You are on page 1of 45
KEBUTAAN KATARAK: FAKTOR-FAKTOR RISIKO, PENANGANAN KLINIS, DAN PENGENDALIAN UNIVERSITAS GADJAM MADA Pidato Pengukuban Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada tanggal 5 Juni 2004 di Yogyakarta Oleh: Prof. dr. H. Soehardjo, 5.U., SpMi (K) Bismitlaahir-rahmaanir-rahim Assalamu alaikem wa rokmulntlahi wa barokatuh Yang terhormat Ketus, dan para Anggota Majelis Wali Amunat Universitas Gadjah Mada. Yang terhormat Ketua, dan para Anggota Majelis Guru Besur Universitas Gadjah Mada. Yang serhormat Keiwa, dan para Anggota Senat Akademik Universitas Gadjal Mada Yang terhormat Rekior, Para Wakil Rektor Senior, dan para Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada Yang terhormat Dekan dan para Wakil Dekun Fakultas Kedokteran Universitas Gadja Mada Yang terhormat Ketua, dan para Anggota Senat Akutemik Fakultas Kedokieran Universitas Gadjah Mada. Yang terhormat para tunu undangan, teman sejaved, Sanak sewdara, seria hundai taulan. Alhamdulillaki Rabbal'alamien, pada kescrapaten yang sangat berbahagia int marilah kita hatuskan puji syukur ke hadirat Allah SWT, Karena tac rahmat dan karunia-Nya, kita dapat nadir dalam sidang Mujelis yong mulia ini dalam keadaan sehat wal‘afiat. Saya menghaturkan terima kasih kepade Ketua Majlis Gums Beser Univer- sitas Gadjah Mada yang telah mengizinkan saya menyampaikan pidato pengukuhan sebagai Guu Besar dalam mu Penyatit Mata di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, dengen judul: Kebutaan Katarak: Faktor-Faktor Risiko, Penanganan Klinis, dan Pengendalian Hadirin yang saya muliakan, Judal ini saya pili katena katarak sampai saat ini masih ‘memmpakin salah satu penyakit mata yang paling banyak menimbulken kebutaan di dunia, khususnya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, Alesan yang lain karcna Katatak meupakan salah sata dari beberapa cabang Timu Penyakit Mata yang saya tekuni sejak bekerja 2 i Bagian Dmu Penyakit Mata Fokullas Kedokteran Universitas ‘Gadjah Mada tahun 1985, Hadirin yang saya muliakan, Kebutaan katarak Katarak merupakan kelainan mata yang ditandat dengan keke- ruban Jensa, terutama disebabkan oleh proses degenerasi yang berkait- an dengan usia. Namun demikian, katarak dapat juga discbabkan oleh proses radang intraokular, trauma, infeksi dalam kandungan, dan fak- tor Ketaruman. Selain itu, katarak dapat dipermudah timbulnya pada situasi dan kondisi tertenta misalnya: penyakit diabetes. mellitus, merokok, hipertensi, peningkatan asam urat scrum, radiasi sinar ultra violet B. inyopia tinggi, kekurangan anti oksican, dan Tain-tain, Katarek yang berkaitan dengan usia dibedakan atas tiga bentuk Jetak kekeruhan lensa yaita kortikal, inti, dan subkapsular. Masing- ‘masing mempunyai karakteristik tersendiri dalam. patogenesis atau’ kalaraktogenesis. Sebagai contoh misalnya: merokok terkait dengan fimbulnya katarak nublearis, pajanan sinar ultra violet terkait dengan katarak kortikalis, dan penggunaan steroid yang lama terkait dengan timbulnya kalarak subkapsularis posterior (Leske ct al., 1998; McCarty et al. 2000). ‘Akibat kekeruhan lensa mata, sinar yang masuk ke selaput jala akan terganggu, dengan demikian terjadileh gangguan tejam pengli- hatan, Gangguan (ajam penglilratan yang tezjadi dapat ringan dengan kelnhan silao, terutama kalau terkena sinar yang, sangat terang. Heal ini sesuai dengen huas serta letaknya kekeruhan lensa, Namua pada saat- ‘nya kekeruban lensa akan meluas dan menimbulkan gangguan tajam. pengliharan sampai tingkat kebutaan, Katarak dapat torjadi pada satu ‘mata, nanwun yang terbanyak mengenai kecua mata. Kebutasn katarak adalah apabila katarak mengenai kedua mata, di dala hal ini tajam penglihatan dengan koreksi kuca mata terbaik ¢crmasuk kriteria buta menurut WHO hun 1985. Berbagai penelitian melaporkan bahwa kebutaan katarak akan terjadi setelah 10-20 tabun sejak dimulainya Kekeruhan lensa Gavit et al, 1983; Kupfer, 1984) Menurut kriteria WHO, scscorang dikatakan mendcrita kebutaan apabila tajam peng- 3 lihatannya Kurang atau sama dengan 3/60; artinya orang itu tidak mampu menghitung jari pada jarak 6 m, Seseorang dengan rajam penglihatan antara 3/60-6/60 disebut gangguan penglihaten berat. Di Amerika Serikat dan kebanyakan Negera Anglo-Amerika, sescorang dikatakan buta menurut Undang-Undang (egal blindness) apabila tajam penglihatan kurang atau! sama dengan 6/60 dengan lapang peng- lihatan minimal 20° (Thy'cfore, 1987; Simon, 1990), Pengertian legal blindness di Negara maju diperlukan, terkait dengan pemotongan paiak dan beberapa kemudahan yang lain Hadirin yang saya muliakar, Menurut estimasi WHO, di dunia pada seat ini jumtah penderita dengan tajam penglihatan terganggu sebanyak 180 juta, dan 45 juta orang di antaranya mengalami kebutean . Hampir 90% kebutaun di dunia terdapat di Afrika dan Asia, serta termasuk sepertiganya di Asia Tenggara (WHO, 2000). Diperkirakan 12 orang menjadi uta tian menit ci dunia dan ¢ orang di antaranya berasal dari Asia tenggara Jumiah ini akan meningkat menjaci dua kali pada tahun 2020, bal ini berkaitan deagan jangka umar harapan hidup yang meningkat. Diper- kirakan bahwa 80% dari seiuruh Sasus kebotaan dapat dipulihkan Kembali, termasuk di sini terutama kebutain katarak. Kebutaan tidak hanya berdampak pada individu. namun juga menimbulkan masalah keschatan masyarakat, sosial dan ckonomi. Survei kesehatan indera penglihatan di Indonesia tahun 1993- 1996 menunjukkan angka kebutaan 1.47%, Penyebab utama kebulaan adaiah katarak (1,02%), glaucoms (0,169), kelainan tefvaksi (0, 14%), kelainan retina 0,09%, dan kelainan kernea 0,06% (Depkes 1997). Besarnya jumiah pendertta katarak di Indonesia saat, ini Derbanding Jufus dengan jumlsh penduduk usia lanjut, yang pala tahun 2000 diperkirakan sebesar 15,3 juta. Di Indonesia diperkirakan sctiap menit ada satu orang incnjadi buts. Scbagian besa orang bula i Indonesia perada di daetah miskin dengan kondisi sosial ekonomi lomeh Jika dibandingkan dengan Negara maju dan Negara berkembang laianya, pola ponyukit mata penyebab hebutaan di Indonesia masih dulara tingkat poralihan. Peningkatan penyakit degencrati€ seperti dia- betes mellitus aian memicu peningkaten kcbutaan akibat komplikasi 4 pada mata yaitu retinopali diabetih. Provalensi rctinopati diabctik i Rotterdam sebesar 4.8% (Stolk or al., 1995), Peningkatan jumlah pen- dudok usia Fanjut memberi peluang, naiknya jumniah angka kebulaaa akibat kelainan degenerasi makula yang terkait usia (age related macu- lar degeneration). Di Amerika Serikat, dogenetasi makula yang terkait uusia merupakan seperempat Sampei separuh ponycbab kebuiaan (Klein etal., 1992) ‘Hampir separch kebutoan didunia ini diakibatkan oleh katarak. Pada tahun 1995 diperkirakan Iebih dari 80% penduduk dengan kate vak meninggal sebelum sernpat dilakukan operasi katarak (Singh ct al., 2000). Diperkirakan jumiah penderita kebutzan katarak di dunia saat ini scbesar 17 juta orang, dan akan meningkat menjadi 40 juta pada tahun 2020 (Brian and Taylor H 2901). Hasil ponclitian terbant oleh Fricdman et al. (2004) menunjukkan behwa ci Amerika Serikat suat ini diperkirakan ada 20.5 juta menderita Katarak pada salah satu mata (17,2% dari populasi umur 40 tahun ke ates), dan 6,1 jura pendenta dengan psevdofakia fafakia atau telah menjalani operasi ketarak. Masyarakat Indonesia memiliki kecendcrungan menderita kata- vak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penderita di daerah subtropik. Data di RS Dr Sardjito tahun 2003 menunjukkan bahwa 28% pasien Katarak yang dioperasi bertumur di bawah 55 tahun, Sementara ita yang berusia produktif (21-5 tuhun) sebosar 20%, dengan kelompok ria Iobih banyak. Pasien-pasien katarak yang dioperasi secara masz] atas dang bantuan Yayasan Dharmais di daerah Yogyakarta din seki- tarnya pada tabun 2000-2001, dan kelompok usia procuktif sebesar 32.12% dengan kelompok pria ‘cbih banyak (Suhardjo ct al., 2001). Berdasarkan laporan kegiatan operasi Ketarak yang mendapat bantuan dana Christofiel Blinden Mission dilakuxan dh 8 propinsi di Indonesia, dijumpei 20% kasus buta kalarak terjadi pada usia 40-54 tahun epkes, 1999), Di Amerika Scrikat kelompok usia 40-54 tahun yang dilakukan operas: Katarak hanya sekiter 2% , dan lebih dari 50% dioperasi pads usia di atas 75 tahun (Congdon et al..2004). Hadirin yang saya mutiakan Kebutsan katarak dapat ditanggulangi dengan tindakan bedah kkatarak. Apabila tidak dilakukan pembedahan, katarak akan menim- 5 bulkan beberapa penyulit berupa uveitis fakolitik yang biesanya diser- tai Gengan glaukome sekunder. Glaukoma sekunder inilah yang dzpat menimbulkan kebutaso yang menetap dan disertai gangauan kosmetik bola mata berupa pengecilan dan disorganisasi bola mata atau terjadi ptisis bulbi (Kanski 1994; Suhardjo-dan Asfani 1999). Perderita kebutaan kararak pada umunmya tidak mamnpu meng- hasilken nafkah, dan jusiru menjadi beban. Secara ekonomis setiap ‘orang membutuhkan blaya hidup minimal sebesar Upah Minimum Re- gional, sckitar Rp 350,000.-. Bisa dihitang berapa jumlah biaya sosial yang harus dikeluarkan Keluarga bagi penderita kebutaan ketarsk. Secara ekenomis penderita Kebutaan apapun sebsbnya akan renjadi beban bagi keluarga, juga bagi masyarakat maupun negora. Suatu penclitian di Australie mengcnai seberapa beser biaya hidup per tahun untuk orang bua telah dilakuken (Wright et al., 2000). Disebutkan bahwa untuk orang tua (pensitunan) merabutuhkan rerata $14,686, sedang pada usiz produktif membutuhkan rerata $17.701, dan bagi orang muda buta usia sckolah membutahkan biaya rorata $15.948 per ‘abun. Hadirin yang saya mulickan, Kataraktogenesis Lensa marusia stan nama lengkapnya lensa kristalin manusia sebetulnya sudah terbentuk pada 25 hati sejak Kebidupan di dalam kandungan, yang tidak Iain merupakan penonjolan otak bagian depan. Penonnjolan ini kemudian akan berkembang metientuk gelemiung pada hari ke-33, dan untuk selanjutnya terjadi pembentukan serebut Jensa primer yang bergubung sebagai nukleus embrional. Epitel lensa dacrah ckuator momanjang dan mengalami muldplikas! cepac mem- bertuk serabul Tensa sekunder, Kemudion membentuk nukleus fetalis pada tminggu ke-7, Pada saat lahir, berat Jensa 90 mg dan terus me- ningkat 2-mg per tahun sesuai dengun bortarmbahnya usia akibat pombentukan serabut Jensa baru. Pada usia 40 tahum serabut lensa menjadi lebih Kaku sehingga kemarmpuan akomodasi menjadi berku- rang, dan mulat ume ini untuk melihat dekat gerlu kaca mata bacz. Puca usia 60 tehun nukleus lense mengalarai sclerosis dan perubahan 6 ‘warna, hal ini sering dikelirukan sebagai kstarak. Kckeruhan lensa dapu! terjadi sejak di dalam kandungen, disebut katarak kongenita!. Sejak bayi lahir bisa tampak Jensa berwama putih yang, dapat