You are on page 1of 15

KESIAPAN RUMAH SAKIT RUJUKAN HIV-AIDS

DI PROVINSI JAWA BARAT DALAM IMPLEMENTASI LAYANAN


PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (PPIA)

Referral Hospital Preparedness HIV-AIDS in West Java in Implementation of


Prevention Mother to Child Transmission of HIV (PMTCT)

Heny Lestary1, Sugiharti1, Andi Leny Susyanty2


1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes, Jakarta
2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Litbangkes, Jakarta
Email: lestaryheny@yahoo.com

Diterima: 16 Mei 2016; Direvisi: 1 Juni 2016; Disetujui: 7 Juni 2016

ABSTRACT

Transmission of HIV-AIDS from mothers to their children are of increasingly concern and it remains an
iceberg phenomenon. West Java is one of five provinces in Indonesia with highest cases of HIV-AIDS as
well as maternal and infant mortality rates. Prevention of mother to child HIV transmission (PMTCT)
program has been implemented in Indonesia since 2004. Ministry of Health has appointed several hospitals
as centers of referral of PMTCT in the same area, however, its implementation has not been known yet.
The aim of this research is to find out the preparedness of PMTCT services in four referral hospitals in
West Java Province, namely HS Hospital, KBd Hospital, KBk Hospital, and MM Hospital. The
preparedness of PMTCT services can be assessed from preparedness of medical staff and supporting staff
in providing such services, the preparedness of facilities and infrastructures, and constraints of service as
well. The study carried out in 2014 with qualitative approach. The result shows that there are some
differences of preparedness amongst four hospitals in PMTCT service implementation, mostly because of
unpreparedness in terms of facilities and infrastuctures (reagents, medicines, medical equipment, rooms,
laboratories), lack of training, stigma from medical staff, and there is no guarantee for occupational safety
and health of medical staff in providing PMTCT services. The conclusion of the results is that HS Hospital
is the most well-prepared in PMTCT service implementation, whereas KBd Hospital needs medicine
equipment and laboratories for HIV-AIDS examination. Similarly, KBk Hospital needs awareness
campaign and training to reduce negative stigma from medical staff. Lastly, MM Hospital needs awareness
campaign, training, completeness of personal protective equipment, leadership commitment and other
supports for birth delivery services for HIV positive mothers.

Keywords: HIV-AIDS, PMTCT, Hospital, West Java

ABSTRAK

Penularan HIV-AIDS pada ibu rumah tangga sudah semakin mengkhawatirkan dan ibarat fenomena
gunung es. Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu dari lima provinsi tertinggi di Indonesia dengan jumlah
kasus HIV-AIDS dan merupakan provinsi dengan angka kematian ibu dan bayi tertinggi. Program
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) merupakan program yang sudah dilakukan di
Indonesia sejak tahun 2004. Kemenkes sudah menunjuk beberapa rumah sakit untuk dapat menjadi pusat
rujukan PPIA di wilayahnya, namun belum diketahui bagaimana implementasinya selama ini. Tujuan
penelitian untuk mengetahui bagaimana kesiapan layanan PPIA di RS Rujukan HIV-AIDS di Provinsi
Jawa Barat, yakni : RS HS, RSUD KBd, RSUD KBk, dan RS MM. Kesiapan layanan PPIA dilihat dari
bagaimana kesiapan tenaga medis dan tenaga pendukung dalam memberikan layanan PPIA, kesiapan
sarana dan prasarana, serta kendala layanan. Penelitian dilakukan pada tahun 2014 dengan pendekatan
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapan ke-empat RS berbeda-beda dalam implementasi
layanan PPIA, namun sebagian besar karena ketidaksiapan dalam hal sarana prasarana (reagen, obat-
obatan, alat kesehatan, ruangan, pemeriksaan laboratorium), kurangnya pelatihan, masih adanya stigma dari
tenaga kesehatan, serta belum adanya jaminan keamanan dan keselamatan bagi tenaga kesehatan pemberi
layanan PPIA. Kesimpulannya adalah RS HS merupakan yang paling siap dalam implementasi layanan
PPIA, RSUD KBd masih harus melengkapi obat-obatan dan pemeriksaan laboratorium terkait HIV-AIDS,
RSUD KBk masih memerlukan sosialisasi dan pelatihan agar tidak ada stigma dari tenaga kesehatan, RS

15
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15 No 1, Juni 2016 : 15 - 29

MM masih memerlukan sosialisasi, pelatihan, kelengkapan alat pelindung diri, komitmen pimpinan dan
sebagainya agar dapat segera memberikan layanan persalinan bagi ibu positif HIV.

Kata kunci: HIV-AIDS, PPIA, RS, Jawa Barat

PENDAHULUAN kasus atau naik 811 kasus dibandingkan


tahun sebelumnya. Akibat rendahnya
Kasus HIV-AIDS di Indonesia dari
pemakaian kondom pada laki-laki pelanggan
tahun ke tahun selalu mengalami
Perempuan Seks Komersil di Jawa Barat,
peningkatan. Secara kumulatif, jumlah kasus
menjadikan ibu rumah tangga yang tertular
AIDS yang dilaporkan sejak 1 April 1987
HIV-AIDS mencapai 796 orang (Anonimus,
sampai dengan 31 Maret 2013 sebanyak
2013a). Data yang tercatat di Pemda Provinsi
103.759 kasus HIV, 43.347 kasus AIDS, dan
Jawa Barat, menyebutkan bahwa penularan
dengan 8.288 kematian. Sedangkan pada
HIV-AIDS kepada ibu rumah tangga di Jawa
triwulan pertama 2013 (Januari – Maret
Barat kini semakin mengkhawatirkan dan
2013) Kementerian Kesehatan RI
ibarat fenomena gunung es. Secara kumulatif
melaporkan adanya tambahan kasus HIV
kasus HIV-AIDS pada ibu rumah tangga di
sebanyak 5.369 kasus dan AIDS sebanyak
Jawa Barat sekitar 900 orang, dan anak yang
460 kasus (Ditjen PP&PL Kemenkes, 2013).
tertular dari ibu yang positif berjumlah
Perbandingan jumlah kasus HIV- sekitar 200 orang. Namun, diperkirakan
AIDS pada laki-laki dan perempuan adalah 1 jumlah ini hanya sebagian kecil dari kondisi
: 1. Menurut faktor risiko, jumlah kasus riil di masyarakat yang tidak terdeteksi
kumulatif AIDS karena transmisi perinatal (Anonimus, 2013a). Penderita HIV-AIDS
adalah 1.181, dimana 163 kasus AIDS terjadi terbanyak di Jawa Barat terdapat di Kota
pada kelompok umur kurang dari 1 tahun, Bandung, disusul Kota Bekasi, Kota
772 kasus terjadi pada kelompok umur 1-4 Sukabumi dan Kota Bogor. Dari 26
tahun, dan 329 kasus terjadi pada kelompok kota/kabupaten di Jawa Barat, tidak ada satu
umur 5-14 tahun (Ditjen PP&PL Kemenkes, daerah pun yang penduduknya tidak
2013). Data hasil penelitian Badan terjangkit HIV-AIDS (Anonimus, 2011).
Litbangkes pada tahun 2011-2012 mengenai
Program Layanan Pencegahan
penyebab kematian (Cause Of Death) di 12
Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) telah
kabupaten/kota di Indonesia menyebutkan
terbukti sebagai intervensi yang sangat
bahwa HIV-AIDS merupakan penyebab
efektif untuk mencegah penularan HIV dari
kematian nomor tujuh atau sekitar 3%
ibu ke anak. Di negara maju risiko anak
penyebab kematian di 12 kabupaten/kota di
tertular HIV dari ibu dapat ditekan hingga
Indonesia adalah karena HIV-AIDS dan
kurang dari 2% karena tersedianya intervensi
terjadi pada kelompok umur 15-34 tahun
PPIA dengan layanan optimal. Namun di
(Badan Penelitian dan Pengembangan
negara berkembang atau negara miskin,
Kesehatan, 2013).
dengan minimnya akses intervensi, risiko
Dari 33 provinsi di Indonesia, Jawa penularan masih berkisar antara 25% dan
Barat menempati urutan ke empat dengan 45% (RI, 2012). Risiko penularan HIV dari
jumlah penderita HIV-AIDS terbanyak. ibu ke anak tanpa adanya intervensi PPIA
Hingga Maret 2013, sedikitnya 7.621 mencapai 25-45%, dimana pada periode
penduduk Jawa Barat positif terjangkit HIV transmisi kehamilan memiliki risiko sebesar
dan 4.131 AIDS (Ditjen PP&PL Kemenkes, 5-10%, periode persalinan berisiko 10-20%,
2013). Sedangkan Komisi Penanggulangan dan periode menyusui berisiko 10-15%
AIDS (KPA) Jawa Barat mengatakan bahwa (Kementerian Kesehatan, 2013).
terhitung Juni 2012 ada 7.375 kasus HIV-
Penularan HIV dari ibu yang
AIDS di Jawa Barat, terdiri dari 4.645 kasus
terinfeksi HIV ke bayinya juga cenderung
AIDS dan 2.730 kasus HIV, dimana
meningkat seiring dengan meningkatnya
hubungan seksual merupakan pendorong
jumlah perempuan HIV positif yang tertular
peningkatan kasus HIV-AIDS tertinggi.
baik dari pasangan maupun akibat perilaku
Dalam 2 tahun terakhir kasus HIV-AIDS
berisiko. Meskipun angka prevalensi dan
akibat hubungan seks lebih besar yaitu 2.212
penularan HIV dari ibu ke bayi masih
16
Kesiapan rumah sakit rujukan...(Heny L, Sugiharti, Andi LS)

