinamika dan
struktur ekosistem wilayah P3K.
Paradigma Konservasi Berdasarkan ketentuan UU No.
Konservasi menurut UU No. 27/2007, kewenangan teknis dalam
27/2007, menunjukkan bahwa menata pengelolaan untuk menjamin
keunikan wilayah P3K yang rentan pengembangan kawasan konservasi
konflik dan akses pemanfaatan yang diserahkan kepada pemerintah daerah.
terbatas oleh masyarakat kelautan dan Pengelolaan kawasan
perikanan, wajib dikelola dengan baik. konservasi kelautan dan perikanan oleh
Pengelolaan yang baik, mempunyai pemerintah daerah mungkin dapat
tujuan agar dampak aktivitas manusia lebih baik, karena cenderung lebih
dapat dikendalikan dan keberadaan memahami wilayahnya dan berada
suatu wilayah konservasi dapat dekat dengan objek konservasi itu
dipertahankan ekosistemnya. Menurut sendiri. Pengelolaan wilayah
Dahuri et al. (2008), ekosistem adalah konservasi dapat berhasil, apabila
kesatuan komunitas tumbuhan, hewan, pemerintah daerah dengan melibatkan
organisme dan non organisme lain, masyarakat lokal diberikan wewenang

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012 211


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

secara kemitraan dalam otoritas Pembangunan berkelanjutan


pelaksanaannya. Menurut Sembiring et menekankan kepada perbaikan
al., (2011), mengelola kawasan pembangunan masa kini, serta
konservasi yang kurang lebih 16.2 juta mengefisienkan penggunaan sumber
hektar kawasan darat dan 3.2 juta daya (Indrawan et al., 2007).
hektar kawasan laut, tidak bisa Menurut Dahuri et al. (2008),
dilakukan oleh pemerintah sendiri. karakteristik dan dinamika alamiah
Upaya meletakkan pola hubungan ekosistem P3K secara ekologis saling
pemerintah dengan masyarakat dalam terkait satu sama lain, termasuk
bentuk kemitraan akan ekosistem lahan atas SDA, serta jasa
menguntungkan semua pihak, baik lingkungan. Kedua pendapat tersebut
pemerintah, masyarakat, ataupun memberikan makna, bahwa
kawasan konservasi itu sendiri. pembangunan sumber daya P3K
Keterlibatan dalam pengelolaan mensyaratkan adanya upaya optimal
kawasan konservasi bagi masyarakat serta berkelanjutan, yang hanya dapat
adat/lokal bukan merupakan sebuah diwujudkan melalui pendekatan secara
tugas, akan tetapi lebih kepada terpadu dan terprogram. Pendekatan ini
dorongan motivasi dan rasa memiliki diperlukan, agar keutuhan potensi
kawasan konservasi. sumber daya dalam wilayah P3K tidak
Pemerintah daerah punah/rusak dan dapat dimanfaatkan
mempunyai kewenangan dalam untuk menopang kesinambungan
pengusulan kawasan konservasi, pembangunan nasional, serta
perubahan status zona inti, dan kesejahteraan masyarakat. Turunan
penentuan penetapan batas sempadan UU No. 27/2007, adalah Peraturan
pantai. Sempadan pantai merupakan Menteri Kelautan dan Perikanan
daratan sepanjang tepian yang lebarnya Nomor: Per.17/Men/2008, tentang
proporsional, dengan bentuk dan Kawasan Konservasi di Wilayah P3K
kondisi fisik pantai minimal 100 meter dan Peraturan Menteri Kelautan dan
dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Perikanan No.: Per.02/Men/2009,
Kawasan konservasi, merupakan tentang Tata Cara Penetapan Kawasan
wilayah yang bebas terhadap kegiatan Konservasi Perairan. Materi ketentuan
pemanfaatan dalam bentuk Hak pengaturan pengelolaan kawasan
Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3). konservasi yang terdapat di dalam UU
HP-3 merupakan hak yang diberikan No. 27/2007, hasil akhirnya terletak
kepada orang perseorangan, badan pada koordinasi pelaksanaan di
hukum, serta masyarakat adat, untuk lapangan.
memanfaatkan perairan pesisir dengan
pengusahaan atas permukaan laut dan Keterlibatan Masyarakat Adat/Lokal
kolom air sampai dengan permukaan Mengelola Wilayah Konservasi
dasar laut. Pembangunan kawasan Secara materi UU No.
konservasi P3K, dilakukan guna 27/2007, telah memasukkan
memenuhi kebutuhan hidup saat ini, masyarakat adat/lokal ke dalam salah
tanpa merusak atau menurunkan satu bagian kajian topik pengaturan
kemampuan generasi mendatang untuk pengelolaan wilayah P3K. Masyarakat
memenuhi kebutuhan hidupnya. adat menurut UU ini, adalah kelompok

212 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

masyarakat pesisir yang secara turun- ditetapkan sebagai kawasan


temurun bermukim di wilayah konservasi. Ketentuan Pasal 28, Ayat
geografis tertentu karena adanya ikatan (3), huruf b, menyatakan bahwa
pada asal-usul leluhur, adanya kawasan konservasi diselenggarakan
hubungan yang kuat dengan sumber untuk melindungi wilayah yang diatur
daya P3K, serta adanya sistem nilai oleh adat tertentu. Pernyataan
yang menentukan. Pengertian “melindungi wilayah yang diatur adat”,
masyarakat lokal, yaitu kelompok seharusnya diikuti juga dengan
masyarakat yang menjalankan tata pengaturan akses pemanfaatan oleh
kehidupan sehari-hari berdasarkan masyarakatnya. Ketiadaan pengaturan
kebiasaan yang diterima sebagai nilai mengenai pemanfaatan tersebut,
yang berlaku umum, tetapi tidak menunjukkan bahwa pemerintah
sepenuhnya bergantung pada sumber kurang serius memperhatikan hak
daya P3K tertentu. Cakupan materi UU masyarakat adat. Pasal ini secara tidak
No. 27/2007, secara umum belum langsung justru akan mengancam
memberikan ruang kepada masyarakat kehidupan masyarakat adat, karena
adat untuk mendapatkan manfaat atas telah membatasi ruang otoritas
pengelolaan P3K. UU ini terlihat kehidupan serta sumber mata
mempunyai tendensi keberpihakan pencaharian mereka. Materi UU No.
kepada pengusaha dan menjadi 27/2007, sama sekali tidak menyentuh
peluang yang menjanjikan, khususnya persoalan pemberian jaminan terhadap
bagi perusahaan yang bergerak di tanah adat yang dijadikan kawasan
bidang perikanan. konservasi.
Pengaturan yang berkaitan
dengan peran masyarakat adat secara 2. P e n g a t u r a n K o n s e r v a s i
langsung dalam mengelola kawasan Berdasarkan PP No. 60/2007
konservasi menurut UU No. 27/2007, Pembentukan PP No. 60/2007,
terdapat di dalam Pasal 28, Ayat (7) dilatarbelakangi bahwa tantangan
sebagia berikut: dalam proses pembangunan nasional
secara keseluruhan adalah
(7) P e n g u s u l a n k a w a s a n meningkatnya jumlah penduduk, yang
konservasi sebagaimana menuntut adanya pemenuhan berbagai
dimaksud pada ayat (3) kebutuhan dasar. Kondisi tersebut
dapat dilakukan oleh mengakibatkan pembangunan berjalan
perseorangan, kelompok dengan cepat dan secara bersamaan
masyarakat, dan/atau oleh telah menyebabkan penurunan
pemerintah/pemerintah populasi, khususnya sumber daya ikan.
daerah, berdasarkan ciri Berdasarkan hal itu, pemerintah
khas kawasan yang menyusun dan mengeluarkan PP No.
ditunjang dengan data dan 60/2007, yang merupakan bentuk
informasi ilmiah. pelaksanaan amanat Pasal 13, UU
31/2004:
Materi pasal tersebut, memberi (1) Dalam rangka pengelolaan
peran kepada masyarakat adat hanya sumber daya ikan,
sebatas pengusulan wilayah yang akan dilakukan upaya konservasi

