You are on page 1of 39

MATERI INTI 3

PENGOBATAN PASIEN TB
BAGIAN 1
DAFTAR ISI

Tentang modul ini

Kegiatan Belajar 1
TUJUAN dan PRINSIP PENGOBATAN
Tujuan ……………………………………………………………………………………...
Pokok Materi ………………………………………………………………………….…..
Uraian Materi ……………………………………………………………………………..
Sekarang saya tahu ……………………………………………………………………..…
Bahan diskusi ………………………………………………………….…………………..
Tugas ……………………………………………………………………………………..…
Test …………………………………………………………………………………….…...

Kegiatan Belajar 2
PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Tujuan ……………………………………………………………………………………….
Pokok Materi ……………………………………………………………………………….
Uraian Materi …………………………………………………………………………….…
Sekarang saya tahu ……………………………………………………………………..…
Bahan diskusi ……………………………………………………………………………….
Tugas …………………………………………………………………………………………
Test …………………………………………………………………………………………..

Kegiatan Belajar 3
PENGOBATAN TB PADA PASIEN DEWASA
Tujuan ……………………………………………………………………………………….
Pokok Materi ……………………………………………………………………………….
Uraian Materi …………………………………………………………………………….…
Sekarang saya tahu ……………………………………………………………………..…
Bahan diskusi ……………………………………………………………………………….
Tugas …………………………………………………………………………………………
Test …………………………………………………………………………………………..

Kegiatan Belajar 4
PENGOBATAN TB PADA PASIEN ANAK
Tujuan ……………………………………………………………………………………….
Pokok Materi ……………………………………………………………………………….
Uraian Materi …………………………………………………………………………….…
Sekarang saya tahu ……………………………………………………………………..…
Bahan diskusi ……………………………………………………………………………….
Tugas …………………………………………………………………………………………
Test ………………………
Kegiatan Belajar 5
PENGOBATAN TB PADA PASIEN DENGAN KEADAAN KHUSUS
Tujuan ……………………………………………………………………………………….
Pokok Materi ……………………………………………………………………………….
Uraian Materi …………………………………………………………………………….…
Sekarang saya tahu ……………………………………………………………………..…
Bahan diskusi ……………………………………………………………………………….
Tugas …………………………………………………………………………………………
Test …………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………..

Kegiatan Belajar 6
PENETAPAN PMO DAN TEMPAT PENGOBATAN
Tujuan ……………………………………………………………………………………….
Pokok Materi ……………………………………………………………………………….
Uraian Materi …………………………………………………………………………….…
Sekarang saya tahu ……………………………………………………………………..…
Bahan diskusi ……………………………………………………………………………….
Tugas …………………………………………………………………………………………
Test …………………………………………………………………………………………..
SELAMAT MEMBUKA MODUL INTI
3 PENGOBATAN PASIEN TB

Anda dapat membuka modul ini bila


anda telah selesai membaca dan mengerjakan semua
penugasan pada Modul Inti 2 – Penemuan Penderita
TB.

TENTANG MODUL INI

Modul ini merupakan kelanjutan modul Penemuan pasien TB. Setelah pasien
ditemukan adalah kewajiban Dokter Praktik Mandiri (DPM) menjamin bahwa
pasien TB diobati dengan baik dan benar, sesuai standar ISTC (International
Standard for Tuberculosis Care), Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
(PNPK) dan Buku Pedoman Nasional Pengendalian TB edisi terkini.

Pada modul ini ada 12 topik materi yang akan dibahas yaitu: tujuan dan prinsip
pengobatan pasien TB, paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), Pengobatan TB
pada pasien dewasa dan pasien anak, penetapan PMO dan tempat pengobatan,
Efek samping OAT, Tata Laksana Pasien Berobat Tidak Teratur, pemantauan
kemajuan pengobatan, penetapan hasil akhir pengobatan,
logistik TB dan pengisian form TB.01 dan TB.02

Sebelum membahas isi modul kita perlu mengetahui Tujuan


Pembelajaran modul Pengobatan pasienTB

Tujuan Pembelajaran Umum:


Setelah menyelesaikan materi, peserta mampu memahami cara
melakukan Pengobatan Pasien TB dengan benar

Tujuan Pembelajaran Khusus:


Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan:

1. Tujuan dan Prinsip Pengobatan pasien TB


2. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
3. Pengobatan TB pada pasien dewasa
4. Pengobatan TB pada pasien anak
5. Pengobatan TB pada pasien dengan keadaan khusus (12 jenis
pasien)
6. Penetapan PMO dan tempat pengobatan
7. Tatalaksana Efek samping obat TB
8. Pemantauan kemajuan Pengobatan
9. Pemantauan Tata Laksana Pasien Berobat Tidak Teratur
10. Penetapan Hasil akhir pengobatan
11. Logistik TB
12. Cara mengisi format TB.01 dan format TB.02
Selamat anda telah mengetahui tujuan pembelajaran modul pengobatan
pasien TB, sebelum lanjut pada kegiatan belajar 1 tolong
jawab pertanyaan dibawah ini dan isi jawaban anda pada
tempat yang disediakan:

