Professional Documents
Culture Documents
230 629 1 SM PDF
230 629 1 SM PDF
Akma Listiana
Akademi Kebidanan Panca Bhakti Bandar Lampung
Email: akmalistiana@gmail.com
Abstract: Analysis Factors that Related to the Incidence of Iron Defeciency Anemia of
Teenage Girls in SMKN 1 Terbanggi Besar, Central Lampung. The prevalence of anemia at
teenage girls according to the Ministry of Health, Republic of Indonesia (2007) is still quite high,
which is still at 28% from total and this number is classified as a public health problem because
the prevalence is ≥40%. The data of the presurvey from 100 teenage girls in SMKN 1 Terbanggi
Besar in September 2011 showed that 30 (30%) of them was experiencing the symptoms of
anemia. This study was to determine the factors related to the anemia in teenage girls in SMKN 1
Terbanggi Besar, Central Lampung, in 2012 which includes family income, maternal education,
tea-drinking habits, body mass index, knowledge, attitudes, incidence of infection, the state of
menstruation, and intake of iron supplements. This study was quantitative research with a cross
sectional approach, conducted in February 2012, the whole population were 600 young women
while as many as 255 samples were taken, the sampling technique was a random sampling method
and the data collection tool was using a questionnaire technique. Datas analyzed by univariate,
bivariate using the chi-square, and multivariate using logistic regression prediction model. The
results showed that a total of 155 teenage girls was experiencing the symptoms of anemia (60,8%)
and from the nine variables examined, the results obtained were: family income (p-value 0,004 ad
OR=2,442), maternal education (p-value 0,002 and OR=2,349), tea-drinking habits (p-value 0,002
and OR=2,554), body mass index (p-value 0,011 and OR=2,047), the state of menstruation (p-
value 0,004 and OR=2,349), and intake of iron supplements (p-value 0,005 and OR=2,344).
Abstrak: Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Gizi Besi pada
Remaja Putri di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar Lampung Tengah. Prevalensi anemia pada
remaja putri menurut Depkes RI (2007) masih cukup tinggi yaitu sebesar 28%, angka ini tergolong
masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya ≥40%. Data pra survei terhadap 100 remaja
putri di SMKN 1 Terbanggi Besar pada bulan September 2011 diketahui sebanyak 30 (30%)
remaja putri mengalami gejala anemia. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMKN 1
Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2012 yang meliputi pendapatan keluarga,
pendidikan ibu, kebiasaan minum teh, indeks massa tubuh, pengetahuan, sikap, kejadian infeksi,
keadaan menstruasi, asupan suplemen zat besi. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional, dilakukan pada bulan februari 2012, jumlah populasi seluruhnya
adalah 600 remaja putri sedangkan sampel yang diambil sebanyak 255, tekhnik sampling yaitu
randome sampling dan alat pengumpulan data adalah dengan tekhnik angket. Analisis data yang
digunakan adalah univariat, bivariat dengan uji statistik menggunakan chi square, dan multivariat
dengan regresi logisatic model prediksi. Hasil penelitian menyimpulkan dari 255 responden, yang
anemia sebanyak 155 remaja putri (60,8%), dan dari 9 variabel yang diteliti didapatkan hasil:
pendapatan keluarga (p-value 0,004 dan OR=2,442, pendidikan ibu (p-value 0,002 dan OR=2,349),
kebiasaan minum teh (p-value 0,002 dan OR=2,554), indeks massa tubuh (p-value 0,002 dan
OR=2,329), pengetahuan (p-value 0,002 dan OR=2,298), sikap (p-value 0,011 dan OR=2,047),
keadaan menstruasi (p-value 0,004 dan OR=2,349) dan asupan suplemen zat besi (p-value 0,005
dan OR=2,344). Peneliti menyarankan bagi petugas kesehatan agar terus meningkatkan
penyuluhan dan konseling serta bimbingan bagi remaja putri untuk dapat mencegah anemia.
Kata kunci: Anemia gizi besi, Faktor yang mempengaruhi, Remaja putri
Salah satu indikator status gizi masyarakat dunia terutama bagi kelompok wanita usia subur
adalah prevalensi anemia gizi besi. Anemia gizi (WUS). Anemia terjadi pada 45% wanita di
besi merupakan masalah gizi mikro terbesar di negara berkembang dan 13% di negara maju.
455
456 Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor 3, November 2016, hlm 455-469
Terdapat 12% WUS di Amerika Serikat berusia pendidikan ibu maupun tingkat sosial ekonomi
15-49 tahun dan 11% wanita hamil usia subur keluarga.
mengalami anemia. Di beberapa negara, Berdasarkan hasil presurvey terhadap 100
prevalensi anemia defesiensi besi pada remaja orang siswi di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar
putri yaitu: 82,5% di Bangladesh, 23% di China, Lampung Tengah pada bulan September 2011
42,2% di Filipina, dan 74,7% di India diketahui bahwa sebanyak 30 orang siswi
(Demaeyer, 2003). Berdasarkan analisis yang ataupun sebesar 30% siswi yang mengalami
didukung oleh WHO/Bank Dunia, “Global gejala anemia gizi besi yaitu lemah, letih, lesu,
Burden of Disease,” anemia defisiensi besi mudah mengantuk, nafas pendek, pucat dan nafsu
menduduki peringkat ketiga terbesar sebagai makan yang kurang. Dari hasil wawancara
masalah kesehatan berdasarkan DALY terhadap 30 orang siswi yang mengalami gejala
(Dissability-Adjusted Life Years) pada wanita tersebut, sebanyak 15 siswi atau 50%
usia 15-44 tahun (Departemen Gizi dan diantaranya sedang mengalami menstruasi, dan
Kesehatan Masyarakat, FKUI, 2007). sebanyak 20 siswi atau sebesar 66% mengatakan
Anemia gizi besi pada remaja putri memiliki kebiasaan selalu minum teh bersamaan
merupakan masalah yang umum dijumpai pada saat makan serta mengaku belum pernah
terutama di negara-negara berkembang seperti mendapatkan informasi terkait anemia gizi besi
halnya di Indonesia, prevalensi anemia pada dari guru maupun tenaga kesehatan di puskesmas
remaja putri menurut Depkes RI (2007) masih setempat. Berdasarkan informasi yang didapatkan
cukup tinggi yaitu sebesar 28%. Data SKRT dari kepala sekolah diketahui pula bahwa
tahun 2004 juga menyatakan bahwa prevalensi kurikulum di SMKN 1 belum ada yang memuat
anemia defisiensi besi pada remaja putri materi terkait anemia gizi besi (AGB). Tujuan
cenderung naik dan yang tertinggi 57,1% dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
dibandingkan kelompok lain pada balita 40,5%, faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia
ibu hamil 50,1% dan ibu nifas 45,1%. Hasil gizi besi pada remaja putri di SMK Negeri 1
RISKESDAS 2007 juga menunjukkan angka Terbanggi Besar Lampung Tengah tahun 2012.
kejadian anemia gizi Besi sebesar 19,7% terjadi
pada perempuan dewasa (≥15 tahun).