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012 213


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

ekosistem, konservasi jenis mengelola sumber daya ikan, yang


ikan, dan konservasi berpedoman pada UU No. 45/2009. PP
genetika ikan. No. 60/2007, tidak mencantumkan
(2) Ketentuan lebih lanjut pasal Pasal 33, Ayat (3), UUD '45, pada
mengenai konservasi bagian mengingat, lebih dikarenakan
ekosistem, konservasi jenis bahwa PP ini merupakan produk
ikan, dan konservasi turunan UU No. 45/2009, sehingga
genetika ikan sebagaimana secara tidak langsung akan mengikuti
dimaksud pada ayat (1) produk hukum di atasnya.
diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Penataan Ruang Wilayah Konservasi
Penataan ruang konservasi
Produk hukum dalam bentuk berdasarkan ketentuan PP No. 60/2007,
peraturan teknis sangat penting untuk dapat dilihat pada Tabel 2.
penataan regulasi di lapangan guna
Tabel 2. Penataan Ruang Konservasi Sumber Daya Ikan
Pengelolaan Konservasi Sumber Daya Ikan
Wilayah Ruang Lingkup

Konservasi oleh pemerintah - Perairan laut di luar 12 mil laut, yang diukur dari garis pantai ke
arah laut lepas dan/atau ke arah perairan pulau
- Perairan yang berada dalam wilayah kewenangan pengelolaan lintas
provinsi atau perairan yang memiliki karakteristik tertentu

Konservasi oleh pemerintah - Perairan laut paling jauh 12 mil laut, yang diukur dari garis pantai
provinsi ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan pulau
- Kawasan konservasi perairan yang berada dalam wilayah
kewenangan pengelolaan lintas kabupaten/kota

Konservasi oleh pemerintah - Perairan laut 1/3 dari wilayah kewenangan pengelolaan provinsi
kabupaten/kota - Perairan payau dan/atau perairan tawar yang berada dalam wilayah
kewenangannya
Sumber: PP No. 60/2007

Tabel 2, menunjukkan bahwa tata Paradigma Konservasi


ruang konservasi yang dilakukan oleh Pemahaman kawasan
pemerintah terhadap perairan yang konservasi perairan menurut PP No.
memiliki karakteristik tertentu, 60/2007, mempunyai dua hal penting
merupakan perairan: (a) memiliki nilai yang menjadi paradigma baru dalam
serta kepentingan konservasi nasional pengelolaan konservasi. Pertama,
dan/atau internasional; (b) secara kawasan konservasi perairan dikelola
ekologi bersifat lintas negara; (c) menggunakan sistem zonasi (zona inti,
mancakup habitat dan daerah ruaya zona perikanan berkelanjutan, zona
ikan; (d) memiliki potensi sebagai pemanfaatan, dan zona lainnya).
warisan alam dunia. Kedua, kewenangan pengelolaan
kawasan konservasi menjadi
kewenangan pemerintah pusat. PP No.

214 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

60/2007, memberikan ruang kepada konservasi ekosistem atau habitat ikan,


pemerintah daerah untuk melakukan termasuk pengembangan kawasan
pengelolaan teknis kawasan konservasi konservasi perairan. Konteks materi
di wilayah otonominya. Hal ini sejalan ini, memahami kawasan konservasi
dengan mandat UU No. 32 Tahun 2004 perairan sebagai bagian konservasi
tentang Pemerintahan Daerah terkait ekosistem untuk menjamin
pengaturan pengelolaan wilayah laut pemanfaatan berkelanjutan, serta
dan konservasi. Pengaturan zona terpeliharanya keanekaragaman
menurut PP No. 60/2007, serta genetik ikan. Pemberian jaminan ini
perkembangan desentralisasi dalam sangat diperlukan, mengingat tidak
pengelolaan kawasan konservasi, telah semua wilayah konservasi tidak
memberikan tempat adanya akses berpenghuni. Pihak yang paling
nelayan untuk lebih terlibat. dirugikan menyangkut tanah ini, adalah
Wilayah pemanfaatan masyarakat adat itu sendiri sebagai
perikanan oleh masyarakat di kawasan pemilik hak yang sah. Ketentuan PP
konservasi melalui pengaturan zona, No. 60/2007, tidak memberikan
berguna bagi terciptanya sumber daya pengertian khusus mengenai
ikan yang berkelanjutan. Sistem zonasi masyarakat adat, namun mengatur
merupakan bentuk rekayasa teknik keterlibatan masyarakat adat di dalam
pemanfaatan ruang, melalui penetapan Pasal 18, Ayat (1):
batas fungsional sesuai dengan potensi
sumber daya, daya dukung, dan proses (1) P e m e r i n t a h atau
ekologis sebagai kesatuan ekosistem. pemerintah daerah sesuai
Pengelolaan kawasan konservasi oleh kewenangannya dalam
pemerintah melalui kemitraan, dapat mengelola kawasan
dilakukan antara unit organisasi konservasi perairan
pengelola dengan kelompok sebagaimana dimaksud
masyarakat dan/atau masyarakat adat, dalam Pasal 15 ayat (1)
lembaga swadaya masyarakat, dapat melibatkan
korporasi, lembaga penelitian, maupun masyarakat melalui
perguruan tinggi. Derivasi PP No. kemitraan antara unit
60/2007, ditindaklanjuti dengan o rg a n i s a s i p e n g e l o l a
diterbitkannya Peraturan Menteri dengan kelompok
Kelautan dan Perikanan No.: masyarakat dan/atau
Per.17/Men/2008, tentang Kawasan masyarakat adat, lembaga
Konservasi di Wilayah P3K dan swadaya masyarakat,
Peraturan Menteri Kelautan dan korporasi, lembaga
Perikanan No.: Per.02/Men/2009, penelitian, maupun
tentang Tata Cara Penetapan Kawasan perguruan tinggi.
Konservasi Perairan.
Materi pasal tersebut,
Keterlibatan Masyarakat Adat/Lokal menunjukkan keraguan untuk
Mengelola Wilayah Konservasi melibatkan masyarakat adat dalam
Secara global materi PP No. mengelola kawasan konservasi.
60/2007, mengatur upaya pengelolaan Konotasi “dapat melibatkan”,