terbatas, namun jumlah ibu hamil yang BAHAN DAN CARA


terinfeksi HIV cenderung meningkat.
Disain penelitian yang digunakan
Prevalensi HIV pada ibu hamil diproyeksikan
adalah dengan menggunakan pendekatan
meningkat dari 0,38% pada tahun 2012
kualitatif. Penelitian dilakukan di 4 RS
menjadi 0,49% pada tahun 2016, dan jumlah
Rujukan PPIA di Provinsi Jawa Barat
ibu hamil HIV positif yang memerlukan
selama 10 bulan, terhitung mulai Bulan
layanan PPIA juga akan meningkat dari
Februari sampai November 2014.
13.189 orang pada 2012 menjadi 16.191 pada
tahun 2016. Demikian pula jumlah anak Wawancara dengan menggunakan
tertular HIV-AIDS dari ibunya pada saat pedoman wawancara terstruktur dilakukan
dilahirkan ataupun saat menyusui akan terhadap penanggung jawab klinik VCT/CST
meningkat dari 4.361 pada 2012 menjadi RS, tenaga medis (dokter, bidan, dan
5.565 pada 2016 (RI, 2012). perawat), tenaga pendukung (petugas
laboratorium, farmasi, manajer kasus, dan
Selain itu, pencegahan penularan
tenaga admin), dan observasi dengan
HIV-AIDS dari ibu ke anak merupakan
menggunakan daftar tilik dilakukan untuk
upaya intervensi penurunan kasus HIV-AIDS
melihat kesiapan sarana prasarana (alat – alat
yang sejalan dengan tujuan Millenium
kesehatan, obat, reagen, ruang konseling,
Development Goal’s yang ke 4, 5, dan 6;
ruang persalinan, dan sebagainya) di masing
yaitu menurunkan angka kematian anak,
– masing rumah sakit. Total jumlah informan
meningkatkan kesehatan ibu, dan memerangi
dari penelitian ini adalah 76 orang informan,
HIV-AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular
dimana informan dari RS HS adalah 19
lainnya (Anonimus, 2013b).
orang, RSUD KBd adalah 16 orang, RSUD
Meningkatnya jumlah kasus KBk sebanyak 22 orang, dan RS MM
penularan HIV-AIDS dari ibu ke bayinya dan sebanyak 19 orang. Jumlah informan yang
peningkatan jumlah ibu hamil HIV positif diwawancara berbeda – beda dari masing –
menjadikan perlunya layanan atau program masing rumah sakit karena tergantung dari
PPIA yang komprehensif dan keberadaan jumlah dan jenis tenaga
berkesinambungan. Di Provinsi Jawa Barat, pelaksana yang ada.
peningkatan jumlah ibu hamil positif HIV
semakin mengkhawatirkan dan seperti
fenomena gunung es. Sedangkan jumlah HASIL
Rumah Sakit yang mampu Setelah dilakukan pengamatan dan
menyelenggarakan layanan PPIA di Provinsi wawancara dengan pemberi layanan
Jawa Barat masih sangat rendah, demikian Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak
juga masih rendahnya cakupan ibu hamil (PPIA) di 4 (empat) Rumah Sakit di Provinsi
positif HIV yang dapat menjangkau layanan Jawa Barat yang ditunjuk oleh Pemerintah
tersebut, sehingga dirasakan perlu untuk sebagai rumah sakit pemberi layanan PPIA,
dilakukan studi mengenai bagaimana maka dapat diketahui bagaimana gambaran
implementasi dan kendala apa saja yang kesiapan implementasi PPIA di RS HS,
terjadi di lapangan yang terkait dengan RSUD KBd, RSUD KBk, dan RS MM.
layanan PPIA di Rumah Sakit Rujukan HIV- Secara umum dapat dikatakan bahwa ke-4
AIDS di Provinsi Jawa Barat pada tahun RS tersebut sudah melakukan layanan PPIA
2014. secara baik, walaupun kesiapan dari masing –
Tujuan penelitian ini adalah masing RS berbeda – beda, dan ditemukan
diperolehnya informasi menyeluruh tentang beberapa permasalahan di masing – masing
implementasi layanan PPIA di RS Rujukan rumah sakit, terutama terkait dengan sarana
HIV-AIDS di Provinsi Jawa Barat pada tahun dan prasarana serta stigma dari tenaga
2014, sebagai bahan rekomendasi kebijakan pelaksana.
program HIV-AIDS pada ibu dan anak,
dengan mengidentifikasi kesiapan dari tenaga
pelaksana di rumah sakit, sarana dan
prasarananya, serta kendala yang selama ini
ada.
17
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15 No 1, Juni 2016 : 15 - 29

Kesiapan tenaga medis pemberi layanan ke anak. Namun dari hasil penelitian ini
PPIA di RS (dokter, perawat, dan bidan) dapat diketahui bahwa kesiapan dari masing
– masing tenaga medis di ke-4 rumah sakit
Tenaga medis sebagai penyedia
yang diteliti berbeda – beda. Tabel 1 dan 2 di
layanan utama PPIA di rumah sakit yang
bawah ini merupakan matriks kesiapan dari
ditunjuk oleh Pemerintah sebagai RS rujukan
tenaga dokter serta perawat dan bidan di ke-4
HIV-AIDS, semestinya sudah siap melayani
rumah sakit yang diteliti.
program pencegahan penularan HIV dari ibu