terjadi pada satu mata maupun dua mata. Katarak konge- nital cerjadi pada 1 di antara 2000 kelahiran hidup (Hilles dan Killy, 1994 ), Katarak kongenital kedus mata dapat terjedi akibut penyakit ketwrunan, atau infeksi ibu hamil akiba: rubella, virus sitomegali, vasi- sela, sifilis, dan toksoplasmosis pada usia kehamilan 1-2 bulan. Selain itu dapat juga disebabkan oleh cacal mata dan akibat reaks: toksik misalaya steroid, dar. akibat radiasi. Katarck pada satu mata dapat disebabkan oleh beberapa kelainan mala bawaen, trauma, dan infcksi subella, Jumlah kebutean pada bayi dan anak di donia sebesar 1,5 juta, dan 200,000 di antaranya akibat kataruk (Foster, 1998}. Di Uganda, Aatarak merupakan penyebab Kebutwan utama pada anak Flal terscbut perkaitan erat dengan adanya kelainan genetik can infeksi rubella (Bilder and DeCock, 1993).Kebanyakan kasus katerak hongenital yang dijumpai di RS Dr Sardjito adalah katarak dengan sindror cubella Kongenital (Suhardjo et al,, 1986). Di bebcrapa Negara misalnye Sti Lanka, perkawinan untar keluarga berperan meningkatkan ungka kebutana yang diakibutkan oleh fakior genetic (Elder anc DeCock, 1993}, Kiea-kira sepertiga dari katarek kongenital diwariskan (Hartono et al., 1986). Hadirin yang saya mutiakan, Lensa manusia dewasa merepakun bangunan transparan, tidak berwama, avaskuler, berbontuk seperti cakram, dengan ketcbalan 4 mm, dan’ garis tengah 9 mm. Lapisan paling luar merupakan Kapsul lensa berupa membran yang semipermiabel, terdiri atas kolagen tipe LY, dengan ketebulan bervariasi antara 4-23 um, Uniknya lensa adalah Kapsul lens secara embriclogi berasal dari membrana basalis, yang secara rapat melindungi protein fensa terhadap lingkungan Tar sejak sebelum lahir, Dengan demikisn secara imunologi, apabila kapsul sampai rebck dan protein lensa ke Iuar, akan terjadi reaksi penolakan. Kapsul posterior merupakan bagian kapsut lonsa yang paling cipis dengan tebal 4 pm, sedang kapsul lense yang paling tebal terdapal iti 7 daerah pre-ekuator anterior dan posterior dengan tebal 21-23 jim. Nuteisi lenea sepenuhnya tergantong pada akuos dan vitreous. Cairan akuos berperan dalam penyediaan summber nutrisi dan sekaligus sebagai tempat pembuangan mecabolit tensa. Lensa terditi atas 65% aur, kara-kira 35% protein, dan sedikit mineral seperti jaringan tubah yang lain. Didopatkan sekitar 5% air pada lensa testetak pada ruang ekstraselular. Kadar natsium di dalam lensa selalu dipertahankan scki- tar 20mM, sedang kalium sekitar 120 mM. Sebaliknya di cairan akuos dan vitreus dipertahankan kadar natrium 150 mM, sedang kalium sebesar 5 mM. Keseimbangan kedar natrium dan kalium tersebut dija- ga. olch suatu aktivitas pompa natrium dengan peran serta cnzim Na* ’-ATPase. Beberapa penelitian melaporkan bahwa permeabilitas nmembran meningkat saat terbentuknya katarak. Protcin fensa meliputi protein sitoskeletal, membrane dan irista- Jin, Fumlah protein gamma kristalin yang memiliki gugus sulfuhideil tinggi, akan berkurang dengan bertambahnya usia. Protein hxistalin berperan terhadap kejemihan lensa. Kristalin sebagai komponen uta- ma lensa oterupakan protein yang larut dalam air, dan berhubungan ‘erat dengan enzim. Enzim-enzim dapat berakumulasi dalam sel de- agan kadar yang tinggi tanps menggumpal dan relatif tahan terbadap faktorfaktor termodinamik. Selain itu juga dijumpai asam askorbat dan glutation baik bentuk oksidasi maupun reduksi. Sebagian besar protein merupakan penyusuin serabut lensa yang dibedakan tas prove in yang larut dalam air (85%) dan protein yang tidak larut sebanyak 15%, Glukosa dan bahan sejenis gula masuk ke lensa melalui difusi sederhana dan difusi yang dipermudah .Glukosa merupakan substrat utarna dalam memproduksi AIP melalui glikolisis anaerob (78%). Lensa bersifat avaskuler dan dikelilingi oleh cairan bola mata yang kaya glukosa, tetapi miskin oksigcn. Schubungan dengan rendahya oksigen, pembentukan ATP sehagian besar melalui glikolisis anaerob, dan hanya 3% melalui siklus Krebs. Sebagian glukosa dimetabolisir melalui alur heksose monofosfat shunt untuk menghasilkan NADPH yang berperan dalam biosintesis asam icmak, ribose untuk replikasi sel, altivitas enzim redukiate glutation, dan reduktase aldose (Hart et al., 1992). ATP sangat bermanfaat dalam menjaga kejeraihan lensa ‘melalui aktivitas pompa natrium maupon asam amino. Ketersediaan glukosa pada tensa akan menjaga kejeruihan lensa, tetapi apabila 8 ‘slukose diambil lensa akan menjadi keruh dalam beberapa jam walau- pun oksigen tersedia culuip. Untk menjaga kejernihan lensa diperiu- kan metabolisme aktif. Bila ada gangguan metabolisme pada lensa akibat proses kimia, trauma mekanik, atau clektrik maupun radiasi akan terjadi kekeruhan Tensa Glukosa yang terlalu tinggi (hiperglikemi) akan mengekibatkan aktivitas metabolisme glukosa melalui alur sorbitol yang secara not- ‘mal hanya 5% bisa meningket melebihi alur glikelisis anecrob, dan tetjadi penimbunan sorbitol. Timbunan: sorbitol lensa akan meninigkat- kan tekanan osmose, dan kemudian terjadti pembengkakan lensa akibat masuknya sir. Pade awalnya, sistem pompa natrium mamps melaku- kan Kompensasi, tetapi pada saat yang sama pasien telah mengela perubahan status refraksi yang bisa menjadi miop maupun hiperme- trop. Penyulit lanjut berupa pembengkaian serabut lensa dan keruse- kan bengunan sitoskleletal serabut lensa, pada saat ini pasien akan mengeluh adanya glare atau silau. Perubahan selanjutnya timbul keke- ruban Jensa atau Katarak diabetes. roses ketuaan mengakibatkan peningkatan jumlah protein lensa yang tidak Jarut , walaupun lensa tetap jemib. Konversi protein yang Jarat menjadi tidak larut dalam air terjadi secara alamiah pada matu- rasi serabut lensa, Hal ini berkaitan dengan terjadinya penurunan glo tation dan peningkatan ghutation disulfida (AAO 2003-2004), Radikal bebss pada lensa dihasilkan oleh proses metabolisme sel, dan dapat juga akibat pengaruh luar misalnya okibat ridiasi. Struktur dan Komposisi biokimiawi lensa mampu menycrep sinar ultraviolet yang bersifat sitotoksis. Keseimbangan antara ketersediaan antioksidan dan terbentuknya radikal bebas mempunyai atti penting dalam menjage lingkungan di dalam sel. Apabila ketersediaan anti oksidan tidak mampu menetralisir radikal bebes, akan timbul stres oksidatif yang berujung pada kerusakan memabran sel. fisosom, mite- kondria, DNA, maupun serabut lensa. Peroksidasi lipid membran plas- ‘ma serabut lensa dianggap sebagai faktor yang berperan Limbulnya kalarak. Pada proses peroksidasi lipid, bahan tcroksidasi akan ‘mengambit atom HU dari asam iemak tidak jenuh sehingga terbentuk radikal asam lemak dan seterusnya dengan oksigen akan terbentuk radikal peroksi lipid. Reeksi ini dapat memperbanyak rentai, yang menyebabkan pembcatukan Lipid peroksida (LOOH), serta akhimya 9 terjadihasil utama pemocahan berupa malondialdehida (MDA). Malondialdchida dihipotesisken mampu bereaksi silang dengan lipid ‘embran maupun protein membran, yang akhimya fangs? normal ‘tembran terganggu (Micelli-Ferrari et al., 1996) Tekanan oksigen dalam lensa relatif rendah, dengan demikian reaksi racikal bebas mungkin tidak melibetkan molekul oksigen. Radi- kal bebas dapat bereaksi languing dengan molekul-molekul DNA, dan menimbulkan kerusakan, Kerusakan tersebut sebagian dapat diper- baiki, tetapi sebagien bersifat permanent, Radikal bebas dapat juga merusak protein maupun lipid membran sel pada kortck lensa. Keru- sakan dalam serabut lensa mengakébatkan polimerisasi dan ikatan silang antara lipid dan protein, serta akhimnya tetjadi peningkatan jum- lah protein Iensa yang tidak larut air (AAO 2003-2004). Untuk melindungi kerusakan techadap radikel bebas, lensa dilengkapi beberapa enzim, yaity peroksidase glutation, katalase, dan dismutase superoksida. Beberupa enzim tersebut dalam bekerjanya dibutubkan mineral yang berporan sebagai kofaktor misalnya: seleni- ura, cuprum, magnesium, dan zinc. Peroksidase glutation mengkata- lisis reaksi: 2GSH+LOOH GSSG+LOH+H;0. Glotaion disulfide (GSSG) kemudian dikonversi uleng ke glutation (GSH) oleh enzim reduktase glutation dengan kocnzim NADPH yang dihasilkan ofeh alur heksose mono fosfat shunt. Enzim-enzim tersebut juga disebut sebagai anti oksidan pencegah. Dengan demikian glutation besperan tidak langsumg sebagai pembersih (scavenger) radikal bebas yang uta- ma pada lensa, Vitamin E dan vitemin C banyak dijumpai juga di dalam lensa, dan mampu berperan untuk metindungi Kerusakan akibat stres oksidatif dengan memutus rantai oksidsst dan menetralisir radittal bebas (Leske and Chylack, 1998). Hadirin yang saya mutiakan. Telah banyak informasi yang diperoleh sehubungan dengan mekanisme bickimia dan metabolisme iensa normal maupun Katarak pada berbagai binatang percobaan . Informasi tersebut sangal memban- 1a menjelaskan perubahan fisik dan kimia yang terjadi 2kibat radiasi, trauma fisik obat-obstan, kekurangan nutrisi atau katarsk pada labetes, Timbuinya Kataruk yang terkait dengan usie (scnilis) meru- 10 pakan proses yang disebabkan oleh banyak fuktor yang meliputi faktor dari dalam dan dari luar yang terjadi socara akumulasi. Faktor-fektor tersebut mempengaruhi secara erulang-ulang melalui herbagai reaksi biokimia, sehingga tetjadi efek menisak kojernihan lensa (Chylack 1984), Namun untuk menjelaskan proses kataraktogencsis sebagai proses sebab dan akibat padz Katarak yang terkail usia (ser pasti belum ditermokan. Berbagai penelitian meliputi studi epidemio- Jogi, histologis, analisis biokimia, dan beberapa faktor sisiko katarak- Sogenesis sudah dan torus berlangsung sumpai sekarang, Prevalensi katarak pada kelompok usia 65-74 sekitar 50%, dan terus meningkat menjadi 70% pada pada populasi umnur di alas 75 tahun (West & Valmadrid, 1995). Lensa katarak mempunyai tanda karakteristik berupa degencrasi hidrofik, denaturasi protein, nekrosis, dan gamgguan sustunan serabut Tensa (Vaughan et al., 1992). Penambahan usia akan mengakibatkan lensa menjadi lebih berat dan icbih tebal, tapisan baru serabut Iensa membentuk kortek dan akhimya nukleus menjadi tertekan clan menge- ras. Melalui mekanisme kimia, kristalia mengalami agregasi dan berat molekulaya meningkut. Hasil agregasi protein mengakibatkan penu- runan kecerahan, perubalan indek refraksi lensa seta penyebaran sinar (AAO BCSC Section 11, 2003-2004), Perubahan kimiawi pro- tein nukleus lensa menghasilkan pigmen yang beslebihan, schingga wama wenjadi kuning atau abu-abu. Pada lensa juga mengalami penurunan Kadar giutation dan kalium, peningkatan kadar natrium dan kalsium serta peningkatan hidrasi .Perubahan kimiawi lensa tersebut secara perlahan terjadi bersama proses menua dan disebut katarak seailis.Oleh Karena itu katarak senilis hampir sclalu terjadi secara