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012 215


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

menimbulkan penafsiran bahwa 20, 21, dan 33, Ayat (3) UUD '45, serta
masyarakat adat bisa dilibatkan memperbaiki kekurangan atas UU
mengelola kawasan konservasi, dan 31/2004, tentang Perikanan.
juga bisa tidak dilibatkan. PP No. Pencantuman ketiga pasal pada bagian
60/2007, secara tidak langsung dapat komparisi ”mengingat”, mempunyai
dikatakan menutup keikutsertaan maksud agar UU ini tetap pada koridor
masyarakat adat dalam mengelola kewenangannya, sehingga seluruh
kawasan konservasi. Pemanfaatan syarat dan ketentuan yang diatur di
yang diatur di dalam PP No. 60/2007, dalamnya mendukung tujuan yang
tidak sedikitpun membahas mengenai ingin dicapai. Menurut Siombo (2008),
hak masyarakat adat. Penggunaan kata salah satu pertimbangan dibentuknya
“orang atau masyarakat” pada materi UU yang mengatur perikanan, adalah
PP No. 60/2007, dapat ditafsirkan bahwa pegelolaan sumber daya ikan
bahwa pemanfaatan kawasan perlu dilakukan sebaik-baiknya
konservasi bisa dilakukan oleh semua berdasarkan keadilan dan pemerataan
orang atau seluruh masyarakat yang dalam pemanfaatannya. UU No.
tinggal di wilayah Indonesia. 45/2009, menekankan kepada
Penekanan ketentuan izin bagi setiap perluasan kesempatan kerja dan
orang untuk memanfaatkan sumber peningkatan taraf hidup nelayan,
daya pada kawasan konservasi menurut pembudidaya ikan, para pihak yang
PP No. 60/2007, tidak relevan terkait dengan kegiatan perikanan,
diperuntukkan bagi masyarakat adat serta pembinaan kelestarian sumber
yang memang sudah jelas memiliki hak daya ikan dan lingkungannya.
atas wilayah tersebut. Materi ketentuan UU No.
Pemberian izin pemanfaatan 45/2009, mensyaratkan pemerintah
o l e h m e n t e r i , g u b e r n u r, d a n menjaga ketersediaan sumber daya
bupati/pejabat yang ditunjuk sesuai ikan dan berkewajiban meningkatkan
kewenangannya, menunjukkan kesejahteraan masyarakat nelayan.
kompleksitas budaya birokrasi Lahirnya UU No. 45/2009 merupakan
Indonesia yang berbiaya mahal. bentuk revisi atas UU No. 31/2004,
Diterbitkannya PP ini, justru yang mengatur sektor perikanan. Masa
memperlihatkan keinginan pemerintah berlaku UU No. 31/2004 yang relatif
untuk memberikan peluang pengusaha pendek, memberikan penafsiran bahwa
dengan modal besar, guna mendapat UU ini tidak mampu menjangkau
manfaat atas kawasan konservasi yang permasalahan perikanan secara
ditetapkan. PP ini juga menonjolkan holistik, sehingga perlu cepat
mengenai kegiatan pemanfaatan untuk dilakukan perubahan. Menurut Ann
wisata, sedangkan kegiatan yang dan Robert Seidmen dalam Siombo
dilakukan oleh masyarakat adat tidak (2008), terkadang perancangan
diatur. kebijakan publik serta pemberlakuan
UU hanya untuk tujuan simbolis, tanpa
3. P e n g a t u r a n K o n s e r v a s i berusaha memikirkan bagaimana
Berdasarkan UU No. 45/2009 pelaksanaannya kelak dan persoalan
Lahirnya UU No. 45/2009, yang akan muncul di kemudian hari.
dilatarbelakangi oleh ketentuan Pasal

216 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

UU pada prinsipnya hanya Penataan Ruang Wilayah Konservasi


mengatur hal yang pokok saja, tidak Tata ruang merupakan wujud
kaku, dan dibuat untuk masa berlaku struktural dan sebagai pola
yang panjang. Pencantuman Pasal 33, pemanfaatan ruang, baik yang
Ayat (3), UUD 1945, pada bagian direncanakan maupun tidak. Tujuan
mengingat UU No. 45/2009, penataan ruang adalah pemanfaatan
menunjukkan bahwa pasal tersebut ruang yang bersifat aman, nyaman,
selalu dijadikan rujukan untuk produktif, dan berkelanjutan. Sifat
membangun kelautan dan perikanan aman, nyaman, produktif, dan
selama ini. Konsepsi mengenai bumi, berkelanjutan, adalah arti utama dari
air, dan kekayaan yang terkandung di ruang atau tata lingkungan yang
dalamnya dikuasai oleh negara dan berkualitas. Kebijakan tata ruang
digunakan untuk kemakmuran rakyat, hendaknya berwawasan sosiologis,
kenyataannya belum mampu yakni nilai adat istiadat, agama, dan
mensejahterakan masyarakat. nilai yang hidup dalam masyarakat
Penekanan terhadap pemahaman “hak (Siahaan, 2009). Penataan ruang
penguasaan oleh negara” sangat konservasi dalam UU No. 45/2009,
ditonjolkan oleh pembuat kebijakan, tidak diatur secara tegas mengenai
dan memberikan kesan bahwa SDA batas wilayahnya, akan tetapi secara
yang ada di Indonesia menjadi milik global UU ini dapat menjadi panduan
negara secara mutlak. yuridis formal.
Tanah dengan status adat atau Pengaturan wilayah
di bawah kekuasaan masyarakat adat pengelolaan konservasi sumber daya
yang banyak dikenal di Indonesia sejak ikan menurut UU No. 45/2009, hanya
zaman Kolonial Belanda, dapat sebatas pemberian kewenangan kepada
menjadi hapus apabila negara pemerintah untuk menetapkan suatu
menghendakinya. Pasal 33 ayat (3), kawasan konservasi. Hal ini
lebih menekankan pada “pemanfaatan” dikarenakan UU No. 45/2009,
bagi kesejahteraan masyarakat dan merupakan induk hukum yang
perhatian terhadap upaya perlindungan pelaksanaan pengaturan teknisnya,
belum tercermin secara eksplisit ditetapkan di dalam peraturan setingkat
maupun implisit. UUD 1945, setelah di bawah UU. Menurut Satjipto
melalui beberapa kali amandemen Rahardjo dalam Siombo (2008), ciri
tidak menunjukkan adanya sumber hukum utama (perundang-
peningkatan kesejahteraan masyarakat undangan), yaitu: (a) bersifat umum
secara umum. Pasal 33 (3), yang dan komprehensif; (b) universal; (c)
tercantum di dalam batang tubuh UUD memiliki kekuatan untuk mengoreksi
1945, tidak memberikan penjelasan dan memperbaiki dirinya sendiri,
mengenai makna setiap kalimatnya. karena selalu terdapat klausul yang
Hal ini menyebabkan substansi memungkinkan dilakukannya
terhadap pasal tersebut, dapat peninjauan kembali.
menimbulkan pemahaman yang
berbeda. Paradigma Konservasi
Materi kewenangan
pengelolaan kawasan konservasi

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012 217


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

berdasarkan UU No. 45/2009, tidak ketentuan UU No. 45/2009, sebagai


sepenuhnya dikendalikan oleh kebijakan publik seharusnya sudah
pemerintah pusat. Pemerintah pusat dapat merubah paradigma sistem
mempunyai kewenangan untuk pengelolaan kawasan konservasi di
menetapkan kawasan konservasi, masa lalu menuju ke arah yang lebih
memfasilitasi, dan berkewajiban baik. Menurut Rogene A. Bucholz
membantu daerah mengembangkan dalam Madani (2011), kebijakan
potensinya. UU ini secara umum publik mengacu kepada apa yang
berupaya memberikan ruang kepada pemerintah secara nyata lakukan,
masyarakat untuk berperan aktif dalam bukan sekedar pernyataan atau sasaran
perencanaan, pelaksanaan, serta tindakan yang diinginkan.
pengawasan pengelolaan sumber daya Identifikasi perubahan
ikan secara berkelanjutan di kawasan paradigma konservasi yang lama dan
konservasi. Keseluruhan materi baru, dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Identifikasi Perubahan Paradigma Konservasi


Indikator Perubahan Paradigma Lama Paradigma Baru

Arti dan fungsi konservasi Hanya sebagai perlindungan Kawasan perlindungan


keanekaragaman SDA keanekargaman SDA yang
memiliki fungsi sosial, ekonomi,
dan budaya jangka panjang, guna
mendukung pembangunan yang
berkesinambungan