Tabel 1. Matriks Hasil Wawancara Kesiapan Dokter RS Pemberi Layanan PPIA di Jawa Barat
Perihal RS HS RSUD KBd RSUD KBk RS MM
Kebijakan / Kebijakan yang menjadi Yang menjadi pedoman / Kebijakan yang menjadi Permenkes yang
pedoman yang pedoman dokter dalam acuan dokter adalah pedoman berupa SOP, menunjuk RS MM
menjadi acuan pelaksanaan PPIA adalah SOP, SK Direktur, dan namun sosialisasi masih sebagai RS Rujukan
pedoman yang berasal Protap kurang dan belum semua HIV-AIDS serta SK
dari Kemenkes, WHO, dokter dilibatkan dari Direktur
hasil pelatihan dalam dan
luar negeri, yang
kemudian dituangkan ke
dalam SOP yang dibuat
internal oleh RS
Kecukupan Sebenarnya jumlah Dengan adanya 4 DSOG Petugas sudah cukup dari Sebagian dokter
jumlah tenaga dokter obgin dan anak dan 4 DSA dirasakan segi jumlah, namun tidak menyatakan petugas
yang menangani PPIA sudah mencukupi, hanya semua petugas mau medis sudah cukup,
masih kurang, tapi dengan 1 DSAn menangani pasien HIV- sebagian dokter lainnya
selama ini bisa ditangani dirasakan masih kurang, AIDS. Tenaga cleaning menyatakan bahwa
oleh para residen, di juga dirasakan perlu service belum dilibatkan seharusnya ada tim
bawah pengawasan untuk refreshing dalam tim yang tersendiri dan ada
konsulennya. Tidak pengetahuan tentang membersihkan sisa perawat yang
semua memiliki minat HIV pada ibu dan anak. operasi persalinan pasien menangani khusus.
yang sama, tidak semua HIV
minat untuk menangani
HIV. Perlu ada
pengalaman untuk dapat
timbulnya minat tersebut.
Sedangkan untuk
konseling dan pemberian
ARV di teratai sudah
bisa ditangani oleh
dokter umum yang ada di
sana
Mengikuti Sudah mengikuti Dokter yang Sebagian besar dokter Sebagian dokter pernah
pelatihan pelatihan yang berkaitan diwawancara ada yang sudah mendapat mengikuti pelatihan
dengan tupoksinya, baik sudah ikut pelatihan, ada pelatihan, baik selama dari Kementerian
di dalam maupun luar yang belum. Dari 4 pendidikan dokter, Kesehatan tahun 2004,
negeri, sejak terlibat DSOG, baru 1 yang ikut selama bekerja di RS lainnya menyatakan
sebagai tim PPIA pelatihan, demikian juga tersebut ataupun bekerja belum pernah dilatih
untuk 4 DSA, baru 2 di luar RS karena namanya diganti
yang dilatih orang lain sedangkan
lainnya menyatakan
dokter spesialis tidak
perlu dilatih.

18
Kesiapan rumah sakit rujukan...(Heny L, Sugiharti, Andi LS)

Lanjutan Tabel 1. Matriks Hasil Wawancara Kesiapan ….


Perihal RS HS RSUD KBd RSUD KBk RS MM
Kendala layanan Kurang refreshing Belum semua ibu mau APD yang tidak lengkap, Layanan PPIA ada di
petugas pelaksana, PITC. Kendala lainnya obat-obatan yang tidak poli NAPZA, kalau ada
kurang persiapan untuk adalah pemeriksaan selalu tersedia, terutama yang perlu ditangani
pasien yang belum laboratorium yang mahal obat anak karena dokter spesialis lain
masuk program PPIA secara alat dan bahan, persediaan hanya dirujuk ke bagian
sebelumnya, pergantian sehingga tidak semua disimpan di klinik VCT, tersebut. Sampai saat
residen, dan juga kendala bisa dilakukan oleh RS sementara klinik VCT ini RS MM tidak
teknis pada pasien tidak ini. tidak 24 jam, ruang melakukan layanan
mampu. konseling tidak tersedia persalinan, sehingga
di poli kebidanan, layanan PPIA belum
sehingga semua dapat optimal. Oleh
dilakukan di VCT dan karena itu bila ada
pemeriksaan pasien HIV yang akan
laboratorium pasien melahirkan dirujuk ke
BPJS hanya bisa RS lain.
dilakukan saat aterm atau
mendekati aterm
sehingga tidak bisa
dilakukan deteksi dini
Etika Dijaga kerahasiaannya, Pelayanan tidak Dari segi etika, semua Sesuai dengan etika
diperlakukan sama dibedakan dengan pasien pasien HIV-AIDS kedokteran.
seperti pasien lainnya. lainnya, hanya kartu diperlakukan sama Confidentialing selalu
Tidak membicarakan statusnya terjaga dan dengan pasien lainnya, dijaga, tidak ada
pasien antar petugas di tidak bercampur dengan namun kerahasiaan diskriminasi.
tempat umum. pasien lainnya. Pasien ruangan masih belum
B20 pasca salin terjaga dengan baik,
ditempatkan di ruang karena tidak ada ruang
isolasi demi kenyamanan konseling khusus.
pasien. Kesepakatan
internal RS. Bayi dirawat
gabung dengan ibunya.
Saran – saran One stop service Menambah jumlah Skining ANC pada Kebutuhan sarana dan
(Layanan satu atap) pelatihan dan updating semua ibu hamil (PITC) prasarana dilengkapi
PPIA agar bisa menjadi PPIA untuk petugas dijadikan prosedur Sosialisasi ke poli-poli
centre of excellent dalam medis, standar lebih di intensifkan
pelayanan PPIA di Menambah jumlah Kerjasama lintas sektor Tenaga medis dan
Indonesia. petugas pelaksana PPIA, dan sinkronisasi HIV administrasi ditambah
Pendampingan dari terutama dokter spesialis dengan KIA Dilakukan screening
psikolog dan psikiater anestesi LSM tidak mencampuri total pada ibu hamil.
untuk ibu positif HIV Menginginkan adanya wewenang tenaga medis
dan keluarganya. bantuan untuk survei Penyediaan APD Set
Briefing untuk para kecil – kecilan yang bagi ibu, sehingga bisa
residen yang akan dapat melihat melahirkan dengan aman
menangani pasien PPIA keberlanjutan anak – dimana saja
Kemenkes segera anak hasil PPIA. Jaminan keamanan dan
mewajibkan pemeriksaan kesehatan bagi tenaga
PITC bagi semua ibu medis yang menangani
hamil, sehingga pasien HIV-AIDS
sekeluarga bisa terjaring Pasien tidak menutup
status pada tenaga medis

Tes HIV bagi ibu hamil masih pasif meminta pasangan dari laki-laki positif HIV
dilakukan oleh para dokter spesialis untuk juga melakukan tes secara berkala.
kebidanan dan kandungan. Tes HIV lebih Bahkan salah satu RS ada yang tidak
aktif dilakukan di poli VCT/CST, dengan memasukkan tes HIV sebagai paket layanan
mengutamakan Prong 1 dan 2, yaitu dengan

19
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15 No 1, Juni 2016 : 15 - 29

ANC, seperti dinyatakan oleh salah seorang saya tidak tau ya, apa salah dari rumah sakit
dokternya sebagai berikut : apa salah dari pusat, tidak ada keterbukaan.
Coba liat VK, tanya APD ada apa engga.”
“Saya hanya bertugas untuk
(dr. B)
memeriksa pasien yang dirujuk oleh Klinik
Napza yang positif dan hamil. Tes HIV belum “PPIA belum berjalan baik.
masuk dalam paket ANC.... Kami bersifat Terutama jika libur panjang obat tidak
pasif, hanya menunggu dari klinik tersedia. Beberapa obat yang seharusnya
Napza.”(dr. E) tersedia pada saat – saat urgensi tidak
tersedia di Bagian Farmasi RS. Semua obat
Terkait dengan kendala yang
HIV hanya ada di VCT, sedangkan mereka
dirasakan dan dialami dalam bertugas,
tidak 24 jam dan hari libur tutup.” (dr. W)
kesiapan tenaga dokter dalam memberikan
layanan PPIA berbeda – beda pandangannya. “Bagaimana perlindungan dari
Ketidaksiapan tersebut ditunjukkan dalam pemerintah jika ada tenaga medis kena HIV,
beberapa pernyataan seperti di bawah ini : belum ada kan??? Resiko. Kalo kena gak ada
jaminan, ga ada asuransinya. Kalo ada
“Kendala SDM : yang utamanya
nakes yang terkena, kasih asuransi buat diri
sebenarnya ada SDM, cuma ga ada yang
dan keluarganya. Kementerian buat
mau kali ya. Kendala Alat: APD ga lengkap.
kebijakan seperti itu dong, kasih sinkron aja,
Cara mengatasinya ya berdoa, iya kan, nih
antara HIV dan KIA, supaya jangan timpang
APD harusnya jangan dimasukin di gudang,
tindih” (dr. H)
APD itu dipakai bukan buat disimpen,
bilangin. Mau cari APD nelpon dulu, baru “Untuk pelayanan persalinan,
dikirim besoknya, APD itu dibagikan. APD manajemen tidak bisa mengatasi, tidak
takut abis. Gak usah ada pasien HIV disini, dilakukan advokasi , keputusan dari
orang APD ga ada SDM ga ada, mau manajemen sampai hari ini adalah tidak bisa
operasi aja baca doa dulu. Sampai alat-alat dilakukan persalinan untuk pasien ODHA”.
lengkap barulah kita melayani. APD nya (dr. Ay)
disimpen. Masalahnya ketersediaan APD