dvipihak. Konsumsi antiaksidan yang kuring, dapat dikaitkan dengan berbagai bentuk katarak senilis (Robertson et al., 1991 ; Anderson et al.1994) Hadirin yang saya muliakan, ‘Ratarak nuklearis terjadi apabila nukleus lensa mengalami scle- rosis, wama berubah menjadi kuning serta menimnbulkan keKeruhan. Saat stadium awal aukleus lensa menjadi keras mengakibatkan peningkatan indek refraksi lensa dan lensa menjadi lebih miop a (miopisasi), Kenaikan indck refraksi dapat terjadi pada penimbunan glukosa berlebihan pada lensa orang diabates metlitus, di datam hal ini sering pula terjadi miopisasi. Seorang presbiop (gangguan melihat ickat akibat ketuaan) tibs-tiba mumps melihat dckat dengan jclas anpa kaca mata, mungkin juga akibat rmiopisasi (AAO-11, 2003- 2004) Katarak nuklearis cendering berkemhang secara tambat, dan bbiasanya terjadi pada kedua mata, Gejala katarak nukleans berupa penaranan tajam penglihaten, ferutama apabila melihat jauh. Pada stadium awal pasien snetasa lebit nyaman pada situasi ruangan yarg remang-remang, Ketarsk Korsikalis diawali oleh perabahan korposisi iva pada kortck Lense, schingga ierjadi perubahan hidrasi pada scrabut lensa ddan secara berangsur-angsur timbul kekeruhan lensa. Kelulian pende- rita ketarak kortikalis yarg awal adalah adanya glare (silau) (erulama pada malam hari sact mata memfokusken pada sustu sumber cuhaya snisalaya lamipu mobil dan terjadi penglihatan dobel pada satu mata Paula pemeriksaan dengan slit lamp biomiktoskop tampak adanya vakuola, degenerasi bidrotik serabut lensa, dan kadang terlinat pemi- saan Jamela kertek oleh air. Bentuk kekeruhan seperti baii dapat ber- tambah besar dan mcnyatu membentuk kekerchan kortikal [cbih besar. Apabila imbibisi air terus berlanjul, lensa akan membengkak (intu- mescen) dan pada orang yang berbukat dapat terjadi glaukoma. Katarak subkapsularis posterior biasanya terjadi pada usia yang lebih ude dibanding katarak evklcaris maupun kortikalis. Letek ke keruhan pada lapisan Kortikal postcrior bagian aksial. Pasien menge- luh pengiihatan menjadi kabur pads saat ada cahsya terang, Karena cohaya tereng menimbulkan pupil riengecil (miosis). Penglihatan de- kat conderung lebih jelck bila dibandingkan penglihaian jaub. Katarak Juga bisa diakibetkan oleh trauma fisis maupun kemis, reaksi radang intraokolar hagian depan dan tengah, akibat penggunam fenotiazin Jungka lama, miotikur (Kuszak et al., 1994 ) Hadirin yang saye mutiakan, Reberapa faktor risiko terjadinya katarak Mengingat penycbab terjadinya Katarak senilis bersifat multifak- 12 torial dam belom diketahui secara pasti, maka guna mendapatkan stra- tegi pengendalian perlu dicari beberapa faktor risiko. Berbugui faktor Hisiko yang dianggap berhubungan dengan torjadinya katarak scnilis antara lain diabetes mellitus. hipertensi. paparan sinar ultra violet B. obesitas, merokok, tingkat pendidikan, kekurangan vitamin E serum, peningkatan asam urat serum, kekurangun riboflavin, myopia, wama iris yang gelap, dan lair-lain (West and Valmadrid 1995 ;Leske ct al, 2002) Kejadian katarak nukiearis dan kortikalis sangat erat kaitannya dengen umur, hal ini sesuai dengan hasil penclitian dari berbagai 105 (Kein et al., 1992, Xuet al, 1996, Deane ct al., 1997; McCarty ot al, 1999; Congdon et al.. 2001}. Penelitian oleh Leske et al, (2002) pada Barbados Eye Studies Group menunjukkan bahwa kelompok umur 50- 59 tahun mempunyai angka risiko relatif 11 kali dibanding kelompok uinur 40-49 tahun; angka risiko telatif akan torus meningkat dengan bertambahnya umur. Penelitian oleh Bye Discascs Prevalence Rese- arch Group di Amerika Senixat tentang prevelensi katarak menun- jukkan bahwa prevalensi katurak pada kelompok umur 40-49 tahun 2.5%, meningkat menjadi 25% pada kelompok umur 65-69 tahun, dan 68,3% pada kelompok di atas 80 tahue (Friedatan et al., 200d). Hasit dari penelitian yang sama memmjukkan kelompok wanita lebih ha- nyak sccara signifikan (Pricdman et o.,2004). Hel yong menarik perlu diketahui adalah hasil penelitian di Wisconsin tentang adanya perlin- dungan terhadap timbulnya Katarak nuklesris pada wanita yang meng gunaken estrogen pada menopause (Leske et al., 1995 ), Berdasarkar faktor etnis, ponelitian oleh Eye Diseases Prevulen- ce Research Group di Amerika Sertkat diperoleh hasil: prevalensi Katarak paca vranila kulit hitam lebit tinggi (OR=1,75, KT 95% = 1,18-2,56); prevalensi katarak berdaserkan tingkat berbagai umur pada kekunpok wanita tidak derbeda (OR=1,03;KT 95%=0,97-1,09); preve- lensi katarak pada Kelompok pria . ras kulit_putih lebih banyak (OR=1,09; KI 95%= 1,02-1,16) (Friedman et al., 2004 ) Katarak Kongenital yang diwariskan merupakan penyakit auio- seal pertarma yang dipctakan secara genctik pada marusia. Sebagian besar diwariskan secara dominan autosomal dengan penctrasi hampir lengkap, tetapi dengan ekspresi yang bervariasi. Hunya sebagian kecil diwariskan secara resesif autosomal dengan X-linked, Katarak yang 13 diwariskan menunjukkan heterogenitas lokus dan lel. Lensa kristalin yang merupekan Komponen protein lensa mewakili gen-gen penentu untuk pewarisan, dan dijumpai febih dari 15 mutasi kristalin yang ber- beda pemah dilsporkan. Pada manusia , beberapa mutasi gen gamma sistalin terkeit dengan kekeruhan Jensa (Sandilands et al., 2002). Sampai saat ini telah ditemukan loki misalnya protcin gamumaC-krista- jin dengan gen CRYGC diwariskan secara dominan autosomal dengan jokus gen pada kromosom 2933-935, protein koneksin 50 dengan gen GIA8 lokus gen pada kromocom 1q21-q25 diwariskan secara domi- nant autosomal, dan lainlain masih banyek lagi (Shiels and Bassnett 1996; Santhiya et at., 2002). ‘Peningkatan prevalensi ketarak ditemukan pada kelompok pero- kok terutama pada katarak nuklearis dan subkapsularis posterior watuk porokok aktif (West et a, 1989;Loske ct al., 1991 ; Hiller et al. 1997) Penelitian i Barbados dengan penduduk yang relatif jarang merokok, temyata para responden yang pemah merokok mempunyai risiko terkena katarak lebib tinggi (Leske et al., 2002 ), Hubungan antara merokok dan katarak diduga akibat penurunan ketorsediaan antioksi- dan dalam tbuh khususnya vitamin C. ‘Lensa manusia dapat terkena radiasi sinar matahari yang meng- andung sinar ultraviolet A (320-40Cnm) dan sinar ultraviolet B (295- 320nm). Kerusakan lensa pada orang muda dan twa dapat dibindari oleh sistem antioksidan dan sebagian besar oleh pigmen kinurenin kuning pada lensa. Namun pada usia pertengahen terjadi penurusan produksi antioksidan dan beberapa euzim antioksidan. Pada waktu yang sama, triptofan mengalami oksidasi menjadi beberapa zat antara, dan N-formil kinurenin, Malina dan Martin mampu mengisolasi meta- boiit triptofan iainnya, berupa asam xanturenat yang terbentuk dant 3- hidroksikinurenin oleh pengaruh enzim aminotransferase kinurenin (Malina and Martin 1996). N-formoil kinurcnin dan asam xanturcoat dengan adanya O» dan sinar ultraviolet akan meningkarken fotooksi- asi protein lensa maupun polimerisasi protein lensa (Robert et al., 2000), Fotocksidasi dimulai dari residu asam amino ditransformasiken ke dalam kromofor oleh adanya pajanan sinar ultraviolet. Target foto- oksidasi lensa dalam jangka Jama adalah kerusakan beberapa makro- molekol maupun sel epitel lensa. Penelitian potong Hinlang pada para nelayan di Hongkong me- 4 munjukkan bahwa nelayan yang bekerja dengan paparan sinar matahari yang lama cenderung mendenta katarak khususnya nuklearis, ciban- dingkan dengan kclompok kontrol (Wong and Ho 1993}, Dalam survei di Nepal, ditemukan hubungan positif antara prevalensi katarak dan jumfah paparan sinar matahari tiap fari {Brilliant et al., 1983 ). Penduduk Nepal yang tinggal didserah paparan sinar mstahari 12 jam pethari mempunyai prevalensi katarak 4 kali lebib besar dibanding mereka yang tinggal di daerah paparan sinar matahari roreta 7 jam per hari, Ponelitian Hollow dan Moran (1981) melaporkan bahwa preve~ Tensi Katarak pada penduduk Aborigin di Australia lebih tingei di dacrah dengan radiasi ultra violet yeng lebih banyak Ditemukan pula bahwa Kejadian Katarak sudah ditemukan pada usia lebih muda dan adanya bubungan aotars peningkatan prevalensi katarak dan pening- Katan lama paparen sinar ultra violet (Hollow and Moran 198] }. Hasil penelitian pada Barbados Eye Studies Group orang yang, bekerja di luar rumah mempuyai risiko 1.47 kali lebih besar terkena Katarak anklearis dibanding kelompok kontrol ( Leske et al., 2002 }. Hadirin yang saya muliakan, Dari beberapa pengamatan dan survei di masyarakat diperoleh angka prevalensi katarak lebih tinggi pada kelompek yang berpendi- dikan rendah. Pendidikan rendab dimaksudkan pendidikan < 9 tahun atau setingkat SMP. Penelitian baik di India maupun di Negara ber- kembang lain memberikan hasil yang mip (West and Valmadrid 1995) . Menurut Leske et al. (2002) indoks status sosial ekonomi ditentukan oleh tingkat pendidikan dan pekerjaan gokak, Pekerjaan pokek yang non profesional dianggap masuk tingkat sosial ekonomi rendah. Orang dengan indeks sosial ekonmi rendah cendenung lebih mudah terkena katarak, dengan OR=1,73 deske et al., 2002). Menunxt Sirlan (Sirtan 2000) kekurangan riboflavin darah berpenga- rub terhadap penurunan aktivitas enzim reduktase gluration dan ter- bbukti pula hal ini berhobungan dengan kejadian buta katarak pads usia produkt. Diabetes mellitus merupakan faktor risiko timbulnya katarak kortikalis dan katarak subkapsularis posterior (Leske et al., 1999) Pada hiperglikemi terjadi peningkatan aktivitas reduktase aldose, 15 schingga kandungan sorbitol mcningkat. Berbagei pengematan di kli- nik, katarak pada orang muda sering dijumpai pada diabetes mellitus tipe tergantung insulin. Pada diabetes mellitus sering terjadi pening- atan kadar malondialdehid. Kadar malondialdehid meningkat secara linier dan serempak dalam lensa manusia sesuai dengan usia (Borch- tan and Yappent 1998). Hasil penelitian di Barbados menunjukkan bahwa hipertensi atau pengguna obat-obatan anti hipertensi meropa- kan faktor risiko terjadinya katarak nuklearis (Leske et al., 1999; Leske et al., 2002). Di dalam hal ini tidak jelas mengenai hubungan antara hipertensi dengan dmbuinys katarak. Diduga terjadi reaksi fotokimia amtara obat-cbat antihipertensi khususnya golongan HCT (hidroklorotiazid).. Penggunaan obat antiglaukoma termasuk beta blo- ker, pilokarpin, asetazolamida, epinefrin memberikan cisiko terjadinya Latarak. Tekanan bola mata yang mncninggi (#21 mml1g) juga menim- bulkan risiko terjadinya katarak dengan angka risiko nisbi 1,40 dengan interval konfiden 1,00-2,10 (Leske ef al., 2002). Kadar usar urat scrum yang tinggi menaikkan sisiko terjadinya Ketarak telah diteliti oleh Leske et al. 1995). Kadar asam urat serum penderita katarak di RS