You are on page 1of 13

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

M4O-03

PROSES PENGENDAPAN DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN


SERPIH FORMASI NANGGULAN, KULON PROGO,
YOGYAKARTA BERDASARKAN DATA BATUAN INTI
Ahmad Z Al Ansori1*, D. Hendra Amijaya1
1
Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika 2, Yogyakarta 55283
*Email : zakariya_addimmki@yahoo.com
Diterima 20 Oktober 2014

Abstract
Indonesia is one country that has big potential of shale gas. Most source rock in the western
Indonesia which acts as a potential target of shale gas exploration is synrift sediments Eocene to
Oligocene shale. Nanggulan Formation which exposed in Kulon Progo, Yogyakarta is one of the
Eocene shale interval known. However, the data about it is still limited. Further studies on the
Nanggulan Formation in Kulon Progo is necessary to know depositional process and depositional
environment of the Eocene shale more detail. This research uses lithofacies and lithofacies
association analysis from core data. Succession of lithofacies Nanggulan shale, Kulon Progo,
Yogyakarta based on core data consists of 1. Laminated sandstone facies, 2. Massive sandstone
facies, 3. Flaser-Wavy sandstone facies, 4. Massive claystone facies, 5. Massive mudstone facies, 6.
Molusca rich mudstone facies, 7. Floatstone facies, 8. Crystalline carbonate facies, 9. Coal facies,
10. Claystone and sandstone interbedded facies, 11. Lenticular mudstone facies. Depositional
environment of Nanggulan Formation starts from fluvial, tidal dominant estuarine to shallow
marine. In general, depositional environment is deepening. Deposition process in the fluvial and
estuarine influenced by river flow and tidal currents. Deposition process in a shallow marine is
hypopycnal flow and hyperpycnal flow.

Keywords: Shale Gas, Nanggulan Formation, Lithofacies, Depositional Environment and


Depositional Process.

Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai potensi gas serpih yang cukup
besar. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian
Energi dan Sumber Daya MineralIndonesia mempunyai total cadangan spekulatif gas
serpih mencapai 574 TCF [13]. Batuan induk yang berpotensi sebagai target dalam
eksplorasi gas serpih di Indonesia bagian barat pada umumnya adalah serpih endapan
synrift yang berumur Eosen hingga Oligosen.
Formasi Nanggulan yang tersingkap di Kulon Progo, Yogyakarta merupakan salah satu
interval serpih yang berumur Eosen [12]. Formasi Nanggulan tersusunoleh batupasir
dengan sisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan kongkresi limonit, sisipan napal
dan batugamping, batupasir dan tuf [9].
Namun demikian penelitian lebih lanjut mengenai proses pengendapan dan lingkungan
pengendapan dari Formasi Nanggulan belum banyak dilakukan. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut salah satunya adalah dengan analisis litofasies serpih Formasi
Nanggulan dengan menggunakan data batuan inti secara detail, sehingga dapat digunakan
untuk mengetahui proses pengendapan dan lingkungan pengendapan serpih Formasi
Nanggulan tersebut. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi dalam kegiatan
eksplorasi gas serpih dalam kaitannya dengan karakteristik litofasies serpih.

708
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Geologi Regional
Secara fisiografi Zona Kulon Progo berupa bentukan Dome (1.022 m) yang terletak di
bagian timur Pegunungan Serayu Selatan dan di sebelah selatan dari deretan gunung api
(Gambar 1). Secara tatanan tektonik Zona Kulon Progo termasuk dalam Cekungan Jawa
Tengah Selatan dan menempati busur gunung api bagian depan[10]. Cekungan Jawa
Tengah Selatan dikontrol oleh gaya struktur utama yang berarah Barat laut-Tenggara dan
Timur laut-Barat daya(Gambar 2)[7].
Formasi Nanggulan berumur Eosen Tengah-Oligosen Bawah yang terdiri atas batupasir
dengan sisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan kongkresi limonit, sisipan napal
dan batugamping, batupasir dan tuf [8]. Bagian atas terdiri atas napal dan batupasir
gampingan yang disebut sebagai anggota seputih [9]. Formasi ini tersingkap baik disekitar
Kalisonggo dan Kalipuru di bagian timur dari Tinggian Kulon Progo.