Tabel 2. Matriks Hasil Wawancara Kesiapan Bidan dan Perawat RS Pemberi Layanan PPIA di Jawa Barat
Perihal RS HS RSUD KBd RSUD KBk RS MM
Kebijakan SOP, SK Direktur, Buku Kebijakan yang menjadi Kebijakan yang menjadi Kebijakan yang ada
/pedoman yang PPIA dari Kemenkes pedoman adalah dari pedoman adalah SOP berupa SK tentang
menjadi acuan Depkes, SK Direktur, sudah ada SK terbaru PMTCT, tetapi belum
Protap - protap dari RS ada kebijakan yang
mengharuskan ibu
hamil untuk periksa
HIV.
Kecukupan Selama ini masih Untuk perawat dirasakan Petugas perawat dan Masih kurang, bidan
jumlah tenaga mencukupi. Namun jika sudah cukup jumlahnya, bidan masih kurang, baik yang mau menangani
terjadi lonjakan pasien, sedangkan untuk bidan itu di ruang operasi ibu hamil dengan HIV
tidak mencukupi. Tidak masih kurang. maupun poli kebidanan. hanya satu, disarankan
ada perawat dan bidan minimal ada 2 bidan.
yang khusus menangani
pasien PPIA
Mengikuti Perawat ada yang pernah Perawat dan bidan sudah Pelatihan hanya untuk Pelatihan yang pernah
pelatihan pelatihan PPIA dari mendapatkan pelatihan petugas yang menangani diikuti adalah pelatihan
dinkes, untuk bidan sesuai tupoksinya, antara PPIA saja. Namun belum PPIA, dari RS MM
belum. Refreshing tahun 2005 – 2013 semua, beberapa hanya yang dikirim satu
tentang HIV-AIDS dari mengikuti seminar. perawat, satu bidan dan
internal RS sudah pernah satu dokter umum.
didapatkan. Untuk Penyelenggara
perawat dan bidan sudah Kemenkes, antara
mendapatkan pelatihan tahun 2009 – 2011.
sesuai tupoksinya, tahun
2007 dan 2013
20
Kesiapan rumah sakit rujukan...(Heny L, Sugiharti, Andi LS)

Lanjutan Tabel 2. Matriks Hasil Wawancara Kesiapan Bidan ….


Perihal RS HS RSUD KBd RSUD KBk RS MM
Etika Kerahasiaan pasien Sama seperti pasien Etikanya adalah tidak Dalam melakukan
terinfeksi HIV dapat lainnya, tidak dibedakan. pernah membuka status pelayanan etika yang
dijamin di RS ini pasien, jika antar petugas dipegang adalah sesuai
dengan menggunakan standard, harus ada
nama klinik flamboyan inform consent, dan
tidak melakukan
diskriminasi

Kendala layanan Kegiatan layanan PPIA PPIA sudah diinisiasi Kegiatan PPIA Kegiatan PPIA yang
selama ini masih sejak 2010, namun baru terkendala masalah dilakukan mulai dari
menemui kendala karena bisa membantu petugas, masih ada pencegahan sampai
tidak ada ruang ANC di persalinan pada 2011. petugas yang tidak mau perawatan sudah
teratai, koordinasi Sejauh ini sudah berjalan menangani pasien HIV, dilakukan kecuali
dengan OK agak lama baik. Namun kendalanya penanganan limbah juga persalinan. Jadi belum
karena menunggu ruang ada pada SDM yang masih belum baik. maksimal. Hal ini
operasi, walaupun belum pelatihan sehingga terkendala belum
koordinasi secara masih takut dan ada semua profesi yang
pekerjaan tidak stigma. Selain itu juga terlibat PPIA pernah
bermasalah kendala pada pasien yang dilatih seperti anestesi,
tidak bersedia PITC, dan perawat OK.
petugas tidak bisa Pemeriksaan HIV
memaksa karena hanya waktu pagi hari,
manajemen juga tidak 24 jam, padahal
membatasi jumlah kasus kebidanan 24
pemeriksaan. jam, sementara
persalinan tidak bisa
menunggu. Selain itu di
RS MM pelayanan SC
juga tidak 24 jam.
Pasien dengan faktor
resiko seringkali tidak
bersedia diperiksa HIV
meskipun telah diberi
penjelasan resiko dan
penularan ke bayi,
sehingga menyulitkan
kita melakukan
persalinan yang aman
Saran – saran Dokter Sp.OG Memperkuat jejaring Tambahan petugas Pelatihan untuk semua
terintegrasi dengan klinik dengan puskesmas agar Pelatihan buat petugas tenaga kesehatan yang
teratai. layanan PPIA di RS bisa Pemeriksaan VL terlibat PPIA
SDM khusus yang lebih baik. Pelaporan online Pemenuhan sarana dan
menangani PPIA Menempel poster/leaflet Ruang konseling khusus prasarana sesuai
yang menyarankan di poli kebidanan standar pelayanan
pasien ibu hamil untuk untuk ibu hamil dengan
PITC. HIV-AIDS untuk
Ada reward untuk keamanan dan
petugas yang tangani keselamatan pasien dan
pasien terinfeksi HIV tenaga yang terlibat
dalam pelayanan ibu
hamil dengan HIV-
AIDS.

Secara umum, jumlah tenaga perawat pelatihan tentang PPIA. Perawat dan bidan
di ke-4 rumah sakit sudah cukup, sedangkan yang menangani PPIA merasa belum
jumlah bidan masih kurang, sebagian bidan mendapatkan imbalan yang sesuai, seperti
yang ada juga masih belum mendapatkan yang dikatakan oleh perawat Z berikut ini :
21
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15 No 1, Juni 2016 : 15 - 29

“Inginnya ada reward bagi petugas yang Kesiapan tenaga pendukung pemberi
menangani pasien khusus seperti pasien layanan PPIA di RS (laboran,
dengan kasus B20, karena jika tidak, banyak apoteker/tenaga farmasi, manajer
petugas yang memilih untuk menangani kasus/konselor, tenaga administrasi)
pasien biasa saja”

Tabel 3. Matriks Hasil Wawancara Kesiapan Tenaga Pendukung RS Pemberi Layanan PPIA di Jawa Barat

Perihal RS HS RSUD KBd RSUD KBk RS MM

Kebijakan / SOP, SK, Peraturan dari SK Direktur, SOP, SK Direktur, SOP, SOP, SK Direktur
pedoman yang Kemenkes dan WHO, pedoman Kemenkes pedoman Kemenkes
menjadi acuan IOMS