Dr Sardjito 6,18 mgidT., Jebih tinggi secara bemmakna dibanding kelompok kontrol 4,44 mg/dL. (Cahyani et al., 2001), Mekanisme terjadinya ketarek akibat Kenaikan avara urat serum tctap belum jelas, diduga Karena reaksi fotokimia antura obal-obatan seperti allopurinol di dalam lensa dengan protein lensa dapat menim- bulkan katarak. Pemakaian steroid meningkatkan risiko kataruk subkapsularis posterior dengan risike 5,83kali (Leske et al., 1991). Pada Gkus peng- gunaan steroid tetes akan menimbulkan pemiriman kadar ghutation, agregasi makromolekul, dan dalam jangka lama menimbulkan katarak ou et al., 1988), Penclitian pada mata kelinci yang diberikan tetes ‘mata deksametason 3 kali satu teles (50uL) sehari selama 3 balan, didapatkan hasi) peningkatan kadar sorbitol dan penurunan kadar gluation (GSH) lensa (Pescosolida et al, 2001 }. Snata penelitian melaporkan mengenai penggunaan prednisone tablet yang diamati dalam 1-4 tabun menunjukkan bahwa penggunaan dosis lebih dari 15 mgfari ternyata menyebabkan 80% menjadi Kalarak ; penggunaan deksametason 0,1% tetes mata dalam waktu 10,5 bulan dengan jumlah 765 teies pada scparoh jumlah ponderita pesca pencangkokan kornea 16 terjadi katarak (Urban andCotlier 1986) Hadirin yang saya muliakan, Foktor risiko untuk terjadinya Ketarak Jainmya adalah miopia. Miopia adalah fenomena sinar sejajar yang masuk mata, pada keadaan istirahat bayangan jatuh di depan retina, Kira-kira 20% dan populasi dewasa adalah menderita miopia (Curtin 1985). Angka prevalensi mi- copia yang tertinggi dijumpai di Negara-negara Asia dengan ctnis CI na; di Hongkong 90% mahasiswa Universitas Hongkong temyata ric pia (Saw et a1., 1996). Miopia akan menjadi semakin meningkat jum- Jabnya di Asia tenggara termasuk Indonesia (Gazzard et al., 2002}. Di dalam lensa dan badan keca (vitreous) mata pendetita miopia mengan- dung kadar matondialdchid lebih tinggi dibanding oon miopia, di dalam hal ini akan meningkatkan risiko timbulny2 kararak (Micelli- ferrari et al. 1996), Penelitian epidemiologi memmjukkan bahwa risiko elatif insidensi katarek nuklearis dalam 4 tahun scbesar 2,80 kali (aske et al., 2002). ‘Faktor-faktor risiko lain yang, sampal saat ini memberikan hasil yang kontroversi antara lain indeks masa tubuh, pengguniaan alkohol, dan diare. Menurut Glynn ct al. (1995), kaurn laki-laki dengan indeks ‘masa badlan yang tinggi mempunyai risiko terjadinya katarak, Namun, penelitian Leske et a1 (2002) memberikan hasi! yang berbeda. Preva- lensi katarak subkapsularis posterior ditemukan lebih tinggi pada peminum alkohol (Leske et al., 1995). Diduga konversi alkohol men- Jadi asctaldehid akan bercaksi dengan protein lense, dan berangsur- angsur menimbulkan katarak (Harding 1995), Namun demikian sam- pat saat int hubungan yang pasti tidak diketahui. Faktor diase di India dianggap sebagai faktor risiko terjadinya katarak, dengan poningkatan prevalensi Satarak 3-4 kali (Schoenficld ct al., 1993), Harding (1995) menduga bahwa diare yang berat dan berulang dapat menimbuskar snatnutrisi, alkalosis relatif, penumpukan ureum dan amonium sianat serta berakibat terjadinya poningkatsn tekanan osmotik lensa yang berakhir dengan denaturasi protein Jensa sebagai awal timbulnya Katarak (AAO-11: 2003-2004), 7 Hadirin yang saya muliakan, Faktor-faktor protektif terjadinya katarak Di samping faktor-faktor risiko terhadap timbulnya katacak, didapatkan puls faktor-faktor protektif. Faktor-faktor risike dengan nilai risiko nisbi <1, diangeap berperan scbagai faktor protektif. Bebe- rapa faktor protektif terhadap timbulnya katarak antara lain ponggu- ‘ran aspirin jangka lama, terapi sulih hormone, penggnnaan vitamin dan antioksidan sebagai makanan tambahan, Beberapa penelitian po- tong limuang tentang pemakalan aspirin menunjukkan bahwa aspirin Taampu mencegah timbuinya katarak (Chen et al., 1988 ; Moban et al.,1989). Namun puda penelitian terbaru oleh Hennis et al. (2004) penggunaan aspirin yang rutin menghasilkan data yang kontroversi sebagai proteksi (erjadinya kalarak. Penggunaxm terapi sulih hormon pada data yang terbatas memn- berikan bukti sebagai faktor proteksi terjadiaya katarak, Namun pada penelitian prospektif dikasitkan bukti yang tidak mendakung (West and Valmadrid 1995), Penelitian kasus-kontrol mengenai pemakatan suplemen multivi- tamin secare teratur dapat menurunkan risike katarak semua tipe. Diet makanan kaya vitamin A,C.E. riboflavin, niasin, tiamin dan besi dapat ‘menurunkan risiko katarak (Leske et al., 1991). Penelitian secara 1o- ngitudinal mengenai hubungan antara makanan yang mengandung antioksidan dan tisiko terjadinya katarak nukloaris telah dilakukar pada 764 neca coba (Leske and Chylick, 1998). Hasil penelitian Menunjukkan penurunan risiko kekeruhan aukiear harpir sepertiga- nya; sedang pada nara coba yang mendapatkan vitamin E secara teratur dengan bukti kadar vitamin E plasma tinggi, maka risiko terjadinya Katarak wrun hampir scparcbnya, Hasil penclitian di RS Dr Sardjito dan RS Mata D1 Yap memunjukkan bahwa kadar vitamin E. darah yang rendah (<1,2 mg/dL) pada orang tua merupakan faktor risiko terjadinya katarak yang terkait usia (Wijanatto et al., 2000). Penelitian suplementasi vitamin E100 me/ hari pada penderita katarak dengan miopia aksialis, menunjukkan median kadar malondialdehid ch dalam lensa 3,0 nmol/g lebih rendah dibandingkar: kelompok plasobo Criyono et al. , 2063). Pevelitian acak buta ganda suplementasi Intein 15 mg liga kali seminggu selarna 2 tabun menunjukkan hasil pening- 18 Katan tajam penglihatan sekitar 63% serta penurunan glare pada penderita katarak yang terkait usia (Olmedilla et al., 2003). Reko- ‘mendasi dari Simposium tentang Kontroversi Penggunaan Suplemen Nuwisi di bidang Oftalmologi pada tanggal 8 Februari 2003 di Singa- pore dalam cangka First SERI-ARVO Meeting on Research in Vision and Ophthalmology menyaisken bahwa supfemen nutrisi hanya dian- jurkan kepada orang yang mempunyai risiko . Suatu penelitian Rando- mized Concrolled Trial tentang pemberian vitamin E 300 TU per hai selama 4 taftun tidak terbukti menurunkan insidensi atau progresivitas semua tipe Katarak (McNeil et al., 2004) Penolitian tersebut juga tidak mendukung tentang pemakaian vitamin E untuk moncegah progresi- vitas katarak yang terkail usia, Beherapa hasil penelitian kasus-kontrol tentang faktor risiko yang berkaitan dengan prevensi kataraktogenesis, sampal saat ini tidak dapat dibuktikan secara uji Klinik. Oleh kasena itu promosi penggu- naan suplemen nutrisi untuk meperlambat terjadinya atau progresi- vitas Katarak sarapai saat ini tidak bisa dipertimbangkan (AAQ:13, 2003-2004). Sangat bijaksana seandainya faktor-faktor risiko terjadi- nya katarak harus diketahui olch masyaraket melalui pendidikan sejak dink, Headirin yang saya muliakan, Penanganun Klinis kebutaan katarak Standar pelayanan medis penanganan penderita Katarak diawali dengan menjaweb beberapa pertanyaan. Apakah kekeruhan lensa sesuai dengon gangguan tajam penglihatan? Apabila tidak ada kompli- ‘kasi, apakah tindakan operasi mampu diharapkan meningkackan tajam penglihatan? Apakah pasien bertanggung jawab dan mampu berparti- sipasi dalam perawatan pasca operasi? Apakah kekeruban lensa yang terjadi akibat kelainan sistemik atau faktor matanya sendiri? Beberapa keluhan penderita katarak meliputi sila (glare), gangguan sensitiviti Kontras, myopic shifi, dan diplopia pada satu mata(AACk11, 2003- 2004). Penanganan non bedah meliputi penanganan kelainan refraksi aiau penggunaan kacamai, penggunan lampu baca khusus, dan 19 penggunan midriatikum pada katarak subkapsuluris posterior, Sampai saat ini belum ada obai anti katarak yang memiliki bukti (evidence) yang kuat yang mampu menghambal atau meniadakan pembentukan katurak. Namun ch pasaren ada beherapa bahan dan suplemen yang, mungkin sebagei anti katarak misalnya obat-obat penurun sorbitol, aspirin, obat-obat yang menaikkan glutation, dan antioksidan Khusus- nya vitamin C maupun B (Kacor. 1983). Pencerita katarak dengan fungsi penglinatan minimal, di dalam hel ini pembedahan belum mongkin dilakukan, untuk membaca maupun bekerja dengan melibat dekat bisa dibantu dengan kaca pembesar, loup teleskop, atau kaca mata adisi ukuran besar, Indikasi ulema bedsh pada Ketarak adalah Karena pasien ingin ‘meningkathan tajam penglihatannya. Di Inggris dikembangkan cua dafiar pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien katarak sebelum ‘operasi , guna mempenimbangkan tethedap besarnya tajam ponglihat- fan pasca pedah (Lawrence et al 1999), Pertanyan pertama melipati berapa tajam penglihaten yang merintangi atau minimal untuk kegiat- an sehtari-hari, misalnya untuk bersilaturahmi, menycherang jalan, membaca, menjahit, melihat TV, den mengemuh, Pertanyan kedua: seberapa besar keluhan silau (glare) yang merintangi kegiatan sehari- hari. Untuk menilat fongsi penglihatan tidek cukup hanya diukur tajam penglihatan, tetepi juga harus dinilai secara objektif yang meli- uti pengukuran glare dan sensicivitas Kontras (kecerahan), Uji sensi- tivitas kontras dilakukan cengan eberapa tingket kontras (10%, 254%: dan 90%), sedang glare diukur dengan Ophthimus Glare Tests. Tujuan pembedahan kataek adalah perbaikan tajam penglihatan dan kepuasan pasica, Sampai saat ini masih bertake forraia: Keoua- saan pasien=Hasil pentbedahan—Harapan pasien Indikasi bedah katarak yung lain meliputi indikasi medik dan Kosmetik (Kerski, 1994), Indikasi medik dilakukan pada glaakoma fakolitik, glaukoma fakomorpik, uveitis fakoantigenik, dislokasi lense ke bilikt mata depen, dan beberapa indikasi tambahan sehubungan dengan katarak yang mengganggu tindakan medik di belakang tense misalnya laser pada retina, diagnosis retina, dan vitrektomi. Beberapa pemeriksaan prabedai katarak lainnya melipati peme- iksaan dengan slit-lamp. eveluasi fundus. tekanan bola mata. uji Japang pandang, dan uji khusas. Ujt khusus berperan untuk: iicut 20 menetapkan prognosis. Beberapa pemeriksaan uji khusus meliputi estimasi tajam penglihatan pasca bedah dengan interferometri Jaser, Uuji rekoveri forostress, biometri, topografi komea, pakimetri kornea, dan mikroskop spekular untuk menghitung sel endotel kornes. Sel endotel korea < 1000 selémm? berpeluang untuk terjadinya sembab kormea mnenetap pasca bedah katarak (AAO: 11, 2003-2004), Hadirin yang saya muliakan, Bedah katarak yang saat ini dilakuken meliputi ckstraksi katarek ckstrakapsuler. ekstraksi hatarak dengan itisan kecil manual, can iti- San kecil fakoemulsifikasi, Di Inconesta jenis bedah katarak yang paling banyak dilakukan adalah ekstraksi katarak ckstrakapsuler besetta implantasi lensa intraokular atau pseudofakos. Bedah katarak jenis ini sebenamya sudah sangat mepan, dengan hasil sangat baik i