KEGIATAN BELAJAR 1
TUJUAN DAN PRINSIP PENGOBATAN PASIEN TB
POKOK MATERI
1) Tujuan pengobatan pasien TB
2) Prinsip pengobatan pasien TB

URAIAN MATERI

Setelah memahami tujuan pengobatan pasien TB, sebelum mengobati


pasien TB kita perlu memahami PRINSIP PENGOBATAN PASIEN TB:
Pada prinsip pengobatan pasien TB dikatakan bahwa pengobatan pasien
TB terdiri atas 2 tahap yaitu tahap awal dan tahap lanjutan, berikut adalah
penjelasan tentang tahap dan tahap lanjutan pengobatan asien TB
tersebut
SEKARANG SAYA TAHU:
Kegiatan Belajar 2

PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


Setelah memahami tujuan, prinsip dan tahapan pengobatan TB, anda akan
mempelajari jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang digunakan dalam
mengobati pasien TB

Tujuan Umum
Peserta mampu memahami tentang Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dalam setiap
tahapan pengobatan TB

Tujuan Khusus
Peserta mampu menjelaskan:
1. Definisi OAT
2. Jenis dan kisaran dosis OAT yang digunakan di Indonesia
3. Paduan OAT, peruntukkan, cara meminum dan cara kerja OAT dalam setiap
tahapan pengobatan TB

Pokok Materi
a). Definisi OAT
b). Jenis dan Kisaran dosis OAT yang digunakan di Indonesia
c). Paduan OAT, peruntukkan, cara meminum dan cara kerja OAT dalam setiap
tahapan pengobatan TB

Uraian Materi
a). Definisi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ) adalah komponen terpenting dalam pengobatan
TB, yang merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran
lebih lanjut dari kuman TB.

OAT dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis, paduan, kemasan, sifat,


dan efek samping, sebagaimana yang terlihat pada gambar-gambar
berikut:
OAT lini pertama terdiri dari empat macam obat yang merupakan
pengobatan utama dan mendasar bagi pasien TB, diperuntukkan bagi
pasien TB yang belum pernah mendapat pengobatan TB sebelumnya.

OAT lini kedua merupakan OAT yang diberikan pada pasien TB yang
sudah resistan terhadap OAT lini pertama (pasien TB Resistan Obat).
Setelah mengetahui jenis OAT lini pertama dan lini kedua, cara kerja serta
efek sampingnya, maka kita akan mempelajari Paduan OAT dan
peruntukkannya.
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia ditetapkan mengacu pada
rekomendasi WHO dan International Standard for Tuberculosis Care/ISTC.

Paduan OAT terdiri dari OAT Kategori 1 dan Kategori 2, Kategori Anak dan
Kategori Pengobatan untuk Pasien TB Resistan Obat

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia dikemas dalam bentuk Kombinasi


Dosis Tetap (KDT)/Fixed Dose Combination (FDC) dan dalam bentuk obat
lepas (Kompipak)
Selamat anda telah selesai mempelajari tentang OAT, sebelum melanjutkan
dengan materi berikutnya adakah hal yang belum anda pahami tentang OAT?
Silahkan anda tuliskan pada ruang yang tersedia dan submit.
SEKARANG SAYA TAHU:
Kegiatan Belajar 3

PENGOBATAN TB PADA PASIEN DEWASA


Tujuan Umum
Peserta dapat memahami pengobatan TB pada pasien TB dewasa

Tujuan Khusus
Peserta dapat menjelaskan:
1. Paduan OAT pasien TB dewasa
2. Dosis OAT bagi pasien TB dewasa

Pokok Materi
Materi yang akan dibahas pada kegiatan belajar ini adalah paduan dan dosis OAT
bagi pasien TB dewasa

Uraian Materi
Seperti telah disampaikan pada materi sebelumnya, paduan pengobatan TB
terdiri dari Kategori-1 dan Kategori-2 dengan kemasan KDT dan Kombipak.
Tabel berikut memperlihatkan kisaran dosis pengobatan TB untuk tiap jenis
OAT, sesuai kisaran dosis dengan pengelompokan Berat Badan pasien TB,
baik untuk KDT maupun kombipak.

Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa

Jenis, sifat dan dosis OAT

Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)

Harian Dosis 3x Dosis


Maksimum seminggu Maksimum

Isoniasid (H) Bakterisid 5 300 10 900


(4-6) (8-12)
Rifampisin (R) Bakterisid 10 600 10 600
(8-12) (8-12)
Pirazinamid (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Streptomisin (S) Bakterisid 15 1000
(12-18)
Etambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (25 -35)
Dosis paduan OAT KDT untuk Kategori 1 2(HRZE) / 4(HR)3
Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat tiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama
Badan RHZE (150/75/400/275) 16 minggu
RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2 KDT

Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)


Dosis per hari / kali
Kaplet Tablet Tablet Jumlah
Tahap Lama Tablet
Rifam Pirazin Etam hari/kali
Pengo Pengo Isonia
pisin amid butol mene
batan batan sid @
@ 450 @ 500 @ 250 lan obat
300 mg
mg mg mg
2
Intensif 1 1 3 3 56
Bulan
4
Lanjutan 2 1 - - 48
Bulan