Pengambilan keputusan Top -down Bottom-up (paticipatory)


(kebijakan)

Pengelolaan/Management Pengelolaan berbasis pemerintah Pengelolaan berbasis multi pihak


atau berbasis masyarakat

Pelayanan Birokratis-normatif Profesional, responsif, fleksibel,


dan netral

Tata pemerintahan Sentralistis/Centralized Desentralistis

Peranan pemerintah Penyedia Fasilitator

Sumber: Setyowati et al. (2008)

Pemahaman paradigma pengelolaan dalam koridor kawasan,


konservasi berdasarkan Tabel 3, memerlukan suatu perubahan
menunjukkan bahwa pemanfaatan paradigma terhadap fungsi
kawasan konservasi saat ini, diarahkan ditetapkannya wilayah untuk
untuk mengakomodir kepentingan konservasi. Secara umum UU No.
bangsa dan seluruh masyarakat 45/2009, telah berusaha untuk merubah
Indonesia, serta memberikan manfaat cara pandang pengelolaan konservasi
secara adil dan bijaksana. Pelaksanaan ke arah yang lebih baik. Perubahan cara

218 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

pandang tersebut, perlu diikuti dengan langsung mengatur masyarakat


penataan kembali regulasi dan sistem adat/lokal dalam pengelolaan kawasan
kategori/klasifikasi kawasan, yang konservasi, materinya dapat dijadikan
dapat menjembatani kepentingan dasar untuk mengaturnya. Substansi
pemahaman konservasi secara lebih materi Pasal 6 mengatur ketentuan
a
moderat. Menurut Rahardjo (2010), yang normatif, dimana memang sudah
dewasa ini hukum tidak lagi melihat ke seharusnya pengelolaan perikanan
belakang, melainkan ke depan dengan mengacu kepada aturan/kebiasaan
cara banyak melakukan perubahan yang menjadi hukum adat/kearifan
terhadap keadaan kini menuju ke masa lokal, serta memperhatikan peran serta
depan yang dicita-citakan. masyarakat lokal. Ketentuan Pasal 6
maupun penjelasannya, secara tidak
Keterlibatan Masyarakat Adat/Lokal langsung justru mengurangi peran
Mengelola Wilayah Konservasi masyarakat lokal untuk mendapatkan
Suatu peraturan yang disahkan, manfaat dengan adanya kawasan
memiliki fokus pada implikasi konservasi. Materi Pasal 6, Ayat (2),
pelaksanaannya sebagai titik temu h an y a memb erikan p en ekanan
berbagai perbedaan yang ada. Pasal 6, terhadap pengelolaannya, dan bukan
UU No. 45/2009, menyebutkan: terhadap pemanfaatannya.
Pengelolaan perikanan akan
(1) Pengelolaan perikanan jauh lebih penting, apabila masyarakat
dalam wilayah pengelolaan lokal dilibatkan secara nyata dan
perikanan Republik mendapatkan manfaat atas adanya
Indonesia dilakukan untuk wilayah konservasi. Pasal 6, Ayat (2),
tercapainya manfaat yang menunjukkan keraguan materi
optimal dan berkelanjutan, pasalnya untuk mengikutsertakan
serta terjaminnya masyarakat lokal secara khusus. Pasal
kelestarian sumber daya 6 , Ay a t ( 1 ) , m e s k i p u n t e l a h
ikan. menyinggung mengenai manfaat, akan
(2) Pengelolaan perikanan tetapi hanya agar kelestarian sumber
untuk kepentingan daya ikan terjamin saja dan tidak
penangkapan ikan dan menerangkan siapa yang menjadi pihak
pembudidayaan ikan harus penerima manfaat tersebut. Pengertian
mempertimbangkan hukum “masyarakat” dalam pasal tersebut,
adat dan/atau kearifan lokal juga tidak merujuk khusus kepada
serta memperhatikan peran peran masyarakat lokal. Masyarakat
serta masyarakat. yang dimaksud, dapat diartikan bahwa
pengelolaan perikanan juga dapat
Penjelasan Pasal 6 secara tegas melibatkan masyarakat umum juga.
menyatakan, bahwa hukum adat Ketidaktegasan materi pasal
dan/atau kearifan lokal yang dijadikan tersebut, menimbulkan kesan bahwa
pertimbangan dalam pengelolaan pemerintah masih berat memberikan
perikanan, adalah yang tidak hak dan peran masyarakat lokal untuk
bertentangan dengan hukum nasional. terlibat langsung, khususnya sebagai
Pasal ini meskipun tidak secara penerima manfaat. H ukum dan

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012 219


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

keadilan masyarakat merupakan aktor/sejumlah aktor, yang pada


potensi kekuatan yang besar untuk bisa prinsipnya menjadi tanggung jawab
membantu pemerintah dalam negara, sebagai upaya mengatasi
menyelenggarakan keadilan bagi masalah dan meningkatkan
masyarakat (Sulistyowati dalam kesejahteraan masyarakat.
Cahyadi dan Danardono, 2009). Menurut Fermana (2009),
Menurut UU No. 45/2009, keterlibatan kebijakan publik yang memiliki nilai
dan peran serta masyarakat lokal dalam demokratis, hasilnya akan mempunyai
mengelola perikanan, hanya sebatas basis yang kuat dan mudah
terhadap seperangkat aturan diimplementasikan. Hal ini
adat/kearifan lokal yang mereka miliki dikarenakan, nilai demokrasi dalam
saja dan tidak menyinggung kebijakan publik membuat semua
masyarakat lokal sebagai subyek elemen masyarakat akan merasa
pengaturannya. Masyarakat lokal yang memiliki kebijakan itu. Pengembangan
hidup di sekitar kawasan konservasi, kebijakan sendiri harus bersifat bottom
merupakan bagian yang tidak up, berdasarkan karakteristik lokal,
terpisahkan dengan aturan mengakomodir kepentingan
adat/kearifan lokal yang berlaku. pemerintah daerah, serta masyarakat
setempat. Pengembangan kebijakan
4. Kebijakan Tata Kelola Kawasan perlindungan sumber daya,
Konservasi dalam UU No. membutuhkan adanya kewenangan dan
27/2007, PP No. 60/2007, dan UU tanggung jawab di dalam
pengelolaannya. Pemahaman
No. 45/2009
kewenangan dan tanggung jawab pada
Menurut Sulistiyono dan
konteks konservasi SDA, berhubungan
Rustamaji (2009), pembuatan
dengan perspektif publik.
peraturan diperlukan dalam rangka
Perspektif publik merupakan
menjamin konsistensi tindakan
salah satu komponen penting
administrasi, dimana kebutuhan akan
governance, yang berkaitan dengan
konsistensi ini berkaitan dengan salah
akuntabilitas publik. Upaya untuk
satu asas umum penyelenggaraan
menjamin prinsip akuntabilitas,
pemerintah yang layak, yaitu kepastian
memerlukan tata kelola pemerintahan
hukum. Kepastian hukum disahkannya
y a n g b a i k d a n t e r o rg a n i s a s i .
UU No. 27/2007, PP No. 60/2007, dan
Governance (tata kelola
UU No. 45/2009, sangat dibutuhkan
pemerintahan), merupakan proses
untuk memperhitungkan dan
penetapan, penerapan, dan penegakan
mengantisipasi resiko diberlakukannya
aturan main. Good governance
suatu peraturan sebagai kebijakan
haruslah memuat setidaknya tiga
publik. Kebijakan publik, adalah
komponen kunci: transparansi,
keputusan mengikat bagi orang banyak
partisipasi, dan akuntabilitas. Usaha
pada tataran strategis atau bersifat garis
penguatan good governance dalam
besar, yang dibuat oleh pemegang
kerangka konservasi SDA,
otoritas publik (Suharto, 2008).
mensyaratkan: (a) lembaga perwakilan
Kebijakan publik merupakan sasaran
rakyat yang mampu menjalankan
yang terarah untuk diikuti oleh
fungsi kontrol yang efektif terhadap