tangen seorang ahli mata yang berpengaliman. Incikator keberhastlan bedah katarak adalah tgjam penglihatan dengan koreksi kaca mata terbaik 6/12. Standar jaminan muta beduh Katarck agak berheda di beberapa tempat. Hal ini terjadi akibet beberapa kctorbarasan terutama menyamgkut kuslitas alat, maupun sumber daya manusia. Namur sebaiknya standar jarninan smutu ini seGap tahun ditingkatkan sehingga mencapai standar intemnasional minimal 90% pasicn dengan tajam penglinatan pasca bedah katarak 6/12 atau lebih, Redah katarak cxstrakapsuler beserta implantast lensa intraoku- lat mempunyai beberspa kelemahan unlara Isin pencapaian tajam penglihatan optimal perly waktu rerala 1-2 bulan, dan terjudinya ofek astigmatisme schingga menimbulkan keluhan yang signifikan (Svher- djo et a2..2001). Atas dasar keluhan-Keluban tersebut. dikembangkan ekstraksi Kalarak dengan irisan Kecil secara manual oleh Blumenttral {mini-nuc technique), MeIntyre (phaco section}, Luther Fry (sandwich technique) dan lain-lein, Bedah katarak irisan keeil sccara manual (manual small incision cataract surgery) memberi keuntungan kerena terjadinya kolaps bilik mata cepan chin sedikit, mengurangi nisike komplikasi yang berkeitun dengan penggunaam benang, luka lebih cepat scmbuh, stabilitas refraksi Jebih baik ( astigmatisme pasca bedah lebih kecil), Kepuasan pasien lebih tinggi, perawatan pasca bedah lebih pendek (Natchiar, 2000 }. Bedah Katarak dengen irisan Kecil 21 secara manual dilakuken dengan irisan membentuk terowongan pada posisi superior 2 mm dari limbus. Insisi dapat dalam bentak: kurve!i- ier, jurus, frown, dan chevron (bentuk huraf “V", dengan apex di ‘bawah). Namun insisi model frown dan chevron yang paling mengun- tungkan dari segi terjadinya astigmatisme (Bartov et al, 1998). Bebe- rapa komplikas pada dedah ketarak isisan kecil manual antara Lair trauma iti, iridadialisis, hifema, dialysis zonula, obeknya kapsul pos- terior (Natchiar, 2000). Pengalaman pribadi komplikasi pasca bedah ‘yang paling sering dialarni adalah semba> komea yang kadeng-kadang, ‘dapat menetap, Bedah katarak terus betkembang ke mnetede irisan kevil socara fakoemuilsifikesi. Dengan teknik ini lensa katarak ¢ipecah dulu merja- di fragmen-fragmen Kecil dan dihisap ke loar lewat pupil, Mengenai Jetak irisan yang model Jama masih lewat sclera, sekarang sudah ber- ubah di korea temporal. Lebar irisan Kornea, dengan Kemajuan tek- olog: mesin fakoemulsifrkasi dengan teknik bimanual dimungkinkan irisan hanya 1,3 mm (stiantoro dan Hutauruk, 2004}. Bahan lensa intraocular yang berasal dati akrilik dimungkinkan implantasi fensa dalam bentuk terlipat, Dengan demikian lebar irisan komea minimal dan tidak perlu dilakukan jahitan, Salah satu kelemahan bedah katarak dengan fakoemulsifikasi adalah timbulnya efek panas sehingga me- nimbulkan Kekeruhan korea. Teknologi terbaru diperkenalkan oleh Mackool dan Brint (2064) dengan teknik AquaLase yang merupakan pengembangan jaser fakoemulsifikasi dan fakoemulsifikasi bimanual, Teknik AquaLase mempunyai keunggulan dalam kal mengurangi efek samping incision bum dan tobeknya kapsul posterior. Jika dibandingkan antara bedsh katerak irisen kecil secara ‘manual dan fakoemulsifikasi dapat disebutkan antara lain: bedah kata- sak isisan Kecil seccra manual dapat dilakukan pada semua bentuk katarak, toknik belajar lebih muda, instrument lebih sederhana, masa ‘cansisi perubahan ieknik Tebib pendck dan yang paling penting biaya Jauh lebih mureh. Keunggulan bedah katarak secara fakoerulsifikist bisa dilakukan insisi lebih Kecil, risiko komplikasi kornea lebih minimal , ustigamatisme yong torjadi pada pasca bedah lebih kecil, tanpa perdarahan, dan sangat mungkin dilakukan pembiusan dengan Teles mata (tanpa suntikan). Tajam penglihatan pasea bedah untuk kkedua jenis operasiirisan kecil sebanding (Natchiar, 2000). 22 ‘Kualites lonsa intra ocular atau pseudofakos juga mengalani perkembangan cukup pesat untuk mendapatkan optimalisasi pengli- hatan. Pemitihan jents tensa intra ocular haris dipertimbangkan meli- pati: kemudahan dalam insersi, stabilitas refraktif, kualitas optikal, fespon imun, dan fungsi penglihatan yang diinginkan (O'Brien, 2003) Sampai saat ini lensa intra ocular yang paling banyak dipakai di Indonesia adalah dari bahan polimetilmetaknlat (PMMA) Dalam rangka peningkatan bickompatibilitas tensa intra ocular, digunakan lapisan tips hepasin (heparin-surface-modification=HSM). Lensa intackular yang terbungkus heparin nenunjukkan pengurangan pro- duksi Cya dan terminal fase cair komplemen kompleks yang signifika dibandingkan lensa intraokular biasa (polimetilmetakrilat). Ha penelitian di Laboratorium Mikrobiolog! Wilmar Ocular di Joim Hopkins menunjukkan bahwa lensa intra ocular yang diselubungi heparin menunjlkkan adanya penuruman yang nyala terhadap peng- ikatan bakteri Stafilokokus epidermidis dan Pseudomonas aureginosa dibandingkan lensa intraokular PMMA konvensional. Penolitian klinis, seri pada 22,000 pasien di Swedia menunjukkan bahwa angka infeksi ‘endoftalmitis lebih kecil paca kelormpok pasien operasi katarak yang dipasang lensa intra ocular yang dilapisi heparin (Montan et al., 1998). ‘Lensa intraokular HSM juga mampu menghambat pengikatan fibro- blast, trombosit dan maktofag pau lapisan lensa intragkular (Majima, 1996) ‘Untuk memperoleh sensitivitas kontras dan mengurangi efek negotif pada aberasi sforis, aplikasi kapsu! posterior dan distrofi, terus dikembangkan lensa intra ocular baru. Beberapa lensa intra ocular bara terus digunakan, misaInya Pharmacia Tecnis TOL dengan Z- Sharp. Hasil analisis dengan wavetront pada Teenis IOL meminjukkan hampir tidak dijumpai peoyimpangan pandangan. Untuk mendepat Kesompurnaan dalam melihat, perlu adanya lensa intraokular yang mampu berakomodasi. artinya pasien pasca bedah katarak tidak perlu kksca mata beca. Teknologi terbanu telah ditemukan lensa intra ocular akomodatif. Lensa intra ocular akomodatif lebih menguntungkan dibandingkan lensa intra ocular moltifokal, moupun teknik-teknik bedah refraktif lainnya yang menyangkut Komea maupun bedah eks- pansif sklera (O’Brien, 2003) Komplikasi bedah katarak secara uum relatif kecil. Hasil suata 23 metaanalisis pada 90 publikasi mengcnai evaluasi bedah katarak menunjukkan kurang dari 0,5% terjadi endoftalmitis dan keratopati bbulosa, kurang dari 1% terjadi sblasio retina, dan kurang dari 2% terjadi dislokasi mavpua roalposisi lerssa intraokular, glaukoma, dan edema makula kisioid (AAO: 11, 2003-2004). Komplikasi yang tidak membahayakan berupa penebaian Kkapsul posterior terjadi antara L0- 56% dalam 3 tabua pasea bedah. Penebulun kapsui posterior dapat ditanggulangi dengan sinar laser Yag. Hadirin yang saya muiakan, Pengendalian kebutean katarak Undang-Undsmg Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menystakan bahwa upsya pembangunan nasional diarahican guna ter- capainya kesadaran, kemajuan, dan xemarmpuan untuk hidup schat bagi sctiap penduduk agar dapat mowujudkan derajat keschatan yang optimal. Kesehatan Indeta Penglihatzn merupakan syarat_penting untuk meningkotkan kualitas sumber daya manusia dalam menmgkat- ‘kan kualitas kehidupan masyarakat, dalam kerangka mewujudkan snanusia Indonesia yang, cords, produktif, mayu, manciri, dan sejah- tera Ishir dan batin. Selain itu, WHO menyebutkan bahwa kesehatan itu merupakan salah satu hak azasi manusia (WHO 1997). Dengan angka kebutaan 1,47% dari jumlah penduduk 220 juta Gi Indonesia, jelas merupakan masalah sosial yang besar. Mesalah Kebutaan menjadi maselah mulli departemental. Guna mencapai tuju- an Indonesia Sehal 2010, tidak ada kata lain kecuali kebutaan katarak «i Indonesia hanus dikendalikan, dengan tujuan ekhis angka kebutasn <0,5%, Penambahan jumlah kebutaan katarak saat int scbesar 0.1%. berarti akan ada penambahan jumlah Kebutaan katarak 210.000 orang pertahun di Indonesia. Akibat keterbatasan jurslah dokter mata terma- suk smber daya manusia pendukang lainnye, biaya, keterjangkauan. maka sampai saat ini di Indonesia baru rampa dilakukan operasi Katarak sekitar 80.000 orang pet tahun (Depkes, 2002). Jumlah ini masin lebih kecil bila dibandingkan dengen Thailand sebesar 100.000 ‘operasi katarak por tahun dengan jurlah penduduk hanya 61,8 jute dan 584 dokter mata (lenchite ct al., 2003). Thailand mampu menu- 4 rankan angka kebutaan secara signifikan dari cataract backlog 270.000 pada tahun 1983, cataract backlog curun menjadi 134.000 pada tahun 1994. Dengan demikian perlu dikaji ulang mengenai program penang- gulangan kebutean di masa Islu, Cataract backlog di Indonesia yang sekitar 130,000 per tahun perly ditanggulangi dengan berbagai tero- bosan, Ad tiga hal pokok yang menjadi prioritas utama sebagal mist guna mengurangi angka buta katarak: perbaikan sistem penanggulang- fan, peningkatan sumber daya manusia, dan penyedizan sumber dane. Mengenai suber daya manusia, yang perly ditambah jumlahnya tenaga paramedis mata, karena tenaga iti yang sangat menunjang Kegiatan yang dilakukan dokter mata. Seyogyanya setiap Puskesmas dengan rawat inap disedikan fasilitas pelayanan Kesehatan mata primer. Fembiayaan operasi katarak di Indonesia bervariasi antara Rp!.900.000 sampai Rp8.000.000 di Rumah Sakit, tergantung jenis ‘operasi yang digunakan. Namun biaya operssi katarak masal yang dilekukan olch Program Sosial sckitar Rp450.000 Tika angka kemis- kinan di Indonesia diprediksi 20%, maka dibutuhkan subsidi biaya katara masal sehesar —20/100x210.000xRp450.000=Rp18.900.- 000.000.