Dosis paduan OAT KDT untuk Kategori 2 - 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3*


Tahap Lanjutan
Tahap Intensif
3 kali seminggu
tiap hari
Berat RH (150/150) +
RHZE (150/75/400/275) + S
Badan E(400)
Selama 28
Selama 56 hari selama 20 minggu
hari
30-37 2 tab 4KDT 2 tab 2 tab 2KDT
kg + 500 mg Streptomisin inj. 4KDT + 2 tab Etambutol
38-54 3 tab 4KDT 3 tab 3 tab 2KDT
kg + 750 mg Streptomisin inj. 4KDT + 3 tab Etambutol
55-70 4 tab 4KDT 4 tab 4 tab 2KDT
kg + 1000 mg Streptomisin inj. 4KDT + 4 tab Etambutol
≥71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 5 tab 2KDT
+ 1000mg Streptomisin inj. 4KDT + 5 tab Etambutol

*paduan terapi intermiten ini diberikan hanya di fasilitas dengan Pengawasan


Menelan Obat ketat oleh petugas kesehatan dan belum memiliki obat dosis
harian
Catatan:

 Untuk pasien yang berumur >60 tahun tidak mungkin bisa diberikan
Streptomycin dengan dosis >500 – 750 mg/hari. Beberapa buku rujukan
menganjurkan penurunan dosis menjadi 10 mg/kg/BB/hari. Pada pasien
dengan berat badan < 50 kg mungkin juga tidak dapat diberikan dosis
diatas 500 – 750 mg/hari.
 Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus.
 Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
 Jumlah hari menelan obat dalam 1 bulan adalah 28 hari, sehingga untuk
tahap awal 2 bulan = 2 X 28 hari (dosis harian) = 56 hari (=56 dosis harian)
 Untuk tahap lanjutan, pasien TB menelan obat 3 kali seminggu, sehingga
untuk 1 bulan jumlah hari menelan obat adalah 3 kali X 4 minggu= 12 hari
menelan obat (= 12 dosis harian), sehingga pada tahap lanjutan Kategori-2
jumlah dosis harian yang harus diminum adalah 5 bulan X 3 kali/mg X 4
minggu= 60 hari menelan obat (=60 dosis harian)

Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2


2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Etambuto Jum
Kaplet Tablet l lah
Tablet
Tahap Lama Rifam Pirazin Tab hari/
Isonias Tab Strept
Pengo Pengo pisin amid let kali
id @ let @ omisin
batan ba-tan @ 450 @ 500 @ mene
300 mg 400 injeksi
mg mg 250 lan
mg
mg obat
Tahap 2
0,75 56
Inten sif bln 1 1 3 3 -
gr
(dosis 1 1 1 3 3 -
- 28
harian) bln
Tahap
Lanju
tan 5
2 1 - 1 2 - 60
(dosis bln
3x se
mggu)

Catatan:

 Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.


 Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
 Ingat pemberian dosis Streptomycin untuk pasien berumur >60 tahun
 Pasien berusia di atas 60 tahun tidak dapat mentoleransi streptomisin lebih
dari 500-700 mg per hari beberapa pedoman merekomendasikan dosis 10
mg/kg BB pada pasien kelompok usia ini. Pasien dengan berat badan di
bawah 50 kg tidak dapat mentoleransi dosis lebih dari 500-750 mg per hari
 Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan
harus disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan.
 Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (contoh
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada
pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh
lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga
meningkatkan risiko terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.
 OAT lini kedua disediakan di Faskes yang telah ditunjuk guna memberikan
pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang Resistan Obat

SEKARANG SAYA TAHU:

1. Paduan pengobatan TB pada pasien dewasa yang terdiri dari


Kategori-1 dan Kategori-2 dengan kemasan KDT dan Kombipak.

2. Kisaran dosis pengobatan TB untuk tiap jenis OAT sesuai


pengelompokan Berat Badan pasien TB, baik untuk KDT maupun
kombipak.
Kegiatan Belajar 4
PENGOBATAN TB PADA PASIEN ANAK

Tujuan Umum

Peserta dapat memahami pengobatan TB pada pasien anak

Pokok Materi
a. Tatalaksana medikamentosa TB Anak
b. Prinsip pengobatan TB pada pasien Anak
c. Paduan OAT TB Anak, dosis dan efek samping
d. Paduan OAT TB Anak dan peruntukkannya
e. Tahapan pengobatan, jenis dan lama pengobatan pada pasien TB Anak
f. Pengobatan ulang pada pasien TB Anak
Uraian Materi
Pengobatan TB pada anak
a. Tatalaksana medikamentosa TB Anak

Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan


profilaksis (pencegahan).
Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB
diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang
terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).

b. Prinsip pengobatan TB pada pasien Anak

Yang harus diperhatikan dan dipatuhi dalam melakukan pengobatan TB


pada anak adalah:
c. Paduan OAT TB Anak, dosis dan efek samping

Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional


Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
1. OAT paket Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT).
 Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2 (HRZ)/4 (HR)
 Dosis disesuaikan dengan berat badan pasien.
 Paket KDT untuk tahap awal, yaitu Rifampisin (R) 75mg, INH
(H) 50 mg, dan Pirazinamid (Z) 150 mg
 Paket KDT untuk tahap lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg
dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada
tabel berikut.
 Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien untuk
satu masa pengobatan.