Kecukupan Farmasis sudah cukup. Farmasis, laboran, Farmasis, manajer kasus, Farmasis, laboran, dan
jumlah tenaga Laboran, dan admin admin, dan manajer admin masih kurang. manajer kasus masih
masih kurang. Manajer kasus dirasakan masih Laboran cukup kurang. Admin cukup
kasus sudah cukup tetapi kurang
yang concern ke PPIA
masih kurang
Mengikuti Farmasis, laboran, Farmasis, laboran, admin Belum semua farmasis Farmasis, laboran,
pelatihan admin, manajer kasus sudah mengikuti dan laboran pelatihan. admin, manajer kasus
sudah mengikuti pelatihan, namun Manajer kasus dan admin sudah mengikuti
pelatihan manajer kasus belum sudah pelatihan pelatihan
semua dapat pelatihan
Kendala layanan Farmasis terkendala Farmasis menemui Farmasis merasa Farmasis menemui
apabila stok obat anak kendala jika obat yang terkendala karena kendala jika obat yang
habis, tapi ini jarang dikirim mendekati Petugas VCT belum rutin dikirim mendekati
terjadi karena RSHS tanggal kadaluarsa membuat laporan tanggal kadaluarsa
merupakan buffer stock Laboran merasa penggunaan obat Laboran menyatakan
untuk RS lain terkendala dengan ruang Laboran terkendala kendala pada alat CD4
Laboran kerepotan laboratorium yang dengan Reagen CD4 rusak dan reagen tidak
apabila reagen sering sempit yang kosong berbulan2 tersedia, APD belum
berganti – ganti merk Admin kesulitan dengan dan masih banyak lengkap dan bagian K3
Manajer kasus sulit terlalu banyak data yang kekurangan APD standar tidak bisa dihubungi 24
melakukan home visit diinput kadang laboratorium jam
karena tidak diberikan menyulitkan Manajer kasus terkendala Tidak ada biaya home
pengganti transport Manajer kasus sulit dengan jumlah petugas visit untuk follow up
Admin keteteran dengan mendampingi karena yang tidak sebanding ibu hamil
input data karena jumlah pasien sering berganti no dengan pasien Admin tidak
pasien meningkat setiap handphone Tidak ada petugas menemukan kendala
harinya khusus admin, sehingga yang berarti
harus merangkap dengan
tugas lain
Etika Kerahasiaan pasien Kerahasiaan pasien Ambil obat langsung di Menjaga kerahasiaan
dijaga dijaga. Hasil lab langsug VCT sehingga pasien pasien
dikirim ke klinik VCT umum tidak tahu.
Kerahasiaan pasien
dijaga, hasil lab langsung
dikirim ke klinik VCT
dan dibuka bersama
antara dokter dan
pasiennya

22
Kesiapan rumah sakit rujukan...(Heny L, Sugiharti, Andi LS)

Lanjutan Tabel 3. Matriks Hasil Wawancara Kesiapan….


Perihal RS HS RSUD KBd RSUD KBk RS MM
Saran – saran Tenaga laboran ditambah Obat yang dikirim agar Ada komitmen tertulis Farmasis diberi
Reagen tidak berganti- tidak mendekati expired dari pimpinan RS untuk kewenangan utk
ganti merk sehingga Penambahan lemari obat dukung PPIA adherence conselor
prosedur bisa tetap Penyediaan obat sirup Membuat ruang VCT Sarpras dibenahi
One stop service PPIA untuk anak sesuai standar konseling APD dilengkapi
Alokasi dana untuk home Farmasis diberi Tidak ada reagen yang Alat dan bahan lab
visit kewenangan sebagai kosong dilengkapi
drug konselor bukan Memenuhi standar Ada prosedur manual
hanya drug supplier keamanan dan pemeliharaan alat
Sosialisasi semua bumil keselamatan dengan laboratorium
agar mau melakukan melengkapi APD
PITC

Jumlah tenaga farmasi, laboran, “Obat yang diberikan ke RS


manajer kasus, dan administrasi secara umum sebaiknya tidak mendekati expired, harusnya
masih kurang. Tenaga farmasi banyak dikirim yang expirednya lama. Obat-obat
menemui kendala apabila stok obat habis dengan jenis sediaan berupa sirup belum
atau obat mendekati tanggal kadaluarsa. ada. Sediaan untuk profilaksis bayi baru
Laboran merasakan kendala pelayanan lahir harusnya dibuat dalam bentuk sediaan
karena ruangan sempit, reagen tidak siap, alat dengan dosis yang lebih kecil. Lemari obat
belum dikalibrasi, sedangkan manajer kasus juga masih kurang”.
terkendala dengan tidak adanya anggaran
home visit untuk mendampingi pasien di
rumah. Kesiapan sarana dan prasarana
layanan PPIA di RS (ketersediaan obat,
Terkait dengan ketersediaan obat,
alkes, reagen, ruang konseling, ruang
salah satu apoteker yang kami wawancarai
persalinan, dan sebagainya)
menyampaikan saran sebagai berikut:

Tabel 4. Kesiapan Ruangan RS Rujukan PPIA di Jawa Barat


Jenis Sarana Prasarana RS HS RSUD KBd RSUD KBk RS MM
R. konseling Tersedia, memadai Tersedia, Tersedia, Tersedia,
tidak memadai tidak memadai tidak memadai
R.laboratorium Tersedia, Tersedia, memadai Tersedia, memadai Tersedia, memadai
Memadai
R. tunggu Tersedia, memadai Tersedia, Tersedia, Tersedia,
tidak memadai tidak memadai Memadai
R. rawat inap Tersedia, Tersedia, Tersedia, Tersedia,
memadai memadai Memadai tidak memadai
R. tindakan gawat Tersedia, memadai Tersedia, memadai Tersedia, memadai Tersedia, memadai
darurat
R. Persalinan Tersedia, memadai Tersedia, memadai Tersedia, memadai Tersedia*

R.VCT/PPIA Tersedia, memadai Tersedia, Tersedia, Tidak Tersedia


tidak memadai tidak memadai khusus
Prasarana Pendukung1) Tersedia, memadai Tersedia, memadai Tersedia, memadai Tersedia, memadai3)

Alat Kesehatan2) Tersedia, memadai Tersedia, memadai Tersedia, memadai Tersedia, memadai
Keterangan :
*Ruang persalinan tersedia akan tetapi tidak digunakan untuk persalinan pasien dengan HIV-AIDS
1)
Prasarana pendukung terdiri dari: Air bersih, sumber listrik, alat transportasi dan alat komunikasi
2)
Alat Kesehatan terdiri dari: masker, sarung tangan, kondom, alat peraga penis, stetoskop, tensimeter, timbangan BB
3)
merangkap R.Napza

23
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15 No 1, Juni 2016 : 15 - 29

Tabel 5. Ketersediaan dan Kecukupan Obat ARV pada RS Rujukan PPIA di Jawa Barat
OBAT ANTI RETROVIRAL
RS HS RSUD KBd RSUD KBk RS MM
VIRUS (ARV)
Zidovudin 300 mg (AZT, Tersedia, cukup Tersedia, cukup Tidak tersedia Tidak tersedia
ZDV)
Lamivudin 150 mg (3 TC) Tersedia, cukup Tersedia, cukup Tersedia, cukup Tersedia, cukup
Efavirens 600 mg (EFV) Tersedia, cukup Tersedia, cukup Tersedia, cukup Tersedia, cukup
Nevirapin 200 mg (NVP) Tersedia, cukup Tersedia, cukup Tersedia, cukup Tersedia, cukup
Tenovir 300 mg (TDF) Tersedia, cukup Tersedia, cukup Tersedia, cukup Tersedia, cukup
Lopinavir/ritonavir 400 Tersedia, cukup Tersedia, cukup Tersedia, cukup Tersedia, cukup
mg/100 mg (LPV/r)
Fixed Dose Combination (FDC)
a.AZT + 3 TC (ACT 300 mg, Tidak tersedia Tidak tersedia Tidak tersedia Tidak tersedia
3 TC 150 mg)
b. AZT + 3 TC + NVP (AZT Tidak tersedia Tersedia, cukup Tersedia, cukup Tidak tersedia
300 mg, 3 TC 150mg, NVP
200 mg)

Pada umumnya, ketersediaan obat obatan alhamdulillah selalu ada, kalaupun


ARV di ke-4 RS sudah cukup tersedia. ada keterlambatan, bisa pinjam dari RS HS,
Seperti disampaikan dalam beberapa yang jelas pasien tidak putus obat. Selama
pernyataan berikut : ini obat lancar-lancar saja. Perencanaan
kebutuhan sesuai dengan rumusan, sudah
“Obat sejauh ini cukup, Forecasting
ada softwarenya (Apoteker DK)”.
sesuai laporan (Apoteker YR)” dan “Sarana
prasarana terpadu dengan VCT-CST, obat-