Dampak anemia gizi besi pada remaja METODE PENELITIAN
adalah menurunnya produktivitas kerja ataupun
kemampuan akademis disekolah, karena tidak Jenis penelitian ini adalah kuantitatif
adanya gairah belajar dan konsentrasi belajar. dengan desain survei analitik dan pendekatan
Anemia gizi besi juga dapat mengganggu cross sectional yaitu pengambilan data dilakukan
pertumbuhan dimana tinggi dan berat badan pada waktu yang bersamaan. Populasi dalam
menjadi tidak sempurna, menurunkan daya tahan penelitian ini adalah seluruh remaja putri di SMK
tubuh sehingga mudah terserang penyakit. Negeri 1 Terbanggi Besar Lampung Tengah yang
Berdasarkan siklus daur hidup, anemia gizi besi berjumlah 600 remaja putri. Selanjutnya untuk
pada saat remaja akan berpengaruh besar pada memperkirakan besar sampel, peneliti
saat kehamilan dan persalinan, yaitu terjadinya menggunakan rumus estimasi proporsi pada
abortus, melahirkan bayi dengan berat badan simple random sampling dengan presisi mutlak
lahir rendah, mengalami penyulit lahirnya bayi (Lemeshow, 1997) dengan rumus sebagai berikut:
karena rahim tidak mampu berkontraksi dengan
baik serta risiko terjadinya perdarahan pasca n= Z² x P (1 – P) N____
persalinan yang menyebabkan kematian maternal d² (N-1) + Z² x P (1 – P)
(Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010). Penyebab
utama anemia gizi besi pada wanita adalah Sehingga besar sampel minimal yang
kurang memadainya asupan makanan sumber Fe, digunakan pada penelitian ini sebanyak 232
perdarahan patologis akibat penyakit malaria atau remaja putri, untuk mengantisipasi kemungkinan
infeksi parasit seperti cacingan, Penyebab lainnya adanya drop out maka besar sampel dinaikkan
dari anemia defisiensi besi adalah dikarenakan 10% sehingga jumlah sampel 255 remaja putri di
asupan dan serapan zat besi yang tidak adekuat, SMKN 1 Terbanggi Besar Kabupaten Lampung
yaitu dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan Tengah. Dengan kriteria inklusi adalah remaja
yang dapat mengganggu penyerapan zat besi putri usia 13-18 tahun, remaja putri sudah
seperti teh secara bersamaan pada waktu makan, mengalami haid atau menstruasi dan remaja putri
Faktor lain terjadinya anemia gizi besi pada bersedia menjadi responden dalam penelitian.
remaja putri yaitu pengetahuan yang kurang Kriteria Eksklusi yaitu pada saat dilakukan
tentang anemia, sikap yang tidak mendukung, pemeriksaan kadar Hb remaja putri sedang
Listiana, Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Gizi Besi 457
berpuasa, remaja putri sudah bekerja dan tidak responden menderita penyakit infeksi yaitu
bersedia menjadi responden dalam penelitian. 65,9%, variabel asupan suplemen zat besi
Tehnik pengambilan sampel menggunakan menunjukkan bahwa sebagian besar responden
Tehnik Random Sampling. Penelitian ini tidak mengkonsumsi yaitu 74,1%, variabel
dilaksanakan pada bulan Februari 2012. Lokasi kejadian menstruasi menunjukkan sebagian besar
penelitian ini adalah SMKN 1 Terbanggi Besar responden menstruasi yaitu 73,3%.
Kabupaten Lampung Tengah.
Analisis kuantitatif dilakukan melalui Tabel 2. Distribusi Frekuensi Faktor- faktor
analisis univariat untuk melihat distribusi yang Mempengaruhi Kejadian
masing-masing variabel, analisis bivariat Anemia pada Remaja Putri
menggunakan Chi Square. Analisis multivariat Jumlah
menggunakan regresi logistik untuk melihat besar Variabel
n %
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Pendapatan keluarga
Rendah 194 76,1
Tinggi 61 23,9
HASIL Total 255 100
Pendidikan Ibu
A. ANALISIS UNIVARIAT Rendah 161 63,1
Tinggi 94 36,9
1. Distribusi Frekuensi Responden Total 255 100
Berdasarkan Kejadian Anemia Defesiensi Kebiasaan minum teh
Zat Besi pada Remaja Putri Minum teh 187 73,3
Tidak minum teh 68 26,7
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Total 255 100
Berdasarkan Kejadian Anemia Indeks Massa Tubuh
Defesiensi Zat Besi pada Remaja Tidak normal 163 63,9
Putri Normal 92 36,1
Jumlah Total 255 100
Kejadian Anemia
n % Pengetahuan
Anemia gizi besi 155 60,8 Kurang 158 62,0
Tidak anemia gizi besi 100 39,2 Baik 97 58,0
Total 255 100,0 Total 255 100
Sikap
Berdasarkan hasil penelitian untuk variabel Tidak Mendukung 159 62,4
kejadian anemia menunjukkan bahwa sebagian Mendukung 96 37,6
besar responden anemia yaitu 60,8%, variabel Total 255 100
pendapatan keluarga menunjukkan bahwa sebagian
Kejadian Infeksi
besar pendapatan keluarga rendah yaitu 76,1%,
Menderita Penyakit 168 65,9
variabel pendidikan ibu menunjukkan sebagian
Infeksi
besar responden pendidikan ibunya rendah yaitu
Tidak Menderita Penyakit 87 34,1
63,1%, variabel kebiasaan minum teh
Infeksi
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
Total 255 100
minum teh yaitu 73,3%, variabel indeks massa
tubuh menunjukkan bahwa sebagian besar Asupan Suplemen Zat Besi
responden memiliki indeks massa tubuh tidak Tidak Mengkonsumsi 189 74,1
normal yaitu 63,9%, variabel pengetahuan Mengkonsumsi 66 25,9
menunjukkan sebagian besar responden pengetahuan Total 255 100
tentang anemia kurang yaitu 62,0%, variabel sikap Keadaan Menstruasi
menunjukkan sebagian besar sikap responden Tidak Menstruasi 187 73,3
tidak mendukung yaitu 62,4%, variabel kejadian Menstruasi 68 26,7
infeksi menunjukkan bahwa sebagian besar Total 255 100
458 Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor 3, November 2016, hlm 455-469
B. ANALISIS BIVARIAT
Tabel 3. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi pada
Remaja Putri
Pendapatan Keluarga Kejadian Anemia OR
Total
Anemia Tidak anemia p-value (95% CI)
n % n % n %
Rendah 128 66,0 66 34,0 194 100
Tinggi 27 44,3 34 55,7 61 100 0,004 2,442
Total 155 60,8 100 39,2 255 100
Hasil uji statistik pada tabel 3 diperoleh artinya remaja putri yang pendapatan keluarga
nilai p-value 0,004, disimpulkan secara statistik rendah mempunyai resiko 2,442 kali untuk
ada hubungan yang signifikan antara pendapatan terkena anemia dibandingkan dengan remaja
keluarga dengan kejadian anemia. Berdasarkan putri yang pendapatan keluarganya tinggi.