- pertahun. Biaya tersebut belum termasuk akomodasi, sosi- Jisasi, dan pengadasn alat operasi. Dipandang dari segi anggaran Peinerintah biaya ity tidak besar, namun kemeuan pera pombuat keputusan untuk memumjang program tersebut yang perlu didukung semua pihak. Kita musih banyak mendengar babwa program operasi Kkatarak bagi orang miskin tidak bisa dibiayai melaui dana Gakin, dengan alesan Katarak tidak menyangkut live saving, Timbul perte- nyzan, spakah orang dengen kedutaen katarak tidak justry mening- atkas angkz Kemiskinan? Kalau salah sata tolok ukumya keber- hasilaa pembangunan adalah peaurimat. angke kemiskinan, maka kebjjakan mengenai pembatesan pengeunaan dana tersebut perl dikaji ulang Operasi katarak masal sebagai ujud Dharma pengatcian masya- rakat di daerah DIY dan Jewa Tengah Selatan telah dilakukan Bagian Mata FK UGM bekerja sama dengan: Pechirmpunan Dokrer Spesialis Mata Indonesia dan beberapa LSM sejak tahun 1988 sampai sckarang, dengan jumlah operasi berkisar entara 800-1050 operasi per tahun, Hasil tanggapan masyarakat eukup positif, dengan meningkainya partisipesi ceasyaraket. Jaminan mutu hesil operasi katarak masal 25 tampak makin meniagkat dengan makin tertatanya sistem penyelong- garaan, Kualitas sumber daya manusia . peralatan, dan peningkatan frekuensi pasien dengan visus pasca bedah >6/18 (Subardja dan Agni, 1997), Namun di lain pihuk, masih ada beberapa Pemerintah Daerah yang kurang sadar dalam membanta progcam terscbut, Scmontara itu, peniderita buta katarak yang lergolong miskin itu sebenamya menjadi tanggung jawabnya. Saya melihal faktor penyebar lussan informasi, penemuan kasus, pemberten motivasi kepada penduduk perlu menca- pat dukungan dari Pererintah otonomi sctempat. Tidak banyak. atau barangkali belum ada Partsi Polihk yang mempunyai mist untule meningkatkan enggarun Pernerintah di bidang Kesehatan, Dengan sudah diterhithennya Rencana Stratogis Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan din Kebutaan untuk meneapai Vision 2020 oleh DepKes tahun 2002 sebenarya sudah jelas arah yang haros ditempuh hog! kita semua. Harapan saya, semoga para pejabar instansi yang terkait haik eksekutif maupun legislati’ ikut segera derpern dalam suats Komite atau Dewan Peaanggutangan Gangguan Penglihatan dan Kebutuan. Walaupun agak (erlamibat pem- pentukan Dewan Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebate- an Nasional, Propinsi, yang ditargetkun terbentuk ci 8 Propinsi di Indonesia pada shun 2004 ini patut dinargai. Program semacam ini torbukti sanget berhasil di Thailand yeng ciloksanaken sejak tahun 1982, cengan bukti angka kebatzan “menurun dari 114% menjadi 0.31% Uenchitr et al., 2005}. Sehatiknys beberapa Program Usaha Kesehatan Mata di masyarakat Indonesia yang dimulai tahun 1982 kurang berhasil, angka kebutaun pada tahun 1982 sebesar 1,2'% malah aaik menjadi 1.47% pada tahun 1996 (Deakes, 1997). Di datam pengendaliam Kebulaan katarak, usaha pencegahan juga iket berperan dalam mengurangi angka kebutaan katarak, Bebe sepa faktor risiko yang berporan besar potty dihindarkan melalui penyeber Iuasan informasi, Porilaku masyarakat yang kelinuy perlu dibetulkan melalui pendidiken di sexolah maupun media masa. Hasil amalisis Susencs 2003 menunjukkan buhwa jurmlah wang yang dihe- lanjakan penduduk Indonesia untuk tembakau (roxok) 2,5 kali lipet dibandingkan biaya untuk pendidikan dan 3,2 Kali lipal biaya untuk Kesehatan, Data yang lain juga menyebutkan hahwa_prevalensi merokok penduduk umur 15 tahun ke atas meningkat dari 26,9 % pada 6 tahun 1995 menjadi 31.6% pada thin 2003. Fenomens perilaku masyarakat perokok di Indonesia sudah saatnya menjadi suatu kepri- hatinan dalam rangka meningkalkan kualitas keschatan. Hadirin yang saya mutiakan, Kesimpulan Kebutaan katarak di Indonesia maupun i Negara berkembang, fmasih akan terus menjadi masalah Kesehatan masyarakat. Hal ini mengingat bahwa faktor risike torjadinys katarak sangut erat dengan kemiskinan, status pendidikan yang rondah, kekurangan vitamin, anti oksidan dan protein. sikap hidup yang salah seperti merokok, daa lain- lain. Sementars ita karena angka harapen hidup terus meningkat, maka jumlah penduduk usia lanjut menjadi meningkat, padahal penys- kit katarak sangal erat kaitannya dengan usia lanjut. Menunda mulai timbulnya katerak dan menghambat progresi- vites katarak, secara ekonomis sangst menguntungkan kualitas hidup. Penggunwan suplemen termasuk anti oksidin misalnya vitamin C, karoten, sclenium, vitamin E, Jutcin dapat dipertimbangkan khususnya pada orang-orang berisiko terjadinya katarak. Mengingat faktor risiko yang sangat berperan terjadinya kstarek adalah usia tua, saya berkeya- kinan bahwa penggunaan soplemen nutrisi pada usia tua masih ber- manfaat. Berdasarkan data opidemiologis, epabila indek status sosial ckonomi penduduk meninekat, kejedian katarak akan tortunda atau ‘katarak barn terjacii pada usia yang sangat tua Gun memberiksn layatian kesehatun mata yang optimal, dari aspek diagnostik maupon terepi sangat tergantung dengan kuslitas alat dan teknologi. Di lain pibak hampir setiap 5 tahun timbul teknologi ary, dengan biaya yang sanget mahal. Analisis cost-benefit ala: mata paca umummya tidak menjanjikan, namun sebenarnya demi peningkal- an pendidikan sumber daya manusia di bidang Kesehaten mata. Pomerintak perlu momberi subsidi khusus kepaca beberapas Pusat Pendidikan Dokter Spesialis Mata di Tndoncsia, Marilah kita berhituny secara cermat. dan obyektif berapa Kerugian Indonesia akibat warga- nya yang menderita gangeuan penglihatan den kebutaan. n Para headirin yang saya muliakan, Di penghujung pidato pengukuhan ini perkenankanlah saya menyampsikan penghargaan dan ucapan terims kasib. Pertama, saya ucapkan tcrima Kasih kepada Pemerintah Republik Indonesia , dalam hal ini kepada Menteri Pendidikan Nasional yang telah membesikan kepercayaan dan mengangkat saya dalam jabatan Guru Besar dalarn bidung Imu Penyakit Mata Fakultas Kedolteran Universitas Gudjah Mada. Penghargaan dan ucapan teria hasib juga saya sampaikan kepada Rektor, kepada Ketua , Sekretaris dan Anggola Majelis Guru Besar, dan juga kepada Ketua , Sekretaris dan Anggota Senat Aka- desnik Universitas Gadjah Mada. Terirma kasih saya sampaikan kepa- da Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjeh Mada Prof. Dr. dr, Hardyanto Soebono, SpKK(K) dan Senat Fakultas Kedokteran Uni- versitas Gadjah Mada yang telah menyetujui dan mengusulkan saya menjadi Guru Besar. Ucapan terima Kasih saya sampaikan kepada Prof. dr. Mardiono Marsetio Sp M(K) dari Departemen Mata Fakuitas Kedokteran Uni- versitas Indooesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusummo dan Prof. Dt. ar. Gantira Natadisasura Sp M(K) dari Bagian Mata Fakullas Kedok- feran Universitas Padjadjaran/RS Mata Cicendo Bandung yang telah merekomendasikan saya sebagai Guru Besar. Karir saya sebagai staf pengajar berawal dari keterbuksan Prof, Dr. dr. M. Ismadi yang saat itu menjabat sebagai Kepala Begian Bio- kimia, kepada beliau saya mengucapkan banyak terima kasih. Kepada Prof. Dr. de. Siti Dawiesah Ismadi M.Sc yang telah mengawali mendi- dik dan melakukan penelitian di Dagian Bickimia, kepada beliau saya mengucapkan banyak terima kasih, Karier saya di didang Qftalmologi mulai seat dr. HMu’ta- simbilah Ghozi SpM (K) sebagai Kepala bagian Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjeh Maa dan dr Gunawan Sp M (almar- hum) sebagai Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Mata,. kepada beliay berdua saya memberikan penghargaan dan ucapan teri- ma kasih. Selanjutnya saya juga ingin mengucapkan terima Kasih kepada khususnya dr. Hartono Sp M (K) yang pertama kali membeti ‘wawasan untuk menekoni bidang Tim Penyakit Mata. Kepada para senior yang pernah mendidik saya: dr. Al Soemarsono Sp.M(K}, dr. R. 28 Satodjo SP M(almarhuim), dr. Wasisdi Gunawan Sp. M(K), Prof. Dr. cr, Budihardjo Sp.M¢K), dr Agus Supartoto Sp M(K), ar. A Nurmi ‘Agai Sp.M, M.Kes , kepada beliau saya ueapkan terima kasi. Kepada Assoc Prof, K. Shimada dati Jichi Medicat School, Prof. Dr. M, Sawa dari Nihon University Medica) School dan Assoc Prof. J. Sakai dari Tokyo Modical College Hospital yang telah memberi Kesempatan stase di bidang uveitis dan komea, kepada beliau saya ucapkan terima kasih, Ucapan tcrima Kasih dan penghargean juga saya sumpaikan kepada Direktur Utama, dan Dewan Direktur RS Dr. Sardjita yang member kesempatan saya untuk melakuken pelayanan dan Tri Dhar- sna Perguruan Tinggi, schingga mampu mencopai jenjang Guru Besar. Xepada para toman sejawat dan staf pendukung di Bagian Mata FI ‘UGMIRS Dr. Sardjito tidak Juga kami mengucapkan terima kasih atas kerja samanya, Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak tenma kasih kepada Direktur RS Mata Dt. Yap sejak dipegeng oleh dr. Basarodin Sp.M, dr. Tri Sutartin R. Sp. M, dan sekarang olch dr Nunuk Maria Ulfah Sp.M., M.Kes, dengan kerja sama yang haik selama inilah dimungkinkan optimalisasi pendidikan dan pelatiban huik untuk mahasiswa profesi maupun calon sposialis mata Fakultas Kedokteran UGM Kepada yang terhormet guru-gunv saya sejak SR Krtyan, SMP N 1 Wates Kulon Progo, SMA N IV Yogyakarta sehingga Fakultes Kedokteran UGM, saya ucapkan terime kesih ates bimbinganaya, Kepada almarhum ayahanda Pawiroranu den almashumah Ibu Nafsi- yah yang telah membimbing , membesarkan . saya beserta tujuh sav- dara saya dengan segala kemampuan yang ada, kiranya tidak ada kata. kata yang mencukupi untuk dupat mengungkapkan rasa terima kasih ‘Scmoga Allah yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang berkenan renempatkan kedua orang tua kami di sisi Nya, Kepada kakak-kakak saya, khususnya Tr Soekelip (almarhum) dan Soewarno (almarhum) yang telah memberikan dorongan moral dan bantuan material selema, sekolah, kami mengucapkan torima kesih, dan semoga diterima amal- nya dan diampuni dosanya. Kepada kedua mertua saya almastum ‘Moehardjo dan almarhumah Ngadilah beserta segenap keluarga besar- nya seya ucapkan terima Kasih atas segala bantuan dan doa restu yang, senantiasa diberikan kepada saya sckeluarga, Semoga Allah yang, 29 ‘Maha Pengampun berkenan menempatkan di tempat termulia, Saya mengucupkan lerima kasib dan penghargaan setinggi-ting- ginya kepada isteri saya Dra. Jajuk Herawati, MM, dan kedua anak saya Septa Herawiharja dan Syam Suharyono dengan penuh penger- tian, Kesetisan, kerelaan memberikan bantuan dan dorongan serta mendarapingi saya dalam suka dan duka seluma 22 tahun. Akhienya, masih banyak lagi ucapan terima Kasih dan penghargaan ingin saya sampaikan tetapi dengan permohonaa maa? sehesar-hesarnya, Karena walt dan ruanglah yang membatasi saya untuk dapat menyampaikan salu per salu. Hadirin yang saya muliakan Dengan mengucag sukur alhamdulillah saya ingin mengakhiri pidato pengukuhan saya, Atas Kesaharan dan perhatian. bapak-bapak, ibo-iby serta hadirin sekalian dalam mengikuti pidato pengukuhan ini sampai sclesai saya ucapkan banyak terima kasih, Saya menyadari balwa semua nikmat itu datangnya dari Allah scmata, dan kekurangan dan kesalahan ite akibat kelalaian disi saya sendin. Oleh karena itu perkenankanlah saya mobon maf atas hal-bal yang tidak beskenan di hati bapak, ibu, dan hadirin sekalian baik dalam isi maupun dalam penyampaian pidato pengukuhan ini. Wassalamu'alikun wa rahmatullahi wa barakatuh 30 DAFTAR PUSTAKA. Americans Academy of Ophthalmology 2003-2004 Basic and Clinical Science Course Section L1: Lens and Cataract, The Eye MD Association American Academy of Ophthalmology, 2003-2004. Basic and Clinical ‘Science Course SectionJ3 Intereational Ophthalmology The Eye MD Association pp.163-4 Anderson RE, Krever FL, Rapp LM, 1994. Free radical and ocular disease, Adv Exp Med Biol, 366:73-86) Borchman D, Yuppert MC, 1998 Age-related lipid oxidation ia human lenses, Invest, Ophthalmol, Vis, Sci 39:1053-8) Brian Gand Taylor H. 2001 Cataract blindness-challenges for the 21" century. Bull World Health Organ, 79:249-56 Brilliant [B Grassot NC, Pochrol RB, 1983 Association among cata- ract prevalence, sunlight hours, and attitude in the Himalayas Am J Epidemiol 118:250-54), Cabyani E, Suhardjo, Wasisdi G, 2001 Kenaikan kadar ava urat serum scbagei faktor risiko timbulnya katarak senilis di RS Dr Sardjito, Jumma! Kedokteran YARSI 9:99-107 Chen TT, Hockwin O, Dobhs R, 1988 Cataract and health stanis: A case control study, Ophthalmic Res 20:1.9; Mohan M , Sperduto RD, Angra SK 1989 India-US case control study of age-related cataracs, Arch Ophthalmol 107:670-6 Chylack LTT, 1984 Mechanism of senile cataract formation. Ophthal- mology 9t: 596-602 Curtin BJ, 1985. The Myopia, Basic Science and Clinical Manage~ ‘Tent, Harper & Row Publ, Philadelphia. Congdon N, West SK, Buhrmann RR, 2001, Prevalence of the difte- rent types of age-related cataract in an African population, Invest Ophithalinol Vis Sci 42:2478-82. Deane JS. Hall AB, Thompson JR, 1997. Prevalence of Ienticatar ab- normalities in @ population-based study: Oxford Clinical Cata- Tact Grading in the Melton Eye Stady. Ophthalmic Epidemiol 4:195-206 Departemen Kesehatan, 1997. Survei Kesehatan Mata 1993-1996, a Jokarta Departemen Kesehatan. 