Tabel 6. Ketersediaan dan Kecukupan Alat dan Logistik Laboratorium pada RS Rujukan PPIA di Jawa Barat
Alat dan Logistik
RS HS RSUD KBd RSUD KBk RS MM
Laboratorium
Rapid 1,2,3 Tersedia dalam jumlah Tersedia tapi tidak Tersedia dalam Tersedia dalam
cukup cukup jumlah cukup jumlah cukup
Pemeriksaan CD4 Rusak Tersedia tapi Tersedia tapi Tersedia tapi
reagen tidak cukup reagen kosong reagen kosong
Pemeriksaan viral load Tersedia tapi alat rusak Tidak tersedia Tidak tersedia Tidak tersedia

Pemeriksaan PCR Tersedia tapi reagen Tidak tersedia Tersedia tapi Tidak tersedia
kosong belum efektif
Logistik laboratorium Tersedia 90,9% Tersedia 72,7% Tersedia 81,8% Tersedia 54,5%
lainnya1)
Alat Laboratorium lainnya2) Tersedia 85,7% Tersedia 57,1% Tersedia 57,1% Tersedia 71,4%

Alat-alat keamanan dan Tersedia 100% Tersedia 66,7% Tersedia 66,7% Tersedia 55,6%
keselamatan kerja petugas
laboratorium3)

Salah satu dokter penanggung jawab berikut: “ Reagen CD4 sempat habis selama
klinik VCT/CST menyatakan sebagai 1 tahun, karena hanya bergantung bantuan

24
Kesiapan rumah sakit rujukan...(Heny L, Sugiharti, Andi LS)

dari Provinsi, tidak ada dana dari APBD 2 laboratorium. Di RSUD KBk,
karena sudah BLUD” keamanan/kewaspadaan dan keselamatan
kerja petugas laboratorium masih sangat
kurang karena antara lain belum cukup
Kendala layanan PPIA di RS (kendala tersedianya APD untuk laboran. Sedangkan
manajemen/kebijakan pimpinan, di RS MM, SOP ada di bagian K3 yang jam
pendanaan, pelatihan, pencatatan kerjanya tidak 24 jam sedangkan
pelaporan, dan sebagainya) laboratorium buka 24 jam, sehingga
Kendala manajemen antara lain menyulitkan kalau terjadi pajanan pada saat
belum adanya komitmen antara pimpinan RS K3 tutup. APD-nya sendiri ada yang belum
(direksi dan jajarannya) dengan tenaga lengkap, seperti sepatu dan kacamata.
pelaksana PPIA yang menyatakan bahwa Kendala dari segi administrasi yaitu
semua tenaga kesehatan dan tenaga keterlambatan input data karena banyaknya
pendukungnya harus bersedia memberikan data yang harus diinput seiring dengan
pelayanan bagi pasien HIV positif, sama meningkatnya jumlah pasien HIV, sehingga
seperti pasien lainnya. Masih ada stigma dari dibutuhkan validasi data supaya tidak terjadi
beberapa tenaga kesehatan terhadap ODHA duplikasi. Kegiatan RR (Reporting-
(Orang dengan HIV-AIDS). Recording) juga masih terkendala karena
Sarana prasarana yang masih tenaga administrasinya masih merangkap di
menjadi kendala di layanan PPIA mencakup poli/bagian lainnya. Selain itu, sistem SIHA
ruangan, peralatan dan bahan laboratorium, (Sistem Informasi HIV-AIDS) juga kadang
APD, dan obat di ruang konseling bermasalah karena jaringan error dan
(VCT/CST) belum tersedia, dan jika tersedia, sebagainya.
masih jauh dari representative karena
ruangan sempit. Selain itu, ruang persalinan
PEMBAHASAN
khusus belum tersedia, dan ruangan
laboratorium belum memenuhi syarat, seperti Program Pencegahan Penularan HIV
lantai dan dinding belum sesuai standar. dari Ibu ke Anak (PPIA) merupakan upaya
Sebagian laboratorium belum memiliki alat memutus rantai penularan HIV dari ibu ke
pemeriksaan viral load, dan sebagian yang anaknya, karena lebih dari 90% bayi positif
lain sudah punya namun tidak dapat HIV tertular dari ibu yang positif HIV selama
berfungsi dengan baik karena sudah rusak masa kehamilan, persalinan, atau menyusui.
dan belum ada reagennya. Peralatan lain Karena itu pada 23 September 2013, Menteri
yang belum ada adalah alat ELISA dan Kesehatan RI meluncurkan Rencana Aksi
thermometer, serta tempat reagen dalam Nasional (RAN PPIA) 2013 – 2017. Secara
kondisi rusak/bocor. Beberapa obat umum, kebijakan pelayanan PPIA tahun
mengalami kekosongan dalam beberapa 2013 – 2017 adalah mengintegrasikan
bulan terakhir, seperti obat anak dan layanan KIA, KB, dan konseling KB dan
flukanazol. Kendala lain dari obat adalah konseling remaja di setiap jenjang layanan;
expired date-nya yang pendek. pemberian task shifting buat daerah yang
belum mampu memberikan layanan
Belum semua dokter, bidan, perawat,
konseling dan testing; setiap ibu hamil yang
laboran, farmasis, dan MK mendapat/
positif HIV wajib diberi obat ARV dan
mengikuti pelatihan sesuai dengan tugas
mendapatkan pelayanan perawatan,
pokok dan fungsinya. Bahkan ada tenaga
dukungan dan pengobatan lebih lanjut;
medis yang sudah mendapatkan pelatihan
ketersediaan logistik obat; persalinan per
PPIA, namun cenderung untuk menolak
vaginam atau per abdominan harus
melayani pasien HIV positif dan
memperhatikan indikasi obstetrik ibu dan
melimpahkan pasien ke tenaga medis yang
bayinya serta harus menerapkan
belum mendapatkan pelatihan.
kewaspadaan standar; konseling laktasi atau
Di RS HS dan RSUD KBd, petugas konseling makanan bayi yang memenuhi
laboratorium mengakui sudah cukup persyaratan teknis (Anonimus, 2014).
terlindungi dengan memakai APD standar
seperti sarung tangan, masker dan jas
25
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15 No 1, Juni 2016 : 15 - 29