hasil analisis diperoleh pula nilai OR=2,442,
2. Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi pada
Remaja Putri
Tabel 4. Hubungan antara Pendidikan Ibu dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi pada
Remaja Putri
Kejadian Anemia
Anemia Tidak Anemia Total OR
Pendidikan Ibu p-value
(95% CI)
n % n % n %
Rendah 110 68,3 51 31,7 161 100
2,349
Tinggi 45 47,9 49 52,1 94 100 0,002
(1,391-3,964)
Total 155 60,8 100 39,2 255 100
Hasil uji statistik sesuai Tabel 4 diperoleh analisis diperoleh pula nilai OR=2,349, artinya
nilai p-value 0,002, disimpulkan secara statistik remaja putri yang pendidikan ibunya rendah
ada hubungan yang bermakna antara pendidikan mempunyai risiko 2,349 kali untuk terkena
ibu dengan kejadian anemia pada remaja putri di anemia dibandingkan dengan remaja putri yang
SMK Negeri 1 Terbanggi Besar Kabupaten pendidikan ibunya tinggi.
Lampung Tengah Tahun 2012. Berdasarkan hasil
3. Hubungan antara Kebiasaan Minum Teh dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi pada
Remaja Putri
Tabel 5. Hubungan antara Kebiasaan minum teh dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi
pada Remaja Putri
Kejadian Anemia
Total OR
Kebiasaan Minum Teh Anemia Tidak Anemia p-value
(95% CI)
n % n % n %
Minum Teh 125 66,8 62 33,2 187 100
Tidak Minum Teh 30 44,1 38 55,9 68 100 2,554
0,002
(1,448-4,504)
Total 155 60,8 100 39,2 255 100
Pada Tabel 5 hasil uji statistik diperoleh Berdasarkan hasil analisis diperoleh pula nilai
nilai p-value 0,002, disimpulkan secara statistik OR=2,554 artinya remaja putri yang minum teh
ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mempunyai risiko 2,554 kali untuk terkena
minum teh dengan kejadian anemia pada remaja anemia dibandingkan dengan remaja putri yang
putri di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar tidak minum teh.
Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2012.
Listiana, Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Gizi Besi 459
4. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi pada
Remaja Putri
Tabel 6. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi
pada Remaja Putri
Kejadian Anemia
Indeks Massa Tubuh Total OR
Anemia Tidak Anemia p-value
(95% CI)
n % n % n %
Tidak Normal 111 68,1 52 31,9 163 100
2,329
Normal 44 47,8 48 52,2 92 100 0,002
(1,377-3,937)
Total 155 60,8 100 39,2 255 100
Tabel 6 Hasil uji statistik diperoleh nilai p- analisis diperoleh pula nilai OR=2,329, artinya
value 0,002, disimpulkan secara statistik ada remaja putri yang indeks massa tubuhnya tidak
hubungan yang bermakna antara indeks masa normal mempunyai risiko 2,329 kali untuk
tubuh dengan kejadian anemia pada remaja putri terkena anemia dibandingkan dengan remaja
di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar Kabupaten putri yang indeks massa tubuhnya normal.
Lampung Tengah Tahun 2012. Berdasarkan hasil
5. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi pada Remaja
Putri
Tabel 7. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi pada
Remaja Putri
Kejadian Anemia
Total OR
Pengetahuan Anemia Tidak Anemia p-value
(95% CI)
n % n % n %
Kurang 108 68,4 50 31,6 158 100
2,298
Baik 47 48,5 50 51,5 97 100 0,002
(1,365-3,867)
Total 155 60,8 100 39,2 255 100
Hasil uji statistik pada tabel 7 diperoleh analisis diperoleh pula nilai OR=2,298, artinya
nilai p-value 0,002, disimpulkan secara statistik remaja putri yang pengetahuan kurang
ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan mempunyai risiko 2,298 kali untuk terkena
dengan kejadian anemia pada remaja putri di anemia dibandingkan dengan remaja putri yang
SMK Negeri 1 Terbanggi Besar Kabupaten pengetahuan baik.
Lampung Tengah Tahun 2012. Berdasarkan hasil
6. Hubungan antara Sikap dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi pada Remaja Putri
Tabel 8. Hubungan antara Sikap dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi pada Remaja
Putri
Kejadian Anemia
Total OR
Sikap Anemia Tidak Anemia p-value
(95% CI)
n % n % n %
Tidak mendukung 110 69,2 49 30,8 159 100
2,544
Mendukung 45 46,9 51 53,1 96 100 0,001
(1,507-4,294)
Total 155 60,8 100 39,2 255 100
Hasil uji statistik pada tabel 8 diperoleh Lampung Tengah Tahun 2012. Berdasarkan hasil
nilai p-value 0,001, disimpulkan secara statistik analisis diperoleh pula nilai OR=2,544, artinya
ada hubungan yang bermakna antara sikap remaja putri yang memiliki sikap tidak
dengan kejadian anemia pada remaja putri di mendukung mempunyai risiko 2,544 kali untuk
SMK Negeri 1 Terbanggi Besar Kabupaten terkena anemia.