1999. Laporan operasi Katarak massal dengan bantuan CBM di 8 Propinst sotara butan Januari-Oktober 1999, Jakarta, Departemen Keschatan, 2002. Rencana strategis nasional Penanggu- Tangani Gangguan Penglihatan dan Kebutaan, Jakarta Elder MJ, DeCock R, 1993 Childhood blindness in the West Bank and Gaza strip: prevalence, ctiology, and hereditary factors, Bye, 7:580-3 Foster A., 1998 How can blind children be helped? Comraunity Eye ‘Health, 11:33-4 Friedman DS, Congdon NG, Kempen JH, 2004 Prevalence of cataract and Pseucophakia/Aphekia Among Adults it the United States, Axch Opithalmol 122:487.96 Gazzard G, Saw SM, Koh D, 2002 Refractive error in Sumatra, Indo- nosia. A Population-Bascd Prevalence Survey, Asia Pacific Bio- tech News 6:49-50. Harding 1, 1995, The votenability of the sunlight hypothesis of cataractogenesis. Doc Ophthalmol 88:345-9), Hartono, Suhardjo, dan Mu’ tesimbillah ©, 1986, Aspek genetika Kata- tak Kongenital. Berita Ilmu Kedokteran XVII (4): 189-93, Hennis A, Wa SY, Nemesure B, 2004 Risk Factor for Incident Corti- cal and Posterior Subcapsular Lens Opacities in the Barbados. Arch Ophthalmol 122:525-30; Hiles DA, Killy LA., 1994 Disorders of the Jens, In: Isonberg SJ, ed. The Eye in Infancy. 2" ed. St Louis; Mosby pp336-73. Hiller R, Sperduto RD, Podgor MI, 1997, Cigarette smoking and the risk of development of lens opacities. The Framingham studies, ‘Agch Ophthalmol 115:1113-8. Hollow F and Moran B ,1981. Cataract, the ultraviolet risk factor, The Lancet 12:49-50 Istiantoro $ dam Hutauruk JA, 2004 Transisi Menuju Fakoeruisi- tikasi. Granit Kelompok Yayasan Obor Indonesia Javit J, Sommer A, Venkataswamy G, 1S83, The economic and social simpact of restoring sight. In: Hendkind P(ed): Acta XXIV International Congress of Ophthalmology, 32 Jenchitr W, Pongprayoon C, 2003. The national programmes for the prevention of Blindness and eye health promotion in Thailand, Thai J Pub Health Ophthalmol 17:6-19 Philadelphia, pp1308-12 Kador PF, 1983 Overview of the current attempts toward themedical treatment of cataract. Ophthalmology, 90:352-64). Kanski JA, 1994. Clinical Ophthalmology, 3° cd, Oxford: Butterarth- ‘Heinerman. Klein R, Klein BBK and Linton KLP, 1992. Prevalence of age-related maculopathy. The Beaver Dam Eye Study, Ophthalmology 99; 933-43) Klein BE, Klein R. Linton KI, 1992. Prevalence of age-related opaci- ties in a population. The Beaver Dam eye Study, Ophthalmo- logy, 99:546-52 Kupfer C, 1984. The conquest of cataract: A global challenge, Trans Ophthalmol Soc:104:1-10. Kuszak JR, Deutsch TA, and Brown HG, 1994 Anatomy of aged and senile cataractous lenses in: Albert DM, Jakobiec FA eds: Principles and Practice of Ophthalmology Philadelphia, S64- 75) Lawrence DJ, Brogan C Benjamin L, 1999 measuring the effoctive- ness of cataract surgery: the reliability and validity of a visual function outcome instrument, Br J Ophthalmol 83:66-Leske MC, Chylack LT,Wu SY, 1991 The lens opacities case-control study, Risk factors for cataract, Arch Ophthalmol 109:244-51 Leske MC, Wa SY, Hyman L, 1995 Biochemical factors in the lens ‘opacities. Case Control Study, Arch Ophthalmol, 113:13-9. Leske MC, Chylack LT , 1998. Antoxident vitamins and nuclear opa- cities: The longituidinal study of cataract, Ophthalmology 105:831-6 Leske MC, Wu SY, Hennis A, 1999, Diabetes, hypertension, and cen- tral obesity as caract risk factors in a black population. The Bar- bados Eye Study, Ophthalmology 106:35-41; Leske MC, Wut SY, Nemesure B, 2002. Risk Factors for Incidence Nuclear Opacities, Ophthalmology 109:1303-8). Lou MF, Dickerson JE, Garadi R, 1988. Glutathione depletion in the ens of galactasemic and diabetic rats, Exp Eye Res 46:517-30). Malina HZ and Manin XD, 1996, Xanthurenic acid derivative forma- 33 tion in the lens is responsible for senile cataract in humans. Gracfes Arch Clin Exp Ophitralmo! 234:723-30 Majima K. 1996 An evaluation of the biocompatibility of intraocutar lenses. Ophthalmic Surg Lasers 27:946-51 Mackool RJ and Brint SF, 2004 AquaLase: a new technology for cataract extzaction. Curr Opin Ophthalmol 15:40-3 McCarty CA, Mukesh BN, Fu CL, 1999. The epiderniclogy of cataract in Australia, Am J Ophthalmol 128:446-65 McCarty C, Nanjan M , Taylor H, 2006-Atteibutable risk estimates for cataract 10 prioritize medical and public health action, Invest Ophthalmol Vis Sei 41:3720-5 MeNeil J, Robmaa L, Tikeltis G 2004 Vitamin E Supplementation and Cataract, Randomized Controlled Trial, Ophthalmology 111.75-84), Micclli-Ferrari T, Vencemiale G, Boscia F, 1996, Role of lipid peroxi- dation in the psthogenesis of myopic and senile cataract, Br J Ophthalmol, 80:840-3}, Montan PG, Koranyi G, Seticrquist HE, 1998. Endophthalmitis after cataract surgery: Risk factors relating to technique and events of the operation and patient history, a retrospective case-control study, Ophthalmology 105:2171-7 Natchiar G, 2000 Manual Smal! Incision Cataract Surgery: an alterna- tive technique to insvumental phacoemulsification. Aravind Eye Hospitel, Maduari, India. O'Brien TP, 2003. Advances in Intraocular Lens Meterial and Design Maximizing Biocorpatibility and Optical Performance , Opht- haimologica 217 (suppl 1):?-18 Olmedilla B, Granado F, Blanco T, 2003. Letein, but not alpha tocopherol, supplementation improves visual fumetion in patients with age-related cataracts: a 2 years double bbling, placcbo- controlled pilot study, Nutrition 2003;19:21-4) -Pescosalida N. Miccheli A, Manetti C, 2001. Metabottc Changes in Rabbit Lens Induced by teztment with dexamethasone, Ophthalmi¢ Res 33-68-74 Robert JE, Wang RH, Schey K, 2000. Photooxidation of Lens Proteins with Xanthurenic Acic-the Putative Chromophore for Cataracto- genesis, Proceedings of the 12” Afra-Asian Congress of 34 Ophthalmology, Nov 11-15, Guangzhou, China 226.31. Robertson IM, Donner AP, Trevithick JR. 1991. A possible role for vitamin C and E in cataract prevention, Am J Clin Nuts, 53:346 8.51 8); Sandilands A, Hutchenson AM, Long HA, 2002Altered aggregation ‘properties of mutant gemma-crystallins cause inherited cataract EMBO J. 21:6005-12) Santhiya ST, Shyam MM, Rawley 1, 2002, Navel mutations in the gamma-crystallin genes causes autosomzl dominant congenital cataracts. J Med Genet, 39:352-8; Saw SM, Katz J, Schein OD, 1996, Epidemiology of myopia Epidemiol Reviews 18:175-87. Schoenfield ER, Leske MC, Wu SY, 1993, Recent epidemologic studies on nutrition and cataract in Tndia, Ialy, and the United States Am J Clin Nutr, 12:521-6 Shiels A, Bassnett S, 1996. Mutstions in the founder of the MIP gene family underlie cataract development in the mouse, Nat Genet, 12:212-6. Simon K, 1990. Visual acuity and the functional definition of blindness. In Tasman W. Jacger EA (eds): Duane’s Clinical Ophthalmology. JB Lipincott Co, Philadelphia Singh AJ, Bamer P, Floyd K, 2000. Costeffectiveness of public- funded options for cataract surgery in Mysore, India, Lance: 355:180-4 Sirlan F, 2000. Faktor Risiko Buta Katarak Usia Produktif: Tinjauan Khusus Tethadap Enzim glutation Reduktase dan Riboflavin Darsh, Studi Kasus di Daerah Pantal Sumatere barat dan Nusa tenggara Barat. Disertasi Doktor dalam Timu Kedokteran PK UL Stolk RP, Vingerling JR, Paulus TVM, 1995. Retinopathy, glucose and insulin if an elderly population, Diabetes: 44:11-5) Suhardjo, Hartono, dan Sarodjo R, 1986, Katarak bilateral pada sindrom rubella congenital, Ophthalmol Ina 9:2-7 Suhardjo and A N Agni, 1997. The visual outcome and complications of intraocular Jens by a surgery in rural areas of the south part of Centra! Java, Betita Keseharan Masyarakat XT1(4):213-7 Suhardja dan Asfani 8, 1999. Hifema pada giaukoma fakolitik: Laporan Kasus, Berkala Jimu Kedokteran XXX1(2j-119-23 35 Suhardjo, SG Indrawati, B Sidharto, 2001. Mass Cataract Surgery with Intraocular Lens Implantation in Some Primary Health Services in Yogyakarta Territory and Surrounding Area, Indon J Clin Epidemiol Biostat VIII (2):10-4. Suhardjo, Puryanto TU, Socdarmanto M, 2001. Astigmatisme pascabedah katarak metode insisi korneoskleral dan skleral di RS Dr Sardjito, Berkala rau Kedokteran XXXI(4):187-94 ‘Thylefors B, 1987. A simplified Methodology for the assessment of Dlindnoss and its main causes, Wie Ht Statis Quart 40:129-41 Tielsch JM, Javit JC, Coleman A, 1995. The prevalence of blindness and visual impairment armong nursing home resident in Baltimore N Engl J Mec 332:1205-9 Triyone YP, Suhardjo, Nunuk MU, 2003. Pengaruh vitamin E doais tinggi techadap kadar malondiakchid pada penderita myopia, Ophthalmol Ina XXTX No. 3. Febr: Urban RC Ir, Cotlier E 1986, Costicosieroid.induced cataracts, Surv Ophthalmol, 31:102-10 Wright SE, Keeffe J, Thies L, 2000, Direct costs of blindness in Australia, Clin and Exper Ophthalmol 28:140-2 Vaughan D, Asbury T , Riordan-Eva 2, 1992. General Ophthalmology 13%ed , pp. 169-78 Prentice Hall Inc. London West SK, Munoz B, and Emmett EA, 1989. Cigarette smoking and the tisk of nuclear cataract, Arch Ophthalmol 107:1166-9 West SK, Valmadrid CT, 1995. Epidemiology of risk factors for age- related cataract, Surv Ophthalmol, 39:323-34, Wijanarto J, Subardjo, Supartoto A, 2000. Rendahnya kadar vitamin E dalam darah scbagai salah setu faktor risiko terjadinya katarak senilis; Kajian di RS Dr Sardjito dan RS Mata Dr Yap Yogya- karta, Berkala ru Kedokteran XXXU, (3): 193-7 Wong L, and Ho SC, 1993. Sunlight cxposure, antioksidant status, and cataract in Hongkong fishermen. J Epidemiol Comm Health 47:46-9 Wright SE, Keeffe J, Thies L, 2000, Direct costs of blindness in Australia, Clin and Exper Ophitalmol 28:140-2), Xu I, Yu Q, Zhu S, 1996. A population-based study of lens opacities. ‘Yan Ke Xue Bao 12:115-7 World Health Organization, 1999, Elimination of Avoidable 36 Biindness in South-East Asia, Vision 2020: The Right to Sight. New Delhi 1. Data pribad! Alamat e-mail PangkayGol 2, Keluarga Isteri Nama Tempat datgl lahit Pekerjaan Alamat rumah Anak 1. Nama ‘Tempat & ig lahir: Pekerjaan 2. Nama Tempat & ig labir : Pekerjann 37 BIODATA Namatengkap —: Sochardjo “Tempat & tgl fahir : Kualon Progo, 5 Maret 1955 Alama rumah — IL Brigjend Katamnso 173, Yogyakarta 55152 Telp. (Fax 0274 371546 Alamackantor —: Bagian TP, Mata FK UGM RS Dr Sudjito J. Keschatan 1, Sckip Utara Yogyakarta $5281 Telp. Fax 0274 -522115 + matagama 2003@yahtoo.com : Pembina Utama Madya/ Gol IV/d. : Dra. Hj. Jajuk Herawati, MM + Yogyakarta, 10-10-1955 + Dosen FE Universitas Sarjana Wiyata Taman- siswa Yogyakarta + Il Brigjend Katamso 173 Yogyakarta 55215 Septa Herawiharja ‘Sleman, 20 September 1982 Mhs FKG UGM Syam Subsryono Sleman, 28 April 1988 Siswa SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta 3. Riwayat pendidiken 1. 