Metode Penelitian
Data batuan inti diambil dari dua titik lokasi dan dilengkapi dengan data permukaan.
Lokasi titik yang pertama (Nanggulan-1) berada di Dusun Ngroto, Desa Pandawarejo,
Kecamatan Girimulyo dan lokasi titik yang kedua (Nanggulan-2) berada di Dusun Klepu,
Desa Banjararum, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo.Batuan inti diambil
dengan menggunakan mesin bor tipe Jacro 175 dan menggunakan pipa diameter NQ (2
inchi).Analisis litofasies menggunakan parameter fasies meliputi geometri, litologi,
struktur sedimen dan kandungan fosil.Penentuan asosiasi litofasies mengacupada suksesi
batuan sedimen di lingkungan pengendapan transisi dan laut dangkal oleh Nichols (2009)
[6]. Proses pengendapan serpih diperoleh dari parameter litologi dan struktur sedimen yang
mengacu pada proses pengendapan oleh Mulder dkk (2003) [5].

Analisis Data dan Pembahasan


Hasil analisis litofasies dari data batuan inti didapatkan 11 jenis fasies yang berbeda
(Gambar 3).
1. Laminated Sandstone Facies; Fasies ini mempunyai warna abu-abu kecoklatan, ukuran
butir pasir halus, bentuk butir subangular-subrounded, sortasi baik, sementasi baik,
grain supported, kekerasan rendah-sedang, struktur laminasi (<1cm), komposisi
kuarsa, plagioklas, fragmen moluska, dan material sedimen berukuran pasir halus.
2. Massive Sandstone Facies; Fasies ini mempunyai warna abu-abu terang, brittle, ukuran
butir pasir halus sampai kasar, sortasi berkisar baik sampai dengan buruk, struktur
sedimen massif, komposisi berupa kuarsa, feldspar dan terkadang terdapat fragmen
moluska dan foraminifera besar.
3. Wavy-Flaser Sandstone Facies; Fasies ini mempunyai warna abu-abu terang, ukuran
pasir halus sampai kasar, kekerasan rendah, sementasi sedang, sortasi baik sampai
sedang, struktur wavy-flaser bedding, komposisi kuarsa, feldspar, muskovit, mineral
lempung, fragmen moluska dan foraminifera besar.
4. Massive Claystone Facies; Fasies ini mempunyai warna abu-abu, ukuran butir
lempung, struktur sedimen masif, komposisi berupa mineral lempung, material
sedimen ukuran lempung dan terkadang terdapat karbon flek dan fragmen moluska.
Secara umum fasies ini bersifat tidak karbonatan.
5. Massive Mudstone Facies, Fasies ini mempunyai warna abu-abu, brittle, ukuran butir
matrik lempung, ukuran butir fragmen lanau sampai kerakal, bentuk fragmen
lentikuler, concave, sortasi buruk dengan komposisi matrik berupa mineral lempung,
sedangkan komposisi fragmen berupa moluska dan pada beberapa kedalaman terdapat
nummulites.

709
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

6. Molusca Rich Mudstone Facies; Fasies ini mempunyai warna abu-abu, ukuran butir
matrik lanau, ukuran butir fragmen 1-40 mm, sortasi buruk, matrixsupported,
komposisi matrik berupa material sedimen ukuran lanau, mineral karbonat, komposisi
fragmen berupa nummulites, kuarsa, feldspar, moluska, discocyclina.
7. Floatstone Facies;Fasies ini mempunyai warna abu-abu gelap, ukuran butir lanau,
mudsupported, jumlah fragmen yang berukuran >2 mm lebih dari 10%, komposisi
berupa material karbonat dan foraminifera besar.
8. Crystalline Carbonate Facies; Fasies ini mempunyai warna abu-abu, ukuran butir mud,
kristalin, dengan komposisi berupa mineral karbonat, fragmen moluska danterdapat
urat kalsit.
9. Coal Facies; Fasies ini mempunyai warna hitam, luster dull, keras masif dan terdapat
face cleat dan butt cleat.
10. Claystone and Sandstone Interbedded Facies; Fasies ini mempunyaiwarna dominan
abu-abu gelap. Batupasir mempunyai ukuran butir pasir sangat halus sampai kasar,
terkadangterdapat matrik berukuran lempung, sortasi jelek sampai baik,
komposisimineral lempung, moluska dan litik. Sedangkan batulempung mempunyai
ukuran butir lempung, strukturmasif dengan komposisi berupa material sedimen
berukuran lempung.
11. Lenticular Mudstone Facies; Fasies ini mempunyai warna abu-abu gelap, ukuran butir
matrik lempung sampai lanau, ukuran butir fragmen pasir halus sampai kasar, sortasi
buruk, struktur lentikuler dan terkadang terdapat flaser, komposisi berupa kuarsa,
feldspar dan fragmen moluska.