2. OAT kombipak digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami


efek samping OAT KDT.

Dosis paket Kombinasi Dosis Tetap (KDT) OAT TB Anak


Berat badan 2 bulan 4 bulan
(kg) RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-7 1 tablet 1 tablet
8-12 2 tablet 2 tablet
13-17 3 tablet 3 tablet
18-23 4 tablet 4 tablet
24-30 5 tablet 5 tablet
Catatan:

a. Bayi di bawah 5 kg OAT diberikan secara terpisah, tidak dalam bentuk


kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
b. Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan,
menyesuaikan berat badan saat itu
c. Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal
(sesuai umur).
d. OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, tidak boleh
digerus)
e. Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah / dikulum
(chewable), atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
f. Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah
makan
g. Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua
obat tidak boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer
h. Bila INH dikombinasi dengan Rifampicin, dosisnya tidak boleh
melebihi 10 mg/kgBB/hari

Keterangan:
Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak
boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer

d. Paduan OAT TB Anak dan peruntukkannya

Peruntukan Paduan OAT Kategori Anak sesuai tahapan pengobatan dan


lama pengobatan
Kategori Diagnostik Fase Intensif Fase Lanjutan Prednison
TB Paru BTA negatif 2HRZ 4HR -
TB Kelenjar

Efusi pleura TB 2HRZ 4HR 2 mgg - tap off


TB Paru BTA positif 2HRZE 4HR -

TB paru berat: 2HRZE 7-10 HR


a. TB Millier
b. TB Paru dengan
kerusakan luas
c. TB +destroyed lung
Meningitis TB 2HRZ(E/S) 10 HR 4 mgg – tap off
Perikarditis TB 2 mgg – tap off
Peritonitis TB 2 mgg – tap off
Skeletal TB -

Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat digunakan untuk TB dengan komplikasi seperti;
meningitis TB, sumbatan jalan napas akibat TB kelenjar, dan perikarditis
TB. Steroid dapat pula diberikan pada TB milier dengan gangguan
napas yang berat, efusi pleura dan TB abdomen dengan asites. Obat
yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 2 mg/kg/ hari,
sampai 4 mg/kg/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60
mg/hari selama 4 minggu, kemudian tappering--off bertahap 1--2 minggu
sebelum dilepas

Nutrisi
Status gizi pasien sangat penting untuk bertahan terhadap penyakit TB, dan
malnutrisi berat berhubungan dengan mortalitas TB. Penilaian yang terus
menerus dan cermat pada pertumbuhan anak perlu dilakukan. Penilaian
dilakukan dengan mengukur berat, tinggi, lingkar lengan atas atau
pengamatan gejala dan tanda malnutrisi seperti edema atau muscle
wasting. Pemberian air susu ibu tetap diberikan, jika masih dalam
periode menyusui.

Piridoksin
Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi piridoksin simptomatik, terutama
pada anak dengan malnutrisi berat dan anak dengan HIV yang
mendapatkan ARV. Suplementasi piridoksin (5--10 mg/hari)
direkomendasikan pada bayi yang mendapat ASI ekslusif, HIV positif atau
malnutrisi berat.

e. Tahapan pengobatan, jenis dan lama pengobatan pada pasien TB Anak

Berbeda dengan pengobatan pada pasien TB dewasa, baik pada tahap


awal maupun tahap lanjutan pengobatan pasien TB anak diberikan
setiap hari.
Jenis obat yang digunakan pada tiap tahapan dan lamanya pengobatan
sudah dipelajari pada materi sebelumnya.

 Tahap Awal, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan


minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan
berat ringannya penyakit.
 Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.

Catatan:
Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari
untuk mengurangi ketidak teraturan minum obat yang lebih sering
terjadi jika obat tidak diminum setiap hari.

f. Pengobatan ulang TB pada Anak


1. Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali
dengan keluhan gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut
benar-benar menderita TB.

2. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau


sistem skoring.
3. Evaluasi dengan sistem skoring harus lebih cermat dan dilakukan di
fasilitas rujukan.

4. Apabila hasil pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, maka


anak diklasifikasikan sebagai kasus Kambuh.

g. Respons pengobatan dan pemantauan:


1. Idealnya setiap anak dipantau setidaknya: tiap 2 minggu pada fase intensif
dan setiap 1 bulan pada fase lanjutan sampai terapi selesai
2. Penilaian meliputi: penilaian gejala, kepatuhan minum obat, efek samping,
dan pengukuran berat badan
3. Dosis obat mengikuti penambahan berat badan
4. Kepatuhan minum obat dicatat menggunakan kartu pemantauan pengobatan
5. Pemantauan sputum harus dilakukan pada anak yang terkonfirmasi secara
bakteriologis pada diagnosis awal, yaitu pada akhir bulan ke-2, ke-5 dan
ke-6. Foto rontgen tidak rutin dilakukan karena perbaikan radiologis
ditemukan dalam jangka waktu yang lama, kecuali pada TB milier setelah
pengobatan 1 bulan dan efusi pleura setelah pengobatan 2 – 4 minggu.
6. Anak yang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi TB harus dirujuk
untuk penilaian dan terapi, anak mungkin mengalami resistensi obat,
komplikasi TB yang tidak biasa, penyebab paru lain atau masalah dengan
keteraturan (adherence) minum obat

h. Pemantauan pengobatan TB pada pasien anak


Pada tahap awal pasien TB anak kontrol tiap minggu, untuk melihat kepatuhan,
toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat. Pada tahap lanjutan
pasien kontrol tiap bulan.

Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon pengobatan pasien harus dievaluasi.
Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis yang terdapat pada awal
diagnosis berkurang misalnya nafsu makan meningkat, berat badan meningkat,
demam menghilang,dan batuk berkurang. Apabila respon pengobatan baik maka
pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respon
pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi
pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap.

Sistem skoring hanya digunakan untuk diagnosis bukan untuk menilai hasil
pengobatan.

Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan


melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto
rontgen dada. Pemeriksaan tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai
pemeriksaan untuk pemantauan pengobatan, karena uji tuberkulin yang positif
masih akan memberikan hasil yang positif. Meskipun gambaran radiologis tidak
menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis
yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan selesai.
Pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan dahaknya
BTA positif, pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
dahak ulang sesuai dengan alur pemantauan pengobatan pasien TB BTA pos.

i. Pasien TB Anak yang Berobat Tidak Teratur


Ketidakpatuhan minum OAT pada pasien TB merupakan penyebab kegagalan
terapi.

1) Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau >2 bulan di fase
lanjutan dan menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali mulai
dariawal.
2) Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di fase
lanjutan dan menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai
selesai.
Pada pasien dengan pengobatan yang tidak teratur akan meningkatkan risiko
terjadinya TB resistan obat.

j. Hasil pengobatan TB pada anak

Evaluasi hasil pengobatan TB pada anak merujuk pada hasil pengobatan TB


dewasa. Sistem skoring hanya digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai
hasil pengobatan.

k. Pengobatan ulang TB pada pasien anak


Anak yang pernah mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali dengan
keluhan gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut benar-benar menderita
TB. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau sistem
skoring.

Evaluasi dengan sistem skoring harus lebih cermat dan dilakukan di fasilitas
rujukan. Apabila hasil pemeriksaan dahak menunjukkan hasil positif, maka anak
diklasifikasikan sebagai kasus Kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah
mendapat pengobatan TB, tidak dianjurkan untuk dilakukan uji tuberkulin ulang

l. Efek samping pengobatan TB pada pasien anak


Efek samping obat TB lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan dewasa.
Pemberian etambutol untuk anak yang mengalami TB berat tidak banyak
menimbulkan gejala efek samping selama pemberiannya sesuai dengan rentang
dosis yang direkomendasi.
Efek samping yang paling penting adalah hepatotoksisitas, yang dapat
disebabkan oleh isoniazid, rifampisin atau pirazinamid.
Enzim hati tidak rutin diperiksa, pada keadaan peningkatan enzim hati ringan
tanpa gejala klinis (kurang dari 5 kali nilai normal) bukan merupakan indikasi
penghentian terapi obat anti TB.
Jika timbul gejala hepatomegali atau ikterus harus segera dilakukan pengukuran
kadar enzim hati dan jika perlu penghentian obat TB.
Penapisan ke arah penyebab hepatitis lain harus dilakukan.
Obat TB diberikan kembali jika fungsi hati kembali normal, diberikan dengan
dosis yang lebih kecil dalam rentang terapi, dengan tetap memonitor kadar
enzim hati.
Konsultasi ke ahli hepatologi untuk tata laksana lebih lanjut
Penanganan efek samping lain OAT pada anak mengacu pada buku
PedomanNasional Pengendalian TB.

m. Pengobatan Pencegahan TB dengan Isoniazid (PP-INH) pada pasien anak

Pengobatan Pencegahan dengan Isoniazid (PP INH) adalah pengobatan yang


diberikan kepada kontak yang tidak terbukti sakit TB.

Prioritas pemberian PP INH adalah anak balita dan anak dengan infeksi HIV positif
semua usia.

Tujuan pemberian PP INH adalah untuk menurunkan beban TB pada anak.


Efek perlindungan PP INH dengan pemberian selama 6 bulan dapat menurunkan
risiko TB pada anak tersebut di masa datang