220 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

tata kelola pemerintahan; (b) Kritik yang muncul terhadap


pengadilan yang independen, mandiri, keseriusan pemerintah dalam
bersih, dan profesional, khususnya mengelola kawasan konservasi,
dalam rangka penegakan hukum; (c) disebabkan karena berbagai kebijakan
aparatur pemerintahan (birokrasi) yang yang ada justru memberi legitimasi
profesional dan memiliki integritas; (d) eksploitasi SDA, sementara upaya
masyarakat peduli konservasi SDA, konservasi bukan merupakan prioritas
yang mampu melaksanakan fungsi yang setara. Kenyataan tersebut
kontrol publik; (e) terjadinya menimbulkan kesan, bahwa kebijakan
desentralisasi pusat terhadap tata kelola dan peraturan yang berkaitan dengan
konservasi SDA ke tingkat pengelolaan kawasan konservasi,
kabupaten/kota, maupun ke hanya sebagai aturan pelengkap saja
pemerintahan desa dan kelurahan dan bukan berperan sebagaimana misi
(Setyowati et al., 2008). sebenarnya. Menururt Islamy (2004),
Keberadaan proses yang kebijakan sebagai instrumen
demokratis mengharuskan adanya pengelolaan pemerintahan, merupakan
prinsip akuntabilitas, agar peraturan mata rantai utama dalam
perundangan dapat mengakomodir operasionalisasi fungsi
kepentingan masyarakat setempat, kepemerintahan. Sebagai mata rantai
komprehensif, terintegrasi, konsisten, utama, jika kebijakan itu keliru atau
serta tidak tumpang tindih (baik tidak tepat dalam menangani persoalan
peraturan vertikal maupun horizontal). pembangunan suatu wilayah,
Konteks pemanfaatan kekayaan SDA konsekuensinya adalah kegagalan
di Indonesia, masih sering pemerintah sebagai fungsi
menimbulkan ketidakharmonisan implementatif. Persoalan mendasar
antara pemerintahan, masyarakat, dan pengelolaan konservasi adalah adanya
b
swasta. Menurut Rahardjo (2009), ego sektoral otoritas pemangku
problema hukum yang sering dihadapi kepentingan; bentuk pengelolaan yang
saat ini adalah bahwa kandungan nilai belum seluruhnya mengakomodir
dalam hukum yang dipakai (hukum peran masyarakat sebagai kekuatan riil
modern), tidak sama dengan yang ada dan potensial di lapangan; serta masih
dalam masyarakat. Hal ini lemahnya penegakan hukum.
menyebabkan perilaku substantif Menurut Utsman (2009), kalau
dengan berlakunya suatu peraturan kita mau melihat bagaimana bangunan
sebagai kebijakan publik, mempunyai hukum, maka bagian yang tidak
pemahaman sistem nilai yang berbeda terpisahkan adalah penegakan hukum.
antara pemerintah, masyarakat, Lemahnya penegakan hukum dalam
maupun swasta. Sejak otonomi bergulir pengelolaan kawasan konservasi saat
telah terjadi tumpang tindih ini, menyebabkan kebijakan yang
kewenangan serta peraturan antara dikeluarkan pemerintah belum dapat
pemerintah pusat dan daerah, antara menjamin kepastian hukum dan
sektor yang satu dan sektor lainnya, penegak hak masyarakat. Kelemahan
antara kebutuhan umum dan dalam kepastian hukum telah
masyarakat tertentu di suatu lokasi. menyebabkan pemberdayaan kawasan
konservasi selama ini dirasakan belum

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012 221


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

optimal, dan masih memerlukan Kondisi ini disebabkan kawasan


kerjasama lembaga terkait. Setiap konservasi merupakan bagian SDA,
lembaga pada dasarnya mempunyai sehingga hukum konservasi pada
karakteristik yang berbeda, namun dasarnya merupakan bagian kebijakan
antara satu dan yang lainnya saling dan hukum pengelolaan SDA.
menunjang (komplementer). Tata Pengelolaan sumber daya dan
kelola kawasan konservasi selama ini, ekosistem secara efisien, pada dasarnya
belum ada kejelasan mengenai menjadi bagian integral program
formulasi kewenangan dan tanggung pembangunan berkelanjutan. Menurut
jawab antara instasi pemerintah terkait. Dahuri et al. (2008), secara garis besar
Tanggung jawab sebuah dimensi konsep pembangunan
institusi pengelola konservasi, sering berkelanjutan salah satunya adalah
tidak sejalan dengan kapasitas hukum. Pembangunan berkelanjutan
organisasi yang dimiliki. Implikasi menurut Lubchenco dkk. dalam
permasalahan governance Indrawan et al. (2007), berupa
menegaskan, adanya persoalan pembangunan yang sesuai dengan
kebijakan pengelolaan kawasan kebutuhan manusia, baik sekarang
konservasi. Persoalan tersebut, terlihat maupun di masa mendatang, tanpa
pada hilangnya beberapa komponen merusak lingkungan atau
penting governance dalam prosesi keanekaragaman hayati.
pengelolaan kawasan konservasi. Hart Hukum pada hakekatnya,
(2010), mengungkapkan bahwa merupakan bagian sistem sosial yang
ketidaksanggupan memenuhi syarat ada pada masyarakat dan merupakan
peraturan mengakibatkan apa yang satu kesatuan yang tidak bisa
dilakukan menjadi tidak efektif. dipisahkan. F. C. von Savigny dalam
Kebijakan tata ke lola kawasan Samidjo (1986), mengemukakan
konservasi melalui otoritas bahwa hukum tidak dapat dibuat,
(Kementerian Kelautan dan terkecuali terjadi atau diproses
Perikanan/KKP), belum mampu bersama-sama dengan masyarakat.
menjadikan UU No. 27/2007, PP No. Hukum juga mengatur perilaku
60/2007, dan UU No. 45/2009, sebagai manusia dalam memanfaatkan sumber
landasan yuridis guna menjaga potensi daya, agar selaras dan serasi dengan
sumber daya kelautan dan perikanan. lingkungan. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan, adalah dengan
5. Kelemahan UU No. 27/2007, PP membentuk suatu wilayah konservasi
No. 60/2007, dan UU No. 45/2009 secara bertanggung jawab.
dalam Mengakomodasi Pengelolaan konservasi memerlukan
dasar hukum dan pengaturan yang
Pengelolaan Konservasi
jelas, tegas, menyeluruh, demi
terciptanya kepastian hukum.
Terminologi Konservasi Pengaturan konservasi
Secara umum, kebijakan yang
terhadap keberlanjutan sumber daya
berkaitan dengan pengelolaan SDA
kelautan dan perikanan di Indonesia,
tidak dapat dipisahkan dengan
diantaranya diatur di dalam UU No.
pengelolaan kawasan konservasi.