Lingkungan Pengendapan
Berdasarkan 11 litofasies yang terdapat pada daerah penelitian didapatkan 5 asosiasi fasies
yang menunjukkan lingkunganpengendapan transisi sampai laut dangkal.
1. Asosiasi Fasies Upper Flow Regime (UFR) Sand Flats
Asosiasi fasies ini mempunyai ketebalan 11,5 m.Asosiasi ini tersusun atas laminated
sandstone facies, massive sandstone facies, wavy-flaser sandstone facies, lanticular
mudstone facies dan massive claystone facies (Gambar 4).
Laminated sandstone facies mempunyai ukuran butir pasir halus. Hal ini
menunjukkan batuan ini mengalami proses pengendapan pada lingkungan yang
memiliki energi pengendapan cukup tinggi dengan kecepatan arus tertentu [2]. Mengacu
pada diagram Hjulstrom [6] ukuran butir pasir halus dapat terangkut dengan mekanisme
transportasi dasar aliran atau bedload transport.
Wavy-flaser sandstone facies mempunyai struktur sedimen wavy-flaser bedding.
Struktur sedimen tersebut menunjukkan proses pengendapan dipengaruhi oleh hydrolic
yang berubah-ubah. Lenticularmudstone facies mempunyai karakteristik khusus berupa
struktur sedimen lentikuler. Struktur sedimen lentikuler menunjukkan lensa struktur
sedimen wavy-flaser dan lentikuler menunjukkan proses sedimentasi pada lingkungan
pasang surut.
Asosiasi fasies UFR sand flats merupakan bagian braided channel dari sebuah
estuarin yang luas dan semakin ke arah laut channel menyatu. Fasies ini merupakan
bagian pertemuan energi sungai dan pasang surut dari estuarin dominasi pasang surut
(Gambar 4). Endapan yang dihasilkan pada fasies ini terdiri batupasir halus dengan
struktur laminasi parallel [3].
UFR sand flats merupakan bagian dari tidal channels bagian paling dalam. Fasies
ini pada umumnya channel berbentuk meander (Gambar 4) [6]. Pada fasies ini terdapat
dua arus yang mempengaruhi sedimentasi yaitu arus sungai dan arus pasang surut.
Ketika arus sungai dominan sedimen yang diendapkan berupa ukuran butir pasir.

710
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Sedangkan apabila arus pasang surut yang dominan sedimen yang diendapkan berupa
ukuran butir lempung. Sehingga pada fasies ini kemungkinan terdapat perselingan
batulempung diantara batupasir (Gambar 4).
2. Asosiasi Fasies Salt Marsh
Pada batuan inti fasies salt marsh ditunjukkan dengan adanya coal facies dan massive
claystone facies. Batulempung tersebut menunjukkan adanya struktur sedimen bedding
fissility dan bersifat tidak karbonatan. Batubara menunjukkan warna hitam, keras dan
terdapat cleat. Fasies salt marsh mempunyai ketebalan 1 m (Gambar 4).
Salt marsh merupakan bagian estuarin yang berada disamping dari tidal channels
dan tidal bar yang lebih ke arah darat (Gambar 4). Fasies ini didominasi oleh sedimen
halus dengan jumlah sedikit material pasir dan material organik. Sedimen yang
berukuran lanau sebagian besar merupakan material organik yang tersuspensi dan
terendapkan di salt marsh. Sebagian kecil juga merupakan hasil dari tanaman yang
hidup di salt marsh. Salt marsh lebih dikontrol oleh aktifitas organik dibandingkan
dengan proses sedimentologi [4].
3. Asosiasi Fasies Tidal Flats
Asosiasi fasies tidal flats tersusun oleh dominasi oleh massive sandstone facies dan
wavy-flaser sandstone facies pada bagian bawah dan semakin ke atas lebih berkembang
massive mudstone facies, claystone and sandstoneinterbedded facies dan massive
claystone facies (Gambar 5). Asosiasi fasies tidal flats ini mempunyai 3 siklus tidal flats
yang berbeda dengan total ketebalan 104,1 m.
Lingkungan tidal flats mempunyai 3 unit suksesi. Suksesi yang pertama pada
kedalaman 176,5 m-161,7 m, Suksesi 2 terletak pada kedalaman 161,7 m-109,4 m.
Suksesi 3 terletak pada kedalaman 109,4 m-72,4 m (Gambar 5 dan Gambar 6).
4. Asosiasi Fasies Offshore Transition
Asosiasi fasies offshore transition didominasi massive mudstone facies dan juga
terdapat molusca rich mudstone facies, massive claystone, crystaline carbonate facies
dan massive sandstone facies. Ketebalan total dari asosiasi fasies ini adalah 26,4 m
(Gambar 6).
Pada batuan inti molusca rich mudstone dan massive mudstone facies mempunyai
kandungan fragmen moluska yang sangat melimpah dan juga kandungan foraminifera
besar yang menunjukkan lingkungan laut dangkal dengan energi cukup tinggi.
Crystalline carbonate facies menunjukkan adanya pengaruh laut yang cukup dominan.
5. Asosiasi Fasies Offshore
Asosiasi fasies offshore merupakan bagian paling luar dari lingkungan laut dangkal [6].
Asosiasi fasies ini didominasi oleh massive mudstone facies dan floatstone facies
dengan sisipan massive claystone facies dan massive sandstone facies. Asosiasi fasies
ini mempunyai 2 suksesi dengan ketebalan total 44,5 m (Gambar 7).
Dominasi massive mudstone facies dengan sisipan sedikit massive sandstone
menunjukkan asosiasi fasies ini diendapkan pada lingkungan yang cukup tenang dan
pada lingkungan laut. Floatstone facies dengan kandungan fragmen moluska dan
foraminifera besar yang sangat melimpah menunjukkan asosiasi fasies ini dekat dengan
lingkungan carbonate platform.