Namun pada kenyataannya, obat, alat kesehatan, kebijakan, pelatihan


implementasi kesiapan rumah sakit di petugas tidak dapat menjamin keberhasilan
Provinsi Jawa Barat yang sudah ditunjuk oleh layanan PPIA, jika tidak dibarengi dengan
Pemerintah untuk mampu melayani program disusunnya suatu evaluasi peningkatan
PPIA dapat kita lihat seperti bagian hasil di kualitas layanan dan inisiasi pimpinan dan
atas. Ketidaksiapan terutama dalam sarana pelaksana dalam memecahkan segala
dan prasarana laboratorium, ruangan permasalahan yang terjadi di dalam program
pelayanan, ruangan persalinan, ketersediaan layanan PPIA (Ekouevi1, DK,. Stringer, E.,
dan kecukupan obat – obatan, masih adanya Coetzee, D., 2012).
stigma dan ketidaksiapan dari sebagian
Beberapa studi di India menyatakan
tenaga dokter, perawat, dan bidan, serta
bahwa rendahnya pemanfaatan tes HIV pada
belum adanya komitmen tertulis dari
ibu hamil adalah karena kurangnya informasi
pimpinan rumah sakit untuk memberikan
dari tenaga kesehatan dan kurangnya
sanksi atau peringatan bagi tenaga kesehatan
kepedulian layanan VCT kepada ibu hamil
yang tidak mau atau menghindari melayani
saat ibu hamil melakukan pemeriksaan
pasien HIV positif. Dapat kita bayangkan
kehamilan. Tes HIV yang dilakukan di
bahwa jika kondisi RS Rujukan HIV-AIDS
laboratorium saat ibu ANC sebenarnya lebih
yang dinilai mampu untuk melakukan
menguntungkan daripada tes HIV yang
pelayanan PPIA di Provinsi Jawa Barat saja
dilakukan di ruang persalinan bagi ibu hamil
kondisinya masih seperti ini, bagaimana
yang diduga terinfeksi HIV Shrinivas (Darak
dengan kondisi dengan rumah sakit lainnya
S., Panditrao M., Parchure R., 2012).
di luar Pulau Jawa.
Implementasi layanan PPIA yang kompleks
Program PPIA dapat berhasil apabila tidak dapat diharapkan berfungsi baik jika
pelayanan kesehatan yang diberikan layanan yang diberikan secara keseluruhan
berkesinambungan : semua ibu hamil tidak didukung oleh tenaga yang handal,
memeriksakan kehamilannya di fasilitas meskipun telah dicukupi dengan fasilitas
pelayanan kesehatan, dan ditawarkan serta layanan yang memadai (Ekouevi1, DK,.
melakukan tes HIV; semua ibu positif HIV : Stringer, E., Coetzee, D., 2012).
periksa CD4 dalam darahnya, mengikuti
Adanya stigma negatif dari pemberi
program PPIA, patuh minum obat ARV
layanan memberikan dampak negatif
selama kehamilan, persalinan ditolong oleh
terhadap utilisasi pemanfaatan program PPIA
tenaga kesehatan profesional, mengikuti
di fasilitas pelayanan kesehatan. Stigma dan
aturan praktek pemberian makanan bayi yang
diskriminasi dapat menyebabkan seorang ibu
aman, membawa bayinya untuk tes HIV,
hamil positif HIV tidak akan datang
patuh minum ARV untuk ibu/bayi setelah
memeriksakan kehamilannya, tidak
persalinan (Turan, J.M, and Nyblade, 2013).
mengikuti program PPIA, melahirkan dengan
Jika kita melihat beberapa tidak ditolong oleh tenaga kesehatan
pernyataan dari para dokter seperti hasil di profesional, tidak akan membawa bayinya tes
atas, maka dapat dikatakan bahwa belum HIV, tidak akan patuh minum ARV selama
semua dokter siap memberikan layanan PPIA kehamilan dan sesudah persalinan. Dimana
secara adekuat, terkait dengan beberapa hal – hal tersebut dapat berdampak pada
kendala yang dirasakan dan dijumpai dalam morbiditas dan mortalitas ibu dan
tugasnya sehari – hari. Kendala tersebut bayi/anaknya serta proses transmisi infeksi
selain karena ketidaklengkapan sarana HIV (Turan, J.M, and Nyblade, 2013).
prasarana, persepsi dari diri sendiri, juga
Tenaga pendukung pemberi layanan
karena belum adanya komitmen pimpinan
PPIA di rumah sakit seperti laboran,
rumah sakit untuk mendukung penuh
apoteker/tenaga farmasi, manajer
pelaksanaan layanan PPIA. Sedangkan
kasus/konselor, tenaga administrasi sangatlah
dukungan penuh dari pimpinan rumah sakit
penting dalam berjalannya layanan PPIA di
merupakan sebuah strategi yang penting
rumah sakit. Tanpa komitmen dari mereka
didalam meningkatkan cakupan layanan
maka layanan PPIA di rumah sakit tidak akan
PPIA. Berbagai studi layanan PPIA di Afrika
berkembang. Dalam memberikan layanan
Selatan menyatakan bahwa ketersediaan
PPIA di rumah sakit, sebagian besar sudah
26
Kesiapan rumah sakit rujukan...(Heny L, Sugiharti, Andi LS)

ada kebijakan yang dikeluarkan oleh rumah dianjurkan biasanya berupa kombinasi
sakit, yaitu berupa SOP dan SK Direktur beberapa obat, hanya saja perlu diingat
rumah sakit. Selain itu juga mengikuti bahwa penggunaan nevirapin pada
peraturan dan pedoman yang dikeluarkan perempuan dengan kadar CD4 >250 sel/mm3
oleh Kementerian Kesehatan. Secara umum atau yang tidak diketahui jumlah CD4nya
petugas pendukung layanan PPIA yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitif.
masih dirasakan kurang adalah tenaga Sedangkan penggunaan efavirens pada
farmasis, administrasi dan konselor. trimester 1 tidak boleh diberikan karena
bersifat teratogenik (Kementerian Kesehatan,
Semua RS Rujukan HIV-AIDS yang
2012).
diteliti memiliki ruangan yang lengkap untuk
menunjang pelayanan bagi ODHA, akan Untuk kelengkapan alat dan bahan
tetapi beberapa ruangan masih tidak pemeriksaan penunjang HIV secara umum
memadai, seperti ruang konseling, ruang belum memadai. Hanya Rapid 1,2,3 yang
perawatan, ruang tunggu dan ruang VCT/ sudah tersedia dengan jumlah memadai di
PPIA. Adapun hingga laporan ini dibuat, ada sebagian besar RS. Adapun pemeriksaan
RS yang belum memfasilitasi tindakan CD4, viral load dan PCR belum optimal
persalinan untuk ibu positif HIV. dilakukan, dengan alasan tidak ada alat, alat
Ketersediaan ruangan ditemukan sudah rusak, reagen kurang maupun reagen tidak
sesuai dengan standar pelayanan minimal ada. Kelengkapan logistik laboratorium
bagi fasyankes sekunder yang menjadi lainnya, alat laboratorium lainnya serta alat-
layanan komprehensif HIV-IMS alat keamanan dan keselamatan kerja petugas
berkesinambungan (LKB). Pada pelaksanaan laboratorium belum tersedia dengan lengkap
LKB di fasyankes sekunder, disebutkan di RS yang diteliti. Masih kurangnya alat
bahwa bangunan yang perlu disediakan bagi maupun reagen yang diperlukan harus
pelayanan antara lain ruang tunggu, mendapatkan perhatian dari pihak terkait.
pendaftaran, ruang konseling, ruang Dalam program LKB, laboratorim di RS
pemeriksaan fisik, ruang PTRM (Program seharusnya dapat melakukan pelayanan tes
Terapi Rumatan Methadone), dan ruang HIV, pemeriksaan laboratorium dasar
LSM/ODHA (Kementerian Kesehatan, sebagai penilaian awal ODHA dan terapi
2012). ARV, tes CD4, dan pengiriman sampel darah
untuk PCR apabila tidak tersedia
Untuk ketersediaan ARV, secara
(Kementerian Kesehatan, 2012).
umum hampir semua RS menyediakan obat
ARV dalam jumlah yang memadai, sediaan Potensi infrastruktur jejaring
Zidovudin 300 mg. Sedangkan untuk obat pelayanan KIA yang telah ada akan
Fixed Dose Combination (FDC) AZT + 3 TC memudahkan dalam menjaring sasaran yang
+ NVP hanya tersedia di 1 RS. Pada berisiko. Selain itu, sistem pencatatan dan
pengobatan ARV, menurut pedoman yang pelaporan terpadu dalam pelayanan KIA
ada bagi ibu hamil dengan HIV, penentuan sangat mendukung dalam proses
saat yang tepat untuk memulai terapi ARV mengidentifikasi apakah sasaran termasuk
didasarkan pada kondisi klinis pasien kelompok berisiko atau tidak. Integrasi PPIA
(stadium klinis WHO) atau hasil pemeriksaan di pelayanan KIA juga dipandang efisien dari
CD4. Adapun pada ibu hamil, pasien TB dan segi tenaga dan dana. Petugas pelaksana
penderita hepatitis B kronik aktif yang cukup oleh pemegang program KIA yang
terinfeksi HIV, pengobatan HIV dapat sudah mendapat pelatihan PPIA sebelumnya,
dimulai pada stadium klinis apapun atau sehingga menumbuhkan rasa saling percaya
menunggu hasil pemeriksaan CD4, namun antara petugas dan pasien yang berdampak
pemeriksaan CD4 tetap diperlukan unuk pada kelanjutan intervensi. PPIA terintegrasi
pemantauan pengobatan. Pemberian ARV di pelayanan KIA menawarkan paket
pada ibu hamil dengan HIV selain dapat pelayanan yang menyeluruh tanpa harus
mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke datang ke klinik lainnya sehingga pasien
anak, adalah untuk mengoptimalkan kondisi menjadi lebih mudah dan menghemat waktu.
kesehatan ibu dengan menurunkan kadar Melalui program ini, koordinasi kegiatan
HIV serendah mungkin. Regimen terapi yang KIA dan PPIA dapat dilakukan pada jejaring