222 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

27/2007, PP No. 60/2007, dan UU No. berdasarkan ketiga produk hukum


45/2009. Terminologi konservasi tersebut, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Terminologi Konservasi Menurut UU No. 27/2007, PP No. 60/2007,


dan UU No. 45/2009
UU No. 27/2007 PP No. 60/2007 UU No. 45/2009

Konservasi wilayah P3K: upaya Konservasi sumber daya ikan: Konservasi sumber daya ikan:
perlindungan, pelestarian, dan upaya perlindungan, pelestarian upaya perlindungan, pelestarian
pemanfaatan wilayah pesisir dan dan pemanfaatan sumber daya dan pemanfaatan sumber daya
pulau-pulau kecil serta ikan, termasuk ekosistem, jenis, ikan, termasuk ekosistem, jenis,
ekosistemnya untuk menjamin dan genetik untuk menjamin dan genetik untuk menjamin
keberadaan, ketersediaan, dan keberadaan, ketersediaan, dan keberadaan, ketersediaan, dan
kesinambungan sumber daya kesinambungannya dengan tetap kesinambungannya dengan tetap
pesisir dan pulau-pulau kecil memelihara dan meningkatkan memelihara dan meningkatkan
dengan tetap memelihara dan kualitas nilai dan keanekaragaman kualitas nilai dan keanekaragaman
meningkatkan kualitas nilai dan sumber daya ikan sumber daya ikan
keanekaragamannya
Sumber: UU No. 27/2007, PP No. 60/2007, dan UU No. 45/2009

Ketiga terminologi pada Tabel 4, telah kesuburan tanah, bisa juga berfungsi
menjadikan keberadaan wilayah sebagai habitat bagi sumber daya ikan,
konservasi dalam program demikian juga sebaliknya. Sistem
pembangunan wilayah kelautan dan klasifikasi kawasan konservasi
perikanan menjadi penting, sebagai menurut ketiga peraturan tersebut,
penunjang kehidupan masyarakat secara umum kurang mangakomodir
secara menyeluruh dan berkelanjutan. permasalahan terhadap fungsi serta
Konteks terminologi konservasi tujuan tersebut. Pengertian yang
berdasarkan UU No. 27/2007, PP No. dikemukakan ketiga peraturan
60/2007, serta UU No. 45/2009, tersebut, belum dapat memberikan
menunjukkan adanya kesamaan tata kejelasan pemahaman konservasi yang
bahasa, terutama pada PP No. 60/2007 digunakan untuk menamakan kategori
dan UU No. 45/2009. maupun tujuannya, serta
Perbedaan fundamental menggambarkan arti konservasi yang
dengan UU No. 27/2007, terlihat dalam tepat secara bahasa dan ekologi.
objek yang diaturnya saja, yaitu
wilayah P3K. Kemiripan pengertian Peran Masyarakat Adat/Lokal dalam
tersebut, bisa menyebabkan kesulitan Pengelolaan Wilayah Konservasi
untuk membedakan maupun Masyarakat lokal berbasis
memahami maksudnya. Kesulitan sejarah, menunjukkan bahwa
memberikan definisi konservasi, lebih penguasaan mereka atas kawasan telah
dikarenakan secara alami setiap mengaplikasikan sistem pengelolaan
kategori kawasan konservasi pada dan tatanan konservasi sendiri. Bukti
dasarnya memiliki banyak fungsi dan atas tatanan tersebut, terlihat dalam
tujuan. Sebagai contoh, suatu wilayah sejumlah aturan dan praktek lokal yang
yang memiliki fungsi pokok sebagai masih ditaati. Konservasi berbasis
pengatur tata air dan pemelihara masyarakat, dapat dikatakan sebagai

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012 223


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

upaya mempertemukan antara tuntutan kawasan konservasi di Indonesia, pada


ekonomi dan kepentingan lingkungan umumnya selalu bersinggungan
hidup. Upaya konservasi SDA yang dengan kehidupan masyarakat sekitar.
dilakukan oleh masyarakat Materi pasal UU No. 27/2007, PP No.
sesungguhnya telah berkembang sejak 60/2007, dan UU No. 45/2009, belum
lama, khususnya pada masyarakat yang terlihat memberikan peluang kepada
memiliki pengetahuan lokal. masyarakat adat untuk terlibat dalam
Pengetahuan lokal, merupakan memanfaatkan hasil di dalam kawasan
pengetahuan yang dikembangkan oleh konservasi. Menurut Sulistyowati
suatu komunitas masyarakat selama dalam Cahyadi dan Danardono (2009),
berabad-abad. masyarakat juga memiliki mekanisme
Salah satu kelompok dan kapasitas untuk menciptakan
masyarakat yang mempunyai hukum dan keadilannya sendiri.
kepentingan terhadap sumber daya Hukum negara bukanlah satu-satunya
perikanan di kawasan konservasi, acuan yang memonopoli perilaku
adalah masyarakat adat atau juga masyarakat. Terdapat banyak acuan
dikenal dengan masyarakat lokal. hukum lain yang justru lebih bekerja
Masyarakat adat menurut Konvensi secara sinergis dalam kehidupan
ILO, diartikan sebagai masyarakat sehari-hari, yang berakar pada budaya
yang berdiam di negara yang merdeka, hukum masyarakat yang lekat dengan
dimana kondisi sosial, kultural, serta agama, adat, kebiasaan, dan
ekonominya membedakan mereka kesepakatan sosial lain.
dengan bagian masyarakat lain di Keberadaan masyarakat lokal,
negara tersebut dan yang statusnya menjadi salah satu unsur paling penting
diatur, baik seluruhnya maupun guna mengatur pengelolaan kawasan
sebagian oleh adat dan tradisi konservasi. Sudut pandang antara
masyarakat adat tersebut atau dengan pemerintah dengan masyarakat yang
hukum serta peraturan khusus tinggal di sekitar kawasan konservasi,
(Sembiring et al., 2011). Alokasi, sampai saat ini masih ada perbedaan.
akses, dan kontrol terhadap Menurut Satria (2009), tidak
pengelolaan kawasan konservasi yang berjalannya peraturan perundangan
ditetapkan pemerintah berlandaskan yang berlaku selama ini disebabkan
ilmu pengetahuan modern, berbeda tidak diakomodasikannya aspirasi
dengan pemahaman masyarakat. masyarakat dan aturan lokal.
Pengetahuan lokal yang dimiliki Pembatasan ruang gerak masyarakat
masyarakat terhadap wilayahnya, adat bisa menjadi sumber konflik,
merupakan hasil konstruksi sosial apabila tidak ada upaya pemerintah
masyarakat dengan ekosistem di untuk memperbaikinya secara
c
sekitarnya. bijaksana. Menurut Rahardjo (2010),
Pengetahuan lokal tersebut produk legislasi yang sudah tentu
dijadikan landasan dalam mempunyai maksud dan tujuan yang
mengalokasikan, mengakses, dan mulia, pada waktu dilaksanakan justru
mengontrol SDA yang ada dalam dapat menimbulkan distorsi pada
kawasan konservasi. Situasi ini struktur masyarakat yang telah mapan.
menyebabkan, wilayah yang dijadikan