Proses Pengendapan
Data geologi regional menunjukkan bahwa Zona Kulon Progo merupakan bagian dari
Cekungan Jawa Tengah Selatan yang mempunyai pusat dalaman di sebelah selatan.
Cekungan diinterpretasikan terhubung dengan lautan di sebelah selatan. Hal ini
menunjukkan bahwa suplai sedimen di cekungan berasal dari sebelah utara.

711
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Proses pengendapan di lingkungan estuarin dipengaruhi oleh arus sungai, arus pasang
surut dan arus gelombang laut [4]. Fase awal lingkungan estuarin pada daerah penelitian
diawali dengan fasies UFR sand flats. UFR sand flats merupakan titik pertemuan antara
aliran sungai dengan arus pasang surut. UFR sand flats ini didomiasi oleh fasies batupasir
dengan struktur laminasi dan wavy-flaser. Batupasir dengan laminasi terbentuk ketika arus
sungai lebih dominan dibandingkan dengan arus yang lain. Proses transportasi berupa
bedload dan suspended load ke arah laut, sedangkan batupasir dengan struktur wavy-flaser
terbentuk ketika arus pasang-surut lebih dominan dibandingkan dengan arus yang lain
(Gambar 8).
Proses sedimensi pada lingkungan tidal flats dipengaruhi oleh proses pasang surut.
Tidal flats terletak pada zona intertidal. Pada bagian bawah didominasi oleh fasies
batupasir dan semakin ke atas persentase pasir semakin berkurang dan didominasi oleh
fasies mudstone. Massive claystone facies dan massive mudstone facies pada umumnya
terendapkan secara suspensi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya laminasi tipis, ukuran
butir halus dan kandungan skeletal yang sedikit. Material sedimen yang tersuspensi
sebagian besar berasal dari dua sumber yaitu hemipelagic mud yang tertransport dari
sungai dan dari laut dangkal.
Pada lingkungan laut dangkal, proses pengendapan utamanya dipengaruhi oleh aliran
Hyperpycnal. Bukti adanya aliran hyperpycnal adalah struktur gradasi terbalik sampai
gradasi normal ukuran butir.
Kenaikan muka air laut pada lokasi penelitian akan membentuk air yang anoxic dan
memungkinkan arus turbit dan aliran hyperpycnal lebih sedikit dan lebih cenderung
hypopycnal plume. Molusca rich mudstone facies menunjukkan proses pengendapan
berupa hyperpycnal plume. Sedangkan massive mudstone facies proses pengendapan
berupa hypopycnal plume (Gambar 8).

Kesimpulan
Suksesi litofasies serpih Formasi Nanggulan, Kulon Progo, Yogyakarta berdasarkan data
batuan inti meliputi :Laminated sandstone facies, Massive sandstone facies, Wavy-flaser
sandstone facies, Massive claystone facies, Massive mudstone facies, Molusca rich
mudstone facies, Floatstone facies, Crystalline carbonate facies, Coal facies, Claystone
and sandstone interbedded facies, Lenticular mudstone facies.
Lingkungan pengendapan Formasi Nanggulan dimulai dari sungai, estuarin dominasi
pasang surut dan laut dangkal. Secara umum lingkungan pengendapan mengalami
pendalaman. Proses pengendapan yang berlangsung di sungai dan estuarin dipengaruhi
oleh arus sungai dan arus pasang surut. Sedangkan proses pengendapan di laut dangkal
berupa aliran hypopycnal dan aliran hyperpycnal.