1. Indikasi
PP INH diberikan kepada anak kontakyang tidak terbukti sakit TB dengan
kriteria berikut :

a. Usia kurang dari 5 tahun


b. Anak dengan HIV positif
c. Anak dengan kondisi imunokompromais lain (misalnya gizi buruk, diabetes
mellitus, keganasan, mendapatkan steroid sistemik jangka panjang).
2. Obat dan Dosis
a. Dosis pemberian PP INH adalah 10 mg/kg BB, satu kali sehari (maksimal
300 mg/hari).
b. Obat dikonsumsi satu kali sehari, sebaiknya pada waktu yang sama (pagi,
siang, sore atau malam) saat perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2
jam setelah makan).
c. Lama pemberian PPINH adalah 6 bulan (1 bulan = 28 hari pengobatan),
dengan catatan bila keadaan klinis anak baik.
d. Bila dalam follow up timbul gejala TB, lakukan pemeriksaan untuk
penegakan diagnosis TB. Jika anak terbukti sakit TB, PP INH dihentikan
dan berikan OAT.
e. Obat tetap diberikan sampai 6 bulan, walaupun kasus indeks meninggal
atau BTA kasus indeks sudah menjadi negatif.
f. Dosis obat disesuaikan dengan kenaikan BB setiap bulan.
g. Pengambilan obat dilakukan pada saat kontrol setiap 1 bulan, dan dapat
disesuaikan dengan jadwal kontrol dari kasus indeks.
h. Pada pasien dengan gizi buruk dan infeksi HIV, diberikan Vitamin B6 10
mg untuk dosis INH ≤200 mg/hari, dan 2x10 mg untuk dosis INH >200
mg/hari
i. Yang berperan sebagai pengawas minum obat adalah langsung orang tua
atau anggota keluarga pasien.
3. Pemantauan dan evaluasi saat kontrol
a. Keteraturan minum obat
Keteraturan minum obat dipantau melalui formulir PP INH 01. Jika
terdapat ketidakteraturan minum obat, harus dicari masalahnya dan
didiskusikan pemecahannya.
b. Efek samping ;
1) Tanyakan apakah ada keluhan terkait efek samping obat seperti
mual muntah, tampak kuning, dan gatal gatal.
2) Periksa apakah ada tanda tanda efek samping seperti ikterik,
pembesaran hepar, ruam di kulit.
3) Bila terdapat gejala efek samping seperti di atas, maka obat
sementara dihentikan dan lakukan tatalaksana efek samping.
Efek Samping INH dan Penanganan
Efek Samping INH Penanganan

Gatal, kemerahan kulit/ruam Antialergi


Mual, muntah, tidak nafsu INH diminum malam sebelum tidur
makan,
Ikterus tanpa penyebab lain Hentikan PP INH sampai ikterus
menghilang
Baal, kesemutan Berikan dosis vitamin B6 sampai
dengan 100mg

c. Evaluasi munculnya gejala TB :


1) Tanyakan keluhan terkait gejala TB, misal keadaan umum anak, lesu,
nafsu makan kurang, demam menetap >2 minggu dan atau keringat
malam, batuk menetap >3 minggu, pembengkakan di leher, diare
menetap > 2 minggu
2) Pantau Berat Badan (BB) sesuai grafik CDC WHO. Waspadai arah
garis pertumbuhan BB pada grafik (tidak ada kenaikan, ada penurunan,
atau naik tidak sesuai arah garis).
3) Periksa apakah ada pembesaran kelenjar getah bening di leher, ketiak
dan inguinal, serta gejala TB di organ lain.
4) Hasil evaluasi bulanan :
a) Bila saat kontrol tidak ada masalah, maka pemberian PP INH dapat
dilanjutkan untuk bulan berikutnya.
b) Jika terdapat gejala TB seperti di atas, maka dilakukan pemeriksaan
untuk menegakkan diagnosis TB. Tata laksana selanjutnya
tergantung dari hasil pemeriksaan tersebut

Pada pasien TB anak yang pernah mendapat


pengobatan TB, tidak dianjurkan untuk dilakukan uji
tuberkulin ulang
SEKARANG SAYA TAHU:

a. Tatalaksana medikamentosa TB Anak: terapi


(pengobatan) dan profilaksis
b. Prinsip pengobatan TB pada pasien Anak adalah:
1. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat
2. Waktu pengobatan TB anak 6-12 bulan.
3. Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap: tahap awal dan
tahap lanjutan
4. TB anak pulmonal maupun ekstrapulmonal dengan gejala klinis yang
berat, seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, perikarditis TB, TB
endobronkial, efusi pleura TB, peritonitis TB:
a. dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
b. diberikan kortikosteroid (prednison)
Kegiatan Belajar 5
PENGOBATAN TB PADA PASIEN DENGAN KEADAAN KHUSUS

Keadaan khusus adalah keadaan pada saat seorang pasien TB dalam menelan
OAT mengalami kondisi yang perlu perhatian khusus (kehamilan, ibu
menyusui, WUS penggunaan kontrasepsi), dan keadaan dimana selain
menderita penyakit TB pada saat yang bersamaan juga menderita penyakit ko
infeksi yang lain. Kondisi dengan penyakit penyerta ini dapat mempengaruhi
respons atau hasil pengobatan TB. DPM harus dapat mengidentifikasi kasus
khusus ini dan memberikan pengobatan yang dapat mendukung hasil yang
optimal.