1966 Lulus SR Negeri Kriyan , Hargorejo, Kokap , Kulon Progo 38 . 1969 Lulus SMP N1 Wates Kulon Progo 1972 Lulas SMA N IV Yogyakarta . 1977 Lulus Sarjana Kedokteran- FK UGM 1979 Lulus Dokter-FK UGM. . 1983 Lulus Pasca Sarjana (S2), Sarjana ‘Kedokteran—Fak Pasca Sarjana UGM 7, 1989 Lutus Spesialis Mata—Pak Pasca Sarjana 8, 1998 Pengakuan Spesialis Mata Konsulan 4 Perdami Busey 4. Riwayat kursus: 1, Kursus mengajar Akta V lolus 1985 2, Kursus penggunaan Laser Yog tahun 199% di Jakarta. 3. Belajar kasus-kasus penyakit Komea , Alergi, Retina dan Uveitis, di Jichi Medical School, Tokyo Medical College, Nihon University Medical School, dan Shimada Eye Clinic, Tokyo Japan, 1996 Kursus bedah katarak fakoemutsifikasi 1996 di Yogyakarta , Kursus bedah Katarak fakoernulsifikasi tabun 2002 di Singapore jagian Mata KS CM ve Riwayat pekerjoan . . Asisten Abli Madya di Bagian Biokimia FK UGM 1979-1981 . Asisten Alii di Bagian Biokimia FK UGM 1981-1984 Asisten Abii di Bagian Imu Penyekit Mata FK UGM 1985-1988 . Stat Pengajar dt Bagian thm Penyakit Mata FKUGM 1989- sekarang, Ketwa Program Studi Program Pendidikan Dokter Spesialis Mata FK UGM 1996-2002 Kepala Bagien mu Penyakit Mata FK UGM 2002- sekarang Kepale Staf Medik Fungsional Mata RS Dr Sardjito 2002-sekerang, ‘Anggota Komite Medik RS Dr Sardjito 2002-sekarang Anggota TKP-PPDS1 FK UGM 2002-sekacang, 10. Anggota Tim Kredensial RS Dr Sardjite 2002-sckarang AL Kepala Seksi Teknik Medik PPMTIF-Bank Mata Cabang DIY 2002-sekarang when pane 39 12.Kepala Perhimpunan Dokter Spesialis Mata (Perdami) cabang, DIY.2003-2006 6, Publikasi Ilmiah dan Penelitian (5 tahun terakhir) 1. Sohardje & Sri Yunihartati-Kerherhasilan bedah Kombinasi kata- tuk dengan pemasangan lense intruokular pada glaucoma primer Janjut. BL Ked Vol 31, nv 1, Maret 1999, 2. Suhardjo & Siti Asfani—Hifema pada plaucoma fakolitik. BT Ked, Vol 31, no 2 Juni 1990. 3. Suhardjo-Intraoperutive mitomycine C VS postoperative topical 0.04% mitomycine C drops for the veatment of pterygium in ‘Yogyakarta, Indonesia. Presenied at 17" Congress of the Asia Pacific Academy of Oph-thalmology, March 7-12 1999, Manila, Philippines. 4. Suhardjo-Results of Combined Trabeculeciomy with Extra Cap- sular Cataract Extraction and posterior Chamber lens Implantation at Dr Sardjito Hospital, Presented at Indonesian Congress of Oph- thalmology, March 21-25 2000, Surabaya, Indonesia 5. Suhardjo, Rosi Aldina- The Pattern of Ocular Injuries at Dr Sardji-io Hospital Yogyakarta, Presented at Indonesian Congress of Oph-thalmology, March 21-25 2000, Surabaya, Indonesia, 6. Suhardjo, Rochasin M, Wasisdi G, AN Agni-Keratoconjunetival Chlamydial Infections, Clinico Immunological Correlation. Pre- sented al XI] Afro-Asian Congress of Ophthalmology, November 11-45, 2000, Guangzbou, China. 7. Suhardjo, Rochasih M.Wasisdi G, A N Agni-Diagnostic proper- ues of WHO clinical criteria for trachematous conjunctivitis: Tndon J Clin Epidemiol Biostat 8.1:2001 8. Suhardjo, SG Indrawati, Bagus S, Dian Mass cataract surgery ‘with intra ocular lens implantation in some Primary Health Scrv:- cs in Jogjakarta Temtory and Surrounding Area. Tndon J Clin Epidemiol Biosiat 8, 2:2001 9. Suhardjo-Redah intraokular pada penderita diabetes mellitus. Medike, no I, tahun XXVIL, Nopember 2001. 10. Lina JP, Suhardjo, Wasisdi C—Kadar sclenium dalam lensa kata- rak pada perokok dan bukan perokok. Fatmawati Journal of Heatth Sciences, Vol 3, no 9, Desewiber 2001. 11, Subardjo, Purjanto T U, Dewt R, Nunuk M U-The Prevalence of Refractive Error among Elementary School children in The Urbsn and Raral Areas in Jogjakerta Territory: Indon J Clin Epidemio! Biostat 9, |: 2002 12. Wijanarto J, Suhardjo, Agus 5.B. Rendahnya kadar vitamin E. dalam darah sebagti salah salu faktor risiko terjadinya katarak senilisKajian di RSUP Dr Sardjito dan RS Mata Dr Yap Yogya- kasta: B.LKed Vol 32, No:3, Sept 2000 13. Nogroho W C, Hartono, Wasisdi G, Suhardjo B.Ked. Vol 33, No.2, Juni 2001, Amplitudo akomodasi berbagai jenis myopia B.LKed. Vol 33, No2, Suni 2001 14, Subardjo, Purjanto T U, M Sudarmanto-Astigmalisme pasca- bedah katarak metode komeoskleral can skleral di RS Dr Sardhito: BLKed Vol 33, Nod, Des 200! 15, Enni C, Subardjo, Wasisdi G Kenaikan kadar asam urat sebagai faktor sisiko timbulmya katarak senilis di RS Dr Sardjito Jumal Kedokteron Yarsi Voi 9, no.3, Sep-Wes 2001 16. Subardjo, Fatah W, Upik M- Tingkat Keparahan Ulkus Korea di RS Dr Sardjito schagai tempat Pelayanan Mata tertier. Majalah Kedokteran Mecika, Vol. 29, No.3, Maret 2003 17.¥ P Triyono, Suhardjo, Nonuk MU-Pengaruh Vitamin E Terha- dap Kadar Malodialdchid pada Penderita Katarak Senilis dengan Miopia, Opthalmologica Indonesiana, Vol.29, No.3, Februari 2003 18. Nur Ekwarto, Suhardjo, Hartono-Nisba konvergensi akomoda- luffakomodasi pada pencerita myopia di RSUP Dr Sardjito Berkala Kesehatan Klinik, Vol. VI, No.2, Desember 2001 19. Suhardjo-Transplantasi autograf limbal konjungtiva. Pembicara atas permintaan penyclengeara, peda Pertemyan Regional Perda- mi: Temo Timiah Penanganan Secara Optimal Ulkus Komnea, Hotel Candi Sernarang, 15-9-2001 20, Suhardjo-Penarganan Konjungtivitis Vernalis Masa Kini, Pembi- cata alas permintaan penyclengeara, pada Pertemuan Regional Perduri: Seminar Penyakit Aletg) dan Taflamasi pada Mata, Contury Hoteh, 27 Oktober 2001 Yogyakarta, 21.Suhardjo, SG Tadrawati, Agus Supartoto-Ammiotic membrane sransplantation for severe bacterial corncal ulcer. Karya Bmiab Al Poster pada Pertemuan International XX1Xth International Congress of Ophthalmology, 21-25 April 2002, Sydney-Austra- Tia, P329 22. Suhardjo-Bilaceral papilitis in Neuro-Adamantiades Behcet's disease, Cases report, Berkala Neuro Sains Vol.4 No2, Februar? 2003. 23, Suhardjo-Parjanto Tepo Utomo, A N Agni-Chinical manifesta- tions of ocular toxoplasmosis in Yogyakarta, Indonesia: A clinical review of 173 caves. Southeast Asian J Trop Med Public Health, vol 34 no 2 June 2003 24, Raharjo K, Suhardjo, AN Agni, Wasisdi G-Pengaruh air kelapa muda terhadap tekanan intra ocular pada orang normal. Jurnal Kedoktersn Yarsi 11¢2)'30-35, 2003 25. Suhardjo-Secondary intra ocular lens implantation at Dr Sardjito, hospital Yogyakarta: Visual outcome and complications. Presented at 19% Congress of the Asia Pacific Academy of Ophdulmology. Novernber 28- December 3, 2003, Bangkok, Thailand. 26, M Rosmaryati, Diani Dyah Scraswati, Suordjo—Vag laser capsi- lotomy in 73 patients with Posterior Capsule Opacity at Dr Yap Eye Hospital: Viual outcome and major complication. Poster pro- sentation atl" Congress of the Asia Pacific Academy of Ophthal mology, November 28 December 3, 2003, Bungkok, Thailand 27. Andi rahmi P, Tetri $ D . Suhardjo-Amnictic membrane transplantal for perforated fungal corneal ulcer. . Poster presentation atl9° Cong- ress of the Asin Pacific Academy of Ophihulmology, November 28- December 3, 2003, Bungkok, Thailand 28, Subardjo-Trauma kimia dan termal pada Ocular Surface . Makalah Lengkep Seminar Oftalmologi 2k. Pertermuan Umiah Regional Pethimpunan Dokter Spesialis Mata DIY, Jawa Tengah dan Surakarta, di Avdi(orium Radiopoetso FK UGM 6 Maret 2004 az Fabel 1. Prevelensi kebutasn di Indonesia dan beberapa Negant Lampiran ‘ctangza Negara, Populas India 961.000.000. Indonesia 200.598,000. Bangladesh 124.000.000 ‘Thailand 61,000.00 Myanmar 48,900,000 Nepal 23,000.00 Sri Lanka 18,584.000 Prevalensi kebutaan % 0.70 a7 1.00 0,31 0,90 0,80 0,50 Jumlah kebutas 6.727.000 2.948.761 1.240.000 184.183 441.500 184.000 92.920 Sumber: WHO 1999 Tabel 2. Penyebab kebutaan utama di Indonesia, Negara berkembang dan Negara maju Senis Indonesia penyakit mata Katarak 52% Komea 64% Glaakoma 134% Retinopati diabetic 51%" Degenerasi macula - #4 terkait dengan usia Onchocersiasis - + Terutama aki wakom Diambil das Depes (997; Tapleorset a 2 Tideh ada data Tels et al. 1995) + Termasoh kelsinan retina tirnya Negara berkembang, 56% 23% 19% 2% Negara maju 20% 11% 3% 40% a3 ‘Tabet 3. Bebcrapa faktor individual sebagai sisiko terjadinya katarak Faktor risiko Bentuk katarak —_Kualitas bukti ( evidence) Umur Kortékalis dan nukle--Konklusif Kurang aris, subkapsularis ust posterior Gender wasita lebih Kortikalis Kuatuntuk risike banyak relatif sedikit maeningkat Etnis: Ras hitam— — Kortikalis Kat: untak ras hitam patih Subkapsularis, Minimal: lebih China - putih posterior banyak China Faktor keturinan ——-Kortikalis dan Kuat: untuk orang nuklearis kulit putih {Diardi dor:AAO 2003. 20DAltsmaticnal Oplubalmolegy,p- 164, a4 Tabel 4, Berbagai faktor lingkungan sebagsi faktor nisiko tegjadinya ararak Faktor cisiko Bentnk katarak Kuatitas bukti (evidence) Perokok Noklearis; Subkap- Kuat; tergantung, do- sularis posterior sis Beberapa bukti menyokong Untraviolet B Kertikaiis Kal; tergentung dosis Kemiskinan; Pendi- Semua bentuk Kua untuk faktor dikan rendah kemiskinan: OR 1.46 Diabetes metitus ——-Kortikalis & Subkap-Kual; berkaitan sularis posterior Hipertensi Nuklearis; Kortikatis Subkapsularis poste. rior Asam uratserum = Campuran tinggi Pengguna steroid Subkapsularis posterior Indeks masa tubuh — Campuran Miopia Nuklearis; Subkep- sularis posterior Riwayat diare berat__ Campuran dengan Jama mende- ritz, dan variasi kadar Hb Aig RR=3.6-4.93 Tethatas; Beberapa bukti menyokong Terbatas: membi- ‘ngungkam terhadap petggunaan obst alopatinol ‘Kuat; penggunaan dosis tinggi dan lama petnakaian Data berlawanon Kuat; RR= 2.8 ‘Date berlawanan (Diam das: Briediran otal 2004; Lette etal 2002 : Vennis at al 001, AAO 2003-2004 Interasional Ophuhslmalogy p64)

You might also like