224 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

Kenyataan yang harus dijaga terakomodir dalam ruang, peran, dan


dan dipahami secara holistik, bahwa manfaat akan adanya konservasi.
masyarakat sekitar (adat/lokal) secara Pengembangan dan pembuatan
historis sudah terlibat dengan sumber peraturan perundangan pada masa
daya wilayahnya, dan sekarang, harus mempunyai arah pada
menggantungkan hidupnya untuk pendekatan dan proses yang
kebutuhan sehari-hari pada sumber demokratis, terbuka, serta dapat
tersebut. Santosa dalam Sembiring et diakses oleh masyarakat. Menurut
al. (2011), menyebutkan peran serta Sembiring et al., (2011), kondisi ini
masyarakat dalam pengelolaan menuntut adanya pemberian peluang
kawasan konservasi, mempunyai terhadap peran serta (khususnya
manfaat: (a) sebagai proses pembuatan masyarakat adat/lokal) dalam konsep
suatu kebijakan, karena masyarakat perencanaan, pelaksanaan, monitoring,
merupakan kelompok yang berpotensi hingga evaluasi.
menanggung konsekuensi suatu
kebijakan, serta memiliki hak untuk Kepentingan dalam Pengelolaan
dikonsultasi (rights to consult); (b) Konservasi
sebagai suatu strategi, dimana melalui Pembuatan kebijakan
peran serta masyarakat suatu kebijakan diperlukan dalam rangka menjamin
pemerintah akan mendapatkan konsistensi tindakan administrasi
dukungan, sehingga keputusan tersebut (Yuswanto, 2011). Materi ketentuan
memiliki kredibilitas (credible); (c) UU No. 27/2007, PP No. 60/2007, dan
sebagai alat komunikasi bagi UU No. 45/2009, memberikan kesan
pemerintah – yang dirancang untuk bahwa pemerintah (KKP) masih
melayani masyarakat – untuk terlihat setengah hati untuk
mendapatkan masukan dan informasi mengembangkan desentralisasi. Hal ini
dalam pengambilan keputusan, terlihat, dengan adanya peran
sehingga melahirkan keputusan yang pemerintah sebagai otoritas tertinggi
responsif; (d) peran serta masyarakat untuk melakukan pengelolaan. Peran
dalam penyelesaian sengketa atau pemerintah daerah meskipun sudah
konflik, didayagunakan sebagai suatu diatur, masih belum terlihat jelas
cara untuk mengurangi atau meredakan pengaturan tata kelolanya di lapangan
konflik. dan pembagian hak atas wilayah yang
Luasnya wilayah sebaran telah dijadikan kawasan konservasi.
kawasan konservasi, terbatasnya Pemberian kewenangan kepada
sumber daya (manusia, dana, dan pemerintah daerah juga dapat
fasilitas), serta beragamnya ancaman memunculkan konflik baru
terhadap kawasan konservasi, pengelolaan kawasan konservasi,
membutuhkan adanya kemitraan karena adanya kepentingan yang
(masyarakat adat/lokal) untuk berbeda. Kepentingan pemerintah
melaksanakan pengelolaannya. Materi untuk menetapkan suatu wilayah
ketentuan UU No. 27/2007, PP No. menjadi kawasan konservasi, sampai
60/2007, dan UU No. 45/2009, saat ini masih mempunyai perbedaan
menunjukkan keterlibatan masyarakat dengan daerah.
adat/lokal secara langsung belum

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012 225


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

Pengelolaan kawasan mempertahankan lingkungan dan yang


konservasi, pada hakikatnya tampak justru sebaliknya:
merupakan salah satu aspek kemerosotan. Akar berbagai persoalan
pembangunan yang berkelanjutan serta dan konflik mengenai pengelolaan
berwawasan lingkungan. Otoritas kawasan konservasi, yaitu
daerah melalui pemerintahannya ketidakadilan dalam alokasi SDA itu
sebagai pemilik wilayah, sendiri. Penetapan wilayah untuk
menginginkan wilayahnya bisa menjadi kawasan konservasi sampai
dimanfaatkan secara optimal saat ini, masih terkesan adanya nuansa
untuk pembangunan. Menurut politis. Muatan materi UU No.
Setyowati et al. (2008), penyebab 27/2007, PP No. 60/2007, dan UU No.
perbedaan kepentingan tersebut, antara 45/2009, masih terlihat bersifat
lain dapat disebabkan oleh: (a) mendua, dimana pemerintah (KKP) di
pemerintah daerah tidak bisa satu sisi berupaya untuk melindungi
berinvestasi dan mengalami kendala kawasan tertentu, namun di sisi lain
dalam membangun infrastruktur di membuka peluang untuk dieksploitasi.
daerah sekitar kawasan konservasi; (b) Dibutuhkan pemahaman secara
ketimpangan kewenangan antara komprehensif guna memahami bahwa
pemerintah pusat dan daerah dalam pemanfaatan suatu wilayah untuk
mengelola kawasan konservasi; (c) kepentingan berbagai sektor, tidak
pemerintah daerah tidak memperoleh selalu memperhitungkan akibat pada
informasi yang meyakinkan tentang keuntungan tidak langsungnya bagi
manfaat tidak langsung dari kawasan semua pihak.
konservasi; (d) pemerintah daerah Supriatna (2008),
harus mengalokasikan sumber daya mengungkapkan bahwa keuntungan
untuk mengatasi konflik, apabila tidak langsung sukar untuk dirasakan
terjadi benturan antara masyarakat manfaatnya. Pada tingkat yang lebih
yang tinggal di sekitar kawasan rendah, implementasi konflik antara
konservasi dengan pengelola kawasan. pengelola kawasan konservasi dengan
Syarat pengelolaan kawasan masyarakat juga bisa muncul.
konservasi yang diserahkan kepada Subarsono (2011), mengungkapkan
pemerintah daerah bisa berjalan bahwa kebijakan publik tidak boleh
dengan baik, yaitu dengan memberi bertentangan dengan nilai dan praktik
daerah kewenangan untuk mengelola sosial yang ada dalam masyarakat.
dan melibatkan masyarakat lokal/adat Konflik yang paling menonjol, adalah
sebagai mitra. permasalahan yang terkait dengan hak
Kasus yang sering terjadi dan masyarakat untuk mengakses kawasan
tidak dapat dihindari, apabila pada konservasi. Menurut Lewis dalam
kawasan tersebut ditemukan bahan Setyowati et al. (2008), berdasarkan
tambang (seperti minyak, batubara, dan studi kasus di berbagai kawasan
lainnya). Menurut Siahaan (2009), lindung, konflik pada umumnya
ketika faktor alam dan lingkungan berkaitan: (a) kurangnya perhatian
hanya berperan sebagai faktor terhadap proses keterlibatan komunitas
pendukung pembangunan, maka tidak lokal dan pihak lain yang
banyak yang bisa dicapai dalam berkepentingan dalam perencanaan,