Tujuan Umum
Peserta mampu memahami pengobatan pasien TB pada keadaan khusus

Tujuan Khusus
Peserta dapat menjelaskan cara pengobatan TB pada:
a. Kehamilan
b. Ibu menyusui dan bayinya
c. Pasien TB pengguna kontrasepsi
d. Pasien TB dengan kelainan hati
e. Pasien TB dengan gangguan fungsi ginjal
f. Pasien TB dengan Diabetes Mellitus
g. Pasien TB yang mendapat tambahan kortikosteroid
h. Pasien TB dengan Indikasi operasi

Pokok Materi
Pengobatan pasien TB pada:
a. Kehamilan
b. Ibu menyusui dan bayinya
c. Pasien TB pengguna kontrasepsi
d. Pasien TB dengan kelainan hati
e. Pasien TB dengan gangguan fungsi ginjal
f. Pasien TB dengan Diabetes Mellitus
g. Pasien TB yang mendapat tambahan kortikosteroid
h. Pasien TB dengan Indikasi operasi
Uraian Materi

g. Kehamilan
Prinsip pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan
TB pada umumnya.

Menurut WHO, sebagian besar OAT aman untuk kehamilan, kecuali


streptomisin karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier
placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan
dilahirkan.

Keberhasilan pengobatan TB pada kehamilan sangat penting agar bayi yang


akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

h. Ibu menyusui dan bayinya


. Ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara
adekuat, karena semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.

Prinsip pemberian OAT pada ibu menyusui adalah:

1. Untuk pengobatan TB pada ibu


2. Untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya.
3. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dengan ibu harus memaki
masker saat berdekatan dengan bayinya,
4. Bayi dapat terus diberikan ASI.
5. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi
tersebut sesuai dengan berat badannya.

i. Pasien TB pengguna kontrasepsi


Pasien TB pengguna kontrasepsi sebaiknya mengggunakan kontrasepsi
non-hormonal.

Terjadinya interaksi Rifampisin dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan


KB, susuk KB) dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut.

j. Pasien TB dengan kelainan hati

1. Pasien TB dengan Hepatitis akut


a) Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis
ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan.
Sebaiknya dirujuk ke Faskes rujukan untuk penatalaksanaan
spesialistik.
b) Pasien TB pembawa virus hepatitis, pasien dengan riwayat
hepatitis akut dan saat ini pecandu alcohol:
Pasien dengan kondisi tersebut dapat diberikan paduan pengobatan
OAT, namun perlu diwaspadai terjadinya reaksi hepatotoksis terhadap
OAT.
2. Hepatitis Khronis
a) Pada pasien dengan kecurigaan mempunyai penyakit hati kronis,
p
e INGAT-INGAT
m
Semakin
e berat atau tidak stabil penyakit hati yang diderita pasien
TB,r harus menggunakan semakin sedikit OAT yang
i
hepatotoksik.
k
s Konsultasi dengan seorang dokter spesialis sangat dianjurkan,
a Pemantauan klinis dan LFT harus selalu dilakukan dengan
a
seksama,
n
 Pada panduan OAT dengan penggunaan etambutol lebih dari 2
f bulan diperlukan evaluasi gangguan penglihatan.
u
n
gsi hati harus dilakukan sebelum memulai pengobatan.
b) Apabila hasil pemeriksaan fungsi hati >3x normal sebelum memulai
pengobatan, paduan OAT berikut ini dapat dipertimbangkan:
i. 2 obat yang hepatotoksik
a. 9 HRE
b. 2 HRSE / 6 HR
c. 6 – 9 bulan RZE
ii. 1 obat yang hepatotoksik  2 HES / 10 HE
iii. Tanpa obat yang hepatotoksik  18 – 24 SE ditambah salah
satu golongan Kuinolon

Semakin berat atau tidak stabil penyakit hati yang diderita pasien TB,
harus menggunakan semakin sedikit OAT yang hepatotoksik. Konsultasi
dengan seorang dokter spesialis sangat dianjurkan.
Pemantauan klinis dan LFT (Liver Function Test) harus selalu dilakukan
dengan seksama

k. Pasien TB dengan gangguan fungsi ginjal:

Pasien dengan penyakit ginjal sangat berisiko untuk terkena TB khususnya


pada pasien dengan penyakit ginjal kronis.
Risiko untuk mengalami efek samping obat pada pengobatan pasien TB
dengan gagal ginjal kronis lebih besar dibanding pada pasien TB dengan
fungsi ginjal yang masih normal.
Pasien TB dengan penyakit ginjal yang perlu mendapat perhatian khusus
adalah:
Pasien TB dengan gagal ginjal atau gangguan fungsi ginjal yang berat
paduan OAT yang dianjurkan adalah: 2 HR Z3E3/4 HR
o H dan R diekskresi melalui empedu sehingga tidak perlu dilakukan
perubahan dosis.
o Dosis Z dan E harus disesuaikan karena diekskresi melalui ginjal.
o Dosis Z 25 mg/kg BB pemberian 3 x / minggu dan dosis E : 15 mg/kg
BB.
(untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut)

 Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal ginjal, perlu


diberikan tambahan Piridoksin (vit. B6) untuk mencegah terjadinya
neuropati perifer. Hindari penggunaan Streptomisin dan apabila harus
diberikan, dosis yang digunakan: 15 mg/kgBB, 2 atau 3 x / minggu
dengan maksimum dosis 1 gr untuk setiap kali pemberian dan kadar
dalam darah harus selalu dipantau.