27
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 15 No 1, Juni 2016 : 15 - 29

internal pelayanan kesehatan secara lebih terinfeksi bahan berbahaya, khususnya


komprehensif dengan tetap memperhatikan berbagai jenis virus. Namun, dari hasil
peran pendukung seperti LSM, tokoh penelitian ini, salah satu kendala dalam
masyarakat, dan tokoh agama (Imelda, 2009). layanan PPIA adalah kurang tersedianya
APD, padahal APD sangat penting dan
Dalam kenyataannya program
sangat diperlukan agar tidak tertular virus
integrasi PPIA di pelayanan KIA masih
HIV.
menemukan berbagai kendala. Masih banyak
faktor yang perlu dipersiapkan dan
ditingkatkan sehingga program ini dapat
KESIMPULAN DAN SARAN
terealisasi secara optimal. Dilihat dari sudut
SDM, integrasi kedua program Kesimpulan
membutuhkan tenaga kesehatan terampil Implementasi PPIA di 4 RS di
yang memerlukan pelatihan dan pembinaan Provinsi Jawa Barat yang diteliti berbeda –
yang berkelanjutan (Kementerian Kesehatan, beda kesiapannya. Namun secara umum
2012; Lingkungan, 2010). Salah satu cara kendala layanan PPIA adalah kurangnya
untuk meningkatkan kualitas sumber daya pelatihan, belum ada pendanaan untuk home
manusia di rumah sakit yaitu dengan cara visit, terlambatnya pencatatan pelaporan
memberikan pelatihan. Pelatihan merupakan karena belum semua petugas paham SIHA
pendidikan tambahan untuk memperoleh (Sistem Informasi HIV-AIDS), dan belum
pengetahuan dan keterampilan dalam ada kebijakan pimpinan untuk mendukung
melaksanakan tugas dan fungsi. Dari penuh kegiatan PPIA seperti mewajibkan
penelitian ini, belum semua petugas medis semua tenaga kesehatan untuk bersedia
maupun petugas pendukung melayani pasien HIV.
mendapat/mengikuti pelatihan sesuai dengan
tupoksinya. Petugas yang sudah dilatih,
sebagian dari mereka tidak bisa berjalan Saran
sesuai dengan yang diharapkan.
Kementerian Kesehatan hendaknya
Hambatan lain terkait dengan memperbanyak pelatihan PPIA bagi tenaga
integrasi layanan PPIA dengan KIA adalah kesehatan dan tenaga pendukung di RS,
sarana dan prasarana yang belum memadai, termasuk pelatihan untuk meningkatkan
serta adanya peningkatan beban kerja disertai kapasitas petugas dalam memberikan
kegiatan pencatatan pelaporan lebih banyak dukungan psikososial. Diharapkan juga agar
dan kompleks yang memerlukan persiapan Kementerian Kesehatan bersama-sama
manajemen yang lebih matang (Kementerian dengan Dinas Kesehatan setempat dan
Kesehatan, 2012; Lingkungan, 2010). Hal Rumah Sakit hendaknya memperbanyak
tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini. sosialisasi PPIA bagi tenaga kesehatan dan
Hasil studi di Mozambique, tenaga pendukung di RS, serta mencukupi
menunjukkan bahwa peran manajemen dalam kebutuhan alat dan bahan laboratorium untuk
fasilitas pelayanan kesehatan sangat besar. pemantauan pengobatan dan tindak lanjut
Adanya pengaturan beban kerja yang penatalaksanaan PPIA. Agar semua
optimal, peningkatan motivasi, sikap dan kebijakan PPIA di Rumah Sakit dapat
adanya supervisi yang berkesinambungan berjalan lancar maka diharapkan adanya
merupakan kunci keberhasilan integrasi PPIA komitmen dari pimpinan rumah sakit untuk
di pelayanan KIA (James P., 2010) mendukung penuh PPIA, antara lain dengan
memberikan reward dan menegakkan sanksi
Terkait dengan universal precaution, bagi tenaga pelaksana.
untuk menghindari kecelakaan dan
terinfeksinya petugas dari bahan berbahaya,
maka sebaiknya dilakukan tindakan UCAPAN TERIMAKASIH
pencegahan seperti pemakaian alat pelindung
diri (APD). Jika petugas tidak memakai Ucapan terima kasih kami sampaikan
APD, maka akan semakin besar kepada Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan
kemungkinan petugas tersebut untuk Masyarakat, Badan Litbangkes yang telah
membiayai penelitian ini. Terima kasih juga
28
Kesiapan rumah sakit rujukan...(Heny L, Sugiharti, Andi LS)

kami sampaikan kepada para informan Ditjen PP&PL Kemenkes, 2013. Statistik Kasus
penelitian ini, yaitu para tenaga pelaksana HIV/AIDS di Indonesia Dilapor Sampai
Dengan Maret 2013 [WWW Document].
pemberi layanan PPIA di RS HS, RSUD URL http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf
KBd, RSUD KBk, dan RS MM. (accessed 7.11.13).
Ekouevi1, DK,. Stringer, E., Coetzee, D., E. al., 2012.
Health Facility Characteristics and Their
Relationship to Coverage of PMTCT of HIV
DAFTAR PUSTAKA
Services across Four African Countries: The
Anonimus, 2011. 6.279 Penduduk Jabar Positif PEARL Study. PLoS One 7, e29823.
Terjangkit HIV-AIDS. Pikiran Rakyat Imelda, 2009. Integrasi Program PMTCT di Pelayanan
Online. KIA. Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan
Anonimus, 2013a. Kasus HIV/AIDS di Jawa Barat Barat, Kalimantan Barat.
Capai 7 Ribu Orang [WWW Document]. James P., et al, 2010. Integration of HIV/AIDS services
URL in to African primary health care: lesson
http://jabarprov.go.id/index.php/subMenu/inf learned for health system stengthening in
ormasi/berita/detailberita/6287 (accessed Mozambique case study. J Int AIDS Soc. 13.
7.11.13). Kementerian Kesehatan, 2012. Pedoman Penerapan
Anonimus, 2013b. MDG’s. Millenium Development Komprehensif Layanan HIV & IMS
Goals [WWW Document]. URL http://mdgs- Berkesinambungan. Kemenkes RI, Jakarta.
dev.bps.go.id (accessed 7.11.13). Kementerian Kesehatan, 2013. Factsheet Pencegahan
Anonimus, 2014. Menkes Luncurkan RAN PPAKI Penularan Ibu ke Anak (PPIA) [WWW
2013-2015, RAN PPIA 2013-2017 [WWW Document]. URL
Document]. URL http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wpcon
http://m.news.viva.co.id/news/read/459367- tent/uploads/downloads/2013/01/Factsheet_P
menkes-luncurkan-ran-ppaki-2013-2015-- PIA.pdf (accessed 7.11.13).
ran-ppia-2013-2017 (accessed 11.15.14). Lingkungan, D.J.P.P. dan P., 2010. Tes dan konseling
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. HIV terintegrasi di sarana kesehatan/PITC,
Laporan Hasil Penelitian Penyebab Kematian Pelatihan . ed. Kemenkes RI.
di 12 Kabupaten/Kota di Indonesia. Jakarta. RI, K., 2012. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan
Darak S., Panditrao M., Parchure R., E. al., 2012. HIV Dari Ibu Ke Anak (PPIA), Edisi Kedu.
Systematic review of public health research ed. Kemenkes RI, Jakarta.
on prevention of mother-to-child Turan, J.M, and Nyblade, L., 2013. HIV-related Stigma
transmission of HIV in India with focus on as a Barrier to Achievement of Global
provision and utilization of cascade of PMTCT and Maternal Health Goals : A
PMTCT services. BMC Public Health 12, Review of the Evidence. Springer Science.
320. New York 2013. AIDS Behav 17, 2528–
2539.

29

You might also like