226 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

pengelolaan, dan pembuatan keputusan pengelolaan konservasi kelautan dan


yang terkait dengan kebijakan kawasan perikanan secara utuh, adalah: (1)
lindung; (b) kebutuhan dan pemerintah ( KKP) harus dapat
kepentingan komunitas lokal dengan merumuskan strategi pemanfaatan
tujuan pengelolaan kawasan lindung. sumber daya pada wilayah konservasi
yang tepat dan signifikan di masa depan
D. K E S I M P U L A N DAN sebagai kebijakan umumnya; (2)
REKOMENDASI KEBIJAKAN membuat perencanaan dan penataan
1. Kesimpulan ruang yang baik, memberdayakan
Pemberlakuan UU No. masyarakat, menciptakan
27/2007, PP No. 60/2007, dan UU No. kelembagaan yang kolaboratif,
45/2009, mempunyai maksud untuk merumuskan peraturan yang adil, serta
menjaga sumber daya di wilayah meningkatkan kapabilitas sumber daya
perairan Indonesia dapat dimanfaatkan manusia, dalam rangka menciptakan
secara maksimal dan pengelolaan wilayah konservasi
berkesinambungan. Terminologi kelautan dan perikanan yang lestari; (3)
konservasi yang dikemukakan oleh melakukan pengelolaan kawasan
ketiga kebijakan tersebut, belum bisa konservasi secara optimal serta
memberikan pemahaman yang cukup transparan, dengan melibatkan
mengenai istilah konservasi. Definisi pemerintah daerah dan masyarakat
yang dikemukakan kurang adat/lokal; (4) UU No. 27/2007, PP No.
menjelaskan sifat atau cara 60/2007, dan UU No. 45/2009, perlu
pengelolaan sumber daya, tetapi hanya direvisi materinya, karena belum dapat
menjelaskan pemanfaatannya yang menciptakan kebijakan yang adil dan
merupakan salah satu bagian aktivitas belum sepenuhnya memberikan peran
pengelolaan. Materi ketentuan di dalam kepada pemerintah daerah maupun
UU No. 27/2007, PP No. 60/2007, dan masyarakat adat/lokal, menjadi bagian
UU No. 45/2009, meskipun telah pembangunan konservasi yang
berusaha merubah paradigma berkelanjutan.
konservasi lama, tetapi materinya
masih belum dapat menunjukkan DAFTAR PUSTAKA
prinsip keadilan dan profesionalitas. Cahyadi, A. dan D. Danardono. 2009.
Secara umum pengaturan konservasi Sosiologi Hukum dalam
berdasarkan UU No. 27/2007, PP No. Perubahan. Jakarta: Yayasan
60/2007, dan UU No. 45/2009, kurang Obor Indonesia.
memberikan jaminan keterlibatan Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, M.J.
masyarakat adat untuk mendapatkan Sitepu. 2008. Pengelolaan
manfaat, serta belum mempunyai visi Sumber Daya Wilayah Pesisir
yang jelas dalam membangun kawasan dan Lautan Secara Terpadu.
konservasi yang terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Fermana, S. 2009. Kebijakan Publik
(Sebuah Tinjauan Filosofis).
2. Rekomendasi Kebijakan Jakarta: AR – RUZZ Media.
Rekomendasi kebijakan yang
Hart, H.L.A. 2010. Konsep Hukum.
dapat dirumuskan guna membenahi
Bandung: Nusa Media.

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012 227


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

Indrawan, M., R.B. Primack, J. S. Nurmawanti, W. Ramono,


Supriatna. 2007. Biologi W. S u k m a n t o r o . 2 0 0 8 .
Konservasi. Jakarta: Yayasan Konservasi Indonesia (Sebuah
Obor Indonesia. Potret Pengelolaan dan
Islamy, M.I. 2004. Prinsip-Prinsip Kebijakan) . dalam
Perumusan Kebijaksanaan http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/
Negara. Jakarta: PT. Bumi PNADU286.pdf. Tanggal
Aksara. akses: 27 April 2011
Madani, M. 2011. Dimensi Interaksi Siahaan, N.H.T. 2009. Hukum
Aktor dalam Proses Lingkungan . Jakarta:
Perumusan Kebijakan Publik. Pancuran Alam.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Siombo, M.R. 2010. Hukum Perikanan
Rahardjoa, S. 2010. Sosiologi Hukum Nasional dan Internasional.
(Perkembangan Metode dan Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Pilihan Masalah) . Utama.
Yogyakarta: Genta Publishing. Subarsono, A.G. 2011. Analisa
Rahardjob, S. 2009. Sisi – Sisi Lain dari Kebijakan Publik (Konsep,
Hukum di Indonesia. Jakarta: Te o r i , d a n A p l i k a s i ) .
PT. Kompas Media Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahardjoc, S. 2010. Penegakan Hukum Suharto, E. 2008. Penerapan
Progresif . Jakarta: Kebijakan Pelayanan Publik
PT. Kompas Media Nusantara. bagi Masyarakat dengan
Satria, A. 2009. Ekologi Politik Kebutuhan Khusus. dalam
Nelayan. Yogyakarta: Lkis http://docs.google.com/viewe
Printing Cemerlang. r?a=v&q=cache:q6nC2bqgfi
Samidjo. 1986. Ilmu Negara . Y J : w w w. p o l i c y. h u / s u h
Bandung: Armico. arto/Naskah%2520PDF/LAN
Sembiring, S.N., F. Husbani, A.M. PelayananPublik.pdf+konsep
Arif, F. Ivalerina, F. Hanif. +Penerapan+Kebijakan+Pela
2011. Kajian Hukum dan yananPublik+Bagi+Masyarak
Kebijakan Pengelolaan at&hl=id&gl=id&pid=bl&src
Kawasan Konservasi di id=ADGEESjQEjspFEsiwCrJ
Indonesia – Menuju TSHTvoogNjehWB1CL_1dn
Pengembangan Bwg20Kd11jd6qNo8XCUok
Desentralisasi dan CjrQYV86SSgQ5kwHr6lIvw
Peningkatan Peran Serta 2wU_P3uW6LfmmmvVHm
Masyarakat . dalam mnzzDRrY4Fn11ukDf5Xx2j
www.bappenas.go.id/get-file- UTpdW_SlkX4DvQ7F&sig=
server/node/177/. Tanggal AHIEtbTwLLaMM2_Q6nZQ
akses: 11 Oktober 2011 2MT8odq1I-ED4Q. Tanggal
Setyowati, A.B., A. Sriyanto, A.W. akses: 16 Okotober 2011
Amsa, A. Santoso, A. Aliadi, Sulistiyono, A. dan M. Rustamaji.
B. Steni, C. Wulandari, E. 2009. Hukum Ekonomi
Indraswati, F. Hanif, H. sebagai Panglima. Sidoarjo:
Alexander, I. Arsyad, N. Adi, Masmedia Buana Pustaka.

228 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012


KEBIJAKAN PENGELOLAAN KONSERVASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Radityo Pramoda dan Sonny Koeshendrajana

Supriatna, J. 2008. Melestarikan Alam Ta h u n 2 0 0 4 N o . 1 1 8 ,


Indonesia. Jakarta: Yayasan Tambahan Lembaran Negara
Obor Indonesia. Republik Indonesia No. 4433,
Utsman, S. 2009. Dasar – Dasar sebagaimana telah diubah
Sosiologi Hukum (Makna dengan Undang-Undang No.
Dialog antara Hukum dan 45 Tahun 2009, tentang
Masyarakat). Yogyakarta: Perubahan atas Undang-
Pustaka Pelajar. Undang No. 31 Tahun 2004,
Yuswanto. 2011. Peraturan Kebijakan. tentang Perikanan, Lembaran
d a l a m Negara Republik Indonesia
http://blog.unila.ac.id/pdih/fil Ta h u n 2 0 0 9 N o . 1 5 4 ,
es/2009/06/hukum-tata- Tambahan Lembaran Negara
pemerintahan-dan-pelayanan- Republik Indonesia No. 5073
publik-4.pdf. Tanggal akses: Peraturan Pemerintah Republik
13 Juli 2011 Indonesia No. 60 Tahun 2007,
tentang Konservasi Sumber
Undang-Undang dan Peraturan Daya Ikan, Lembaran Negara
Undang-Undang Dasar 1945, Republik Indonesia Tahun
Perubahan pertama disahkan 2007 No. 134, Tambahan
19 Oktober 1999, Perubahan Lembaran Negara Republik
kedua disahkan 18 Agustus Indonesia No. 4779
2000, Perubahan ketiga Undang-Undang No. 27 Tahun 2007,
disahkan 10 Nopember 2001, tentang Pengelolaan Wilayah
Perubahan keempat disahkan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
10 Agustus 2002 Lembaran Negara Republik
Undang-Undang No. 31 Tahun 2004, Indonesia Tahun 2007 No. 84,
tentang Perikanan, Lembaran Tambahan Lembaran Negara
Negara Republik Indonesia Republik Indonesia No. 4739.

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 2 | 2012 229

You might also like