460 Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor 3, November 2016, hlm 455-469
7. Hubungan antara Kejadian Infeksi dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi pada
Remaja Putri
Tabel 9. Hubungan antara Kejadian Infeksi dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi pada
Remaja Putri
Kejadian Anemia
Total OR
Kejadian Infeksi Anemia Tidak Anemia p-value
(95% CI)
n % n % n %
Menderita Penyakit Infeksi 112 66,7 56 33,3 168 100
2,047
Tidak Menderita Penyakit Infeksi 43 49,4 44 50,6 87 100 0,011
(1,206-3,472)
Total 155 60,8 100 39,2 255 100
Hasil uji statistik terlihat pada tabel 9 Berdasarkan hasil analisis diperoleh pula nilai
diperoleh nilai p-value 0,011, disimpulkan secara OR=2,047, artinya remaja putri yang menderita
statistik ada hubungan yang bermakna antara penyakit infeksi mempunyai risiko 2,047 kali
kejadian infeksi dengan kejadian anemia pada untuk terkena anemia dibandingkan dengan
remaja putri di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar remaja putri yang tidak menderita penyakit
Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2012. infeksi.
8. Hubungan antara Keadaan Menstruasi dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi pada
Remaja Putri
Tabel 10. Hubungan antara Keadaan Menstruasi dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi
pada Remaja Putri
Kejadian Anemia
Total OR
Keadaan Menstruasi Anemia Tidak Anemia p-value
(95% CI)
n % n % n %
Menstruasi 124 66,3 63 33,7 187 100
2,349
Tidak menstruasi 31 45,6 37 54,4 68 100 0,004
(1,335-4,135)
Total 155 60,8 100 39,2 255 100
Pada Tabel 10, hasil uji statistik diperoleh Lampung Tengah Tahun 2012. Berdasarkan hasil
nilai p-value 0,004, disimpulkan secara statistik analisis diperoleh pula nilai OR=2,349, artinya
ada hubungan yang bermakna antara menstruasi remaja putri yang menstruasi mempunyai risiko
dengan kejadian anemia pada remaja putri di 2,349 kali untuk terkena anemia dibandingkan
SMK Negeri 1 Terbanggi Besar Kabupaten dengan remaja putri yang tidak menstruasi.
9. Hubungan antara Asupan Suplemen Zat Besi dengan Kejadian Anemia Defesiensi Zat Besi
pada Remaja Putri
Tabel 11. Hubungan antara Asupan Suplemen Zat Besi dengan Kejadian Anemia Defesiensi
Zat Besi pada Remaja Putri
Kejadian Anemia
Total OR
Asupan Suplemen Zat Besi Anemia Tidak Anemia p-value
(95% CI)
n % n % n %
Tidak mengkonsumsi 125 66,1 64 33,9 189 100
2,344
Mengkonsumsi 30 45,5 36 54,5 66 100 0,005
(1,325-4,147)
Total 155 60,8 100 39,2 255 100
Pada Tabel 11 hasil uji statistik diperoleh analisis diperoleh pula nilai OR=2,344, artinya
nilai p-value 0,005, disimpulkan secara statistik remaja putri yang tidak mengkonsumsi suplemen
ada hubungan yang bermakna antara asupan zat besi mempunyai risiko 2,047 kali untuk
suplemen zat besi dengan kejadian anemia pada terkena anemia dibandingkan dengan remaja
remaja putri di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar putri yang mengkonsumsi suplemen zat besi.
Kabupaten Lampung Tengah. Berdasarkan hasil
Listiana, Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Gizi Besi 461
tinggi daripada akibat sama yang ditimbulkan dominan pada kategori menderita penyakit
oleh minum segelas kopi setelah makan. Kopi infeksi yaitu sebanyak 168 orang (65,9%). Hasil
mengurangi daya serap hanya 39 %. Pengurangan ini sejalan dengan penelitian Weliyati (2010)
daya serap zat besi itu di akibatkan oleh tanin responden kategori menderita penyakit infeksi
dalam teh. Sifat zat ini mengikat mineral. Lapisan yaitu sebanyak 68,2%. Perdarahan patologis
tipis dipermukaan air teh akan terlihat apabila air akibat penyakit atau infeksi parasit seperti
yang dipergunakan banyak mengandung mineral cacingan dan saluran pencernaan juga
(air sadah). Lapisan tipis tersebut sesungguhnya berhubungan positif terhadap anemia. Darah
adalah hasil reaksi antara mineral dengan tanin, yang hilang akibat infeksi cacing bervariasi
membentuk tanat. Apabila tanin tersebut bereaksi antara 2-100 cc/hari, tergantung beratnya
dengan mineral-mineral dalam makanan, maka infestasi. Anemia yang dikarenakan infeksi,
mineral tersebut akhirnya tidak dapat digunakan seperti malaria, ISPA dan cacingan terjadi secara
tubuh dan terbuang bersama feses. cepat saat cadangan Fe tidak mencukupi
Berdasarkan tabel 2 diketahui distribusi peningkatan kebutuhan Fe (Departemen Gizi dan
frekuensi pendapatan ibu responden lebih Kesehatan Masyarakat, FKUI, 2007).
dominan pada kategori rendah yaitu sebanyak Berdasarkan tabel 2 diketahui distribusi
194 orang (76,1%). Hasil ini sejalan dengan frekuensi asupan zat besi responden lebih
penelitian Farida (2006), hasil penelitian didapat dominan pada kategori tidak mengkonsumsi yaitu
76,4% responden kategori ekonomi rendah. sebanyak 189 orang (74,1%). Hasil ini sejalan
Menurut Supariasa (2002), tingkat ekonomi dengan penelitian Weliyati (2010) responden
(pendapatan) masyarakat Indonesia yang masih kategori tidak mengkonsumsi asupan suplemen
tergolong rendah membuat penyediaan pangan zat besi yaitu sebanyak 60,2%. Menurut Arisman
yang kurang baik bagi keluarga. Melihat kondisi (2004) masa pertumbuhan seperti anak-anak dan
ekonomi masyarakat saat ini, kebutuhan zat besi remaja juga meningkatkan kebutuhan tubuh akan
sulit sekali terpenuhi melalui konsumsi makanan zat besi. Hal ini dikarenakan pada masa remaja
yang kaya akan zat besi, karena umumnya bahan terjadi puncak-puncak pertumbuhan tercepat
makanan ini harganya cukup mahal. Hal ini yang membutuhkan lebih banyak zat besi.
mempengaruhi pemenuhan asupan gizi yang akan Kebutuhan zat besi dan kalsium yang paling
mempengaruhi pula dengan pemenuhan mencolok karena kedua mineral ini merupakan
kebutuhan zat besi. komponen penting pembentuk tulang dan otot.