Kerjasama dengan dokter yang ahli dalam penatalaksanaan pasien dengan


gangguan fungsi ginjal sangat diperlukan.

Sebagai acuan, tingkat kegagalan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronis
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
l. Pasien TB dengan Diabetes Melitus (DM)
TB merupakan salah satu faktor risiko tersering pada seseorang dengan
Diabetes mellitus.
m. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid

Dosis dan lamanya pemberian kortikosteroid tergantung dari berat dan


ringannya keluhan serta respon klinis.
Predinisolon (per oral):
 Anak : 2 mg / kg BB, sekali sehari pada pagi hari
 Dewasa : 30 – 60 mg, sekali sehari pada pagi hari
Apabila pengobatan diberikan sampai atau lebih dari 4 minggu, dosis harus
diturunkan secara bertahap ( tappering off ).

n. Pasien TB dengan Indikasi operasi

Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (misalnya reseksi paru),


adalah:
SEKARANG SAYA TAHU:

Pengobatan pasien TB pada keadaan khusus meliputi:


c. Pengobatan pasien TB wanita  dengan kehamilan,
menyusui dan bayinya, pengguna kontrasepsi
d. Pengobatan pada pasien TB dengan kelainan Hati
e. Pengobatan pasien TB dengan kelainan ginjal
f. Pengobatan pada pasien TB dengan DM
g. Pasien TB yang perlu pemberian kortikosteroid
h. Pasien TB dengan Indikasi Operasi
Bahan diskusi
……………………………………………………………………………….
Kegiatan Belajar 6
SELAMAT DATANG DI KEGIATAN BELAJAR 6

PENETAPAN PMO DAN TEMPAT PENGOBATAN


Pengawas menelan obat Dalam tatalaksana pasien TB, agar pasien TB dapat
(PMO)Petugas kesehatan, sembuh, sangat penting dipastikan bahwa pasien
keluarga menelan seluruh obat yang diberikan sesuai anjuran
dengan cara pengawasan langsung oleh seorang PMO
(Pengawas Menelan Obat) yang disepakati bersama
pasien agar mencegah terjadinya resistensi obat. Selain
PMO, pemiilihan tempat pemberian pengobatan juga
harus disepakati bersama pasien agar dapat
Tempat pengobatan memberikan kenyamanan. Pasien bisa memilih tempat
RS, Puskesmas, Klinik pelayanan kesehatan terdekat dengan kediamannya.
Apabila tidak ada faktor penyulit, pengobatan dapat
diberikan secara rawat jalan.

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM:


Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, peserta mampu memahami
pengawasan langsung menelan obat oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) dan
tempat pengobatan untuk pasien TB

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:


Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, peserta mampu :
1. Memahami pengawasan langsung menelan obat oleh PMO:
2. Menjelaskan penentuan tempat pengobatan

POKOK MATERI:

o. Pengawas Menelan Obat (PMO)


 Persyaratan PMO
 Siapa yang dapat menjadi PMO
 Tugas seorang PMO
 Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan
kepada pasien dan keluarganya
p. Penentuan tempat pengobatan

Baiklah kita akan masuk ke dalam pembelajaran khusus mengenai


pengawasan langsung menelan obat, anda harus mengerti siapa yang harus
menjadi PMO !!!
URAIAN MATERI
PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO)
Pengawas langsung menelan obat (PMO) adalah : seseorang yang telah
ditetapkan antara dokter dan pasien untuk menjalankan tugas mengawasi
menelan obat TB.
Salah satu komponen strategi DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung oleh seorang PMO untuk menjamin
keteraturan pengobatan.

 Persyaratan PMO
a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
pasien.
b. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
c. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
pasien

 Siapa yang bisa jadi PMO


Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,
Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada
petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader
kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau
anggota keluarga.
 Tugas seorang PMO
Pengawasan langsung menelan obat oleh PMO dilakukan dengan cara:
a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
b. Memberi dorongan kepada pasien TB agar mau berobat teratur.
c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai
gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit
Pelayanan Kesehatan.

 Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada


pasien dan keluarganya:
a. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
b. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya
d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke fasyankes.
PERLU DIINGAT
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien
mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.

Selamat !!! anda telah memahami Pengawasan Langsung Menelan OAT,


lanjutkanlah pembelajaran khusus yang kedua yaitu menentukan tempat
pengobatan !!

MENENTUKAN TEMPAT PENGOBATAN


Penentuan tempat pengobatan oasien TB dapat didiskusikan antara dokter dan
pasien, dengan mempertimbangkan kenyamanan pasien terhadap pemberi
pelayanan, dengan memperimbangkan jarak tempuh dari tempat tinggal ke
Faskes, untuk menjamin kepatuhan berobat dan kesembuhan pasien TB.

Pasien TB tanpa komplikasi pengobatan dapat dilaksanakan di Fasilitas


Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas, Dokter Praktik Mandiri
dan Klinik.

Pasien TB dengan komplikasi pengobatan dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan


Tingkat Lanjutan (FKTL).

Hebat !!! anda telah menyelesaikan materi pembelajaran 10


mengenai Penetapan PMO dan Tempat Pengobatan, lanjutkan
pembelajaran setelah ini.

You might also like