You are on page 1of 9
pada upacara membuka ladang baru diueapkan doa ink 0 Tilu Liurai, ika kukun ika kanan, ami katetu ami + karani, kedikusu, kodi kalon, uda wen diak, loro wen diak, rai atu noboron, toos atau no sin. OTilu Liurai mata Liurai. ‘Arsinya: Yo Yong Maha dengor, yang Mohathat, dk gelap buta kami semboh dan syd som! memohon dan menghorop hija tik matahar Baik supaye tanah subur dan lebun berhas yo ‘yang Mohadengar dam Mahalhat, = 5.7 Upacara peralihan Ritus asasi (Coreritual) yang diperagakan dalam perayaan dasar secara periodik dan kolektif (bdk. 5.3), diulangi dan diterapkan dalam sejumlah ritus khusus yang bersifat insidental dan perorangan. Ritus-ritus ini disebut life-cyele rituals, rites de passage, upacara peralihan, tali peranui, aluk tau, manusayajna, upacara, upakara, sanskara. Secara antropologis ritus-ritus ini menyerupai dan memprabayangkan ‘sakramen seperti yang terdapat dalam Gereja Katolik. ‘Sakramen ialah suatu tanda lahiriah yang — karena janji Tuhan — menyampaikan berkat dan karunia kepada orang yang beriman. Ritus-ritus tersebut, dengan mengikuti S. Thomas Aquinas dapat diberi nama 'sakramen Kodrat’(lih. Summa Theologica, IT, 61 dan 70). 57.1 Upacara peralihan dan ketujuh sakramen Hayat fisiologis manusia melalui beberapa taraft orok-bayi, akil-balig, dewasa, suami, tua renta, mati, Lit unéuk bab 56: Handakamankara 58 — 55 van Lith 125; Seno Sastroamidjojo 1988; Siswarshardjo 1961 136 Rites de passage Bali: Bayi um tuk pertama kali menyentuh Ibu Pertivi di bewah (perindungan) sok suddha mala Qesnan) — Anak ‘bethasil_ memancing barana-bo ang berharga dari jambangan, tanda bahwa ia akan beruntung di ‘emudian hari (ki. Bersama dengannya sikap manusia terhadap kenya- tan, hidup beralih juga. Sepadan dengannya ia me- nyesuaikan sikap terhadap kenyataan rohani, Hal itu dalam alam pikiran yang dilukis di sini berarti manu- sia dalam setiap taraf hidup wajib mengintegrasikan diri semakin erat dalam tata tertib azali. Dalam pada itu, perayaan dasar dimaksudkan untuk konsolidasi dan/atau pemulihan seluruh jemaat di bawah naungan langit bagaimanapun juga pemahamannya. ‘Maka dari upacara-acara ini diharapkan inkorporasi ‘atau partisipasi progresif dan gradual, jenjang demi jen- jang, dari seorang individu ke dalam tata tertib jazad Taya secara lengkap dan definitif. Jangka inkorporasi progresif tersebut terentang dari saat pertama konsepsi sampai dengan hari kese- ribu sesudah matinya seseorang Jadi, acara perayaan meliputi seluruh sangkan paran manusia dari manu- 137 sia khtonis sampai ke manusia ouranis. Setiap upa- cara merupakan wahana mengarah ke kelepasan, pemudaran, pemulangan dan realisasi diri, yang dapat diperbandingkan dengan penebusan yang dirasa kebutuhannya oleh setiap manusia. Pada tiap taraf kehidupan jasmani manusia menghadapi bahaya. Bahaya, kesialan, kegagalan, musibah lebih-lebih menganeamnya pada saat orang beralih dari stadium yang satu ke stadium yang lebih lanjut. Saat-saat per- alihan itu adalah saat kritis, pancaroba dan peralih- an, karena orang meninggalkan alam lama, di mana ia untuk sekian waktu mampu mempertahankan diri, untuk menginjak alam baru yang belum dikenalnya. Menurut alam pikiran animisme, manusia selalu hi: dup di bawah ancaman roh-roh halus lain yang bersi- kkap iri dan berniat membalas. Van Gennep, misionaris Protestan serta etnolog perintis dalam bahasan upacara peralihan di ka- wasan Lautan Teduh (Les rites de passage, 1909), mem- bedakan tiga tahap dalam ritus peralihan, yakni: * rites de separation: upacara pemisahan, minta diri, minta ampun, pembersihan mengenai ta- raf hidup lama; * rites de marge: upacara perlintasan, perpindah- an, disertai percobaan dan penyuluhan; * rites @aggregation: upacara inkorporasi, masuk taraf hidup baru. ‘Tujuan ketiga tahap itu adalah: pembebasan diri dari kesalahan atau penebusan utang dari tarafhidup yang ditinggalkan; usaha memperkuat diri sambil ‘memohon doa-restu, kekuatan batin, bekal rohani dan keberanian untuk berhasil baik dalam tarafhidupnya yang baru, apa lagi pada jenjang masyarakat baru yang akan dinaikinya; dan akhirnya perayaan secara 139 gembira bersama-sama teman-teman baru inkorporasi dan lulusnya dalam komunitas hidup baru. Dengan demikian bahaya yang mengancam manusia pada saat. peralihan ditransformasi menjadi daya yang mem- bantunya dan alasan keselamatan, “Adat-istiadat dalam agama asli pada umumnya menunjukkan kesamaan dengan ‘ekonomi’ ketujuh sakramen gereja (Katolik) dalam bidang ritus kela- hiran, masuk dewasa dan kematian” (LTAK, lik. Sak- ramen) Bahkan ada yang berpandangan bahwa ritus bukan— Kristiani ita berdaya menghapus 'dosa asal’. Dalam garis besar dan dalam perspektif luas, ‘maka denah perbandingan percobaan adalah sebagai Dberikut: ‘Sat peralihan ——Upaeara Asi Sakramen 1 Kelahiran tingle, gharbadha--Perimandian/ nna, midun ema Pembabtisan 2 Masuk dewasa enguatan 3. Doss-ampun, Pengampunan dosa Dihats, me'palin, simakrama 44 Kurbanirejeki endur,slamatan, Ekaristi! ‘ius, rambu solo taka Perjamuan suet hajat 8 Perkawinan tem penganten, _Perkawinan wwivaha, dahang ©. Bimbingan —_megur, bene Tmamat rohank beat penobatan, ‘panayana 7 Meninggal” ——melawati,nyadran, _Perminyakan yew, alk to mate, — orang sakit sivak, tab, agaben dan lainlain. 572 Unsur-unsur umum yang terdapat pada keba- nyakan upacara itu dapat dibagi dalam unsur agama 140 dan unsur profan,unsur perseorangan dan unsur so- sial. oa menyertai semua upacara, entah diucapkan oleh pelaku peralihan sendiri, entah oleh seorang pengantara atau pemuka agama. Doa itu streotip,tra- disional, seringkali dalam bahasa khusus dan kuno, sehingga:mendekati mantra atau pesona (bdk. 5.7) Doa spontan tidakdiizinkan. Doaseringberupanazar. ‘Puasa, tapa, pantang, jaga semalam, tirakat, nyepi dan pelbagai bentuk matiraga, larangan, pepali yang

You might also like