Berdasarkan tabel 2 diketahui distribusi Berdasarkan tabel 2 diketahui distribusi
frekuensi pengetahuan responden lebih dominan frekuensi keadaan menstruasi responden lebih
pada kategori rendah yaitu sebanyak 158 orang dominan pada kategori menstruasi yaitu sebanyak
(62,0%). Hasil ini sejalan dengan penelitian 187 orang (73,3%). Hasil ini sejalan dengan
Farida (2006), hasil penelitian didapat 66,2 % penelitian Weliyati (2010) distribusi frekuensi
pengetahuan responden tentang anemia kurang menstruasi responden lebih tinggi pada kategori
baik. Menurut Sulaeman (2007) orang dengan menstruasi yaitu sebanyak 67,4%. Kehilangan
pendidikan formal yang tinggi cenderung akan darah terjadi melalui menstruasi. Rata-rata
mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi seorang wanita mengeluarkan darah 27 ml
dibandingkan dengan orang yang mempunyai setiapa siklus menstruasi 28 hari. Diduga 10%
tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, wanita kehilangan darah lebih dari 80 ml
karena akan lebih mampu dan mudah memahami perbulan. Banyaknya darah yang keluar berperan
arti dan pentingnya kesehatan. pada kejadian anemia karena wanita tidak
Berdasarkan tabel 2 diketahui distribusi mempunyai persediaan Fe yang cukup dan
frekuensi sikap responden lebih dominan pada absorbsi Fe kedalam tubuh tidak dapat
kategori tidak mendukung yaitu sebanyak 159 menggantikan kehilangan Fe saat menstruasi
orang (62,4%). Hasil ini sejalan dengan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat
penelitian Weliyati (2010) diketahui sebanyak FKUI, 2007).
70,2% mengalami anemia pada remaja putri
mempunyai sikap tidak mendukung terhadap B. ANALISIS BIVARIAT
anemia. Sikap adalah reaksi atau respon
seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus 1. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan
ataupun objek serta pandangan atau perasaan Kejadian Anemia
yang disertai kecenderungan untuk bertindak Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value
sesuai objek tersebut (Notoatmodjo, 2005). 0,004, disimpulkan secara statistik ada hubungan
Berdasarkan tabel 2 diketahui distribusi yang signifikan antara pendapatan keluarga
frekuensi kejadian infeksi responden lebih dengan kejadian anemia. Berdasarkan hasil
Listiana, Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Gizi Besi 463
analisis diperoleh pula nilai OR=2,442, artinya kondisi keluarga yang selanjutnya berhubungan
remaja putri yang pendapatan keluarga rendah dengan gizi termasuk diantaranya status anemia.
mempunyai peluang 2,442 kali untuk terkena
anemia dibandingkan dengan remaja putri yang 2. Hubungan Pendidikan Ibu dengan
pendapatan keluarganya tinggi. Kejadian Anemia
Pendapatan keluarga dinilai berdasarkan Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value
besarnya pendapatan rata-rata setiap bulan 0,002, disimpulkan secara statistik ada hubungan
keluarga responden, kemudian dibagi jumlah yang signifikan antara pendapatan keluarga
keluarga yang masih menjadi tanggungan, lalu dengan kejadian anemia. Berdasarkan hasil
hasilnya di bandingkan dengan UMK Lampung analisis diperoleh pula nilai OR=2,349, artinya
Tengah. Menurut Supariasa (2002), tingkat remaja putri yang pendidikan ibunya rendah
ekonomi (pendapatan) masyarakat Indonesia mempunyai peluang 2,349 kali untuk terkena
yang masih tergolong rendah membuat anemia dibandingkan dengan remaja putri yang
penyediaan pangan yang kurang baik bagi pendidikan ibunya tinggi.
keluarga. Melihat kondisi ekonomi masyarakat Sulaeman (2007) berpendapat bahwa
saat ini, kebutuhan zat besi sulit sekali terpenuhi pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat
melalui konsumsi makanan yang kaya akan zat penting. Tingkat pendidikan ibu dapat
besi, karena umumnya bahan makanan ini menentukan pengetahuan dan keterampilan
harganya cukup mahal. Hal ini mempengaruhi dalam menentukan menu keluarga yang
pemenuhan asupan gizi yang akan mempengaruhi selanjutnya akan berpengaruh terhadap status
pula dengan pemenuhan kebutuhan zat besi. kesehatan keluarganya termasuk kejadian anemia
Menurut Sulaeman (2007) pendapatan pada anaknya. Menurut Isniati (2007) pendidikan
keluarga merupakan salah satu pengubah berpengaruh pada cara berfikir, tindakan dan
ekonomi yang cukup dominan sebagai pengambilan keputusan dalam menggunakan
determinan konsumsi pangan. pellayanan kesehatan, semakin tinggi pendidikan
Pendapatan/penghasilan yang kecil tidak dapat ibu maka akan semakin baik pula
member cukup makan pada anggota keluarga pengetahuannya tentang kesehatan. Seseorang
yang dapat mempengaruhi remaja dalam yang berpendidikan tinggi akan lebih memahami
mengkonsumsi zat gizi dan pengadaan aneka akan sakit dan dengan segera untuk mencari
ragam makanan yang berdampak pada kurangnya tempat pelayanan kesehatan yang modern.
asupan zat besi. Rendahnya asupan zat besi Pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang
kedalam tubuh yang berasal dari konsumsi zat acuh tak acuh terhadap rogram kesehatan,
besi dari maknan sehari-hari merupakan salah sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang
satu penyebab terjadinya anemia. mungkin terjadi walaupun ada sarana yang belum
Uraian di atas sejalan dengan hasil tentu mereka tahu menggunakannya.