Daftar Pustaka
[1] Bhattacharya, J.P dan MacEachern, J.A., Hyperpycnal Rivers and Prodeltaic Shelves
in the Cretaceous Seaway of North America, Journal of Sedimentary Research, v.79,
pp 184-209, 2009.
[2] Boggs, S. J.,Principles of Sedimentology and Stratigrafi, 4th Ed., Merill Publishing
Company, Colombus, 2006.
[3] Dalrymple, R.W., Brian, A.Z., and Ron, B., Estuarine Facies Models : Conceptual
Basis and Stratigraphic Implication, Journal of Sedimentary Petrology, Vol. 62, No. 6,
1992.
[4] Dalrymple, R.W., and Davis, R.A., Principles of Tidal Sedimentology, Springer
Science+Business Media B.V, 2012.

712
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

[5] Mulder, T., Syvitski, J.P.M., Migeon, S., Faugeres, J.C., dan Savoye, B., Marine
Hyperpycnal Flows : Initiation, Behavior and Related Deposits. A Review, Marine and
Petroleum Geology 20 (2003), pp. 861-882, 2003.
[6] Nichols, G., Sedimentology and Stratigraphy, Wiley-BlackWell, United
Kingdom,2009.
[7] Patra Nusa Data, Indonesia Basin Summary (IBS), PT. Patra Nusa Data Publisher,
Jakarta, hal Frontier II.1-II.12, 2006.
[8] Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan Rosidi, H.M.D.,Peta Geologi Lembar Yogyakarta,
Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung,1995.
[9] Suroso, Rodhi, A., dan Sutanto, Usulan Penyesuaian Tata Nama Litostratigrafi Kulon
Progo Daerah Istimewa Yogyakarta, Prosiding IAGI ke-15, Yogyakarta, , 1987.
[10] Van Bemmenlen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol. IA, General Geology of
Indonesia and Andjacent Archipelagos, Martinus Nijhoff, The Hague, hal. 29.
[11] Winardi, S., Toha, B., Imron, M. and Amijaya, D.H., The Potency of Eocene Shale of
Nanggulan Formation as Hydrocarbon Source Rock, Proceedings Ikatan Ahli Geologi
Indonesia (IAGI), 39th Annual Convention, 2010.
[12] “Indonesian Shale Gas Potency Reaches 574 TCF”, Available :
www.migas.esdm.co.id[Accessed : January, 2014].
[13] “Tide Dominated Estuary”, Available : www.ozcoasts.gov.au.[Accessed : May, 2014].

713
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 1. Digital Elevation Model (DEM) Zona Kulon Progo dan sekitarnya.

Gambar 2. Elemen tektonik Cekungan Jawa Tengah Selatan. Kotak biru merupakan
Zona Kulon Progo [6].

714
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 3. 1)Massive Sandstone Facies; 2) Massive Claystone Facies; 3) Laminated Sandstone Facies; 4)
Wavy-Flaser Sandstone Facies; 5) Massive Mudstone Facies; 6) Molusca Rich Mudstone Facies; 7)
Crystalline Carbonate Facies; 8) Lenticular Mudstone Facies; 9) Coal Facies; 10) Floatstone Facies.

715
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 4.Ilustrasi lingkungan pengendapan pada kedalaman 189 m-176,5 m. Pada bagian bawah menunjukkan lingkungasn
UFR sand flats yang didominasi oleh laminated sandstone facies dan wavy-flaser sandstone facies. Pada bagian atas
lingkungan pengendapan berkembang menjadi salt marsh dengan adanya coal facies.

716
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 5. Ilustrasi lingkungan pengendapan tidal flat,suksesi yang pertama pada kedalaman 176,5 m-161,7 m dan
suksesi 2 pada kedalaman 161,7 m-109,4 m.

717
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 6. Ilustrasi lingkungan pengendapan tidal flatssuksesi 3 pada kedalaman 109,4 - 72,4 m (bawah) dan
Ilustrasi lingkungan pengendapan offshore transition (atas).

718
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

? ?

Gambar 7. Ilustrasi lingkungan pengendapan offshorepada kedalaman 72,4 – 3 m.

719
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

Gambar 8. 1). Ilustrasi proses pengendapan sedimen di lingkungan estuarin dominasi pasang surut[13]. 2). Ilustrasi proses pengendapan
hypopycnal plume dan hyperpycnal plume pada laut dangkal [1].

720

You might also like