penelitian Farida (2006) yang menyatakan bahwa Berdasarkan hasil penelitian dan teori di
kejadian anemia pada remaja putri dengan atas maka dapat disimpulkan bahwa remaja putri
keluarga berpendapatan rendah lebih besar yang pendidikan ibunya rendah cenderung
dibandingkan keluarga berpendapatan tinggi. Uji anemia dibandingkan remaja putri yang
Chi-Square menunjukkkan ada hubungan pendidikan ibunya tinggi, sehingga perlu
pendapatan dengan kejadian anemia pada remaja dipertimbangkan bahwa faktor pendidikan turut
putri (p=0,001). Demikian pula penelitian Isniati pula menentukan mudah tidaknya seseorang
(2007) yang menyatakan 80-90% remaja putri menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang
dengan pendapatan rendah memiliki kadar Hb mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan
kurang dari 12g/dl. untuk membedakan metode penyuluhan yang
Berdasarkan hasil penelitian dan teori di tepat. Dalam kepentingan gizi keluarga,
atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa pendidikan amat diperlukan agar seseorang lebih
responden dengan pendapatan keluarga rendah tanggap terhadap adanya masalah gizi didalam
lebih cenderung anemia dibandingkan dengan keluarga dan bisa mengambil tindakan
remaja putri yang pendapatan keluarganya tinggi, secepatnya.
hal ini disebabkan karena keluarga dengan
penghasilan tinggi memiliki kemampuan untuk 3. Hubungan Kebiasaan Minum Teh dengan
membeli makanan serta memudahkan dalam Kejadian Anemia
memilih bahan makanan atau jenis hidangan Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value
yang akan disajikan. Peningkatan pendapatan 0,002, disimpulkan secara statistik ada hubungan
akan berpengaruh pada perbaikan kesehatan dan yang signifikan antara kebiasaan minum teh
dengan kejadian anemia. Berdasarkan hasil
464 Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor 3, November 2016, hlm 455-469
analisis diperoleh pula nilai OR=2,554 artinya 4. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan
remaja putri yang minum teh mempunyai Kejadian Anemia
peluang 2,554 kali untuk terkena anemia Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value
dibandingkan dengan remaja putri yang tidak 0,002, disimpulkan secara statistik ada hubungan
minum teh. yang signifikan antara pendapatan keluarga
Menurut Almatsier (2003), terdapat dengan kejadian anemia. Berdasarkan hasil
beberapa makanan yang mengandung zat analisis diperoleh pula nilai OR=2,329, artinya
penghambat absorbsi besi diantaranya adalah remaja putri yang indeks massa tubuhnya tidak
beberapa jenis sayuran yang mengandung asam normal mempunyai peluang 2,329 kali untuk
oksalat, beberapa jenis serelia dan protein kedelai terkena anemia dibandingkan dengan remaja
yang mengandung asam fitrat, serta teh dan kopi putri yang indeks massa tubuhnya normal.
yang mengandung tanin. Bila besi tubuh tidak Status gizi merupakan cerminan
terlalu tinggi, sebaiknya tidak minum teh atau kecukupan konsumsi zat gizi masa-masa
kopi pada waktu makan. Menurut Proverawati sebelumnya yang berarti bahwa status gizi saat
(2011) Minum teh paling tidak sejam sebelum ini merupakan hasil kumulasi konsumsi makanan
atau setelah makan akan mengurangi daya serap sebelumnya. Salah satu pengukuran antropometri
sel darah terhadap zat besi sebesar 64 %. untuk mengetahui keadaan gizi adalah dengan
Pengurangan daya serap akibat teh ini lebih mengukur berat badan (BB) dan tinggi badan
tinggi daripada akibat sama yang ditimbulkan (TB) dengan menggunakan indeks massa tubuh
oleh minum segelas kopi setelah makan. Kopi yaitu hasil pembagian BB dalam kg dengan
mengurangi daya serap hanya 39 %. Bila kita kuadrat TB dalam satuan m² (BB/TB²). Indeks
makan menu standar plus segelas teh, zat besi massa tubuh (IMT) merupakan salah satu
yang diserap hanya setengah dari makanan yang indiktor status gizi karena dapat manyatakan baik
kita makan. Pengurangan daya serap zat besi itu pengukuran tinggi badan dengan koefisien variasi
diakibatkan oleh zat tanin dalam teh. Sifat zat ini sangat kecil antara 1-2% dibandingkan
mengikat mineral. Anda mungkin sering melihat pengukuran antropometri lain (Supariasa, 2002).
adanya lapisan tipis di permukaan air teh, bila air Terdapat tiga jenis kekurangan gizi, yaitu
yang dipergunakan banyak mengandung mineral kekurangan secara kualitatif, kekurangan secara
(air sadah). Lapisan tipis tersebut sesungguhnya kuantitatif dan kekurangan keduanya. Apabila
adalah hasil reaksi antara mineral dengan tanin, kuantitas nutrient cukup, tetapi kualitasnya
membentuk tanat. apabila tanin tersebut bereaksi kurang maka orang dapat menderita berbagai
dengan mineral-mineral dalam makanan, maka kekurangan vitamin, mineral, protein, dan lain-
mineral tersebut akhirnya tidak dapat digunakan lainnya. Masalah status gizi pada remaja di
tubuh dan terbuang bersama feses. Indonesia meliputi kurang zat gizi makro dan
Berdasarkan hasil penelitian dan teori kurang zat gizi mikro. Status gizi merupakan
diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu gambaran secara makro akan zat gizi dalam
penyebab timbulnya anemia defisiensi besi tubuh kita, termasuk salah satunya adalah zat
dikarenakan penyerapan zat besi didalam tubuh besi. Bila status gizi tidak normal atau kurang
tidak optimal. Penyerapan yang tidak optimal ini dapat merupakan salah satu faktor resiko
dikarenakan adanya zat penghambat seperti terjadinya anemia.
tannin yang terdapat didalam teh. Teh adalah Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
minuman yang saat ini sering dikonsumsi pada Sulaeman (2007) yang menunjukkan bahwa
saat makan,hal ini mengakibatkan besarnya sebanyak 69,0 % remaja putri dengan status gizi
resiko anemia defisiensi zat besi. Oleh sebab itu tidak normal mengalami anemia.
sangatlah penting peran petugas kesehatan dalam Berdasarkan hasil penelitian dan teori di
memberikan penyuluhan terkait faktor penyebab atas dapat disimpulkan bahwa Indeks massa
anemia yang salah satunya adalah mengkonsumsi Tubuh remaja putri masih banyak yang tidak
teh pada saat makan. Perlu diinformasikan pada normal, olehkarena itu peran petugas kesehatan
remaja putri bahwa penggunaan teh bisa dan juga orang tua khususnya ibu untuk
digantikan dengan air jeruk yang banyak memberikan pendidikan kesehatan terkait pola
mengandung vitamin C sehingga memudahkan makan remaja putri sehari-hari. Pola makan akan
penyerapan zat besi. Dengan diketahuinya hal mempengaruhi Tinggi badan dan berat badan,
tersebut, maka akan merubah kebiasaan remaja pola makan ataupun diit yang salah akan
putri mengkonsumsi teh pada saat makan. mengakibatkan pertumbuhan pada remaja tidak
optimal.
Listiana, Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Gizi Besi 465
kemampuan keluarga untuk menyediakan sumber siklus menstruasi lebih panjang, yaitu > 21 hari
zat besi khususnya protein hewai dalam menu mengalami anemia. Demikian pula hasil analisis
makanan sehari-hari, selain itu dikarenakan pula banyaknya menstruasi dengan kejadian anemia,
konsumsi makanan responden masih monoton, diketahui bahwa ada sebanyak 21,7% responden
kebiasaan responden mengkonsumsi teh setelah dengan perdarahan menstruasi lebih banyak,
makan yang juga berdampak pada rendahnya yaitu mengganti pembalut >3 kali/ hari
penyerapan zat besi dalam tubuh responden. mengalami anemia.
Untuk itu sangat penting peran petugas kesehatan Berdasarkan hasil penelitian dan teori di
setempat dalam mensosialisasikan suplemen atas dapat disimpulkan bahwa sangat penting
tablet Fe bagi remaja putri, terutama pada saat adanya program penanggulagan anemia pada
menstruasi, karena besi merupakan mikroelemen remaja putri dengan pemberian tablet Fe 1x 60
yang esensial bagi tubuh, sebagai faktor utama mg perhari selama menstruasi dan juga
pembentuk hemoglobin (Almatsier, 2003). memperhatikan asupan nutrisi yang banyak
mengandung zat besi.
9. Hubungan Keadaan Menstruasi dengan
Kejadian Anemia C. ANALISIS MULTIVARIAT
Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value
0,004, disimpulkan secara statistik ada hubungan Hasil seleksi bivariat menunjukkan bahwa
yang signifikan antara kejadian infeksi dengan dari 9 variabel yang diteliti dapat dimasukkan
kejadian anemia. Berdasarkan hasil analisis seluruhnya kedalam analisis multivariat. Hasil
diperoleh pula nilai OR=2,349, artinya remaja dari analisis multivariate terdapat variabel yang
putri yang menstruasi mempunyai peluang 2,349 dikeluarkan yaitu variabel pendidikan ibu,
kali untuk terkena anemia dibandingkan dengan variabel kebiasaan minum teh dan variabel sikap,
remaja putri yang tidak menstruasi. sehingga hanya 6 variabel yang masuk ke dalam
Menstruasi adalah runtuhnya jaringan sel analisis multivariat. Berdasarkan hasil model
endometrium akibat pengaruh perubahan siklik terakhir multivariate didapatkan bahwa dari 10
keseimbangan hormonal reproduksi waita variabel yang diteliti, ternyata variabel yang
(Winkjosastro, 2008). Serangkaian kejadian paling dominan atau paling bermakna adalah
menstruasi yang dialami wanita setiap bulannya variabel pengetahuan dengan hasil p-value=0,008
akan membentuk pola menstruasi yang meliputi dengan OR=4,576, berarti remaja putri yang
lamanya, banyaknya dan siklus. pengetahuannya kurang memiliki peluang 4,576
Kehilangan darah terjadi melalui kali untuk dapat terkena anemia dibandingkan
menstruasi. Rata-rata seorang wanita remaja putri yang pengetahuannya baik.
mengeluarkan darah 27 ml setiap siklus Hasil penelitian diatas menggambarkan
menstruasi 28 hari. Diduga 10% wanita bahwa masih banyak responden yang
kehilangan darah lebih dari 80 ml perbulan. pengetahuannya kurang tentang anemia sehingga
Bayaknya darah yang keluar berperan pada banyak yag mengalami kejadian anemia. Salah
kejadian anemia karena wanita tidak mempunyai satu faktor masih tingginya angka kejadian
persediaan Fe yang cukup dan absorbs Fe ke anemia adalah kurangnya pengetahuan tentang
dalam tubuh tidak dapat menggantikan hilangnya anemia, kurangnya pengetahuan di sini adalah
Fe saat menstruasi (Departemen Gizi Dan ketidaktahuan akan tanda-tanda dan gejala serta
Kesehatan Masyarakat FKUI, 2007). Menurut dampak yang timbul oleh anemia, akibatnya
Winkjosastro, (2008) pada wanita dengan anemia kalaupun individu tersebut terkena anemia ia
defesiensi besi jumlah darah haid lebih dari 80 cc tidak merasa “sakit”. Menurut Proverawati
dianggap patologik. (2011) salah satu penyebab anemia gizi besi
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian adalah karena minimnya pengetahuan tentang
Weliyati (2010) dimana diketahui bahwa ada anemia gizi besi. Dilihat secara teori faktor yang
hubungan antara lama menstruasi dengan mempengaruhi seseorang akan anemia gizi besi
kejadian anemia. Hasil analisis diperoleh nilai yaitu pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha
OR=3,37 yang berarti bahwa remaja putri dengan untuk mengembangkan kepribadian dan
pola menstruasi lebih lama (>7 hari) secara kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan
statistik memiliki peluang atau resiko mengalami berlangsung seumur hidup. Pendidikan
anemia 3,37 kali lebih besar dibandingkan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
dengan responden yang pola menstruasinya lebih pendidikan seseorang makin mudah orang
singkat. Sedangkan hasil analisis hubungan tersebut untuk menerima informasi. Dengan
antara siklus menstruasi dengan kejadian anemia pendidikan tinggi maka seseorang akan
diperoleh sebanyak 44,4% responden dengan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik
468 Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor 3, November 2016, hlm 455-469
dari orang lain maupun dari media massa. adanya hubungan antara pengetahuan anemia
Semakin banyak informasi yang masuk semakin dengan kejadian anemia di SMAN Kota Metro
banyak pula pengetahuan yang didapat tentang dengan nilai p=0,001 dan nilai OR=0,317. Hal ini
kesehatan. berarti pengetahuan remaja putri yang rendah
Menurut Proverawati (2011) menyatakan merupakan protektif terhadap anemia sekitar
bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi sepertiga (0,371) dibandingkan yang
terjadinya anemia adalah kurangnya pengetahuan berpengetahuan baik.
remaja tentang anemia, pemeliharaan kesehatan, Dengan melihat uraian diatas dan
resistensi tablet besi dan komunikasi yang kurang membandingkan dengan teori maka penulis dapat
tentang pentingnya suplemen tablet besi terutama menyimpulkan bahwa kejadian anemia sangat
pada saat menstruasi. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh faktor pengetahuan.
dapat diperoleh dengan berbagai usaha, baik Pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi
sengaja maupun secara kebetulan. Usaha yang terjadinnya anemia. Hal ini karena pengetahuan
dilakukan dengan sengaja meliputi berbagai seseorang akan mempengaruhi perilakunya
metode dan konsep baik melalui proses termasuk pola hidup dan kebiasaan makan.
pendidikan maupun melalui pengalaman. Kurangnya pengetahuan tentang anemia, tanda-
Pengetahuan seseorang dapat dioperoleh melalui tanda, dampak dan pencegahannya
kurikulum pendidikan disekolah terkait anemia mengakibatkan remaja mengkonsumsi makanan
gizi besi, penyuluhan tentang anemia gizi besi, yang kandungan zat besinya sedikit sehingga
maupun dari berbagai sumber seperti media cetak asupan zat besi yang dibutuhkan remaja putri
seperti buku, majalah, koran, poster. Dari media tidak terpenuhi. Hal ini meningkatkan resiko
elektronik radio, televisi, film dan lainnya, remaja putri terkena anemia. Untuk itu
berperan penting dalam memperoleh informasi penanggulangan anemia pada remaja putri
baik tentang anemia gizi besi. Informasi tentang hendaknya mulai diprioritaskan sehingga perlu
anemia gizi besi juga dapat diperoleh dari tenaga adanya program khusus penaggulangan anemia.
kesehatan setempat. Seorang tenaga kesehatan Program penanggulangannya bisa berupa
dituntut untuk dapat memberikan pendidikan penyuluhan pada remaja putri tentang anemia,
kesehatan, dalam hal ini pendidikan anemia gizi dampak anemia, pencegahan anemia dan cara
besi kepada masyarakat, individu, untuk dapat penanggulangan anemia, sehingga remaja putri
berperan serta dalam mengatasi masalah dapat mencegah diri untuk terhindar dari anemia.
kesehatan dan anemia gizi besi, serta
memperbaiki pola hidup masyarakat. Hal-hal
yang dapat diinformasikan antara lain dimulai SIMPULAN
dari pengertian dan penjelasan singkat mengenai
anemia gizi besi, kemudian tanda dan gejala, Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia
penyebab serta cara mengatasinya, apa makanan defesiensi zat besi pada remaja putri di SMK
yang dianjurkan dan yang tidak di anjurkan. Negeri 1 Terbaggi Besar tahun 2012 adalah,
Dengan adanya peran tenaga kesehatan dalam indeks massa tubuh, pengetahuan, asupan
memberikan pendidikan anemia gizi besi di suplemen zat besi, dan keadaan menstruasi
masyarakat, diharapkan dapat membantu dengan angka kejadian (60,8 %).
memperbaiki status kesehatannnya, khususnya
melalui upaya preventif (pencegahan).
Menurut Proverawati (2011), pengetahuan SARAN
sangat erat pula kaitannnya dengan terbentuknya
sikap. Pengetahuan seseorang tentang suatu 1. Perlu adanya kerjasama antara tenaga
obyek mengandung dua aspek yaitu aspek positif kesehatan dengan dinas pendidikan dalam
dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya mensosialisasikan dan memberikan
akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek informasi dan pendidikan kesehatan tentang
tertentu. Semakain banyak aspek positif dari anemia gizi besi serta memasukkan
obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap kurikulum tambahan tentang gizi pada
makin positif terhadap obyek tersebut. remaja, khususnya gizi pada keadaan anemia
Pengetahuan mempunyai tujuan akhir mengubah gizi besi ke sekolah-sekolah, khususnya di
sikap dan tindakan ke arah kesadaran untuk SMKN 1 Terbanggi Besar.
melakukan pemenuhan kebutuhan gizi agar tidak 2. Bagi Puskesmas hendaknya melakukan
terjadi anemia gizi besi. pendistribusian tablet tambah darah serta
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pendeteksian dini anemia gizi besi dengan
Penelitian Weliyati (2010) yang menunjukkan
Listiana, Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Gizi Besi 469
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Arisman. 2004. Buku Ajar Ilmu Gizi dalam daur Cipta.
Kehidupan. Jakarta: EGC. Poltekkes Depkes. 2010. Kesehatan Remaja
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Problem Dan Solusinya. Jakarta: Salemba
FKUI. 2007. Gizi dan Kesehatan Medika.
Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers. Proverawati, Atikah. 2011. Anemia dan Anemia
Depkes RI. 2007. Program Penanggulangan Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Anemia Gizi Pada Wanita Usia Subur Sulaeman. 2006. Hubungan Antara Tingkat
(WUS). Jakrta: Ditjen Gizi Masyarakat. Pengetahuan dengan Angka Kejadian
Farida, Ida. 2006. Determinan kejadian anemia Anemia Remaja Putri SMU Negeri 1
pada remaja putri di kecamatan Gebog Yogyakarta Tahun 2007.
Kabupaten kudus tahun Tahun http://webcache.gooleuserlontent.com
2006.http:fkesmas.undip.ac.id/(Diakses (Diakses pada 11 Mei 2010).
pada 17 Juni 2010). Supariasa, I Dewa Nyoman., Bakri, Bachyar.,
Hosmer D.W., and Lemeshow S. 1997. Applied Fajar, Ibnu. 2002. Penilaian Status Gizi.
Logistic Regression, A Wiley Interscience Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Publication. Newyork. Weliyati. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan
Isniati. 2007. Efek Suplementasi Tablet Fe + dengan Kejadian Anemia pada Remaja
Obat Cacing terhadap kadar Hemoglobin Putri di SMA Negeri Kota Metro. Jurusan
Remaja yang Anemia di Pondok Pesantren Kebidanan Metro, Poltekkes
Tarbiyah IV Angkat Cadung Tahun 2008. Tanjungkarang. Lampung.
http://ffarmasi.unand.ac.id/ (Diakses Winkjosastro, H. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta:
pada17 Juni 2010). Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.